Teratogen pada dan Masa Kehamilan
Teratogen pada Masa Kehamilan
Oleh Afini Faza, 1106064442
Teratogen adalah agen eksogenus yang dapat menggangu perkembangan fetus dalam
rahim. Teratogen dapat mengakibatkan terjadinya malformasi kongenital, gangguan
pertumbuhan, dan perubahan tingkah laku pada neonatus, bahkan jika paparan terjadi secara
masif dapat menyebabkan keguguran.1 Dari berbagai macam agen eksogenus, teratogen
digolongkan menjadi tiga kelompok besar, antara lain:2
a. Agen infeksius
b. Agen kimia termasuk obat-obatan
c. Agen fisik
Berbagai agen eksogenus tersebut menganggu berbagai proses penting embriogenesis
antara lain pertumbuhan sel, diferensiasi sel, interaksi sel, dan proses migrasi sel. Dampak
signifikan dari teratogen akan muncul pada usia kehamilan 3 hingga 8 minggu saat terjadinya
proses organogenesis.2 Efek yang ditimbulkan teratogen bergantung pada lamanya ibu
terpapar teratogen, dosis teratogen, dan tahapan organogenesis yang sedang terjadi saat
mengalami paparan terhadap teratogen.2,3
Jika ibu terpapar teratogen pada usia kehamilan satu hingga dua minggu efek yang
ditimbulkan teratogen akan bersifat all or none. Pengertian all or none dalam hal ini memiliki
dua kemungkinan yaitu terjadi abortus pada janin atau tidak muncul efek teratogen pada
janin. Paparan teratogen yang terjadi pada usia kehamilan 3 hingga 8 minggu akan
menimbulkan efek kerusakan yang sifatnya spesifik di organ tertentu pada masa
pembentukan organ tertentu.3
Contoh Penyakit Infeksius yang Merupakan Teratogen
Agen infeksius dapat menyebabkan terjadinya penghambatan mitosis, efek sitotoksik, dan
gangguan vascular pada embrio. Proses repair pada jaringan yang telah mengalami kerusakan
akan menimbulkan scar dan kalsifikasi yang menghambat proses histogenesis.4
1. Rubella
Virus yang menyebabkan penyakit Rubella dapat menyebabkan terjadinya
malformasi kongenital. Virus Rubella dapat menyebabkan terjadinya malformasi
kongenital pada organ mata, telinga, jantung, dan gigi. Bahkan beberapa kejadian
menunjukkan adanya gangguan otak beserta keterbelakangan mental pada penderita.5
2. Sitomegalovirus
Infeksi sitomegalovirus pada tahap awal kehamilan akan menyebabkan kerusakan
berat pada janin hingga terjadinya kematian janin. Janin dapat terjangkiti oleh
sitomegalovirus jika pada rahim ibu terinfeksi oleh virus ini. Bentuk malformasi
kongenital yang dapat terjadi pada janin adalah mikrosefali, kebutaan mata, pengapuran
otak, hepatosplenomegali, dan koriorenitis.5
3. Varisela
Terdapat dua puluh persen kejadian kongenital yang disebabkan oleh varisela. 5
Bentuk kelainan kongenital yang dapat terjadi adalah atrofi otot, hipoplasia ekstremitas,
dan
keterbelakangan
mental
karena
abnormalitas
pada
saraf
pusat,
katarak,
mikrooftalmia, dan kurangnya berat badan saat kelahiran. 5,6 Hipoplasia pada ekstremitas
terjadi sebanyak 50%. Terjadinya infeksi varicella saat usia kehamilan kurang dari 20
minggu dapat menyebabkan terjadinya komplikasi yang dinamakan Fetal Varicella
Syndrome (FVS).4
4. Toksoplasmosis
Tidak terjadi malformasi pada kehamilan yang bersamaan dengan infeksi
Toxoplasma gondii pada ibu.4 Gangguan yang dapat terjadi adalah hidrosefalus karena
adanya kalsifikasi otak yang diakibatkan oleh meningoensefalitik kronik.
5. Sifilis
Ibu hamil yang menderita sifilis dapat menjadi penyebab tuli kongenital dan
keterbelakangan mental pada janin yang dikandungnya.
