Contoh Proposal Penelitian Terbaru. docx

Contoh Proposal Penelitian Terbaru
Sebelum melakukan penelitian, hendaknya penulis membuat proposal. Dengan membuat proposal
penelitian pembaca akan mendapat gambaran awal dari penelitian atau tulisan karya ilmiah yang
akan dibuat. Proposal tersebut dapat menjelaskan tentang kegiatan yang menghasilkan rancangan atau
produk yang dapat dipakai untuk memecahkan masalah-masalah aktual yang disebut Proposal
Penelitian Pengembangan. Selain itu proposal juga sebagai telaah yang dilaksanakan untuk
memecahkan suatu masalah yang pada dasarnya bertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam
terhadap bahan-bahan pustaka yang relevan atau disebut Proposal Penelitian Kajian Pustaka.
Proposal juga digunakan dalam penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif.
Usulan penelitian yang sering disebut Project Statement atau Research Proposal merupakan
rencana penelitian mahasiswa yang hasilnya disusun dalam bentuk skripsi sebagai tugas akhir
mahasiswa sebelum memperoleh gelar kesarjanaan (S-1) di Perguruan Tinggi. Oleh karena itu, teknik
penulisan proposal penelitian sangat penting sekali kita pelajari. Pada kesempatan kali ini saya
(belajarpsikologi.com) akan berbagi tentang teknik penyusunan proposal penelitian. Sebelum kita
menuju bagaimana cara atau teknik dalam penyusunan proposal penelitian, lebih baiknya anda
mengerti dulu pengertian dari proposal bisa baca disini ” Pengertian Proposal“.

Teknik Penyusunan Proposal Penelitian
Ada beberapa bagian penting dalam penyusunan proposal penelitian atau proposal
skripsi, diantaranya akan dijabarkan dibawah ini:


Contoh Proposal Penelitian
A. HALAMAN JUDUL
Halaman judul memuat : judul, jenis laporan, lambang Perguruan Tinggi, nama dan NIM, nama
jurusan, nama program studi, nama perguruan tinggi dan tahun pengajuan.
1.
Judul Usulan Penelitian : Judul hendaknya dibuat singkat dan jelas, menggambarkan
konsep dan topik dari penelitian dan menggambarkan adanya keterkaitan antara
variable, lokasi penelitian dan tahun penelitian. Diketik dengan menggunakan huruf
kapital, tidak boleh disingkat dan format ketikan dalam bentuk piramida terbalik ( V ).
2.
Jenis Laporan : Jenis laporan adalah usulan penelitian.
3.
Lambang Institusi Perguruan Tinggi
4.
Nama mahasiswa dan NIM
5.
Nama Jurusan
6.
Nama Program Studi
7.

Nama Perguruan Tinggi
8.
Tahun Pengajuan : Tahun pengajuan adalah tahun dimana usulan penelitian tersebut
diajukan
B. HALAMAN PERSETUJUAN
Halaman persetujuan memuat : judul usulan penelitian, persetujuan dosen pembimbing beserta
tanda tangan dan waktu persetujuan
C. DAFTAR ISI
Daftar Isi merupakan daftar yang menunjukkan isi bagian-bagian dalam skripsi maupun sub-sub
bagiannya beserta nomor halamannya.
D. ISI
Dibagian isi terdiri dari beberapa bab dan dari beberapa bab tersebut masih terdapat beberapa sub bab.

BAB I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah
Latar belakang memuat: gambaran tema permasalahan di lokasi penelitian yang akan
dibahas dan berkaitan dengan penelitian yang akan dijalankan, diuraikan dari masalah yang
luas ke arah masalah yang khusus. Oleh karena itu diperlukan data studi awal di lokasi
tempat penelitian.


Baca juga : Metode Penelitian Kualitatif

Ada 4 kriteria latar belakang yang baik:
1.
Adanya “seriousness of problem”,
2.
Adanya “sense of urgency” ( masalah yang harus segera ditangani
3.
Adanya “political will” (kebijaksanaan dari organisasi atau politis
4.
Adanya “manage – ability” ( direkomendasikan oleh pihak manajemen ).
Latar belakang ini juga harus mampu menjawab pertanyaan “mengapa memilih topik
tersebut”

2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya yang tegas dan jelas, serta
menggambarkan arah hubungan antar dua variabel atau lebih. Misalnya adakah, apakah,
bagaimanakah, dan lainnya.


3.

Batasan Masalah

Batasan masalah adalah pembatasan ruang lingkup yang dilakukan dalam penelitian,
dimana pembatasan tersebut meliputi: tema/topik, area atau wilayah yang diteliti, sumber
informasi, lokasi penelitian serta waktu penelitian

4.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian meliputi :
a.
Tujuan Umum ; Meliputi tujuan yang akan dicapai secara menyeluruh yang dapat
menjawab tema / judul penelitian
b.
Tujuan Khusus ; Meliputi jabaran atau rincian dari tujuan umum secara operasional
sesuai dengan perumusan dan pembatasan masalah. Tujuan khusus akan menggambarkan
hasil dan pembahasan yang akan diperoleh dari penelitian ini.


5.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian meliputi: 1) manfaat bagi pengguna (user), 2) pengembangan
keilmuan dan 3) bagi peneliti, sehingga scara khusus hasil penelitian memberikan masukan
bagi si peneliti, masyarakat, instansi terkait dan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta diharapkan dapat dijadikan pertimbangan sebuah kebijakan

6.

Keaslian Penelitian

Keaslian penelitian mencerminkan kemampuan mahasiswa untuk menelusuri dan
mengidentifikasi penelitian terdahulu yang relevan dengan topik penelitian yang
dilakukannya.Setiap penelitian dilakukan dalam konteks lingkungan yang berbeda dengan
penelitian-penelitian sebelumnya, sekalipun penelitian tersebut merupakan replikasi
penelitian sebelumnya. Pernyataan tentang keaslian penelitian meliputi identifikasi
persamaan penelitian sebelumnya yang sangat relevan dan perbedaannya dengan

penelitian yang akan dilakukannya.
Perbedaan dan persamaan penelitian dengan penelitian terdahulu dapat meliputi :
kerangka teori, penerapan teori dalam situasi spesifik atau populasi khusus atau generalisasi teori pada
populasi yamg lebih luas, kerangka konsep, rancangan penelitian, instrument penelitian, dan teknik
analisis atau pemodelan data. Penyajiannya dapat dalam bentuk matriks persamaan dan perbedaan
penelitian sebelunya.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka merupakan penelusuran kepustakaan untuk mengidentifikasi makalah dan buku
yang bermanfaat dan ada hubungannya dengan penelitian yang dilakukan serta merujuk pada semua
hasil penelitian terdahulu pada bidang tersebut. Tinjauan pustaka disusun berdasarkan tujuan
penelitian, pertanyaan penelitiandan masalah yang akan dipecahkan. Sumber yang dipakai
dalam tinjauan pustaka harus disebutkan dengan mencantumkan nama penulis dan tahun terbit
dengan model Vancouver. Format penyajiannya dimulai tinjuan teori untuk variabel independen, variabel
dependen dan keterkaitan antar variabel yang diteliti dengan mengacu pada penelitian sebelumnya.

