PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA YANG BELAJAR MELALUI MODEL PBL DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOPERATIF TIPE TPS DI KELAS VII SMP NEGERI 1 LAGUBOTI T.A 2014/2015.

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
MATEMATIKA SISWA YANG BELAJAR MELALUI
MODEL PBL DENGAN MODEL PEMBELAJARAN
KOPERATIF TIPE TPS DI KELAS VII SMP
NEGERI 1 LAGUBOTI T.A 2014/2015

Oleh :
Dyna Astuti Nababan
NIM 4113111023
Program Studi Pendidikan Matematika

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan

JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2015


i

ii

RIWAYAT HIDUP
Dyna Nababan lahir di Laguboti, 15 Agustus 1993. Ayah bernama Jonny
Nababan, Ibu bernama Normaida Hutapea merupakan anak ke-3 dari 3
bersaudara. Pada tahun 1999 penulis masuk SD N 173551 Laguboti dan lulus
tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis diterima di SMP Swasta Budi Dharma
Bslige dan lulus tahun 2008. Selanjutnya penulis diterima di SMA Negeri 1
Laguboti dan selesai pada tahun 2011. Pada tahun 2011 penulis diterima di
Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas MIPA Unimed melalui jalur SNMPTN.

iv

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
berkat dan anugrah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Skripsi yang berjudul “Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Siswa Yang Belajar Melalui Model PBL Dengan Model Pembelajaran Koperatif

Tipe TPS di Kelas VII Smp Negeri 1 Laguboti T.A 2014/2015”. Skripsi ini
disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNIMED.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada
Bapak Rektor UNIMED Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd beserta seluruh Wakil
Rektor sebagai pimpinan UNIMED, Bapak Prof. Drs. Motlan, M.Sc., Ph.D selaku
Dekan FMIPA UNIMED beserta Wakil Dekan I, II, dan III di lingkungan
UNIMED, Bapak Dr. Edy Surya, M.Si selaku Ketua Jurusan Matematika, Bapak
Drs. Zul Amry, M.Si selaku Ketua Program Jurusan Matematika dan Bapak Drs.
Yasifati Hia, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Matematika. Ucapan terima kasih
juga kepada Bapak Prof. Dr. Sahat Saragih, M.Pd selaku Dosen Pembimbing
Skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan saran guna
kesempurnaan skripsi ini, kepada Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd, Bapak
Dr. Edy Surya, M.Si, dan Ibu Dra.Nurliani Manurung, M.Pd, selaku Dosen
Penguji yang telah banyak memberikan saran dari perencanaan penelitian sampai
selesainya penyusunan skripsi ini, kepada Bapak Dr. E. Elvis Napitupulu, MS
selaku Dosen Pembimbing Akademik, dan kepada seluruh Bapak dan Ibu Dosen
serta staf pegawai Jurusan Matematika FMIPA UNIMED.
Penghargaan ini juga disampaikan kepada Bapak Bonar Maruli Haloho,
S.Pd selaku Kepala Sekolah dan Bapak Elva Edison Manurung, S.Pd dan guru

mata pelajaran matematika lainnya di SMP Negeri 1 Laguboti yang tidak bisa
disebutkan satu per satu yang telah banyak membantu penulis selama penelitian.
Teristimewa penulis menghaturkan ucapan terima kasih kepada Ayahanda Jonny
Nababan, S.Pd. dan Ibunda Normaida Hutapea, dan abang yang selalu
memberikan saran, motivasi, dan doa demi keberhasilan penulis demi
menyelesaikan skripsi ini.

iv

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman terbaikku
Elisabeth Anna Marya Saragi, Tio Lusi Rani Siahaan, dan Yessy Napitupulu,
teman seangkatan 2011 yang tidak bisa disebutkan namanya satu per satu,
khususnya buat kelas Dik B 2011. Terima kasih juga buat teman seperjuangan
dalam menyusun skripsi Asmy Saragih, teman di kos Gg.Murni No.19, adek-adek
junior dan kakak-kakak senior di Jurusan Matematika yang selalu memberi doa,
mendukung dan menemani penulis dalam suka maupun duka.
Penulis telah berupaya dangan semaksimal mungkin dalam penyelesaian
skripsi ini, namun penulis menyadari masih banyak kelemahan, baik isi maupun
tata bahasa, karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Kiranya skripsi ini bermanfaat dalam

memperkaya ilmu pendidikan.

