509 IDENTIFIKASI SIFAT BENIH KAWISTA (Feronia limonia (L.) Swingle) UNTUK TUJUAN PENYIMPANAN Endang Dewi Murrinie

P r o s i d i n g S N AT I F K e - 4 T a h u n 2 0 1 7

ISBN: 978-602-1180-50-1

IDENTIFIKASI SIFAT BENIH KAWISTA (Feronia limonia (L.) Swingle)
UNTUK TUJUAN PENYIMPANAN
Endang Dewi Murrinie1*, Prapto Yudono2, Azis Purwantoro2, Endang Sulistyaningsih2
1
Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Muria Kudus
Gondangmanis, PO Box 53, Bae, Kudus 59352
2
Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada
Jl. Flora No. 1 Bulaksumur, Yogyakarta, 55281
*

Email: rini_syafei@yahoo.co.id

Abstrak
Penanganan benih yang tepat dapat mempertahankan mutu benih selama penyimpanan atau
dapat menekan laju kemunduran benih seminimal mungkin. Dalam terminologi penanganan
benih terdapat tiga kelompok benih yaitu benih ortodoks, rekalsitran dan intermediate. Sampai

saat ini belum diketahui apakah benih kawista masuk dalam kelompok ortodoks, rekalsitran
atau intermediate sehingga dalam rangka untuk mempertahankan viabilitasnya selama dalam
penyimpanan perlu dilakukan identifikasi sifat benih kawista. Tujuan penelitian adalah
mengidentifikasi sifat benih kawista untuk tujuan penyimpanan. Benih kawista yang digunakan
berasal dari Desa Dasun, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang. Pengujian sifat benih
dengan menggunakan metode yang dikemukakan Hong & Ellis (1996). Selain itu juga
dilakukan pengamatan terhadap bobot kering dan kadar air benih selama perkembangan
benih mulai dari antesis sampai benih masak. Hasil penelitian menunjukkan benih kawista
termasuk dalam kriteria benih ortodoks, karena tetap menunjukkan viabilitas yang tinggi yang
ditunjukkan oleh persentase perkecambahan yang tetap tinggi dan tidak berbeda nyata pada
beberapa tingkat kadar air. Persentase perkecambahan berkisar antara 96,0-98,5% pada
semua kadar air, yaitu kadar air 40,6% (kadar air setelah ekstraksi); 10,5% dan 5,5% (baik
sebelum maupun setelah disimpan tiga bulan pada suhu -20 0C) dengan bobot kering
kecambah yang tidak berbeda nyata.
Kata kunci: benih, kawista, ortodoks, rekalsitran

1. PENDAHULUAN
Benih yang dipanen pada tingkat masak yang optimum harus diikuti dengan penanganan benih
yang tepat untuk mempertahankan potensi viabilitasnya yang tinggi. Teknik penyimpanan benih
merupakan kegiatan yang penting untuk mempertahankan viabilitas dan persediaan benih karena benih

biasanya tidak langsung ditanam setelah dipanen melainkan harus menunggu saat tanam selama
beberapa waktu. Pada dasarnya kegiatan penyimpanan dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain faktor
dalam dari benih yang salah satunya ialah sifat benih. Umumnya kerusakan benih saat perlakuan awal
di lapangan sangat erat kaitannya dengan kandungan kadar air, oleh karena itu penanganan benih yang
benar yang terkait dengan kadar air dapat membatasi terjadinya kerusakan (Schmidt, 2000).
Dalam terminologi penanganan benih, benih dikelompokkan dalam dua kelompok utama
berdasarkan potensi fisiologisnya, yaitu benih ortodoks dan rekalsitran. Diantara benih ortodoks dan
rekalsitran terdapat kelompok benih intermediate, yang mempunyai sifat diantara benih ortodoks dan
rekalsitran. Benih ortodoks adalah benih yang dapat disimpan lama, kadar air dapat diturunkan sampai
di bawah 10%, dan dapat disimpan pada suhu dan kelembaban rendah. Viabilitasnya dapat
diperpanjang dengan menurunkan kelembaban dan suhu penyimpanan. Benih dari jenis rekalsitran
tetap mempertahankan kadar air tinggi sampai masak (sering >30-50%) dan peka terhadap pengeringan
di bawah 12-30%, tergantung pada jenisnya. Benih ini mempunyai daya simpan rendah, kehilangan
viabilitasnya dengan cepat pada berbagai kondisi penyimpanan. Benih rekalsitran memiliki daya hidup
yang relatif pendek walaupun benih disimpan pada kondisi lembab (Hasanah, 2002). Diantara benih
ortodoks dan rekalsitran, menurut Ellis et al. terdapat suatu grup yang disebut ―intermediate‖, yang

