ANALISIS LITERASI MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMP DENGAN MODEL PBL PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) BERBANTUAN KARTU MASALAH

(1)

i

ANALISIS LITERASI MATEMATIKA SISWA KELAS

VII SMP DENGAN MODEL PBL PENDEKATAN

REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME)

BERBANTUAN KARTU MASALAH

Skripsi

disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika Oleh:

Erniza Prasetyo Rini 4101412059

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

(3)

(4)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

1. Peluh keringat orang tua adalah semangat hidupku untuk meraih kesuksesan

2. Jika ada satu alasan untuk aku menyerah maka saat itulah aku punya seribu alasan untuk bertahan dan berjuang

3. Usaha tidak akan pernah mengkhianati hasil

4. Dibalik kesulitan yang aku alami maka ada hikmah untuk aku bisa mencapai kesuksesan

Persembahan

1. Kedua orang tuaku Ibu Sarni dan Bapak Lestari serta adiku tersayang Ismi Dwi Prastiwi yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang, dan dukungan dalam setiap langkahku

2. Kakakku Abdul Rochim pemberi semangat dari jauh yang senantiasa menyemangatiku untuk berubah menjadi lebih baik

3. Sahabat-sahabatku yang senantiasa menemaniku saat suka maupun duka

4. Teman-teman kost yang senantiasa menemani kesendirianku di Semarang

5. Teman-teman Pendidikan Matematika 2012 yang telah memberikan banyak pelajaran hidup


(5)

v

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, serta sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Analisis Literasi Matematika Siswa Kelas VII SMP Dengan Model PBL Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) Berbantuan Kartu Masalah.”

Skripsi ini dapat tersusun dan terselesaikan karena bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terimakasih kepada pihak-pihak sebagai berikut:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M. Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang. 2. Prof. Dr. Zaenuri, S.E., M.Si, Akt., Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.

3. Drs. Arief Agoestanto, M.Si, Ketua Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.

4. Dr. Wardono, M.Si., Dosen Pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis dalam menyusun skripsi ini. 5. Drs. Mohammad Asikin, M.Pd.., Dosen Pembimbing pendamping yang telah

memberikan bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.

6. Dra. Endang R.W, M.Pd. selaku penguji yang telah memberikan masukan kepada penulis


(6)

vi

8. Tri Murniati, S.Pd. guru Matematika SMP Negeri 1 Selogiri yang telah membantu dan membimbing penulis selama melakukan penelitian.

9. Siswa kelas VII SMP Negeri 1 Selogiri yang telah berpartisipasi dalam penelitian.

10. Dosen-dosen Jurusan Matematika yang telah memberikan bekal ilmu

11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas setiap kebaikan yang diberikan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.

Terimakasih.

Semarang, Agustus 2016

Erniza Prasetyo Rini 4101412059


(7)

vii

ABSTRAK

Rini, Erniza P. 2016. Analisis Literasi Matematika Siswa Kelas VII SMP dengan Model PBL Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) Berbantuan Kartu Masalah. Skripsi, Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Dr. Wardono, M.Si. dan Pembimbing Pendamping Drs. Mohammad Asikin, M.Pd. Kata kunci: PBL, RME, Literasi Matematika, Kartu Masalah.

Rendahnya kemampuan literasi matematika di Indonesia dapat dikarenakan kurangnya penerapan pembelajaran yang inovatif, kreatif, dan realistik. Siswa tidak terbiasa menghadapi soal yang berkaitan dengan permasalahan sehari-hari. Penanaman kemampuan literasi matematika dapat dilakukan melalui proses pembelajaran yang mendukung. Penerapan model pembelajaran PBL pendekatan RME berbantuan Kartu Masalah diharapkan dapat meningkatkan kemampuan literasi matematika.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui tercapainya ketuntasan klasikal pada kelas eksperimen, (2) mengetahui kemampuan literasi matematika dengan model PBL pendekatan RME berbantuan kartu masalah lebih baik daripada kemampuan literasi matematika kelas kontrol, (3) mengetahui peningkatan literasi matematika pada kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran PBL pendekatan RME berbantuan kartu masalah dan kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran ekspositori dengan menggunakan selisih nilai post-test dan pre-test, (4) mengetahui kualitas pembelajaran PBL pendekatan RME berbantuan Kartu Masalah berkategori minimal baik, (5) mengetahui kemampuan literasi matematika siswa yang mendapat pembelajaran model PBL pendekatan RME berbantuan kartu masalah, (6) menelaah dan mendeskripsikan kemampuan literasi matematika dan kesalahan siswa dalam mengerjakan soal berorientasi PISA.

Penelitian ini merupakan kombinasi model concurrent embedded dengan

kuantitatif dan kualitatif. Penelitian kuantitatif menggunakan pretest-posttest control group design dengan pemilihan sampel secara random samplimg. Penelitian kualitatif menggakan purposive sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 1 Selogiri tahun ajaran 2015/2016 dengan di mana siswa kelas VII C sebagai siswa eksperimen dan siswa kelas VII A sebagai siswa kontrol. Kedua kelas kemudian diuji untuk mengetahui kemampuan literasi matematika siswa setelah diberi perlakuan yang berbeda.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan literasi matematika siswa kelas eksperimen telah mencapai ketuntasan klasikal, peningkatan kemampuan literasi matematika siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol, kualitas pembelajaran PBL pendekatan RME berbantuan Kartu Masalah yang dilaksanakan memiliki kategori sangat baik, kemampuan literasi matematika dengan model PBL pendekatan RME berbantuan kartu masalah tergolong cukup baik, kesalahan yang dialami siswa dalam mengerjakan soal berorientasi PISA pada umumnya adalah siswa melakukan kesalahan dalam transformation, prosess skill yang mengakibatkan kesalahan encoding juga karena kebanyakan siswa masih bingung dalam memahami soal dan menerapkan konsep matematika ke dalam permasalahan sehari-hari.


(8)

viii

DAFTAR ISI

Halaman PERNYATAAN ... ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED. PENGESAHAN ... II MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... III ABSTRAK ... VII DAFTAR ISI ... VIII DAFTAR BAGAN DAN TABEL ... XI DAFTAR GAMBAR ... XII DAFTAR LAMPIRAN ... XIII

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.4.1.1 Bagi Guru ... 7

1.4.2.1 Bagi Siswa ... 7

1.4.2.2 Bagi Peneliti ... 8

1.4.2.3 Bagi Sekolah ... 8

1.4.2.4 Bagi Peneliti Lain ... 10

1.5 Penegasan Istilah ... 10

1.5.1 Analisis Literasi Matematika ... 10

1.5.2 Problem Based Learning ... 10

1.5.3 RME (Realistic Mathematic Education)... 11

1.5.4 Kartu Masalah ... 11

1.6 Sistematika Penulisan Skripsi ... 11

1.6.1 Bagian awal... 11

1.6.2 Bagian Isi ... 12

1.6.3 Bagian Akhir ... 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 14

2.1 Landasan Teori ... 14

2.1.1 Hakikat Belajar dan Mengajar ... 14

2.1.2 Teori Belajar ... 15

2.1.3 Unsur-Unsur Belajar ... 17

2.1.4 Hakikat Matematika ... 18

2.1.5 Pembelajaran Matematika ... 19

2.1.6 Model Problem Based Learning (PBL) ... 20

2.1.7 Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) ... 23

2.1.8 Prinsip Pembelajaran Matematika Realistik ... 24

2.1.9 Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik ... 27

2.1.10 Kartu Masalah ... 29

2.1.11 Model Pembelajaran PBL Pendekatan Realistik Berbantuan Kartu Masalah ... 30

2.1.12 Literasi Matematika ... 33


(9)

ix

2.1.14 Analisis Literasi Matematika ... 40

2.1.15 Kesalahan Menurut Newman... 42

2.1.16 Kualitas Pembelajaran ... 44

2.1.17 Materi Segiempat ... 45

2.2 Penelitian yang Relevan ... 49

2.3 Kerangka Berpikir ... 51

2.4 Hipotesis ... 55

BAB 3 METODE PENELITIAN... 56

3.1 Metode Penelitian ... 56

3.2 Metode Penentuan Subjek Penelitian ... 57

3.2.1 Populasi ... 57

3.2.2 Sampel dan Teknik Sampling ... 57

3.3 Perlakuan Penelitian ... 59

3.4 Variabel Penelitian ... 59

3.5 Langkah-Langkah Penelitian ... 59

3.6 Metode Pengumpulan Data ... 60

3.6.1 Metode Dokumentasi ... 62

3.6.2 Metode Tes ... 62

3.6.3 Metode Observasi ... 62

3.6.4 Metode Wawancara ... 63

3.6.5 Metode Angket (Kuesioner) ... 63

3.6.6 Model Campuran Tidak Berimbang ... 64

3.7 Desain Penelitian ... 65

3.8 Instrumen Penelitian ... 69

3.8.1 Instrumen Tes Kemampuan Literasi Matematika ... 69

3.8.2 Instrumen Pedoman Wawancara Kemampuan Literasi Matematika .. 70

3.8.3 Instrumen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 72

3.8.4 Lembar Observasi Kualitas Pembelajaran ... 72

3.9 Analisis Data Ujicoba Instrumen ... 73

3.9.1 Analisis Validitas Butir Soal... 73

3.9.2 Analisis Reliabilitas Instrumen ... 75

3.9.3 Analisis Daya Pembeda Butir Soal ... 76

3.9.4 Analisis Tingkat Kesukaran ... 77

3.10 Penentuan Instrumen ... 79

3.11 Teknik Analisis Data ... 79

3.11.1 Analisis Data Kualitatif ... 79

3.11.2 Analisis Data Kuantitatif ... 83

3.11.2.1 Uji Normalitas... 83

3.11.2.2 Uji Homogenitas ... 85

3.11.2.3 Uji Kesamaan Dua Rata-Rata ... 87

3.11.2.4 Uji Hipotesis I ... 89

3.11.2.5 Uji Hipotesis II... 91

3.11.2.6 Uji Hipotesis III ... 92

3.12 Keabsahan Data ... 94

BAB 4 ... 98


(10)

x

4.1 Hasil Penelitian ... 98

4.1.1 Pelaksanaan Pembelajaran ... 98

4.1.2 Hasil Tes Penentuan Subjek ... 99

4.1.3 Hasil Tes Kemampuan Literasi Matematika ... 99

4.1.4 Hasil Penelitian Kuantitatif ... 100

4.1.5 Hasil dan Analisis Penelitian Kualitatif ... 115

4.1.5.1 Kemampuan Literasi Matematika Kelas Eksperimen ... 116

4.2 Pembahasan ... 177

4.2.1 Pembahasan Kuantitatif ... 177

4.2.2 Pembahasan Kualitatif ... 184

4.2.2.2 Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Beorientasi PISA ... 185

