PERBAIKAN KUALITAS PROSES PRODUKSI KERAJINAN TENUN MELALUI BIAYA KUALITAS.

ARTIKEL PENELITIAN DOSEN MUDA

PERBAIKAN KUALITAS PROSES PRODUKSI KERAJINAN TENUN
MELALUI BIAYA KUALITAS
Monika Rianti Helmi1
Arrival Rince Putri2
Department of Mathematic, Andalas University, Padang
monika@fmipa.unand.ac.id
arrival@fmipa.unand.ac.id
Abstrak
Dalam dunia industri baik jasa maupun manufaktur, masalah kualitas
suatu produk sangat penting untuk diperhatikan. Hal ini disebabkan karena
kualitas merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kepuasan konsumen
sebagai pemakai dari produk tersebut.
Penelitian ini dilakukan di kerajinan tenun Kenagarian Pandai Sikek,
Sumatera Barat. Hasil analisa peta kendali menunjukkan bahwa proses produksi
di level pengrajin berlangsung secara terkendali. Tingginya internal failure cost
merupakan indikasi rendahnya kualitas proses produksi yang menyebabkan
tingginya appraisal cost. Kedua kelompok ini akan turun jika kualitas proses
produksi tinggi. Rendahnya kualitas proses produksi disebabkan oleh faktor
manusia, sistem pengukuran, material, metode, manajemen dan peralatan

PENDAHULUAN
Dalam dunia industri baik jasa maupun manufaktur, masalah kualitas
suatu produk sangat penting untuk diperhatikan. Hal ini disebabkan karena
kualitas merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kepuasan konsumen
sebagai pemakai dari produk tersebut, selain faktor kepercayaan dan pelayanan.
Disamping itu, kualitas produk merupakan aspek penting yang sangat
berpengaruh terhadap unjuk kerja aspek-aspek lainnya. Semakin rendah tingkat
kegagalan produk yang dihasilkan, semakin rendah pula biaya produksi per unit,
yang pada akhirnya akan dapat menekan harga jual. Demikian halnya dengan
kemampuan pemenuhan jadwal produk yang diproduksi sesuai rencana akibat
rendahnya tingkat kegagalan produksi.
Kenagarian Pandai Sikek, Kecamatan Koto X Kabupaten Tanah Datar
merupakan salah satu daerah wisata yang terkenal di Sumatera Barat yang terletak
di bawah kaki Gunung Singgalang. Yang menarik untuk diamati adalah
pelestarian unsur budaya daerah. Gadis-gadis dan sebagian besar ibu-ibu rumah
tangga dalam kesehariannya bekerja sebagai pengrajin tenun, utamanya membuat
kain songket.
Seiring dengan berkembangnya permintaan yang meningkat dari tahun
ke tahun terhadap produk kerajinan ini, semakin bertambah pula kemungkinan
jumlah produk yang cacat (product loss). Oleh karena itu diperlukan perencanaan,

pengendalian dan perbaikan kualitas produksi yang memadai.

Dalam bidang industri, permasalahan yang sering dihadapi adalah
bagaimana cara untuk menghemat biaya dan waktu selama proses produksi.
Tingkat persaingan yang tinggi, menuntut para pengrajin tenun untuk
menghasilkan produk yang berkualitas tinggi dengan harga murah, sehingga
pengrajin perlu memberikan perhatian yang serius terhadap biaya kualitas. Analisa
yang tepat terhadap biaya kualitas memungkinkan para pengrajin untuk
mengetahui sumber-sumber biaya kualitas yang tidak efisien sehingga dapat
diambil tindakan yang tepat dan sesuai untuk mengatasinya. Efisiensi biaya
kualitas pada akhirnya juga akan menurunkan biaya produksi dan meningkatkan
daya saing produk di pasar.
PEMENUHAN KOMPONEN KUALITAS
Pengamatan terhadap masalah kualitas secara umum pada industri
kerajinan tenun di Kenagarian Pandai Sikek menunjukkan bahwa industri
kerajinan tenun (dalam hal ini kelompok-kelompok pengrajin/home industri) tidak
menemui masalah dalam hal pemenuhan kualitas dari desain (Quality of Design).
Hal ini disebabkan karena home industri senantiasa mengembangkan desaindesain baru secara kontinu baik berdasarkan pesanan/permintaan konsumen
maupun desain yang dihasilkan sendiri oleh pengrajin. Pengrajin merupakan
bagian dari home industri yang ada dalam rangka pemenuhan kualitas dari desain.