Baca juga : Proposal Penelitian Tindakan Kelas

a. Landasan Teori
Landasan teori menguraikan kerangka teori yang merujuk pada referensi berbagai ahli tertentu
maupun berbagai teori-teori yang ada yang nantinya akan mendasari hasil dan pembahasan secara

detail, dapat berupa definisi-definisi atau model matematis yang langsung berkaitan dengan tema atau
masalah yang diteliti. Teori-teori yang dirujuk harus mengacu pada variabel-variabel yang diteliti. Dimulai
dari penjelasan tema, variabel independen dan variabel dependennya atau faktor-faktor yang diteliti serta
dijelaskan teori-teori tersebut untuk mendukung hipotesis yang akan diajukan.

b.

Kerangka Teori

Kerangka teori terdiri dari teori-teori atau isu-isu dimana penelitian kita terlibat di dalamnya dan
memberikan panduan pada saat peneliti membaca pustaka.Kerangka teori tidak dapat dikembangkan
kalau peneliti belum mempelajari pustaka dan sebaliknya kalau peneliti belum mempunyai kerangka teori
maka peneliti tidak akan dapat membaca pustaka dengan efektif.

c.

Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian merupakan operasionalisasi keterkaitan antar variabel-variabel yang
berasal dari kerangka teori dan biasanya berkonsentrasi pada satu bagian dari kerangka teori. Kerangka

konsep menggambarkan aspek-aspek yang telah dipilih dari kerangka teori untuk dijadikan dasar
masalah penelitiannya. Jadi kerangka konsep timbul dari kerangka teori dan berhubungan dengan
masalah penelitian yang spesifik.

d. Hipotesis
Hipotesis memuat : pernyataan singkat yang disimpulkan dari landasan teori atau tinjauan pustaka dan
merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang dihadapi. Hipotesis tidak selalu harus ada
tergantung pada jenis dan tujuan penelitian. Oleh karena itu hipotesis harus diuji kebenarannya dan
pengujiaannya harus mendasarkan pada kaidah-kaidah keilmuan (scientific methods) yang dapat
dipertanggungjawabkan.

Ciri-ciri hipotesis yaitu :
1.
2.
3.

Dinyatakan dalam bentuk pernyataan (statement) bukan kalimat tanya
Hipotesis hendaknya berkaitan dengan bidang ilmu yang akan diteliti
Hipotesis harus dapat diuji yaitu terdiri dari variable yang dapat diukur dan dapat
dibanding-bandingkan sehingga diperoleh hasil yang obyektif

4.
Hipotesis hendaknya sederhana dan terbatas ( tidak menimbulkan perbedaan
pengertian dan tidak terlalu luas sifatnya )
BAB III. METODE PENELITIAN
Metode penelitian memuat : jenis penelitian, populasi dan sample penelitian, lokasi dan
waktu penelitian, hubungan variable dan definisi operasional, instrumen penelitian,
pengumpulan dan pengolahan data, metode analisis data dan keterbatasan
a. Jenis Penelitian
Berisi langkah-langkah yang akan diambil untuk membuktikan kebenaran hipotesis.
b. Populasi dan Sample
Berisi cara pengambilan sample, besar sample, cara pengumpulan sample, teknik penarikan
sample.
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian atau wilayah generalisasi yang terdiri dari
subyek maupun obyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan. Populasi bukan hanya
orang, tetapi semua benda yang memiliki sifat atau cirri yang bisa diteliti.

Baca juga : Metode Pengumpulan Data
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut
c. Lokasi dan Waktu Penelitian

Berisi mengenai tempat / lokasi penelitian beserta waktu yang dipergunakan melakukan penelitian

d. Variabel
Berisi keterangan tentang variable atau factor yang diamati atau diteliti dalam suatu penelitian
e. Definisi Operasional
Menjelaskan bagaimana suatu variable akan diukur serta alat ukur apa yang digunakan untuk
mengukurnya. Definisi ini mempunyai implikasi praktis dalam proses pengumpulan data. Definisi
operasional mendiskripsikan variable sehingga bersifat spesifik (tidak berintegrasi ganda), terukur,
menunjukkan sifat atau macam variable sesuai dengan tingkat pengukurannya dan menunjukkan
kedudukan variable dalam kerangka teoritis.
f.
Teknik Pengumpulan Data
Berisi cara pengumpulan data yang dapat berupa data primer maupun data sekunder. Berdasarkan
caranya pengumpulan data dapat berupa observasi, wawancara langsung, angket, pengukuran /
pemeriksanaan
g. Instrument Penelitian
Instrument ( alat ukur ) penelitian dapat berupa kuesioner, cek list yang digunakan sebagai pedoman
observasi dan wawancara atau angket
h. Teknik Pengolahan Data
Berisi cara pengolahan data yang akan dilakukan peneliti sehingga data hasil penelitian dapat menjadi

informasi yang dapat digunakan untuk mengambil kesimpulan penelitian
i.
Metode Analisis Data
Metode analisa data menjelaskan bagaimana seorang peneliti mengubah data hasil penelitian menjadi
informasi yang dapat digunakan untuk mengambil kesimpulan penelitian. Kegiatan analisa data ini
meliputi : persiapan, tabulasi dan aplikasi data. Pada tahap analisa data inidapat menggunakan uji
statistik jika memang data dlam penelitian tersebut harus diuji dengan uji statistik
j. Keterbatasan
Dalam setiap penelitian pasti mempunyai kelemahan-kelemahan dimana kelemahan tersebut ditulis
dalam keterbatasan. Dalam bab ini disajikan keterbatasan peneliti secara teknis yang mungkin
mempunyai dampak secara metodologis maupun substantif, seperti : keterbatasan pengambilan sampel,
keterbatasan jumlah sampel, keterbatasan instrumen penelitian, keterbatasan waktu dan sebagainya
E. DAFTAR PUSTAKA
Daftar Pustaka merupakan keterangan tentang bacaan yang dijadikan sebagai bahan rujukan dari
penulisan skripsi. Dalam daftar pustaka dapat dimasukkan tentang pustaka dari buku teks, jurnal, artikel,
internet atau kumpulan karangan lain.
F. LAMPIRAN
Lampiran memuat : keterangan atau informasi yang diperlukan pada pelaksanaan penelitian seperti :
peta, surat penelitian, kuesioner, atau data lain yang sifatnya melengkapi usulan atau proposal
penelitian.