Fakultas Teknik – Universitas Muria Kudus

509


P r o s i d i n g S N AT I F K e - 4 T a h u n 2 0 1 7

ISBN: 978-602-1180-50-1

dapat dikeringkan sampai kadar air cukup rendah sesuai klasifikasi ortodoks, tetapi peka pada suhu
rendah sebagai ciri benih rekalsitran (Schmidt, 2000).
Yudono (2012) menyatakan bahwa penyimpanan benih bertujuan untuk mendapatkan benih tetap
bermutu tinggi sampai dengan waktu benih akan ditanam. Setelah benih mengalami masak fisiologis,
mutu benih yang telah mencapai puncaknya secara perlahan akan mengalami kemunduran. Banyak
faktor yang menyebabkan bahkan mempercepat kemunduran. Keadaan benih yang tidak sepenuhnya
bernas, tidak sehat, rusak karena hama/penyakit mempercepat kemunduran. Disamping tersebut di atas,
faktor interaksi kelembaban udara dan suhu lingkungan yang tinggi memungkinkan percepatan
kemunduran benih. Kelembaban udara dan suhu rendah yang mampu menghambat kemunduran benih
ortodoks, justru akan membunuh benih rekalsitran, sehingga konsep penyimpanan untuk benih
ortodoks dan rekalsitran sangat berbeda karena karakter dan persyaratan benih untuk dapat bertahan
hidup berbeda.
Berdasarkan karakteristik kemasakannya, terdapat perbedaan antara benih ortodoks dan
rekalsitran. Pada benih ortodoks penambahan bobot kering berhenti sebelum masak, kadar air turun
hingga 6-10% saat masak dengan variasi kecil di antara individu benih. Pada benih rekalsitran

penambahan bobot kering terjadi sampai saat benih jatuh. Kadar air saat masak 30-70% dengan variasi
besar di antara individu benih. Pada saat masak, metabolisme benih ortodoks tidak aktif, sedangkan
benih rekalsitran tetap aktif (Schmidt, 2000).
Sejauh ini belum diketahui apakah benih kawista termasuk benih ortodoks, rekalsitran atau
intermediate sehingga untuk mempertahankan viabilitasnya dalam penyimpanan perlu dilakukan
identifikasi terhadap sifat benih kawista. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui sifat benih
kawista untuk tujuan penyimpanan.
2. METODOLOGI
2.1. Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan mulai bulan September 2013 sampai dengan Oktober 2014 dengan
menggunakan sumber benih dari Desa Dasun, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang. Analisis benih
dilakukan di Laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Muria Kudus (UMK) dan
Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
2.2. Pelaksanaan dan Pengamatan
Penelitian terdiri dari dua kegiatan yaitu (1) pengamatan bobot kering dan kadar air benih selama
perkembangan benih kawista secara periodik per bulan mulai saat antesis (bunga mekar) sampai
dengan benih masak yaitu saat buah masak tepat terlepas/rontok dari pohon (selanjutnya disebut buah
masak rontok) dan (2) identifikasi sifat benih dari buah masak rontok.
2.2.1. Pengamatan Bobot Kering dan Kadar Air Benih
Pengamatan dilakukan secara periodik setiap bulan sekali mulai dari saat antesis sampai buah

