SEJARAH MAJAPAHIT YANG TERLUPAKAN yamin

Inilah Sejarah Majapahit Yang Terkubur dan Dilupakan

Sejarah Kerajaan Majapahit Yang
Terkubur dan Terlupakan
Majapahit, adalah sebuah Kerajaan besar. Sebuah Emperor dunia yang
ditakuti dan disegani lawan. Wlayahnya membentang dari ujung utara
pulau Sumatera, sampai Papua. Bahkan, Kerajaan Malaka yang sekarang
dikenal dengan nama Malaysia, termasuk wilayah Kerajaan Majapahit.
Juga Kerajaan Champa yang sekarang dikenal sebagai wilayah pesisir di
Vietnam, takluk dan termasuk wilayah Kerajaan Majapahit. Jadi bisa
sedikit dibayangkan, wilayah Kerajaan Majapahit sebesar wilayah
negara-negara ASEAN pada masa sekarang!
Pada masa lalu, Kerajaan besar adalah sebuah kerajaan yang ada diatas
banyak kerajaan lain. Mereka diajak bergabung menjadi satu kekuatan,
dimana Kerajaan paling kuat yang ada diatasnya, kerajaan itu melindungi
ratusan kerajaan-kerajaan kecil yang ada dibawahnya.
Pada masa kini mungkin mirip Amerika Serikat (United State of
America) yang terdiri dari beberapa negara bagian (state). Juga Uni
Soviet (sekarang Russia) yang pada pasca perang dunia, juga terdiri dari
banyak negara (state) yang bergabung dibawahnya.
Dan terakhir adalah ASEAN (Asosiation of South East Asia Nations) yang

terdiri dari bangsa serumpun. Juga dibentuknya Uni Eropa (European
Union) yang bersatu, yang dibawahnya terdiri dari beberapa negara
Monarki di Eropa.
Atau juga Uni Emirat Arab, yang dulunya terdiri dari beberapa raja-raja
Arab, namun setelah masuknya bangsa Eropa dan diadu domba, kini
akhirnya mereka terpecah-pecah kembali, lalu dibuatlah Liga Arab (Arab
League).

Majapahit Empire

Penggabungan adalah kekuatan, mirip pepatah, jadilah seperti sapu lidi
yang jika digabungkan akan kuat dan bisa menyapu segalanya, namun
jika terpisah maka akan ringkih, tak dapat berbuat apa-apa dan mudah
dipatahkan.
Pada era Kerajaan Majapahit, mereka saling berdagang dan saling
berbagi segala hal, menjadikannya perekonomian wilayah itu makmur
karena hasil alam yang berlimpah dan perekonomian yang maju,
menjadikan banyak iri hati pada kerajaan diluar wilayah mereka.
Dalam hal ini, salah satu Kerajaan yang terbesar di Asia Tenggara pada
masa lalu adalah Kerajaan Majapahit, yang ada di wilayah pada masa lalu

itu, disebut sebagai Nusantara (Niswantoro).
Berdirinya Majapahit

Silsilah wangsa Rajasa, keluarga penguasa Singhasari dan Majapahit. Penguasa ditandai dalam gambar
ini. (wikimedia)

Majapahit berdiri pada tahun 1293 Masehi. Didirikan oleh Raden
Wijaya (raja / penguasa pertama Majapahit) yang lantas setelah
dikukuhkan
sebagai
Raja
beliau
bergelarShrii
Kertarajasha
Jayawardhana.
Eksistensi Majapahit sangat disegani diseluruh dunia. Di wilayah Asia,
hanya Majapahit yang ditakuti oleh Kekaisaran Tiongkok China. Di Asia
ini, pada abad XIII, hanya ada dua Kerajaan besar, yaitu Tiongkok dan
Majapahit.
Lambang Negara Majapahit adalah Surya. Benderanya berwarna Merah

dan Putih. Melambangkan darah putih dari ayah dan darah merah dari
ibu. Lambang nasionalisme sejati. Lambang kecintaan pada bhumi
pertiwi. Karma Bhumi.
Dan
pada
jamannya,
bangsa
kita
pernah
menjadi
Negara
adikuasa, superpower, layaknya Amerika dan Inggris sekarang. Pusat
pemerintahan ada di Trowulan, sekarang didaerah Mojokerto, Jawa
Timur. Pelabuhan Internasional-nya waktu itu adalah Gresik.
Agama resmi Negara adalah Hindhu aliran Shiwa dan Buddha. Dua
agama besar ini dikukuhkan sebagai agama resmi Negara. Sehingga
kemudian muncul istilah agama Shiva-Buddha.

Nama Majapahit sendiri diambil dari nama pohon kesayangan Deva
Shiva, Avatara Brahman, yaitu pohon Bilva atau Vilva. Di Jawa pohon ini

terkenal dengan nama pohon Maja, dan rasanya memang pahit. Maja
yang pahit ini adalah pohon suci bagi penganut agama Shiva, dan nama
dari pohon suci ini dijadikan nama kebesaran dari sebuah Emperor di
Jawa.
Dalam bahasa Sanskerta (Sanskrit), Majapahit juga dikenal dengan
nama Vilvatikta(Wilwatikta. Vilva: Pohon Maja, Tikta : Pahit). Sehingga,
selain Majapahit ( baca : Mojopait) orang Jawa juga mengenal Kerajaan
besar ini dengan nama Wilwatikta (Wilwotikto).
Kebesaran Majapahit

Lukisan ilustrasi Sri Gitarja atau Ratu Tribhuwana Tunggadewi Jayawishnu Wardhani (penguasa ke-3
Majapahit) beserta pasukannya.

Kebesaran Majapahit mencapai puncaknya pada zaman pemerintahan
ketiga oleh Tribhuwana Wijayatunggadewi (atau disingkat Tribhuwana)
atau Sri Gitarja atau Dyah Gitarja atau Ratu Tribhuwanatunggadewi
Jayawishnuwardhani(penguasa ke-3 Majapahit).
Sri
Ratu Tribhuwana
Wijayatunggadewi adalah

penguasa
ketiga
Majapahit yang memerintah pada tahun 1328 hingga tahun 1351.
Kanjeng Sri Ratu Tribhuwana merupakan putri dari Raden Wijaya dan
Gayatri.
Dari prasasti Singasari (1351) diketahui gelar abhisekanya ialah Sri Ratu
Tribhuwanottunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani.
Diakhir pemerintahannya, Sri Ratu mengangkat dan melantik seorang
Maha Patih bernama Gajah Mada, hingga berganti tongkat kerajaan
Majapahit ke pemerintahan Hayam Wuruk.

Sri Ratu memiliki adik kandung bernama Dyah Wiyat dan kakak tiri
bernama Jayanagara. Pada masa pemerintahan Jayanagara (1309-1328)
ia diangkat sebagai penguasa bawahan di Jiwana bergelar Bhre
Kahuripan.
Majapahit akhirnya mencapai zaman keemasan pada masa pemerintahan
Prabhu Hayam Wuruk (penguasa ke-4 Majapahit) (1350-1389 M)
dengan Mahapatih Gajah Mada yang kesohor dipelosok Nusantara itu.
Pada masa itu pun kemakmuran benar-benar dirasakan seluruh rakyat
Nusantara.


Lukisan ilustrasi saat Gajah Mada masih muda sedang mengangkat senjata Keris dikala latihan bela diri.
Tampak pula Sri Ratu Tribhuwanottunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani, penguasa Majapahit ke-3
(kanan belakang) sedang memperhatikannya dari belakang. Gajah Mada sangat pintar dalam tak-tik perang,
pemberani dan setia. Lalu, Sri Ratu di ujung pemerintahannya, akhirnya mengangkat Gajah Mada menjadi
Maha Patih hingga Hayam Wuruk menggantikan Sri Ratu, yang akhirnya Gajah Mada sang Panglima Perang
menjadi tersohor di dunia.

Benar-benar zaman yang gilang gemilang! Stabilitas Majapahit sempat
koyak akibat perang saudara selama lima tahun yang terkenal dengan
nama Perang Paregreg (1401-1406 M).
Peperangan ini terjadi karena Kadipaten Blambangan (Majapahit istana
timur) yang dipimpin Bhre Wirabhumi, hendak melepaskan diri dari
pusat
Pemerintahan
(Majapahit
istana
barat)
yang
dipimpin Wikramawardhana (penguasa ke-5 Majapahit).