4.3 Keterbatasan Penelitian ... 188

BAB 5 PENUTUP ... 190

5.1 Simpulan ... 190

5.2 Saran ... 192


(11)

xi

DAFTAR BAGAN DAN TABEL

Halaman

Bagan 2 1 Bagan alir kerangka berpikir ... 54

Bagan 3 1 Bagan Alir Penelitian...68

Tabel 2 1 Sintaks Pembelajaran PBL (Trianto, 2007)………...21

Tabel 2 2 The relation between the chracteristics of PBL and the components of mathematics literacy capabilities ... 22

Tabel 2 3 Sintaks Pembelajaran ... 30

Tabel 2 4Proporsi Skor Sub-Sub Komponen Konteks ... 34

Tabel 3 1 Jadwal Pembelajaran KelasEksperimen……….60

Tabel 3 2 Jadwal Pelajaran Kelas Kontrol ... 60

Tabel 3 3 Desain Penelitian Pretest-Posttest Control Group Design ... 65

Tabel 3 4 Cara Penskoran Kualitas Pembelajaran ... 73

Tabel 3 5 Uji Validitas Butir Soal ... 74

Tabel 3 6 Kriteria Daya Pembeda (Arikunto, 2013:226-232)... 76

Tabel 3 7 Perolehan Daya Pembeda Butir Soal ... 77

Tabel 3 8 Klasifikasi Taraf Kesukaran... 78

Tabel 3 9 Perolehan Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 78

Tabel 3 10 Hasil Analisis Instrumen Tes ... 79

Tabel 3 11 Kriteria Gain Ternormalisasi ... 94

Tabel 3 12Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 95

Tabel 4 1 Hasil Output Uji Normalitas Data Awal………100

Tabel 4 2 Hasil Output Uji Homogenitas Data Awal ... 101

Tabel 4 3 Hasil Output Uji Kesamaan Rata-Rata ... 102

Tabel 4 4 Hasil Output Uji Normalitas Pre-test Literasi Matematika ... 103

Tabel 4 5Hasil Output Uji Normalitas Post-Test Literasi Matematika ... 104

Tabel 4 6 Hasil Output Uji Homogenitas Nilai Pre-Test Literasi Matematika: .. 105

Tabel 4 7 Hasil Output Uji Homogenitas Nilai Post-Test Literasi Matematika . 106 Tabel 4 8 Hasil Uji Beda Rata-Rata Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 108

Tabel 4 9 Hasil Uji Beda Rata-Rata Kelas Eksperimen ... 110

Tabel 4 10 Hasil Uji Beda Rata-Rata Kelas Kontrol ... 111

Tabel 4 11 Hasil Uji Beda Rata-Rata Peningkatan Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 112

Tabel 4 12 Persentase Kualitas Pembelajaran Model PBL dengan Pendekatan RME Berbantuan Kartu Masalah ... 114

Tabel 4 13 Daftar Subjek Penelitian ... 116

Tabel 4 14 Analisis Newman SE-22 soal nomor 4 ... 142

Tabel 4 15 Analisis Newman SE-10 soal nomor 5 ... 147

Tabel 4 16 Analisis Newman SE-10 soal nomor 4 ... 149

Tabel 4 17 Analisis Newman SE-09 soal no 3 ... 153

Tabel 4 18 Analisis Newman SE-09 soal nomor 4 ... 154


(12)

xii

Tabel 4 20 Analisis Newman SE-12 soal nomor 8 ... 161

Tabel 4 21 Analisis Newman SE-19 soal no 3 ... 165

Tabel 4 22 Analisis Newman SE-19 soal nomor 6 ... 167

Tabel 4 23 Analisis Newman SE-20 soal nomor 3 ... 171

Tabel 4 24 Analisis Newman SE-20 soal nomor 8 ... 173

Tabel 4 25 Hasil Temuan Penelitian Kualitatif Pre-Test Konten Shape and Space ... 175

Tabel 4 26 Hasil Temuan Penelitian Kualitatif Post-Test Konten Shape and Space ... 176

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 3 1 Metode penelitian kombinasi concurrent embedded, model metode kuantitatif sebagai metode primer ... 56

Gambar 3 2 Proses Penelitian Model Campuran Tidak Berimbang (Concurrent Embeded Design) ... 64

Gambar 4 1 Hasil Pre-Test Kemampuan Literasi Matematika SE-22………….118

Gambar 4 2 Hasil Pre-Test Kemampuan Literasi Matematika SE-10………….121

Gambar 4 3 Hasil Pre-Test Kemampuan Literasi Matematika SE-09 ... 124

Gambar 4 4 Hasil Pre-Test Kemampuan Literasi Matematika SE-12 ... 127

Gambar 4 5 Hasil Pre-Test Kemampuan Literasi Matematika SE-19 ... 130

Gambar 4 6 Hasil Pre-Test Kemampuan Literasi Matematika SE-20 ... 133

Gambar 4 7 Hasil Post-Test Kemampuan Literasi Matematika SE-22 ... 138

Gambar 4 8 Hasil Post-Test Kemampuan Literasi Matematika SE-22 ... 141

Gambar 4 9 Hasil Post-Test Kemampuan Literasi Matematika SE-10 ... 143

Gambar 4 10 Hasil Post-Test Kemampuan Literasi Matematika SE-10 ... 148

Gambar 4 11 Hasil Post-Test Kemampuan Literasi Matematika SE-09 ... 150

Gambar 4 12 Hasil Post-Test Kemampuan Literasi Matematika SE-09 ... 154

Gambar 4 13 Hasil Post-Test Kemampuan Literasi Matematika SE-12 ... 156

Gambar 4 14 Hasil Post-Test Kemampuan Literasi Matematika SE-12 ... 160

Gambar 4 15 Hasil Post-Test Kemampuan Literasi Matematika SE-19 ... 162

Gambar 4 16 Hasil Post-Test Kemampuan Literasi Matematika SE-19 ... 167

Gambar 4 17 Hasil Post-Test Kemampuan Literasi Matematika SE-20 ... 169


(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Daftar Siswa Kelas Uji Coba Konten Shape and Space ... 198 Lampiran 2 Daftar Siswa Kelompok Eksperimen 1 ... 199 Lampiran 3 Daftar Siswa Kelompok Kontrol ... 200 Lampiran 4 Kisi-Kisi Tes Uji Coba 1 Kemampuan Literasi Matematika

Berorientasi PISA ... 201 Lampiran 5 Kisi-Kisi Tes Uji Coba 2 Kemampuan Literasi Matematika

Berorientasi PISA ... 216 Lampiran 6 Soal Tes Uji Coba 1 ... 229 Lampiran 7 Soal Tes Uji Coba 2 ... 232 Lampiran 8 Kunci Jawaban Dan Rubrik Penskoran Soal Tes Uji Coba 1

Kemampuan Literasi Matematika ... 236 Lampiran 9 Kunci Jawaban Dan Rubrik Penskoran Soal Tes Uji Coba 2

Kemampuan Literasi Matematika ... 243 Lampiran 10 Perhitungan Validitas Butir Soal Uji Coba Konten Shape And Space Materi Segiempat ... 252 Lampiran 11 Uji Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran, dan Daya Pembeda Uji Coba 1 ... 253 Lampiran 12 Rangkuman Analisis Hasil Uji Coba 1 Soal Kemampuan Literasi 256 Lampiran 13 Perhitungan Realibilitas Butir Soal Konten Shape And Space Materi Segiempat (Tipe 1) ... 257 Lampiran 14 Perhitungan Tingkat Kesukaran Butir Soal Konten Shape And Space Materi Segiempat (Tipe 1) ... 259 Lampiran 15 Perhitungam Daya Pembeda Butir Soal Konten Shape And Space Materi Segiempat (Tipe 1) ... 261 Lampiran 16 Perhitungan Validitas Butir Soal Uji Coba Konten Shape And Space Materi Segiempat ... 263 Lampiran 17 Uji Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran, dan Daya Pembeda Uji Coba 2 ... 264 Lampiran 18 Rangkuman Analisis Hasil Uji Coba 2 Soal Kemampuan Literasi 267 Lampiran 19 Perhitungan Realibilitas Butir Soal Konten Shape And Space Materi Segiempat (Tipe 2) ... 268 Lampiran 20 Perhitungan Tingkat Kesukaran Butir Soal Konten Shape And Space Materi Segiempat (Tipe 1) ... 270 Lampiran 21 Perhitungam Daya Pembeda Butir Soal Konten Shape And Space Materi Segiempat (Tipe 1) ... 272 Lampiran 22 Kisi-Kisi Pre-Test Kemampuan Literasi Matematika Berorientasi PISA ... 274 Lampiran 23 Soal Pre-Test ... 284


(14)

xiv

Lampiran 24 Kunci Jawaban Dan Rubrik Penskoran Soal Pre-Test Kemampuan

Literasi Matematika ... 287

Lampiran 25 Kisi-Kisi Tes Uji Coba 2 Kemampuan Literasi Matematika Berorientasi PISA ... 292

Lampiran 26 Soal Post-Test ... 302

Lampiran 27 Kunci Jawaban Dan Rubrik Penskoran Soal Tes Uji Coba 2 Kemampuan Literasi Matematika ... 305

Lampiran 28 Data UTS Semester Genap ... 311

Lampiran 29 Uji Normalitas Data Awal Konten Shape and Space ... 312

Lampiran 30 Uji Homogenitas Data Awal Konten Shape And Space ... 313

Lampiran 31 Uji Kesamaan Rata-Rata Data Awal Konten Shape And Space .... 314

Lampiran 32 Daftar Nilai Hasil Belajar Kelompok Eksperimen ... 315

Lampiran 33 Daftar Nilai Hasil Belajar Kelompok Kontrol ... 316

Lampiran 34 Daftar Subjek Penelitian ... 317

Lampiran 35 Uji Normalitas Data Pretest Konten Shape And Space ... 318

Lampiran 36 Uji Homogenitas Data Pretest Konten Shape And Space ... 319

Lampiran 37 Uji Kesamaan Rata-Rata Data Pretest Konten Shape And Space . 320 Lampiran 38 Uji Homogenitas Data Posttest Konten Shape And Space ... 321

Lampiran 39 Uji Normalitas Data Posttest Konten Shape And Space... 322

Lampiran 40 Uji Hipotesis 1 ... 323

Lampiran 41 Uji Hipotesis II ... 324

Lampiran 42 Uji Hipotesis III ... 325

Lampiran 43 Perangkat Pembelajaran ... 333

Lampiran 44 Kisi-Kisi Lembar Pengamatan Kualitas Pembelajaran ... 399

Lampiran 45 Lembar Kualitas Pembelajaran ... 401

Lampiran 46 Data Hasil Observasi Kualitas Pembelajaran ... 404

Lampiran 47 Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Literasi Matematika ... 406

