RUANG LINGKUP ruang lingkup PEKERJAAN (1)

1.

RUANG LINGKUP PEKERJAAN

Ruang lingkup pada pekerjaan ini meliputi :
1. Pengukuran Hidrograf


Pengukuran Arus



Pengolahan Data dan Pelaporan

2. Pengukuran Bathyimetri


Pengamatan Pasut




Pengukuran Bathyimetri (kedalaman)



Pengolahan Data dan Pelaporan

3. Pengukuran Topograf


Pengukuran Kerangka Dasar Horisontal



Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal



Pengukuran Situasi




Pengolahan Data dan Pelaporan

2.

PELAKSANAAN SURVEY

2.1 Pengamatan Pasut
2.1.1 Umum
Pengamatan pasut dilakukan untuk memperoleh data tinggi muka air laut di suatu lokasi.
Berdasarkan hasiI pengamatan tersebut dapat ditetapkan datum vertikal tertentu yang
sesuai untuk keperluan-keperluan tertentu pula. Pengamatan pasut dilakukan dengan
mencatat atau merekam data tinggi muka air laut pada setiap interval waktu tertentu.
Rentang pengamatan pasut sebaiknya dilakukan selama selang waktu keseluruhan
periodisasi benda-benda langit yang mempengaruhi terjadinya pasut telah kembali pada
posisinya 'semula'.

Rentang waktu pengamatan pasut yang lazim dilakukan untuk

keperluan praktis adalah 15 atau 29 piantan (1 piantan = 25 jam).


Interval waktu

pencatatan atau perkaman tinggi muka laut biasanya adalah 15, 30 atau 60 menit.
Cara yang paling sederhana untuk mengamati pasut dilakukan dengan palem atau rambu
pengamat pasut. Tinggi muka air setiap jam diamati secara manual oleh operator (pencatat)
dan dicatat pada suatu formulir pengamatan pasut. Pada palem dilukis tanda-tanda skala
bacaan dalam satuan desimeter. Pencatat akan menuliskan kedudukan tinggi muka air laut
relatif terhadap palem pada jam-jam tertentu sesuai dengan skala bacaan yang tertulis pada
palem. Muka air laut yang relatif tidak tenang membatasi kemampuan pencatatan dalam

-1-

menaksir bacaan skala. Walaupun demikian, cara ini cukup efektif untuk memperoleh data
pasut dengan ketelitian hingga sekitar 2.5 cm. Tinggi palem disesuaikan dengan karakter
tunggang air pada wilayah perairan yang diamati pola pasutnya, yang biasanya sekitar 2
hingga 3 meter.
Beberapa persyaratan untuk penempatan lokasi stasiun pasut yang harus dipenuhi antara
lain adalah:



Lokasi stasiun pasut harus menggambarkan karakteristik pasang surut di daerah
sekitarnya.



Tanah di daerah lokasi stasiun pasut harus keras (tidak berlumpur).



Lokasi stasiun pasut sebaiknya jauh dari muara sungai, untuk menghindari pengaruh
aliran serta endapan dan sampah yang terbawa menuju ke laut.



Perairan di lokasi stasiun pasut diupayakan bersih dan jernih serta tidak terganggu
oleh tetumbuhan laut yang ada di sekitarnya.




Lokasi dicari sedemikian rupa agar memudahkan pengawasan dan pemeliharaan
stasiun pasut.



Terlindung dari pengaruh ombak dan gelombang serta pengaruh lainnya secara
langsung.

2.1.2 Tipe Pasang Surut
Tipe pasang surut di berbagai daerah tidak sama, di suatu daerah dalam satu hari dapat
terjadi satu kali atau dua kali pasang surut. Secara umum tipe pasang surut di berbagai
daerah dapat dibedakan menjadi empat tipe yaitu pasang surut harian tunggal (diurnal
tide), pasang surut harian ganda (semidiurnal tide), pasang surut campuran condong ke
harian ganda (mixed tide prevailing semidiurnal), dan pasang surut campuran condong ke
harian tunggal (mixed tide prevailing diurnal).
Dengan didapatkannya nilai amplitudo dari komponen pasang surut, dapat ditentukan tipe
pasang surut yang terjadi pada lokasi, yaitu dengan melakukan perhitungan Formzall (F)
dengan persamaan sebagai berikut:
F=


AO 1  AK 1
AM 2  AS 2

di mana:
AO

=

amplitudo komponen O1

AK1

=

amplitudo komponen K1

AM2

=


amplitudo komponen M2

-2-

AS2

=

amplitudo komponen S2

Penjelasan untuk masing-masing tipe pasang surut dapat dilihat pada
Tabel 1
Bilangan
Formzall (F)
F < 0.25

0.25 < F < 1.5

1.5 < F < 3.0
F > 3.0


Tabel 1 berikut ini.