Blambangan yang diperintah oleh Bhre Wirabhumi berhasil ditaklukkan
oleh seorang ksatria berdarah Blambangan sendiri yang membelot ke
Majapahit, yaitu Raden Gajah.

Arca Dewi Parwati sebagai perwujudan Tribhuwanottungadewi, ratu Majapahit. (wikimedia)

Kisah diatas ini terkenal didalam masyarakat Jawa dalam cerita rakyat
pemberontakan
Adipati
Blambangan Kebo
Marcuet.
(Kebo
=
Bangsawan, Marcuet = Kecewa). Kebo Marcuet berhasil ditaklukkan
oleh Jaka Umbaran. (Jaka = Perjaka, Umbaran = Pengembara).
Dan Jaka Umbaran setelah berhasil menaklukkan Adipati Kebo Marcuet,
dikukuhkan sebagai Adipati Blambangan dengan nama Minak Jingga.
(Minak = Bangsawan, Jingga = Penuh Keinginan).
Adipati Kebo Marcuet inilah Bhre Wirabhumi, dan Minak Jingga tak lain

adalah Raden Gajah, keponakan Bhre Wirabhumi sendiri. Namun,
sepeninggal Prabhu Wikramawardhana, ketika tahta Majapahit
dilimpahkan
kepada Dyah
Ayu
Kencana
Wunguatau Ratu
Suhita (ratu / penguasa ke-6 Majapahit).
Malahan Raden Gajah yang kini hendak melepaskan diri dari pusat
pemerintahan, karena merasa diingkari janjinya.
Dan tampillah Raden Paramesywara, yang berhasil memadamkan
pemberontakan Raden Gajah. Pada akhirnya, Raden Paramesywara
diangkat sebagai suami oleh Ratu Suhita.

Dalam cerita rakyat, inilah kisah Damar Wulan. Ratu Suhita tak lain
adalah Kencana Wungu. (Kencana = Mutiara, Wungu = Pucat pasi,
ketakutan). Dan Raden Paramesywara adalah Damar Wulan (Damar =
Pelita, Wulan = Sang Rembulan).
MAJAPAHIT DAN KESULTANAN CHAMPA
Kondisi Majapahit stabil lagi. Hingga pada tahun 1453 Masehi, tahta

Majapahit dipegang oleh Raden Kertabhumi yang lantas terkenal
dengan
gelar Prabhu
Brawijaya (Bhre
Wijaya).
Nama gelar
Brawijaya dipakai dari Brawijaya-1 sampai dengan Brawijaya-6. Pada
zaman pemerintahan beliau inilah, Islamisasi mulai merambah wilayah
kekuasaan Majapahit, dimulai dari Malaka. Dan kemudian, mulai masuk
menuju ke pusat kerajaan, ke pulau Jawa.
Kisahnya adalah sebagai berikut :
Di wilayah Kamboja timur, dulu terdapat Kerajaan kecil yang masuk
dalam wilayah kekuasaan Majapahit, namanya Kerajaan Champa atau
Campadesa / Chăm Pa / Chiêm Thành (Sekarang hanya menjadi
perkampungan Champa di Vietnam).
Kerajaan ini berubah menjadi Kerajaan Islam semenjak Raja Champa
memeluk agama baru itu. Keputusan ini diambil setelah seorang ulama
Islam yang datang dan berkhotbah dari Samarqand, Bukhara. (Sekarang
didaerah Rusia Selatan). Ulama ini bernama Syeh Ibrahim AsSamarqand. Selain berpindah agama, Raja Champa bahkan mengambil
Syeh Ibrahim As-Samarqand sebagai menantu.


Kerajaan Champa (kini daerah Vietnam). Wilayah Champa sekitar tahun 1100 SM, digambarkan dalam
warna hijau, terletak di sepanjang pantai Vietnam. Ke utara (warna kuning) terletak Đại Việt; ke barat
(warna biru), Angkor.

Raja Champa memiliki dua orang putri. Yang sulung bernama Dewi
Candrawulan dan yang bungsu bernama Dewi Anarawati. Syeh Ibrahim
As-Samarqand dinikahkan dengan Dewi Candrawati.
Dari hasil pernikahan ini, lahirlah dua orang putra, yang sulung bernama
Sayyid ‘Ali Murtadlo, dan yang bungsu bernama Sayyid ‘Ali Rahmad.
Karena berkebangsaan Champa (Indo-china), Sayyid ‘Ali Rahmad juga
dikenal dengan nama Bong Swie Hoo. (Nama Champa dari Sayyid ‘Ali
Murtadlo, Raja Champa, Dewi Candrawulan dan Dewi Anarawati, saya
belum mengetahuinya).
Kerajaan Champa masih dibawah kekuasaan Kerajaan Besar Majapahit
yang berpusat di Jawa. Pada waktu itu Majapahit diperintah oleh Bre
Kertabhumi atau
Prabhu Brawijaya-5 (raja
ke-11
Majapahit) semenjak tahun 1453 Masehi.

Beliau
didampingi
oleh
adiknya Raden
Purwawisesha atau Girishawardhana atau Brawijaya-3 (raja
ke-9
Majapahit)sebagai Mahapatih. Pada tahun 1466, Raden Purwawisesha
mengundurkan diri dari jabatannya, dan sebagai penggantinya

diangkatlah Bhre
Pandhansalas atauSuraprabhawa atau Brawijaya4 (raja ke-10 Majapahit).
Namun dua tahun kemudian, yaitu pada tahun 1468 Masehi, Bhre
Pandhansalas juga mengundurkan diri. Praktis semenjak tahun 1468
Masehi pada saat Brawijaya-5 atau Bhre Kertabumi, maka gelar Prabhu
Brawijaya-5 memerintah Majapahit tanpa didampingi oleh seorang
Mahapatih.
Apakah gerangan dalam masa pemerintahan Prabhu Brawijaya-5 terjadi
dua kali pengunduran diri dari seorang Mahapatih? Sebabnya tak lain
dan tak bukan karena Prabhu Brawijaya-5 terlalu lunak dengan etnis
China dan orang-orang Muslim.

Lukisan ilustrasi, Utusan / Duta dari Kerajaan Tiongkok sedang mengunjungi Kerajaan Majapahhit.

Diceritakan, begitu Prabhu Brawijaya-5 naik tahta, Kekaisaran Tiongkok
mengirimkan seorang putri China yang sangat cantik sebagai
persembahan kepada Prabhu Brawijaya-5 untuk dinikahi.
Hal ini dimaksudkan sebagai tali penyambung kekerabatan antara
Kerajaan Majapahit denganKekaisaran Tiongkok.
Putri dari Kekaisaran Tiongkok ini bernamaTan Eng Kian. Sangat
cantik. Tiada bercacat.
Karena kecantikannya, setelah Prabhu Brawijaya-5 menikahi putri dari
Tiongkok ini, praktis beliau hampir-hampir melupakan istri-istrinya yang
lain. Prabhu Brawijaya-5 banyak memiliki istri, dari berbagai istri beliau,
lahirlah tokoh-tokoh besar. Pada kesempatan lain, saya akan
menceritakannya.

Ketika putri Tan Eng Kian tengah hamil tua, rombongan dari Kerajaan
Champadatang menghadap. Raja Champa sendiri yang datang, diiringi
oleh para pembesar Kerajaan dan ikut juga dalam rombongan, Dewi
Anarawati atau nama lainnya adalahDwarawati.
Raja Champa banyak membawa upeti sebagai tanda takluk. Dan salah
satu upeti yang sangat berharga adalah, Dewi Anarawati sendiri. Melihat
kecantikan putri berdarah Indo-China ini, Prabhu Brawijaya terpikat.
Dan begitu Dewi Anarawati telah beliau peristri, Tan Eng Kian, putri
China yang tengah hamil tua itu, seakan-akan sudah tidak ada lagi di
istana. Perhatian Prabhu Brawijaya kini beralih kepada Dewi Anarawati.
Saking tergila-gilanya, manakala Dewi Anarawati meminta agar Tan Eng
Kian disingkirkan dari istana, Prabhu Brawijaya menurutinya.