Lampiran 48 Pedoman Wawancara Newman ... 408

Lampiran 49 Pre-Test SE-22 ... 410

Lampiran 50 Pre-Test SE-10 ... 412

Lampiran 51 Pre-Test SE-09 ... 414

Lampiran 52 Pre-Test SE-12 ... 416

Lampiran 53 Pre-Test SE-19 ... 418

Lampiran 54 Pre-Test SE-20 ... 420

Lampiran 55 Post-Test SE-22 ... 422

Lampiran 56 Post-Test SE-10 ... 429

Lampiran 57 Post-Test SE-09 ... 436

Lampiran 58 Post-Test SE-12 ... 443

Lampiran 59 Post-Test SE-19 ... 449

Lampiran 60 Post-Test SE-20 ... 455

Lampiran 61 Wawancara dengan Guru... 462

Lampiran 62 Kemampuan Awal SE-22 ... 464


(15)

xv

Lampiran 64 Kemampuan Awal SE-09 ... 466

Lampiran 65 Kemampuan Awal SE-12 ... 467

Lampiran 66 Kemampuan Awal SE-19 ... 468

Lampiran 67 Kemampuan Awal SE-20 ... 469

Lampiran 68 Kemampuan Akhir SE-22 ... 470

Lampiran 69 Kemampuan Akhir SE-10 ... 472

Lampiran 70 Kemampuan Akhir SE-09 ... 474

Lampiran 71 Kemampuan Akhir SE-12 ... 476

Lampiran 72 Kemampuan Akhir SE-19 ... 478

Lampiran 73 Kemampuan Akhir SE-20 ... 479

Lampiran 74 Hasil Ulangan Tengah Semester Kelas Eksperimen ... 481

Lampiran 75 Hasil Ulangan Tengah Semester Kelas Kontrol ... 482

Lampiran 76 SK Pembimbing ... 483

Lampiran 77 Surat Izin Penelitian... 484

Lampiran 78 SK Penelitian ... 485


(16)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, matematika diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan kemampuan siswa. Berdasarkan Permendikbud No. 22 tahun 2006 tujuan pengajaran matematika antara lain: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan (5) rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut kita untuk siap menghadapi segala tantangan dan permasalahan yang muncul termasuk menuntut pendidikan matematika untuk selalu berkembang guna menjawab tantangan dalam menghadapi permasalahan tersebut.

Melihat betapa pentingnya kebermanfaatan pendidikan matematika dalam pembelajaran di sekolah, memang sungguh ironis dalam faktanya matematika


(17)

2

justru menjadi salah satu pelajaran yang kurang disenangi. Matematika yang tujuan utamanya membentuk siswa dengan berbagai kemampuan di atas terbentengi terlebih dahulu oleh rasa takut yang ada pada diri siswa.

Berdasarkan observasi yang dilakukan, peneliti mendapatkan keterangan bahwa banyak siswa SMP yang mengeluh dikarenakan seringkali mengalami kesulitan dalam memahami soal-soal matematika sehingga siswa seringkali melakukan kesalahan-kesalahan dalam menyelesaikan soal yang diberikan. Selain itu, berdasarkan wawancara kepada salah satu guru matematika kelas VII, kesalahan yang sering dilakukan oleh siswa SMP N 1 Selogiri dalam mengerjakan materi geometri yaitu (a) kesalahan menuliskan apa yang diketahui, (b) kesalahan memahami apa yang ditanyakan, (c) kesalahan memahami konsep, (d) kesalahan menggunakan prinsip/sifat bangun datar, (e) kesalahan penggunaan rumus, (f) kesalahan melakukan operasi seperti menjumlah, mengurangi, mengalikan, maupun membagi ukuran pada bangun datar, dan (g) kesalahan penggunaan materi lain seperti bentuk aljabar pada persamaan linear satu variabel dalam menyelesaikan masalah luas dan keliling bangun datar.

Banyaknya kesalahan-kesalahan tersebut juga menunjukkan tingkat literasi matematis siswa masih rendah. Kemampuan literasi matematika dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk merumuskan dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks, termasuk kemampuan melakukan penalaran secara matematis dan menggunakan konsep, prosedur, dan fakta untuk menggambarkan, menjelaskan, atau memperkirakan fenomena. Pentingnya literasi matematika ini, ternyata belum sejalan dengan prestasi siswa di Indonesia di mata Internasional.


(18)

3

Hal ini ditunjukkan oleh hasil Programme for International Students Assesment (PISA) yang mengukur kemampuan anak usia 15 tahun dalam literasi membaca, matematika, dan sains. Pada awal tahun 2009 bahkan Indonesia menempati peringkat ke-61 dari 65 peserta (dalam Aini, 2013). Literasi matematika dalam PISA fokus kepada kemampuan siswa dalam menganalisis, memberikan alasan, dan menyampaikan ide secara efektif, merumuskan, memecahkan, dan menginterprestasi masalah-masalah matematika dalam berbagai bentuk dan situasi.

Analisis lebih lanjut tentang literasi matematika ialah akan bermuara dengan adanya penjelasan tentang sumber masalah tersebut. Sumber kesalahan siswa harus segera mendapatkan pemecahan dan solusi yang tuntas. Berdasarkan observasi yang dilakukan didapatkan pula bahwa SMP tempat penelitian masih menggunakan kurikulum KTSP. Model pembelajaran yang digunakan pada SMP tempat penelitian juga masih menggunakan model ekspositori. Selanjutnya, peneliti memperoleh informasi bahwa rata-rata hasil belajar matematika siswa pada kompetensi-kompetensi dasar yang telah diajarkan guru belum mencapai KKM. Guru mempunyai peranan yang besar mengenai masalah tersebut. Guru bertanggung jawab untuk menyesuaikan situasi belajar dengan minat, latar belakang, dan kemampuan siswa. Oleh karena itu, pembelajaran yang dilakukan guru harus disesuaikan dengan tahap berpikir anak. Di samping itu, hal penting yang harus diperhatikan adalah guru juga bertanggung jawab mengadakan evaluasi terhadap hasil belajar. Salah satu model pembelajaran yang dapat mendorong siswa aktif adalah model Problem Based Learning (PBL). Model PBL


(19)

4

menurut Cazzola (dalam Fitriono, Yuli, Rochmad, Wardono, 2015) adalah pendekatan pembelajaran yang berpusat pada kontruktivisme siswa dengan berdasarkan analisis, resolusi, dan diskusi tentang masalah yang diberikan. Pada model PBL, masalah yang diajukan oleh guru adalah permasalahan dunia nyata dan menarik sehingga siswa dilatih untuk memecahkan masalah yang membutuhkan pemikiran kreatif. Menurut Nalole (2008) berkaitan dengan penyajian matematika yang diawali dengan sesuatu yang konkret di Belanda telah lama dikembangkan Realistic Mathematics Education (RME). RME tersebut mengacu pada pendapat Freudenthal bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia. Hal itu berarti bahwa matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan situasi sehari-hari.

Untuk menerapkan model pembelajaran dengan pendekatan RME diperlukan media pembelajaran atau alat bantu penunjang pembelajaran. Salah satu alat bantu penunjang pembelajaran yang dapat digunakan yaitu kartu masalah. Kartu masalah digunakan sebagai aktivitas lanjutan bagi siswa dalam pembelajaran dan berisi soal-soal realistik sesuai dengan kehidupan sehari-hari. Kartu ini diberikan kepada siswa sebagai tugas kelompok yang harus diselesaikan.

Dalam menyelesaikan masalah matematika selalu terjadi proses penyelesaian dengan menggunakan berbagai strategi. Strategi pemecahan masalah ini akan menunjukan tingkat kemampuan literasi matematika siswa yang berbeda. Perbedaan tingkat kemampuan literasi matematika ini akan menyebabkan jenis kesalahan yang berbeda pada setiap pengerjaan soal matematika yang diberikan.


(20)

5

Metode analisis kesalahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kesalahan Newman. Pada metode ini, Newman menyarankan lima kegiatan yang spesifik sebagai sesuatu yang krusial untuk membantu menemukan di mana kesalahan berbentuk soal uraian, yaitu: (1) reading, (2) comprehension, (3) transformation, (4) process skill, (5) encoding.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti perlu melakukan penelitian dengan

judul “Analisis Literasi Matematika Siswa Kelas VII SMP Dengan Model PBL Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) Berbantuan Kartu Masalah.” 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah kemampuan literasi matematika dengan model PBL pendekatan RME berbantuan kartu masalah tuntas secara klasikal?

2. Apakah kemampuan literasi matematika dengan model PBL pendekatan RME berbantuan kartu masalah lebih baik daripada kemampuan literasi matematika dengan model ekspositori?

3. Apakah peningkatan kemampuan literasi matematika pada kelas yang mendapat model PBL dengan pendekatan RME berbantuan kartu masalah lebih tinggi daripada kemampuan literasi matematika dengan pembelajaran ekspositori?

4. Bagaimana kualitas model PBL dengan pendekatan RME berbantuan kartu masalah?


(21)

6

5. Bagaimana kemampuan literasi matematika siswa yang mendapat pembelajaran model PBL pendekatan RME berbantuan kartu masalah? 6. Apa saja jenis kesalahan yang dilakukan siswa dalam mengerjakan soal

kemampuan literasi matematika siswa dan penyebab terjadinya kesalahan di kelas yang mendapat pembelajaran model PBL pendekatan RME berbantuan kartu masalah?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui kemampuan literasi matematika dengan model PBL pendekatan RME berbantuan kartu masalah tuntas secara klasikal.

2. Mengetahui kemampuan literasi matematika dengan model PBL pendekatan RME berbantuan kartu masalah lebih baik daripada kemampuan literasi matematika dengan pembelajaran ekspositori.

3. Mengetahui peningkatan kemampuan literasi matematika pada kelas yang mendapat model PBL dengan pendekatan RME berbantuan kartu masalah lebih tinggi daripada kemampuan literasi matematika dengan pembelajaran ekspositori.

4. Mengetahui kualitas pembelajaran PBL dengan pendekatan RME berbantuan kartu masalah.

5. Mengetahui kemampuan literasi matematika siswa yang mendapat pembelajaran model PBL pendekatan RME berbantuan kartu masalah. 6. Mengetahui jenis kesalahan yang dilakukan siswa dalam mengerjakan soal


(22)

7

di kelas yang mendapat pembelajaran model PBL pendekatan RME berbantuan kartu masalah.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, manfaat yang diharapkan adalah sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau masukan bagi perkembangan kemampuan literasi matematika dengan pembelajaran PBL pendekatan RME berbantuan kartu masalah. Diharapkan dengan pembelajaran PBL memperoleh suasana baru dalam proses pembelajaran guru dan siswa. Pola pikir matematis hanya dapat berkembang jika terdapat aktivitas yang langsung terkait dengan isi dan metode aritmatika dan matematika. Diharapkan dengan adanya pembelajaran PBL pendekatan RME berbantuan kartu masalah dapat meningkatkan pola pikir matematis sehingga dapat meningkatkan kemampuan literasi matematika siswa.