Contoh Zat Kimia dan Obat yang Merupakan Teratogen
1. Logam berat
Contoh logam berat yang berbahaya bagi janin adalah timbal dan merkuri. Wanita
yang pernah mengalami keracunan timbal sebelum hamil dapat membahayakan bagi janin
jika wanita tersebut mengalami kehamilan. Hal ini disebabkan timbal dapat terseimpan
dalam tulang dan pada suatu saat timbal tersebut dapat dilepasakan di darah. Batas
seseorang dikatakan keracunan timbal jika kadar timbal dalam darahnya mencapai
50μg/dl. Efek berat dari keracunan timbal adalah terjadinya aborsi spontan.4 Keracunan
timbal juga sangat berhubungan dengan teratogenik pada perkembangan saraf. 2
Keracunan merkuri pada saat kehamilan dapat menyebabkan terjadinya atrofi pada lapis
granular serebellum, kerusakan lapisan korteks otak, dan beberapa kejadian menunjukkan
adanya polyneuritis.4
2. Alkohol
Tidak ada batas aman konsumsi alkohol bagi ibu hamil. Konsumsi alkohol 1-2
kali sehari dapat menyebabkan berat lahir neonatus dibawah rata-rata. Sedangkan
konsumsi alkohol sebanyak 4 sampai 6 kali dalam sehari dapat menimbulkan sindrom
yang dinamakan FAS (Fetal Alcohol Syndrome).2 Ciri khas dari penderita FAS ringan
hingga berat adalah kelainan bentuk wajah.2 Tulang maksila mengalami hiperplasia
sehingga akan terlihat lebih lebar.5 Selain berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala
penderita FAS akan berbeda dari neonatus normal.2
3. Marijuana
Marijuana mengandung 8,9-tetrahidrokanabinol yang mudah larut pada lemak
sehingga komponen ini akan sangat mudah melewati plasenta. Ibu yang merokok dengan
marijuana akan menimbulkan malformasi dan retardasi mental pada janin yang
dikandung.2
4. Talidomid
Dahulu, talidomid banyak digunakan sebagai obat untuk mencegah mual saat
hamil. Sekarang talidomid ditarik dari peredaran karena memiliki hubungan timbal balik
dengan kejadian amelia dan meromelia pada neonatus. Talidomid dapat mengakibatkan
terjadinya kelainan pada tulang panjang, kelainan jantung, atresia usus, anomali pada
saluran urinaria, defek genital, anomali pada gigi dan telinga. Jarang terjadi kasus bibir
sumbing dengan konsumsi talidomid. Selain itu, konsumsi talidomid tidak mempengaruhi
susunan saraf pusat dan penderita memiliki kecerdasan yang normal.4,5
5. Warfarin
Warfarin adalah obat yang dapat dengan mudah menembus plasenta. Dengan
kemudahan tersebut, warfarin akan mengacaukan pengolahan vitamin K pada fetus
sehingga mengakibatkan pendarahan pada berbagai organ fetus. Efek kedua yang akan
timbul adalah dapat mengacaukan aktivitas enzim vitamin K reduktase yang akan
menghambat produksi inhibitor-inhibitor mineralisasi yang bergantung pada vitamin K
(vitamin-K dependent mineralization inhibitors). Hal ini mengakibatkan penyimpangan
dalam menyimpan kalsium pada epifisis dan septum nasalis. Anomali yang dapat terjadi
karena penggunaan warfarin adalah pemendekan leher, hypoplasia pada hidung,
abnormalitas pada laring, obstruksi saluran nafas atas, brakidaktili, pemendekan
ekstremitas, dan lain sebagainya.7
gambar 1 hipoplasia nasal dan brakidaktili
6. Antineoplastik
Contoh dari agen antineoplastik adalah aminopterin dan methotrexate yang
merupakan antagonis dari asam folat.2,5 Hal ini berhubungan dengan penurunan
penggunaan asam folat bagi janin dan dapat meningkatkan risiko terjadinya neuraltube
defect (NTD). Kedua contoh antineoplastik tersebut merupakan teratogen kuat karena
antineoplastik akan mencegah terjadinya mitosis pada sel-sel. 5 konsumsi antineoplastik
saat kehamilan memiliki hubungan dengan bibir sumbing dengan atau tanpa palatoskisis.
