Bab 2 Tinjauan Pustaka - Dukungan Keluarga dan Kemandirian Lansia dalam Aktivitas Sehari-hari di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan

Bab 2 Tinjauan Pustaka

1. Konsep Lansia

1.1 Definisi Lansia

  Menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dalam Maryam, dkk (2008) dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. Menurut Setiati dkk, 2009 terdapat beberapa istilah yang digunakan gerontologis ketika membicarakan proses menua: (1) Aging (bertambahnya umur) menunjukkan efek waktu, suatu proses perubahan, biasanya bertahap dan spontan, (2) Senescence (menjadi tua) hilangnya kemampuan sel untuk membelah dan berkembang (dan seiring waktu akan menyebabkan kematian), (3) Homeostenosis penyempitan/berkurangnya cadangan homeostatis yang terjadi penuaan pada setiap organ.

  Menurut Depkes RI dalam Maryam, dkk (2008) penuaan adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari secara terus-menerus dan berkesinambungan. Selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis dan kemampuan tubuh secara keseluruhan. Menjadi tua ditandai dengan adanya kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik, antara lain kulit mulai mengendur, timbul keriput, rambut beruban,gigi mulai ompong, pendengaran dan pengelihatan berkurang, mudah ilelah, gerakan menjadi lamban dan kurang lincah, serta terjadi penimbunan lemak kemampuan kognitif terutama di perut dan pinggul. Kemunduran lain yang terjadi

  8 adalah kemampuan-kemampuan kognitifseperti suka lupa, kemunduran orientasi terhadap waktu, ruang, tempat, serta tidak mudah menerima hal/ide baru (Maryam dkk, 2008).

  1.2. Batasan-Batasan Lansia Di Indonesia, batasan lansia adalah 60 tahun ke atas. Hal ini di pertegas dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia pada

  Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 (Maryam, 2008). Mubarak dkk, (2011) menjabarkan bahwa umur yang dijadikan patokan sebagai lansia berbeda-beda, umumnya berkisar antara 60-65 tahun. Berikut dikemukakan beberapa pendapat mengenai batasan umur. Menurut organisasi WHO, ada empat tahap,yakni : a)Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun,

  b) Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun, c) Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun,

  c) Usia sangat tua (very old) usia >90 tahun. Sedangkan menurut Departemen Kesehatan RI dalam Mubarak, dkk (2011) usia lanjut dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: a) kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun), b) kelompok usia lanjut (55-64 tahun), c) kelompok usia lanjut (kurang dari 65 tahun).

  1.3 Permasalahan Lansia Masalah-masalah kesehatan atau penyakit fisik dan atau kesehatan jiwa yang sering timbul pada proses menua (lansia). Menurut Setiati, dkk(2009) gangguan fisik yang terjadi pada lansia diantaranya gangguan kardiovaskular, gangguan sistem endokrin, gangguan fungsi pendengaran, dan gangguan penglihatan. Masalah sosial yang dihadapi lansia adalah mendapatkan kekerasan berbentuk verbal (dibentak) dan nonverbal (dicubit, tidak diberi makan). Selain itu lansia juga mengalami masalah psikologis yang dialami seperti takut menghadapi kematian,frustasi, kesepian dan harus menentukan kondisi hidup yang sesuai dengan perubahan status ekonomi dan kondisi fisik (Maryam, 2008).

  Mubarak, dkk (2011) menjabarkan bahwa perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia diantaranya, yaitu: (1) Perubahan kondisi fisik lansia yang meliputi perubahan dari tingkat sel sampai ke semua sistem organ tubuh, diantaranya sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastrointestinal, urogenital, endokrin dan integumen. Masalah fisik yang sering ditemukan pada lansia diantaranya lansia mudah jatuh, mudah lelah, kekacauan mental akut, nyeri pada dada, berdebar-debar, sesak nafas pada saat melakukan aktivitas/kerja fisik, pembengkakan pada kaki bawah, nyeri pinggang atau punggung, nyeri sendi pinggul, sulit tidur, sering pusing, berat badan menurun, gangguan pada fungsi penglihatan, pendengaran dan sulit menahan kencing. Perubahan fungsi organ satu dengan organ lainnya tidak sama, meskipundemikian secara umum dijumpai penurunan fungsi secara menyeluruh, (2) Perubahan kondisi mental, meliputi penurunan fungsi kognitif dan psikomotoryang dipengaruhi oleh faktor- faktor antara lain: perubahan fisik terutama indra perasa, kesehata umum, tingkat pendidikan, keturunan, lingkungan, gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan, kehilangan hubungan dengan teman dan keluarga.