Medan, Mei 2014
Penulis,

Dyna Nababan
NIM.4113111023

iii

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
MATEMATIKA SISWA YANG BELAJAR MELALUI
MODEL PBL DENGAN MODEL PEMBELAJARAN
KOPERATIF TIPE TPS DI KELAS VII SMP
NEGERI 1 LAGUBOTI T.A 2014/2015
Dyna Astuti Nababan (4113111023)

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran (1) Kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa yang belajar melalului model Problem

Based Learning dengan model pembelajaran Think Pair Share, serta (2) Proses
jawaban siswa terkait kemampuan pemecahan masalah yang belajar melalui
model Problem Based Learning dengan model pembelajaran Think Pair Share.
Penelitian ini merupakan penelitian quasi experimental dengan populasi
seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 1 Laguboti T.A. 2014/2015. Sampel diambil
melalui teknik simple random sampling , diperoleh kelas VII-B sebagai kelompok
eksperimen A yang diajar dengan model Problem Based Learning dan kelas VIIA sebagai kelompok eksperimen B yang diajar dengan model pembelajaran Think
Pair Share. Pada akhir pembelajaran kedua kelas sampel diberi tes dengan
menggunakan instrumen yang sama yang telah diuji validitas, reliabilitas, taraf
kesukaran dan daya pembeda. Pengumpulan data dilakukan dengan metode tes
dan metode observasi. Metode tes dilakukan untuk memperoleh data nilai akhir
setelah diberi perlakuan pada kelompok eksperimen A dan kelompok eksperimen
B, data dianalisis dengan uji normalitas, uji kesamaan dua varians, dan uji
hipotesis menggunakan uji-t.Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan
uji-t dua pihak diperoleh thitung = 2,218985 dan dari ttabel = 2,011 dengan α = 5%
dan dk = 49. Hal ini menunjukkan thitung > ttabel, maka Ho ditolak, artinya terdapat
perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang belajar
melalui model Problem Based Learning dengan model pembelajaran Think Pair
Share. Berdasarkan kategori penilaian proses jawaban, proses jawaban siswa
terkait kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang belajar melalui

model Problem Based Learning(PBL) lebih baik dibandingkan dengan siswa yang
belajar melalui model pembelajaran Think Pair Share(TPS).
Berdasarkan hasil penelitian ini, model Problem Based Learning dan
model Think Pair Share dapat dijadikan sebagai alternatif model pembelajaran
yang efektif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa khususnya pada materi luas bangun datar.

vi

DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan
Daftar Riwayat Hidup
Abstrak
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Gambar
Daftar Tabel
Daftar Lampiran


i
ii
iii
iv
vi
ix
x
xi

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
1.2. Identifikasi Masalah
1.3. Batasan Masalah
1.4. Rumusan Masalah
1.5. Tujuan Penelitian
1.6. Manfaat Penelitian
1.7. Definisi Operasional

1
1

8
8
8
9
9
10

BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Masalah dalam Matematika
2.2. Pemecahan Masalah Matematika
2.3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
2.4. Model Pembelajaran
2.5. Model Pembelajaran Berbasis Masalah(Problem Based Learning)
2.5.1. Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah(Problem
Based Learning)
2.5.2. Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah(Problem Based Learning)
2.5.3. Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran
Berbasis Masalah(Problem Based Learning)
2.6. Model Pembelajaran Koperatif
2.6.1. Pengertian Pembelajaran Koperatif

2.6.2. Pembelajaran Koperatif Tipe Think Pair Share
2.6.3. Sintaks Pembelajaran Koperatif Tipe Think Pair Share
2.6.4. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Koperatif
tipe Think Pair Share
2.8. Materi Ajar
2.9. Teori Belajar yang Mendukung
2.10. Penelitian Yang Relevan
2.11. Kerangka Konseptual
2.11.1 Terdapat Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
antara Siswa yang Belajar Melalui Model Problem Based Learning
dengan Siswa yang Belajar Melalui Pembelajaran Koperatif

11
11
12
14
16
17
19
20

21
22
22
23
24
25
26
31
33
34

vii

Tipe Think Pair Share
2.11.2. Proses Jawaban Siswa dalam Menyelesaikan Soal
Pemecahan Masalah yang Belajar dengan
Model Problem Based Learning dan Pembelajaran Koperatif
Tipe Think Pair Share
2.12. Hipotesis Penelitian


