MAKALAH TENTANG HAKIKAT PENDIDIKAN (1)

MAKALAH PENGANTAR PENDIDIKAN

“HAKIKAT PENDIDIKAN”

Disusun oleh:
RISA RACHMANIA
MASHITHOH NUR AZIZAH
VYVY HINDUN PERMATASARI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
Jln. Tanah Merdeka Pasar Rebo, Jakarta Timur

PENGERTIAN PENDIDIKAN

A. DEFINISI MAHA LUAS
1. Pendidikan adalah hidup, yakni segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam
segala lingkungan dan sepanjang hidup dalam segala situasi hidup yang
mempengaruhi pertumbuhan individu.
2. Karakteristik khusus
a. Masa pendidikan : berlangsng seumur hidup dalam setiap saat selama ada
pengaruh lingkungan.

b. Lingkungan pendidikan : berlangsung dalam segala lingkungan hidup, baik yang
khusus diciptakan untuk kepentingan pendidikan maupun yang ada dengan
sendirinya.
c. Bentuk kegiatan : pendidikan dapat terjadi sembarang,kapan, dan dimanapun
dalam hidup.
d. Tujuan : pertumbuhan, yakni terkandung dalam setiap pengalaman belajar,tidak
ditentukan dari luar,dan tidak terbatas.
B. DEFINISI SEMPIT
1. Pendidikan adalah sekolah, yakni pengajaran yang diselenggarakan disekolah sebagai
lembaga pendidikan formal dan segala pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap
anak dan remaja yang diserahkan kepadanya agar mempunyai kemampuan yang
sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial
mereka.
2. Karakteristik khusus
a. Masa pendidikan : berlangsung dalam waktu terbatas, yaitu masa anak dan
remaja.
b. Lingkungan penidikan : berlangsung dalam lingkungan pendidikan yang
diciptakan khusus untuk menyelenggarakan pendidikan, secara teknis pendidikan
berlangsung secara dikelas.
c. Bentuk kegiatan : tersusun secara terprogram dalam bentuk kurikulum.

d. Tujuan : ditentukan oleh pihak luar, yakni terbatas pada pengembangan
kemempuan-kemampuan tertentu.

C. DEFINISI ALTERNATIF ATAU LUAS TERBATAS
1. Pendidikan adalah
a. usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui
kegiatan, bimbingan, pengajaran dan atau latihan, yang berlangsung di sekolah
atau di luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar
dapat mempermainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat
dimasa yang akan datang.
b. Pengalaman-pengalaman belajar terprogram dalam bentuk pendidikan formal,nonformal, dan informal di sekolah, dan luar sekolah yang berlangsung seumur hidup
yang bertujuan optimalisasi pertimbangan kemampuan-kemampuan individu, agar
dikemudian hari dapat memainkan peranan hidup secara tepat.
2. Karakteristik khusus
a. Masa pendidikan : berlangsung seumur hidup,yang kegiatan-kegiatannya tidak
berlangsung sembarang, tetapi pada saat-saat tertentu.
b. Lingkungan pendidikan :
 Berlangsung dalam sebagian dari lingkungan hidup.
 Tidak berlangsung dalam lingkungan hidup yang tergelar dengan
sendirinya.

c. Bentuk kegiatan : dapat berbentuk pendidikan formal, pendidikan informal, dan
pendidikan non-formal.
d. Tujuan : perpaduan tujuan-tujuan pendidikan(bimbingan,pengajaran, dan latihan)
yang bersifat pengembangan kemampuan-kemampuan pribadi secara optimal
dengan tujuan-tujuan sosial yang bersifat manusia seutuhnya yang dapat
memainkan peranannya sebagai warga dalamberbagai lingkungan persekutuan
hidup dan kelompok sosial.
1. Pengertian pendidikan dilihat dari beberapa batasan arti pendidikan
a. Batasan dari segi Filsafat Pendidikan
Menurut Prof. Dr. N. Drijakara, pendidikan adalah Pemanusiaan manusia muda
atau pengangkatan manusia muda ke taraf insani.
b. Batasan dari segi Ilmu Pendidikan
Menurut Prof. Dr. M. J. Langeveld, pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh,
perlindungan, dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju pada kedewasaan anak
atau lebih tepat membantu anak agar cakap melaksanakan tugasnya sendiri.
Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup
dan tumbuhnya anak-anak maksudnya pendidikan itu menuntun segala kodrat yang
ada pada anak agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggisetingginya.
c. Batasan dari segi Sosial Pendidikan
Menurut John Owey, pendidikan adalah proses membangun dan membawa.

Sedangkan menurut Francis J. Brown, pendidikan adalah proses kontrol yang
memperhatikan perubahan perilaku yang dihasilkan seseorang dan seseorang dalam
kelompok.

d. Batasan dari segi Psikologi Belajar
Menurut Arthur K. Ellis, John J. Cogan, dan Kenneth R. Howey, pendidikan
adalah jumlah total dari pengalaman belajar seseorang selama hidupnya, bukan hanya
dalam pengalaman pendidikan formal. Ini adalah proses dimana seseorang
mendapatkan, mengerti dirinya sendiri seperti mengerti lingkungannya.
2. Pengertian Pendidikan menurut GBHN
Pendidikan nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan serta
harkat dan martabat bangsa.
3. Pendidikan Menurut Fungsinya
Pendidikan sebagai proses transformasi budaya, pewarisan budaya dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Ada 3 bentuk transformasi, yaitu nilai yang masih cocok
diteruskan, nilai yang kurang cocok diperbaiki, dan nilai yang tidak cocok diganti.
4. Pendidikan sebagai proses pembentuk pribadi
Pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis terarah pada
terbentuknya kepribadian anak didik.

5. Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja
Pendidikan diartikan sebagai bimbingan kepada anak didik untuk
mengembangkan bakat yang dapat digunakan untuk bekerja. UUD 1945 pasal 25
menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan.

