PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP KINERJA GURU DI SMA LABORATORIUM PERCONTOHAN UPI BANDUNG.

(1)

Ressa Oktrianti, 2014

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP KINERJA GURU DI SMA LABORATORIUM PERCONTOHAN UPI BANDUNG

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP KINERJA GURU DI SMA LABORATORIUM PERCONTOHAN UPI

BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Administrasi Pendidikan

Oleh

RESSA OKTRIANTI 1006403

JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

Ressa Oktrianti, 2014

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP KINERJA GURU DI SMA LABORATORIUM PERCONTOHAN UPI BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 2014

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL

TERHADAP KINERJA GURU DI SMA

LABORATORIUM PERCONTOHAN UPI

BANDUNG

Oleh Ressa Oktrianti

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Ressa Oktrianti 2014 Universitas Pendidikan Indonesia


(3)

Ressa Oktrianti, 2014

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP KINERJA GURU DI SMA LABORATORIUM PERCONTOHAN UPI BANDUNG

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI RESSA OKTRIANTI (1006403)

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP KINERJA GURU DI SMA LABORATORIUM PERCONTOHAN UPI BANDUNG

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH : PEMBIMBING I

Prof. Dr. H. Djam’an Satori, MA NIP. 1950080 2107303 1 002

PEMBIMBING II

Dr. Nur Aedi, M.Pd NIP. 19720528 200501 1 001


(4)

Ressa Oktrianti, 2014

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP KINERJA GURU DI SMA LABORATORIUM PERCONTOHAN UPI BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

MENGETAHUI,

KETUA JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Dr. H. Endang Herawan, M.Pd NIP. 196008101986031001


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Kinerja Guru di SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung”. Permasalahan yang dibahas

dalam penelitian ini adalah mengenai pentingnya kecerdasan emosional untuk memperoleh kinerja yang optimal. Penelitian ini dilakukan di SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung dengan objek penelitian seluruh guru mata pelajaran yang memiliki pengalaman mengajar minimal satu tahun. Adapun permasalahan yang ingin diselesaikan dalam penelitian ini adalah mengenai : (a) gambaran kecerdasan emosional guru di SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung; (b) gambaran kinerja para guru di SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung; dan (c) seberapa besar pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja guru di SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung. Dengan tujuan yang ingin dicapai yaitu : (a) dapat diketahuinya gambaran mengenai kecerdasan emosional guru di SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung; (b) dapat diketahuinya mengenai gambaran kinerja guru di SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung; dan (c) dapat diketahuinya besaran dari pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja guru di SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan melalui pendekatan kuantitatif. Dalam teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode angket tertutup yang didukung dengan metode dokumentasi. Adapun pemilihan pupulasi serta sampel atas dasar asumsi empiris dan teoritis. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik non probability sampling – sampling jenuh yang artinya

menjadikan seluruh anggota populasi yang relatif kecil menjadi sampel penelitian. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus WMS (Weight Means

Score), diketahui gambaran umum variabel X (Kecerdasan Emosional) berada

pada kategori sangat baik dengan skor rata-rata sebesar 4,01. Begitu pula pada gambaran umum variabel Y (Kinerja Guru) berada pada kategori sangat baik dengan skor rata-rata sebesar 4,11. Hasil analisis dari koefisien korelasi (rxy)

dengan menggunakan rumus spearman-rank diperoleh nilai sebesar 0,723 , yang termasuk kategori memiliki derajat korelasi yang kuat. Korelasi variabel X dan Y memiliki hubungan yang signifikan. Hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan uji signifikan dengan perolehan Thitung > Ttabel (6,212> 2,030), dengan koefisien

determinasi sebesar 52,3 %. Dengan berdasarkan hasil temuan penelitian maka dapat disimpulkan bahwa gambaran dari kecerdasan emosional guru di SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung tergolong sangat baik, begitu juga dengan gambaran kinerja guru di SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung tergolong sangat baik, serta pengaruh dari kecerdasan emosional terhadap kinerja guru di SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung tergolong kuat dan signifikan. Adapun saran dari penelitian ini yaitu bagi para guru diharapkan dapat selalu meningkatkan kualitas kinerjanya dalam menjalankan tugas, pokok dan fungsinya yang telah diberikan oleh lembaga pendidikan.


(6)

Ressa Oktrianti, 2014

ABSTRACT

This research entitled “The Effect of Emotional Intelligence towards Teachers’ Capability in SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung”. Problem discussed in this research was centered to the importance of emotional intelligence to attain maximum capability. The research was conducted in SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung by having all teachers in all subjects with teaching experience for at least a year as the subject. Problems intended to be solved by this research were: (a) The picture of teachers’ emotional intelligences in SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung; (b) The picture of teachers’ capabilities in SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung; dan (c) The effects of teachers’ emotional intelligences towards teachers’ capability in SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung. The objectives of this research were: (a) To find out the picture of teachers’ emotional intelligences in SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung; (b)To figure out the picture of teachers’ capabilities in SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung; dan (c) To discover the effect of teachers’ emotional intelligences towards teachers’ capability in SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung. The research used qualitative approach by having descriptive as its method. Data collection was conducted by closed-questionnaire and documentation method. The population and sample were selected by considering empirical and theoretical evidence. Sample was taken by using non probability sampling – sampling jenuh technique where all members of population which were relatively small become the sample. According to the calculation using WMS (Weight Means Score) formula, it could be seen that the general picture of X variable (Emotional Intelligence) was in excellent category in which the average score was 4,01. It went hand in hand with the general picture of Y variable (Teacher’s Capability) which was in excellent category with 4,11 as the average score. The correlation coefficient (rxy) analysis

by using spearman-rank formula resulted in 0,723 as its value which was categorized as strong correlation. The correlation between X variable and Y variable was significantly related. It was proven by the calculation of significance test which resulted in Thitung > Ttabel (6,212> 2,030), with 52,3 % of determination

coefficient. Based on the result of this research, it could be said that the picture of teachers’ emotional intelligences and teachers’ capabilities in SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung were very good. So, the effect of teachers’ emotional intelligences towards teachers’ capabilities in SMA Laboratorium Percontohan UPI was categorized as strong and significant. The suggestion from this study is the teachers’ are expected to always improve the quality of performance in carrying out their roles, responbilities and functions from the educational institutions.


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMAKASIH ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ...1

B. Identifikasi Masalah Penelitian ... 8

C. Rumusan Masalah ... 11

D. Tujuan Penelitian ... 12

E. Manfaat Penelitian ... 13

F. Stuktur Organisasi Skripsi ... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS ... 16

Kajian Penelitian Dalam Kerangka Ilmu Administrasi Pendidikan ... 16

A. Kajian Pustaka ... 20

1. Hakikat Kecerdasan Emosional ... 20

a. Definisi Emosi ... 20

b. Definisi Kecerdasan Emosional ... 24

c. Pengelolaan Kecerdasan Emosional ... 27

2. Kinerja Guru ... 30

a. Definisi Kinerja ... 30

b. Definisi Guru ... 31


(8)

d. Tugas dan Peran Profesi Guru ... 36

e. Standar Kompetensi Guru ... 38

f. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru ... 44

g. Indikator Kinerja Guru ... 47

3. Kecerdasan Emosional dan Kinerja Guru ... 48

B. Kerangka Pemikiran ... 50

C. Hipotesis Penelitian ... 53

BAB III METODE PENELITIAN ... 55

A. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian ... 55

1. Lokasi ... 55

2. Populasi dan Sampel ... 55

B. Desain Penelitian ... 57

C. Metode Penelitian ... 61

D. Definisi Operasional ... 63

E. Instrumen Penelitian ... 67

1. Variabel Penelitian dan Sumber Data Penelitian... 68

2. Teknik Pengukuran Variabel Penelitian ... 68

3. Kisi-kisi Instrumen ... 69

F. Proses Pengembangan Instrumen ... 73

1. Uji Validitas ... 74

2. Uji Reliabilitas ... 79

G. Teknik Pengumpulan Data ... 83

H. Analisis Data ... 85

1. Seleksi Data ... 85

2. Klasifikasi ... 86

3. Pengolahan Data ... 86

4. Teknik Hipotesis Penelitian ... 91

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 94

A. Hasil Penelitian ... 94


(9)

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 127

A. Kesimpulan ... 127

B. Rekomendasi ... 129

DAFTAR PUSTAKA ... 130


(10)

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Menggagas persoalan mengenai pendidikan, pada dasarnya merupakan persoalan kebudayaan dan peradaban. Secara spesifik gagasan pendidikan akan merambah ke wilayah pembentukan peradaban dimasa depan, suatu upaya merekonstruksi pengalaman-pengalaman peradaban manusia secara berkelanjutan guna untuk memenuhi kehidupannya, generasi demi generasi.

Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah merupakan tempat pengembangan ilmu pengetahuan, keterampilan, kecakapan, nilai dan sikap yang diberikan secara lengkap kepada generasi muda. Hal ini dilakukan bertujuan untuk membantu proses perkembangan potensi dan kemampuan yang dimiliki peserta didik agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya.

Secara keseluruhan proses pendidikan khususnya disekolah, guru memliki peran penting dalam keberlangsungan dan keberhasilan dari proses pendidikan. Perilaku guru dalam proses pendidikan memberikan pengaruh besar dalam pembinaan perilaku dan kepribadian siswa disekolah.