1.4.2 Manfaat Praktis 1.4.1.1 Bagi Guru

1. Dapat membantu tugas guru dalam mengetahui kemampuan literasi matematika siswa, kesulitan dan kesalahan yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran di kelas secara efektif dan efisien.

2. Sebagai bahan referensi atau masukan tentang model pembelajaran agar dapat mengetahui kemampuan literasi matematika siswa.


(23)

8

1. Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengetahui kemampuan literasi matematika dalam pembelajaran.

2. Memberikan kesempatan bagi siswa untuk membangun kemampuannya sendiri dalam menyelesaikan soal matematika

3. Melatih siswa untuk dapat mengemukakan ide atau pendapat dalam pembelajaran

4. Meningkatkan keaktifan dan daya tarik siswa terhadap mata pelajaran matematika.

5. Dapat membantu siswa untuk mengetahui kecenderungan kesalahan-kesalahan yang diperbuat serta penyebab terjadinya kesalahan-kesalahan.

1.4.2.2 Bagi Peneliti

1. Mendapatkan pengetahuan dan pengalaman dalam menerapkan model pembelajaran PBL pendekatan RME berbantuan kartu masalah pada pembelajaran matematika.

2. Mampu mengidentifikasi penyebab terhambatnya kemampuan literasi matematika pada siswa.

3. Meningkatnya kemampuan dasar mengajar dalam mengembangkan pembelajaran matematika.

1.4.2.3 Bagi Sekolah

Pembelajaran ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran dan masukan yang baik bagi sekolah untuk mengetahui kemampuan literasi matematika siswa dan kualitas pembelajaran PBL pendekatan RME berbantuan kartu masalah di sekolah.


(24)

(25)

10

1.4.2.4 Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi dan sumbangan pemikiran untuk penelitian selanjutnya mengenai analisis literasi matematika siswa kelas VII SMP dengan model PBL Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) berbantuan kartu masalah.

1.5 Penegasan Istilah

Penegasan istilah ini dimaksudkan untuk memperoleh pengertian yang sesuai dengan istilah dalam penelitian ini dan tidak menimbulkan interprestasi yang berbeda dari pembaca. Istilah-istilah yang perlu diberi penegasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.5.1 Analisis Literasi Matematika

Analisis literasi matematika dalam penelitian ini adalah penyelidikan tentang kemampuan individu untuk dapat menafsirkan matematika ke dalam berbagai konteks. Analisis literasi ini berpedoman pada tujuh komponen proses literasi matematika yaitu communication, representation, mathematizing, reasoning and argument, devising strategies for solving problem, using symbolic, formal, and technical language and operation, using mathematics tool..

1.5.2 Problem Based Learning

Model Problem Based Learning (PBL) adalah pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang keterampilan pemecahan masalah. Langkah-langkah dari PBL dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) memberikan orientasi tentang


(26)

11

permasalahannya kepada siswa, (2) mengorganisasikan siswa untuk meneliti, (3) membantu investigasi mandiri dan kelompok, (4) mengembangkan dan mempresentasikan, (5) menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah.

1.5.3 RME (Realistic Mathematic Education)

RME merupakan pendekatan pembelajaran yang berfokus pada aktivitas siswa untuk mencari, menemukan, dan membangun sendiri pengetahuan yang mereka perlukan melalui penyelesaian permasalahan kontekstual yang dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari. Bahan pelajaran yang disajikan berupa permasalahan kontekstual sesuai dengan kehidupan siswa.

1.5.4 Kartu Masalah

Kartu masalah merupakan salah satu media pembelajaran. Media kartu masalah merupakan media pembelajaran atau perlengkapan yang termasuk dalam media grafis atau visual. Ide-ide matematika dapat dipelajari peserta didik melalui instruksi-instruksi, pertanyaan-pertanyaan dan latihan yang ditulis pada kartu masalah. Melalui kartu-kartu masalah, peserta didik akan menyerap konsep-konsep dan menyelesaikan masalah-masalah.

1.6 Sistematika Penulisan Skripsi

Secara garis besar penulisan skripsi ini terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir yang masing-masing diuraikan sebagai berikut:


(27)

12

Bagian ini terdiri dari halaman judul, halaman pengesahan, pernyataan, motto, dan persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar dan daftar lampiran.

1.6.2 Bagian Isi

Bagian ini merupakan bagian pokok skripsi yang terdiri dari 5 bab, yaitu: BAB 1: Pendahuluan

Bagian ini meliputi latar belakang, rumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan, manfaat, penegasan istilah dan sistematika penulisan skripsi.

BAB 2: Landasan Teori dan Hipotesis

Bagian ini membahas teori yang melandasi permasalahan skripsi serta penjelasan yang merupakan landasan teoritis yang diterapkan dalam skripsi, pokok bahasan yang terkait dengan pelaksanaan penelitian, kerangka berfikir, dan hipotesis penelitian.

BAB 3: Metode Penelitian

Bab ini berisi metode dan desain penelitian, jenis penelitian, populasi, sampel, variabel penelitian, metode pengumpulan data, instrumen dan analisis data.

BAB 4: Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB 5: Penutup berisi simpulan hasil penelitian dan saran. 1.6.3 Bagian Akhir


(28)

(29)

14

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Hakikat Belajar dan Mengajar

Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek interaksi tingkah laku. Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai berikut:

“Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri sebagai hasil interaksi dengan

lingkungannya”. (Slameto, 2003:2).

Sedangkan definisi mengajar menurut Alvin W. Howard (dalam Slameto, 2003:32) adalah suatu aktivitas untuk mencoba menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah, atau mengembangkan skill, attitude, ideals (cita-cita), appreciations (penghargaan), dan knowledges. Dalam pengertian ini guru harus berusaha membawa perubahan tingkah laku yang baik atau berkecenderungan langsung untuk mengubah tingkah laku siswanya. Itu suatu bukti bahwa guru harus memutuskan membuat atau merumuskan tujuan. Untuk apa belajar itu? Juga harus memikirkan bagaimana bentuk cara penyajian dalam proses belajar mengajar itu? Bagaimana usaha guru


(30)

15

menciptakan kondisi-kondisi, sehingga memungkinkan terjadi interaksi edukatif.

Dari definisi di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa belajar ialah suatu proses yang membawa perubahan dalam diri individu yang berperan penting dalam perkembangan kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi seseorang. Perubahan yang dihasilkan dari proses belajar relatif tetap dan menjadi hal baru bagi individu tersebut.

2.1.2 Teori Belajar

2.1.2.1 Teori Belajar Piaget

Piaget mengajukan empat konsep pokok dalam menjelaskan perkembangan kognitif. Keempat konsep pokok tersebut adalah skema, asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrum. Menurut Piaget sebagaimana dikutip oleh Rifai & Ani (2011:207) dalam belajar perlu diciptakan suasana yang memungkinkan terjadinya interaksi di antara subyek belajar. Menurut Piaget anak memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus menerus berusaha memahami dunia di sekitarnya. Rasa ingin tahu ini memotivasi anak secara aktif membangun tampilan dalam otak anak tentang lingkungan yang anak hayati. Selain itu perkembangan kognitif anak akan lebih berarti apabila didasarkan pada pengalaman nyata daripada bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi. Jika hanya menggunakan bahasa tanpa pengalaman sendiri, perkembangan kognitif anak cenderung mengarah ke verbalisme. Piaget dengan teori kontruktivisnya berpendapat bahwa pengetahuan akan dibentuk oleh siswa


(31)

16

apabila siswa dengan objek/orang dan siswa selalu mencoba membentuk pengertian interaksi tersebut.

Dengan demikian, keterkaitan penelitian ini dengan pendekatan teori Piaget adalah belajar lewat interaksi sosial bahwa siswa melakukan pembelajaran diperkenankan untuk berkelompok kecil serta merangsang siswa untuk aktif bertanya dan berdiskusi untuk menyelesaikan soal-soal literasi matematika yang diberikan.

2.1.2.2 Teori Belajar Menurut J. Bruner

Menurut Bruner (dalam Slameto, 2003:11-12) belajar tidak untuk mengubah tingkah laku seseorang tetapi untuk mengubah kurikulum sekolah menjadi sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar lebih banyak dan mudah. Di dalam proses belajar Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk meningkatkan proses belajar perlu lingkungan yang dinamakan “discovery learning environment”, ialah lingkungan di mana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Dalam tiap lingkungan selalu ada bermacam-macam masalah, hubungan-hubungan dan hambatan yang dihayati oleh siswa secara berbeda-beda pada usia yang berbeda pula.


(32)

17

1. Mengusahakan agar setiap siswa berpartisipasi aktif, minatnya perlu ditingkatkan, kemudian perlu dibimbing untuk mencapai tujuan tertentu;

2. Menganalisis struktur materi yang akan diajarkan dan juga perlu disajikan secara sederhana sehingga mudah dimengerti oleh siswa; 3. Menganalisis sequence. Guru mengajar, berarti membimbing siswa

melalui urutan pernyataan-pernyataan dari suatu masalah sehingga siswa memperoleh pengertian dan dapat men-transfer apa yang sedang dipelajari;

4. Memberi reinforcement dan umpan balik (feed-back). Penguatan yang optimal terjadi pada waktu siswa mengetahui bahwa ia mengetahui jawabannya

Dengan demikian, keterkaitan penelitian ini dengan pendekatan teori J. Brunner adalah untuk meningkatkan kemampuan literasi matematika siswa dapat melakukan eksplorasi sehingga sumber belajar siswa tidak hanya berasal dari guru tetapi juga dari aktivitas pada kehidupan sehari-hari.

2.1.3 Unsur-Unsur Belajar

1. Peserta didik. Istilah peserta didik dapat diartikan sebagai warga belajar dan peserta pelatihan yang sedang melakukan kegiatan belajar. Peserta didik memiliki organ penginderaan yang digunakan untuk menangkap rangsangan, otak yang digunakan untuk mentransformasikan hasil penginderaan ke dalam memori yang


(33)

18

kompleks, dan syaraf atau otot digunakan untuk menampilkan kinerja yang menunjukkan apa yang telah dipelajari.

2. Rangsangan (stimulus), peristiwa yang merangsang penginderaan peserta didik disebut stimulus. Agar peserta didik mampu belajar optimal, ia harus menfokuskan diri pada stimulus tertentu yang diminati.