Nah demikianlah Teknik penyusunan proposal dan contoh proposal penelitian, semoga
bermanfaat.

00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000

PEMAHAMAN FILSAFAT ILMU

TERHADAP ETIKA DAN MORAL PERILAKU MANUSIA

Oleh :
R. Herman Katimin

ABSTRAK

Konteks perilaku manusia terhadap etika dan moral yang kemudian dikaji melalui konsep filsafat ilmu
memberikan suatu pemahaman bahwa pemikiran manusia bukan saja dapat dipergunakan untuk
menentukan dan mempertahankan kebenaran atau hal – hal yang baik yang dapat bermanfaat bagi
individuali maupun masyarakat lain namun sekaligus juga dapat dipergunakan untuk menemukan dan
mempertahankan hal-hal yang tidak benar. Perlu disadari bahwa manusia yang diciptakan oleh Tuhan
Yang Maha Kuasa memiliki sifat yang baik dengan berlandasankan pada ketebalan prinsip agama
maupun etika dan moral Pancasila, namun dalam perjalanan hidupnya akan mengalami suatu proses
pasang surut sehingga manusia itu akan terjerumus ke dalam perbuatan yang tidak seseuai dengan
perintah Tuhan. Dengan demikian manusia yang memiliki akhlak yang baik dapat dikatakan masih
memiliki moral dan etika yang baik juga.

PENDAHULUAN
Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna. Manusia merupakan makhluk yang
paling mulia dibandingkan dengan makhluk lainnya karena manusia dikaruniai oleh Allah SWT berupa
akal, perasaan, dan kehendak yang tidak dimiliki makhluk lainnya tersebut. Ciri utama mahluk manusia
bilamana dibandingkan dengan mahluk-mahluk yang lain yakni manusia memiliki ciri sebagai mahluk
berbudaya. Kebudayaan ini terwujud karena dalam rangka interaksinya dengan semana manusia dan
dengan alam lingkungan hidupnya. [1]
Menurut Abdulbkadir Muhmmad, akal adalah alat pikir sebagai sumber pengetahuan dan teknologi.
Dengan akal manusia dapat menilai mana yang benar dan yang salah sebagai sumber kebenaran.
Perasaan adalah alat untuk menyatakan keindahaan sebagai sumber seni, karena dengan perasaan
manusia dapat menilai mana yang indah (estetis) dan yang jelek sedangkan kehendak adalah alat untuk
menyatakan pilihan sebagai sumber dari kebaikan karena dengan kehendak manusia dapat menilai mana
yang baik dan yang buruk sebagai sumber nilai moral. [2]
Untuk menjadi lebih baik maka sesuatu hal harus sepenuhnya baik, sedikit noda saja akan
menyebabkan hal tersebut menjadi tidak baik. Ini berarti pula bahwa perbuatan manusia hanya akan
dikatakan baik bila tujuan akhirnya, motivasi dan lingkungannya juga baik. Jika salah satu dari ketiga hal

atau faktor penentu tersebut tidak baik, keseluruhan perbuatan manusia menjadi tidak baik, sekalipun
dua faktor lainnya baik.[3]
Sebagai makhluk budaya manusia perlu disadari bahwa yang benar, yang indah dan yang baik itu
menyenangkan, membahagiakan, menenteramkan dan memuaskan manusia. Sebaliknya yang salah,
yang jelek dan yang buruk itu menyengsarakan, menyusahkan, menggelisahkan dan membosankan
manusia. Dari dua sisi yang bertolak belakang ini, manusia adalah sumber penentu yang menimbang,
menilai, memutuskan untuk memilih yang paling menguntungkan (nilai moral). [4]
Dengan
demikian pada kenyataanya manusia lebih cenderung menghendaki nilai kebenaran, nilai kebaikan, nilai
keindahan dikarenakan sangat berguna bagi kehidupannya daripada sebaliknya.
Dalam memandang perbuatan dan mengatakan bahwa perbuatan itu baik atau buruk, adil atau
tidak adil, jujur atau tidak jujur. Seseorang bisa mengatakan bahwa apa yang dijelaskan oleh temannya
adalah cerita bohong saja. Disini seolah-olah mengukur suatu perbuatan itu sesuai dengan norma atau
prinsip moral. Jika perbuatan itu sesuai dengan prinsip bersangkutan, kita menyebutkan baik, adil, jujur
dan sebagainnya, akan tetapi jika tidak sesuai kita menyebutkan buruk, tidak adil, tidak jujur dan
sebagainya. Disamping itu ada cara penilaian etis lain lagi yang tidak begitu memandang perbuatan,
melaikan justru keadaan pelaku itu sendiri. Selain itu juga dapat menunjukan sifat watak atau akhlak
yang dimiliki orang itu atau justru dimilikinya sehingga kalau kita berbicara tentang bobot moral (baik
buruknya) orang itu sendiri dan bukan tentang bobot moral salah satu perbuatannnya.
Berbicara mengenai pendekatan moral yang sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari ini
dalam tradisi pemikiran filsafat moral tampak sebagai dua tipe teori etika yang berbeda yakni etika
kewajiban dan etika keutamaan. Kalau tinjau dari segi sejarah filsafat moral, maka etika keutamaan
adalah tipe teori etika yang tertua. Pada awal sejarah filsafat di Yunani Sokrates, Plato, dan Aristoteles
telah meletakan dasar bagi etika ini dan berabad-abad lamanya etika keutamaan dikembangan terus.
Etika kewajiban dalam bentuk murni baru tampil di zaman modern dan agak cepat mengesampingkan
etika keutamaan.[5] Dari kedua etika dimaksud perlu disadari bahwa moralitas selalu berkaitan dengan
prinsip serta aturan dan serentak juga dengan kualitas manusia itu sendiri, dengan sifat-sifat wataknya.

A.