Masalah kualitas yang dihadapi oleh home industri dalam hal ini adalah
bentuk kualitas dari kesesuaian (Quality of Conformance), yaitu adanya produk
rework dan scrap yang dihasilkan selama proses produksi. Timbulnya produk
rework dan scrap ini tidak pernah ditindaklanjuti oleh home industri dengan
tindakan-tindakan untuk menurunkan tingkat rework dan scrap di level pengrajin.
PROSES MANAJEMEN KUALITAS
Proses perencanaan kualitas pada home industri ini masih terbatas hanya
dalam bentuk pemenuhan Quality of Design. Sedangkan untuk pemenuhan
Quality of Conformance belum ada perumusan tujuan kualitas yang jelas dari
pihak pemilik home industri. Kepedulian terhadap kualitas diterjemahkan oleh
para pengrajin hanya sebatas pemenuhan kesesuaian produk dengan spesifikasi
yang dikeluarkan oleh pihak pemilik tanpa memperhatikan aspek kualitas lainnya,
seperti prosedur kerja yang memiliki kontribusi besar terhadap kualitas produk
akhir yang dihasilkan.
Pengendalian kualitas tampak dalam usaha-usaha pemeriksaaan kualitas
produk pada tahap-tahap proses produksi. Berdasarkan pemeriksaan tersebut
diputuskan perlu tidaknya rework dilakukan. Akan tetapi tidak ditemuinya sensor
pengendali dalam bentuk standar pengukuran yang jelas dalam memutuskan
produk perlu rework atau tidak. Keputusan rework ditentukan hanya berdasarkan
pertimbangan subjektif dari pengrajin yang membuat kain tenun. Hal ini

menyebabkan sering terjadinya produk yang seharusnya rework tapi lolos dan
baru teridentifikasi pada tahap-tahap pemeriksaan akhir.
Selanjutnya proses perbaikan kualitas hanya dilakukan dalam bentuk
rework produk yang tidak lolos pemeriksaan akhir tanpa adanya usaha-usaha
untuk mendiagnosis sebab-sebab perlunya produk tersebut menjalani rework.

Untuk melakukan diagnosis tersebut setidaknya dibutuhkan tim terpadu dari
kelompok pengrajin yang dapat menganalisis penyebab kegagalan produk tersebut
dari awal proses hingga tahap akhir proses produksi
ANALISA PETA KENDALI
Jenis peta kendali yang digunakan adalah peta kendali jenis p dengan
data proses yang digunakan adalah data penolakan produksi (reject rate) pada
pemeriksaan akhir. Prose perhitungan Batas Kendali Atas (BKA). Dan Batas
Kendali Bawah dilakukan dengan bantuan rumus :
p

dimana :

 cacat
 sampel


BKA  p  3

p (1  p )
n

BKB  p  3

p (1  p )
n

= garis sentral/rata-rata penolakan produksi
n = jumlah produk dalam sampel
Dari 20 sampel kelompok pengrajin/home industri yang diambil, dapat dilihat
hasil proses produksi pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Proses Produksi
p

NO


Jumlah
Sampel (n)

Jumlah
Cacat

Bagian Yang
Ditolak (p)

BKB

BKA

1
2
3
4
5
6
7

8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

10
10
10
10
10
10

10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10

2
5
4
4
3

2
4
6
1
5
4
2
5
3
5
2
4
3
6
8

0,2
0,5
0,4
0,4

0,3
0,2
0,4
0,6
0,1
0,5
0,4
0,2
0,5
0,3
0,5
0,2
0,4
0,3
0,6
0,8

0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0,85
0,85
0,85
0,85
0,85
0,85
0,85
0,85
0,85
0,85
0,85
0,85
0,85
0,85
0,85
0,85
0,85
0,85
0,85
0,85