  (3) Perubahan psikososial, perubahan ini sangat beragam bersangkutan pada kepribadian individu yang bersangkutan. Perubahan psikososial ini meliputi minat, isolasi dan kesepian, perubahan kognitif dalam hal kemunduran pada tugas-tugas yang membutuhkan kecepatan dan tugas yang memerlukan memori jangka pendek, dan perubahan spiritual.Sedangkan menurut Boedhi Darmodjo (dalam Maryam dkk, 2008) menjadi tua bukanlah suatu penyakit atau sakit, tetapi suatu proses perubahan dimana kepekaan bertambah atau batas kemampuan beradaptasi menjadi berkurang yang sering dikenal dengan geriatric giant .

2. Konsep Kemandirian

  Gracinia (2004) mendefinisikan kemandirian itu adalah kemampuan untuk dapat menjalani kehidupan tanpa adanya ketergantungan kepada orang lain.

  Kemandirian didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan tidak bergantung dengan orang lain. Selain itu kemandirian diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang berupaya untuk memenuhi segala tuntutan kebutuhan hidup dengan penuh tanggungjawab terhadap apa yang dilakukannya.

  Karakteristik utama dari aging process adalah makin kehilangan kemandirian atau meningkatnya ketergantungan. Ketergantungan ini dapat bersifat structural (sosial), fungsional/fisik dan ketergantugan perilaku (psikologis) . Menurut Baltes (1989 dalam Padila, 2013) ketergantungan perilaku tidak semata- mata merupakan produk dari penurunan biologis tetapi dapat pula atau terutama merupakan konsekuensi dari faktor-faktor sosial budaya yang menekankan Vulnerability biology dari lansia, kondisi-kondisi dalam lingkungan sosial yang memupuk perilaku dependen. Banyak faktor sosial, budaya, ekonomi dan psikologis yang berperan dalam perkembangan dan menetapnya ketergantungan (Multicausality).

  Utami Munandar (1977 dalam Padila, 2013) bahwa kemandirian lanjut usia sangat terkait dengan tugas-tugas perkembangan. Kemampuan seseorang untuk melaksanakan kepribadian, sebagai hasil interaksi dirinya dengan lingkungan, maka apapun yang terjadi pada lansia harus mampu: menyesuaikan diri terhadap penurunan kekuatan fisik dan kesehatan, menyesuaikan diri terhadap pensiun dan penghasilan yang berkurang, menyesuaikan diri terhadap pasangan hidup yang meninggal, membentuk afilasi dengan kelompok sebaya, menerima dan menyesuaikan diri terhadap peran-peran sosial dengan cara yang fleksibel (keluarga, hobi dan kegiatan), dan membentuk tatanan hidup fisik yang memuaskan.

3 Penilaian Tingkat Kemandirian dalam Aktivitas Sehari-hari

  Aktivitas sehari-hari adalah aktivitas perawatan diri yang harus dilakukan seseorang setiap hari untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidup sehari-hari (Smeltzer & Bare, 2002). Aktivitas sehari-hari terbagi dua, yaitu aktivitas sehari- hari dasar meliputi membersihkan diri, mandi, berpakaian, berhias, makan, BAB/BAK, berpindah dan aktivitas sehari- hari instrumental meliputi melakukan pekerjaan rumah, menyediakan makanan, minum obat, menggunakan telepon (Darmojo, 2006).

  Salah satu tanda kesehatan adalah adanya kemampuan seseorang melakukan aktivitas seperti: berdiri, berjalan dan bekerja. Kemampuan aktivitas seseorang tidak lepas dari ketidakadekuatan sistem persarafan dan muskuloskeletal. Diantaranya dalam sistem saraf, lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Secara umum kondisi fisik seseorang yang telah memasuki usia lanjut mengalami penurunan. Hal ini menyebabkan seseorang lansia rentanterhadap penyakit. Dan kemajuan proses penyakit mengancam kemandirian dan kualitas hidup dengan membebani kemampuan melakukan perawatan personal dan aktivitas sehari-hari (Smeltzer & Bare, 2002).