“Surya” Majapahit

Kemudian, Tan Eng Kian diceraikan. Lantas putri China yang malang ini
diserahkan kepada Adipati Palembang, Arya Damar untuk diperistri.
Adipati Arya Damar sesungguhnya juga peranakan China. Dia adalah
putra selir Prabhu Wikramawardhana, Raja Majapahit yang sudah
wafat yang memerintah pada tahun 1389-1429 Masehi, dengan seorang
putri China pula.
Nama China Adipati Arya Damar adalah Swan Liong. Menerima
pemberian seorang janda dari Raja adalah suatu kehormatan besar. Perlu
dicatat, Swan Liong adalah China Muslim.
Dia masuk Islam setelah berinteraksi dengan etnis China di Palembang,
dari keturunan pengikut Laksamana Muslim asal Tiongkok Cheng
Ho (Zheng He) yang sudah tinggal lebih dahulu di Palembang.

Oleh karena itulah, Palembang waktu itu adalah sebuah Kadipaten
dibawah kekuasaan Majapahit yang bercorak Islam. Artinya, para era
Kekuasaan Majapahit, sudah ada kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara.
Adipati Arya Damar menunggu kelahiran putra yang dikandung Tan Eng
Kian sebelum ia menikahinya. Begitu putri China ini selesai melahirkan,
dinikahilah dia oleh Arya Damar.
Anak yang lahir dari rahim Tan Eng Kian, hasil dari pernikahannya
dengan Prabhu Brawijaya-5, adalah seorang anak lelaki. Diberi nama Tan
Eng Hwat. Karena ayah tirinya Muslim, dia juga diberi nama muslim,
Hassan.

Bendera Kerajaan Champa.

Kelak di Jawa, dia terkenal dengan nama Raden Patahatau Jin
Bun bergelar Senapati
Jimbun atauPanembahan
Jimbun (lahir:
Palembang, 1455; wafat: Demak, 1518) adalah pendiri dan raja Demak
pertama dan memerintah tahun 1500-1518.
Dari hasil perkawinan Arya Damar dengan Tan Eng Kian, lahirlah juga
seorang putra, diberinama Kin Shan, sebagai adik tiri Raden Patah.
Nama muslimnya adalah Hussein. Kelak di Jawa, dia terkenal dengan
nama Adipati Pecattandha, atau Adipati Terung yang terkenal itu!
MASUKNYA ISLAM KE MAJAPAHIT
Kembali ke Jawa. Dewi Anarawati yang Muslim itu telah berhasil merebut
hati Prabhu Brawijaya-5. Dia lantas menggulirkan rencana selanjutnya
setelah berhasil menyingkirkan pesaingnya, Tan Eng Kian.
Dewi Anarawati meminta kepada Prabhu Brawijaya-5 agar saudarasaudaranya yang muslim, yang banyak tinggal dipesisir utara Jawa,
dibangunkan sebuah Ashrama, sebuah Peshantian, sebuah Padepokan,
seperti halnya Padepokan para Pandhita Shiva dan para Wiku Buddha.

Mendengar permintaan istri tercintanya ini, Prabhu Brawijaya-5 tak bisa
menolak. Namun yang menjadi masalah, siapakah yang akan mengisi
jabatan sebagai seorang Guru layaknya padepokan Shiva atau Mahawiku
layaknya padepokan Buddha?
Pucuk dicinta ulam tiba, Dewi Anarawati segera mengusulkan, agar
diperkenankan memanggil kakak iparnya di Kerajaan Champa, Syeh
Ibrahim As-Samarqand (SyekhIbrahim Asmarakandi) yang kini ada di
Champa untuk tinggal sebagai Guru di Ashrama Islam di pulau Jawa yang
hendak dibangun. Dan lagi-lagi, Prabhu Brawijaya-5 menyetujuinya.
Para Pembesar Majapahit, Para Pandhita Shiva dan Para Wiku Buddha,
sudah melihat gelagat yang tidak baik. Mereka dengan halus
memperingatkan Prabhu Brawijaya, agar selalu berhati-hati dalam
mengambil sebuah keputusan penting.
Tak kurang-kurang, Sabdo Palon Noyogenggong, seorang punakawan
terdekat Prabhu Brawijaya-5 juga sudah memperingatkan agar
momongan mereka ini berhati-hati, tidak gegabah. Namun, Prabhu
Brawijaya-5 bagaikan orang mabuk, tak satupun nasehat orang-orang
terdekatnya beliau dengarkan.
Perekonomian Majapahit sudah hamper didominasi oleh etnis China
semenjak putri Tan Eng Kian diperistri oleh Prabhu Brawijaya-5, dan
memang itulah misi dari Kekaisaran Tiongkok. Kini, dengan masuknya
Dewi Anarawati, orang-orang Muslim-pun mendepat kesempatan besar.

Uang “Ma”, coin Majapahit abad-12

Apalagi, pada waktu itu, banyak juga orang China yang Muslim. Semua
masukan bagi Prabhu Brawijaya-5 tersebut, tidak satupun yang
diperhatikan secara sungguh-sungguh.

Para Pejabat daerah mengirimkan surat khusus kepada Sang Prabhu
yang isinya mengeluhkan tingkah laku para pendatang baru ini. Namun,
tetap saja, ditanggapi acuh tak acuh.
Hingga pada suatu ketika, manakala ada acara rutin tahunan dimana
para pejabat daerah harus menghadap ke ibukota Majapahit sebagai
tanda kesetiaan, Pujangga Anom Ketut Suryongalam yang kemudian
dikenal sebagai Ki Ageng Kutu, Adipati daerah Wengker (daerah
Ponorogo sekarang), mempersembahkan tarian khusus buat Sang
Prabhu. Tarian ini masih baru. Belum pernah ditampilkan dimanapun.
Tarian ini dimainkan dengan menggunakan piranti tari bernama Dhadhak
Merak, yaitu sebuah piranti tari yang berupa duplikat kepala harimau
dengan banyak hiasan bulu-bulu burung merak diatasnya.
Dhadhak Merak ini dimainkan oleh satu orang pemain, dengan diiringi
oleh para prajurid yang bertingkah polah seperti banci ( Sekarang
dimainkan
oleh
wanita
tulen).
Ditambah
satu
tokoh
yang
bernama Pujangganom dan satu orang Jathilan. Sang Pujangganom
tampak menari-nari acuh tak acuh, sedangkan Jathilan, melompat-lompat
seperti orang gila.
Sang Prabhu takjub melihat tarian baru ini. Manakala beliau
menanyakan makna dari suguhan tarian tersebut, Ki Ageng Kutu, Adipati
dari Wengker yang terkenal berani itu, tanpa sungkan-sungkan lagi
menjelaskan, bahwa Dhadhak Merak adalah symbol dari Kerajaan
Majapahit sendiri.
Kepala Harimau adalah symbol dari Sang Prabhu. Bulu-bulu merak yang
indah adalah symbol permaisuri sang Prabhu yang terkenal sangat
cantik, yaitu Dewi Anarawati. Pasukan banci adalah pasukan Majapahit.
Pujangganom adalah symbol dari Pejabat Teras, dan Jathilan adalah
symbol dari Pejabat Daerah.
Arti sesungguhnya adalah, Kerajaan Majapahit, kini diperintah oleh
seekor harimau yang dikangkangi oleh Burung Merak yang indah.
Harimau itu tidak berdaya dibawah selangkangan sang burung Merak.
Para Prajurid Majapahit sekarang berubah menjadi penakut, melempem
dan banci, sangat memalukan!

Para pejabat teras acuh tak acuh dan pejabat daerah dibuat kebingungan
menghadapi invasi halus, imperialisasi halus yang kini tengah terjadi.
Dan terang-terangan Ki Ageng Kutu memperingatkan agar Prabhu
Brawijaya berhati-hati dengan orang-orang Islam. Kesenian sindiran ini
pada kemudian hari bahkan hingga kini, dikenal dengan nama Reog
Ponorogo!