34

36
37

BAB III METODE PENELITIAN
3.1.
Jenis Penelitian
3.2.
Lokasi Penelitian
3.3.
Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1. Populasi Penelitian
3.3.2. Sampel Penelitian
3.4.
Variabel Penelitian
3.5.
Desain Penelitian
3.6.
Prosedur Penelitian
3.7.
Instrumen Pengumpul Data
3.8.
Validasi Ahli Terhadap Tes Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika
3.9.
Uji Coba Tes Kemampuan Pemecahan Masalah
3.10. Teknik Analisis Data
3.10.1 Uji Normalitas
3.10.2. Uji Homogenitas
3.10.3. Uji Hipotesis

38
38
38
38
38
38
39
39
40
42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.
Deskripsi Data Hasil Penelitian
4.1.1. Pretest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika di Kelas
Eksperimen A dan Eksperimen B
4.1.2. Postest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika di Kelas
Eksperimen A dan Eksperimen B
4.1.3. Uji Normalitas Kemampuan Pemecahan Masalah
4.1.4. Uji Homogenitas
4.1.5. Uji Hipotesis
4.2.
Analisis Proses Jawaban Siswa
4.2.1. Butir Soal Nomor 1
4.2.2. Butir Soal Nomor 2
4.2.3. Butir Soal Nomor 3
4.2.4. Butir Soal Nomor 4
4.2.5. Butir Soal Nomor 5
4.3.
Analisis Hasil Observasi
4.4.
Pembahasan
4.4.1. Terdapat Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Siswa Yang Belajar Melalui Model Problem Based Learning dengan
Model Pembelajaran Think Pair Share
4.4.2. Proses Penyelesaian Jawaban Siswa Yang Belajar Melalui Model

54
54

44
45
50
50
51
52

54
57
60
60
61
61
62
65
68
71
74
78
79

79

viii

Problem Based Learning dengan Model Pembelajaran Think Pair
Share
4.4.3. Keterbatasan Penelitian

81
82

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran

84
84
84

DAFTAR PUSTAKA

86

SURAT-SURAT

213

x

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1. Hasil Pekerjaan Siswa

4

Tabel 2.1. Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah

22

Tabel 2.2. Sintaks Pembelajaran Koperatif Tipe Think Pair Share

25

Tabel 3.1. Randomized control group pretest postest design

39

Tabel 3.2. Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

42

Tabel 3.3. Hasil Validasi Ahli Tes Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika

44

Tabel 3.4. Validitas Item Soal Pretest

46

Tabel 3.5. Validitas Item Soal Postest

46

Tabel 3.6. Kriteria Tingkat Kesukaran Soal

47

Tabel 3.7. Indeks Kesukaran Pretest

48

Tabel 3.8. Indeks Kesukaran Postest

48

Tabel 3.9. Klasifikasi Daya Pembeda Soal

49

Tabel 3.10. Daya Beda Pretest

49

Tabel 3.11. Daya Beda Postest

49

Tabel 3.12. Rekapitulasi Hasil Uji Coba Pretest Keseluruhan

49

Tabel 3.13. Rekapitulasi Hasil Uji Coba Postest Keseluruhan

50

Tabel 4.1. Perbandingan Pretest Kedua Kelompok Sampel

55

Tabel 4.2

Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Eksperimen A

55

Tabel 4.3

Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Eksperimen B

55

Tabel 4.4. Perbandingan Postest Kedua Kelompok Sampel

57

Tabel 4.5. Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah di Kelas Eksperimen A 58
Tabel 4.6. Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah di Kelas Eksperimen B 58
Tabel 4.7. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Data

60

Tabel 4.8. Data Hasil Uji Homogenitas

61

Tabel 4.9. Skor Proses Jawaban Kemampuan Pemecahan Masalah

77

Tabel 4.10.Hasil Observasi Guru Melakukan Pembelajaran Pada Kelas
Eksperimen

78

ix

DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Prosedur Penelitian

Halaman
41

Gambar 4.1. Diagram Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa
Pada Tahap Pretest Untuk Kelas Eksperimen A dan Kelas
Eksperimen B