masak tepat terlepas dari pohon (selanjutnya disebut buah masak rontok). Sampel terdiri dari tiga buah
kawista untuk setiap kali pengamatan dan kemudian benih dipisahkan dari daging buah untuk diukur:
a. Bobot kering benih (g): menimbang benih yang telah dioven pada suhu 600 C selama 3 x 24
jam, sebanyak 25 biji dari masing-masing sampel buah.
b. Kadar air benih: dengan menggunakan metode oven pada suhu 1050 C selama 16 jam
(Sutopo, 1985).
2.2.2. Identifikasi Sifat Benih:
Berdasarkan tata cara yang dikemukakan oleh Hong & Ellis (Schmidt, 2000) seperti pada Gambar 1.

Fakultas Teknik – Universitas Muria Kudus

510

P r o s i d i n g S N AT I F K e - 4 T a h u n 2 0 1 7

ISBN: 978-602-1180-50-1
Ekstraksi benih

Pengujian kadar air dan viabilitas
awal benih


Pengeringan kadar air benih hingga
level 10-12%

Pengujian viabilitas

Sebagian besar benih hidup

Sebagian besar benih mati

Pengeringan kadar air
hingga level 5%

Pengujian viabilitas

Sebagian besar
benih mati

Sebagian besar benih
hidup


Penyimpanan Kedap udara
pada temperatur -20ºc
selama 3 bulan

Pengujian viabilitas

Sebagian besar
benih mati

Kemungkinan bersifat
rekalsitran

Pengujian viabilitas pada
kondisi penyimpanan
terbuka

Asal benih
sub-tropis
temperatur

optimum
50%, benih kemudian disimpan dalam wadah tertutup rapat pada suhu -20 0C
selama tiga bulan, kemudian diuji kembali viabilitasnya, bila sebagian besar mati, termasuk
dalam kelompok benih intermediate, tetapi bila sebagian besar/hampir seluruhnya hidup, maka
termasuk dalam kelompok benih ortodoks.
2.3. Analisis Data
Data yang telah terkumpul kemudian ditabulasikan dan dilakukan analisis dengan menggunakan
rancangan acak lengkap (RAL), kemudian untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan digunakan
Duncan‟s Multiple Range Test (DMRT) 5% (Yitnosumarto, 1990). Software yang digunakan untuk
menganalisis data adalah R version 3.1.1.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengukuran kadar air setelah ekstraksi dari benih kawista masak adalah sebesar 40,66%,
kemudian setelah diturunkan kadar airnya dengan menggunakan silica gell selama 5 hari didapatkan
kadar air 10,56%. Selanjutnya benih diturunkan lagi kadar airnya selama 14 hari hingga didapatkan
kadar air 5,56%. Pada kadar air 5,56% ini kemudian benih disimpan pada suhu -20 0C selama tiga
bulan. Pada kadar air berbeda ini benih kawista diuji viabilitasnya dengan menghitung persentase
perkecambahan.
Hasil pengamatan terhadap persentase perkecambahan benih kawista pada berbagai kadar air
menunjukkan bahwa persentase perkecambahan dan bobot kering kecambah pada 21 hari setelah semai
(HSS) tidak berbeda nyata, sedangkan laju perkecambahan menunjukkan perbedaan nyata. Persentase

perkecambahan tetap tinggi, yaitu berkisar 96,00-98,50%, meskipun benih mengalami penurunan kadar
air sampai 5,5% dan disimpan pada suhu -20 0C (Tabel 1).
Tabel 1. Persentase dan laju perkecambahan serta bobot kering kecambah kawista pada
berbagai kadar air
Perlakuan benih
KA: 40,66% (setelah ekstraksi)
KA: 10,5%
KA: 5,5%
0