  Kemampuan dan ketidakmampuan dalam melakukan aktivas sehari-hari atau untuk mengukur tingkat kemandirian lansia dapat diukur dengan menggunakan indeks Katz, indeks Barthel,Lowton IADL,Kenny self-care dan

  indeks ADL . Lueckenotte (2000) menjabarkan untuk melihat tingkat

  kemandirian dalam aktivitas terbagi menjadi dua, yaitu: 1.

  Indeks ADL Katz Indeks ADLini didasarkan pada fungsi psikososial dan biologis dasar dan mencerminkan status kesehatan respon neurologis dan lokomotorik yang terorganisasi. Penilaian Indeks ADL Katz didasarkan pada tingkat kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas secara mandiri. Jadi suatu aktivitas akan diberi nilai jika aktivitas tersebut dapat dilakukan secara mandiri atau tanpa bantuan orang lain (Lueckenotte, 2000). Daftar faktor, sifat, dan keterampilan yang diukur melalui ADL adalah mandi (bathing), buang air besar (toeleting), buang air kecil (continence), berpakaian (dressing), bergerak (transfer), makan (feeding).

  Mandi (bathing) meliputi aspek ketidaktergantungan berupa bantuan mandi hanya pada satu bagian tubuh (seperti punggung atau ketidakmampuan ekstremitas) atau mandi sendiri dengan lengkap. Aspek ketergantugan berupa bantuan saat mandi lebih dari satu bagian tubuh, bantuan saat masuk dan keluar dari bath tub atau tidak mandi sendiri.

  Buang air besar/buang air kecil (toileting) meliputi aspek ketidaktergantungan masuk dan keluar toilet, melepas dan mengenakan celana, menyeka dan menyiram, atau membersihkan organ ekskresi dan juga menangani

  bedpan sendiri atau tidak menggunakan bantuan mekanis. Aspek ketergantungan

  berupa tidak melepaskan atau menggunakan celana secara mandiri, penggunaan bedpan atau mendapat bantuan untuk masuk dan menggunakan toilet.

  Kontinensia (continence) meliputi aspek ketidaktergantungan berupa berkemih dan defekasi secara keseluruhan terkontrol oleh tubuh. Ketergantungan akan inkontinensia parsial atau total dalam berkemih atau defekasi. Dikontrol parsial atau total denga enema, kateter atau penggunaan urinal atau bedpen secara teratur.

  Berpakaian (dressing) meliputi aspek ketidaktergantungan meliputi mampu mengambil pakaian dari lemari, mengenakan pakaian luar, pakaian dalam, menangani pengikat yang dilakukan secara mandiri. Aspek ketergantungan meliputi tidak mengenakan pakaian sendiri atau dibantu orang lain.

  Berpindah (transfering) meliputi aspek ketidaktergantungan meliputi bergerak masuk dan keluar dari tempat tidur secara mandiri, berpindah ke dalam dan keluar kursi dan berpindah dari posisi tidur ke duduk. Aspek ketergantungan meliputi bantuan dalam bergerak masuk dan keluar tempat tidur atau kursi, tidak melakukan satu atau dua perpindahan.

  Makan (feeding) meliputi aspek ketidaktergantungan berupa mengambil makanan dari piring, memasukkan makanan ke dalam mulut secara mandiri.

  Aspek ketergantungan meliputi bantuan dalam mengambil makanan atau tidak makan sama sekali atau makan secara parenteral.

  Berdasarkan keenam aktivitas yang dinilai, pemeriksa dapat mengkategorikan pasien ke dalam kelompok: (1) KATZ A meliputi ketidaktergantungan dalam hal makan, kontinen buang air besar/buang air kecil, mengenakan pakaian, pergi ke toilet, berpindah dan mandi, (2) KATZ B meliputi ketidaktergantungan pada semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas, (3) KATZ C meliputi ketidaktergantungan semuanya kecuali mandi dan salah satu dari fungsi di atas, (4) KATZ D meliputi ketidaktergantungan semuanya kecuali mandi, berpakaian dan salah satu fungsi diatas, (5) KATZ E meliputi ketidaktergantngan semua kecuali mandi, berpakaian, ke toilet dan salah satu fungsi diatas, (6) KATZ F meliputi ketidaktergantungan semuanya kecuali makan, berpakaian, ke toilet, berpindah dan salah satu fungsi diatas, (7) KATZ G meliputi ketergantungan untuk semua fungsi di atas.