56

Gambar 4.2. Diagram Perbandingan Postest Di Kelas Ekperimen A dan
Eksperimen B

59

Gambar 4.3. Proses Jawaban Siswa Pada Butir Soal Nomor 1

62

Gambar 4.4. Proses Jawaban Siswa Pada Butir Soal Nomor 2

65

Gambar 4.5. Proses Jawaban Siswa Pada Butir Soal Nomor 3

68

Gambar 4.6. Proses Jawaban Siswa Pada Butir Soal Nomor 4

71

Gambar 4.7. Proses Jawaban Siswa Pada Butir Soal Nomor 5

74

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. RPP I Kelas Eksperimen A

89

Lampiran 2. RPP II Kelas Eksperimen A

97

Lampiran 3. RPP I Kelas Eksperimen B

105

Lampiran 4. RPP II Kelas Eksperimen B

114

Lampiran 5. Lembar Aktivitas Siswa I

122

Lampiran 6. Lembar Aktivitas Siswa II

126

Lampiran 7. Lembar Validitas Pretest

130

Lampiran 8. Kisi-Kisi Tes Kemampuan Awal(Pretest)

132

Lampiran 9. Pretest

133

Lampiran 10. Alternatif Penyelesaian Pretest

138

Lampiran 11. Lembar Validitas Postest

142

Lampiran 12 .Kisi-Kisi Postest

144

Lampiran 13 .Postest

145

Lampiran 14. Alternatif Penyelesaian Postest

150

Lampiran 15. Kriteria Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Siswa

154

Lampiran 16. Kriteria Proses Jawaban Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika

155

Lampiran 17. Lembar Observasi Aktivitas Guru

156

Lampiran 18. Daftar Nilai Uji Coba Tes Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa

160

Lampiran 19. Contoh Perhitungan Validitas,Reliabilitas Tes Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika
Lampiran 20. Data Nilai Pretest dan Postest Kelas PBL dan Kelas TPS

170
181

Lampiran 21. Prosedur Perhitungan Rata-Rata, Varians, dan Simpangan Baku185
Lampiran 22. Perhitungan Uji Normalitas

188

Lampiran 23. Perhitungan Uji Homogenitas

193

Lampiran 24. Perhiitungan Uji Hipotesis

195

Lampiran 25. Skor Butir Soal Proses Jawaban Kelas Eksperimen A

196

Lampiran 26. Skor Butir Soal Proses Jawaban Kelas Eksperimen B

197

xi

Lampiran 27. Dokumentasi Penelitian

198

Lampiran 28. Tabel Harga Kritis dari r Product Moment

206

Lampiran 29. Tabel Nilai Kritis Untuk Uji Liliefors

207

Lampiran 30. Tabel Wilayah Luas di bawah Kurva Normal 0 ke Z

208

Lampiran 31. Tabel Distribusi Nilai F

210

Lampiran 32. Daftar Nilai Persentil Untuk Distribusi t

212

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan wadah kegiatan yang dapat dipandang sebagai

pencetak sumber daya yang bermutu tinggi. Pendidikan bukanlah suatu hal yang
statis atau tetap, melainkan suatu hal yang dinamis sehingga menuntut adanya
suatu perubahan atau perbaikan secara terus-menerus. Menurut Ahmad D.
Marimba(dalam Hasbullah, 2009:3) “Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan
secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si
terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama”.
Tujuan pendidikan nasional berdasarkan PP No. 19 Tahun 2005 adalah
“Menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Salah
satunya melalui pendidikan bermutu pada setiap satuan pendidikan di Indonesia.”
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran wajib dalam
pendidikan formal dan mengambil peran yang sangat penting dalam dunia
pendidikan. Hal ini disebabkan karena matematika dapat melatih seseorang
(siswa) berpikir logis, bertanggung jawab, memiliki kepribadian yang baik dan
kemampuan penyelesaian masalah dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini
menunjukkan bahwa matematika peerlu diajarkan kepada siswa untuk
menciptakan manusia dengan sumber daya yang bermutu tinggi.
Ada banyak alasan tentang perlunya siswa belajar matematika, seperti
yang dinyatakan Cornelius(dalam Abdurrahman, 2012:204) yaitu:
Lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan
(1) sarana berpikir yang jelas dan logis,(2)sarana untuk memecahkan
masalah kehidupan sehari-hari,(3)sarana mengenal pola-pola hubungan
dan generalisasi pengalaman, (4)sarana untuk mengembangkan
kreativitas, dan(5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap
perkembangan budaya.
Kenyataannya matematika merupakan mata pelajaran yang sulit
dipahami oleh siswa. Hal ini sejalan dengan pernyataan Abdurrahman(2012:202)
yang menyatakan: ”Dari berbagai bidang studi yang diajarkan di sekolah,
1

2

matematika merupakan bidang studi yang dianggap paling sulit oleh para siswa,
baik yang tidak berkesulitan belajar dan lebih-lebih bagi siswa yang berkesulitan
belajar.”
Pembelajaran

matematika

sangat

perlu

untuk

dipahami

karena

matematika digunakan dalam segala segi kehidupan terutama dalam pemecahan
masalah.