Pertunjukan Reog di Ponorogo tahun 1920. Selain Reog, terdapat pula penari Kuda Kepang dan
Bujangganong. (wikipedia / COLLECTIE TROPENMUSEUM)

Mendengar kelancangan Ki Ageng Kutu, Prabhu Brawijaya-5 murka! Dan
Ki Ageng Kutu, bersama para pengikutnya segera meninggalkan
Majapahit. Sesampainya di Wengker, beliau mamaklumatkan perang
dengan Majapahit!
Prabhu
Brawijaya-5
mengutus
putra
selirnya, Raden
Bathara
Katong (kelak adalah pendiri Kabupaten Ponorogo dan juga merupakan
Adipati pertama Ponorogo) untuk memimpin pasukan Majapahit,
menggempur Kadipaten Wengker!
Prabhu Brawijaya-5 menjanjikan daerah ‘perdikan’. Daerah perdikan
adalah daerah otonom. Beliau menjanjikannya kepada Dewi Anarawati.

Dan Dewi Anarawati meminta daerah Ampeldhenta (daerah Surabaya,
sekarang) agar dijadikan daerah otonom bagi orang-orang Islam. Dan
disana, rencananya akan dibangun sebuah Ashrama besar, pusat
pendidikan bagi kaum Muslim.
Begitu Prabhu Brawijaya menyetujui hal ini, maka Dewi Anarawati, atas
nama Negara, mengirim utusan ke Champa. Meminta kesediaan Syeh
Ibrahim As-Samarqand untuk tinggal di Majapahit dan menjadi Guru dari
Padepokan yang hendak dibangun.

Lukisan ilustrasi seorang komandan Kerajaan Majapahit diatas kudanya sedang menyiapkan prajurit ke medan
perang.

Dan permintaan kesediaan agar Syeh Ibrahim As-Samarqand untuk
tinggal di Majapahit dan menjadi Guru dari Padepoka ini adalah sebuah
kabar keberhasilan luar biasa bagi Raja Champa. Misi peng-Islam-an
Majapahit sudah diambang mata. Maka berangkatlah Syeh Ibrahim AsSamarqand ke Jawa. Diiringi oleh kedua putranya, Sayyid ‘Ali Murtadlo
(Raden Murtolo) dan Sayyid ‘Ali Rahmad (Raden Rahmad atau Bong Swie
Hoo).
Sesampainya di Gresik, pelabuhan internasional pada waktu itu, mereka
disambut oleh masyarakat muslim pesisir yang sudah ada disana sejak
zaman Prabhu Hayam Wuruk berkuasa. Masyarakat Muslim ini mulai
mendiami pesisir utara Jawa semenjak kedatangan Syeh Maulana Malik
Ibrahim, yang pada waktu itu memohon menghadap kehadapan Prabhu

Hayam Wuruk hanya untuk sekedar meminta beliau agar ‘pasrah’
memeluk Islam.

Maulana Malik Ibrahim / Sunan Gresik, Lahir: paruh awal abad ke 14 Masehi. Nama ayah: Jamaluddin
Akbar al-Husaini, nama ibu tak diketahui. Meninggal : 1419 Masehi.

Tentu saja, permintaan ini ditolak oleh Sang Prabhu Hayam Wuruk pada
waktu itu karena dianggap lancang. Namun, beliau sama sekali tidak
menjatuhkan
hukuman.
Beliau
dengan
hormat mempersilakan
rombongan Syeh Maulana Malik Ibrahim agar kembali pulang.
Namun sayang, di Gresik, banyak para pengikut Syeh Maulana Malik
Ibrahim terkena wabah penyakit yang datang secara tiba-tiba. Banyak
yang meninggal.
Dan Syeh Maulana Malik Ibrahim akhirnya wafat juga di Gresik, dan
lantas dikenal oleh orang-orang Jawa Muslim dengan nama Sunan
Gresik (wafat: 1419 M/882 H).
Sunan Gresik diketahui berasal dari Khasan, Persia (Iran sekarang).
Perlu diketahui bahwa Syeh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik
telah datang jauh-jauh hari sebelum ada yang dinamakan Dewan Wali
Sangha.
Sangha = Perkumpulan orang-orang suci, Sangha diambil dari bahasa
Sansekerta. Bandingkan dengan doktrin Buddhis mengenai Buddha,
Dharma dan Sangha. Kata-kata Wali Sangha lama-lama berubah menjadi
Wali Songo yang artinya Wali Sembilan.
Rombongan dari Champa ini sementara waktu beristirahat di Gresik
sebelum meneruskan perjalanan menuju ibukota Negara Majapahit.
Sayang, setibanya di Gresik, Syeh Ibrahim As-Samarqand jatuh sakit dan

meninggal dunia. Orang Jawa muslim mengenalnya dengan nama Syeh
Ibrahim Smorokondi. Makamnya masih ada di Gresik sekarang.
Kabar meninggalnya Syeh Ibrahim As-Samarqand sampai juga di istana.
Dewi Anarawati bersedih. Lantas, kedua putra Syeh Ibrahim AsSamarqand dipanggil menghadap. Atas usul Dewi Anarawati, Sayyid ‘Ali
Rahmad diangkat sebagai pengganti ayahnya sebagai Guru dari sebuah
Padepokan Islam yang hendak didirikan.
Bahkan, Sayyid ‘Ali Rahmad dan Sayyid ‘Ali Murtadlo mendapat gelar
kebangsawanan Majapahit, yaitu Rahadyan atau Raden. Jadilah mereka
dikenal dengan nama Raden Rahmad dan Raden Murtolo. Namun lama
kelamaan, Raden Murtolo dikenal dengan nama Raden Santri, makamnya
juga ada di Gresik sekarang. (Orang Jawa tidak bisa mengucapkan huruf
‘dlo’. Huruf ‘dlo’ berubah menjadi ‘lo’. Seperti Ridlo, jadi Rilo, Ramadlan
jadi Ramelan, Riyadloh jadi Riyalat, dll).
Raden Rahmad (Bong Swie Hoo), disokong pendanaan dari Majapahit,
membangun pusat pendidikan Islam pertama di Jawa. Para Muslim
pesisir datang membantu. Tak berapa lama, berdirilah Padepokan
Ampeldhenta. Istilah Padepokan lama-lama berubah menjadi Pesantren
untuk membedakannya dengan Ashrama pendidikan Agama Shiva dan
Agama Buddha.

Sunan Ampel / Raden Rahmad / Sayyid Ali Rahmatullah / Bong Swie Hoo. Lahir : 1401 Masehi, Nama
ayah : Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik), Nama ibu: Dewi Chandrawulan, Meninggal: 1478 Masehi.

Lantas dikemudian hari, Raden Rahmad (Bong Swie Hoo) dikenal dengan
nama Sunan Ampel. Raden Santri, mengembara ke Bima, menyebarkan
Islam disana, hingga ketika sudah tua, ia kembali ke Jawa dan meniggal
di Gresik.

Para pembesar Majapahit, Para Pandhita Shiva dan Para Wiku Buddha,
sudah memperingatkan Prabhu Brawijaya. Sebab sudah terdengar kabar
dimana-mana, kaum baru ini adalah kaum missioner. Kaum yang punya
misi tertentu.
Kerajaan Malaka (1405–1511) sudah berubah menjadi Kesultanan atau
Kadipaten Islam. Kerajaan Pasai juga, menjadi Kesultanan Pasai atau
juga dikenal dengan Samudera Darussalam. Kerajaan Palembang juga
menjadi Kesultanan Palembang Darussalam, dan kini gerakan itu sudah
semakin dekat dengan pusat kerajaan Majapahit.
Semua telah memperingatkan Sang Prabhu. Tak ketinggalan pula Sabdo
Palon Noyogenggong. Namun, bagaikan berlalunya angin, Prabhu
Brawijaya-5 tetap tidak mendengarkannya. Raja Majapahit yang bernama
asli Bhre Kertabumi yang ditakuti ini, kini bagaikan harimau yang takluk
dibawah kangkangan burung Merak, Dewi Anarawati. Benarlah apa yang
dikatakan oleh Ki Ageng Kutu dari Wengker dulu.
Tabel: Raja-raja Majapahit
Nama Raja