  Keterangannya bahwa ketidaktergantungan berarti tanpa pengamatan, pengarahan atau bantuan aktif dari orang lain. Seseorang yang menolak untuk melakukan fungsi dianggap tidak melakukan fungsi meskipun dia dianggap mampu. (Stanhope, 1998).

2. Indeks Barthel

  Indeks Barthel adalah suatu alat yang cukup sederhana untuk menilai perawatan diri dan mengukur harian seseorang berfungsi secara khusus aktivitas sehari-hari dan mobilitas (Lueckenotte, 2000). Indeks Barthel terdiri dari 10 item, yaitu transfer (tidur ke duduk, bergerak dari kursi roda ke tempat tidur dan kembali), mobiliasi (berjalan), penggunaan toilet (pergi ke/dari toilet), membersihkan diri, kemampuan buang air besar/buang air kecil, mandi, berpakaian, makan, naik/turun tangga.

  Penilaian ini dapat digunakan untuk menentukan tingkat dasar dari fungsi dan dapat digunakan untuk memantau perbaikan dalam aktivitas sehari-hari dari waktu ke waktu. Penilaian indeks Barthel berdasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam meningkatkan aktivitas sehari-hari meliputi sepuluh aktivitas.

  Apabila seseorang mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri akan mendapatkan nilai 15 dan jika membutuhkan bantuan nilai 10 dan jika tidak mampu 5 untuk item masing-masing. Kemudian nilai dari setiap item akan dijumlah untuk mendapatkan skor total dengan skor maksimum 100. Namun nilai 5, 10, 15 cukup sering diganti dengan 1, 2 dan 3 dengan skor maksimum

  20.

3. Lowton IADL

  Pengkajian aktivitas sehari-hari dengan indeks Lawton

  IADL menggunakan beberapa item penilaian, yaitu: (1) Menggunakan telepon meliputi mengoperasikan telepon atas inisiatif sendiri mencari dan menghubungkan nomor telepon dan seterusnya, menghubungi beberapa nomor telepon yang telah dikenal dengan baik, menjawab telepon tetapi tidak menghubungi,tidak menggunakan telepon sama sekali, (2) Berbelanja meliputi mengurus semua keperluan belanja secara mandiri, berbelanja secara mandiri untuk pembelian yang kecil, perlu ditemani pada setiap kegiatan belanja, tidak mampu berbelanja sama sekali, (3) Persiapan makan meliputi merencanakan dan menyajikan makanan yang cukup secara mandiri, menyiapkan makanan yang adekuat jika bahan-bahan untuk membuatnya telah disediakan, memanaskan dan menyajikan makanan yang disiapkan atau menyiapkan makanan tetapi tidak mempertahankan diet yang adekuat, memerlukan makanan yang telah disiapkan dan disajikan, (4) Memelihara rumah meliputi memelihara rumah sendiri atau kadang-kadang dengan bantuan (misalnya bantuan untuk pekerjaan rumah yang berat), melaksanakan tugas ringan sehari-hari seperti mencuci piring dan merapikan tempat tidur, melaksanakan tugas ringan sehari-hari tetapi tidak dapat memelihara tingkat kebersihan yang dapat diterima, perlu bantuan untuk semua tugas pemeliharaan rumah, tidak berpartisipasi dalam setiap tugas pemeliharaan rumah, (5) Mencuci pakaian meliputi apakah mencuci pakaian sepenuhnya, mencuci barang-barang yang kecil, kaos kaki, stocking, dan lain-lain, memerlukan semua cucian dikerjakan oleh orang lain. (6) Model transportasi meliputi berpergian secara mandiri dengan transportasi umum atau mengemudi mobil pribadi, melakukan perjalanan sendiri dengan menggunakan taksi tetapi tidak jika menggunakan transportasi umum, berpergian dengan transportasi umum walaupun dengan dibantu ataupun ditemani oleh orang lain, berpergian terbatas hanya menggunakan mobil atau taksi dengan bantuan orang lain, tidak berpergian sama sekali, (7) Tanggung jawab untuk pengobatannya meliputi bertanggungjawab untuk minum obat dalam dosis benar dan waktu yang benar, mengambil tangungjawab jika pengobatan telah disiapkan lebih dahulu dalam dosis terpisah, apakah tidak mampu untuk menggunakan pengobatan miliknya sendiri, (8) Kemampuan untuk menangani keuangan meliputi mengatur berbagai masalah keuangan secara mandiri (anggaran, menulis cek, membayar uang sewa dan tagihan lainnya, pergi ke bank), mengumpulkan dan mempertahankan sumber pendapatan,mengatur pembelian sehari-hari tetapi perlu bantuan berkenaan dengan perbankan, pembelian yang besar dan sebagainya, tidak mampu untuk menangaini keuangan (Lawton & Brody, 1969 dalam Stenley and Bare 2006).