Hal

ini

senada

dengan

pernyataan

Cockroft

(dalam

Abdurrahman,2012:204) yang menyatakan alasan perlunya belajar matematika,
yaitu:
Matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) selalu digunakan
dalam segala segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan
keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi
yang kuat, singkat, dan jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan
informasi dalam berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berpikir
logis, ketelitian dan kesadaran keruangan; dan (6) memberikan kepuasan
terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.
Dari pernyataan di atas dapat dilihat bahwa salah satu alasan pentingnya
siswa belajar matematika adalah sebagai sarana untuk memecahkan masalah.
Suatu soal dapat dipandang sebagai masalah merupakan suatu hal yang relatif
artinya soal tersebut dapat dianggap masalah bagi seseorang namun bagi orang
lain soal tersebut merupakan hal yang rutin belaka.
Untuk menyelesaikan masalah tersebut diperlukan adanya strategi
berpikir yang disebut pemecahan masalah. Pemecahan masalah merupakan usaha
mencari jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak
begitu segera dapat dicapai. Oleh karena itu pemecahan masalah adalah usaha
individu untuk menggunakan pegetahuan, keterampilan dan pemahamannya
dalam menemukan penyelesaian dari suatu masalah. Dengan demikian
kemampuan

pemecahan

masalah

adalah

kemampuan

individu

untuk

menggunakan pengetahuan, keterampilan dan pemahamannya dalam menemukan
penyelesaian dari suatu masalah.
Namun, pada kenyataannya kemampuan pemecahan masalah siswa
masih dianggap rendah. Siregar, et.al.(2012) yang menyatakan bahwa
“Kemampuan pemecahan masalah siswa di lapangan masih rendah. Hal ini

3

dipengaruhi oleh pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh guru yang belum
mampu untuk mengaktifkan siswa untuk belajar.”
Kemampuan pemecahan masalah siswa yang masih rendah juga
didukung oleh hasil tes yang dilakukan peneliti pada siswa kelas VII di SMP
Negeri 1 Laguboti berupa tes kemampuan pemecahan masalah sebanyak satu soal
yang penyelesaiannya menggunakan konsep matematika sebagai berikut.
Di belakang rumah Pak Marto terdapat sebidang tanah berbentuk persegi
panjang dengan ukuran 15m dan lebar 12m, ditengah tanah tersebut terdapat
kebun pisang yang berbentuk trapesium sama kaki dengan panjang sisi kaki 5m,
tinggi 4m, dan panjang sisi sejajar yang pendek 6m. Pak Marto hendak menjual
Berapakah luas tanah yang tidak ditanami pohon pisang? Jika tanah tersebut akan
dijual seharga Rp 960.000,- Berapakan harga setiap m2 tersebut?
a. Tuliskan apa yang diketahui dan ditanya!
b. Bagaimana cara menentukan harga setiap m2 tersebut?
c. Benarkah harga terebut?
Tabel 1.1 Hasil pekerjaan siswa
No Hasil Pekerjaan Siswa
Analisis Kesalahan
1

Siswa tidak memahami
masalah dengan tidak
menuliskan apa yang
diketahui dan ditanya
Siswa tidak menuliskan
rencana penyelesaian
dengan tidak menuliskan
rumus yang akan
digunakan.
Tidak mampu
menyelesaikan masalah
dimana pelaksanaan yang
dilakukan masih salah.
Tidak mampu dalam
memeriksa kembali hasil
penyelesaian dan tidak
memberikan simpulan
akhir.

4

Dari hasil survei yang dilakukan peneliti pada 40 siswa terdapat 62,5%
yang tidak memahami masalah, 82,5% yang tidak menyuun rencana penyelesaian,
dan 87,5 yang tidak menyelesaikan sesuai dengan rencana yang dibuat. Berikut
salah satu hasil pekerjaan yang dilakukan oleh siswa.
Berdasarkan jawaban siswa yang tertera pada tabel di atas diperoleh
bahwa siswa belum memahami masalah, hal itu terlihat dari siswa tidak
menyebutkan apa yang diketahui dan ditanya, tidak merencanakan penyelesaian
masalah atau menuliskan rumus yang digunakan, dan tidak memeriksa kembali
jawaban serta memberikan kesimpulan.Dari hasil survei yang dilakukan oleh
peneliti dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah yang dimiliki
oleh siswa masih rendah.
Hal lain yang menyebabkan rendahnya kemampuan pemecahan masalah
siswa adalah kurang tepatnya model pembelajaran yang diterapkan guru dalam
proses pembelajaran. Selama ini pembelajaran matematika terkesan kurang
menyentuh kepada substansi pemecahan masalah. Siswa cenderung menghafalkan
konsep-konsep matematika sehingga kemampuan siswa dalam memecahkan
masalah

sangat

kurang.