Gambar 2. Peta Kendali Hasil Proses Produksi
Dari hasil pemetaan nilai BKA dan BKB pada bulan April hingga
Agustus di Kenagarian Pandai Sikek pada peta kendali, terlihat bahwa proses
produksi sudah berlangsung secara terkendali atau dapat dikatakan bahwa varisi
yang terjadi pada proses hanya disebabkan oleh penyebab umum (common cause).
Proses yang terkendali dapat diamati dari hasil pemetaan data proses pada peta
kendali tersebut, yaitu :
1. Tidak adanya sampel yang melampaui batas kendali.
2. Tidak ada pola yang dibentuk oleh titik-titik sampel.
Adanya penyebab umum ini menghasilkan jenis-jenis cacat yang umum pula.
Jenis cacat yang dihasilkan pada pemeriksaan akhir adalah benang kusut, salah
motif dan warna kusam atau tidak merata. Penyebab timbulnya cacat ini
disebabkan variasi alat tenun, kualitas bahan baku dan ketidaktelitian pengrajin.
Penyebab-penyebab umum ini bisa dihilangkan agar variasi berkurang
dan jumlah produk cacat menurun, namun diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
menghilangkannya. Salah satu kelemahan peta kendali jenis p adalah peta ini
tidak mampu untuk memberikan informasi berupa penyebab suatu sampel berada
di luar batas kendali. Peta jenis ini hanya memberikan informasi bahwa telah
terjadi titik sampel yang berada di luar batas kendali.
ANALISA BIAYA KUALITAS
Biaya kualitas yang dianalisa dalam penelitian ini mencakup biaya-biaya
yang terkait dengan usaha pengendalian kualitas yang telah dilakukan saat ini
serta biaya yang terjadi karena produk yang dihasilkan perusahaan tidak sesuai
dengan spesifikasi. Ragam biaya kualitasnya mencakup :
1. Internal failure cost, yaitu biaya scrap dan biaya rework.
2. Appraisal cost, yaitu biaya pemeriksaan.
Selain biaya di atas, selama pengamatan tidak dijumpai aktivitas lain
yang tergolong biaya prevention cost, yaitu biaya pengetesan produk, biaya
perencanaan sistem kualitas, biaya evaluasi kualitas pemasok bahan baku maupun
biaya untuk peningkatan keterampilan pengrajin. Selama pengamatan juga tidak
ditemukan adanya biaya-biaya yang dikategorikan sebagai eksternal failure
seperti yang disebabkan karena tidak terpenuhinya spesifikasi setelah dilakukan
pengiriman produk ke konsumen.

Kelompok biaya yang dominan adalah kelompok internal failure cost
(biaya rework dan biaya scrap) dan kelompok appraisal cost (pemeriksaan).
Dominannya kelompok internal failure cost dapat diinterpretasikan sebagai
indikator bahwa kualitas proses produksi yang berjalan rendah. Dan karena
rendahnya kualitas proses produksi, maka kelompok appraisal cost pun manjadi
tinggi untuk menjaga standar produk. Kelompok internal failure cost dan
appraisal cost dapat turun jika kualitas proses produksi tinggi sehingga
kemungkinan untuk terjadinya produk cacat sangat rendah.
Tinjauan terhadap biaya-biaya kualitas yang telah diuraikan di atas dapat
dilihat dalam bentuk table dan gambar diagram untuk masing-masing kelompok
biaya dan aktivitas.
Tabel 2. Biaya Kualitas Per Kelompok Biaya
Kelompok Biaya
Kategori
Jumlah biaya (Rp)
% biaya

Internal Failure
Cost
1
20.350.000
66,33%

Appraisal Cost
2
10.330.000
33,67%

Gambar 3. Diagram Biaya Kualitas per Kelompok Biaya
Tabel 3. Biaya Kualitas Per Aktivitas
Jenis Biaya
Aktivitas
Jumlah biaya (Rp)
% biaya