PENGERTIAN MENDIDIK
1. Dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk mengantarkan anak didik ke arah kedewasaan
baik secara jasmani maupun rohani. Oleh karena itu “mendidik” dikatakan sebagai upaya
pembinaan pribadi, sikap mental dan akhlak anak didik. “mendidik” tidak
sekedar transfer of knowledge, tetapi juga transfer of values. “mendidik” diartikan secara
utuh, baik matra kognitif, psikomotorik maupun afektif, agar tumbuh sebagai manusia
yang berpribadi.
2. Mengajak (memotivasi, mendukung, membantu, menginspirasi, dst) orang lain untuk
melakukan tindakan positif yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain (lingkungan).
3. Proses membuat tunas berkembang baik dan menjadi besar. Karenanya mengawali
pendidikan anak dengan proses yang benar adalah awal perjalanan. Awal yang baik
pendidikan dini adalah setengah dari perjalanan hidup anak di masa depan.
4. Prof Dr. Naquib Alatas berpendapat bahwa pengertian mendidik adalah membentuk manusia
untuk menempati tempatnya yang tepat dalam susunan masyarakat serta berperilaku secara

proporsional sesuai dengan susunan ilmu dan teknologi yang dikuasainya.
5. Mendidik berkonotasi dengan pengertian bahwa pendidik harus mampu menyampaikan setiap
ilmu atau koneksi ilmu dengan ilmu yang lain dalam suatu susunan yang teratur dan sistematik
dan penyampaiannya sesuai dengan susunan kemampuan dasar (kompetensi) yang dimiliki
peserta didik
6. Mendidik atau ilmu mendidik (Pedagogik) adalah ilmu atau teori yang sistematis tentang
pendidikan yang sebenarnya bagi anak atau untuk anak sampai ia mencapai kedewasaan.
7. Definisi “mendidik” adalah menyediakan sekolah atau pendidikan; Melatih menggunakan
instruksi formal dan seseorang yang ahli dibidangnya ; Untuk mengembangkan mental, moral dan
estetika terutama oleh pendidik; Untuk menyediakan informasi; Melakukan pendekatan atau
mengkondisikan untuk merasa, mempercayai, atau bertindak dengan cara tertentu
8.

“Mendidik” adalah usaha untuk mengantarkan anak didik kearah kedewasaan baik secara jasmani
dan rohani.

Mendidik bisa diartikan sebagai upaya pembinaan secara personal, sikap mental

serta akhlak peserta didik. Mendidik tidak hanya untuk menghantar ilmu pengetahuan (transfer of
knowledge) pendidik akan tetapi menghantarkan nilai-nilai.

9. Menurut Karl Heinz Pickel, mendidik didefinisikan sebagai usaha untuk memberikan pengajaran
anak tentang materi serta pengetahuan yang akan dijumpai nanti setelah dia dewasa
10. Heageveld mengatakan mendidik adalah pekerjaan dalam membantu anak didik dalam mencapai
kedewasaan
11. Mendidik adalah mengajak, memotivasi , mendukung, membantu, menginspirasi orang lain
untuk melakukan tindakan positif yang bermanfaat bagi dirinya

12. Pengertian Mendidik: Dilihat dari segi isi, mendidik berkaitan erat dengan moral dan
kepribadian. Apabila ditinjau dari segi proses, maka mendidik berhubungan dengan memberikan
motivasi (to motivated) untuk belajar (to learn) dan mengikuti (to follow) ketentuan atau tata
tertib (norma dan aturan) yang telah menjadi kesepakatan bersama. Selanjutnya pengertian
mendidik dari segi strategi dan metode yang digunakan, mendidik lebih menggunakan
keteladan dan pembiasaan

LANDASAN PENDIDIKAN DAN PENERAPANNYA

LANDASAN PENDIDIKAN
Pendidikan sebagai usaha sadar yang sistematis-sistemik selalu bertolak dari sejumlah
landasan serta pengindahan sejumlah asas-asas tertentu. Landasan dan asas tersebut sangat
penting, karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap perkembangan manusia dan

masyarakat bangsa tertentu. Beberapa landasan pendidikan tersebut adalah landasan filosofis,
sosiologis, dan kultural, yang sangat memegang peranan penting dalam menentukan tujuan
pendidikan. Selanjutnya landasan ilmiah dan teknologi akan mendorong pendidikan untuk
menjemput masa depan.
A. LANDASAN FILOSOFIS
1. PENGERTIAN
Landasan filosofis bersumber

dari pandangan-pandangan

dalam

filsafat

pendidikan, menyangkut keyakianan terhadap hakekat manusia, keyakinan tentang
sumber nilai, hakekat pengetahuan, dan tentang kehidupan yang lebih baik dijalankan.
Aliran filsafat yang kita kenal sampai saat ini adalah :
a. Esensialisme : mashab pendidikan yang mengutamakan pelajaran teoretik (liberal
arts) atau bahan ajar esensial.
b. Perenialisme : aliran pendidikan yang megutamakan bahan ajaran konstan

(perenial) yakni kebenaran, keindahan, cinta kepada kebaikan universal.
c. Pragmatisme dan Progresifme : aliran filsafat yang memandang segala sesuatu
dari nilai kegunaan praktis, di bidang pendidikan, aliran ini melahirkan
progresivisme yang menentang pendidikan tradisional.
d. Rekonstruksionisme

:

mazhab

filsafat

pendidikan

yang

menempatkan

sekolah/lembaga pendidikan sebagai pelopor perubahan masyarakat.
Anak manusia mempunyai hakikatnya sendiri dan berada dengan hakikat orang

dewasa. Oleh sebab itu, proses pendewasaan anak bertitik-tolak dari anak sebagai
anak manusia yang mempunyai tingkat-tingkat perkembangan sendiri.
2. PANCASILA SEBAGAI LANDASAN FIOLOSOFIS SISTEM PENDIDIKAN
NASIONAL
Pasal 2 UU RI No.2 Tahun 1989 menetapkan bahwa pendidikan nasional
berdasarkan pancasila dan UUD 1945, sedangkan Ketetapan MPR RI No.