3. Memori yang ada pada peserta didik berisi berbagai kemampuan yang berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dihasilkan dari kegiataan belajar sebelumnya.

4. Respon, tindakan yang dihasilkan dari aktualisasi disebut respon. Peserta didik yang sedang mengamati stimulus akan mendorong memori memberikan respon terhadap stimulus tersebut.

Keempat unsur belajar tersebut digambarkan sebagai berikut. Kegiatan belajar akan terjadi pada diri peseta didik apabila terdapat interaksi antara stimulus dengan isi memori sehingga perilakunya berubah dari waktu ke waktu sebelum dan setelah adanya stimulus tersebut. Apabila terjadi perubahan perilaku, maka perubahan perilaku itu menjadi indikator bahwa peserta didik telah melakukan kegiatan belajar.

2.1.4 Hakikat Matematika

Matematika pada mulanya diambil dari perkataan Yunani “mathematike” yang berarti “relating to learning” perkataan itu mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Perkataan mathematike berhubungan erat dengan sebuah kata lain yang serupa yaitu


(34)

19

maathenein yang berarti belajar atau berpikir, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran.

Menurut Hudojo (2005) menjelaskan bahwa matematika merupakan suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir. Oleh karena itu, matematika dijadikan sebagai salah satu mata pelajaran wajib yang penting dan diajarkan sejak sekolah dasar, menengah, sampai perguruan tinggi. Menurut Portman & Richardon, dalam prosiding internasional yang ditulis oleh Pacemska (2011), bahwa matematika adalah ilmu yang digunakan di semua disiplin ilmu pengetahuan. Pacemska (2011) menyatakan bahwa:

“Mathematics occupies a special place in the system of sciences, because

if we take into account the applicarion area of mathematics and the subject of her research, then the mathematics belongs to the group of natural sciences. Mathematics is used in all scientific disciplines, where it successfully solves their problems in computer technology as an component of modern times. Therefore, mathematics is a specific and as a subject.”

Jadi menurut peneliti, matematika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang bersifat abstrak, diperoleh dengan penalaran secara induktif dan deduktif, serta mempunyai cara berpikir matematika yang prosesnya melalui abstraksi dan generalisasi. Matematika merupakan disiplin ilmu yang unik namun mampu menjadi ratu dari segala jenis ilmu pengetahuan.

2.1.5 Pembelajaran Matematika

Menurut Bruner seperti dikutip oleh Suherman dkk (2003: 43) menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang termuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, disamping hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur.


(35)

20

Sedangkan menurut Suherman dkk (2003:56-57), menyatakan bahwa dalam pembelajaran matematika, para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek (abstraksi). Dengan pengamatan terhadap contoh-contoh dan bukan contoh diharapkan siswa mampu menangkap pengertian suatu konsep. Selanjutnya dengan abstraksi ini, siswa dilatih untuk membuat perkiraan atau dugaaan berdasarkan kepada pengalaman dan pengetahuan yang dikembangkan melalui contoh-contoh khusus (generalisasi). Di dalam proses penalarannya dikembangkan pola pikir induktif maupun deduktif. Namun tentu kesemuanya itu harus disesuaikan dengan perkembangan kemampuan siswa, sehingga pada akhirnya akan sangat membantu kelancaran proses pembelajaran matematika. Dari pengertian di atas tampak bahwa pembelajaran matematika membutuhkan pelayanan yang optimal dari guru untuk memunculkan interaksi yang optimal pula, baik antara guru dengan siswa maupun antar siswa.

2.1.6 Model Problem Based Learning (PBL)

Menurut Arends (dalam Wulandari, B., 2013) Problem Based Learning adalah pembelajaran yang memiliki esensi berupa menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang auntentik dan bermakna kepada siswa. Sebagai tambahan, dalam PBL peran guru adalah menyodorkan berbagai masalah autentik sehingga jelas bahwa dituntut keaktifan siswa untuk menyelesaikan masalah tersebut. Sumber informasi tidak hanya dari guru akan tetapi dapat dari berbagai sumber. Guru di sini berperan sebagai fasilitator untuk


(36)

21

mengarahkan permasalahan sehingga saat diskusi tetap fokus pada tujuan pencapaian kompetensi.

Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang menghadapkan siswa pada dunia nyata (real world) untuk memulai pembelajaran dan merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. Problem Based Learning adalah pengembangan kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam kurikulumnya, dirancang masalah-masalah yang menuntut siswa mendapatkan pengetahuan yang penting, membuat mereka mahir dalam menyelesaikan masalah, dan memiliki strategi belajar sendiri serta kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan pendekatan sistemik untuk memecahkan masalah atau tantangan yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari (Amir, 2009).

Dalam pembelajaran Problem Based Learning pembelajarannya lebih menggunakan proses belajar, di mana tugas guru harus menfokuskan diri untuk membantu siswa mencapai keterampilan mengarahkan diri. Guru dalam model ini berperan sebagai penyaji masalah dan pemberi fasilitas pembelajaran. Selain itu, guru memberikan dukungan yang dapat meningkatkan pertumbuhan inkuiri dan intelektual siswa. Model ini hanya dapat terjadi jika guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan membimbing pertukaran gagasan.

Tabel 2 1 Sintaks Pembelajaran PBL (Trianto, 2007) Tahap

Pembelajaran


(37)

22

Tahap 1

Orientasi siswa pada masalah Tahap 2 Mengorganisasi siswa Tahap 3 Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok

Tahap 4

Mengembangkan dan menyajikan hasil

Tahap 5

Menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan

masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memotivasi siswa untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah.

Guru membentuk kelompok di mana setiap kelompok terdiri dari 4 sampai 5 siswa, membantu siswa mendefinisikan, dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan, melaksanakan eksperimen dan penyelidikan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan laporan, dokumentasi atau model, dan membantu mereka berbagi tugas dengan sesama temannya.

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap proses dan hasil

penyelidikan yang mereka lakukan

Tabel 2 2 The relation between the chracteristics of PBL and the components of mathematics literacy capabilities

No The characteristics of PBL with realistic scientific approach

The components of mathematics literacy capabilities

1

2

3

Starting from the ill

structured problems

and based on the real

world context

(phenomenological exploration)

Using collaborative

setting and promoting

student’s contribution

There are individual or

group investigation

(guided reinvention)

through collecting

information and

Students are able to realize the challenge and to understand the problem situation

Students are able to device strategies by discussing with their peer

Students are able to realize the challenge and to understand the problem situation


(38)

23

4

5

observing

There are processes of associating,

representation, and

mathematication

There are stage of

developing and

presenting to students production

(communicating)

Students are able to transform the rea world problem to the mathematics model. Students are able to associate and think logically.

Students are able to communicate the resukt of problem solving.

(Istiandaru, Afif et al, 2014)

2.1.7 Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)

Pendidikan Matematika Realistik atau Realistic Mathematics Education (RME) merupakan pendekatan dalam pendidikan matematika. Teori RME pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut Freudenthal. RME banyak diwarnai oleh pandangan Freudenthal tentang matematika. Ada dua pandangan penting menurut Freudenthal yaitu matematika dihubungkan realitas dan matematika sebagai aktivitas manusia (Freudenthal, 1991). Freudenthal menyatakan bahwa Mathematics is human activity, karenanya pembelajaran matematika disarankan berangkat dari aktivitas manusia (Suherman et al., 2003:146). Ini berarti matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari.

Kebermaknaan konsep matematika merupakan konsep utama dari Pendidikan Matematika Realistik. Proses belajar siswa hanya akan terjadi jika pengetahuan (Knowledge) yang dipelajari bermakna bagi siswa (Freudenthal, 1991). Kebermaknaan upaya ini dilakukan melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-persoalan “realistik”. Penggunaan kata “realistik”


(39)

24

dibayangkan” atau “to imagine”(Van den Heuvel-Panhuizen, 1998). Suatu masalah realistik tidak harus selalu berupa masalah yang ada di dunia nyata (real world problem) dan bisa ditemukan dalam kehidupan siswa. Suatu

masalah disebut “realistik” jika masalah tersebut dapat dibayangkan

(imaginable) atau nyata (real) dalam pikiran siswa. Suatu cerita rekaan, permainan bahkan bentuk formal matematika bisa digunakan sebagai masalah realistik.(Wijaya, 2012: 21)

Sedangkan menurut Wubbels, et al., sebagaimana dikutip oleh Yenni B Widjaja dan Heck (2003) mengemukakan bahwa:

The realistic mathematics education approach is based on a different point of view of mathematics education. The main difference with the mechanistic and structural approaches is that RME does not start from abstract principles or rules with the aim to learn to apply these in concrete

situation.“

RME is more than “using real life contexts in mathematics education”. Its

main points are guided reinvention, didactical phenomenology, and emergent models (Gravemeijer, 1998) sebagaimana dikutip Yenni B Widjaja dan Heck (2003).

Pembelajaran matematika realistik berpedoman pada 3 prinsip (guided reinvention and progressive mathematizing, didactical phenomenology, self developed models) dan 5 karakteristik (1) the use of context, (2) the use of models, bridging by vertical instrument, (3) student contribution, (4) interactivity and (5) intertwining (Treffer,1987).

2.1.8 Prinsip Pembelajaran Matematika Realistik

Menurut Gravemeijer, sebagaimana dikutip Murdani et al., (2013) ada tiga prinsip kunci dalam mendesain pembelajaran matematika realistik yaitu sebagai berikut:


(40)

25

1. Penemuan kembali secara terbimbing dan proses matematisasi secara progresif (guided reinvention and progressive mathematizing)

Prinsip pertama adalah penemuan kembali secara terbimbing dan matematisasi secara progresif. Siswa harus diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama dalam membangun dan menemukan kembali tentang ide-ide dan konsep-konsep matematika. Maksud mengalami proses yang sama dalam hal ini adalah setiap siswa diberi kesempatan sama dalam merasakan situasi dan jenis masalah kontekstual yang mempunyai berbagai kemungkinan solusi.

2. Fenomena yang bersifat mendidik (didactical phenomenology)

Prinsip kedua adalah fenomena yang bersifat mendidik. Dalam hal ini fenomena pembelajaran menekankan pentingnya masalah kontekstual untuk memperkenalkan topik-topik matematika kepada siswa. Topik-topik ini dipilih dengan pertimbangan: (1) aspek kecocokan aplikasi yang harus diantisipasi dalam pengajaran; dan (2) kecocokan dampak dalam proses matematika secara progresif, artinya prosedur, aturan dan model matematika yang harus dipelajari oleh siswa tidaklah disediakan dan diajarkan oleh guru, tetapi siswa harus berusaha menemukannya dari penyelesaian masalah kontekstual tersebut.