4. Dukungan Keluarga

4.1 Definisi Keluarga

  Friedman (2010) mendefinisikan bahwa keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh kebersamaan dan kedekatan emosional serta yang mengidentifikasikan dirinya sebagai bagian dari keluarga. Menurut WHO, keluarga adalah anggota rumah tangga saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan. Menurut Setiadi (2008) mendefinisikan bahwa keluarga adalah bagian dari masyarakat yang peranannya sangat penting untuk membentuk kebudayaan yang sehat, dimana dari keluarga inilah pendidikan kepada individu dimulai dan akan tercipta tatanan masyarakat yang baik, sehingga untuk membangun suatu kebudayaan maka seyogyanya dimulai dari keluarga. Menurut Stuart (dalam Setiawati dan Dermawan, 2008) ada lima hal penting yang ada pada definisi keluarga adalah : 1) keluarga adalah suatu sistem atau unit, 2) komitmen dan keterikatan antara anggota keluarga yang meliputi kewajiban di masa yang akan datang, 3) fungsi keluarga dalam pemberian perawatan meliputi perlindungan, pemberian nutrisi dan sosialisasi untuk seluruh anggota keluarga, 4) anggota-anggota keluarga mungkin memiliki hubungan dan tinggal bersama atau mungkin juga tidak ada hubungan dan tinggal terpisah, 5) keluarga mungkin memiliki anak atau mungkin juga tidak.

  4.2 Tipe Keluarga Setiadi (2008) memaparkan bahwa keluarga dibagi kedalam beberapa tipe keluarga, yaitu secara tradisional dan secara modern. Secara tradisional keluarga dikelompokkan menjadi dua, yaitu: (1) Keluarga inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya, (2) Keluarga besar (Extended Family) adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-nenek, paman-bibi)

  Secara modern tipe keluarga dikelompokkan sebagai berikut:(1)

  Tradisional Nuclear . Keluarga inti (ayah, ibu dan anak) tinggal dalam satu

  rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan, satu atau keduanya dapat bekerja di luar rumah, (2) Reconstituted Nuclear.

  Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali suami/istri tinggal dalam pembentukan satu rumah dengan anak-anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari perkawinan baru, satu atau keduanya dapat bekerja di luar rumah., (3) Middle Age/Aging Couple. Suami sebagai pencari uang, istri di rumah atau keduanya bekerja di rumah, anak-anak sudah meninggalkan rumah karena sekolah atau perkawinan atau meniti karir, (4)

  Dyadic Nuclear . Suami/istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak

  yang keduanya atau salah satu bekerja di luar rumah, (5) Single Parent. Satu orang tua sebagai akibat perceraian atau kematian pasangannya dan anak-anaknya dapat tinggal di rumah atau di luar rumah, (6)

  . Suami/istri berkarier dan tanpa anak, (7) Commuter Married.

  Dual Carrier Suami/istri atau keduanya karier dan tinggal terpisah pada jarak tertentu.