Tipe Pasang Surut.

Tipe Pasang Surut
Pasang harian ganda (semi
diurnal)
Campuran, condong ke semi
diurnal

Keterangan
Dalam 1 hari terjadi 2 kali air pasang dan 2 kali
air surut dengan ketinggian yang hampir sama
dan terjadi berurutan secara teratur
Dalam 1 hari terjadi 2 kali air pasang dan 2 kali
air surut dengan ketinggian dan periode yang
berbeda
Dalam 1 hari terjadi 1 kali air pasang dan 1 kali


Campuran, condong ke diurnal

air surut dengan ketinggian dan periode yang

Pasang harian tunggal

berbeda
Dalam 1 hari terjadi 1 kali air pasang dan 1 kali

(diurnal)

air surut

2.1.3 Analisis Harmonik Admiralty
Analisis harmonic admiralty merupakan salah satu metode peramalan pasut untuk kondisi
pasut pada saat mendatang. Dengan adanya data pasut hasil pengukuran yang terbatas,
maka kita dapat meramalkan kondisi pasut yang akan datang, yaitu dengan mengekstrak
komponen pasut utama hasil pengukuran. Untuk mengekstrak komponen utama pasut
tersebut yaitu dengan menggunakan table admiralty, dimana kita memasukan data pasut
hasil pengukuran ke dalam table dengan perhitungan sedemikian rupa sehingga kita dapat

komponen utama pasut tersebut.

2.1.4 Peramalan Pasang Surut
Setelah kesembilan komponen pasut berikut amplitudo dan fasanya diketahui, maka
perubahan elevasi muka air akibat pasang surut dihitung untuk jangka waktu tertentu.
Berdasarkan peramalan pasang surut, didapatkan data fluktuasi elevasi muka air laut
selama jangka waktu tertentu. Untuk keperluan perencanaan, ditetapkan elevasi-elevasi
yang digunakan sebagai elevasi acuan dengan cara menganalisa data ramalan pasang surut
tersebut. Analisa dilakukan dengan metode statistika.
Elevasi-elevasi pasang surut yang biasa digunakan adalah sebagai berikut:
HHWL (Highest High Water Level)

: Tinggi muka air maksimum dalam rentang waktu
yang ditinjau.

MHWS (Mean High Water Spring)

: Rata-rata dari tinggi muka air maksimum tiap
spring dalam rentang waktu yang ditinjau


-3-

MHWL (Mean High Water Level)

: Rata-rata dari tinggi muka air maksimum tiap kali
pasang dalam rentang waktu yang ditinjau

MSL (Mean Sea Level)

: Rata-rata muka air dalam rentang muka air yang
ditinjau

MLWL (Mean Low Water Level)

: Rata-rata dari tinggi muka air minimum tiap kali
surut dalam rentang waktu yang ditinjau

MLWS (Mean Low Water Spring)

: Rata-rata dari tinggi muka air minimum pada saat
spring dalam rentang waktu yang ditinjau

LLWL (Lowest Low Water Level)

: Tinggi muka air terendah dalam rentang waktu
yang ditinjau.

2.1.5 Lokasi Survey
Pengamatan pasut yang telah dilakukan pada pekerjaan ini, dilakukan pada 1(satu) stasiun
pasut dengan durasi pengukuran selama 15 hari, dengan interval pembacaan setiap 1 jam.
Alat utama yang digunakan dalam pengamatan pasut ini adalah peralatan pengukur dengan
dengan menggunakan tide log A-OTT dan rambu pasut buat pengecekan bacaan.
Untuk lebih jelasnya mengenai pengamatan pasut dapat dilihat pada penjelasan berikut ini :
1. Lokasi stasiun pasut berada di sekitar garis pantai, seperti diperlihatkan Gambar 1
berikut.

Gambar 1

Peta Lokasi Survey

-4-

2. Pengamatan pasut dilakukan selama 15 hari dengan interval waktu pengamatan
setiap 1 jam mulai dari tanggal 18 Desember 2010 sampai tanggal 01 Januari 2011.