Sebagai salah satu komponen dalam Proses Belajar Mengajar (PBM), guru memiliki posisi yang sangat kuat dalam menentukan keberhasilan pembelajaran dalam merancang, mengelola, melaksanakan serta mengevaluasi pembelajaran. Guru juga memiliki kedudukan sebagai figur sentral dalam meningkatkan proses belajar mengajar. Selain itu, perilaku guru dalam mendidik siswanya sangat menentukan berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan belajar mengajar di sekolah. Maka diharapkan melalui proses ini peserta didik mempunyai kepandaian dan kecakapan


(12)

dalam mengembangkan kemampuan dan kompetensinya guna membentuk kematangan pribadinya.

Guru dapat mendidik siswa dalam bentuk teori dan perilaku sehingga anak didik merasa termotivasi untuk melaksanakan nasihat serta himbauan dari guru. Sebuah bentuk pengajaran tersebut merupakan bentuk kinerja yang optimal dari seorang guru. Kinerja guru yang optimal dijadikan sebagai modal dasar dalam pengembangan sumber daya manusia Indonesia pada tatanan pendidikan formal. Dapat dikemukakan bahwasanya kinerja guru yang optimal ini dinilai dari kesesuaian kerja dengan standar kompetensi guru yang telah ditetapkan. Dengan adanya tugas dan tanggung jawab yang besar ini menuntut seorang guru untuk mampu memberikan mutu layanan pendidikan dan kompetensi yang tinggi agar pendidikan dapat berlangsung dengan baik. Dalam proses upaya peningkatan mutu guru telah dilakukan dengan berbagai macam usaha baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun dari pihak gurunya sendiri, namun pada kenyataannya masih sangat jauh dari harapan dan standar yang telah ditetapkan.

Guru sebagai tenaga pendidik yang menjadi arahan tercapainya peningkatan profesi dengan memiliki kinerja yang optimal, dan kinerja tersebut sebagai suatu usaha untuk mempersiapkan sumberdaya manusia yang berkualitas dengan memiliki karakteristik yang mandiri, tekun, bekerja keras, optimis, menghargai waktu, dan mampu mencari solusi akan permasalahan-permasalahan yang dihadapi dimasa yang akan datang. Berangkat dari sebuah permasalahan yang terjadi pada lingkungan sekolah yaitu masalah tindak kekerasan yang tentunya tidak diinginkan oleh semua orang, khususnya pada lembaga pendidikan yang sepatutnya menyelesaikan masalah secara edukatif. Namun tidak bisa dipungkiri, bahwa di lembaga pendidikan masih sering terjadi tindak kekerasan. Contoh kasusnya terjadi pada akhir 1997, pada salah satu SD Negeri di Pati, mengisahkan seorang ibu guru kelas IV menghukum siswa-siswanya


(13)

yang tidak mengerjakan PR dengan menusukkan paku yang dipanaskan ke tangan siswa. Di surabaya, seorang guru olahraga menghukum lari seorang siswa yang terlambat datang dengan hukuman lari beberapa kali putaran. Akan tetapi, karena fisiknya lemah, siswa tersebut akhirnya tewas. Dalam periode yang tidak berselang lama, seorang guru SD Lubuk Gaung, Bengkalis, Riau, menghukum siswanya dengan lari keliling lapangan dalam kondisi telanjang bulat. (Ginanjar Agustian Ary 2001:56)

Setelah melihat fenomena ini, beberapa analisis dapat diajukan.

Pertama, kekerasan dalam pendidikan muncul akibat adanya pelanggaran

yang disertai dengan hukuman, terutama fisik. Jadi, ada pihak yang melanggar dan ada pihak yang memberi sanski. Bila sanksi melebihi batas atau tidak sesuai dengan kondisi pelanggaran, maka terjadilah apa yang disebut dengan tindakan kekerasan. Tawuran antarpelajar atau mahasiswa merupakan contoh kekerasan ini. Selain itu kekerasan dalam pendidikan tidak selamanya dalam bentuk fisik, melainkan bisa berbentuk pelanggaran atas kode etik dan tata tertib sekolah. Misalnya, siswa membolos sekolah dan pergi jalan-jalan ke tempat hiburan.

Kekerasan yang dilakukan guru di sekolah menunjukkan bahwa penyebab mengapa guru memukul siswa, ada empat hal, yaitu siswa nakal di sekolah, siswa tidak mengerjakan tugas yang diberikan guru untuk dikerjakan di rumah, siswa tidak menaati disiplin sekolah, dan alasan yang lainnya. Sebagian besar kekerasan yang terjadi di sekolah disebabkan oleh banyaknya siswa yang melanggar tata tertib sekolah. Selain itu, masalah malasnya siswa untuk mengerjakan PR menjadi pemicu munculnya kekerasan di sekolah, selain kecenderungan siswa yang ingin berkelahi dengan sesama temannya. Kedua, kekerasan dalam pendidikan bisa diakibatkan oleh buruknya sistem dan kebijakan pendidikan yang berlaku. Muatan kurikulum yang hanya mengandalkan kemampuan aspek kognitif dan mengabaikan pendidikan afektif menyebabkan berkurangnya proses humanisasi dalam pendidikan. Ketiga, kekerasan dalam pendidikan


(14)

dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat dan tayangan media massa yang memang belakangan ini kian vulgar dalam menampilkan aksi-aksi kekerasan. Keempat, kekerasan bisa diibaratkan sebagai refleksi dari perkembangan kehidupan masyarakat yang mengalami pergeseran cepat, sehingga menimbulkan sikap instant solution maupun jalan pintas.

Kelima, kekerasan bisa dipengaruhi oleh latar belakang sosial-ekonomi.

Mengingat pendidikan ilmu normatif, maka fungsi institusi pendidikan merupakan pusat tumbuh kembangnya subjek didik ke tingkat yang normatif lebih baik. Dengan cara atau jalan yang baik, serta dalam konteks yang positif. Disebut subjek didik karena peserta didik bukan merupakan objek yang dapat diperlakukan semaunya pendidik, bahkan seharusnya dipandang sebagai manusia lengkap dengan harkat kemanusiaannya.

Menurut Freire (2001:51) dalam buku Teori Kinerja dan Pengukurannya, mendefinisikan fitrah manusia sejati sebagai berikut:

Fitrah manusia sejati adalah menjadi pelaku atau subjek, bukan penderita atau objek. Panggilan manusia sejati adalah menjadi pelaku yang sadar, yang bertindak mengatasi dunia serta realitas yang menindasnya. Dunia dan realitasnya bukan “sesuatu yang ada

dengan sendirinya”, dan karena itu “harus diterima menurut apa adanya”, sebagai suatu takdir atau nasib yang tak terelakan. Oleh

karena itu, pendidikan harus berorientasi pada pengenalan realitas diri manusia dan dirinya sendiri, dan harus mampu mendekatkan manusia dengan lingkungannya.

Mengajar merupakan suatu usaha guru dalam mengelola perhatian dan waktu siswa yang dimulai dari awal sampai akhir di dalam kelas. Mengajar adalah usaha guru dalam menciptakan kondisi-kondisi atau mengatur lingkungan sedemikian rupa, sehingga terjadi interaksi antara siswa dengan lingkungan, termasuk guru dan media pengajaran. Peranan guru dalam mengelola proses belajar mengajar, antara lain sebagai fasilitator, yang berusaha menciptakan kondisi belajar mengajar yang efektif, sehingga memungkinkan berlangsungnya proses pembelajaran,


(15)

mengembangkan bahan belajar dengan baik, dan meningkatkan kemampuan siswa dalam belajar, agar tujuan belajar dapat dicapai.

Berbicara soal kinerja guru yang bahwasanya memang dipengaruhi oleh faktor psikologis yaitu kecerdasan emosional. Dimana kecerdasan emosional dapat membawa keberhasilan pada sebuah kinerja seorang guru pada khususnya, karena kecerdasan emosional yang baik melahirkan pemikiran, perasaan, perilaku, dan tujuan pengelola dengan sikap (1) disiplin diri, jujur dan tulus kepada diri sendiri, membangun kekuatan pribadi, termasuk kesadaran diri, mendengarkan suara hati, hormat, tanggungjawab dan koneksi, (2) memantapkan diri dan maju terus, membangun inspirasi diri sendiri dan orang lain, termasuk keaslian, keuletan, dan hubungan saling percaya, (3) membangun watak dan kewibawaan, mengembangkan potensi, integritas, dan tujuan hidup, dan (4) merasakan peluang dan menciptakan masa depan, membangun titik temu, inovasi, intuitif, transformasi, situasional, dan kecerdasan yang luwes.

Kecerdasan emosional merupakan suatu bagian dari daya manusia yang mulai diyakini dengan menggunakan istilah EQ. Emosi dan pikiran adalah dua bagian dari suatu keseluruhan. Itulah sebabnya, istilah yang baru-baru ini diciptakan untuk menggambarkan kecerdasan hati adalah EQ. (Segal, 2000:5, dialihbahasakan oleh Ary Nilandari). Dalam perkembangan hidup manusia suatu kecerdasan emosi memiliki kontribusi yang sangat besar dalam kehidupan dibandingkan dengan kecerdasan yang lainnya. Kecerdasan intelektual yang selama ini kita anggap sebagai tolak ukur keberhasilan seseorang ternyata memiliki peranan hanya sebesar 20 persen, dan 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan yang lainnya, dimana 45 persen diantaranya dipengaruhi oleh kecerdasan emosi. Angka tersebut menunjukkan peranan kecerdasan emosi memiliki tingkat keterhubungan yang sangat besar dengan keberhasilan seseorang. Seperti yang diungkapkan oleh Ary Ginanjar Agustian (2001:17):


(16)

“Dari berbagai hasil penelitian telah banyak terbukti bahwa

kecerdasan emosi memiliki peran jauh lebih significant dibanding kecerdasan intelektual (IQ). Kecerdasan intelektual barulah sebatas syarat minimal meraih keberhasilan, namun kecerdasan emosilah yang sesungguhnya (hampir seluruhnya terbukti) mengantarkan seseorang menuju puncak prestasi. Terbukti, banyak orang-orang yang memiliki kecerdasan intelektual tinggi terpuruk di tengah persaingan. Sebaliknya banyak yang mempunyai kecerdasan intelektual yang biasa-biasa saja, justru sukses menjadi bintang-bintang kinerja; pengusaha-pengusaha sukses; dan pemimpin-pemimpin di berbagai kelompok. Disinilah kecerdasan emosi

membuktikan eksistensinya.”