ETIKA DAN MORAL DALAM KEHIDUPAN MANUSIA

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikatakan bahwa etika adalah ilmu tentang apa yang baik
dan apa yang buruk dan tetang hak dan kewajiban moral ( ahklak). [6] Seperti halnya dengan istilah yang
bersangkutan dengan konteks ilmiah, istilah etika pun berasal dari bahasa Yunani Kuno. Kata Ethos dalam
bentuk tunggal mempunyai arti : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat,
watak (ahklak), perasaan, cara berpikir sedangkan dalam bentuk jamak ta etha artinya adat kebiasaan.
Dan arti terakhir inilah menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah etika yang oleh filsuf Yunani
Besar Aristoteles (384-322 SM) sudah dipakai untuk menunjukan filsafat moral. Jadi jika membatasi diri
pada asal usul kata ini maka etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adar
kebiasaan. [7]

Selain itu juga pengertian etika adalah cabang ilmu filsafat yang membicarakan nilai dan moral
yang menentukan perilaku seseorang/manusia dalam hidupnya. Etika merupakan sebuah refleksi kritis
dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap serta pola
perilaku hidup manusia baik sebagai pribadi mapun sebagai kelompok. [8]
Dari penjelasan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa Etika dijelaskan dengan
membedakan tiga arti yakni :[9]
2.1

Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);

2.2

Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;

2.3

Nilai mengenai benar dan salah yang dianut dari suatu golongan atau masyarakat.

Dari ketiga arti tersebut dapat dirumuskan kembali atau dapat dipertajam lagi sebagai berikut :
2.1
Kata etika bisa dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya;
2.2

Etika berarti juga kumpulan asas atua nilai moral. Yang dimaksud disini adalah kode etik;

3.3
Etika baru menjadi ilmu, bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang
yang dianggap baik dan buruk begitu saja diterima dalam suatu masyarakat, seringkali tanpa disadari
menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika disini sama artinya dengan
filsafat moral. [10]

Menurut Surahwardi K Lubis dalam istilah Latin Ethoes atau Ethikos selalu disebut Mos sehingg
dari perkataan tersebut lahirlah moralitas atau yang sering diistilahkan dengan perkataan moral. Dalam
bahasa agama Islam, istilah etika ini merupakan akhlak karena akhlak bukan sekadar menyangkut
perilaku manusia yang bersifat perbuatan yang lahiriah saja, akan tetapi mencakup hal-hal yang lebih
luas yaitu meliputi akidah, ibadah dan syariah. [11]
James J. Spillane SJ mengungkapkan bahwaetika atau ethics memperhatikan tingkah laku manusia
dalam pengambilan keputusanmoral. Etika mengarahkan atau menghubungkan penggunaan akal budi
individu dengan obyektivitas untuk menentukan kebenaran atau kesalahan dan tingkahlaku seseorang
terhadap orang lain. [12] Sejalan dengan pikiran Surahwardi diatas, Abdullah Salim mengatakan akhlak
islami cakupannya sangat luas yaitu menyangkut etos, etis, moral dan estetika. [13]
Berdasarkan beberapa pemikiran yang berkaitan dengan etika diatas, Bartens sebagaimana
dikutip oleh Abdul Kadir Muhammad memberikan tiga arti etika sebagai berikut : [14]
2.1

Etika dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral;

2.2

Etika dipakai dalam arti kumpulan asas atau nilai moral;

2.3

Etika dipakai dalam arti ilmu

Dalam perkembangannya, etika dapat dibagi menjadi dua, etika perangai dan etika moral.
[15]Etika perangani adalah adat istiadat atau kebiasaan yang menggambarkan perangai manusia dalam
hidup bermasyarakat di daerah tertentu, pada waktu tertentu pula. Etika perangai tersebut diakui dan
berlaku karena disepakati masyarakat berdasarkan hasil penilaian perilaku contohnya berbusana adat,
pergaulan muda-mudi, perkawinan semenda, dan upacara adat sedangkan etika moral berkenaan
dengan kebiasaan berperilaku baik dan benar berdasarkan kodrat manusia, dan apabila etika ini
dilanggar timbulkah kejahatan yaitu perbuatan yang tidak baik dan tidak benar. Kebiasaan ini berasal dari
kodrat manusianyang disebut moral, contohnya berkata dan berbuat jujur, menghormati orang tua dan
guru, menghargai orang lain, membela kebenaran dan keadilan dan sebagainya.
Fungsi etika menurut Darji Darmodihardjo, etika memberi petunjuk untuk tiga jenis pertanyaan
yang senantiasa diajukan. Pertama, apakah yang harus dilakukan dalam situasi konkret yang tengah
dihadapinya, Kedua bagaimana mengatur pola konsistensi dengan orang lain, Ketiga akan menjadi
manusia macam apa kita ini ? dalam konteks ini, etika berfungsi sebagai pembimbing tingkah laku
manusia agar dalam mengelola kehidupan initidak sampai bersifat tragis. [16]
Menurut Magnis Suseno bahwa ada 4 fungsi etika diantaranya : [17]
2.1
Etika dapat membantu dalam menggali rasionalitas dari moral agama, seperti mengapa Tuhan
memerintahkan ini, bukan itu;
2.2

Etika membantu dalam menginterprestasikan ajaran agama yang saling bertentangan;

2.3
Etika dapat membantu menerapkan ajaran moral agama terhadap masalah-masalah baru dalam
kehidupan manusia, seperti soal bayi tabung dan eutanasia, yaitu tindakan mengakhiri hidup dengan
sengaja kehidupan mahkluk.
2.4
Etika dapat membantu mengadakan dialog antar agama karena etika berdasarkan diri pada
argumentasi rasional belaka dan bukan pada wahyu.

Dalam rangka menjernikan istilah etika dan etiket kerap kali kedua istilah ini dicampuradukan
begitu saja padahal diantaranya sangat hakiki dimana etika disini berarti moral dan etiket berarti sopan
santun. Disamping perbedaan, ada juga persamaan yakni, etika dan etiket menyangkut perilaku manusia
sehingga istilah ini hanya menyangkut perilaku manusia secara normatif. Perbedaannya adalah etiket
menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan manusia sedangkan etika tidak terbatas pada cara
dilakukan suatu perbuatan, etika memberikan norma tentang perbuatan itu sendiri,etika menyangkut
masalah apakah suatu perbuatan boleh boleh dilakukan atau tidak boleh.[18]