Seperti

diungkapkan

oleh

Lilis

Widianti

(http://newspaper.pikiran-rakyat.com):
Selama ini pembelajaran matematika terkesan kurang menyentuh kepada
substansi pemecahan masalah Kebanyakan mengajarkan prosedur atau
langkah pengerjaan soal. Bahkan, siswa cenderung menghafalkan konsepkonsep matematika dan sering dengan mengulang-ulang menyebutkan
definisi yang diberikan guru atau yang tertulis dalam buku yang dipelajari,
tanpa memahami maksud isinya. Kecenderungan semacam ini tentu saja
dapat dikatakan mengabaikan kebermaknaan dari konsep-konsep
matematika yang dipelajari siswa, sehingga kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah sangat kurang.
Dari hasil observasi yang dilakukan di SMP Negeri 1 Laguboti,
pembelajaran yang diterapkan guru masih belum benar-benar berpusat pada siswa.
Sangat jarang guru menyajikan masalah nyata dan kemudian membimbing siswa
dalam menyelesaikan masalah tersebut. Memang ada beberapa siswa yang mampu
menyelesaikan permasalahan tersebut namun jika dihubungkan pada suatu situasi
yang baru siswa tersebut tidak mampu menyelesaikannya. Sebagian besar siswa
sulit untuk menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana

5

mengaplikasikannya pada situasi yang baru. Hal ini sejalan dengan pernyataan
salah satu guru Matematika di SMP Negeri 1 Laguboti yaitu Bapak Manurung,
saat diwawancarai oleh peneliti secara

langsung, guru tersebut menyatakan

bahwa siswa-siswa disekolah tersebut sulit untuk memahami pelajaran
matematika dikarenakan siswa menganggap matematika itu rumit

dan juga

sulitnya memahami materi matematika, sebagian siswa sudah mampu menemukan
konsep dalam suatu masalah matematika namun jika dihadapkan dengan masalah
dengan situasi baru siswa tersebut sulit untuk menemukan konsep dari
permasalahan tersebut.
Dari kondisi di atas perlu diadakan suatu upaya untuk memperbaiki
kegiatan pembelajaran yang membuat siswa memiliki kemampuan untuk
memecahkan suatu masalah secara mandiri. Guru perlu menerapkan model
pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa
terutama pada materi luas bangun datar. Salah satu upaya yang dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa adalah dengan menerapkan
model Problem Based Learning(PBL) atau model pembelajaran berbasis masalah.
Model pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model
pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan
penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata
dari permasalahan yang nyata. Menurut Arends (dalam Trianto,2009: 92),
pengajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran
dimana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk
menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan
berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian, dan percaya diri.
Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi
dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial
dan sekitarnya.
Menurut Nasution, Haryati Adha, dkk (2013): “Dengan pembelajaran
berbasis masalah selain menyajikan kepada siswa masalah yang autentik,
bermakna, memberikan kemudahan untuk melakukan penyelidikan,belajar tentang
cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, juga dapat