Cara kerja baru yang mencakup intelektual dan seluk beluk teknik yang memadai untuk mengerjakan tugas-tugas dan memusatkan perhatian pada kualitas pribadi seperti inisiatif dan empati, adaptabilitas, kemampuan persuasif, integritas, dan autentisitas. Cara kerja baru mengikutsertakan kecerdasan emosional. Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, guru yang memiliki pemahaman kecerdasan emosional berarti memiliki cara yang efektif untuk mengembangkan hubungan antarpribadi karena dapat mengendalikan emosinya untuk kepentingan tersebut. Ia tahu bagaimana harus mengekspresikan emosi dan menyadari bagaimana memperlakukan orang untuk berbuat baik.

Seorang guru dalam melaksanakan tugas dan perannya di dalam kelas, maupun tugas kependidikannya di luar kelas sangat mempengaruhi berbagai faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Kinerja yang dimiliki guru akan bermakna apabila diseimbangkan dengan sebuah niat yang tulus, dan selalu menyadari akan kekurangannya, dan berupaya untuk memperbaiki kekurangan tersebut sebagai upaya untuk meningkatkan ke arah yang lebih positif.

Gagasan pendirian Sekolah Laboratorium bersamaan dengan lahirnya PTPG (20 Oktober 1954) yang berubah menjadi FKIP kemudian menjadi IKIP, dan pada akhirnya menjadi UPI. Pada tahun 1964, SMA Laboratorium Percontohan UPI dijadikan Proyek Perintis Sekolah


(17)

Pembangunan (PPSP). Sekolah Laboratorium Percontohan merupakan kebutuham bagi UPI untuk mengkaji, mengembangkan, dan melakukan pengujian berbagai inovasi serta temuan-temuan dalam bidang ilmu pendidikan, baik tatanan model dan teori maupun praktis pendidikan. Sekolah ini menawarkan layanan pendidikan yang tidak hanya untuk mengembangkan bidang akademik saja, akan tetapi mengembangkan bidang non akademiknya juga. Hal tersebut bertujuan untuk mewujudkan lulusan yang tidak hanya cerdas intelektual saja, akan tetapi cerdas secara emosional dan spiritual. Adapaun tujuan dari SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung yaitu sebagai berikut :

1. Menghasilkan lulusan yang mandiri, bermutu, terampil, dan memiliki kecakapan hidup (life skill) yang dapat membantu dirinya dalam menghadapi berbagai tantangan dan perubahn serta memiliki keimanan dan ketaqwaan yang tinggi.

2. Mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan peserta didik melalui kerjasama hasil penelitian para pakar pendidikan di lingkungan UPI.

3. Mengembangkan pembelajaran berbasis teknologi (IT/ICT)

e-learning”.

4. Melaksanakan pembelajaran “Bilingual Teaching”.

5. Meningkatkan kemampuan Bahasa Inggris warga skeolah (staf, guru, dan siswa).

6. Menata sistem pengeluaran sekolah yang efektif dan efisien, produktif dan demokratis dalam suatu tata kelola yang baik (good governance) yang akuntabel.

7. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi manajemen pelayanan sekolah melalui peningkatan pelaksanaan manajemen berbasi sekolah (MBS) menggunakan IT/ICT.

8. Meningkatkan kualitas minimum dan sertifikasi bagi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan.


(18)

9. Meningkatkan peran serta Orang tua/Masyarakat dalam pengembangan sekolah. (sumber:www.smalabupi.sch.id) Setelah menjabarkan tujuan dari SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung, perlu diketahui bahwa untuk mewujudkan lulusan yang berprestasi dan memiliki akhlak yang baik, maka seluruh guru SMA Laboratorium Percontohan UPI merupakan peran penting dalam menanamkan perilaku-perilaku positif terhadap siswanya serta mengarahkan dan membimbing siswanya menjadi bukti keteladanan seorang guru sebagai seorang pendidik.

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengadakan suatu penelitian

lebih lanjut mengenai “Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Kinerja

Guru di SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung”

B. IDENTIFIKASI MASALAH PENELITIAN

Identifkasi masalah adalah pengenalan masalah atau inventarisasi masalah. Dengan mengidentifikasi masalah, penulis pun dapat menentukan batasan permasalahan sehingga dapat terjadi pemfokusan teori dan variabel serta kaitan antarvariabel yang akan diteliti. (Noor, 2012:28).

Adapun identifikasi masalah yang akan diuraikan yaitu mengenai permasalahan mengenai fenomena yang terjadi didalam lingkungan sekolah saat ini. Adanya beberapa bentuk kekerasan dalam pendidikan yang masih merajalela merupakan indikator bahwa proses atau aktivitas pendidikan kita masih jauh dari nilai-nilai kemanusiaan. Disinilah urgensi humanisasi pendidikan. Humanisasi pendidikan merupakan upaya untuk menyiapkan generasi yang cerdas nalar, cerdas emosional, dan cerdas spiritual, bukan menciptakan manusia yang kerdil, pasif, dan tidak mampu mengatasi persoalan yang dihadapi.


(19)

Kecerdasan emosional seorang guru merupakan faktor penting dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Seorang guru dituntut untuk mempunyai sifat-sifat penyabar, lapang dada, pengertian, penyayang, simpatik, dan antusias. Seorang guru juga dituntut untuk lebih mengedepankan perasaannya ketika berinteraksi dengan anak-anak didik dengan berbagai macam karakter yang unik. Karena pada kondisi saat ini sudah terjadi banyak kasus-kasus yang mulai bermunculan yang melibatkan pihak guru dan siswanya, dimana guru terkadang tidak secara proporsional dalam menempatkan emosinya yang dapat mengakibatkan timbulnya perlakuan yang tidak menyenangkan terhadap siswanya. Hal ini mengindikasikan bahwa kualitas kinerja guru yang dimiliki sangat rendah. Guru harus memiliki dukungan dan kemampuan untuk melayani sebaik mungkin, baik dilihat dari sisi interpersonalnya maupun sisi ability.

Ada beberapa indikator yang dapat menunjukkan bahwa seseorang telah mampu mengelola emosinya menurut Slovey (Goleman 2005:58).

Pertama, kesadaran diri. Seseorang memiliki kesadaran diri mengetahui

kelebihan-kelebihan yang dimilikinya dan mampu menerima kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya. Hal ini dijadikan sebagai panduan untuk mengambil keputusan terhadap diri sendiri, sekaligus sebagai tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat. Kedua, pengaturan diri. Seseorang dapat dikatakan mampu mengatur dirinya jika dia memiliki kepekaan terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran. Disamping itu, pada saat dia mendapat tekanan emosi, dia mampu untuk pulih dan keluar dari tekanan tersebut. Ketiga, motivasi. Adanya kemampuan kita untuk menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakan dan menuntun kita menuju sasaran, dan membantu kita dalam mengambil inisiatif untuk bertindak secara efektif, menunjukkan bahwa kita memiliki motivasi.

Keempat, empati. Mampu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain


(20)

seseorang itu memiliki empati. Kelima, keterampilan sosial. Hal ini berkaitan dengan kemampuan untuk berempati. Seseorang yang memiliki keterampilan sosial mampu menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan mampu membaca dengan cermat situasi dan jaringan sosial kemasyarakatan yang ada.

Untuk mengetahui optimal atau tidaknya suatu kinerja dapat dilihat dari indikator-indikator yang timbul dan yang digunakan untuk mengukur kinerja tersebut. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Dwiyanto (dalam Mangkunegara, 2006: 50-51) mengenai indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja yaitu sebagai berikut :

a) Produktivitas, bahwa produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga mengukur efektivitas pelayanan. Dan pada umumnya dipahami sebagai ratio antara input dan output.

b) Kualitas layanan, maksudnya bahwa kualitas dari pelayanan yang diberikan sangat penting untuk dipertahankan.

c) Responsivitas, maksudnya bahwa birokrasi harus memiliki kemampuan untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

d) Responsibilitas, maksudnya bahwa pelakasanaan kegiatan harus dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar dan kebijakan birokrasi baik yang eksplisit maupun yang implisit.

e) Akuntabilitas, maksudnya bahwa seberapa besar kebijakan dan kegiatan birokrasi tunduk kepada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat, dimana para pejabat politik tersebut dengan sendirinya akan selalu memprioritaskan kepentingan rakyat. Dari semua indikator yang telah diuraikan, maka ada keterkaitan antara sub indikator kecerdasan emosional yaitu pengaturan diri dengan sub indikator kinerja yaitu responsivitas. Dimana pengaturan diri ini mempunyai kapasitas dalam mengendalikan diri dalam kondisi apapun sehingga berhubungan dengan bagaimana cara mengenali kebutuhan yang diharapkan oleh masyarakat. Khususnya bagi seorang guru yang harus mampu memahami kebutuhan yang diinginkan oleh siswa, maupun


(21)

masyarakat dengan menyeimbangkan faktor pengaturan diri dalam melayani semua kebutuhan dan aspirasi dari masyarakat agar terciptanya keselarasan dalam pencapain tujuan.