Etiket berlaku hanya dalam pergaulan, bila tidak ada orang lain hadir atau tidak ada saksi mata
maka etika tidak berlaku sedangkan untuk Etika tidak tergantung pada hadir tidaknya orang lain artinya
tidak ada saksi mata. Etiket bersifat relatif, yang dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan bisa saja
dianggap sopan dalam kebudayaan lain sedangkan etika sangat absolut. [19]
Pengertian Moral memiliki arti (1) ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai
perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, susila. (2) kondisi mental yang membuat orang tetap
berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin, isi hati atau keadaan perasaan. [20]
Beranjak dari pengertian moral diatas, pada prinsipnya moral merupakan alat penuntun,
pedoman sekaligus alat kontrol yang paling ampuh dalam mengarahkan kehidupan manusia. Seseoran
gang tidak memfungsikan dengan sempurna moral yang telah dalam diri manusia yang tepatnya berada
dalam hati, maka manusia tersebut akan menjadi manusia yang akan selalu melakukan perbuatan atau
tindakan-tindakan yang sesat, dengan demikian manusia telah merendahkan martabatnya sendiri.
Sejalan dengan pengertian moral sebagaimana tersebut di atas, Bartens sebagaimana dikutip oleh
Kadir Muhammad mengatakan bahwa kata yang sama dekat denan etika adalah moral. Selanjutnya
berbicara mengenai tingkah laku seseorang, maka ini pula berkaitan dengan kesadaran yang harus
dijalankan oleh seseorang dalam memaknai dirinya sebagai manusia ciptaan Tuhan. Oleh karena itu kata
kunci dari moral terledak pada kesadasaran pengelolahan moral itu sendiri. Menurut Drijakara
menegaskan bahwa kesadaran moral [21]adalah kesadaran manusia tentang diri sendiri, didalam mana
sering dilihat dengan berhadap baik dan buruk. Dalam hal ini manusia dapat membedakan antara halal
dan yang haram, yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan, meskipun dapat dilakukan.

Adapun faktor penentu moralitas pada prinsipnya manusia diciptakan Tuhan yang Maha Kuasa
memiliki sifat yang baik, namun dalam perjalanan hidupnya akan mengalami suatu proses pasang surut
sehingga manusia itu akan terjerumus ke dalam perbuatan yang tidak seseuai dengan perintah Tuhan.
Dengan demikian manusia yang memiliki akhlak yang baik dapat dikatakan masih memiliki moral yang
baik.
Menurut Liliana Tedjosaputro membagi moralitas ke dalam dua bagian yaitu moralitas dapat
bersifat intrinsik dan moralitas yang bersifat ekstrinsik [22]namun disisi lain Immanuel Kant juga
membedakan moralitas menjadi dua bagian yaitu [23]; moralitas dibagi dalam dua bagian yaitu :
moralitas hetronom dan moralitas otonom.
Sementara itu menurut Sumaryono mengemukakan tiga faktor penentu moralitas perbuatan
manusia yaitu :
2.1

Motivasi

2.2

Tujuan akhir

2.3

Lingkungan perbuatan [24]

Dari uraian penjelasan mengenai moralitas dapat disimpulkan bahwa moralitas pada dasarnya
sama dengan moral dimana moralitas suatu perbuatan artinya segi moral suatu perbuatan atau baik
buruknya. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenan dengan baik dan
buruk.
Selain moral ada juga amoral dan immoral dimana menurut istilah inggris oleh Concise Oxoford
Dictionary kata amoral diterangkan sebagai unconcerned with,out of the sphere of moral, non-moral,
jadi kata Inggris amoral berarti tidak berhubungan dengan konteks moral diluar suasana etis, non moral.
Dalam kamus yang sama immoral dijelaskan sebagai opposed to morality, morally evil. Jadi kata inggris
immoral berarti bertentangan dengan moralitas yang baik secara moral buruk tidak etis. Dalam Kamus
Bahasa Indonesia yang baru tidak dimuat immoral akan tetapi dijelaskan hanyak amoral yang artinya
tidak bermoral, tidak berkhlak. [25]

B.

ETIKA DAN MORAL SEBAGAI CABANG FILSAFAT

Etika adalah salah satu bagian dari cabang filsafat tetapi mengenai moral sehingga juga filsafat
moral. Sebagai filsafat moral. Etika menyelidiki perbuatan baik dan buruk, benar dan salah berdasarkan
kodrat manusia yang diwujudkan dalam kehendaknnya. Sebagai obyek ilmu pengetahuan telaah etika
adalah moral sehingga yang dimaksud denganmoral adalah keseluruhan norma yang berbentuk perintah
dan larangan yang mengatur perilaku manusia dan bermasyarakat dimana manusia itu berada.
Sedangkan ciri moral adalah mengandalkan kesadaran manusia, manusia dibentuk oleh moral. Dimensi
lain yang ditelaah etika adalah kecenderungan batin sebagau sumber perbuatan dan tujuan perbuatan
dengan demikian dapat diketahui keadaan moral perilakunya.
Sebagai ilmu pengetahuan filsafat moral, etika menelaah tujuan hidup manusia yaitu, kebahagian,
kebahagian dimaksud adalah kebahagian sempurna yang memuaskan manusia,baik jasmani maupun
rohani dari dunia samapi ke akhirat melalui kebenaran filosofis, kebahagiaan sempurna adalah tujuan
akhir manusia.
Menurut Theo Huijbers (1995) menjelaskan, filsafat adalah kegiatan intelektual yang metodis dan
sistimatis, secara refleksi menangkap makna hakiki keseluruhan yang ada. Obyek filsafat bersifat
universal, mencakup segala yang dialami manusia. Berpikir secara filsafat adalah mencari arti yang
sebenarnya segala hal yang ada melalui pandangan cakrawala yang paling luas. Metode pemikiran
filsafat adalah refleksi atas pengalaman dan pengertian tentang suatu hal tentang cakrawala yang
universal. [26] Berbeda dengan Theo Huijbers dari segi obyeknya, Sumaryono, (1995) menjelaskan
bahwa filsafat adalah ilmu yang berfungsi sebagai interpretasi tentang hidup manusia, tugasnya ialah
meniliti dan menentukan semua fakta konkret sampai pada yang paling mendasar.
Plato (427-347 SM), filsuf Yunani yang termasyhur, murid Scorates dan guru Aristoteles
mengatakan bahwa filsafat itu tidaklah lain daripada pengetahuan tentang segala yang ada. Sementara
itu menurut Aristoteles ( 384-322 SM) seorang dari filsuf terbesar, murid Plato dan guru Raja Iskandar
dari Macedonia berpendapat bahwa filsafat itu menyelediki sebab dan asas segala benda. [27]

Selain itu juga menurut Marcus Tullis Cicero (106-43 SM) politikus dan ahli pidato Romawi,
merumuskan filsafat itu adalah pengetahuan tentang sesuatu yang maha agung dan usaha-usaha
mencapati yang tersebut. [28]
Menurut Immanuel Kant (1724-1804) yang disebut raksasa pikiran Barat, mengatakan bahwa
filsafat itu ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya empat persoalan,
yaitu :
3.1

Apakah yang dapat kita ketahui?
(Dijawab oleh metafisika)

3.2.