KA: 5,5% (pasca simpan 3 bulan pada suhu -20 C)

Persentase
perkecambahan
(%) 21 HSS1)
96,00 a2)

Laju
perkecambahan
(hari)

9,01 a

Bobot kering
kecambah
(g) 21 HSS
0,0173 a

98,50 a

12,89 c

0,0181 a

96,00 a

10,87 b

0,0186 a

96,67 a


10,96 b

0,0177 a

Keterangan:1) HSS: hari setelah semai
2)
Angka dalam kolom sama yang diikuti dengan huruf sama menunjukkan tidak berbeda secara nyata berdasarkan
DMRT 5%.
Fakultas Teknik – Universitas Muria Kudus

512

P r o s i d i n g S N AT I F K e - 4 T a h u n 2 0 1 7

ISBN: 978-602-1180-50-1

Nampak bahwa berdasarkan kriteria pengujian sifat benih menurut Hong & Ellis (Schmidt,
2000), benih kawista termasuk dalam kriteria benih ortodoks, karena tetap menunjukkan viabilitas
yang tinggi dengan tolok ukur persentase perkecambahan tetap tinggi walaupun kadar air diturunkan
sampai 5,5% dengan suhu simpan -20 0C. Benih yang tahan terhadap desikasi dan suhu simpan di
bawah nol menunjukkan kecenderungan mengarah ke sifat ortodoks. Hasil penelitian Wulandari et al.
(2009) menunjukkan benih pepaya IPB 6C masih memiliki viabilitas hingga akhir periode simpan pada
suhu dingin (± -20 ºC). Pada perlakuan suhu kamar, viabilitas benih dapat dipertahankan hingga akhir
penyimpanan, dengan demikian benih pepaya IPB 6C disimpulkan menunjukkan sifat benih ortodoks.
Sedangan benih pepaya IPB 1 yang disimpan pada suhu dingin telah kehilangan viabilitas sejak awal
periode penyimpanan. Benih pada kondisi suhu kamar dapat dipertahankan viabilitasnya hingga
penyimpanan bulan ketiga, dengan demikian benih pepaya IPB 1 menunjukkan sifat benih
intermediate. Pada benih pepaya IPB 9 yang disimpan pada suhu kamar maupun suhu dingin, viabilitas
benih tetap dapat dipertahankan hingga akhir periode simpan, dengan demikian disimpulkan benih
pepaya IPB 9 menunjukkan sifat benih ortodoks.
Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Hartawan & Nengsih (2012) pada benih karet yang
termasuk dalam kelompok benih rekalsitran yang menunjukkan penurunan kadar air mengakibatkan
turunnya daya berkecambah benih dengan nilai korelasi (r) sebesar 0,910. Daya berkecambah benih
karet pada hari ke 9 penyimpanan sebesar 82% (kadar air 40,25%), menurun menjadi 32% pada hari ke
18 (kadar air 33,25%). Sementara Hasil penelitian Tresniawati et al. (2014) pada benih Reutealis
trisperma (Kemiri Sunan) menunjukkan bahwa penurunan kadar air dari 17-18% menjadi 10%
menyebabkan penurunan daya berkecambah dari 76-80% menjadi 61-63%. Penurunan kadar air di
bawah 10% menyebabkan daya berkecambah menurun menjadi 44-59%. Berdasarkan kadar air kritikal
benih R. trisperma sebesar 8,2-10,9%, disimpulkan bahwa benih tersebut dapat diklasifikasikan ke
dalam tipe intermediate.
Bewley & Black (1986) menyatakan bahwa penurunan kadar air pada benih ortodoks tidak
mempengaruhi viabilitas benih, bahkan dapat meningkatkan daya simpan dan tidak merusak struktur
protein ketika terjadi imbibisi pada saat perkecambahan. Sementara Sukarman & Rusmin (2000)
menyatakan bahwa penurunan kadar air pada benih rekalsitran mengakibatkan kerusakan sehingga
viabilitas yang ditunjukkan dengan daya berkecambah benih menurun.
Penelitian Budiarti (1999) pada benih kakao yang bersifat rekalsitran menunjukkan bahwa
penurunan kadar air benih kakao hingga 21-23% masih dapat mempertahankan viabilitas potensial,
namun vigor kekuatan tumbuh mulai menurun pada kadar air yang lebih tinggi (25-26%). Kemunduran
benih kakao terjadi pada kadar air kurang dari 21%, dan pada kadar air 14-15% viabilitasnya sangat
rendah. Selanjutnya Budiarti (1999) menyatakan bahwa penurunan kadar air hingga 16-17% pada
benih kakao mengakibatkan kerusakan sitologis sel radikula dengan ciri dinding dan membran sel
rusak, disintegrasi sitoplasma, dan terjadi fusi badan lemak pada sel parenkim kotiledon kakao. Pada
benih kakao berkadar air tinggi (33-34%) sel radikulanya mempunyai dinding sel dan membran yang
utuh dan kompak, sitoplasma kontras dan memenuhi isi sel, dan pada sel parenkima kotiledon badan
lemak berupa bulatan-bulatan kecil yang terpisah dan teratur. Penurunan viabilitas benih rekalsitran
yang disebabkan oleh kadar air ditunjukkan dengan perkecambahan yang rendah, daya simpan rendah,
kebocoran membran meningkat, kerusakan seluler dan perubahan biokemis pada cadangan makanan
(Budiarti, 1999).
Kriteria bahwa benih kawista termasuk benih ortodoks juga didasarkan pada pengamatan
perkembangan benih kawista, yaitu benih mengalami penurunan kadar air pada akhir fase pemasakan
atau sewaktu berada pada tanaman induknya (Gambar 2). Nampak bahwa pada perkembangan benih
kawista terjadi penurunan kadar air sampai akhir fase pemasakan.
Pollock & Ross (1972) menyatakan bahwa setelah fertilisasi, ada periode pembentukan struktur
benih sebagai akibat dari pembelahan sel, pembesaran dan diferensiasi jaringan dimana primordia
struktur benih dan bagian embrio dibentuk. Selama fase ini, terjadi peningkatan yang signifikan dalam
ukuran benih membentuk sel-sel embrionik yang menerima asimilat dari tanaman induk. Pada periode
ini, kandungan air benih tetap konstan dan tinggi. Penurunan signifikan kandungan air benih terjadi
Fakultas Teknik – Universitas Muria Kudus