Kinerja guru sangat berpengaruh terhadap mutu pendidikan, yang berdampak secara langsung kepada peserta didik dan sekolah. Guru harus mampu mengelola kecerdasan emosional yang dimilikinya, dimana pada hakikatnya kecerdasan emosional ini meliputi beberapa indikator sebagai berikut : (a) Kesadaran diri; (b) Pengaturan diri; (c) Motivasi; (d) Empati; dan (e) Keterampilan sosial. Dalam penelitian ini penulis membatasi masalah pada tingkat kecerdasan emosional dalam hal ini adalah pengaturan diri pada guru SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung, sebagai variabel X.

Secara konseptual, strategi dalam memperoleh suatu kinerja guru yang optimal, penerapannya dapat dilakukan melalui beberapa hal, yaitu : (a) Produktivitas; (b) Kualitas layanan; (c) Responsivitas; (d) Responsibilitas; dan (e) Akuntabilitas. Dalam penelitian ini, penulis membatasi masalah mengenai responsivitas, khususnya responsivitas pada guru SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung, sebagai variabel Y.

Dalam upayanya untuk melahirkan generasi muda yang berprestasi dan memiliki akhlakul kharimah, maka diperlukannya pendidik yang mampu memberikan suatu keteladanan dalam akhlak, dan ahli dalam bidangnya masing-masing, serta menyadari peran generasi muda dalam kebiasaannya bertindak atau berperilaku di masa yang akan datang.

C. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian diatas, untuk mengetahui sejauh mana emosi serta peranannya dalam proses keberhasilan seseorang dan pengaruhnya terhadap kinerja seseorang, maka peneliti perlu mengkaji dan mengidentifikasi secara mendalam seberapa besar pengaruh kecerdasan


(22)

emosional terhadap kinerja guru di SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung.

Perumusan masalah dalam penelitian yaitu berkaitan dengan

“Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Kinerja Guru di SMA

Laboratorium Percontohan UPI Bandung”. Berangkat dari fokus kajian

diatas, maka jabaran rumusan masalah yang akan dicari dalam kajian ini adalah sebagai berikut :

1) Bagaimana gambaran mengenai kecerdasan emosional yang dimiliki oleh guru di SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung?

2) Bagaimana gambaran mengenai kinerja yang dimiliki oleh guru di SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung?

3) Bagaimana pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja guru di SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung?

D. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini merupakan pegangan atau pedoman bagi peneliti dalam melaksanakan penelitiannya. Tujuan dalm penelitian ini meliputi :

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja guru di SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung.

2. Tujuan Khusus

a) Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai kecerdasan emosional yang dimiliki oleh guru di SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung


(23)

b) Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai kinerja yang dimiliki oleh guru di SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung

c) Untuk memperoleh gambaran mengenai seberapa besar pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja guru di SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung.

E. MANFAAT PENELITIAN

Dalam penelitian ini peneliti memiliki pandangan penting terhadap permasalahan mengenai pengaruh antara kecerdasan emosional yang dimiliki seseorang terhadap keberhasilan individu yang dianggap penting. Khususnya, dalam dunia pendidikan kecerdasan emosional yang dimiliki oleh seorang guru akan mempengaruhi tingkat keberhasilan seorang guru pula dalam melaksanakan tanggung jawab dan tugasnya sebagai seorang pendidik.

Penelitian ini mempunyai manfaat (konstribusi) baik pada tataran teoritis maupun secara praktis yaitu sebagai berikut :

1) Pada tataran teoritis, hasil penelitian ini diharapkan ikut memperkaya perbendaharaan teoritis tentang kecerdasan emosional yang harus dimiliki seorang guru serta pengaruhnya terhadap kinerja yang dimiliki oleh guru

2) Pada tataran praktis, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja guru yang dipengaruhi oleh kecerdasan emosional guru di SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung.


(24)

F. STRUKTUR ORGANISASI SKRIPSI 1. Judul

Judul skripsi ini adalah “Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap

Kinerja Guru di SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung”.

2. Halaman Pengesahan

Skripsi ini telah di setujui dan disahkan oleh Tim Pembimbing: 1) Pembimbing 1: Prof. Dr. H. Djam’an Satori, MA

NIP. 19500812 197303 1 002 2) Pembimbing II: Dr. Nur Aedi, M.Pd NIP. 19720528 200501 1 001

3) Dan diketahui oleh Bpk. Dr. H. Endang Herawan, M.Pd sebagai Ketua Jurusan Administrasi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.

3. Pernyataan Tentang Keaslian Karya Ilmiah

Penulis telah menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Skripsi ini merupakan Karya Tulis Ilmiah asli karya penulis yang merupakan hasil pemikiran penulis dengan di bimbingan oleh dosen pembimbing.

4. Kata Pengantar

Berisi kalimat-kalimat pengantar dalam skipsi.

5. Ucapan Terima Kasih

Bentuk apresiasi yang setinggi-tingginya serta ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT serta kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini.

6. Abstrak

Uraian singkat yang termuat dalam abstrak adalah: judul, hakikat penelitian, tujuan dilakukannya penelitian, metode penelitian yang dipakai dan teknik pengumpulan datanya, serta hasil temuan, kesimpulan dan saran.


(25)

Memuat penyajian sistematika isi skripsi secara rinci agar bisa mempermudah para pembaca mencari judul atau subjudul bagian yang ingin dibaca.

8. Daftar Tabel

Menyajikan tabel secara berurutan mulai dari tabel pertama sampai dengan tabel terakhir yang tercantum dalam skripsi.

9. Daftar Gambar

Menyajikan gambar secara berurutan mulai dari gambar pertama sampai dengan gambar terakhir yang tercantum dalam skripsi.

10.BAB I Pendahuluan

Berisi uraian tentang pendahuluan skripsi yang memuat : latar balakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi skripsi .

11. BAB II Kajian Pustaka, Kerangka Pemikiran, dan Hipotesis

Berisi konsep-konsep, teori-teori, hasil penelitian terdahulu yang relevan, yang merupakan landasan penelitian secara teoritik. Selain itu berisi kerangka fikir peneliti dalam melakukan penelitian. Dan yang terakhir berisi hipotesis.

12. BAB III Metode Penelitian

Berisi penjabaran yang rinci mengenai metode penelitian serta komponen- komponen penelitiannya. Dalam hal ini, penulis menjelaskan mengenai lokasi dan subjek populasi/sampel penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian (variabel penelitian dan sumber data : teknik pengukuran variabel; kisi-kisi) , proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data, dan analisis data.


(26)

Memuat pengolahan atau analisis data beserta pembahasan dan analisis hasil temuan di lapangan dengan pemaparan data dan pembahasan data.

14. BAB V Kesimpulan dan Rekomendasi

Menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian.

15. Daftar Pustaka

Berisi daftar rujukan/referensi baik berupa buku, artikel, jurnal, dokumen resmi, atau sumber-sumber lain dari internet yang pernah dikutip dan digunakan dalam penulisan skripsi.

16. Lampiran


(27)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. LOKASI DAN SUBJEK POPULASI/SAMPEL PENELITIAN

1. Lokasi

Lokasi atau tempat penelitian ini dilakukan di SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung dengan lokasi sekolah berada di dalam Kampus Bumi Siliwangi Universitas Pendidikan Indonesia Bandung.

2. Populasi dan Sampel

Populasi merupakan ruang lingkup yang menjadi sumber data penelitian yang sesuai dengan masalah yang diteliti. Sugiyono (2004:90) menjelaskan bahwa “populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian di tarik kesimpulannya”. Pendapat lain, Surakhmad (1998) dalam Sugiyono (2010:93) mengemukakan bahwa “populasi merupakan sekelompok subjek penyelidikan, baik manusia, gejala, benda-benda, nilai-nilai atau peristiwa-peristiwa yang ada

hubungannya dengan sutau penyelidikkan”.

Dalam populasi tidak terfokus pada keilmuan dan menjadi sumber data yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. Sesuai dengan permaslahan penelitian, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung dengan jumlah populasi sebanyak 37 orang.


(28)

Tabel 3.1

Jumlah Populasi Penelitian

JUMLAH GURU TOTAL

37 37

Sementara sampel penelitian merupakan dari populasi yang diambil sebagai sumber data yang dapat mewakili seluruh potensi yang ada didalam populasi (representatif). Sugiyono (2006:91)

mengemukakan : “Sampel adalah sebagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Sementara Riyanto

(2001:64) mengemukakan bahwa : “Sampel dapat didefinisikan

sebagai sembarang himpunan yang merupakan bagian dari suatu

populasi”. Selanjutnya Arikunto (2002) dalam Akdon dan Hadi

(2005:98) mengatakan “Sampel adan bagian dari populasi (sebagian atau wakil populasi yang diteliti). Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang diambil sebagian sumber data dan dapat mewakili

seluruh populasi”.

Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik

sampling nonprobability sampling jenuh. Berdasarkan asumsi bahwa

menurut Gey dan pendapat Bailey, penelitian yang menggunakan metode deskriptif korelasional dengan analisis data statistik dan jumlah populasi yang relatif kecil yaitu kurang dari 30 orang, maka keseluruhan anggota populasi tersebut dijadikan sampel penelitian (Sugiyono, 2006:96 ; Hasan, 2003:60). Dengan demikian yang


(29)

dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah seluruh guru SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung dengan jumlah 37 orang.

B. DESAIN PENELITIAN

“Rancangan penelitian pada dasarnya merupakan keseluruhan

proses pemikiran dan penentuan secara masal hal-hal yang akan dilakukan dan akan dijadikan pedoman selama pelaksanaan penelitian (Malhotra (2006) dalam Noor 2012 :72)”. “Desain penelitian merupakan rencana tentang cara mengumpulkan dan menganalisis data agar dapat dilaksanakan secara ekonomis serta serasi dengan tujuan penelitian itu (Nasution, 2003:23)”. Shah (1972) dikutif dalam (Nazir, 1999:84) mengemukakan bahwa :

Desain penelitian dalam arti hanya mengenai pengumpulan dan analisis data, sementara dalam arti luas, desai penelitian mencakup hal-hal sebagai berikut :

1. Identifikasi dan pemilihan masalah penelitian

2. Pemilihan kerangka konseptual untuk masalah penelitian serta hubungan-hubungan dengan penelitian sebelumnya

3. Memformasikan masalah penelitian termasuk membuat spesifikasi dari tujuan, luas jangkau (scope), dan hipotesis untuk diuji

4. Membangun penyelidikan atau oercobaan

5. Memilih serta memberi definisi terhadap pengukuran variavel-variabel

6. Memilih prosedur dan teknik sampling yang digunakan 7. Menyusun alat serta teknik mengumpulkan data

8. Membuat coding serta mengadakan editing dan

processing data

9. Menganaliss data serta pemilihan prosedur statistik untuk mengadakan generalisasi serta inferensi statistik 10.Pelaporan hasil penelitian, termasuk proses penelitian,

diskusi serta interpretasi data, generalisasi, kekurangan-kekurangan dalam penemuan, serta mengajukan beberapa sara dan kerja peneliti yang akan datang. Desain penelitian merupakan suatu gambaran atau pola penelitian yang akan dilaksanakan. Dengan adanya desain penelitian, maka tingkat


(30)

efektivitas dan efisiensi akan optimal, terlebih dalam menggunaan waktu, tenaga,biaya, serta sumber daya lainnya yang dibutuhkan dalam penelitian. Nasution (2003:23-24) memaparkan kegunaan desain penelitian, sebagai berikut :

1. Desain memberikan pegangan yang lebih jelas kepada peneliti dalam melakukan penelitiannya. Dalam penelitian, desain merupakan syarat mutlak agar dapat meramalkan sifat pekerjaan serta kesulitan yang akan dihadapi.

2. Desain menentukan batas-batas peneltian yang bertalian dengan tujuan penelitian.

3. Desain penelitian selain memberikan gambaran yang jelas tentang apa yang harus dilakukan juga memberi gambaran tentang macam-macam kesulitan yang akan dihadapi yang mungkin juga telah dihadapi oleh peneliti lain.

Menurut Malthora (2006) dalam Noor (2012: 107) menjelaskan bahwa, desain penelitian adalah kerangka atau cetak biru dalam melaksanakan suatu proyek atau riset. Suatu prosedur penting untk informasi yang dibutuhkan untuk menyusun pemecahan masalah penelitian. Adapun menurut Philips dalam (Cooper, 2002:340) desain penelitian untuk membantu penelitian dalam pengalokasian sumber daya yang terbatas dengan menempatkan pilihan pengalokasian sumber daya yang terbatas dengan menempatkan pilihan penting dalam metodologi. Sedangkan menurut Kerlinger dalam (Cooper, 2002:340), desain penelitian diklasifikasikan sebagai rencana dan struktur investigasi yang dibuat sedemikian rupa sehingga diperoleh jawaban atas pertanyaan penelitian. Rencana penelitian mencakup garis besar dari apa yang akan dilakukan seorang peneliti mulai dari penulisan hipotesis serta implikasi operasionalnya hingga ke analisis akhir data.


(31)

Dari pemaparan diatas, terlihat bahwa dengan adanya desian penelitian, maka akan mempermudah peneiliti dalam melaksanakan penelitian dan mencapai tujuan yang diharapkan dari penelitiannya.

Pendapat para ahli diatas sebagai acuan peneliti dalam memaparkan desain dari penelitian ini yaitu sebagai berikut :

Gambar 3.1

Input

Studi Pendahuluan

Output Proses

Latar Belakang Masalah

Fenomena Mikro Dalam

Lingkungan Sekolah

Rumusan Masalah Penelitian

Anggapan dasar :

Hipotesis

Pengumpulan Data Penelitian

Analisis Data Variabel X dan Y

Kesimpulan

Pengujia n Hipotesi

Rekomendasi Metode dan Pendekatan


(32)

Desain Penelitian

Peneliti mencoba untuk menggambarkan desain penelitian dalam

konsep sistem, yaitu penelitian ini terdiri dari tiga bagian sistem yang diantaranya terdiri dari sistem input, proses, dan output. Pada bagian

input,menggambarkan latar belakang penelitian yang terdiri dari gambaran

fenomena makro dan fenomena mikro, yang pada bagian-bagiannya telah dijelaskan dalam kerangka pikir pada Bab II. Pada dasarnya, latar belakang penelitian ini lahir dari hasil studi pendahuluan peneliti terhadap masalah penelitian. Dalam input juga menyangkut aspek-aspek konseptual dan fakta empirikal yang tergambar pada latar belakang. Hal terpenting lainnya setelah melakukan studi pendahuluan yaitu perumusan masalah penelitian. Pada rumusan masalah penenlitian ini akan memperjelas gamabran atau alur peneltian terhadap pengujian hipotesis penelitian. Dari rumusan masalah penelitian ini, akan muncul asumsi-seumsi dasar peneliti terhadap variabel yang diteliti, sehingga lahirlah hipotesis peneltian berdasarkan anggapan dasar yang diperoleh peneliti dari kerangka pemikiran, kerangka konseptual, dan praktis. Dengan adanya hipotesis penelitian akan menentukan metode dan pendekatan penelitian yang akan digunakan. Oleh karena ini, pada bagian input lebih mengacu pada perencanaan penelitian. Selanjutnya adalah bagian proses, merupakan keterkaitan dengan operasional penelitian, meliputi pengumpulan data, analisis data, dan pengolahan data yang diarahkan pada pengujian hipotesis penelitian. Pada bagian proses penelitian ini dilakukan sebelum melakukan pengumpulan data, seperti mendefinisikan variabel penelitian, menyusun alat pengumpulan data, dan lain sebagainya. Bagian proses ini, dapat juga dinamakan lahan interpretasi data. Maka dari hal tersebut, akan muncul kesimpulan dari penelitian yang merupakan pengujian hipotesis itu sendiri. Pada tahap penarikan kesimpulan atas dasar hasil analisis data dan pengujian hipotesis merupakan sistem output penelitian. Adanya output ini maka diperoleh informasi mengenai kepastian apakah hipotesis penelitian


(33)

yang disusun oleh peneliti sama dengan hasil penelitian ataupun sebaliknya. Pada bagian ini juga akan menghasilkan berbagai macam rekomendasi atau feedback yang pada akhirnya nanti akan digunakan untuk kepentingan beberapa pihak, baik untuk kepentingan penelitian kembali atau dapat juga dimanfaatkan untuk keperluan lainnya.

C. METODE PENELITIAN

Metode merupakan cara utama yang digunakan untuk mencapai tujuan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang digunakan untuk menggambarkan masalah yang terjadi pada masa sekarang, sebagaimana yang dikemukakan Muhammad Ali (1999) dalam Sugiyono 2010:120) bahwa : “metode deskriptif digunakan untuk berupaya memecahkan atau menjawab permasalahan yang dihadapi pada

situasi sekarang”.

Menurut Sukardi (2004:14) metode penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha menggambarkan kegiatan penelitian. Penelitian deskriptif ini juga disebut dengan penelitian pra eksperimen karena dalam penelitian ini dilakukan eksplorasi, menggambarkan, dengan tujuan untuk dapat menerangkan dan memprediksi terhadap suatu gejala yang berlaku atas dasar data yang diperoleh di lapangan. Penelitian deskriptif ini hanya berusaha menggambarkan secara jelas dan sekuensial terhadap pertanyaan penelitian yang telah ditentukan sebelum para peneliti terjun ke lapangan dan mereka tidak menggunakan hipotesis sebagai petunjuk arah dalam penelitian.

Metode penelitian merupakan suatu cara yang digunakan dalam mengumpulkan serta mengolah data-data yang diperlukan dalam mencapai tujuan penelitian menurut Surachmad (1994) dalam Sugiyono (2006:140).


(34)

Pada dasarnya metode penelitian merupakan suatu strategi yang dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian atau menjawab serangkaian permasalahan yang dirumuskan, dengan mengumpulkan berbagai data yang relevan untuk kemudian dianalisis sehingga menghasilkan suatu fakta atau informasi yang bermanfaat. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Muhamad Nazir (1999: 54), mengemukakan bahwa :

Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang, dan tujuan dari metode deskriptif ini adalah untuk membantu deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Sementara, yang dimaksud dengan pendekatan kuantitatif dikemukakan oleh Arikunto (2002: 86) yaitu : “Pendekatan yang digunakan oleh peneliti dalam meneliti dengan cara mengukur indikator-indikator variabel sehingga diperoleh gambaran umum dan kesimpulan masalah penelitian”.