Gelar

Tahun

Raden Wijaya

Kertarajasa Jayawardhana

1293 –
1309

Kalagamet

Sri Jayanagara

1309 –
1328

Sri Gitarja

Tribhuwana
Wijayatunggadewi

1328 –
1350

Sri Rajasanagara

1350 –
1389

Hayam Wuruk
Wikramawardhana

1389 –
1429

Suhita

Dyah Ayu Kencana Wungu

1429 –
1447

Kertawijaya

Brawijaya I

1447 –
1451

Rajasawardhana

Brawijaya II

1451 –
1453

Brawijaya III

1456 –
1466

Purwawisesa atauGirishawardhana

Bhre Pandansalas,
atauSuraprabhawa

Brawijaya IV

1466 –
1468

Bhre Kertabumi

Brawijaya V

1468 –
1478

Brawijaya VI

1478 –
1498

Girindrawardhana
Patih Udara

1498 –
1518

RUNTUHNYA MAJAPAHIT: Berdirinya Giri Kedhaton
Suatu waktu lalu, wilayah Blambangan (Banyuwangi sekarang), sekitar
tahun 1450 Masehi terkena wabah penyakit. Hal ini dikarenakan
ketidaksadaran masyarakatnya yang kurang mampu menjaga kebersihan
lingkungan. Blambangan diperintah oleh AdipatiMenak Sembuyu,
didampingi Patih Bajul Sengara.
Wabah penyakit itu masuk juga ke istana Kadipaten. Putri Sang
Adipati, Dewi Sekardhadhu, jatuh sakit. Ditengah wabah yang melanda,
datanglah seorang ulama dari Samudera Pasai (Aceh sekarang), yang
masih berkerabat dekat dengan Syeh Ibrahim As-Samarqand,
bernama Syeh Maulana Ishaq. Dia ahli pengobatan.
Mendengar Sang Adipati mengadakan sayembara, dia serta merta
mengikutinya. Dan berkat keahlian pengobatan yang dia dapat dari
Champa, sang putri berangsur-angsur sembuh.
Adipati Menak Sembuyu menepati janji. Sesuai isi sayembara,
barangsiapa yang mampu menyembuhkan sang putri, jika lelaki akan
dinikahkan jika perempuan akan diangkat sebagai saudara, maka, Syeh
Maulana Ishaq dinikahkan dengan Dewi Sekardhadhu.
Namun pada perjalanan waktu selanjutnya, ketegangan mulai timbul. Ini
disebabkan Syeh Maulana Ishaq, mengajak Adipati beserta seluruh
keluarga untuk memeluk agama Islam. Ketegangan ini lama-lama
berbuntut pengusiran Syeh Maulana Ishaq dari Blambangan. Perceraian
terjadi. Dan waktu itu, Dewi Sekardhadhu tengah hamil tua.
Keputusan untuk menceraikan Dewi Sekardhadhu dengan Syeh Maulana
Ishaq ini diambil oleh Sang Adipati karena melihat stabilitas Kadipaten
Blambangan yang semula tenang, lama-lama terpecah menjadi dua kubu.

Kubu yang mengidolakan Syeh Maulana Ishaq dan kubu yang tetap
menolak infiltrasi asing ke wilayah mereka.
Kubu pertama tertarik pada ajaran Islam, sedangkan kubu kedua tetap
tidak menyetujui masuknya Islam karena terlalu diskriminatif menurut
mereka. Antar kerabat jadi terpecah belah, saling curiga dan tegang. Ini
yang tidak mereka sukai.
Sepeninggal Syeh Maulana Ishaq, ternyata masalah belum usai. Kubu
yang pro ulama dari Pasai ini, kini menantikan kelahiran putra sang Syeh
yang tengah dikandung Dewi Sekardhadhu. Sosok Syeh Maulana Ishaq,
kini menjadi laten bagi stabilitas Blambangan.
Mendapati situasi ketegangan belum juga bisa diredakan, maka mau tak
mau, Adipati Blambangan Menak Sembuyu, dengan sangat terpaksa,
memberikan anak Syeh Maulana Ishaq, cucunya sendiri kepada saudagar
muslim dari Gresik. Anak itu terlahir laki-laki.

Uang Gobog Wayang Coin, Majapahit Kingdom, 13th Century

Dalam cerita rakyat dari sumber Islam, konon dikisahkan anak itu
dilarung ke tengah laut (meniru cerita Nabi Musa) dengan menggunakan
peti dan disaat yang sama, ada saudagar muslim Gresik yang tengah
berlayar.
Kapal dagangnya tiba-tiba tidak bisa bergerak karena menabrak peti itu.
Dan peti itu akhirnya dibawa naik ke geladak oleh anak buah sang
saudagar. Isinya ternyata seorang bayi.

Sesungguhnya itu hanya cerita kiasan. Yang terjadi, saudagar muslim
Gresik yang tengah berlayar di Blambangan diperintahkan untuk
menghadap ke Kadipaten Blambangan menjelang mereka hendak balik
ke Gresik. Inilah maksudnya kapal tidak bisa bergerak.
Para saudagar bertanya-tanya, ada kesalahan apa yang mereka buat
sehingga mereka disuruh menghadap ke Kadipaten?
Ternyata, di Kadipaten, Adipati Menak Sembuyu, dengan diam-diam telah
mengatur pertemuan itu. Sang Adipati memberikan seorang anak bayi,
cucunya sendiri, yang lahir dari ayah seorang muslim.
Anak itu dititipkan kepada majikan dari para saudagar-saudagar kaya di
Gresik yang bernama Nyi Ageng Pinatih, yang seorang muslim. Adipati
Menak Sembuyu tahu telah menitipkan cucunya kepada siapa. Beliau
yakin, cucunya akan aman bersama Nyi Ageng Pinatih. Hanya dengan
jalan inilah, Blambangan dapat kembali tenang. Putra Syeh Maulana
Ishaq ini, lahir pada tahun 1452 Masehi.
Sekembalinya dari Blambangan, para saudagar ini menghadap kepada
majikan mereka, Nyi Ageng Pinatih sembari memberikan oleh-oleh yang
sangat berharga, yaitu seorang anak bayi keturunan bangsawan
Blambangan.
Bahkan dia adalah putra Syeh Maulana Ishaq, sosok yang disegani oleh
orang-orang muslim. Nyi Ageng Pinatih tidak berani menolak sebuah
anugerah itu. Diambillah bayi itu, dianggap anak sendiri. Karena bayi itu
hadir seiring kapal selesai berlayar dari samudera, maka bayi itu
dinamakan Jaka Samudera oleh Nyi Ageng Pinatih.
Jaka Samudera dibawa menghadap ke Ampeldhenta menjelang usia tujuh
tahun. Dia tinggal disana. Belajar agama Islam dari Sunan Ampel. Sunan
Ampel yang tahu siapa Jaka Samudera yang sebenarnya dari Nyi Ageng
Pinatih, maka sosok anak ini sangat dia perhatikan dan diistimewakan.
Sunan Ampel menganggapnya anak sendiri.
Sunan Ampel (Bong Swi Hoo), dari hasil perkawinannya dengan Nyai
Ageng Manila, yaitu kakak kandung Adipati Tuban Arya Teja, memiliki
delapan putra dan putri. Yang penting untuk diketahui adalah:

Putra pertama, Raden Maulana Makdum Ibrahim (Nama Champanya: Bong- Ang, kelak terkenal dengan sebutan Sunan Benang. Lamalama pengucapannya berubah menjadi Sunan Bonang (1465-1525).
2.
Yang kedua Abdul Qasim, terkenal kemudian dengan nama Sunan
Drajat(diperkirakan lahir pada tahun 1470 Masehi).
3.
Yang ketiga Maulana Ahmad, yang terkenal dengan nama Sunan
Lamongan.
4.
Yang keempat seorang putri bernama Siti Murtasi’ah, kelak
dijodohkan dengan Jaka Samudera, yang kemudian terkenal dengan
nama Sunan Giri Kedhaton (Sunan Giri).
5.
Yang kelima seorang putri bernama Siti Asyiqah, kelak dijodohkan
dengan Raden Patah (Tan Eng Hwat) putra Tan Eng Kian, janda
Prabhu Brawijaya-5 yang ada di Palembang itu.
Kekuatan Islam dibangun melalui tali pernikahan. Jaka Samudera, diberi
nama lain oleh Sunan Ampel, yaitu Raden Paku, kelak dia dikenal dengan
nama Sunan Giri Kedhaton. Dia adalah santri senior. Sunan Ampel
bahkan telah mencalonkan, mengkaderkan dia sebagai penggantinya
kelak bila sudah meninggal.
Sunan Giri sangat radikal dalam pemahaman keagamannya. Setamat
berguru dari Ampeldhenta, dia pulang ke Gresik. Di Gresik, dia
menyatukan komunitas muslim disana. Dia mendirikan Pesantren.
Terkenal dengan nama Pesantren Giri.
Namun dalam perkembangannya, Pesantren Giri memaklumatkan lepas
dari kekuasaan Majapahit yang ia pandang negara kafir. Pesantren Giri
berubah menjadi pusat pemerintahan. Maka dikenal dengan nama Giri
Kedhaton (Kerajaan Giri). Sunan Giri, mengangkat dirinya sebagi
Khalifah Islam dengan gelar Prabhu Satmata (Penguasa Bermata
Enam. Gelar sindiran kepada Deva Shiva yang cuma bermata tiga).
Mendengar Gresik melepaskan diri dari pusat kekuasan, Prabhu
Brawijaya-5, sebagai Raja Diraja Nusantara yang sah, segera
mengirimkan pasukan tempur untuk menjebol Giri Kedhaton. Darah
tertumpah. Darah mengalir. Dan akhirnya, Giri Kedhaton bisa
ditaklukkan.
1.