513

P r o s i d i n g S N AT I F K e - 4 T a h u n 2 0 1 7

ISBN: 978-602-1180-50-1

Kadar air 12 jam setelah ekstraksi (%)

pada akhir pemasakan ketika terjadi perubahan pada organisasi struktur membran sel serta peningkatan
sintesis enzim dalam mempersiapkan keberhasilan perkecambahan. Benih rekalsitran biasanya tidak
menunjukkan periode transisi ini diantara kemasakan dan perkecambahan.
80.00
70.00
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
2

3

4

5

6

7

8

buah masak
rontok

Umur buah (bulan setelah antesis)

Gambar 2. Kurva kadar air benih kawista pada berbagai umur buah
Hasil penelitian Halimursyadah (2012) menunjukkan singkatnya periode hidup benih sangat
rekalsitran Avicennia marina adalah karena kandungan air yang tinggi saat panen dan tidak mengalami
pengeringan sewaktu berada pada tanaman induknya. Keadaan ini menyebabkan benih rekalsitran
segera memulai akivitas perkecambahannya dan benih tidak dapat disimpan kembali. Pada benih
rekalsitran tidak ada mekanisme ―penghentian metabolisme‖ saat lepas dari tanaman induknya seperti
benih ortodoks sehingga metabolisme tetap aktif hingga akhirnya benih kehilangan viabilitasnya.
Karakteristik lain yang membedakan benih ortodoks dan rekalsitran menurut Schmidt (2000)
adalah karakteristik kemasakannya. Pada benih ortodoks penambahan bobot kering berhenti sebelum
masak, kadar air turun saat masak dengan variasi kecil di antara individu benih. Pada benih rekalsitran
penambahan bobot kering terjadi sampai saat benih jatuh, kadar air pada saat masak 30-70% dengan
variasi besar di antara individu benih. Berdasarkan pengamatan terhadap bobot kering benih selama
perkembangan benih kawista, nampak bahwa penambahan bobot kering berhenti pada umur 8 bulan
setelah antesis (BSA), sebelum benih masak atau sebelum buah masak rontok yaitu umur 8,25-8,75
BSA (Gambar 3) yang menunjukkan salah satu sifat benih ortodoks.

Bobot kering benih (g)

0.0350
0.0300
0.0250
0.0200
0.0150
0.0100
0.0050
0.0000
2

3

4

5

6

7

8

buah masak
rontok

Umur buah (bulan setelah antesis)

Gambar 3. Bobot kering benih kawista pada berbagai umur buah
Fakultas Teknik – Universitas Muria Kudus

514

P r o s i d i n g S N AT I F K e - 4 T a h u n 2 0 1 7

ISBN: 978-602-1180-50-1

Hasil penelitian di atas didukung oleh Roberts (Justice & Bass, 1979) yang mengklasifikasikan
benih ortodoks dan rekalsitran berdasarkan sifatnya dalam penyimpanan. Benih ortodoks mempunyai
ciri: (a) mengering ketika masak, (b) dapat dikeringkan kurang dari 5% tanpa kerusakan, (c) dapat
disimpan pada suhu -18 0C, (d) daya simpannya lama, (e) umumnya tidak dorman. Benih rekalsitran
mempunyai karakteristik: (a) tidak mengering ketika masak, (b) peka pengeringan, (c) peka suhu
rendah, (d) mudah terserang cendawan, (e) daya simpannya singkat.
Bobot kering kecambah menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata antar perlakuan kadar air
benih (Tabel 1), mengindikasikan benih tidak mengalami perubahan cadangan makanan, perubahan
komposisi kimia dan penurunan aktivitas enzim yang berpengaruh terhadap perkecambahan meskipun