3. Mengembangkan sendiri model-model (self-developed models)

Prinsip yang ketiga adalah pengembangan model sendiri. Prinsip ini berfungsi sebagai jembatan antara pengetahuan informal dengan matematika formal. Dalam menyelesaikan masalah kontekstual, siswa


(41)

26

diberi kebebasan untuk membangun sendiri model matematika yang terkait dengan masalah kontekstual yang dipecahkan. Sebagai konsekuensi dari kebebasan itu, sangat dimungkinkan muncul berbagai model yang dibangun siswa.


(42)

27

2.1.9 Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik

Lima prinsip kunci RME dalam implementasinya melahirkan karakteristik pembelajaran matematika realistik, yaitu : (1) the use of context, (2) the use of models, bridging by vertical instrument, (3) student contribution, (4) interactivity and (5) intertwining (Treffer,1987) penjelasan dari kelima karakteristik pembelajaran matematika realistik tersebut sebagai berikut .

1. Menggunakan masalah kontekstual (the use of context)

Pembelajaran matematika diawali dengan masalah kontekstual, tidak dimulai dengan sistem formal, sehingga memungkinkan siswa menggunakan pengalaman atau pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Masalah kontekstual tidak hanya berfungsi sebagai sumber matematisasi, tetapi juga sebagai sumber untuk mengaplikasikan kembali matematika. Masalah kontekstual yang diangkat sebagai topik awal pembelajaran, hendaknya masalah sederhana yang dikenali oleh siswa. 2. Menggunakan model (use models, bridging by vertical instruments)

Pada pembelajaran dengan pendekatan RME, digunakan model yang dikembangkan sendiri oleh siswa dari situasi yang sebenarnya (model of). Model tersebut digunakan sebagai jembatan antara level pemahaman yang satu ke level pemahaman yang lain. Setelah terjadi interaksi dan diskusi kelas, selanjutnya model ini berkembang dan diarahkan untuk menjadi model yang formal.


(43)

28

Siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan berbagai strategi informal yang dapat mengarahkan pada pengkonstruksian berbagai prosedur untuk memecahkan masalah. Dengan kata lain, kontribusi yang besar dalam proses pembelajaran diharapkan datang dari siswa, bukan dari guru. Artinya semua pikiran atau pendapat siswa sangat diperhatikan dan dihargai. Kontribusi dapat berupa aneka jawab, aneka cara, atau aneka pendapat dari siswa

4. Interaktivitas (interactivity)

Interaksi antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa, serta siswa dengan perangkat pembelajaran merupakan hal yang sangat penting dalam RME sehingga siswa mendapatkan manfaat positif dari interaksi tersebut. Bentuk-bentuk interaksi seperti: negosiasi, penjelasan, pembenaran, persetujuan, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk pengetahuan matematika formal dari bentuk-bentuk pengetahuan matematika informal yang ditemukan sendiri oleh siswa.

5. Terintegrasi dengan topik lainnya (intertwining)

Struktur dan konsep matematika saling berkaitan, oleh karena itu keterkaitan dan keintegrasian antar topik (unit pelajaran) maupun lintas displin ilmu harus dieksplorasi untuk mendukung terjadinya proses belajar mengajar yang lebih bermakna, sehingga memunculkan pemahaman secara serentak. Intertwining dapat terlihat melalui masalah kontekstual yang diberikan.


(44)

29

2.1.10 Kartu Masalah

Kartu masalah merupakan media pembelajaran atau perlengkapan yang termasuk dalam media grafis atau visual berupa kartu yang berisi soal pemecahan masalah. Ide-ide matematika dapat dipelajari siswa melalui instruksi-instruksi, pertanyaan-pertanyaan dan latihan yang ditulis pada kartu-kartu masalah berupa masalah kontekstual. Melalui kartu-kartu-kartu-kartu masalah, siswa akan menyerap konsep-konsep dan menyelesaikan masalah-masalah.

Cara menyusun kartu masalah (kartu soal) harus memenuhi kriteria berikut.

a. Konsep matematika atau generalisasi merupakan tujuan.

b. Materi harus diarahkan ke menemukan konsep atau generalisasi. c. Materi harus menarik.

d. Petunjuk yang ditulis di kartu harus jelas dan mudah diikuti siswa dan harus membawa siswa ke kesimpulan yang dikehendaki.

e. Tampilan kartu harus menarik, mengutamakan bentuk dan warna (Hudojo, 2003:106).

Keunggulan kartu masalah (kartu soal) adalah sebagai berikut.

a. Siswa akan gemar menyelesaikan masalah-masalah yang didasarkan pada pengalamannya sendiri karena dituntut mengerjakan menurut kemampuannya.

b. Prinsip psikologi terpenuhi yaitu konsep atau generalisasi berjalan dari hal yang konkret ke abstrak.


(45)

30

c. Siswa dapat menemukan konsep sehingga memungkinkan untuk mentransfer ke masalah lainnya yang relevan.

d. Meningkatkan aktivitas siswa, karena memungkinkan saling bekerja sama dalam arti pertukaran ide (Hudojo, 2003: 109).

Kelemahan kartu masalah (kartu soal) adalah sebagai berikut. a. Metode ini menyebabkan proses belajar menjadi lambat.

b. Pekerjaan laboratoris secara murni, sebenarnya bukan jenis kerja matematika, karena jika dilaksanakan terpisah dengan pelajaran matematika dapat terjadi proses belajar tidak memberikan latihan berpikir matematika bagi siswa.

c. Tidak semua topik matematika dapat dikerjakan dengan metode laboratorium itu.

d. Guru hanya dapat mengawasi kelas yang kecil, karena guru harus memperhatikan individu.

e. Kecenderungan peserta didik saling mencontoh dan ini sangat sulit untuk dikontrol. Karena itu dikhawatirkan, belajar matematika hanya sekedar latihan ketrampilan (Hudojo, 2003:110).

2.1.11 Model Pembelajaran PBL Pendekatan Realistik Berbantuan Kartu Masalah

Sintaks pembelajaran PBL dengan pendekatan realistik berbantuan kartu masalah sebagai berikut:

Tabel 2 3 Sintaks Pembelajaran

Tahap Aktivitas Siswa Dan Guru


(46)

31

peserta didik terhadap masalah

2. Mengorganisasi peserta didik untuk belajar

3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok

Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan tujuan pembelajaran.

b. Guru memotivasi siswa dengan mengaitkan materi yang akan dipelajari dengan

kehidupan siswa sehari-hari.

c. Guru memberikan masalah kontekstual berkaitan dengan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan siswa, sesuai dengan materi dengan bantuan kartu masalah.

d. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya.

e. Jika terdapat hal-hal yang kurang dipahami oleh siswa, guru menjelaskan atau

memberikan petunjuk seperlunya. f. Menggunakan masalah kontekstual yang

diangkat sebagai masalah awal dalam pembelajaran dan melakukan interaktivitas (menggunakan interaksi), dalam hal ini interaksi terjadi secara timbal balik antara guru dengan siswa dan antar sesama siswa. g. Meminta siswa untuk memahami masalah

kontekstual yang dipersiapkan guru dalam kartu masalah

h. Meminta siswa mendeskripsikan masalah kontekstual itu dengan melakukan refleksi, interpretasi, atau mengemukakan stretegi pemecahan masalah kontekstual yang sesuai untuk menyelesaikan masalah tersebut. (Sesuai dengan karakteristik RME yaitu menggunakan konteks)

i. Siswa secara individual atau kelompok, diminta menyelesaikan masalah kontekstual pada LKPD dengan menggunakan alat peraga. (Sesuai dengan karakteristik RME yaitu menggunakan model)

j. Guru memotivasi siswa agar mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan penuntun yang mengarahkan siswa dalam memperoleh penyelesaian soal.

Guru diharapkan tidak perlu memberi tahu penyelesaian soal atau masalah tersebut, sebelum siswa memperoleh

penyelesaiannya sendiri.


(47)

32

4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

diminta menyelesaikan masalah kontekstual pada LKPD dengan menggunakan alat peraga. (Sesuai dengan karakteristik RME yaitu menggunakan model)

l. Guru memotivasi siswa agar mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan penuntun yang mengarahkan siswa dalam memperoleh penyelesaian soal.

Guru diharapkan tidak perlu memberi tahu penyelesaian soal atau masalah tersebut, sebelum siswa memperoleh

penyelesaiannya sendiri.

m. Guru berkeliling dan memberikan bantuan terbatas kepada setiap kelompok. Bantuan ini dapat berupa penjelasan secukupnya (tanpa memberikan jawaban terhadap masalah yang sementara dihadapi siswa), dapat pula memberikan pertanyaan yang merangsang berpikir siswa dan

mengarahkan siswa untuk lebih jelas melihat masalah yang sebenarnya atau mengarahkan siswa kepada pemecahan masalah yang dihadapi.

n. Siswa diminta untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban mereka dalam kelompok kecil dengan teman sebangku (berpasangan) atau dalam kelompok belajar yang beranggotakan 4 atau 5 siswa. Pada tahap ini karakteristik RME yang muncul adalah terjadinya interaktivitas, yakni interaksi antar siswa.

o. Siswa melaporkan hasil penyelesaian masalah atau hasil dari aktivitas kelompok, p. Guru menentukan siswa tertentu atau

kelompok tertentu untuk mempresentasikan hasil kerjanya.

q. Selanjutnya hasil dari diskusi kelompok itu dibandingkan pada diskusi kelas yang dipimpin oleh guru, untuk memformalkan konsep/definisi/prinsip matematika yang ditemukan siswa.

r. Guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan secara

formal tentang konsep, definisi, teorema, prinsip, cara atau prosedur matematika yang


(48)

33

terkait dengan masalah kontekstual/soal yang baru diselesaikan. Karakteristik RME yang muncul pada langkah ini adalah interaktivitas atau menggunakan interaksi antara guru dengan siswa.

2.1.12 Literasi Matematika

Literasi merupakan hak asasi manusia dan dasar untuk belajar sepanjang hayat, yang mencakup berbagai aspek kehidupan. Salah satu aspek tersebut adalah kebutuhan akan literasi matematika. Pengertian literasi matematika sebagaimana dikutip dalam laporan PISA 2012 (dalam Mahdiansyah & Rahmawati, 2014) adalah kemampuan individu untuk merumuskan, menerapkan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks. Kemampuan ini mencakup penalaran matematis, dan kemampuan menggunakan konsep-konsep matematika, prosedur, fakta, dan fungsi matematika untuk menggambarkan, menjelaskan, dan memprediksi suatu fenomena (OECD, 2009). Dengan penguasaan merefleksikan logika matematis untuk berperan pada kehidupannya, komunitasnya, serta masyarakatnya. Literasi matematika menjadikan individu mampu membuat keputusan berdasarkan pola pikir matematis yang konstrusif.