Apakah yang boleh kita kerjakan?
(Dijawab oleh etika)

3.3

Sampai dimanakah pengharapan kita?
(Dijawab oleh agama)

3.4

Apakah yang dinamakan manusia?
(Dijawab oleh Antropologi) [29]

Al-Farabi yang merupakan Filsuf muslim terbesar sebelum Ibn Sina berkata bahwa filsafat itu ialah
pengetahuan tentang alam yang maujud dan bertujuan menyelidiki hakekatnya yang sebenarnya. [30]
Harold H. Titus dalam bukunya Living Issues in Philosophy mengemukakan empat pengertian
tentang filsafat sebagai berikut :
3.1
Philosophy is an attitude toword life and the universe (Filsafat adalah satu sikap tentang hidup
dan tentang alam semesta);
3.2
Philosophy is a method of reflective thingking and reasoned inquiry (filsafat adalah satu metode
pemikiran refleksi dan penyelidikan akliah)
3.3.

Philosophy is a group of problems ( filsafat adalah satu perangkat masalah)

3.4
Philosophy is a group of systems of thought (filsafat adalah satu perangkat teori atau sistem
pemikiran) [31]

Walaupun tentu saja masih banyak sekali rumusan-rumusan lainnya dari para ahli lainnya namun
dapat disimpulkan sebagai berikut :

3.1
Filsafat adalah ilmu istimewa yang mencoba menjawab masalah-masalah yang tidak dapat
dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa, karena masalah-masalah tersebut itu diluar atau diatas jangkauan
pengetahuan biasa;
3.2
Filsafat adalah hasil daya upaya manusia dengan akal budi untuk memahami secara radikal dan
integral serta sistematik hakika sarwa yang ada yakni, hakikat Tuhan, alam semesta dan manusia [32]

Ketika membahas filsafat diketahui bahwa filsafat mencakup ilmu-ilmu khusus akan tetapi
perkembangan selanjutnya ilmu-ilmu khusus tersebut satu demi satu memisahkan diri dari induk filsafat.
Menurut H. De. Vos didalam E.N.S.I.E mengajukan penggolongan filsafat sebagai berikut ; Metafisika,
Logika, ajaran tentang ilmu pengetahuan, filsafat alam, kebudayaan, filsafat sejarah dan etika. [33]
Aliran-aliran etika dalam filsafat adalah sebagai berikut ; aliran etika naturalisme, hedonisme,
utilitarinisme, idealisme, vitalisme dan theologis[34]
Selain aliran etika dalam filsafat juga dijelaskan sistem filsafat moral dimana hakikat moral dan
peranannya dalam hidup manusia. Menurut pandangan hedonisme bahwa baik secara moral dengan
kesenangan tidak saja merupakan pandangan pada permulaan sejarah filsafat tetapi kemudia hari sering
kembali dalam berbagai variasi. Hedonisme yang menjiwai pemikiran modern itu mengakui dimensi
sosial sebagai faktor yang tidak bisa disingkirkan. Dalam dunia modern sekaran gini rupanya hedonisme
masih hadir dalam bentuk yang lain, hedonisme merupakan etika emplisit yang mungkin tanpa disadari
dianut oleh individu dewasa ini. Eudemonisme merupakan pandangan dari filsuf Yunani besar,
Aristoteles. Dalam bukunya Ethika Nikomakheia menegaskan bahwa setiap kegiatan manusia mengejar
suatu tujuan. Bisa dikatakan juga dalam setiap perbuatan ingin mencapai sesuatu yang baik bagi
manusia, sering manusia mencari suatu tujuan untuk mencapai tujuan lain lagi. Menurut Aristoteles
menegaskan bahwa setiap orang mencapai tujuan terakhir dengan menjalankan fungsi yang baik. Bagi
Aristotels ada dua macam keutamaan : yang pertama membicarakan keutamaan intelektual dan kedua
adalah keutamaan moral. [35]
Aliran Utilitarisme membagi menjadi dua bagian diantaranya utilitarisme klasik dan Utilitarisme
aturan. Utilitarisme dimaksud sebagai dasar etis untuk memperbahuri khususnya hukum pidana, jadi
tidak ingin menciptakan suatu teori moral yang abstrak. Tujuan hukum adalah memajukan kepentingan
para warga negara dan bukan melaksanakan perintah-perintah ilahi atau melindungi yang disebut hakhak kodrat. Sedangkan Utilitarisme aturan adalah merupakan sebuah varian yang menarik dari
utilitarisme, menurut Richard B. Brandt melangkah lebih jauhlagi dengan mengusulkan agar bukan
aturan moral satu demi satu, melainkan sistem aturan moral sebagai keseluruhan diuji dengan prinsip
kegunaan, sehingga perbuatan adalah baik secara moral, bila sesuai dengan aturan yang berfungsi dalam
sistem aturan moral yang paling berguna bagi suatu masyarakat. [36]
Dari penjelasan tersebut sehingga dapat disimpulkan bahwa aliran hedonisme adalah kodrat
manusia itu selalu mencari kenikmatan atau kebahagian hidup. Perbuatan manusia dikatakan baik
apabila perbuatan itu menghasilkan kenikmatan atau kebahagiaan bagi diri sendiri atau orang lain

(universal), Aliran Utilitarisme berpendapat bahwa perbuatan baik apabila bermanfaat bagi manusia dan
dikatakan buruk apabila menimbulkan mudharat/kerugian bagi manusia. Paham ini mengatakan bahwa
orang baik adalah orang membawa manfaat, maksudnya supaya berusaha berbuat baik. Aliran
Naturalisme berpendapat bahwa perbuatan manusia itu dikatakan baik apabila bersifat alami, tidak
merusak alam. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi perusak alam yang utama, sumber
kesusahan orang banyak dan ini adalah buruk.
Sedangkan Aliran Vitalisme berpendapat bahwa perbuatan manusia mengacu kepada kehidupan
sebagai kebaikan tertinggi. Perbuatan baik adalah perbuatan yang menambah daya hidup sedangkan
perbuatan buruk adalah perbuatan yang mengurangi bahkan merusakan daya hidup. Usaha setiap
manusia seharusnya bertujuan agar dapat hidup dan berkehendak untuk hidup serta melenyapkan halhal yang merintangi kemajuan dan perkembangan kehidupan. Manusia juga wajib menghormati serta
meningkatkan daya hidup dimanapun terhdap makhluk lain da sekuat mungkin melawan maut.
Untuk dapat menentukan bahwa perbuatan itu adalah perbuatan moral, manusia melalui
penilaian dengan menggunakan norma moral, moral adalah patokan atau ukuran manusiawi untuk
mempertimbangkan perbuatan benar atau salah, baik atau buruk, bermanfaat atau merugikan. Moralitas
perbuatan ditentukan oleh motivasi, tujuan akhir dan lingkungan perbuatan itu sendiri.