-5-

2.1.6 Data Pasut
Dari hasil pengamatan pasut yang dilakukan selama 15 hari dengan interval waktu pengamatan pasut setiap 1 jam mulai dari tanggal 18
Desember 2010 sampai tanggal 01 Januari 2011 diperoleh data seperti pada tabel berikut ini :
Tabel 2

Data pasut

DATA PENGAMATAN PASANG - SURUTPALIPI SENDANA SULAWESI BARAT
J am/ Tgl

18-12-10

19-12-10

20-12-10

21-12-10

22-12-10

23-12-10

24-12-10

25-12-10

26-12-10

27-12-10

28-12-10

29-12-10

30-12-10

31-12-10

1/ 1/ 2011

0:00:00

288.0

277.0

269.0

274.0

275.0

283.0

295.0

292.0

310.0

330.0

307.0

308.0

310.0

297.0

294.0

1:00:00

283.0

275.0

262.0

266.0

268.0

270.0

277.0

277.0

283.0

298.0

286.0

278.0

272.0

286.0

279.0

2:00:00

270.0

273.0

264.0

262.0

263.0

263.0

261.0

268.0

281.0

272.0

269.0

275.0

270.0

270.0

270.0

3:00:00

275.0

272.0

266.0

262.0

262.0

258.0

250.0

262.0

280.0

279.0

265.0

260.0

270.0

278.0

260.0

4:00:00

271.0

272.0

271.0

270.0

274.0

258.0

262.0

260.0

274.0

267.0

273.0

253.0

256.0

254.0

257.0

5:00:00

268.0

270.0

273.0

284.0

275.0

266.0

267.0

278.0

270.0

264.0

264.0

250.0

249.0

248.0

242.0

6:00:00

261.0

269.0

274.0

275.0

278.0

276.0

280.0

275.0

287.0

281.0

276.0

299.0

252.0

254.0

256.0

7:00:00

250.0

265.0

272.0

275.0

277.0

278.0

284.0

289.0

294.0

295.0

290.0

280.0

273.0

259.0

261.0

8:00:00

250.0

258.0

260.0

268.0

274.0

280.0

290.0

298.0

298.0

302.0

303.0

298.0

297.0

270.0

268.0

9:00:00

250.0

258.0

254.0

254.0

264.0

265.0

273.0

286.0

302.0

311.0

317.0

313.0

298.0

285.0

270.0

10:00:00

270.0

260.0

250.0

248.0

240.0

252.0

260.0

276.0

285.0

304.0

320.0

315.0

315.0

299.0

279.0

11:00:00

270.0

270.0

255.0

248.0

240.0

233.0

245.0

254.0

288.0

302.0

318.0

325.0

325.0

308.0

299.0

12:00:00

295.0

285.0

264.0

253.0

245.0

233.0

238.0

244.0

263.0

290.0

299.0

322.0

326.0

315.0

324.0

13:00:00

310.0

305.0

288.0

269.0

254.0

242.0

247.0

240.0

250.0

278.0

296.0

320.0

325.0

325.0

324.0

14:00:00

328.0

320.0

315.0

290.0

275.0

256.0

253.0

243.0

254.0

271.0

292.0

303.0

325.0

333.0

330.0

15:00:00

344.0

345.0

354.0

321.0

317.0

286.0

267.0

258.0

259.0

277.0

285.0

303.0

328.0

342.0

355.0

16:00:00

348.0

356.0

375.0

350.0

332.0

308.0

302.0

280.0

276.0

282.0

280.0

300.0

323.0

345.0

333.0

17:00:00

348.0

362.0

376.0

378.0

371.0

345.0

323.0

304.0

299.0

299.0

298.0

304.0

326.0

332.0

372.0

18:00:00

344.0

354.0

369.0

386.0

388.0

371.0

322.0

343.0

314.0

315.0

310.0

309.0

319.0

327.0

356.0

19:00:00

334.0

347.0

350.0

384.0

389.0

370.0

365.0

360.0

338.0

330.0

320.0

312.0

317.0

322.0

355.0

20:00:00

323.0

331.0

330.0

374.0

382.0

382.0

375.0

370.0

348.0

338.0

327.0

315.0

315.0

320.0

329.0

21:00:00

304.0

315.0

309.0

353.0

367.0

370.0

352.0

267.0

355.0

340.0

322.0

320.0

315.0

319.0

325.0

22:00:00

298.0

296.0

290.0

316.0

342.0

352.0

349.0

352.0

342.0

336.0

329.0

320.0

312.0

305.0

307.0

23:00:00

288.0

280.0

278.0

300.0

313.0

324.0

331.0

331.0

334.0

319.0

305.0

312.0

310.0

295.0

298.0

Ket: Satuan dalam CentiMeter

-6-

Gambar 2 Grafk Pasang Surut

2.1.7 Pengolahan Data Pasut
Pada pekerjaan ini pengolahan data pasut dilakukan dengan menggunakan metode
Admiralty dan hasilnya dapat dilihat berikut ini :
1. Monaural Konstituen Pasut