Dari penjabaran diatas maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif untuk menggambarkan masing-masing variabel yang akan diteliti secara empiris, yaitu gambaran empiris pada variabel X (kecerdasan emosional) dan gambaran empiris pada variabel Y (kinerja guru).

Selain itu, dalam menggunakan metode penelitian deskriptif ini dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :

1. Melakukan studi kepustakaan (mencari sumber referensi yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan).

2. Memusatkan diri pada pemecahan masalah yang ada pada kondisi saat ini.


(35)

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu “Pengaruh

Kecerdasan Emosional Terhadap Kinerja Guru”. Persoalan pertama yang

harus diketahui adalah gambaran tentang kecerdasan emosional, lalu yang kedua adalah gambaran tentang kinerja guru. Apabila telah diperoleh hasil gambaran dari masing-masing variabel, maka selanjutnya dipakai untuk menjawab pertanyaan penelitian yang berikutnya, yaitu apakah terdapat pengaruh antara kecerdasan emosional terhadap kinerja guru. Untuk dapat mengetahui hal tersebut, maka metode yang kedua menggunakan metode korelasional, yang dipakai untuk menguji validitas instrumen penelitian. Adapun metode lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi. Dalam metode dokumentasi ini berupa studi kepustakaan dengan mengkaji, mendalami, menelaah, mencermati, serta mengidentifikasi keseluruhan literatur yang dianggap relevan dengan objek penelitian. (Arikunto, 2002:135 ; Hasan, 2003:44).

Adapun pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu penedekatan yang dilakukan dengan proses pencatatan dan menganalisis semua perhitungan-perhitungan statistik. Menurut Sugiyono (2006:16-17) mengungkapkan bahwa pendekatan kuantitatif digunakan astas dasar :

Asumsi pertama bahwa objek/fenomena dapat diklasifikasikan menurut sifat, jenis, stuktur, bentuk, warna dan sebagainya... Asumsi ilmu yang kedua adalah determinisme (hubungan sebab-akibat). Asumsi ini menyatakan bahwa setiap geajala ada yang menyebabkan... Asumsi ilmu yang ketiga, adalah bahwa suatu gejala tidak akan mengalami perubahan dalam waktu tertentu. Pada proses penelitiannya melalui instrumen yang dibuat sebelum melakukan penelitian. Dalam proses pengolahan datanya pun menggunakan rumus-rumus statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditentukan.


(36)

D. DEFINISI OPERASIONAL

Definisi operasional merupakan bagian yang mendifinisikan sebuah konsep/variabel agar dapat diukur, dengan cara melihat pada dimensi (indikator) dari suatu konsep/variabel. Dimensi (indikator dapat berupa : perilaku, aspek, atau sifat/karakteristik. (Sekaran,2006:97).

Definisi operasional menggambarkan secara spesifik indikator-indikator pada variabel yang diteliti berdasarkan pada konsep penelitian yang dibangun dari teori-teori yang relevan dengan variabel yang diteliti, karena konsep penelitian merupakan kerangka acuan dalam menentukan konsep operasional atau definisi operasional.

Komaruddin (1986) dalam Noor (2012 :57) mengemukakan bahwa :

“Definisi operasional merupakan pengertian yang lengkap tentang suatu

variabel yang mencakup semua unsur yang menjadi ciri utama variabel

itu”. Sementara pendapat lain mengenai definisi operasional dikemukakan oleh Nazir (1999:152), yaitu sebagai berikut :

Definisi operasional adalah definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau konstrak dengan cara memberikan arti, atau menspesifikasikan kegiatan, ataupuan memberikan suatu operasionalisasi yang diperlukan untuk mengukur konstrak atau variabel tertentu.

Adapun definisi operasional dari setiap masing-masing variabel dalam penelitian ini, sebagai berikut :

1. Pengaruh

Menurut Poerwadinata (1993:137) pengaruh merupakan suatu daya yang timbul dari sesuatu (orang, benda, dan lain sebagainya) yang berkuasa atau memiliki kekuatan (ghaib). Pada penelitian ini kecerdasan emosional sebagai variabel X (variabel bebas) dan kinerja guru sebagai variabel Y (Variabel Terikat). Agar mengetahui seberapa besar pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja guru, pada


(37)

penelitian nanti akan menggunakan rumus korelasi, uji signifikansi, uji korelasi determinasi, dan regresi.

2. Kecerdasan Emosional

Begitu banyaknya para ahli yang mendefinisikan mengenai kecerdasan emosional. Hal tersebut mengindikasikan bahwasanya begitu luas makna kecerdasan emosional. Akan tetapi, pada dasarnya terdapat satu kesamaan bahwa dalam kecerdasan emosional mencakup kemampuan pribadi (self awareness) dan kecakapan sosial

(social-awareness) (Stein and Book, 2002:30 ; Goleman, 2005:45 ; Goleman,

2005:512).

Dalam peneilitian ini, kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan memotivasi orang lain, dan kemampuan untuk mengelola emosi diri sendiri dan dalam menjalani hubungan dengan orang lain. Didalam kepribadianmasing-masing individu memiliki karakteristik kecerdasan emosional dengan ciri sebagai berikut :

1. Kecakapan pribadi, yang terdiri dari :

a. Kesadaran diri, yang memiliki indikator : kesadaran emosi, penilaian pribadi, dan percaya diri;

b. Pengaturan diri, yang memiliki indikator : pengendalian diri, sifat dapat dipercaya, kewaspadaan, adaptabilitas, inovasi, dan sikap asertif;

c. Motivasi, yang memiliki indikator : dorongan berprestasi, komitmen, inisiatif, optimisme, dan kebahagiaan.


(38)

a. Empati, yang memiliki indikator : memahami orang lain, orientasi pelayanan, mengembangkan orang lain, mengatasi keragaman, dan kesadaran politis;

b. Keterampilan sosial, yang memiliki indikator : pengaruh, komunikasi, kepemimpinan, katalisator perubahan, pengikat jaringan, manajemen konflik, kolaborasi dan kooperasi, dan kemampuan tim.

Berdasarkan hal tersebut, maka kecerdasan emosional merupakan totalitas dari penilaian yang dilakukan oleh para guru terhadap dirinya sendiri sesuai dengan indikator-indikator tersebut.

3. Kinerja Guru

Guru sebagai tenaga kependidikan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan tujuan pendidikan, karena guru yang langsung bersinggungan dengan peserta didik, untuk memberikan bimbingan yang akan menghasilkan tamatan yang diharapkan. Guru merupakan sumber daya manusa yang menjadi perencana, pelaku, dan penentu tercapainya tujuan pendidikan.

Untuk itu dalam menunjang kegiatan guru diperlukan iklim sekolah yang kondusif dan hubungan yang baik antar unsur-unsur yang ada disekolah antara lain kepala sekolah, guru, tenaga administrasi, dan siswa. Serta hubungan baik antar unsur-unsur yang ada disekolah dengan orangtua siswa atau masyarakat.

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja guru adalah kecerdasan emosional. Oleh karena itu, upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja guru adalah dengan meningkatkan faktor kecakapan pribadi dalam kecerdasan emosional yang dimilikinya. Kinerja guru harus selalu ditingkatkan mengingat tantangan dunia


(39)

pendidikan untuk menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang mampu bersaing di era globalisasi yag semakin ketat.

Kinerja dapat diartikan sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. (Mangkunegara, 2006:9). Namun, yang dimaksud dalam penelitian ini adalah totalitas penilaian terhadap kinerja guru yang ditampilkan dalam melaksanakan tugas yang sesuai dengan sikap, pengetahuan, keterampilan dan inisiatif guru, yang meliputi kemampuan penguasaan akademik, kemampuan profesional pribadi, dan kemampuan sosial guru.

E. INSTRUMEN PENELITIAN

Akdon (2005: 130), mengemukakan bahwa : “Instrumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel yang akan diteliti”. Pendapat lain, Sugiyono (2006: 119) mengemukakan bahwa : “Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun

sosial”. Instrumen penelitian digunakan untuk memperoleh data yang diperlukan, yang secara spesifik berhubungan dengan variabel penelitian. Alat ukur dalam instrumen harus berdasarkan pada karakteristik sumber data dari variable yang diteliti, sehingga mempermudah peneliti dalam memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan.

Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah angket.

“Angket atau kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang

digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui” (Arikunto, 2002: 151). Selain itu, Akdon (2005: 132), mendefinisikan “Angket berstruktur (angket tertutup) adalah angket yang disajikan sedemikian rupa sehingga responden diminta untuk memilih satu jawaban yang sesuai dengan karakter dirinya dengan cara memberikan tanda silang (x) atau tanda


(40)

checklist (√)”. Nana Syaodih (2009: 210) mengemukakan bahwa : “Angket atau kuesioner adalah suatu teknik atau cara pengumpulan data

secara tidak langsung (peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan

responden)”. Angket tidak selalu berbentuk pertanyaan, melainkan dapat pula berupa pernyataan. Jenis angket yang digunakan adalah angket bersruktur atau tertutup. Pendapat lain, Burhan Bungin (2009) dalam Sugiyono (2006:123), mengemukakan bahwa :

Angket langsung tertutup adalah angket yang dirancang sedemikian rupa untuk merekam data tentang keadaan yang dialami oleh responden sendiri, kemudian semua alternatif jawaban yang harus dijawab oleh responden tertera dalam angket tersebut.