6

menggunakan masalah tersebut ke dalam bentuk pengganti dari suatu situasi
masalah (model matematika) atau aspek dari suatu situasi masalah yang
digunakan untuk menemukan solusi. Selain itu model pembelajaran berbasis
masalah dapat mempresentasikan masalah tersebut dalam objek, gambar, katakata, atau simbol matematika.”
Guru harus menggunakan proses pembelajaran yang menggerakkan
siswa menuju kemandirian, kehidupan yang lebih luas, dan belajar sepanjang
hayat. Untuk itu peran guru dalam pembelajaran berbasis masalah(problem based
learning) menurut Rusman(2012, 234-235) menyangkut 4 hal yaitu:
1. Menyiapkan perangkat berpikir siswa.
Beberapa hal yang dapat dilakukan guru untuk menyiapkan siswa
dalam PBM adalah: 1) membantu siswa mengubah cara berpikir; 2)
menjelaskan apakah PBM itu? Pola apa yang akan dialami oleh
siswa? 3) memberi siswa ikhtiar siklus PBM, struktur, dan batasan
waktu; 4) mengkomunikasikan tujuan, hasil, dan harapan; 5)
menyiapkan siswa untuk pembaruan dan kesulitan yang akan
menghadang; dan 6) membantu siswa merasa memiliki masalah.
2. Menekankan Belajar Kolaboratif
Dalam proses PBM, siswa belajar bahwa bekerja dalam tim dan
kolaborasi itu penting untuk mengembangkan proses kognitif yang
berguna untuk meneliti lingkungan, memahami permasalahan,
mengambil dan menganalisis data penting, dan mengelaborasi
solusi.
3. Memfasilitasi Pembelajaran Kelompok Kecil dalam Pembelajaran
Berbasis Masalah
Belajar dalam kelompok kecil lebih mudah dilakukan apabila
anggota berkisar antara 1 sampa 10 siswa atau bahkan lebih sedikit
dengan satu orang guru.
4. Melaksanakan Pembelajaran Berbasis Masalah
Guru mengatur lingkungan belajar untuk mendorong penyatuan
dan pelibatan siswa dalam masalah. Guru juga memainkan peran
aktif dalam memfasilitasi inquiry kolaboratif dan proses belajar
siswa.
Jika seorang guru mengharapkan siswa untuk memiliki kemampuan pemecahah
masalah yang tinggi, maka terlebih dahulu guru harus mengerti perannya dalam
pembelajaran berbasis masalah(problem based learning).
Model pembelajaran lain yang dapat meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa dan melibatkan peran siswa secara aktif
dalam pembelajaran adalah model pembelajaran koperatif. Dengan model

7

pembelajaaran koperatif maka diharapkan dapat mengatasi kesulitan siswa dalam
mempelajari matematika dan menemukan sendiri penyelesaian dari masalah
dalam soal-soal pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari pada pokok
bahasan luas bangun datar. Sehingga siswa akan termotivasi untuk belajar
matematika dan mampu mengembangkan ide dan gagasan mereka dalam
memecahkan masalah matematika. Johnson & Johnson(dalam Trianto, 2011:57)
menyatakan bahwa tujuan pokok belajar koperatif adalah memaksimalkan belajar
siswa untuk meningkatkan prestasi akademik dan pemahaman baik secara
individu maupun secara kelompok.
Model pembelajaran koperatif terdiri dari beberapa tipe diantaranya yaitu
tipe Think Pair Share. Model pembelajaran koperatif tipe think pair share
membantu siswa menginterpretasikan ide mereka bersama dan memperbaiki
pemahaman. Pembelajaran tipe Think Pair Share(TPS) sering juga disebut dengan
teknik

berpikir-berpasangan-berbagi.

Menurut

Trianto(2011,

81)

yang

menyatakan bahwa: “koperatif tipe think pair share adalah merupakan jenis
koperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa”.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa
kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan pembelajaran matematika
yang sangat penting dan model pembelajaran yang dapat membantu siswa belajar
melakukan pemecahan masalah matematika adalah model

problem based

learning dan model pembelajaran koperatif tipe think pair share, maka perlu
dilakukan penelitian dengan judul “Perbedaan Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Siswa yang Belajar melalui Model PBL dengan Model
Pembelajaran Koperatif Tipe TPS di Kelas VII SMP Negeri 1 Laguboti T.A
2014/2015.”

8

1.2

Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas terdapat beberapa masalah

yang diidentifikasi, yaitu:
1. Siswa menganggap bahwa mata pelajaran matematika itu sulit.
2. Rendahnya kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematika.
3. Model pembelajaran yang belum benar-benar berpusat pada siswa.
1.3

Batasan Masalah
Dalam pelaksanaan penelitian perlu dibuat batasan masalah supaya

masalah yang diteliti jelas dan terarah. Adapun masalah penelitian ini dibatasi
pada:
1. Kemampuan pemecahan masalah siswa yang masih rendah
2. Model pembelajaran yang belum benar-benar berpusat pada siswa.
1.4

Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah di atas maka yang menjadi

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa yang belajar melalui model

problem based learning dengan

model pembelajaran koperatif tipe think pair share di kelas VII SMP
Negeri 1 Laguboti?”
2. Bagaimana proses penyelesaian jawaban siswa terkait pemecahan
masalah yang belajar melalui model problem based learning dan model
pembelajaran koperatif tipe think pair share?