KESIMPULAN
Etika adalah cabang ilmu filsafat yang membicarakan nilai dan moral yang menentukan perilaku
seseorang/manusia dalam hidupnya. Etika merupakan sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai
dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap serta pola perilaku hidup manusia baik
sebagai pribadi mapun sebagai kelompok.
Sebagai makhluk budaya manusia perlu disadari bahwa yang benar, yang indah dan yang baik itu
menyenangkan, membahagiakan, menenteramkan dan memuaskan manusia. Sebaliknya yang salah,
yang jelek dan yang buruk itu menyengsarakan, menyusahkan, menggelisahkan dan membosankan
manusia. Dari dua sisi yang bertolak belakang ini, manusia adalah sumber penentu yang menimbang,
menilai, memutuskan untuk memilih yang paling menguntungkan (nilai moral). Dengan demikian pada
kenyataanya manusia lebih cenderung menghendaki nilai kebenaran, nilai kebaikan, nilai keindahan
dikarenakan sangat berguna bagi kehidupannya daripada sebaliknya.
Untuk dapat menentukan bahwa perbuatan itu adalah merupakan perbuatan moral yang dilakukan
oleh manusia memerlukan penilaian dengan menggunakan norma moral, yakni norma karena norma
adalah patokan atau ukuran manusiawi untuk mempertimbangkan perbuatan benar atau salah, baik
atau buruk, bermanfaat atau merugikan. Moralitas perbuatan ditentukan oleh motivasi, tujuan akhir dan
lingkungan perbuatan itu sendiri.
Perbuatan manusia seutuhnya adalah perbuatan yang dilandasi oleh akal yang menyatakan benar
atau salah, rasa yang menyatakan baik atau buruk dan karsa menyatakan pilihan berdasarkan kehendak

bebas. Kehendak bebas adalah kesadaran dan kesadaran adalah suara hati nurani. Hati nurani selalu
menyuarakan baik, benar dan bermanfaat oleh karena itu, perbuatan yang memenuhi ketiga unsur ini
disebut perbuatan moral yaitu perbuatan yang bersumber pada hari nurani yang selalu baik, benar dan
bermafaat. Perbuatan moral mempunyai nilai moral yaitu nilai manusia seutuhnya. Perbuatan moral
menuntun manusia menuju pada kebahagian, ketertiban, kestabilan dan kemajuan.
Kebalikan dari perbuatan moral adalah perbuatan amoral yaitu perbuatan tidak baik, tidak benar,
tidak bermanfaat karena tidak memenuhi ketiga unsur manusia seutuhnya, tidak menyuarakan hati
nurani. Perbuatan amoral adalah perbuatan jahat yang tidak mempunyai nilai moral, karena perbuatan
itu jahat, maka pelakunya disebut penjahat. Penjahat adalah musuh masyarakat orang baik-baik sehingga
perbuatan amoral menggiring manusia menuju kesengsaraan, kekacauan, kerusakan dan kehancuran.
Manusia seutuhnya disebut juga manusiawi dimana perbuatan manusia seutuhnya disebut
perbuatan manusiawi yang mempunyai nilai manusiawi sebaliknya perbuatan yang tidak memenuhi
unsur-unsur kodrat manusia tidak baik, tidak benar, tidak bermanfaat, tidak menyuarakan hati nurani
disebut perbuatan tidak manusiawi dan tidak mempunyai nilai manusiawi.

DAFTAR ISI
[1].
Tim Dosen Filsafat Ilmu, Fakultas Filsafat Ilmu Universitas Gajahmada, Filsafat Ilmu, Liberty
Yogyakarta, Januari 2010, hlm 178
[2].

Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 1

[3].
Menurut Skolastik berbunyi sebagai berikut : Bonum Ex Integra Causa, Malum Ex Quocumque
defectu artinya Untuk menjadi lebih baik maka sesuatu hal harus sepenuhnya baik, sedikit noda saja
akan menyebabkan hal tersebut menjadi tidak baik , yang dikutip E. Sumaryono, Etika Profesi Hukum,
Norma-Norma dalam Penegak Hukum, Kanisius, Yogyakarta, 1995, hlm 19
[4].

Opcit. hlm 2

[5].
Konsep ini dikemukakan oleh K. Bertens, Etika, Seri Filsafat Atmajaya 15 dijelaskan bahwa
dalam penilaian etis pada taraf populer dapat dibedakan dalam 2 macam pendekatan yakni, mengukur
perbuatan dengan norma atau prinsip moral dan karakteristik sifat watak atau akhlak yang dimiliki orang
tersebut atau justru tidak dimilikinya, Tradisi pemikiran filsafat moral tampak sebagai dua tipe teori etika
yang berbeda, : Etika Kewajiban mempelajari prinsip-prinsip dan aturan-aturan moral yang berlaku untuk
perbuatan manusia selanjutnya etika ini menunjukan norma dan prinsip mana yang perlu diterapkan
dalam hidup moral manusia sedangkan Etika Keutamaan mempunyai orientasi yang lain, dimana etika ini
menyoroti perbautan satu demi satu apakah sesuai atau tidak dengan norma moral akan tetapi lebih
memfokuskan manusia itu sendiri sehingga etika ini mempelajari keutamaan (virtue) artinya sifat watak
yang dimiliki manusia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993, hlm. 211.

[6].
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka, Departemen Pendidikan dan
Kebudyaan, Jakarta, 1991, hlm. 271. Bandingkan dengan W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa
Indonesia, dikatakan bahwa etika adalah ilmu pengetahuan tetang asas-asas moral (akhak).
[7].

Opcit. hlm 4

[8].
http://kuliahfilsafat.blogspot.com/2009/04/socrates-filsafat-etika-dan-moral.html, tanggal 27
April 2010, Jam 16.00 Wib
[9].

Opcit. hlm 6

[10].

Ibid

[11].
Surahwardi K. Lubis, dalam Supriadi, Etika dan Tanggungjawab Profesi Hukum di Indonesia,
Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hlm. 7-8
[12].
James J. Spillane SJ, dalam Surahwardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta,
1994, hlm 1
[13].
yaitu

Abdullah Salim, dalam Suhrawardi K. Lubis, dijelaskan bahwa akhlak cakupannya sangat luas

a. Etos yang mengatur hubungan seseorang dengan khaliknya, al-ma’bud bi haq serta kelengkapan
uluhiyah dan rubbubiyah seperti terhadap rasul-rasul Allah, Kitabnya dan sebagainya.
b. Etis, yang mengatur sikap seseorang terhadap dirinya dan terhadap sesamanya dalam kegiatan
kehidupan sehari-hari.
c. Moral, yang mengatur hubungan dengan sesamanya tetapi berlainan jenis dan atau yang
mengatur kehormatan tiap pribadi
d. Estetika, rasa keindahan yang mendorong seseorang untuk meningkatkan keadaan dirinya serta
lingkungannya agar lebih indah dan menuju kesempurnaan.
[14].
Bartens, dalam Supriyadi, dijelaskan bahwa pemikiran etika dapat memberikan tiga arti etika
sebagai berikut :
a. Etika dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini dapat juga disebut sistem nilai
dalam hidup manusia perseorangan atau hidup bermasyarakat, misalanya etika orang Jawa, Sunda dan
sebagainya;
b. Etika dipakai dalam arti kumpulan asas atau nilai moral yang dimaksud disini adalah kode etik
misalanya kode etik kedokteran, Advokat dan lain-lain;
c. Etika dipakai dalam arti ilmu tentang baik dan yang buruk artinya etika disini sama dengan
filsafat moral.