Bidadari Majapahit, arca emas apsara gaya Majapahit menggambarkan zaman kerajaan Majapahit
sebagai “zaman keemasan” Nusantara. (wikipedia)

Kekhalifahan Islam bertama itu tidak berumur lama. Namun kelak,
setelah Majapahit hancur oleh serangan Demak Bintara, Giri Kedhaton
eksis lagi mulai tahun 1487 Masehi. (Sembilan tahun setelah Majapahit
hancur pada tahun 1478 Masehi).
Dari sumber Islam, banyak cerita yang memojokkan pasukan Majapahit.
Konon Sunan Giri berhasil mengusir pasukan Majapahit hanya dengan
melemparkan sebuah kalam atau penanya. Kalam miliknya ini katanya
berubah menjadi lebah-lebah yang menyengat. Sehingga membuat
puyeng atau munyeng para prajurid Majapahit.
Maka dikatakan, ‘kalam’ yang bisa membuat ‘munyeng’ inilah senjata
andalan
Sunan
Giri,
dikenal
dengan
nama
‘Kalamunyeng’.
Sesungguhnya, ini hanya kiasan belaka. Sunan Giri, melalui tulisantulisannya
yang
mengobarkan
semangat
ke-Islam-an,
mampu
mengadakan pemberontakan yang sempat ‘memusingkan’ Majapahit.

Namun, karena Sunan Ampel meminta pengampunan kepada Prabhu
Brawijaya-5, Sunan Giri tidak mendapat hukuman. Tapi gerak-geriknya,
selalu diawasi oleh Pasukan Telik Sandhibaya (Pasukan Intelejen)
Majapahit. Inilah kelemahan Prabhu Brawijaya. Terlalu meremehkan
bara api kecil yang sebenarnya bisa membahayakan.
Sabdo Palon dan Naya Genggong sudah mengingatkan agar seorang
yang bersalah harus mendapatkan sangsi hukuman. Karena itulah
kewajiban yang merupakan sebuah janji seorang Raja.
Salah satu kewajiban menjalankan janji suci sebagai AGNI atau API, yang
harus mengadili siapa saja yang bersalah. Janji ini adalah satu bagian
integral dari tujuh janji yang lain, yaitu:
1. ANGKASHA (Ruang), Raja harus memberikan ruang untuk
mendengarkan suara rakyatnya.
2. VAYU (Angin), Raja harus mampu mewujudkan pemerataan
kesejahteraan kepada rakyatnya bagai angin.
3. AGNI (Api), Raja harus memberikan hukuman yang seadil-adilnya
kepada yang bersalah tanpa pandang bulu bagai api yang membakar.
4. TIRTA (Air), Raja harus mampu menumbuhkan kesejahteraan
perekonomian bagi rakyatnya bagaikan air yang mampu menumbuhkan
biji-bijian.
5. PRTIVI (Tanah), Raja harus mampu memberikan tempat yang aman
bagi rakyatnya, menampung semuanya, tanpa ada diskriminasi, bagaikan
tanah yang mau menampung semua manusia.
6. SURYA (Matahari), Raja harus mampu memberikan jaminan
keamanan kepada seluruh rakyat tanpa pandang bulu seperti Matahari
yang memberikan kehidupan kepada mayapada.
7. CHANDRA (Bulan), Raja harus mampu mengangkat rakyatnya dari
keterbelakangan, dari kebodohan, dari kegelapan, bagaikan sang
rembulan yang menyinari kegelapan dimalam hari, dan yang terakhir
adalah,
8. KARTIKA (Bintang), Raja harus mampu memberikan aturan-aturan
hukum yang jelas, kepastian hukum bagi rakyat demi kesejahteraan,
kemanusiaan, keadilan, bagaikan bintang gemintang yang mampu
menunjukkan arah mata angin dengan pasti dikala malam menjalang.

Inilah “Delapan Janji Raja” yang disebut ASTHAVRATA (Astobroto;
Jawa ). Dan menurut Sabdo Palon dan Naya Genggong, Prabhu Brawijaya
telah lalai menjalankan janji sucinya sebagai AGNI.
Mendapati kondisi memanas seperti itu, Sunan Ampel mengeluarkan
sebuah fatwa, Haram hukumnya menyerang Majapahit, karena
bagaimanapun juga Prabhu Brawijaya-5 adalah Imam yang wajib
dipatuhi. Setelah keluar fatwa dari pemimpin Islam se-Jawa, konflik
mulai mereda.

Lukisan ilustrasi sebuah pasar tradisional di tepi sungai pada era Kerajaan Majapahit.

Islam Terpecah Menjadi Dua Kubu
Namun bagaimanapun juga, dikalangan orang-orang Islam diam-diam
terbagi menjadi dua kubu. Yaitu:
Kubu Pertama, dipelopori oleh Sunan Giri, yang mencita-citakan
berdirinya Kekhalifahan Islam Jawa. Kubu ini mengklaim, bahwa
golongan mereka memeluk Islam secara kaffah, secara bulat-bulat, maka

pantas disebut “Putihan” (Kaum Putih). Dan mereka menyebut kubu yang
dipimpin Sunan Kalijaga sebagai ABANGAN (Kaum Merah).
Kubu Kedua, dipelopori oleh Sunan Kalijaga, putra Adipati Tuban Arya
Teja, keponakan Sunan Ampel, yang tidak menginginkan berdirinya
Kekhalifahan itu. Mereka berpendapat dalam naungan Kerajaan
Majapahit, yang notabene Shiva Buddha, ummat Islam diberikan
kebebasan untuk melaksanakan ibadah agamanya. Bahkan, syari’at Islam
pun boleh dijalankan didaerah-daerah tertentu.
Bibit perpecahan didalam orang-orang Islam sendiri mulai muncul. Hal
ini hanya bagaikan api dalam sekam ketika Sunan Ampel masih hidup.
Kelak, ketika Majapahit berhasil dijebol oleh para militan Islam dan
ketika Sunan Ampel sudah wafat, kedua kubu ini terlibat pertikaian
frontal yang berdarah-darah.
Yang paling parah dan memakan banyak korban, sampai-sampai para
investor dari Portugis melarikan diri ke Malaka dan menceritakan di
Jawa tengah terjadi situasi chaos dan anarkhis yang mengerikan, adalah
pertikaian antara Arya Penangsang, santri Sunan Kudus, penguasa
Jipang Panolan dari Kubu Putihan dengan Jaka Tingkir atau Mas
Karebet, santri dari Sunan Kalijaga, penguasa Pajang dari Kubu
Abangan.

Lukisan ilustrasi pertikaian antar dua Kubu Muslim. Arya Penangsang, santri Sunan Kudus, penguasa Jipang
Panolan dari Kubu Putihan dengan Jaka Tingkir atau Mas Karebet, santri dari Sunan Kalijaga, penguasa
Pajang dari Kubu Abangan.