9

1.5

Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah
1. Untuk

mengetahui

perbedaan

kemampuan

pemecahan

masalah

matematika siswa yang belajar melalui model problem based learning
dengan model pembelajaran koperatif tipe think pair share di Kelas VII
SMP Negeri 1 Laguboti.
2. Untuk

mengetahui

proses

penyelesaian

jawaban

siswa

terkait

kemampuan pemecahan masalah yang diajarkan dengan model problem
based learning dan model pembelajaran koperatif tipe think pair share.
1.6

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi siswa, mendorong siswa terlibat aktif dalam pembelajaran agar
terbiasa melakukan keterampilan-keterampilan melakukan pemecahan
masalah dan hasil belajar siswa meningkat juga pembelajaran matematika
menjadi lebih bermakna dan bermanfaat.
2. Bagi

guru, sebagai bahan pertimbangan dalam memilih model

pembelajaran yang dapat mengoptimalkan kegiatan belajar mengajar di
sekolah.
3. Bagi sekolah, memberikan informasi pada pihak sekolah tentang
pentingnya model pembelajaran baru dalam pembelajaran matematika.
4. Bagi peneliti, dapat menambah pengetahuan dan pengalaman karena
sesuai dengan profesi yang akan ditekuni yaitu sebagai pendidik sehingga
nantinya dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelas.
5. Bagi peneliti lain, sebagai bahan masukan awal dalam melakukan kajian
penelitian yang lebih mendalami lagi mengenai pembelajaran matematika.

10

1.7 Definisi Operasional
1. Kemampuan pemecahan masalah matematika adalah kesanggupan yang
dimiliki seseorang(siswa) dalam menemukan penyelesaian dari soal
matematika dengan memperhatikan proses menemukan jawaban dengan
memperhatikan langkah-langkah pemecahan masalah.
2. Model problem based learning adalah model pembelajaran yang
menggunakan masalah nyata sebagai konteks bagi peserta didik untuk
mengetahui cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta
untuk memperoleh pengetahuan tentang materi pelajaran yang mengacu
pada lima langkah pokok, yaitu (1)orientasi siswa pada masalah,
(2)mengorganisasi siswa untuk belajar, (3)membimbing pembelajaran
individual/kelompok, (4)mengembangkan dan menghasilkan hasil karya,
(5)menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
3. Pembelajaran koperatif tipe think pair share adalah pembelajaran yang
memberikan kesempatan berpikir secara mandiri kemudian bekerjasama
dengan kelompoknya dan menemukan kesepakatan dari penyelesaian
masalah yang diberikan yang menyangkut 3 langkah, yaitu: berpikir
(think), berpasangan (pairing), dan berbagi (sharing)
4. Proses jawaban siswa adalah kesistematisan jawaban siswa dari tes
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Dengan ide-ide siswa
yang berbeda maka proses jawaban siswa bervariasi.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data penelitian dan temuan di lapangan yang
diuraiakan pada bagian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa:
1. Terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang
belajar melalui model Problem Based Learning(PBL) dengan model
pembelajaran koperatif tipe Think Pair Share(TPS).
2. Proses jawaban siswa terkait kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa yang belajar melalui model Problem Based Learning(PBL) lebih baik
dibandingkan dengan siswa yang belajar melalui model pembelajaran Think
Pair Share(TPS).
5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian, maka peneliti mengajukan
beberapa saran yang ditujukan kepada berbagai pihak yang berkepentingan
dengan hasil penelitian ini, antara lain :
1. Kepada Guru
a. Dalam setiap pembelajaran sebaiknya menciptakan suasana belajar yang
memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan
berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual sehingga
menciptakan suasana belajar siswa lebih aktif, sehingga disarankan
hendaknya guru dapat menerapkan model Problem Based Learning dan
model pembelajaran koperatif tipe Think Pair Share.
b. Hendaknya lebih banyak melatih siswa untuk mengekspresikan/
memodelkan permasalahan matematik.
2. Kepada Peneliti Lanjutan
Hasil dan perangkat penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan untuk
menggunakan model problem based learning dan model pembelajaran think
pair share pada materi luas bangun datar ataupun materi ajar lainnya.

84

85

3. Kepada Sekolah
Untuk pihak sekolah hendaknya dapat menjadi motivator dan fasilitator bagi
guru untuk menggunakan model problem based learning dan model
pembelajaran think pair share. Pihak sekolah juga diharapkan menyediakan
sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pembelajaran
tersebut.