S0
Amplitudo
Beda Fase

296.3
0

M2
24.4
28.5

S2

N2

K1

O1

M4

MS4

20.3
227.9

2.8
351.2

5.5
227.9

24
278.3

14.8
162.5

7.9
278.3

K2
0.3
17.4

P1
1
250.7

2. Menentukan Tipe Pasang Surut
Berdasarkan bilangan formzal, yaitu perbandingan komponen diurnal dengan komponen
semidiurnal dimana perumusannya diformulasikan pada persamaan berikut.
F=

AO1  AK 1
= 0.660
AM 2  AS 2

Maka tipe pasut Biluhu Timur termasuk pada tipe pasut campuran condong ke semi
diurnal, artinya pada umumnya dalam 1 hari terjadi 2 kali air pasang dan 2 kali air surut
dengan ketinggian dan periode yang berbeda akan tetapi pada waktu neap terjadi satu kali
pasang sehari.

-7-

3. Menghitung Elevasi Muka Air
Elevasi pasang surut (muka air penting) yang diperoleh pada pengamatan pasut di lokasi
Sekitar Muara Cikaso ini adalah sebagai berikut:
Highest Water Spring (HWS)

= 388.4 cm = 3.884 m

Mean High Water Spring(MHWS) = 374.0 cm = 3.740 m
Mean High Water Level (MHWL) = 331.0 cm = 3.310 m
Mean Sea Level

(MSL)

= 296.3 cm = 2.963 m

Mean Low Water Level (MLWL) = 260.8 cm = 2.608 m
Mean Low Water Spring (MLWS) = 235.7 cm = 2.357 m
Lowest Water Spring (LWS)

= 227.2 cm = 2.272 m

4. Elevasi Muka Air Acuan Referensi LWS
Adapun elevasi pasang surut dengan acuan referensi LWS adalah sebagai berikut:
Highest Water Spring (HWS)

= 161.2 cm = 1.612 m

Mean High Water Spring(MHWS) = 146.8 cm = 1.468 m
Mean High Water Level (MHWL) = 103.8 cm = 1.038 m
Mean Sea Level

(MSL)

= 69.10 cm = 0.691 m

Mean Low Water Level (MLWL) = 33.6 cm = 0.336 m
Mean Low Water Spring (MLWS) =
Lowest Water Spring (LWS)

=

8.50 cm = 0.085 m
0.0 cm = 0.000 m

2.2 Survey Bathymetri
Pekerjaan survei dan pemetaan laut (surta laut) pada dasarnya merupakan proses
penggambaran keadaan fsik daerah perairan melalui data ukuran hasil pengukuran di
lapangan. Data-data tersebut merupakan data-data yang memvisualisasikan kondisi
perairan secara horisontal dan vertikal. Dengan demikian berarti bahwa untuk setiap titik
yang berada di dasar laut dapat diketahui berapa kedalaman dan dimana letaknya pada
satu sistem koordinat tertentu.

Pada dasarnya pekerjaan surta laut sangat luas cakupannya. Hal ini dapat dilihat dari
defnisi hidrograf yang dikeluarkan oleh PBB : “ Hidrograf adalah ilmu yang mempelajari
tentang bagaumana mengukur (measure), menjelaskan (describe) dan melukiskan (depict)
tentang konfgurasi dasar laut (batimetri, geologi dan geofisika), hubungan geografs
daratan dan laut serta sifat dan dinamika air laut”. Dari defnisi ini tampak jelas bahwa

-8-

spektrum kegiatan surta laut sangat luas diantaranya menyangkut survei geologi, geodesi,
geofsika dan oseanograf.

Dalam bidang geodesi pekerjaan paling utama dalam surta laut adalah survei bathymetri.
Kegiatan

dalam

survei

bathymetri

meliputi

kegiatan-kegiatan

seperti

pengukuran

kedalaman, pengamatan pasut, penentuan posisi horisontal fx perum, pengukuran titik
kerangka dasar dan lain-lain.