II/MPR/1978 tentang P4 menegaskan pula bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh
rakyat indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia,
dan dasar negara Indonesia.
B. LANDASAN HISTORIS
1. PENGERTIAN
Bangsa Indonesia terbentuk melalui proses yang panjang mulai jaman kerajaan
Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya penjajah. Bangsa Indonesia berjuang
untuk menemukan jati dirinya sebagai bangsa yang merdeka dan memiliki suatu
prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup serta filsafat hidup, di dalamnya
tersimpul ciri khas, sifat karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain. Oleh para
pendiri bangsa kita (the founding father) dirumuskan secara sederhana namun
mendalam yang meliputi lima prinsip (sila) dan diberi nama Pancasila.
Dalam era reformasi bangsa Indonesia harus memiliki visi dan pandangan hidup

yang kuat (nasionalisme) agar tidak terombang-ambing di tengah masyarakat
internasional. Hal ini dapat terlaksana dengan kesadaran berbangsa yang berakar pada
sejarah bangsa.
Secara historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila sebelum
dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara obyektif historis
telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal nilainilai Pancasila
tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri, atau bangsa Indonesia sebagai
kausa materialis Pancasila.
2. LANDASAN HISTORIS PENDIDIKAN NASIONAL INDONESIA
Landasan historis pendidikan Nasional Indonesia tidak terlepas dari sejarah
bangsa indonesia itu sendiri. Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah
yang cukup panjang sejak zaman kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai
datangnya bangsa lain yang menjajah serta menguasai bangsa Indonesia. Beratusratus tahun bangsa Indonesia dalam perjalanan hidupnya berjuang untuk menemukan
jati dirinya sebagai suatu bangsa yang merdeka, mandiri serta memiliki suatu prinsip
yang tersimpul dalam pandangan hidup serta filsafat hidup bangsa. Pada akhirnya
bangsa Indonesia menemukan jati dirinya, yang di dalamnya tersimpul ciri khas, sifat
dan karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain. Para pendiri negara kita
merumuskan negara kita dalam suatu rumusan yang sederhana namun mendalam,
yang meliputi 5 prinsip (lima sila) yang kemudian diberi nama Pancasila.

Jadi, secara historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila
sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara objektif
historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal nilai-nilai
Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri. Konsekuensinya,
Pancasila berkedudukan sebagai dasar filsafat negara serta ideology bangsa dan
negara, bukan sebagai suatu ideology yang menguasai bangsa, namun justru nilai-nilai
dari sila-sila Pancasila itu melekat dan berasal dari bangsa Indonesia itu sendiri.
Dengan kata lain, tinjauan landasan sejarah atau historis Pendidikan Nasional
Indonesia merupakan pandangan ke masa lalu atau pandangan retrospektif.
Pandangan ini melahirkan studi-studi historis tentang proses perjalanan pendidikan
nasional Indonesia yang terjadi pada periode tertentu di masa yang lampau.
Dengan demikian, setiap bidang kegiatan yang ingin dicapai manusia untuk maju,
pada umumnya dikaitkan dengan bagaimana keadaan bidang tersebut pada masa yang
lampau (Pidarta, 2007: 110). Demikian juga halnya dengan bidang pendidikan.
Sejarah pendidikan merupakan bahan pembanding untuk memajukan pendidikan
suatu bangsa. Sejarah telah memberi penerangan, contoh, dan teladan bagi manusia
dan diharapkan akan dapat meningkatkan peradaban manusia itu sendiri di masa kini
dan masa yang akan datang.
Berikut ini adalah pembahasan landasan sejarah kependidikan di Indonesia yang
meliputi:
a. Sejarah pendidikan dunia
Sejarah pendidikan dunia yang memberikan pengaruh pada pendidikan zaman
sekarang

meliputi

zaman-zaman:

Realisme,

Rasionalisme,

Naturalisme,

Developmentalisme, Nasionalisme, Liberalisme, Positivisme, dan Individualisme,
serta Sosialisme.
1) Zaman Realisme
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan alam yang didukung oleh
penemuan-penemuan ilmiah baru, pendidikan diarahkan pada kehidupan dunia
dan bersumber dari keadaan dunia pula, berbeda dengan pendidikanpendidikan sebelumya yang banyak berkiblat pada dunia ide, dunia surga dan
akhirat. Realisme menghendaki pikiran yang praktis (Pidarta, 2007: 111-114).
Menurut aliran ini, pengetahuan yang benar diperoleh tidak hanya melalui

penginderaan semata tetapi juga melalui persepsi penginderaan (Mudyahardjo,
2008: 117).
Tokoh-tokoh pendidikan zaman Realisme ini adalah Francis Bacon dan
Johann Amos Comenius. Sedangkan prinsip-prinsip pendidikan yang
dikembangkan pada zaman ini meliputi:
a) Pendidikan lebih dihargai daripada pengajaran,
b) Pendidikan harus menekankan aktivitas sendiri,
c) Penanaman pengertian lebih penting daripada hafalan,
d) Pelajaran disesuaikan dengan perkembangan anak,
e) Pelajaran harus diberikan satu per satu, dari yang paling mudah,
f) Pengetahuan diperoleh dari metode berpikir induktif (mulai dari
menemukan fakta-fakta khusus kemudian dianalisa sehingga menimbulkan
simpulan) dan anak-anak harus belajar dari realita alam,
g) Pendidikan bersifat demokratis dan semua anak harus mendapatkan
kesempatan yang sama untuk belajar (Pidarta, 2007: 112).
2) Zaman Rasionalisme
Tokoh pendidikan pada zaman ini pada abad ke-18 adalah John Locke.
Aliran ini memberikan kekuasaan pada manusia untuk berfikir sendiri dan
bertindak untuk dirinya, karena itu latihan sangat diperlukan pengetahuannya
sendiri dan bertindak untuk dirinya. Paham ini muncul karena masyarakat
dengan kekuatan akalnya dapat menumbangkan kekuasaan Raja Perancis yang
memiliki kekuasaan absolut. Teorinya yang terkenal adalah leon Tabularasa,
yaitu mendidik seperti menulis di atas kertas putih dan dengan kebebasan dan
kekuatan akal yang dimilikinya manusia digunakan unutk membentuk
pengetahuannya sendiri. Teori yang membebaskan jiwa manusia ini bisa
mengarah kepada hal-hal yang negatif, seperti intelektualisme, individualisme,
dan materialisme (Pidarta, 2007: 114).
Menurut John Locke ada tiga langkah dalam proses belajar mengajar,
yaitu:
a) Mengamati hal-hal yang ada di luar diri manusia
b) Mengingat apa yang telah diamati dan dihafalkan
c) Berpikir (Pidarta, 2007: 114)