Angket yang digunakan dalam penelitian untuk meminta keterangan atau informasi kepada responden yang berhubungan dengan variabel yang diteliti. Dengan demikian, variabel serta sumber data penelitian harus jelas, sehingga instrumen yang dirumuskan sesuai dengan karakteristik sumber data.

1. Variabel Penelitian dan Sumber Data Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel X (Kecerdasan Emosional) dan variabel Y (Kinerja Guru). Adapaun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah seluruh guru SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung yang berada di dalam Kampus Bumi Siliwangi Universitas Pendidikan Indonesia Bandung. Guru dipilih sebagai responden yang akan memberikan gambaran terkait dengan variabel-variabel yang akan diteliti.

2. Teknik Pengukuran Variabel Penelitian

Pada teknik pengukuran masing-masing variabel, disusun format instrumen penelitian yang sesuai dengan variabel yang diteliti, yaitu format isntrumen variabel X dan variabel Y. Dalam teknik pengukuran variabel dilakukan dengan menggunakan Skala Likert. Sugiyono


(41)

(2010:134) mengungkapkan bahwa : “Skala Likert digunakan utnuk mengukur pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang

tentang fenomena sosial”.

Dalam tahap pengukuran dengan menggunakan Skala Likert, masing-masing variabel penelitian dijabarkan menjadi indikator yang akan dijadikan titik tolak dalam merumuskan item-item pertanyaan atau penyataan. Skala Likert yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah lima gradasi atau skala yang masing-masing memiliki skor untuk kepentingan analisis kuantitatif. Adapun analisis jawaban yang digunakan dalam Skala Likert terdapat dalam tabel dibawah ini, yaitu sebagai berikut:

Tabel 3.2 Tabel Skala Likert

Alternatif Jawaban Variabel

Bobot

Selalu (S) 5

Sering (SR) 4

Kadang-Kadang (KD) 3

Jarang (J) 2

Tidak Pernah (TP) 1

3. Kisi-kisi Instrumen

Dalam kisi-kisi instrumen penelitian sanagat dibutuhkan untuk mempermudah penyusunan isntrumen penelitian, karena akan terlihat dimensi dan indikator dari masing-masing variabel yang selanjutnya dijabarkan dalam bentuk pertanyaan aau pernyataan sebagai instrumen, yaitu kisi-kisi instrumen variabel X dan kisi-kisi instrumen variabel Y, yang terdapat dalam tabel dibawh ini :


(42)

Tabel 3.3

Kisi-kisi Instrumen Penelitian Variabel X (Kecerdasan Emosional)

Variabel Dimensi Indikator No. item

instrumen

Kecerdasan Emosional (Variabel X)

Kecakapan Pribadi

Kesadaran diri 1,2,3,4,6

Pengaturan diri 5,7,8,9,10,11

Motivasi 12,13,14,17,28,19

Kecakapan Sosial


(43)

Keterampilan Sosial 21,22,23

Tabel 3.4

Kisi-kisi Instrumen Penelitian Variabel Y (Kinerja Guru)

Variabel Dimensi Indikator No. item

Instrumen

Kinerja Guru

Kompetensi Akademik

Wawasan Kependidikan

1

Penguasaan Bahan Ajar

2


(44)

(Variabel Y)

Kompetensi Pribadi

Keseimbangan emosi 4

Adil 5

Antusias 6

Sabar 7

Realistis 8

Kompetensi Profesional

Merencanakan Pembelajaran

9,10,11

Melaksanakan Pembelajaran

12,13,14

Mengevaluasi Pembelajaran

15

Menindaklanjuti Hasil Evaluasi Pembelajaran


(45)

Memberikan

Bimbingan dan

Konseling

19

Mengembangkan Profesi

20,21,22

Kompetensi Sosial

Interaksi di dalam Lingkungan Sekolah

23,24,25

Interaksi di luar Lingkungan Sekolah

26

F. PROSES PENGEMBANGAN INSTRUMEN

Pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran terhadap fenomena sosial maupun alam. Meneliti dengan data yang sudah ada lebih tepat kalau dinamakan membuat laporan dari pada melakukan penelitian. Namun demikian dalam skala yang paling rendah laporan juga dapat dinyatakan sebagai bentuk penelitian (Emory, 1985:90).

Angket sebagai instrumen dalam penelitian ini tidak langsung digunakan untuk mengumpulkan data. Akan tetapi, dilakukan uji coba


(46)

terlebih dahulu untuk mengetahui tingkat akurasinya terhadap responden yang memiliki karakteristik sama dengan objek penelitian yang digunakan. Kegiatan ini dilakukan untuk menghindari kegagalan total dalam pengumpulan data, karena instrumen yang telah siap untuk digunakan namun belum diujicobakan seringkali memiliki beberapa kelemahan, baik dari segi bahasa, dimensi, dan indikator dari masing-masing variabel, maupun pengukurannya. Selain itu, yang terpenting dalam uji coba angket ini adalah untuk memberi gambaran tingkat validitas dan reabilitas dari instrumen tersebut.

Instrumen yang diperlukan adalah untuk mengungkapkan dua

variabel ; Kecerdasan Emosional dan Kinerja Guru dari populasi yang

telah ditentukan. Sumber datanya adalah para guru. Bentuk instrumennya adalah checklist. Untuk itu dapat digunakan sebagai pedoman observasi, wawancara, maupun sebagai kuesioner.

1. UJI VALIDITAS

Sugiyono (2010:363), mengemukakan bahwa : “Validitas

merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada ibejek

penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan oleh peneliti”.

Berdasarkan penelitian tersebut menunjukkan bahwa adanya kesamaan antara data yang dikumpulkan dengan kondisi atau data objek yang sesungguhnya sehingga dapat dikatakan valid (sahih). Sementara pendapat lain, Suharsmi Arikunto (2002:168), memaparkan bahwa :

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Sebuah instrumen dapat dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauhmana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud.


(47)

Uji validitas yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji validitas internal yang menyangkut uji validitas konstruksi dan uji validitas isi. Dalam uji validitas konstruk dilakukan dengan berkonsultasi kepda ahli, yaitu dosen pembimbing. Uji validitas ini dilakukan dengan membandingkan isi instrumen dengan dasar teori atau konsep yang relevan serta melakukan konsultasi dengan para ahli (dalam hal penelitian ini dosen pembimbing). Dalam prakteknya, uji validitas konstruksi dan validitas isi dilakukan dengan menggunakan kisi-kisi instrumen yang didalamnya terdapat variabel yang diteliti beserta dimensi yang dituangkan dalam item-item pernyataan sebagai jabaran dari indikator. Dengan kata lain, validitas konstuk berkaitan dengan tingkatan dimana skala mencerminkan dan berperan sebagai konspe yang sedang diukur. Validitas ini juga merupakan analisis butir kuesioner untuk membuktikan sebarap bagus hasil yang diperoleh dari penggunaan ukuran sesuai dengan teori yang hendak diukur. Sedangkan validitas isi untuk memastikan bahwa skala item-item telah cukup memasukkan sejumlah item yang representatif dalam mencerminkan domain konsep. Suatu domain konsep tertentu tidak dapat begitu saja dihitung semua dimensinya, karena domain tersebut kadang mempunyai atribut yang banyak atau bersifat multidimensional. Dengan kata lain, validitas isi adalah sebuah fungsi yang menunjukkan seberapa baik dimensi dan elemen sebuah konsep digambarkan. Validitas isi terdiri dari : (1) validitas muka (face

validity) adalah format penampilan tes (appearance) / kesan mampu

memberikan kesan untuk untuk mengungkapkan apa yang hendak diukur, (2) validitas logik (sampling validity) merujuk kepada sejauh mana isi tes merupakanrepresentasi dari ciri-ciri atribut yang hendak diukur (untuk memperoleh validitas logic yang tertinggi suatu tes harus dirancang dengan cermat sehingga benar-benar hanya butir yang relevan dan perlu menjadi bagian tes secara keseluruhan. Bisa


(48)

digunakan dengan rancangan blue print yang memuat cakupan isi dan kompetensi yang hendak diukur. Kecocokan isi alat ukur dengan sasaran ukur. Artinya, sejauh mana item/butir tes mencakup keseluruhan kawasan sasaran ukur yang hendak diukur. (Noor, 2012:133)

Kisi-kisi instrumen yang dibuat harus disusun dengan berdasarkan teori-teori yang relevan dengan rancangan penelitian yang telah ditetapkan. Adapun uji validitas dilakukan dengan analisis item yaitu dengan mengkorelasikan antara skor item instrumen dengan skor total. Perhitungannya, dilakukan dengan bantuan aplikasi SPSS (Statistical

Product and Service Solutions) versi 20. Terdapat interpretasi terhadap

korelasi dikemukakan oleh Sugiyono (2010:178), bahwa :

Bila korelasi tiap faktor tersebut positif dan besarnya 0,3 ke atas, maka faktor tersebut merupakan construct yang kuat. Jadi berdasarkan analisis faktor tersebut dapat disimpulkan bahwa intrumen tersebut memiliki validitas konstruksi yang kuat.

Hal yang sama, Sugiyono (2006: 143) juga memperjelas

pendapatnya, bahwa : “Bila harga korelasi di bawah 0,30 maka dapat

disimpulkan bahwa butir instrumen tersebut tidak valid, sehingga harus diperbaiki atau dibuang”. Sedangkan, Masrun (1997) dalam (Sugiyono, 2010: 188), mengungkapkan bahwa :

Item yang mempunyai korelasi positif dengan kriterium (skor total) serta korelasi yang tinggi, menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Biasanya syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah kalau r = 0,3.