kadar air benih menurun. Hal ini sejalan dengan Ross yang mengemukakan teori mengenai penyebab
benih kehilangan kemampuannya untuk berkecambah, yaitu: (1) berkurangnya cadangan makanan di
bagian embrio atau cadangan makanan tersedia tetapi mobilitasnya terbatas, (2) perubahan komposisi
kimia benih sehingga cadangan energi berkurang untuk perkecambahan, misalnya terjadinya koagulasi
protein, peningkatan asam lemak bebas yang berkorelasi dengan kemunduran, (3) perubahan atau
hilangnya integritas membran, (4) penurunan aktivitas enzim, dan (5) kerusakan genetik yaitu
terjadinya mutasi pada benih yang mundur dengan menurunnya kemampuan sel untuk mengganda,
membelah dan tumbuh (Budiarti, 1999).
Laju perkecambahan pada Tabel 1 menunjukkan terdapat perbedaan antar benih dengan kadar air
berbeda. Pada kadar air tinggi, laju perkecambahan nyata paling cepat dibandingkan benih dengan
kadar air lebih rendah, hal ini disebabkan pada kadar air tinggi, waktu yang dibutuhkan untuk imbibisi
lebih singkat, sehingga benih lebih cepat berkecambah. Pada kadar air berkisar 10%, waktu yang
dibutuhkan untuk penyerapan air lebih lama dibanding kadar air setelah ekstraksi karena kadar air lebih
rendah. Pada kadar air berkisar 5%, penyerapan air lebih cepat karena benih lebih kering dibanding
kadar air 10%.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan kriteria pengujian sifat benih menurut Hong & Ellis, benih kawista termasuk dalam
kriteria benih ortodoks, karena tetap menunjukkan viabilitas yang tinggi yang ditunjukkan dengan
persentase perkecambahan yang tetap tinggi dan tidak berbeda nyata pada beberapa tingkat kadar air
benih. Persentase perkecambahan berkisar antara 96,0-98,5% pada kadar air benih 40,6% (kadar air
setelah ekstraksi); 10,5% dan 5,5% (baik sebelum maupun setelah disimpan tiga bulan pada suhu -20
0
C) dengan bobot kering kecambah yang tidak berbeda nyata.
DAFTAR PUSTAKA
Bewley, J.D. dan M. Black. 1986. Seed: Physiology of Development and Germination. Plenum Press.
New York. 367 p.
Budiarti, T. 1999. Konservasi Vigor Benih Rekalsitran Kakao (Theobroma cacao L.) dengan
Penurunan Kadar Air dan Proses Invigorasinya. Disertasi. Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Halimursyadah. 2012. Pengaruh Kondisi Simpan terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Avicennia
marina (Forsk.) Vierh. pada Beberapa Periode Simpan. Jurnal Agrotropika 17(2) JuliDesember 2012 (43-51).
Hartawan, R. dan Y. Nengsih. 2012. Kadar Air dan Karbohidrat Berperan Penting dalam
Mempertahankan Kualitas Benih Karet. Agrovigor Vol. 5 No. 2, September 2012 (103 – 112).
Hasanah, M. 2002. Peran Mutu Fisiologik Benih dan Pengembangan Industri Benih Tanaman Industri.
Jurnal Litbang Pertanian, 21 (3), 2002.
Justice, O.L. dan Bass, L.N. 1979. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Terjemahan oleh Rennie
Roesli. Cetakan ketiga tahun 2002. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 446 p.
Pollock, B. M. and E. E. Roos. 1972. Seed and Seedling Vigor in Seed Biology Volume 1: Importance,
Development, and Germination (Ed. T.T. Kozlowski). Academic Press. New York (p. 314 –
387).
Fakultas Teknik – Universitas Muria Kudus