[15].

Opcit, hlm 9

[16].
Darji Darmodihardjo dan Sidharta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta 1995, Cetakan I, hlm 237.
[17].
Magnis Suseno dalam C.S.T. Kansil dan Christine T. Kansil, Pokok-pokok Etika Profesi Hukum,
Pradnya Paramita, Jakarta, 1995, hlm 2
[18].

K. Bertens, Etika, Opcit, hlm 9

[19].

Ibid

[20].

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Opcit, hlm. 665

[21].

Drijakarta, dalam Supriyadi, Opcit hlm. 13

[22].
Liliana Tedjosaputro, etika Profesi dan Profesi Hukum, Aneka ilmu, semarang, 2003 hlm. 7,
menjelaskan moralitas ke dalam dua bagian yakni;
a. Moralitas dapat bersifat intrinsik,berasal dari diri manusia itu sendiri sehingga perbuatan
manusia itu baik atau buruk terlepas atau tidak dipengaruhi oleh peraturan hukum yang ada. Moralitas
intrinsik ini esensianya terdapat dalam perbuatan diri manusia itu sendiri.
b. Moralitas yang bersifat ekstrinsik penilaiannya didasarkan pada peraturan hukum yang
berlaku, baik yang bersifat perintah atau larangan, moralitas ini merupakan realitas bahwa manusia itu
terkait pada nilai-nilai atau norma-norma yang diberlakukan dalam kehidupan bersama.
[23].
Immanuel Kant, diterjemahkan Lili Tjahyadi dalam Supriyadi, Opcit, hlm13-14 dijelaskan
bahwa moralitas dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu :
a. Moraltias hetronom merupakan sikap dimana kewajiban ditaati dan dilaksanakan bukan
karena kewajiban itu sendiri, melainkan karena sesuatu yang berasal dari luar kehendak si pelaku sendiri;
b. Moralitas otonom merupakan kesadaran manusia akan kewajiban yang ditaatinya sebagai
suatu yang dikehendaknya karena diyakini sebagai hal yang baik. Didalam moralitas otonom orang
mengikuti dan menerima hokum lantaran mau mencapat tujuan yang diinginkan ataupun lantaran takut
pada penguasa, melainkan karena itu dijadikan kewajiban sendiri berkat nilainya yang baik.
[24].
Sumaryono, Etika Profesi Hukum, Norma-Norma bagi Penegak Hukum, Kanisius, Yogyakarta
dalam Abdulkadir Muhammad, Ibid, hlm 18-19, dijelaskan bahwa Motivasi adalah hal yang diinginkan
oleh pelaku perbuatan dengan maksud untuk mencapai sasaran yang hendak dituju. Jadi motivasi itu
dikehendaki secara sadar sehingga menentukan kadar moralitas perbuatan, sedangkan untuk tujuan
akhir adalah diwujudkannya perbuatan yang dikehendaki secara bebas. Moralitas perbuatannya ada
dalam kehendak perbuatan itu menjadi obyek perhatian kehendak artinyanya memang dikehendaki oleh
pelakunya. Selain itu juga unsur lingkungan perbuatan adalah segala sesuatu yang secara aksidental
mengelilingi atau mewarnai perbuatan. Termasuk dalam perngertian lingkungan perbuatan adalah ;

manusia yang terlibat, kualitas dan kuantintas perbuatan, cara, waktu dan tempat dilakukannya
perbuatan dan fekuensi perbuatan.
[25].

K. Bertens, Etika, Opcit, hlm 7-8

[26].

Abdulkadir Muhammad, Opcit, hlm 27

[27].

Takdir Alisjahbana, Pembimbing ke Filsafat;Metafisika, Jakarta, 1957, hlm. 16

[28].

H. Aboebakar Atjeh, Sejarah Filsafat Islam, Semarang, 1970, hlm. 10

[29].

Abdul Hanifah, Rintisan Filsafat, 1950, hlm 16

[30]
83.

Al-farabi, dalam H. Endang Saifuddin Anshari, Ilmu, Filsafat dan Agama, Bina Ilmu, 1987, hlm

[31].

Ibid, hlm 84

[32].

Ibid, hlm 85

[33].

Ibid, hlm 93

[34].

Hasubullah Bakry, dalam H. Endang Saifuddin Anshari, ibid hlm 96 dijelaskan bahwa :

a. Aliran etika naturalisme ialah aliran yang berangapan bahwa kebahagian manusia itu
didapatkan dengan menurutkan panggilan natura (fitrah) kejadian manusia sendiri.
b. Aliran etika hedonisme ialah aliran yang berpendapat bahwa perbuatan susila itu ialah
perbuatan yang menimbulkan hedone (kenikmatan dan kelesatan)
c. Aliran etika idealisme ialah aliran yang berpendirian bahwa perbuatan manusia janganlah
terikat pada sebab musabab lahir, tetapi haruslah berdasarkan pada prinsip kerohanian (idea) yang lebih
tinggi
d. Aliran etika vitalisme ialah aliran yang menilai baik buruknya perbuatan manusia itu
sebagai ukuran ada tidaknya daya hidup (vital) yang maksimum mengendalikan perbuatan itu.
e. Aliran etika theologis ialah aliran yang berkeyakinan bahwa ukuran baik dan buruknya
perbuatan manusia itu dinilai dengan sesuai dan tidak sesuainya dengan perintah Tuhan (Theos – Tuhan).
[35].
K. Bertens, Etika, Opcit, hlm 242-243 dijelaskan bahwa Keutamaan intelektual
menyempurnakan langsung rasio itu sendiri sedangkan keutamaan moral rasio menjalankan pilihan –
pilihan yang perlu diadakan dalam hidup sehari-hari.
[36].

Ibid, hlm 246-253
Riwayat Penulis

R. Herman Katimin., S.Sos., S.H., M.Si adalah Anggota Penegakan Hukum Sub Direktorat Pembinaan
Operasi pada Kepolisian Perairan Polda Jabar dan Mahasiswa Strata Tiga pada Universitas Islam Bandung

Diposkan oleh herman katimin di 07.42