Wardono dkk, (2016) menyatakan bahwa “Mathematics literacy ability in the class using the PBL model with a PMRI approach assisted E-learning Edmodo have increased and the improvement of mathematics literacy ability is higher than the improvement of mathematics literacy ability of class that uses the model of PBL learning with PMRI approach and is higher than the improvement of mathematics literacy ability of class that uses the expository models; The quality of learning using PBL models with a PMRI approach assisted E-learning Edmodo have very good category”.


(49)

34

Setiap pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan kehidupan nyata. Sehingga tercipta kemampuan literasi matematika yang baik, yang sesuai dengan standar isi yang ada.

Beberapa aspek yang berkaitan dengan literasi matematika berdasarkan OECD (2009) adalah sebagai berikut:

1. The mathematical processes dapat mendeskripsikan apa yang siswa lakukan untuk menghubungkan masalah dunia nyata dengan matematika sehingga masalah dapat terpecahkan.

2. The mathematical content adalah materi yang digunakan untuk aspek

evaluasi.

3. The context adalah konteks dilakukannya penilaian. 2.1.12.1 Konteks (context)

Salah satu aspek penting dari kemampuan literasi matematika adalah keterlibatan matematika dalam pemecahan masalah di berbagai konteks.

Tabel 2 4Proporsi Skor Sub-Sub Komponen Konteks Komponen Pemahaman Konteks Skor (%) Konteks Pribadi

Pendidikan dan pekerjaan Sosial

Ilmu pengetahuan

25 25 25 25

Adapun konteks matematika dalam PISA dapat dikategorikan menjadi empat konteks (OECD, 2009), adalah sebagai berikut.

1. Konteks pribadi (Personal)

Konteks pribadi yang berhubungan langsung dengan kegiatan pribadi siswa sehari-hari, baik kegiatan diri sendiri, kegiatan dengan keluarga, maupun kegiatan dengan teman sebayanya. Jenis konteks pribadi tidak


(50)

35

terbatas pada persiapan makanan, belanja, bermain, kesehatan pribadi, transportasi pribadi, olahraga, traveling, jadwal pribadi, dan keuangan pribadi. Matematika diharapkan dapat berperan dan menginterpretasikan permasalahan dan kemudian memecahkannya.

2. Konteks pendidikan dan pekerjaan (Occupational)

Konteks pendidikan dan pekerjaan yang berkaitan dengan kehidupan siswa di sekolah dan atau tempat lingkungan siswa bekerja. Konteks pekerjaan tidak terbatas pada hal-hal seperti mengukur, biaya dan pemesanan bahan bangunan, menghitung gaji, pengendalian mutu, penjadwalan, arsitektur, dan pekerjaan yang berhubungan dengan pengambilan keputusan. Konteks pekerjaan berhubungan dengan setiap tingkat tenaga kerja, dari tingkatan terendah sampai tingkatan yang tertinggi yang dikenal oleh siswa. Matematika diharapkan dapat membantu untuk merumuskan, melakukan klasifikasi masalah, dan memecahkan masalah tersebut.

3. Konteks umum (Societal)

Konteks umum berkaitan dengan penggunaan pengetahuan matematika dalam kehidupan bermasyarakat baik lokal, nasional, maupun global dalam kehidupan sehari-hari. Konteks umum dapat berupa masalah sistem voting, angkutan umum, pemerintah, kebijakan publik, demografi, iklan, statistik nasional, masalah ekonomi, dan lain sebagainya. Siswa diharapkan dapat menyumbangkan pemahaman mereka tentang pengetahuan dan konsep matematikanya untuk mengevaluasi berbagai keadaan yang relevan dalam kehidupan di masyarakat.


(51)

36

4. Konteks keilmuan (scientific)

Kegiatan keilmuan yang secara khusus berkaitan dengan kegiatan ilmiah yang lebih bersifat abstrak dan menuntut pemahaman dan penguasaan teori dalam melakukan pemecahan matematika. Konteks keilmuan juga berkaitan dengan penerapan matematika di alam, isu-isu dan topik-topik yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti cuaca atau iklim, ekologi, kedokteran, ilmu ruang, genetika, pengukuran, dan dunia matematika itu sendiri.

2.1.12.2 Konten (Content)

Domain matematika sangat banyak dan bervariasi, sehingga tidak mungkin untuk mengidentifikasi secara lengkap. PISA hanya membatasi pada 4 overaching ideas yang utama, yaitu perubahan dan hubungan (change and relationship), ruang dan bentuk (space and shape), kuantitas (quantity) dan ketidakpastian dan data (uncertainty and data).

OECD (2009) menguraikan masing-masing konten sebagai berikut:

1. Change and Relationships (Perubahan dan Hubungan)

Perubahan dan hubungan berkaitan dengan pokok pelajaran aljabar. Hubungan matematika sering dinyatakan dengan persamaan atau hubungan yang bersifat umum, seperti penambahan, pengurangan, dan pembagian. Hubungan ini juga dinyatakan dalam berbagai simbol aljabar, grafik, bentuk geometris, dan tabel. Oleh karena setiap representasi simbol itu memiliki tujuan dan sifatnya masing-masing, proses penerjemahannya sering menjadi


(52)

37

sangat penting dan menentukan sesuai dengan situasi dan tugas yang harus dikerjakan.

2. Space and Shape (Ruang dan Bentuk)

Ruang dan bentuk berkaitan dengan pelajaran geometri. Soal tentang ruang dan bentuk ini menguji kemampuan siswa mengenali bentuk, mencari persamaan dan perbedaan dalam berbagai dimensi dan representasi bentuk, serta mengenali ciri-ciri suatu benda dalam hubungannya dengan posisi benda tersebut.

3. Quantity (Bilangan)

Bilangan berkaitan dengan hubungan bilangan dan pola bilangan, antara lain kemampuan untuk memahami ukuran, pola bilangan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan bilangan dalam kehidupan sehari-hari, seperti menghitung dan mengukur benda tertentu. Termasuk dalam konten bilangan ini adalah kemampuan bernalar secara kuantitatif, merepresentasikan sesuatu dalam angka, memahami langkah-langkah matematika, berhitung di luar kepala, dan melakukan penaksiran.

4. Uncertainty and Data (Probabilitas/Ketidakpastian dan Data)

Probabilitas/ketidakpastian dan data berhubungan dengan statistik dan peluang yang sering digunakan dalam masyarakat informasi. Penyajian dan interpretasi data adalah konsep kunci dalam konten ini

2.1.12.3 Komponen Proses

Kerangka penelitian Literasi Matematika dalam PISA 2009 menyebutkan bahwa kemampuan proses melibatkan tujuh hal penting sebagai berikut:


(53)

38

1. Communication. Literasi matematika melibatkan kemampuan untuk

mengomunikasikan masalah. Seseorang melihat adanya suatu masalah dan kemudian tertantang untuk mengenali dan memahami permasalahan tersebut. Membuat model merupakan langkah yang sangat penting untuk memahami, memperjelas, dan merumuskan suatu masalah. Dalam proses menemukan penyelesaian, hasil sementara mungkin perlu dirangkum dan disajikan. Selanjutnya ketika penyelesaian ditemukan, hasil juga perlu disajikan kepada orang lain disertai penjelasan serta justifikasi. Kemampuan komunikasi diperlukan untuk bisa menyajikan hasil penyelesaian masalah.

2. Mathematizing. Literasi matematika juga melibatkan kemampuan untuk mengubah (transform) permasalahan dari dunia nyata ke bentuk matematika atau justru sebaliknya yaitu menafsirkan suatu hasil atau

model matematika ke dalam permasalahan aslinya. Kata “Mathematizing” digunakan untuk menggambarkan kegiatan tersebut.

3. Representation. Literasi matematika melibatkan kemampuan untuk

menyajikan kembali (representasi) suatu permasalahan atau suatu obyek matematika melalui hal-hal seperti: memilih, menafsirkan, menerjemahkan, dan mempergunakan grafik, tabel, gambar, diagram, rumus, persamaan, maupun benda konkret untuk memotret permasalahan sehingga lebih jelas.

4. Reasoning and Argument. Literasi matematika melibatkan kemampuan menalar dan memberi alasan. Kemampuan ini berakar pada kemampuan


(54)

39

berpikir secara logis untuk melakukan analisis terhadap informasi untuk menghasilkan kesimpulan yang beralasan.

5. Devising Strategies for Solving Problems. Literasi matematika melibatkan kemampuan menggunakan strategi untuk memecahkan masalah. Beberapa masalah mungkin sederhana dan strategi pemecahannya terlihat jelas, namun ada juga masalah yang perlu strategi pemecahan cukup rumit.

6. Using Symbolic, Formal and Technical Language and Operation. Literasi

matematika melibatkan kemampuan menggunaan bahasa simbol, bahasa formal dan bahasa teknis.

7. Using Mathematics Tool. Literasi matematika melibatkan kemampuan

menggunakan alat-alat matematika, misalnya melakukan pengukuran, operasi dan sebagainya.

Adapun pada penelitian ini akan dikaji masalah dalam aspek konten yang ditekankan pada space and shape pada materi segiempat kelas VII.

2.1.13 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Literasi Matematika

Terdapat sejumlah variabel yang dapat menjadi determinan literasi siswa. Secara umum faktor-faktor tersebut dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu faktor dalam diri siswa (internal) dan faktor dari luar diri siswa (eksternal). Faktor internal dapat dipilah menjadi aspek kognititf seperti kemampuan intelektual, kemampuan numerik, dan kemampuan verbal; serta aspek nonkognitif seperti minat dan motivasi. Adapun faktor eksternal meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, serta lingkungan media massa dan lingkungan sosial (Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang Kemendikbud, 2013b).


(55)

40

2.1.14 Analisis Literasi Matematika

Kegiatan analisis literasi matematika dalam menyelesaikan masalah matematika perlu dilakukan agar tingkat kemampuan literasi siswa dapat diketahui dan dapat ditindaklanjuti untuk meningkatkan kemampuan literasi matematika. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:60), analisis adalah penyelidikan suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui apa sebab-sebabnya, bagaimana duduk perkaranya, dan sebagainya. Sedangkan literasi matematika sebagaimana dikutip dalam laporan PISA 2012 (dalam Mahdiansyah & Rahmawati, 2014) adalah kemampuan individu untuk merumuskan, menerapkan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks. Kemampuan ini mencakup penalaran matematis, dan kemampuan menggunakan konsep-konsep matematika, prosedur, fakta, dan fungsi matematika untuk menggambarkan, menjelaskan, dan memprediksi suatu fenomena. Jadi analisis literasi matematika adalah sebuah penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui tingkat kemampuan literasi siswa dan bagaimana cara untuk meningkatkan kemampuan literasi matematika siswa.