3) Zaman Naturalisme
Pada abad ke-18 muncullah aliran Naturalisme Sebagai reaksi terhadap
aliran Rasionalisme dengan tokohnya, J. J. Rousseau. Aliran ini menentang
kehidupan yang tidak wajar sebagai kibat dari Rasionalisme, seperti gaya
hidup yang diperhalus, cara hidup yang dibuat-buat sampai pada korupsi,
anak-anak dipandang sebagai manusia dewasa yang kecil. Naturalisme
menginginkan keseimbangan antara kekuatan rasio dengan hati (Pidarta, 2007:
115).
Naturalisme menyatakan bahwa manusia didorong oleh kebutuhankebutuhannya, dapat menemukan jalan kebenaran di dalam dirinya sendiri
(Mudyaharjo, 2008: 118). Menurut Rousseau ada tiga asas mengajar, yaitu:
a) Asas pertumbuhan, pengajaran harus memberi kesempatan untuk anakanak bertumbuh secara wajar dengan cara mempekerjakan mereka sesuai
dengan kebutuhannya
b) Asas aktivitas, melalui bekerja anak-anak akan menjadi aktif yang akan
memberikan pengalaman, yang kemudian akan menjadi pengetahun
mereka
c) Asas individualitas, dengan cara menyiapkan pendidikan sesuai dengan
individualitas masing-masing anak, sehingga mereka berkembang sesuai
dengan alamnya sendiri (Pidarta, 2007: 116)
4) Zaman Developmentalisme
Zaman Developmentalisme berkembang pada abad ke-19. Aliran ini
memandang pendidikan sebagai suatu proses perkembangan jiwa sehingga
aliran ini sering disebut gerakan psikologis dalam pendidikan. Tokoh-tokoh
aliran ini adalah: Pestalozzi, Johan Fredrich Herbart, Friedrich Wilhelm
Frobel, dan Stanley Hall (Pidarta, 2008: 116).

Konsep pendidikan yang

dikembangkan oleh aliran ini meliputi:
a) Mengaktualisasi semua potensi anak yang masih laten, membentuk watak
susila dan kepribadian yang harmonis, serta meningkatkan derajat sosial
manusia (Pidarta, 2007:119).
b) Pengembangan ini dilakukan sejalan dengan tingkat-tingkat perkembangan
anak (Pidarta, 2007: 120) yang melalui observasi dan eksperimen
(Mudyahardjo, 2008: 114)

c) Pendidikan adalah pengembangan pembawaan (nature) yang disertai
asuhan yang baik (nurture) (Rohmawati, 2008).
d) Pengembangan pendidikan mengutamakan perbaikan pendidikan dasar dan
pengembangan pendidikan universal (Mudyaharjo, 2008: 114).
5) Zaman Nasionalisme
Zaman nasionalisme muncul pada abad ke-19 sebagai upaya
membentuk patriot-patriot bangsa dan mempertahankan bangsa dari kaum
imperialis. Tokoh-tokohnya adalah La Chatolais (Perancis), Fichte (Jerman),
dan Jefferson (Amerika Serikat). Konsep pendidikan yang ingin diusung oleh
aliran ini adalah:
a) Menjaga, memperkuat, dan mempertinggi kedudukan negara,
b) Mengutamakan pendidikan sekuler, jasmani, dan kejuruan,
c) Materi pelajarannya meliputi: bahasa dan kesusastraan nasional,
pendidikan
d) kewarganegaraan, lagu-lagu kebangsaan, sejarah dan geografi Negara, dan
pendidikan jasmani (Rohmawati, 2008).
Akibat negatif dari pendidikan ini adalah munculnya chaufinisme, yaitu
kegilaan atau kecintaan terhadap tanah air yang berlebih-lebihan di beberapa
Negara, seperti di Jerman, yang akhirnya menimbulkan pecahnya Perang
Dunia I (Pidarta, 2007: 121).
6) Zaman Liberalisme, Positivisme, dan Individualisme.
Zaman ini lahir pada abad ke-19. Liberalisme berpendapat bahwa
pendidikan adalah alat untuk memperkuat kedudukan penguasa/pemerintahan
yang dipelopori dalam bidang ekonomi oleh Adam Smith dan siapa yang
banyak berpengetahuan dialah yang berkuasa yang kemudian mengarah pada
individualisme. Sedangkan positivisme percaya kebenaran yang dapat diamati
oleh panca indera sehingga kepercayaan terhadap agama semakin melemah.
Tokoh aliran positivisme adalah August Comte (Pidarta, 2007: 120).
7) Zaman Sosialisme
Aliran sosial dalam pendidikan muncul pada abad ke-20 sebagai reaksi
terhadap dampak liberalisme, positivisme, dan individualisme. Tokohtokohnya adalah Paul Nartorp, George Kerchensteiner (jerman), dan John
Dewey (Amerik Serikat). Menurut aliran ini, masyarakat memiliki arti yang
lebih penting daripada individu. Nartorp mengatakan individu itu ibarat atom-