  Keduanya saling mencai pada waktu-waktu tertentu, (8) Single Adult. Wanita/pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya keinginan untuk kawin, (9) Three Generation. Tiga generasi atau lebih yang tinggal dalam satu rumah, (10) Institusional. Anak-anak atau orang dewasa tinggal dalam suatu panti, (11) Comunal. Satu rumah terdiri dari dua atau lebih pasangan yang monogami dengan anak-anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan fasilitas, (12) Group Marriage. Satu rumah terdiri dari orang tua dan keturunannya di dalam kesatua keluarga dan tiap individu sudah menikah dengan yang lain dan semua adalah orang tua dari anak-anak, (13)Unnmarried Parent and Child. Ibu dan anak dimana perkawinan tidak dikehendaki, anaknya diadopsi, (14)

  Cohibing Couple . dua orang atau satu pasangan yang tinggal bersama tanpa

  menikah, (15) Gay and Lasbian Family. Keluarga yang dbentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama.

4.3 Fungi Keluarga

  Friedman (2010) menjabarkan bahwa terdapat empat fungsi keluarga meliputi fungsi afektif, fungsi sosilisasi, fungsi reproduksi dan fungsi ekonomi.Fungsi afektif. Fungsi afektif merupakan dasar utama baik untuk pembentukan maupun berkelanjutan unit keluarga itu sendiri, sehingga fungsi afektif merupakan salah satu fungsi keluarga yang paling penting dan basis kekuatan keluarga. Peran utama orang dewasa dalam keluarga adalah fungsi afektif, fungsi ini berhubungan dengan persepsi keluarga dan keperdulian terhadap kebutuhan sosioemosional semua anggota keluarganya. Hal tersebut mengurangi ketegangan dan mempertahankan moral. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan melaksanakan fungsi afektif tampak pada kebahagian dan kegembiraan seluruh anggota keluarga yang mempertahankan iklim positif. Hal tersebut dapat dipelajari dan dikembangkan melalui interaksi dan hubungan dalam keluarga. Dengan demikian, keluarga yang berhasil melaksanakan fungsi afektif, seluruh anggota keluarga dapat mengembangkan konsep diri yang positif. Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga dalam melaksanakan fungsi afektif adalah : a.

  Saling mengasuh Cinta kasih, kehangatan, saling menerima, saling mendukung anggota keluarga, mendapat kasih sayang dan dukungan dari anggota yang lain.

  Kemampuannya untuk memberikan kasih sayang akan meningkat, pada akhirnya tercipta hubungan yang hangat dan saling mendukung. Hubungan inti dalam keluarga merupakan modal dasar dalam memberi hubungan dengan orang di luar keluarga atau masyarakat.

  b.

  Saling menghargai.

  Bila anggota keluarga saling mengahargai dan mengakui keberadaan dan hak setiap anggota keluarga serta selalu mempertahankan iklim yang positif, maka fungsi afetif akan tercapai.

  c.

  Ikatan dan identifikasi ikatan keluarga Dimulai sejak pasangan sepakat memulai hidup baru. Ikatan antara anggota keluarga dikembangkan melalui proses identifikasi dan penyesuaian pada berbagai aspek kehidupan anggota keluarga. Orang tua harus mengembangkan proses identifikasi yang positif sehingga anak-anak dapat meniru tingkah laku yang positif dari kedua orangtuanya. Fungsi afektif merupakan sumber energi yag menentukan kebahagian keluarga. Keretakan keluarga, kenakalan anak atau masalah keluarga, timbul karena fungsi afektif di dalam keluarga tidak terpenuhi.

  Fungsi sosialisasi. Sosialisasi dimulai semenjak manusia lahir. Leslie &

  Korman (1989 dalam Friedman, 2010) mendefinisikan bahwa sosialisasi anggota keluarga adalah fungsi yang universal dan lintas budaya yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup masyarakat. Keluarga memiliki tanggung jawab utama dalam mengubah seorang bayi dalam hitungan tahun menjadi makhluk sosial yang mampu berpartisipasi penuh dalam masyarakat. Selain itu, sosialisasi seharusnya tidak sekedar dianggap berhubungan dengan pola perawatan bayi dan anak, tetapi lebih kepada proses seumur hidup yang meliputi internalisasi sekumpulan norma dan nilai yang tepat agar dapat menjadi seorang remaja, suami/istri, orangtua, sebagai pegawai yang baru bekerja, kakek/nenek, pensiunan. Jadi, sosialisasi melibatkan pembelajaran budaya. Dan keberhasilan perkembangan individu dan keluarga dicapai melalui interaksi atau hubungan antara anggota keluarga yang diwujudkan dalam sosialisasi.