515

P r o s i d i n g S N AT I F K e - 4 T a h u n 2 0 1 7

ISBN: 978-602-1180-50-1

Schmidt, L. 2000. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub Tropis (terjemahan).
Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Departemen Kehutanan. Jakarta.
503 p.
Soetisna, U., dan D. Priadi, 2005. Shorea henryana – Jenis Meranti Non Rekalsitrant? Berita Biologi
Volume 7, Nomor 5 Agustus 2005 (281 – 283).
Sukarman dan D. Rusmin. 2000. Penanganan Benih Rekalsitran. Buletin Plasma Nutfah 6(1): 7 – 15.
Sutopo, L. 1985. Teknologi Benih. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Tresniawati, C., Murniati, E., dan Widajati, E. 2014. Perubahan Fisik, Fisiologi dan Biokimia Selama
Pemasakan Benih dan Studi Rekalsitransi Benih Kemiri Sunan. J. Agron. Indonesia 42 (1) : 74 79 (2014).
Wulandari, R.R., M.R. Suhartanto, S. Sujiprihati. 2009. Pengujian Sifat Benih Pepaya (Carica papaya
L.) dengan Penyimpanan Temperatur Dingin. Makalah Seminar Departemen Agronomi dan
Hortikultura Institut Pertanian Bogor.
Yitnosumarto, S. 1990. Percobaan: Perancangan, Analisis dan Interpretasinya. Gramedia. Jakarta.
Yudono, P. 2012. Perbenihan Tanaman: Dasar Ilmu, Teknologi dan Pengelolaan. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta. 308 p.

Fakultas Teknik – Universitas Muria Kudus

516