7. Diazepam
Diazepam memiliki efek teratogenik yang kebanyakan dapat menimbulkan bibir
sumbing dengan atau tanpa palatoskisis. Diazepam memberikan efek samping yang
merugikan dalam hal pembelahan sel dan interaksi antarsel.5
8. Angiotensin Converting Enzyme (ACE inhibitor)
ACE inhibitor biasa digunakan sebagai obat antihipertensi. Penggunaan ACE
inhibitor saat kehamilan akan meningkatkan risiko malformasi kongenital mayor
dibandingkan dengan antihipertensi lain dan ibu yang tidak mengonsumsi ACE inhibitor. 8
Malformasi dapat terjadi pada sistem kardiovaskular dan susunan saraf pusat. Kelainan
yang terjadi pada uterus adalah oligohidroamnion, retardasi pertumbuhan intrauterine,
disfungsi ginjal, dysplasia ginjal, anuria, dan kematian.5,8
Teratogen berupa Agen Fisik
Telah umum diketahui bahwa radiasi pengion merupakan teratogen karena sifatnya
yang dapat menimbulkan mutasi pada gen. Kekuatan dari teratogen bergantung pada dosis
paparan terhadap radiasi pengion.5 Batas aman penggunaan radiasi pengion pada manusia
tidak diketahui dengan jelas. Paparan yang paling membahayakan terjadi saat usia kehamilan
8 hingga 15 minggu setelah fertilisasi. 4 Sebelum embrio mengalami implantasi radiasi
pengion tidak memunculkan sifat teratogen tetapi langsung dapat berefek letal. Dari bayi
yang saat kehamilannya terpapar radiasi yang cukup kuat dapat mengalami mikrosefali dan
keterbelakangan mental.5
1
Rodeck CH, Whittle MJ. Fetal Medicine: Basic Science and Clinical Practice. 2 ed. USA: Elsevier
Health Sciences; 2008.
2
Goodwin TM, Montoro MN, Muderspach L, Paulson R, Roy S. Management of Common
Problems in Obstetrics and Gynecology. 5 ed: John Wiley & Sons; 2010.
3
Wynbrandt J, Ludman MD. The Encyclopedia of Genetic Disorders and Birth Defects. 3 ed:
Infobase Publishing; 2009.
4
Barness EG. Review: Teratogenic Causes of Malformations. Ann Clin Lab Sci Spring.
2010;40:99-144.
5
Sadler TW. Medical Embryology. 11 ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins; 2009.
6
Ramachandra S, Metta AK, Haneef NS, Kodali S. Fetal varicella syndrome. Indian J Dermatol
Venereol Leprol 2010;76:724
7
Sathienkijkanchai A, Wasant P. Fetal Warfarin Syndrome. J Med Assoc Thai. 2005;88:S246-S50.
8
Cooper WO, Hernandez-Diaz S, Arbogast PG, Dudley JA, Dyer S, Gideon PS, et al. Major
Congenital Malformations after First-Trimester Exposure to ACE Inhibitors. New England Journal
of Medicine. 2006;354(23):2443-51.
Oleh Afini Faza, 1106064442
Teratogen adalah agen eksogenus yang dapat menggangu perkembangan fetus dalam
rahim. Teratogen dapat mengakibatkan terjadinya malformasi kongenital, gangguan
pertumbuhan, dan perubahan tingkah laku pada neonatus, bahkan jika paparan terjadi secara
masif dapat menyebabkan keguguran.1 Dari berbagai macam agen eksogenus, teratogen
digolongkan menjadi tiga kelompok besar, antara lain:2
a. Agen infeksius
b. Agen kimia termasuk obat-obatan
c. Agen fisik
Berbagai agen eksogenus tersebut menganggu berbagai proses penting embriogenesis
antara lain pertumbuhan sel, diferensiasi sel, interaksi sel, dan proses migrasi sel. Dampak
signifikan dari teratogen akan muncul pada usia kehamilan 3 hingga 8 minggu saat terjadinya
proses organogenesis.2 Efek yang ditimbulkan teratogen bergantung pada lamanya ibu
terpapar teratogen, dosis teratogen, dan tahapan organogenesis yang sedang terjadi saat
mengalami paparan terhadap teratogen.2,3
Jika ibu terpapar teratogen pada usia kehamilan satu hingga dua minggu efek yang
ditimbulkan teratogen akan bersifat all or none. Pengertian all or none dalam hal ini memiliki
dua kemungkinan yaitu terjadi abortus pada janin atau tidak muncul efek teratogen pada
janin. Paparan teratogen yang terjadi pada usia kehamilan 3 hingga 8 minggu akan
menimbulkan efek kerusakan yang sifatnya spesifik di organ tertentu pada masa
pembentukan organ tertentu.3
Contoh Penyakit Infeksius yang Merupakan Teratogen