  Fungsi reproduksi. Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan

  menambah sumber daya manusia. Maka dengan ikatan suatu perkawinan yang sah, selain untuk memenuhi kebutuhan biologis pada pasangan, tujuan untuk membentuk keluarga adalah untuk meneruskan keturunan. Dahulu, pernikahan dan keluarga dirancang untuk mengatur dan mengendalikan perilaku seksual serta reproduksi dan sampai saat ini reproduksi masih mendominasi fungsi primer keluarga, yang merupakan justifikasi keberadaan keluarga.

  Fungsi ekonomi. Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk

  memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga seperti memenuhi kebutuhan akan makan, pakaian dan tempat tinggal. Fungsi ekonomi melibatkan penyediaan keluarga akan sumber daya yang cukup, finansial, ruang dan alokasinya yang sesuai melalui proses pengambilan keputusan. Banyak pasangan sekarang kita lihatdengan penghasilan yang tidak seimbang antara suami dan istri, hal ini menjadi permasalahan yang berujung pada perceraian.

4.4 Dukungan Keluarga

  Kane (1988 dalam Friedman 2010) mendefenisikan dukungan keluarga sebagai proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosialnya.

  Dukungan keluarga tersebut bersifat reprokasitas (timbal balik), umpan balik (kuantitas dan kualitas komunikasi), dan keterlibatan emosional (kedalam intimasi dan kepercayaan) dalam hubungan sosial. Dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan berbeda dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan. Dukungan keluarga dapat berupa dukungan sosial interna, seperti dukungan dari suami, istri atau dukungan dari saudara kandung dan dapat juga berupa dukungan keluarga eksternal bagi keluarga inti. Dukungan keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman, 2010).

4.5 Jenis Dukungan Keluarga

  Caplan (1976 dalam Friedman 2010) dan House (1984 dalam Setiadi, 2008) menerangkan bahwa keluarga memiliki empat fungsi dukungan, diantaranya :

1. Dukungan emosional

  Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi dari orang lain adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan serta penghargaan. Dengan demikian seseorang yang menghadapi persoalan merasa dirinya tidak menanggung beban sendiri tetapi masih ada orang lain yang mau memperhatikan, mau mendengar segala keluhnya, bersimpati dan empati terhadap persoalan yang dihadapinya, bahkan mau memecahkan masalah yang dihadapinya. Lansia pun demikian, lansia tidak hanya membutuhkan dukungan secara fisik saja tetapi hubungan emosional antar anggota keluarga akan sangat mendukung lansia dalam mempertahankan kemandiriannya.

  Dukungan emosional didapat dari keluarga, bahwa kasih sayang dari anggota keluarga kepada anggota keluarga yang lain, memberi penghargaan terhadap kehidupan keluarga terutama berkaitan dengan persepsi dan perhatian terhadap kebutuhan emosional para anggota keluarga (Faridatus dalam Triswandari, 2008). Dukungan emosional merupakan dukungan keluarga yang paling banyak diterima oleh lansia karena dukungan emosional ini penting dalam meningkatkan semangat dan memberikan ketenangan.

2. Dukungan informasi

  Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminitor (penyebar informasi). Menjelaskan tentang pemberian saran dan sugesti, informasi yang dapat digunakan untuk mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberi informasi. Dukungan informasi merupakan suatu dukungan atau bantuan yang diberikan oleh keluarga dalam bentuk memberi saran atau masukan, nasehat atau arahan dan memberikan informasi-informasi penting kepada orang yang membutuhkan. Dukungan informatif yang tepat akan meningkatkan kemandirian lansia dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari. Lingkungan di tempat tinggal perkotaan, memudahkan keluarga yang memiliki lansia untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai perubahan pada lansia baik melalui media cetak seperti koran atau majalah maupun media elektronik seperti televisi dan internet serta fasilitas kesehatan yang lengkap di daerah perkotaan (Soejono, 2002).