Survei bathymetri atau sering disebut dengan pemeruman adalah proses dan aktivitas yang
ditujukan untuk memperoleh gambaran (model) bentuk permukaan (topograf) dasar
perairan

(seabed

surface).

Proses

penggambaran

dasar

perairan

tersebut

(sejak

pengukuran, pengolahan hingga visualisasinya) disebut sebagai survei bathymetri.

2.2.1 Penentuan lajur survey
Pemeruman dilakukan dengan membuat profl (potongan) pengukuran kedalaman. Lajur
perum dapat berbentuk garis-garis lurus, lingkaran-lingkara konsentrik, atau lainya sesuai
metode yang digunakan untuk penentuan posisi titik fks perumnya. Lajur-lajur perum
didesain sedemikian rupa sehingga memungkinkan pendeteksian perubahan kedalaman
yang

lebih

eksterm.

Untuk

itu,

desain

lajur-lajur

perum

harus

memperhatikan

kecenderungan bentuk dan topograf pantai sekitar perairan yang akan di survei. Agar
mampu mendeteksi perubahan kedalaman yang lebih ekstrem lajur perum dipilih dengan
arah yang tegak lurus terhadap kecenderungan arah garis pantai.

JALUR SOUNDING

Laut

PANTAI

-9Darat

Gambar 3 Pergerakan perahu dalam menyusuri jalur sounding

2.2.2 Jenis peralatan dan penerapan
Pengukuran kedalaman dilakukan dengan metode akustik. Metode ini memanfaatkan
pantulan gelombang bunyi yang dibangkitkan oleh alat perum gema (echosounder). Jenis
echosounder yang diperkenankan untuk digunakan dalam pemeruman pada umumnya
memiliki frekuensi antara 12 hingga 7000 khz. Echosounder yang lazim digunakan adalah
echosounder dengan frekuensi 150 – 500 khz dengan ketelitian kedalaman maksimum
adalah 1 desimeter atau 10 cm.

Gambar 4

Reader alat GPSMap yang digunakan dalam survei batimetri.

SATELIT

TAMPAK SAMPING

TAMPAK BELAKANG
READER

ANTENA

ANTENA

Permukaan Air Laut

TRANDUSER

TRANDUSER

-10DASAR LAUT

Gambar 5 Penempatan GPSMap (tranduser, antena, reader) di perahu

2.2.3 Garis Pantai
Garis pantai merupakan garis pertemuan antara pantai (daratan) dan air (lautan). Walaupun
secara periodik permukaan air aut selalu berubah, suatu tinggi muka air tertentu yang tetap
harus dipilih untuk menjelaskan posisi garis pantai. Pada peta laut biasanya digunakan garis
air tinggi (high water line) sebagai garis pantai. Sedangkan untuk acuan nol kedalaman dan
kedalaman biasanya digunakan garis air rendah(low water line). Garis pantai dan garis nol
kedalaman harus digambarkan di peta batimetri/topograf yang dibuat.
Sebelum kegiatan pengukuran garis pantai dilakukan, sebaiknya terlebih dahulu harus
dilakukan survei pendahuluan untuk mengenal karakteristik pantai yang akan ditemui. Hal
ini dapat dilakukan dengan cara memeriksa peta-peta lama yang tersedia. Kegiatan ini
dapat dianggap sebagai bagian dari kegiatan perencanaan sebelum survei lapangan
diaksanakan. Berdasarkan informasi awal ini, dapat ditentukan metode dan peralatan apa
yang akan digunakan untuk penentuan garis pantai.

2.2.4 Kalibrasi dan Pemeriksaan Sonar
Cara yang efektif untuk menjaga ketelitian pemeruman adalah dengan melakukan kalibrasi
menggunakan cakra tera (barcheck). Kalibrasi ini sangat membantu untuk mendapatkan
ukuran kedalaman yang benar akibat beberapa sumber kesalahan sekaligus.
Barcheck

terbuat

dari

lempeng

logam

berbentuk

lingkaran

atau

segiempat

yang

digantungkan pada tali atau rantai berskala dan diletakkan dibawah transduser.
Tali atau rantai berskala dipakai sebagai pembanding hasil pengukuran dengan alat perum
gema. Pembandingan pengukuran kedalaman dilakukan untuk setiap perubahan kedalaman,
mulai dari kedalaman 0 hingga kedalaman maksimum yang akan diperum dengan interval 1
m.
Kalibrasi dengan barcheck dilakukan setelah pengesetan pulsa awal 0 dilakukan (goresan
saat pena stilus mendapatkan arus listrik dari gelombang pancar ditepatkan pada skala 0)
dan dimulai dari kedalaman tali skala barcheck 1 meter. Setelah itu , kedudukan barcheck

-11-

diturunkan dengan selang satu meter hingga kedalaman maksimum daerah yang akan
diperum. Selanjutnya, dari kedalaman maksimum, tali barcheck ditarik dengan selang 1
meter hingga kembali pada kedudukan 1 meter.