Berdirinya Ponorogo
Ki Ageng Kutu, Adipati Wengker, sebenarnya masih keturunan
bangsawan Majapahit. Beliau masih keturunan Raden Kudha Merta,
ksatria
dari
Pajajaran
yang
melarikan
diri
bersama Raden
Cakradhara alias Sri Kertawardhana (Ibu Hayam Wuruk). Raden Kudha
Merta berhasil menikah dengan Shri Gitarja, putri Raden Wijaya (Raja /
Penguasa Pertama Majapahit). Sedangkan Raden Cakradhara berhasil
menikahi Tribhuwanatunggadewi, kakak kandung Shri Gitarja.
Dari
perkawinan
antara
Raden
Cakradhara
dengan
Tribhuwanatunggadewi inilah lahir Prabhu Hayam Wuruk yang terkenal
itu. Sedangkan Raden Kudha Merta, menjadi penguasa daerah Wengker,
yang sekarang dikenal dengan nama Ponorogo. Sedangkan Ki Ageng
Kutu adalah keturunan dari Raden Kudha Merta dan Shri Gitarja.
Melihat Majapahit, dibawah pemerintahan Prabhu Brawijaya-5 bagaikan
harimau yang kehilangan taringnya, Ki Ageng Kutu, memaklumatkan
perang dengan Majapahit!
Prabhu Brawijaya-5 atau Prabhu Kertabhumi menjawab tantangan Ki
Ageng Kutu dengan mengirimkan sejumlah pasukan tempur Majapahit
dibawah pimpinan Raden Bathara Katong, putra selir beliau.
Pertarungan Majapahit dengan Ki Ageng Kutu terjadi. Pasukan Majapahit
terpukul mundur. Hal ini disebabkan, banyak para prajurid Majapahit
yang membelot dari kesatuannya dan memperkuat barisan Wengker.
Pasukan yang dipimpin Raden Bathara Katong kocar-kacir.
Raden Bathara Katong yang merasa malu karena telah gagal
menjalankan tugas Negara, konon tidak mau pulang ke Majapahit. Dia
bertekad, bagaimanapun juga, Wengker harus ditundukkan. Inilah sikap
seorang Ksatria sejati.

Lukisan ilustrasi Perang Paregreg (1404-1406)

Ada seorang ulama Islam yang tinggal di Wengker yang mengamati
gejolak politik itu. Dia bernama Ki Ageng Mirah. Situasi yang tak
menentu seperti itu, dimanfaatkan olehnya. Dia mendengar Raden
Bathara Katong tidak pulang ke Majapahit, dia berusaha mencari
kebenaran berita itu. Dan usahanya menuai hasil. Dia berhasil
menemukan tempat persembunyian Raden Bathara Katong.
Dia menawarkan diri bisa memberikan solusi untuk menundukkan
Wengker karena dia sudah lama tinggal disana. Raden Bathara Katong
tertarik. Namun diam-diam, Ki Ageng Mirah, menanamkan doktrin keIslam-an dibenak Raden Bathara Katong. Jika ini berhasil, setidaknya
peng-Islam-an Wengker akan semakin mudah, karena Raden Bathara
Katong mempunyai akses langsung dengan militer Majapahit.
Jika-pun tidak berhasil membuat Raden Bathara Katong memeluk Islam,
setidaknya, kelak dia tidak akan melupakan jasanya telah membantu
memberitahukan titik kelemahan Wengker. Dan bila itu terjadi, Ki Ageng
Mirah pasti akan menduduki kedudukan yang mempunyai akses luas

menyebarkan Islam di Wengker. Dan ternyata, Raden Bathara Katong
tertarik dengan agama baru itu.
Selanjutnya, Ki Ageng Mirah mengatur rencana. Raden Bathara Katong
harus pura-pura meminta suaka politik di Wengker. Raden Bathara
Katong harus mengatakan untuk memohon perlindungan kepada Ki
Ageng Kutu. Dia harus pura-pura membelot dari pihak Majapahit.
Ki Ageng Kutu pasti akan menerima pengabdian Raden Bathara Katong.
Ki Ageng Kutu pasti akan senang melihat Raden Bathara Katong telah
membelot dan kini berada di pihaknya.

Lukisan ilustrasi tampak seorang komandan tempur sedang melaporkan keadaan kepada seorang pejabat
tinggi di Kerajaan Majapahit.

Manakala rencana itu sudah berhasil, Raden Bathara Katong harus
mengutarakan niatnya untuk mempersunting Ni Ken Gendhini, putri
sulung Ki Ageng Kutu sebagai istri.
Mengingat status Raden Bathara Katong sebagai seorang putra Raja
Majapahit, lamaran itu pasti akan disambut gembira oleh Ki Ageng Kutu.
Dan bila semua rencana berjalan mulus, Raden Bathara Katong harus
mampu menebarkan pengaruhnya kepada kerabat Wengker. Dia harus
jeli dan teliti mengamati titik kelemahan Wengker. Ni Ken Gendhini, putri
Ki Ageng Kutu bisa dimanfaatkan untuk tujuan itu.
Bila semua sudah mulus berjalan, dan bila waktunya sudah tepat, maka
Raden Bathara Katong harus sesegera mungkin mengirimkan utusan ke

Majapahit untuk meminta pasukan tempur tambahan. Bila semua
berjalan lancar, Wengker pasti jatuh!
Raden Bathara Katong melaksanakan semua rencana yang disusun Ki
Ageng Mirah. Dan atas kelihaian Raden Bathara Katong, semua berjalan
lancar. Ki Ageng Kutu, yang merasa masih mempunyai hubungan
kekerabatan jauh dengan Raden Bathara Katong, dengan suka rela
berkenan memberikan suaka politik kepadanya. Ditambah, ketika Raden
Bathara Katong mengutarakan niatnya untuk mempersunting Ni Ken
Gendhini, Ki Ageng Kutu serta merta menyetujuinya. Rencana bergulir.
Umpan sudah dimakan. Tinggal menunggu waktu.
Ni Ken Gendhini mempunyai dua orang adik laki-laki, yaitu Sura
Menggala dan Sura Handaka. (Sura Menggala = baca Suromenggolo,
sampai sekarang menjadi tokoh kebanggaan masyarakat Ponorogo.
Dikenal dengan nama Warok Suromenggolo).
Ni Ken Gendhini dan putranya Sura Menggala berhasil masuk pengaruh
Raden Bathara Katong, sedangkan Sura Handaka tidak. Raden Bathara
Katong berhasil mengungkap segala seluk-beluk kelemahan Wengker
dari Ni Ken Gendhini.
Inilah yang diceritakan secara simbolik dengan dicurinya Keris Pusaka Ki
Ageng Kutu, yang bernama Keris Kyai Condhong Rawe oleh Ni Ken
Gendhini dan kemudian diserahkan kepada Raden Bathara Katong.
Condhong Rawe hanya metafora. Condhong berarti ‘Melintang’ (Vertikal)
dan Rawe berarti ‘Tegak’ (Horisontal). Arti sesungguhnya adalah,
kekuatan yang tegak dan melintang dari seluruh pasukan Wengker, telah
berhasil diketahui secara cermat oleh Raden Bathara Katong atas
bantuan Ni Ken Gendhini. Struktur kekuatan militer ini sudah bisa dibaca
dan diketahui semuanya.

Lukisan ilustrasi, tampak seorang prajurit sedang memegang sebilah Keris, senjata andalan ciri khas kerajaankerajaan di Asia Tenggara.