Scrap
1
8.600.000
28,03%

Rework
2
11.750.000
38,30%

Pemerikasaan
3
10.330.000
33,67%

Gambar 4. Diagram Biaya Kualitas per Aktivitas

PERBAIKAN KUALITAS PROSES
Penyebab utama dari faktor utama manusia adalah ketidaktelitian
pengrajin dalam menenun. Akibat dari ketidaktelitian ini berdampak dengan
adanya benang-benang yang kusut pada hasil tenunan. Selain itu juga adanya
motif-motif yang berbeda dengan desain contoh yang dirancang sebelumnya.
Faktor sistem pengukuran yang perlu diperhatikan dalam proses produksi adalah
tidak adanya standar kualitas produk yang baku, sehingga mengakibatkan
pemeriksaan terhadap produk dilakukan secara subjektif dan tidak konsisten.
Kekonsistenan dalam pemeriksaan diperlukan dalam usaha untuk memperkecil
variasi proses dan lolosnya produk cacat pada pemeriksaan akhir yang akhirnya
dapat menurunkan biaya rework.
Masalah utama yang ditimbulkan oleh bahan baku dalam kaitannya
dengan rendahnya kualitas proses produksi adalah tidak adanya standar bahan
baku yang digunakan dalam membuat kain tenun. Akibatnya muncul warna-warna
kusam dan tidak merata pada hasil tenunan. Untuk faktor metode, tidak adanya
sistem dokumentasi proses yang baik sehingga menyebabkan pihak pemilik home
industri tidak memiliki pegangan dalam melakukan audit kualitas. Selama
pengamatan, proses dokumentasi yang seharusnya dilakukan, tidak dilakukan
secara menyeluruh. Alasannya dikhawatirkan akan mengganggu cara kerja (takut
akan perubahan). Selain itu tidak adanya standar kerja yang baku pun merupakan
faktor metode yang menyebkan rendahnya kualitas proses produksi.
Kualitas proses yang baik ditentukan juga oleh keterlibatan dan
perhatian pihak pemilik home industri terhadap masalah kualitas proses produksi
secara keseluruhan. Sebagai arah dari usaha perbaikan kualitas proses, pihak
pemilik home industri perlu menentukan tujuan kualitas secara keseluruhan yang
didokumentasikan kepada seluruh pengrajin. Dengan demikian seluruh pengrajin
dapat memahami tingkat kualitas yang dikehendaki oleh pemilik home industri.
Selain tujuan, perlu juga dilakukan audit kualitas proses secara kontinu untuk
menjamin bahwa proses produksi berjalan sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Kelancaran proses ditentukan pula oleh kerja peralatan yang
digunakan sehingga diperlukan maintenance untuk peralatan yang digunakan
tersebut. Perawatan berkala pun dibutuhkan oleh alat-alat bantu proses guna
menghasilkan produk yang berkualitas dan tidak terganggunya proses produksi.
KESIMPULAN
Hasil analisa peta kendali menunjukkan bahwa proses produksi di level
pengrajin berlangsung secara terkendali. Tingginya internal failure cost
merupakan indikasi rendahnya kualitas proses produksi yang menyebabkan
tingginya appraisal cost. Kedua kelompok ini akan turun jika kualitas proses
produksi tinggi. Rendahnya kualitas proses produksi disebabkan oleh faktor
manusia, sistem pengukuran, material, metode, manajemen dan peralatan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Woodall, W.H. 1985. The Statistical Design of Quality Control Charts. The
Statistician, 34.
2. Roberts, S.W. 1959. Control Chart Tests Based on Geometrics Moving
averages. Technometrics, 1.
3. Montgomery, D.C. 2001. Introduction to Statistical Quality Control. John
Wiley, New York.
4. Hunter JS. 1986. The Exponentially Weighted Moving Average. Journal of
Quality Technology.
5. Crowder, SV. 1989. Design of Exponentially Weighted Moving Average
Schemes. Journal of Quality Technology.
6. Lucas JM and Saccuci MS. 1990. Exponentially Weighted Moving Average
Control Schemes : Propetries and Enhancements. Technometrics.
7. Lowry CA, Woodall WH, Champ CW, Rigdon SE. 1992. A Multivariate
Exponentially Weighted Moving Average Control Chart. Technometrics.
8. Rigdon SE. 1995. An Integral Equation for The In-Control Average Run
Length of a Multivariate Exponentially Weighted Moving Average Control
Chart. Jornal of Statistical Computation and Simulation.
9. Holland J. 1975. Adaptation in Natural and Artificial Systems. University of
Michigan Press.
10. Goldberg DE. 1989. Genetic Algoritms in Search, Optimization, and Machine
Learning. Addison Wesley