2.2.5 Syarat Kartograf
Teknik yang paling sederhana untuk menarik garis kontur adalah dengan teknik triangulasi
menggunakan interpolasi linier. Grid dengan interval yang seragam dibangun diatas sebaran
titik-titk tersebut. Nilai kedalaman disetiap titik-titik grid dihitung berdasarkan tiga titik
kedalaman terdekat dengan pembobotan menururt jarak. Dari angka-angka kedalaman di
setiap titik-titik grid, dapat dihubungkan dari titik-titik yang mempunyai nilai kedalaman
yang sama.
IHO telah merekomendasikan setidaknya enam aspek kartograf yang ditampilkan dalam
peta laut, yaitu: datum vertikal, datum horizontal, sistem proyeksi, sistem satuan, ketelitian
(skala), simbol dan warna (Tabel 3.2.5). Aspek kartograf ini telah diadopsi dalam peta laut
Dishidros AL
Konsultan diperkenankan membuat simbolisasi dan warna yang berbeda untuk item-item
yang belum tercantum dalam ketentuan IHO.
ASPEK
Datum vertikal

KETENTUAN
Lokal dengan chart datum , disebutkan kedudukan muka

Datum

surutannya terhadap duduk tengah
Titik kontrol horisontal pad elipsoida referensi WGS ' 84

horisontal

dalam sistem gratikul (jaring garis proyeksi lintang dan
bujur) pada interval 10-20 cm di peta dengan graduation
frame (skala pembagi gratikul) di tepi-tepi batas muka

Sistem proyeksi

Sistem satuan
Ketelitian

Simbol
warna

dan

petanya
Mercator untuk 75° LU - 75° LS
Polar Stereografs untuk 75° - 90° LU dan
75° - 90° LS
Metrik, dalam meter atau mil laut
1 : 10.000 untuk bandar, pelabuhan, alur pelayaran dan
perairan wajib pandu
1 : 20.000 untuk alur pendekatan pelabuhan dan
perairan lain yang digunakan teratur untuk pelayaran
1 : 50.000 untuk daerah pantai sampai kedalaman ratarata
sekurang-kurangnya 30 m
1 : 50.000 - 1 : 100.000 untuk daerah dengan kedalaman
30 m sampai 200 m
Peta konvensional : mengikuti Peta Laut Dishidros dan
Bakosurtanal

Tabel 3 Tabel Aspek Kartograf Rekomendasi IHO

-12-

2.2.6 Prosedur Pemeruman
Echosounder yang digunakan harus sesuai dengan syarat pada sub bab sebelumnya.
Echosounder harus dapat beroperasi setidaknya 6 jam non stop per hari dengan
menggunakan catu daya listrik yang ringkas dan dapat dioperasikan di atas kapal bermotor
tunggal.
Data posisi dari GPS yang digunakan harus dapat terintegrasi dengan data echosounder
baik dengan metode manual (fx perum line) atau dengan metode digital (terintegrasi dalam
komputer).
Wahana apung yang digunakan untuk melakukan pemeruman harus aman, seimbang dan
dapat berjalan pada kecepatan yang relatif tetap dan lamban (3-7 knot). Hal ini untuk
menjaga konsistensi pemeruman agar berada sesuai jalur yang direncanakan. Kapal yang
digunakan juga harus mudah bermanuver dan dapat menjangkau perairan yang dangkal.
Kalibrasi alat echosounder dilakukan dengan metode barcheck dan dilakukan tepat sebelum
pemeruman berlangsung. Pengukuran kedalaman dilakukan secara simultan dengan
pengukuran posisi di laut dan pengamatan pasang surut air laut. Data-data ini diolah untuk
mendapatkan informasi kedalaman pengukuran, posisi horizontal, waktu, reduksi pasut dan
koreksi barcheck di setiap titik fx perum.