Dan manakala waktu sudah dirasa tepat, dengan diam-diam,
dikirimkannya utusan kepada Ki Ageng Mirah. Utusan ini menyuruh Ki
Ageng Mirah, atas nama Raden Bathara Katong, memohon tambahan
pasukan tempur ke Majapahit.
Mendapati kabar Raden Bathara Katong masih hidup, Prabhu Brawijaya
segera memenuhi permintaan pengiriman pasukan baru. Majapahit dan
Wengker diadu! Majapahit dan Wengker tidak menyadari, ada pihak
ketiga bermain disana, ironis sekali.
Peperangan kembali pecah. Ki Ageng Kutu yang benar-benar merasa
kecolongan, dengan marah mengamuk dimedan laga bagai bantheng
ketaton, bagai banteng yang terluka. Demi Dharma, dia rela
menumpahkan darahnya diatas Bumi Pertiwi. Walau harus lebur menjadi
abu, Ki Ageng Kutu, beserta segenap pasukan Wengker, maju terus
pantang mundur!
Namun bagaimanapun, seluruh struktur kekuatan Wengker telah
diketahui oleh Raden Bathara Katong. Pasukan Wengker, yang terkenal
dengan nama Pasukan Warok itu terdesak hebat! Namun, Ki Ageng Kutu
beserta seluruh pasukannya telah siap untuk mati. Siap mati habishabisan, siap menumpahkan darahnya diatas hamparan pangkuan Ibu

Pertiwi! Dengan gagah berani, pasukan ksatria ini terus merangsak maju,
melawan pasukan Majapahit.
Banyak kepala pasukan Majapahit yang menangis melihat mereka harus
bertempur dengan saudara sendiri. Banyak yang meneteskan air mata,
melihat mayat-mayat prajurid Wengker bergelimpangan bermandikan
darah. Dan pada akhirnya, Wengker berhasil dijebol. Wengker berhasil
dihancurkan!
Kabar kemenangan itu sampai di Majapahit. Namun, Prabhu Brawijaya-5
berkabung mendengar kegagahan pasukan Wengker. Mendengar
kegagahan Ki Ageng Kutu, seluruh Pejabat Majapahit berkabung. Sabdo
Palon dan Naya Genggong berkabung. Kabar kemenangan itu membuat
Majapahit bersedih, bukannya bersuka cita.
Para pejabat Majapahit menangis sedih melihat sesama saudara harus
saling menumpahkan darah karena campur tangan pihak ketiga, karena
disebabkan adanya pihak ketiga. Ki Ageng Kutu adalah seorang Ksatria
yang gagah berani. Ki Ageng Kutu adalah salah satu sendi kekuatan
militer Majapahit. Kini, Ki Ageng Kutu harus gugur ditangan pasukan
Majapahit sendiri. Haduh, betapa memilukan!
Kadipaten Wengker kini dikuasai oleh Raden Bathara Katong. Surat
pengukuhan telah diterima dari pusat. Dan Wengker lantas dirubah
namanya menjadi Kadipaten Ponorogo. Wengker yang Shiva Buddha, kini
telah berhasil menjadi Kadipaten Islam.
RUNTUHNYA MAJAPAHIT: Kubu Abangan

Sunan Kalijaga atau Sunan Kalijogo adalah seorang tokoh Wali Songo yang sangat lekat dengan Muslim
di Pulau Jawa, karena kemampuannya memasukkan pengaruh Islam ke dalam tradisi Jawa. Makamnya
berada di Kadilangu, Demak. (wikimedia)

Seorang ulama berdarah Majapahit, yang lahir di Kadipaten Tuban, yang
sangat dikenal dikalangan masyarakat Jawa Islam yaitu Sunan Kalijaga,
mati-matian membendung gerakan militansi Islam.
Beliau seringkali mengingatkan, bahwasanya membangun akhlaq lebih
penting daripada mendirikan sebuah Negara Islam.
Sunan Kalijaga adalah putra Adipati Tuban, Arya Teja. Adipati Arya Teja
adalah keturunan Senopati Agung Majapahit masa lampau, Adipati
AryaRanggalawe atau Rangga Lawe (wafat: 1295) adalah salah satu
pengikut Raden Wijaya yang berjasa besar dalam perjuangan mendirikan
Kerajaan Majapahit, namun meninggal sebagai pemberontak pertama
dalam sejarah kerajaan ini.
Nama besar Adipati Arya Ranggalawe dikenang sebagai pahlawan oleh
masyarakat Tuban sampai saat ini. Ia adalah salah satu tangan kanan
Raden Wijaya, pendiri Kerajaan Majapahit. Ia juga yang berhasil
memimpin pasukan Majapahit mengalahkan pasukan Tiongkok Mongolia
yang hendak menguasai Jawa.
Adipati Arya Teja berhasil di Islamkan oleh Sunan Ampel. Bahkan kakak
kandung beliau dinikahi Sunan Ampel. Dari pernikahan Sunan Ampel
dengan kakak kandung Adipati Arya Teja, lahirlah Sunan Bonang, Sunan
Derajat, Sunan Lamongan, dan lima putri yang lain (seperti yang telah
saya tulis pada bagian pertama).

Para pengikut Sunan Giri yang tidak sepaham dengan para pengikut
Sunan Kalijaga, sering terlibat konflik-konflik terselubung. Di pihak
Sunan Giri, banyak ulama yang bergabung, seperti Sunan Derajat, Sunan
Lamongan, Sunan Majagung (sekarang dikenal dengan Sunan Bejagung),
Sunan Ngundung dan putranya Sunan Kudus, dll.
Dipihak Sunan Kalijaga, ada Sunan Murya (sekarang dikenal dengan
nama Sunan Muria), Syeh Jangkung, Syeh Siti Jenar, dan lain-lain.
Khusus mengenai Syeh Siti Jenar atau Raden Abdul Jalil, juga dikenal
dengan nama Sunan Jepara, Sitibrit, Syekh Lemahbang, Syekh Lemah
Abang atau juga disebut Sunan Kajenar, beliau adalah ulama murni yang
menekuni spiritualitas. Beliau sangat-sangat tidak menyetujui gerakan
‘Kaum Putih’ yang merencanakan berdirinya Negara Islam Jawa.
Pertikaian ini mencapai puncaknya ketika Syeh Siti Jenar, menyatakan
keluar dari Dewan Wali Sangha. Syeh Siti Jenar menyatakan terpisah
dari Majelis Ulama Jawa itu. Beliau tidak mengakui lagi Sunan Ampel
sebagai seorang Mufti. Didaerah Cirebon, Syeh Siti Jenar banyak
memiliki pengikut.
Manakala menjelang awal tahun 1478, Sunan Ampel wafat dan
kedudukan Mufti digantikan oleh Sunan Giri, keberadaan Syeh Siti Jenar
dianggap sangat membahayakan Islam.
Semua dinamika ini, terus diamati oleh intelejen dari Majapahit.
Gerakan-gerakan militansi Islam mulai merebak dipesisir utara Jawa.
Mulai Gresik, Tuban, Demak, Cirebon dan Banten. Para pejabat daerah
telah mengirimkan laporan kepada Prabhu Brawijaya-5. Tapi Prabhu
Brawijaya tetap yakin, semua masih dibawah kontrol beliau.
Keturunan di Pengging
Pernikahan Dewi Anarawati dengan Prabhu Brawijaya-5 semakin
dikukuhkan dengan diangkatnya Putri Champa ini sebagai permaisuri.
Keputusan yang sangat luar biasa ini menuai protes. Kesuksesan besar
bagi Dewi Anarawati membuat para pejabat Majapahit resah.
Bisa dilihat jelas disini, bila kelak Prabhu Brawijaya wafat, maka yang
akan menggantikannya sudah pasti putra dari seorang permaisuri. Dan
sang permaisuri beragama Islam. Dapat dipastikan, Majapahit akan
berubah menjadi Negara Islam.

Makam Putri Campa di Trowulan (foto diambil pada tahun 1870-1900) (wikimedia /
COLLECTIE_TROPENMUSEUM)

Dari luar Istana, Sunan Giri menyusun strategi memperkuat barisan
militansi Islam. Dari dalam Istana, Dewi Anarawati mempersiapkan
rencana yang brilian. Jika Sunan Giri gagal merebut Majapahit dengan
cara pemberontakan, dari dalam istana, Majapahit sudah pasti bisa
dikuasai oleh Dewi Anarawati. Bila rencana pertama gagal, rencana
kedua masih bisa berjalan.
Tapi ternyata, apa yang diharapkan Dewi Anarawati menuai hambatan.
Dari hasil perkawinannya dengan Prabhu Brawijaya-5, lahirlah tiga orang
anak. Yaitu:
1. Yang sulung seorang putri, dinikahkan dengan Adipati Handayaningrat
IV, penguasa Kadipaten Pengging (sekitar daerah Solo, Jawa Tengah
sekarang).

2. Putra kedua bernama Raden Lembu Peteng (Ki Ageng Tarub II) atau
Bondan Kejawan (1478 – ), berkuasa di Madura (daerah Sampang
sekarang, di pulau Madura).
3. Dan yang ketiga Raden Gugur, masih kecil dan tinggal di Istana.
Kelak, Raden Gugur inilah yang terkenal dengan julukan Sunan Lawu,
dipercaya sebagai penguasa mistik Gunung Lawu, yang terletak didaerah
Magetan, hingga sekarang.
Hambatan yang dit