Dalam proses pembelajaran, guru harus mampu memahami kemampuan literasi matematika siswa, terutama kemampuan dari ketujuh proses literasi matematika. Ketujuh proses tersebut adalah communication, mathematizing, representation, reasoning and argument, devising strategies for solving problems, using symbolic, formal, and technical language and transformation, using mathematics tool. Dalam penelitian ini peneliti melakukan tes, observasi,


(56)

41

dan wawancara untuk mengetahui kemampuan literasi matematika siswa. Berdasarkan hasil wawancara mengenai tingkat kemampuan literasi matematika siswa juga akan menunjukkan kesulitas yang dialami siswa dalam mengerjakan suatu permasalahan. Kesulitan ini akan menyebabkan siswa melakukan kesalahan yang berbeda. Oleh karena itu peneliti dalam penelitian ini juga melakukan analisis kesalahan untuk mengetahui penyebab adanya kesalahan yang dilakukan oleh siswa. Dengan diketahuinya sumber masalah, guru dapat mengupayakan penyelesaian masalah tersebut. Menurut Newman sebagaimana dikutip oleh Singh (2010:265) mendefinisikan bahwa ada lima hierarki yang dibutuhkan seseorang untuk menyelesaikan soal matematika uraian. Kelima hierarki tersebut adalah reading, comprehension, transformation, procces skill, dan encoding. Prakitipong & Nakamura (2006) menyatakan bahwa keberhasilan di dua langkah awal (reading dan comprehension) dapat diartikan bahwa siswa telah mampu mengiterpretasikan masalah di bahasa matematika secara benar. Penyempurnaan dari tiga langkah akhir (transformation, procces skill, dan encoding) dapat diartikan bahwa siswa telah berhasil mengerjakan proses yang dibutuhkan dalam pemecahan masalah tersebut.

Menurut Newman sebagaimana dikutip oleh White (2010) ketika peserta didik ingin mendapatkan solusi yang tepat dari suatu masalah matematika dalm bentuk soal uraian, maka peserta didik diminta melakukan lima kegiatan berikut:


(1)

Lampiran 78 SK Penelitian


(2)

Lampiran 79


(3)

Deskripsi Kegiatan Pembelajaran Kelas Eksperimen

a. Pertemuan Pertama

Pada pertemuan pertama di kelas eksperimen dilaksanakan pada tanggal 26 April 2016. Pertemuan pertama ini dilaksanakan pre-test guna mengetahui kemampuan awal dari siswa kelas eksperimen sebelum diberikannya perlakuan oleh peneliti. Pre-test ini dilaksanakan pada pukul 07:00-08:40, pre-test berjalan lancar meski banyak pertanyaan dari siswa yang muncul karena mereka kebingungan pada saat pre-test berlangsung.

b. Pertemuan Kedua

Pada pertemuan kedua di kelas eksperimen dilaksanakan pada tanggal 03 Mei 2016. Pembelajaran dimulai pukul 07:00 dan berakhir pada pukul 08:40. Materi yang diajarkan pada pertemuan kali ini adalah persegi panjang. Pembelajaran dilaksanakan dengan model PBL pendekatan RME berbantuan kartu masalah. Pembelajaran diawali dengan peneliti memberikan masalah kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan materi persegi panjang. Setelah peneliti memberikan masalah kepada siswa, peneliti membentuk kelompok yang terdiri dari 4 sampai 5 siswa. Pada pembentukan kelompok berjalan tidak begitu kondusif karena ada salah satu siswa yang tidak mau satu kelompok dengan anggota kelompok. Hal ini membuat pembelajaran kerja kelompok agak terhambat, sehingga peneliti harus memberikan pengertian terhadap siswa tersebut.

Setelah siswa duduk berkelompok dengan kelompok masing-masing. Peneliti membagikan lembar kerja siswa dan kartu masalah kepada setiap kelompok untuk dikerjakan secara berkelompok. Peneliti berkeliling dan memberikan bantuan terbatas pada setiap kelompok. Peneliti di sini hanya sebatas sebagai fasilitator. Selanjutnya setelah siswa selesai melakukan kerja kelompok, peneliti meminta salah satu anggota dari masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Kemudian kelompok lain diminta untuk mencocokan dengan hasil pekerjaannya.

Setelah itu peneliti membimbing siswa untuk menarik kesimpulan dari pembelajaran yang telah dilaksanakan. Di akhir pembelajaran peneliti memberikan kuis untuk dikerjakan siswa secara individu. Namun pelaksanakan kuis di pertemuan kedua ini terdapat banyak kendala, karena pekerjaan siswa banyak yang belum selesai.


(4)

c. Pertemuan Ketiga

Pada pertemuan ketiga di kelas eksperimen dilaksanakan pada tanggal 14 Mei 2016. Pembelajaran dimulai pukul 07:00 dan berakhir pada pukul 08:40. Materi yang diajarkan pada pertemuan kali ini adalah persegi. Pembelajaran dilaksanakan dengan model PBL pendekatan RME berbantuan kartu masalah. Pembelajaran diawali dengan peneliti memberikan masalah kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan materi persegi. Setelah peneliti memberikan masalah kepada siswa, peneliti membimbing siswa untuk duduk sesuai dengan kelompok yang sudah ditentukan pada pertemuan sebelumnya. Pada pertemuan ketiga ini kondisi siswa pada saat berkelompok sudah kondusif tidak seperti pada pertemuan sebelumnya.

Setelah siswa duduk berkelompok dengan kelompok masing-masing. Peneliti membagikan lembar kerja siswa dan kartu masalah kepada setiap kelompok untuk dikerjakan secara berkelompok. Peneliti berkeliling dan memberikan bantuan terbatas pada setiap kelompok. Peneliti di sini hanya sebatas sebagai fasilitator. Selanjutnya setelah siswa selesai melakukan kerja kelompok, peneliti meminta salah satu anggota dari masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Kemudian kelompok lain diminta untuk mencocokan dengan hasil pekerjaannya.

Setelah itu peneliti membimbing siswa untuk menarik kesimpulan dari pembelajaran yang telah dilaksanakan. Di akhir pembelajaran peneliti memberikan kuis untuk dikerjakan siswa secara individu. Pelaksanakan kuis juga berlangsung lebih kondusif daripada pertemuan sebelumnya.

d. Pertemuan keempat

Pada pertemuan keempat di kelas eksperimen dilaksanakan pada tanggal 17 Mei 2016. Pembelajaran dimulai pukul 07:00 dan berakhir pada pukul 08:40. Materi yang diajarkan pada pertemuan kali ini adalah persegi. Pembelajaran dilaksanakan dengan model PBL pendekatan RME berbantuan kartu masalah. Pembelajaran diawali dengan peneliti memberikan masalah kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan materi jajargenjang. Setelah peneliti memberikan masalah kepada siswa, peneliti membimbing siswa untuk duduk sesuai dengan kelompok yang sudah ditentukan pada pertemuan sebelumnya. Pada pertemuan ketiga ini kondisi siswa pada saat berkelompok sudah kondusif tidak seperti pada pertemuan sebelumnya. Pertemuan kali ini peneliti juga menggunakan alat peraga


(5)

yang digunakan untuk menemukan rumus mencari keliling dan luas jajargenjang. Peneliti memintaa bantuan kepada dua orang siswa yang dipilih secara acak untuk membantu peneliti menemukan rumus keliling dan luas jajargenjang.

Setelah siswa duduk berkelompok dengan kelompok masing-masing. Peneliti membagikan lembar kerja siswa dan kartu masalah kepada setiap kelompok untuk dikerjakan secara berkelompok. Peneliti berkeliling dan memberikan bantuan terbatas pada setiap kelompok. Peneliti di sini hanya sebatas sebagai fasilitator. Selanjutnya setelah siswa selesai melakukan kerja kelompok, peneliti meminta salah satu anggota dari masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Kemudian kelompok lain diminta untuk mencocokan dengan hasil pekerjaannya.

Setelah itu peneliti membimbing siswa untuk menarik kesimpulan dari pembelajaran yang telah dilaksanakan. Di akhir pembelajaran peneliti memberikan kuis untuk dikerjakan siswa secara individu.

e. Pertemuan Kelima

Pada pertemuan kelima di kelas eksperimen dilaksanakan pada tanggal 19 Mei 2016. Pertemuan kelima ini dilaksanakan post-test guna mengetahui kemampuan akhir dari siswa kelas eksperimen setelah diberikannya perlakuan oleh peneliti. Post-test ini dilaksanakan pada pukul 08:40-09:30, post-test berjalan lancar.


(6)

Dokumen yang terkait

IMPLEMENTASI MODEL PBL DENGAN PENDEKATAN REALISTIK BERBANTUAN EDMODO UNTUK MENINGKATKAN LITERASI MATEMATIKA SISWA KELAS VII

11 101 392

Keefektivan Model Pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME) Berbantuan Kartu Masalah terhadap Kemampuan Menulis Matematik pada Materi Pokok Fungsi Kelas VIII Semester I MTs Negeri

0 11 140

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN REALISTICS MATHEMATICS EDUCATION (RME) DENGAN PEMECAHAN MASALAH DAN PENDEKATAN REALISTICS MATHEMATICS EDUCATION (RME) DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA

0 4 85

PENINGKATAN KEAKTIFAN BELAJAR MATEMATIKA DENGAN STRATEGI REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) BERBASIS Peningkatan Keaktifan Belajar Matematika Dengan Strategi Realistic Mathematics Education (RME) Berbasis Tutor Teman Sebaya Bagi Siswa Kelas VII A SMP

0 2 17

PENINGKATAN KEAKTIFAN BELAJAR MATEMATIKA DENGAN STRATEGI REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) BERBASIS Peningkatan Keaktifan Belajar Matematika Dengan Strategi Realistic Mathematics Education (RME) Berbasis Tutor Teman Sebaya Bagi Siswa Kelas VII A SMP

0 1 13

EFEKTIVITAS PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) DALAM PENINGKATAN KEMANDIRIAN DAN PEMAHAMAN Efektivitas Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) Dalam Peningkatan Kemandirian Dan Pemahaman Konsep Belajar Matematika (PTK Pembelajaran

0 2 17

PENINGKATAN KEMANDIRIAN DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN STRATEGI REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) Peningkatan Kemandirian Dan Hasil Belajar Matematika Dengan Strategi Realistic Mathematics Education (RME) Bagi Siswa SMP N 3 Polanharjo Tahun 2012

0 1 17

PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATIon rme

1 0 12

PENGARUH PENDEKATAN PEMBELAJARAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) DAN SELF-EFFICACY SISWA TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMP

2 3 8

REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SMP Lisna Nurani *) Abstrak - REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SMP (lisna)

0 0 12