2.2.7 Rumusan Kedalaman Sebenarnya
Setiap pengukuran kedalaman yang dilakukan menggunakan wahana apung memiliki
ketergantungan pada waktu pengukuran, tinggi muka air terhadap nol ketinggian, kondisi
fsis perairan (suhu, salinitas dan berat jenis air laut). Dengan demikian data kedalaman
yang diperoleh perlu direduksi untuk mengetahui kedalaman sebenarnya sebelum dilakukan
penandaan titik fx perum di atas peta.
Kedalaman sebenarnya diperoleh dengan mengkoreksi kedalaman pengukuran terhadap
beberapa parameter, yaitu reduksi pasut, koreksi barcheck dan waktu pengukuran. Adapun
penelitian pengaruh suhu air, salinitas dan berat jenis ari terhadap penjalaran gelombang
akustik dapat dianggap terkoreksi bersamaan dengan koreksi barcheck. Pengaruh ini
biasanya sangat kecil dan kurang dari 0.5 dm.

-13-

2.3 Pengukuran Arus
2.3.1 Umum
Lokasi pengukuran dilakukan di satu stasiun dimana posisi stasiun pengamatan arus
tersebut mewakili kondisi arus di area survey.
Pengukuran arus dilakukan selama 25 jam atau satu siklus pasut yaitu dari saat surut
sampai dengan saat surut berikutnya atau pada saat pasang ke saat pasang berikutnya
dengan interval waktu pengukuran satu jam. Pengukuran arus dilakukan pada tiga lapisan
kedalaman, yaitu 0.2 d, 0.6 d dan 0.8 d pada saat kondisi pasang purnama (spring tide) dan
pasang perbani (neap tide).

2.3.2 Metoda Pengukuran
Instrumen yang digunakan untuk pengukuran arus pada survei ini adalah Current Meter,
yang merupakan instrumen pengukur arus mekanik.

Alat pengukuran arus ini seperti

diperlihatkan pada gambar berikut ini.

b. Current Meter

a. Peralatan Pengukuran Arus
Gambar 6

Kegiatan Pengukuran Arus

2.3.3 Hasil Pengolahan Data
Pengolahan data pengukuran dilakukan berdasarkan variasi temporal dari kecepatan
(magnitude) dan arah (direction) arus. Selanjutnya analisis dilakukan pada setiap lapisan
kedalaman yang diukur. Untuk keperluan deskripsi pola arus setempat, data pengamatan
arus divisualisasikan dalam bentuk diagram polar dan grafk kecepatan arus yang
direpresentasikan menurut waktu (time series) sehingga dapat diketahui distribusi kekuatan

-14-

dan arah arus di area survei.
Pola distribusi sebaran kecepatan arus yang ada dan arah asal arus ditunjukkan pada
gambar berikut :
Distribusi Kecepatan dan Arah Arus Dominan
Lokasi : Palipi Majene Sulbar

Arah

Kecepatan (m/dtk)

Jumlah

< 0.1

0.1 - 0.2

0.2 - 0.3

> 0.3

Utara

1.0

0.0

0.0

0.0

1.0

Timur Laut

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

Timur

1.0

1.0

0.0

0.0

2.0

Tenggara

3.0

0.0

0.0

0.0

3.0

Selatan

6.0

0.0

0.0

0.0

6.0

Barat Daya

0.0

0.0

0.0

0.0

0.0

Barat

2.0

1.0

0.0

0.0

3.0

Barat Laut

10.0

0.0

0.0

0.0

10.0

Prosentase Kejadian

25.0

Prosentase Data Tidak Tercatat

0.0

Prosentase Kejadian Total

25.0

Gambar 7

J enis tongkat menunjukkan kecepatan arus.
Panjang tongkat menunjukkan persentase kejadian.

Distribusi Prosentasi Kejadian Arus Dominan Dan Arahnya

-15-

2.4 Survey Topograf
2.4.1 Pembuatan Bench Mark (BM)
Pada kegiatan ini dilakukan pembuatan BM dan pemasangannya dilakukan tersebar merata
di lokasi pekerjaan dengan memperhatikan berbagai macam aspek sehingga BM tersebut
mudah diakses serta kestabilan dan keamanannya terjaga. Untuk pengukuran posisi
horisontal BM dilakukan dengan menggunakan metode pengukuran Poligon dimana arah
atau Azimut atau sudut jurusan awal didapatkan dengan cara melakukan pengamatan
matahari. Adapun pengukuran posisi horisontal ini dilakukan dengan menggunakan
peralatan Theodolit untuk mendapatkan ukuran sudut dan alat ukur EDM (Electronic
Distance Meter) untuk mendapatkan ukuran jarak.