Agen infeksius dapat menyebabkan terjadinya penghambatan mitosis, efek sitotoksik, dan
gangguan vascular pada embrio. Proses repair pada jaringan yang telah mengalami kerusakan
akan menimbulkan scar dan kalsifikasi yang menghambat proses histogenesis.4
1. Rubella
Virus yang menyebabkan penyakit Rubella dapat menyebabkan terjadinya
malformasi kongenital. Virus Rubella dapat menyebabkan terjadinya malformasi
kongenital pada organ mata, telinga, jantung, dan gigi. Bahkan beberapa kejadian
menunjukkan adanya gangguan otak beserta keterbelakangan mental pada penderita.5
2. Sitomegalovirus
Infeksi sitomegalovirus pada tahap awal kehamilan akan menyebabkan kerusakan
berat pada janin hingga terjadinya kematian janin. Janin dapat terjangkiti oleh
sitomegalovirus jika pada rahim ibu terinfeksi oleh virus ini. Bentuk malformasi
kongenital yang dapat terjadi pada janin adalah mikrosefali, kebutaan mata, pengapuran
otak, hepatosplenomegali, dan koriorenitis.5
3. Varisela
Terdapat dua puluh persen kejadian kongenital yang disebabkan oleh varisela. 5
Bentuk kelainan kongenital yang dapat terjadi adalah atrofi otot, hipoplasia ekstremitas,
dan
keterbelakangan
mental
karena
abnormalitas
pada
saraf
pusat,
katarak,
mikrooftalmia, dan kurangnya berat badan saat kelahiran. 5,6 Hipoplasia pada ekstremitas
terjadi sebanyak 50%. Terjadinya infeksi varicella saat usia kehamilan kurang dari 20
minggu dapat menyebabkan terjadinya komplikasi yang dinamakan Fetal Varicella
Syndrome (FVS).4
4. Toksoplasmosis
Tidak terjadi malformasi pada kehamilan yang bersamaan dengan infeksi
Toxoplasma gondii pada ibu.4 Gangguan yang dapat terjadi adalah hidrosefalus karena
adanya kalsifikasi otak yang diakibatkan oleh meningoensefalitik kronik.
5. Sifilis
Ibu hamil yang menderita sifilis dapat menjadi penyebab tuli kongenital dan
keterbelakangan mental pada janin yang dikandungnya.
Contoh Zat Kimia dan Obat yang Merupakan Teratogen
1. Logam berat
Contoh logam berat yang berbahaya bagi janin adalah timbal dan merkuri. Wanita
yang pernah mengalami keracunan timbal sebelum hamil dapat membahayakan bagi janin
jika wanita tersebut mengalami kehamilan. Hal ini disebabkan timbal dapat terseimpan
dalam tulang dan pada suatu saat timbal tersebut dapat dilepasakan di darah. Batas
seseorang dikatakan keracunan timbal jika kadar timbal dalam darahnya mencapai
50μg/dl. Efek berat dari keracunan timbal adalah terjadinya aborsi spontan.4 Keracunan
timbal juga sangat berhubungan dengan teratogenik pada perkembangan saraf. 2
Keracunan merkuri pada saat kehamilan dapat menyebabkan terjadinya atrofi pada lapis
granular serebellum, kerusakan lapisan korteks otak, dan beberapa kejadian menunjukkan
adanya polyneuritis.4
2. Alkohol
Tidak ada batas aman konsumsi alkohol bagi ibu hamil. Konsumsi alkohol 1-2
kali sehari dapat menyebabkan berat lahir neonatus dibawah rata-rata. Sedangkan
konsumsi alkohol sebanyak 4 sampai 6 kali dalam sehari dapat menimbulkan sindrom
yang dinamakan FAS (Fetal Alcohol Syndrome).2 Ciri khas dari penderita FAS ringan
hingga berat adalah kelainan bentuk wajah.2 Tulang maksila mengalami hiperplasia
sehingga akan terlihat lebih lebar.5 Selain berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala
penderita FAS akan berbeda dari neonatus normal.2
3. Marijuana
Marijuana mengandung 8,9-tetrahidrokanabinol yang mudah larut pada lemak
sehingga komponen ini akan sangat mudah melewati plasenta. Ibu yang merokok dengan
marijuana akan menimbulkan malformasi dan retardasi mental pada janin yang
dikandung.2
4. Talidomid
Dahulu, talidomid banyak digunakan sebagai obat untuk mencegah mual saat
hamil. Sekarang talidomid ditarik dari peredaran karena memiliki hubungan timbal balik
dengan kejadian amelia dan meromelia pada neonatus. Talidomid dapat mengakibatkan
terjadinya kelainan pada tulang panjang, kelainan jantung, atresia usus, anomali pada
saluran urinaria, defek genital, anomali pada gigi dan telinga. Jarang terjadi kasus bibir