atom yang tidak memiliki arti bila tidak berwujud benda. Begitu pula individu
sebenarnya tidk ada, sebab individu adalah suatu abstraksi saja dari
masyarakat. Karena itu sekolah harus diabdikan untuk tujuan-tujuan sosial
(Pidarta, 2007: 121)
b. Sejarah Pendidikan Indonesia
Pendidikan di Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang. Pendidikan itu
telah ada sejak zaman kuno/tradisional yang dimulai dengan zaman pengaruh
agama Hindu dan Budha, zaman pengaruh Islam, zaman penjajahan, dan zaman
merdeka (Pidarta, 2007: 125). Mudyahardjo dan Nasution (Dalam rohmawati
2008) menguraikan masing-masing zaman tersebut secara lebih terperinci.
Berikut ini adalah uraian dan rincian perjalanan sejarah pendidikan Indonesia:
1) Zaman Pengaruh Hindu dan Budha(Purba)
Hinduisme and Budhisme datang ke Indonesia sekitar abad ke-5.
Hinduisme dan Budhisme merupakan dua agama yang berbeda, namun di
Indonesia keduanya memiliki kecenderungan sinkretisme, yaitu keyakinan
mempersatukan figur Syiwa dengan Budha sebagai satu sumber Yang Maha
Tinggi. Motto pada lambang Negara Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika,
secara etimologis berasal dari keyakinan tersebut (Mudyahardjo, 2008: 215).
Jika kita mengamati sejarah tentang borobudur merupakan warisan
sejarah yang bisa kita gunakan sebagai perbandingan perkembangan
pendidikan pada masa itu dengan masa sekarang. Borobudur adalah candi
budha terbesar pada abad 9, yang berukuran 123 X 123 meter serta terdiri dari
1.460 relief dan 504 stupa. Borobudur setelah dibangun 3 abad sebelum
Angkor Wat di Kamboja dan 4 abad sebelum Katedral Agung di Eropa ini.
Berdasarkan keterangan di atas Borobudur merupakan tonggak sejarah
terbesar bagi Indonesia, karena pada saat itu (abad 9) bisa dikatakan Indonesia
menjadi negara number one. Jika ditinjau dari segi pembuatannya, maka akan
muncul asumsi tentang jumlah tenaga yang digunakan (berhubungan dengan
manajemen) dan arsitekturnya. Padahal pada masa itu sumber belajarnya
hanya berupa orang tidak seperti sekarang yang sumber belajarnya tidak hanya
berupa orang, tetapi ada buku, TV, radio, HP, komputer (laptop), dan internet.

Seharusnya pada saat ini justru kita harus lebih baik lagi dan lebih
maju dari pada abad 9 tersebut yang belum ada pendidikan manajemen dan
pendidikan arsitek.
2) Zaman Pengaruh Islam (Tradisional)
a) Awal masuknya Agama Islam di Indonesia
Agama islam yang dibawa oleh pedagang dari Persia dan Gujarat ke
Indonesia. Agama Islam mudah tersebar karena agama Islam dapat bersatu
dengan kebudayaan Indonesia. Keduanya dapat saling membantu dan
saling mempengaruhi. Agama Islam besar sekali pengaruhnya di dalam
mendidik rakyat jelata. Berbeda dengan Agama Hindu dan Budha, Agama
Islam menyiarkan Agamanya mulai dari bawah/dari rakyat biasa. Para
Ulama sangat dekat dengan rakyat biasa, mereka bisa hidup bersama
dengan rakyat biasa. Bentuk pendidikan yang Islam ada 3 macam, yaitu di
Langgar, Pesantren, dan Madrasah.
b) Bentuk pendidikan pada awal penyebaran agama islam di Indonesia
 Di langgar
Merupakan tempat pendidikan agama islam permulaan. Yang
dipentingkan ialah membaca dan menulis huruf arab. Pengajaran
berlangsung secara secara Individual, artinya seorang guru mengajar
seorang anak.
 Pendidikan di pesantren
Tempat pengajaran Agama Islam yang lebih lanjut dan lebih
mendalam ada di pesantren. Pengetahuan yang diberikan ada 3 bidang
yaitu: agama; ilmu pengetahuan; keterampilan.
 Pendidikan Madrasah
Pada madrasah guru-guru diperkenankan menerima balasan
jasa dalam bentuk uang (gaji). Lembaga pendidikan ini lebih
menekankan pada pemberian ilmu pengetahuan umum disamping
pelajaran agama. Pendidikan Madrasah diatur berjenjang sejajar
dengan pendidikan dasar dan menengah seperti sekarang ini. Jenjang
ini adalah
1. Tingkat TK : Bustanul
2. Tingkat SD : Ibtidaiyah

3. Tingkat SMP : Tsanawiyah
4. Tingkat SMA : Aliyah
 Wali Sanga
Wali adalah sahabat Allah, yaitu orang yang dicintai oleh Allah
serta memiliki pengetahuan agama islam yang mendalam. Wali
merupakan orang yang pintar, ahli agama, dan filsafat hidupnya
dicurahkan untuk agama, tidak mementingkan dunia materi. Tugas
utamanya adalah sebagai penyebar agama. Selain sebagai penyiar
agama, ia juga menjadi pelopor dalam usaha memajukan kehidupan
rakyat (Rizal, 2008).
3) Zaman Pengaruh Nasrani (Katholik dan Kristen)
Bangsa Portugis pada abad ke-16 bercita-cita menguasai perdagangan
dan perniagaan Timur-Barat dengan cara menemukan jalan laut menuju dunia
Timur serta menguasai bandar-bandar dan daerah-daerah strategis yang
menjadi mata rantai perdagaan dan perniagaan (Mudyahardjo, 2008: 242).
Di samping mencari kejayaan (glorious) dan kekayaan (gold), bangsa
Portugis datang ke Timur (termasuk Indonesia) bermaksud pula menyebarkan
agama yang mereka anut, yakni Katholik (gospel). Pada akhirnya pedagang
Portugis menetap di bagian timur Indonesia tempat rempah-rempah itu
dihasilkan. Namun kekuasaan Portugis melemah akibat peperangan dengan
raja-raja di Indonesia dan akhirnya dilenyapkan oleh Belanda pada tahun 1605
(Nasution, 2008: 4). Dalam setiap operasi perdagangan, mereka menyertakan
para paderi misionaris Paderi yang terkenal di Maluku, sebagai salah satu
pijakan Portugis dalam menjalankan misinya, adalah Franciscus Xaverius dari
orde Jesuit.
Orde ini didirikan oleh Ignatius Loyola (1491-1556) dan memiliki
tujuan yaitu segala sesuatu untuk keagungan yang lebih besar dari Tuhan
(Mudyahardjo, 2008: 243). Yang dicapai dengan tiga cara: memberi khotbah,
memberi pelajaran, dan pengakuan. Orde ini juga mempunyai organisasi
pendidikan yang seragam: sama di mana pun dan bebas untuk semua.
Xaverius memandang pendidikan sebagai alat yang ampuh untuk penyebaran
agama, Nasution dalam Rohmawati (2008).
Sedangkan pengaruh Kristen berasal dari orang-orang Belanda yang
datang pertama kali tahun1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman

dengan tujuan untuk mencari rempah-rempah. Untuk menghindari persaingan
di antara mereka, pemerintah Belanda mendirikan suatu kongsi dagang yang
disebut VOC (vreenigds Oost Indische Compagnie) atau Persekutuan Dagang
Hindia Belanda tahun 1602 (Mudyahardjo, 2008: 245).
Sikap VOC terhadap pendidikan adalah membiarkan terselenggaranya
Pendidikan Tradisional di Nusantara, mendukung diselenggarakannya
sekolah-sekolah yang bertujuan menyebarkan agama Kristen. Kegiatan
pendidikan yang dilakukan oleh VOC terutama dipusatkan di bagian timur
Indonesia di mana Katholik telah berakar dan di Batavia (Jakarta), pusat
administrasi kolonial. Tujuannya untuk melenyapkan agama Katholik dengan
menyebarkan agama Kristen Protestan, Calvinisme (Nasution, 2008: 4-5).
4) Zaman Kolonial Belanda
Tujuan bangsa Belanda ke Indonesia juga sama dengan bangsa
Spanyol dan Portugis. Belanda mendirikan sekolah-sekolah yang tidak hanya
mengjarkan agama saja, tetapi juga mengajarkan pengetahuan umum.
Sekolah-sekolah banyak didirikan di Pulau Ambon, Ternate, dan Bacan
(Maluku). Sekolah-sekolah ini tidak hanya mengajarkan khusus agama saja,
tetapi juga mengejarkan pengetahuan umum. Bahasa pengantar yang
dipergunakan adalah bahasa Melayu dan Belanda. Selain itu mereka juga
mendirikan sekolah untuk calon pegawai VOC. Sekolah ini didirikan di
Ambon dan Jakarta (rizal, 2008).
Meskipun sekolah-sekolah telah banyak berdiri, tetapi secara vormal,
sekolah-sekolah itu tidak didirikan atas nama VOC, tetapi didirikan oleh
orang-orang dari kalangan agama, yaitu agama Kristen Protestan. Keuntungan
besar dari sekolah ini adalah setelah kita mencapai kemerdekaan dimana
kebutuhan akan pendidikan sangat diperlukan. Sebagian besar penduduk di
Indonesia bagian timur sudah tidak mengalami tuna aksara. Ini karena telah
lama penduduk Indonesia bagian timur telah mengenal pendidikan/sekolah
(Rizal, 2008).
Oleh karena itu, kurikulum sekolah mengalami perubahan radikal
dengan masuknya ide-ide liberal tersebut yang bertujuan mengembangkan
kemampuan intelektual, nilai-nilai rasional dan sosial. Pada awalnya
kurikulum ini hanya diterapkan untuk anak-anak Belanda selama setengah
abad ke-19 (rohmawati, 2008).

Sejak dijalankannya Politik Etis ini tampak kemajuan yang lebih pesat
dalam bidang pendidikan selama beberapa dekade. Pendidikan yang
berorientasi Barat ini meskipun masih bersifat terbatas untuk beberapa
golongan saja, antara lain anak-anak Indonesia yang orang tuanya adalah
pegawai pemerintah Belanda, telah menimbulkan elite intelektual baru
(Rohmawati, 2008).
Golongan baru inilah yang kemudian berjuang merintis kemerdekaan
melalui pendidikan. Perjuangan yang masih bersifat kedaerahan berubah
menjadi perjuangan bangsa sejak berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 dan
semakin

meningkat

dengan

lahirnya

Sumpah

Pemuda

tahun

1928

(Rohmawati, 2008).
Setelah itu tokoh-tokoh pendidik lainnya adalah Mohammad Syafei
dengan Indonesisch Nederlandse School-nya, Ki Hajar Dewantara dengan
Taman Siswa-nya, dan Kyai Haji Ahmad Dahlan dengan Pendidikan
Muhammadiyah-nya yang semuanya mendidik anak-anak agar bisa mandiri
dengan jiwa merdeka (Pidarta, 2008: 125-33).
5) Zaman Kolonial Jepang
Perjuangan bangsa Indonesia dalam masa penjajahan Jepang tetap
berlanjut sampai cita-cita untuk merdeka tercapai. Walaupun bangsa Jepang
menguras habis-habisan kekayaan alam Indonesia, bangsa Indonesia tidak
pantang menyerah dan terus mengobarkan semangat 45 di hati mereka
(Rohmawati, 2008).
Meskipun demikian, ada beberapa segi positif dari penjajahan Jepang
di Indonesia. Di bidang pendidikan, Jepang telah menghapus dualisme
pendidikan dari penjajah Belanda dan menggantikannya dengan pendidikan
yang sama bagi semua orang. Selain itu, pemakaian bahasa Indonesia secara
luas diinstruksikan oleh Jepang untuk di pakai di lembaga-lembaga
pendidikan, di kantor-kantor, dan dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini
mempermudah bangsa Indonesia untuk merealisasi Indonesia merdeka. Pada
tanggal 17 Agustus 1945 cita-cita bangsa Indonesia menjadi kenyataan ketika
kemerdekaan Indonesia diproklamasikan kepada dunia (rohmawati, 2008).
Sekolah-sekolah yang ada pada jaman Belanda semenjak Jepang
datang ke Indonesia diganti dengan sistem Jepang. Murid hanya mendapat
pengetahuan sedikit, dan hampir sepanjang hari hanya diisi dengan kegiatan