2.4.2 Pengukuran Kerangka Dasar Horisontal
2.4.2.1 Umum
Untuk pengukuran kerangka dasar horisontal (KDH) alat yang digunakan yaitu Peralatan
Theodolit TS (Total Station) untuk mendapatkan ukuran Sudut dan alat ukur EDM (Electronic
Distance Meter) untuk mendapatkan ukuran Jarak.
Pengukuran KDH dimaksudkan untuk mendapatkan posisi dari setiap BM atau titik poligon
dengan mengacu kepada titik-titik BM baru yang telah dipasang yang dijadikan sebagai titik
referensi.

2.4.2.2 Metoda Pengukuran
Pengukuran kerangka dasar horisontal (KDH) dilakukan dengan menggunakan metode
pengukuran poligon dengan menggunakan alat Theodolit TS dan EDM. Metode poligon yang
digunakan yaitu metode poligon terikat. Pada metode ini awal dan akhir pengukuran terikat
pada BM yang sudah diketahui koordinatnya.

2.4.2.3 Korordinat BM Hasil Pengukuran Poligon
Dari hasil pengukuran poligon dan pengolahan data dengan menggunakan Metoda Bowditch
diperoleh koordinat Benchmark dalam sistem UTM seperti diuraikan dalam tabel berikut.
Tabel 4 Koordinat BM dalam Sistem Koordinat UTM
BENCMARK
BM 01DKP

X
706122.834

-16-

Y
9633599.784

BM 02DKP
706285.846
BM 03DKP
705717.360
CP 01DKP
706134.213
CP 02DKP
706142.692
CP 03DKP
706573.141
CP 04DKP
706260.840
satuan dalam meter

9633775.705
9633476.702
9633607.795
9633701.112
9634084.481
9633734.523

2.4.3 Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal
2.4.3.1 Umum
Untuk pengukuran kerangka dasar vertikal (KDV) alat yang digunakan yaitu waterpass (WP)
WILD NAK2. Karakteristik alat yang digunakan yaitu :


Alat sipat datar optik



Konstruksi rambu : lipat



Interval pembacaan rambu 10 mm



Konstruksi tripod : kaku

Pengukuran KDV dimaksudkan untuk mendapatkan nilai ketinggian dari setiap BM dengan
acuan tingginya yaitu muka laut terendah dari hasil pengamatan pasut selama 15 hari yaitu
sebesar 0,006 m dari nol rambu pasut.

2.4.3.2 Hasil Pengukuran Sipat Datar
Dari hasil pengukuran sipat datar dan hitungan Tinggi/Elevasi menggunakan Metode
Perataan Kuadrat Terkecil diperoleh nilai elevasi berdasarkan datum referensi dari LWS
sebagai berikut.

Tabel 5 Elevasi BM terhadap LWS
BENCMARK
BM 01DKP
BM 02DKP
BM 03DKP
CP 01DKP
CP 02DKP
CP 03DKP

ELEVASI
2.762
2.968
5.360
3.312
2.558
3.378

-17-

CP 04DKP
2.949
satuan dalam meter

2.4.4 Pengukuran Situasi
2.4.4.1 Umum
Pengukuran situasi dilakukan untuk mengambil data rinci lapangan, baik objek alam maupun
bangunan-bangunan, jembatan, jalan dan sebagainya. Objek-objek yang diukur kemudian
dihitung posisi horisontal dan vertikalnya (x,y,z). Untuk selanjutnya garis kontur untuk
masing-masing ketinggian dapat ditentukan dengan cara interpolasi.

2.4.4.2 Metoda Pengukuran
Pengukuran rinci/situasi dilaksanakan memakai metoda tachymetri dengan cara mengukur
besar sudut dari poligon (titik pengamatan situasi) kearah titik rinci yang diperlukan
terhadap arah titik poligon terdekat lainnya, dan juga mengukur jarak optis dari titik
pengamatan situasi. Pada metoda tachymetri ini didapatkan hasil ukuran jarak dan beda
tinggi antara stasiun alat dan target yang diamati.

Dari sebaran titik-titik detil situasi yang diambil melalui pengukuran tachymetri dapat
diperoleh posisi titik-titik dilapangan yang nantinya akan digunakan untuk melakukan
interpolasi untuk mendapatkan kontur ketinggian yang mewakili keadaan sebenarnya
dilapangan.

-18-