sumbing dengan konsumsi talidomid. Selain itu, konsumsi talidomid tidak mempengaruhi
susunan saraf pusat dan penderita memiliki kecerdasan yang normal.4,5
5. Warfarin
Warfarin adalah obat yang dapat dengan mudah menembus plasenta. Dengan
kemudahan tersebut, warfarin akan mengacaukan pengolahan vitamin K pada fetus
sehingga mengakibatkan pendarahan pada berbagai organ fetus. Efek kedua yang akan
timbul adalah dapat mengacaukan aktivitas enzim vitamin K reduktase yang akan
menghambat produksi inhibitor-inhibitor mineralisasi yang bergantung pada vitamin K
(vitamin-K dependent mineralization inhibitors). Hal ini mengakibatkan penyimpangan
dalam menyimpan kalsium pada epifisis dan septum nasalis. Anomali yang dapat terjadi
karena penggunaan warfarin adalah pemendekan leher, hypoplasia pada hidung,
abnormalitas pada laring, obstruksi saluran nafas atas, brakidaktili, pemendekan
ekstremitas, dan lain sebagainya.7
gambar 1 hipoplasia nasal dan brakidaktili
6. Antineoplastik
Contoh dari agen antineoplastik adalah aminopterin dan methotrexate yang
merupakan antagonis dari asam folat.2,5 Hal ini berhubungan dengan penurunan
penggunaan asam folat bagi janin dan dapat meningkatkan risiko terjadinya neuraltube
defect (NTD). Kedua contoh antineoplastik tersebut merupakan teratogen kuat karena
antineoplastik akan mencegah terjadinya mitosis pada sel-sel. 5 konsumsi antineoplastik
saat kehamilan memiliki hubungan dengan bibir sumbing dengan atau tanpa palatoskisis.
7. Diazepam
Diazepam memiliki efek teratogenik yang kebanyakan dapat menimbulkan bibir
sumbing dengan atau tanpa palatoskisis. Diazepam memberikan efek samping yang
merugikan dalam hal pembelahan sel dan interaksi antarsel.5
8. Angiotensin Converting Enzyme (ACE inhibitor)
ACE inhibitor biasa digunakan sebagai obat antihipertensi. Penggunaan ACE
inhibitor saat kehamilan akan meningkatkan risiko malformasi kongenital mayor
dibandingkan dengan antihipertensi lain dan ibu yang tidak mengonsumsi ACE inhibitor. 8
Malformasi dapat terjadi pada sistem kardiovaskular dan susunan saraf pusat. Kelainan
yang terjadi pada uterus adalah oligohidroamnion, retardasi pertumbuhan intrauterine,
disfungsi ginjal, dysplasia ginjal, anuria, dan kematian.5,8
Teratogen berupa Agen Fisik
Telah umum diketahui bahwa radiasi pengion merupakan teratogen karena sifatnya
yang dapat menimbulkan mutasi pada gen. Kekuatan dari teratogen bergantung pada dosis
paparan terhadap radiasi pengion.5 Batas aman penggunaan radiasi pengion pada manusia
tidak diketahui dengan jelas. Paparan yang paling membahayakan terjadi saat usia kehamilan
8 hingga 15 minggu setelah fertilisasi. 4 Sebelum embrio mengalami implantasi radiasi
pengion tidak memunculkan sifat teratogen tetapi langsung dapat berefek letal. Dari bayi
yang saat kehamilannya terpapar radiasi yang cukup kuat dapat mengalami mikrosefali dan
keterbelakangan mental.5
1
Rodeck CH, Whittle MJ. Fetal Medicine: Basic Science and Clinical Practice. 2 ed. USA: Elsevier
Health Sciences; 2008.
2
Goodwin TM, Montoro MN, Muderspach L, Paulson R, Roy S. Management of Common
Problems in Obstetrics and Gynecology. 5 ed: John Wiley & Sons; 2010.
3
Wynbrandt J, Ludman MD. The Encyclopedia of Genetic Disorders and Birth Defects. 3 ed:
Infobase Publishing; 2009.
4
Barness EG. Review: Teratogenic Causes of Malformations. Ann Clin Lab Sci Spring.
2010;40:99-144.
5
Sadler TW. Medical Embryology. 11 ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins; 2009.
6
Ramachandra S, Metta AK, Haneef NS, Kodali S. Fetal varicella syndrome. Indian J Dermatol
Venereol Leprol 2010;76:724
7
Sathienkijkanchai A, Wasant P. Fetal Warfarin Syndrome. J Med Assoc Thai. 2005;88:S246-S50.
8
Cooper WO, Hernandez-Diaz S, Arbogast PG, Dudley JA, Dyer S, Gideon PS, et al. Major
Congenital Malformations after First-Trimester Exposure to ACE Inhibitors. New England Journal
of Medicine. 2006;354(23):2443-51.