latihan perang atau bekerja. Sistem sekolah di masa Jepang banyak berbeda
dengan penjajahan Belanda
a) Sekolah Jepang terbuka untuk semua golongan penduduk, lama belajar 6
tahun, bahasa pengantarnya adalah bahasa Daerah dan bahasa Melayu.
b) Sekolah menengah dibagi menjadi dua, yaitu Sekolah Menengah Pertama
(SMP) dan Sekolah Menengah Tinggi (SMT) masing-masing pendidikan 3
tahun.
c) Sekolah kejuruan masih ada, yaitu Sekolah Pertukangan dan Sekolah
Teknik Menengah.
d) Sekolah guru banyak didirikan. Ada tiga macam sekolah guru
 Sekolah guru 2 tahun = Sjootoo Sihan Gakoo
 Sekolah Guru Menengah 4 tahun = Guutoo Sihan Gakko
 Sekolah Guru Tinggi 6 tahun = Kooto Sihan Gakko
Pelajaran yang diberikan meliputi: Sejarah, Ilmu Bumi, Bahasa
Indonesia (Melayu), adat istiadat, Bahasa Jepang, dan Kebudayaan Jepang
( Rizal: 2008).
6) Zaman ‘Orde Baru’
Orde Baru dimulai setelah penumpasan G-30S pada tahun 1965 dan
ditandai oleh upaya melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Haluan

penyelenggaraan

pendidikan

dikoreksi

dari

penyimpangan-

penyimpangan yang dilakukan oleh Orde Lama yaitu dengan menetapkan
pendidikan agama menjadi mata pelajaran dari sekolah dasar sampai dengan
perguruan tinggi.
Di samping itu, dikembangkan kebijakan link and match di bidang
pendidikan. Konsep keterkaitan dan kepadanan ini dijadikan strategi
operasional dalam meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan
pasar (Pidarta, 2008: 137-38). Inovasi-inovasi pendidikan juga dilakukan
untuk mencapai sasaran pendidikan yang diinginkan. Sistem pendidikannya
adalah sentralisasi dengan berpusat pada pemerintah pusat.
Namun demikian, dalam dunia pendidikan pada masa ini masih
memiliki beberapa kesenjangan. Buchori (Dalam Pidarta 2008: 139-140)
mengemukakan beberapa kesenjangan, yaitu (1) kesenjangan okupasional

(antara pendidikan dan dunia kerja), (2) kesenjangan akademik (pengetahuan
yang diperoleh di sekolah kurang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari),
(3) kesenjangan kultural (pendidikan masih banyak menekankan pada
pengetahuan klasik dan humaniora yang tidak bersumber dari kemajuan ilmu
dan teknologi), dan (4) kesenjangan temporal (kesenjangan antara wawasan
yang dimiliki dengan wawasan dunia terkini).
Namun demikian keberhasilan pembangunan yang menonjol pada
zaman ini adalah (1) kesadaran beragama dan kenagsaan meningkat dengan
pesat, (2) persatuan dan kesatuan bangsa tetap terkendali, pertumbuhan
ekonomi Indonesia juga meningkat (Pidarta, 2008: 141).
7) Zaman ‘Reformasi’
Selama Orde Baru berlangsung, rezim yang berkuasa sangat leluasa
melakukan hal-hal yang mereka inginkan tanpa ada yang berani melakukan
pertentangan dan perlawanan, rezim ini juga memiliki motor politik yang
sangat kuat yaitu partai Golkar yang merupakan partai terbesar saat itu.
Hampir tidak ada kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan sesuatu,
termasuk kebebasan untuk berbicara dan menyaampaikan pendapatnya (ibid.:
143).
Begitu Orde Baru jatuh pada tahun 1998 masyarakat merasa bebas
bagaikan burung yang baru lepas dari sangkarnya yang telah membelenggunya
selama bertahun-tahun. Masa Reformasi ini pada awalnya lebih banyak
bersifat mengejar kebebasan tanpa program yang jelas.
Sementara itu, ekonomi Indonesia semakin terpuruk, pengangguran
bertambah banyak, demikian juga halnya dengan penduduk miskin. Korupsi
semakin hebat dan semakin sulit diberantas. Namun demikian, dalam bidang
pendidikan ada perubahan-perubahan dengan munculnya Undang-Undang
Pendidikan yang baru dan mengubah sistem pendidikan sentralisasi menjadi
desentralisasi, di samping itu kesejahteraan tenaga kependidikan perlahanlahan meningkat. Hal ini memicu peningkatan kualitas profesional mereka.
Instrumen-instrumen untuk mewujudkan desentralisasi pendidikan juga
diupayakan, misalnya KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), MBS
(Manajemen Berbasis Sekolah), Life Skills (Lima Ketrampilan Hidup), TQM
(Total Quality Management) KTSP (Kurikulum Satuan Pendidikan).

C. LANDASAN PSIKOLOGIS
1. PENGERTIAN
Dasar psikologis berkaitan dengan prinsip-prinsip belajar dan perkembangan
anak. Pemahaman terhadap peserta didik, utamanya yang berkaitan dengan aspek
kejiwaan merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu, hasil
kajian dan penemuan psikologis sangat diperlukan penerapannya dalam bidang
pendidikan.
Sebagai implikasinya pendidik tidak mungkin memperlakukan sama kepada
setiap peserta didik, sekalipun mereka memiliki kesamaan. Penyusunan kurikulum
perlu berhati-hati dalam menentukan jenjang pengalaman belajar yang akan dijadikan
garis-garis besar pengajaran serta tingkat kerincian bahan belajar yang digariskan.
2. PSIKOLOGIS PERKEMBANGAN
Ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan. Pendekatan-pendekatan
yang dimaksud adalah (Nana Syaodih, 1989).
a. Pendekatan pentahapan. Perkembangan individu berjalan melalui tahapan-tahapan
tertentu. Pada setiap tahap memiliki ciri-ciri khusus yang berbeda dengan ciri-ciri
pada tahap-tahap yang lain.
b. Pendekatan diferensial. Pendekatan ini dipandang individu-individu itu memiliki
kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan. Atas dasar ini lalu orang-orang
membuat kelompok–kelompok. Anak-anak yang memiliki kesamaan dijadikan
satu kelompok. Maka terjadilah kelompok berdasarkan jenis kelamin, kemampuan
intelek, bakat, ras, status sosial ekonomi, dan sebagainya.
c. Pendekatan ipsatif. Pendekatan ini berusaha melihat karakteristik setiap individu,
dapat saja disebut sebagai pendekatan individual. Melihat perkembangan
seseorang secara individual.
Dari ketiga pendekatan ini, yang paling dilaksanakan adalah pendekatan
pentahapan. Pendekatan pentahapan ada 2 macam yaitu bersifat menyeluruh dan yang
bersifat khusus. Yang menyeluruh akan mencakup segala aspek perkembangan
sebagai faktor yang diperhitungkan dalam menyusun tahap-tahap perkembangan,
sedangkan yang bersifat khusus hanya mempertimbang faktor tertentu saja sebagai
dasar menyusun tahap-tahap perkembangan anak, misalnya pentahapan Piaget,
Koglberg, dan Erikson.