  3. Dukungan instrumental Keluarga merupakan sumber pertolongan praktis dan konkrit diantaranya: kesehatan pasien dalam hal kebutuhan makan dan minum, istirahat dan terhindarnya pasien dari kelelahan. Dukungan instrumental keluarga ini merupakan suatu dukungan atau bantuan penuh dari keluarga dalam bentuk memberikan bantuan tenaga, dana, maupun meluangkan waktu untuk membantu atau melayani dan mendengarkan klien dalam menyampaikan perasaannya. Bentuk bantuan ini bertujuan untuk mempermudah seseorang dalam melakukan aktifitasnya berkaitan dengan persoalan-persoalan yang dihadapinya atau menolong secara langsung kesulitan yang dihadapi, misalnya dengan menyediakan peralatan lengkap dan memadai bagi penderita, menyediakan obat-obat yang dibutuhkan dan lain-lain. Keluarga menyediakan alat mandi, makan, pakaian lansia, bukan berarti lansia menjadi tidak mandiri karena disediakannya alat-alat tersebut tetapi bagaimana kemandirian lansia dalam menggunakan alat-alat tersebut.

  4. Dukungan penilaian Keluarga bertindak sebagai sebuah umpan baik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah. Terjadi lewat ungkapan rasa hormat

  (peghargaan) serta sebagai sumber dan validator identitas keluarga, diantaranya adalah memberi penghargaan dan perhatian pada sesama anggota keluarga. Dukungan penilaian ini akan terbentuk bila hubungan interpersonal baik. Ikatan kekeluargaan yang kuat sangat membantu ketika keluarga menghadapi masalah, karena keluarga adalah orang yang paling dekat hubungannya dengan anggota keluarganya. Bentuk penilaian ini merupakan bentuk peghargaan yang diberikan seseorang kepada pihak lain berdasarkan kondisi sebenarnya dari penderita. Penilaian ini bisa positif dan negatif yangmana pengaruhnya sangat berarti bagi seseorang. Dukungan penghargaan menyebabkan lansia merasa bahwa dirinya dianggap dan dihargai sehingga akan menaikkan harga diri (House & Smett dalam Triswandari, 2008). Di Indonesia sudah menjadi budaya bahwa orang tua merupakan tempat meminta saran dan pertimbangan terhadap masalah yang terjadi di keluarga maupun di masyarakat. Dalam keluarga, kakek dan nenek mrmpunyai peranan yang sangat penting sebagai warga tertua yang penuh pengalaman dan kebijakan, namun tidak jarang lansia merasa tidak dibutuhkan lagi sehingga dukungan berupa peghargaan sangat penting bagi lansia (Murodion, 2006).

Dokumen yang terkait

A. UJI COBA DAN HASIL UJI COBA ALAT UKUR 1. Reliabilitas Skala Komitmen Afektif Case Processing Summary - Hubungan Antara Persepsi Karyawan Terhadap Budaya Organisasi Dengan Komitmen Afektif

0 0 29

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Hubungan Antara Persepsi Karyawan Terhadap Budaya Organisasi Dengan Komitmen Afektif

0 0 12

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 - Implementasi Augmented Reality Pada Perancangan Sistem Katalog Digiprocreative Berbasis Android

0 0 14

INSTRUMEN PENELITIAN Respon Psikososial Usia Dewasa Awal Pasca Erupsi Sinabung di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo

0 0 59

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Usia Dewasa 2.1.1 Pengertian Usia Dewasa - Respon Psikososial Usia Dewasa Pasca Erupsi Sinabung di Desa Batu Karang Kecamatan Payung Kabupaten Karo

0 0 22

Respon Psikososial Usia Dewasa Pasca Erupsi Sinabung di Desa Batu Karang Kecamatan Payung Kabupaten Karo

0 0 14

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Informasi Geografis - Digitasi Otomatis Objek Bangunan Pada Citra Satelit Menggunakan Metode Means Clustering

0 1 18

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Rekomendasi - Implementasi Metode Collaborative Tagging Pada Sistem Rekomendasi Artikel Publikasi Ilmiah

0 1 12

Lampiran 1 Lembar Persetujuan menjadi Responden Dukungan Keluarga dan Kemandirian Lansia dalam Aktivitas sehari-hari

0 0 45

Bab 3 Kerangka Penelitian - Dukungan Keluarga dan Kemandirian Lansia dalam Aktivitas Sehari-hari di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan

0 0 34