Psikologi perkembangan menurut Rouseau membagi masa perkembangan anak
atas empat tahap yaitu :
a. Masa bayi dari 0 – 2 tahun sebagian besar merupakan perkembangan fisik.
b. Masa anak dari 2 – 12 tahun yang dinyatakan perkembangannya baru seperti
hidup manusia primitif.
c. Masa pubertas dari 12 – 15 tahun, ditandai dengan perkembangan pikiran dan
kemauan untuk berpetualang.
d. Masa adolesen dari 15 – 25 tahun, pertumbuhan seksual menonjol, sosial, kata
hati, dan moral. Remaja ini sudah mulai belajar berbudaya.
3. PSIKOLOGI BELAJAR
a. Menurut Pidarta (2007:206) belajar adalah perubahan perilaku yang relatif
permanen sebagai hasil pengalaman (bukan hasil perkembangan, pengaruh obat
atau kecelakaan) dan bisa melaksanakannya pada pengetahuan lain serta mampu
mengomunikasikannya kepada orang lain.
b. Secara psikologis, belajar dapat didefinisikan sebagai “suatu usaha yang
dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara
sadar dari hasil interaksinya dengan lingkungan” (Slameto, 1991:2). Definisi ini
menyiratkan dua makna. Pertama, bahwa belajar merupakan suatu usaha untuk
mencapai tujuan tertentu yaitu untuk mendapatkan perubahan tingkah laku Kedua,
perubahan tingkah laku yang terjadi harus secara sadar.
c. Dari pengertian belajar di atas, maka kegiatan dan usaha untuk mencapai
perubahan tingkah laku itu dipandang sebagai Proses belajar, sedangkan
perubahan tingkah laku itu sendiri dipandang sebagai Hasil belajar. Hal ini
berarti, belajar pada hakikatnya menyangkut dua hal yaitu proses belajar dan
hasil belajar.
Para ahli psikologi cenderung untuk menggunakan pola-pola tingkah laku
manusia sebagai suatu model yang menjadi prinsip-prinsip belajar. Prinsip-prinsip
belajar ini selanjutnya lazim disebut dengan Teori Belajar.
1) Teori belajar klasik masih tetap dapat dimanfaatkan, antara lain untuk menghapal
perkalian dan melatih soal-soal (Disiplin Mental). Teori Naturalis bisa dipakai
dalam pendidikan luar sekolah terutama pendidikan seumur hidup.
2) Teori belajar behaviorisme bermanfaat dalam mengembangkan perilaku-perilaku
nyata, seperti rajin, mendapat skor tinggi, tidak berkelahi dan sebagainya.

3) Teori-teori belajar kognisi berguna dalam mempelajari materi-materi yang rumit
yang membutuhkan pemahaman, untuk memecahkan masalah dan untuk
mengembangkan ide (Pidarta, 2007:218).
4. PSIKOLOGI SOSIAL
Menurut Hollander (1981) psikologi sosial adalah psikologi yang mempelajari
psikologi seseorang di masyarakat, yang mengkombinasikan ciri-ciri psikologi
dengan ilmu sosial untuk mempelajari pengaruh masyarakat terhadap individu dan
antar individu (dikutip Pidarta, 2007:219).
Pembentukan kesan pertama terhadap orang lain memilki tiga kunci utama yaitu:
a. Kepribadian orang itu. Mungkin kita pernah mendengar tentang orang itu
sebelumnya atau cerita-cerita yang mirip dengan orang itu, terutama tentang
kepribadiannya.
b. Perilaku orang itu. Ketika melihat perilaku orang itu setelah berhadapan, maka
hubungkan dengan cerita-cerita yang pernah didengar.
c. Latar belakang situasi. Kedua data di atas kemudian dikaitkan dengan situasi
pada waktu itu, maka dari kombinasi ketiga data itu akan keluarlah kesan pertama
tentang orang itu.
Dalam dunia pendidikan, kesan pertama yang positif yang dibangkitkan
pendidik akan memberikan kemauan dan semangat belajar anak-anak. Motivasi juga
merupakan aspek psikologis sosial, sebab tanpa motivasi tertentu seseorang sulit
untuk bersosialisasi dalam masyarakat. Sehubungan dengan itu, pendidik punya
kewajiban untuk menggali motivasi anak-anak agar muncul, sehingga mereka dengan
senang hati belajar di sekolah.
Menurut Klinger (dikutip Pidarta, 2007:222) faktor-faktor yang menentukan
motivasi belajar adalah:
a. Minat dan kebutuhan individu.
b. Persepsi kesulitan akan tugas-tugas.
c. Harapan sukses.

DAFTAR PUSTAKA

Buku pengantar pendidikan karangan Redja Mudyahardjo
Sardiman. 2005. Interaksi dan motivasi belajar “MENGAJAR”. Jakarta. Raja Grafindo.
Halaman 51.
hariannetral. com/2014/06/berbagai-pengertian-mendidik.html
insyirohati.blogspot.co.id/2014/10/pengertian-pendidiakan.html
http://www.syaarar.com/index.php?module=content&id=912
http://www.e-psikologi.com/epsi/pendidikan_detail.asp?id=462
http://www.infokomunitas.com/index.php?option=com_content&task=view&id=652&Itemid
=28
http://carapedia.com/pengertian_definisi_pendidiakan_menurut_para_ahli_info405.html
https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/11/08/landasan-pendidikan-dan-penerapannya/
http://andira95.blogspot.co.id/2013/06/hakikat-pendidikan.html
http://hitamandbiru.blogspot.com/2012/07/landasan-historis-kultural-yuridis-dan.html?m=1
http://oktoferiana.blogspot.co.id/2013/10/landasan-historis-pendidikan_19.html

https://dykaandrian.blogspot.co.id/2015/01/makalah-landasan-psikologi-pendidikan.html