Teknik korelasi yang digunakan adalah rumus product moment (Akdon dan Hadi, 2005:144 ; Arikunto, 2005:72), yaitu :


(49)

Keterangan :

= koefisien korelasi = jumlah responden

= jumlah perkalian X dan Y = jumlah skor item

= jumlah skor total (seluruh item) = jumlah skor-skor X yang dikuadratkan = jumlah skor-skor Y yang dikuadratkan

Uji validitas instrumen penelitian ini telah dilakukan pada tanggal “ 25 Februari 2014“ sampai pada tanggal “03 Maret 2014“ di “SMA YWKA (Yayayasan Wanita Kereta Api) Bandung “. Berikut ikhtisar

penyebaran angket uji coba:

Tabel 3.5

Jumlah Data Hasil Uji Coba yang Terkumpul dan Dapat Diolah

Sampel Yang Terkumpul Dapat Diolah

30 30 30

Hasil dari uji coba kuesioner tersebut dapat dilihat pada tabel yang tertera dibawah ini :

Tabel 3.6

Hasil Uji Validitas Instrumen


(50)

Kecerdasan Emosional No.

Item (r hitung) (r kritis) Keterangan Tindak Lanjut

1 0,829 0,300 VALID Dipakai

2 0,525 0,300 VALID Dipakai

3 0,332 0,300 VALID Dipakai

4 0,681 0,300 VALID Dipakai

5 0,754 0,300 VALID Dipakai

6 0,548 0,300 VALID Dipakai

7 0,694 0,300 VALID Dipakai

8 0,403 0,300 VALID Dipakai

9 0,529 0,300 VALID Dipakai

10 0,548 0,300 VALID Dipakai

11 0,743 0,300 VALID Dipakai

12 0,703 0,300 VALID Dipakai

13 0,529 0,300 VALID Dipakai

14 0,470 0,300 VALID Dipakai

15 0,403 0,300 VALID Dipakai

16 0,718 0,300 VALID Dipakai

17 0,718 0,300 VALID Dipakai

18 0,659 0,300 VALID Dipakai

19 0,769 0,300 VALID Dipakai

20 0,470 0,300 VALID Dipakai

21 0,694 0,300 VALID Dipakai

22 0,754 0,300 VALID Dipakai

23 0,829 0,300 VALID Dipakai


(51)

Hasil Uji Validitas Instrumen Kinerja Guru

No.

Item (r hitung) (r kritis) Keterangan

Tindak Lanjut

1 0,727 0,300 VALID Dipakai

2 0,749 0,300 VALID Dipakai

3 0,874 0,300 VALID Dipakai

4 0,482 0,300 VALID Dipakai

5 0,453 0,300 VALID Dipakai

6 0,447 0,300 VALID Dipakai

7 0,413 0,300 VALID Dipakai

8 0,891 0,300 VALID Dipakai

9 0,756 0,300 VALID Dipakai

10 0,826 0,300 VALID Dipakai

11 0,107 0,300 TIDAK VALID Dibuang

12 0,906 0,300 VALID Dipakai

13 0,851 0,300 VALID Dipakai

14 0,772 0,300 VALID Dipakai

15 0,905 0,300 VALID Dipakai

16 0,905 0,300 VALID Dipakai

17 0,874 0,300 VALID Dipakai

18 0,739 0,300 VALID Dipakai

19 0,626 0,300 VALID Dipakai

20 0,224 0,300 TIDAK VALID Dibuang

21 0,337 0,300 VALID Dipakai

22 0,433 0,300 VALID Dipakai

23 0,724 0,300 VALID Dipakai


(52)

25 0,896 0,300 VALID Dipakai

26 0,842 0,300 VALID Dipakai

Seperti yang terlihat pada tabel-tabel diatas, hasil sebaran nilai uji validitas variabel X (kecerdasan emosional) terdapat 23 item pertanyaan dan semua item pertanyaan tersebut dinyatakan valid, sehingga diambil keputusan untuk digunakan dalam penelitian.

Sedangkan untuk variabel Y (Kinerja Guru) dengan hasil sebaran nilai uji validitas yang diperoleh, terdapat 24 item pertanyaan valid dan 2 item pertanyaan yang tidak valid, sehingga diambil keputusan untuk dibuang atau tidak digunakan dalam penelitian.

2. UJI RELIABILITAS

Reliabilitas atau keterandalan merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana alat ukur dapat dipercaya atau diandalkan. (Noor, 2012:130). Hal ini menunjukkan sejauh mana alat pengukurdikataka konsisten, jika dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama. Untuk dapat diketahui bahwa dalam perhitungan atau uji reliabilitas harus dilakukan hanya pada pertanyaan yang telah memiliki atau memenuhi uji validitas. Apabila tidak memenuhi syarat uji validitas maka tidak perlu diteruskan untuk uji reliabilitas.

Uji reliabilitas bertujuan untuk mengetahui tingkat konsistensi dan kestabilan isntrumen penelitian sebagai alat pengumpulan data. Instrumen yang reliabel menunjukkan bahwa alat tersebut secara konsisten memberikan hasil dari data atau temuan yang sama, sehingga instrumen tersebut dapat dipercaya. Dalam pengujian reliabilitas instrumen dianalisis dengan internal concitency yaitu dilakukan hanya sekali saja, kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan teknik


(1)

B.

Rekomendasi

Berdasarkan hasil temuan penelitian yang diperoleh, maka peneliti

ingin mengemukakan beberapa rekomendasi yang didasari oleh hasil

penelitian yang bermanfaat bagi lembaga pendidikan (SMA Laboratorium

Percontohan UPI), yaitu sebagai berikut :

1.

Perlunya dipertahankan capaian kercerdasan emosional guru yang

akan menghasilkan kinerja yang optimal.

2.

Perlunya melibatkan semua unsur emosi para guru dalam kegiatan

pembelajaran dikelas, agar dapat menghasilkan emosi bersifat

positif baik didalam kelas maupun diluar kelas, guna

meningkatkan kecerdasan emosi pada peserta didik dan

kecerdasan emosi pada guru lainnya.

3.

Perlunya design pendidikan yang mengarah pada pemahaman dan

penerapan pemebelajaran yang berlandaskan pada peningkatan

kecerdasan emosi.

4.

Perlu terciptanya susana yang kondusif guna menunjang serta

mengasah kembali kecerdasan emosi yang dimiliki oleh seluruh

civitas akademik yang berada dilingkungan sekolah.

5.

Perlunya penelitian lebih lanjut yang memiliki konsep dasar lebih

luas, mengenai permasalahan yang berkaitan dengan kecerdasan

emosional dan kinerja guru.

6.

Perlunya penelitian lebih lanjut yang lebih mengedapankan

upaya-upaya dalam peningkatan kecerdasan emosional dan kinerja guru.

Serta dapat memfokuskan penelitian lebih lanjut pada studi-studi

tertentu, baik pada lembaga pendidikan yang sejenis, maupun pada

lembaga pendidikan jenis lainnya.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Agustian, Ary Ginanjar. (2001). Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan

Spiritual (ESQ). Jakarta : Arga Wijaya Persada

Akdon dan Hadi, Sahlan. (2005). Aplikasi Statistik dan Metode Penelitian untuk

Administrasi dan Manajemen. Bandung : Dewa Ruchi.

Anwar, Moch. Idochi. (2003). Administrasi Pendidikan dan Manajemen Biaya

Pendidikan. Bandung : Angkasa.

Arikunto, Suharsmi. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta :

PT. Rineka Cipta.

DePoter, Bobbi., Reardon, Mark, dan Nourie-Singer, Sarah. (2001). Quantum

Teaching. Alih Bahasa : Ary Nilandari. Bandung : Kaifa.

Djamarah, S.B. (2000) Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Edisi I.

Jakarta : Rineka Cipta.

Emory, Richard D. Irwin. (1985). Business Research Methods. Jurnal Pengembangan

Bisnis. April 1 (1).

Engkoswara., dan Komariah, Aan. (2010). Administrasi Pendidikan. Bandung :

Alfabeta.

Fattah, Nanang. (2000). Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya.


(3)

Goleman, Daniel. (2005a). Kecerdasan Emosional Untuk Mencapai Puncak Prestasi.

Alih Bahasa : Alex Tri K.W. Jakarta : Gramedia Pustaka

Goleman, Daniel. (2005b). Kecerdasan Emosional : Mengapa Emotional Intellegence

Lebih Tinggi Daripada IQ . Alih Bahasa : T. Hermay. Jakarta : Gramedia

Pustaka

Hall, C.S., dan Lindzey, G. (1985). Intoduction to Personality Theory. New York :

John Wiley & Sons.

Hasan, Bachtiar. (2003). Perencanaan Pengajaran Bidang Studi Edisi II. Bandung :

Pustaka Ramadhan.

Hopkins, K.R. (2010). Teaching How to Learn in a What-to-learn Culture. San

Fransisco, CA: Jossey-Bass.

Hude, M. Darwis. (2006). Emosi (Khazanah Kajian Al-Qur’an). Jakarta : Erlangga

Husdarta, J.S. (2007). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru Pendidikan

Jasmani di Sekolah Dasar. Jurnal Mimbar Pendidikan No. 3/XXVI/2007

Jihad, Asep., dan Suyanto. (2013) Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta : Multi

Solusindo

K. Cooper, Robert., dan Sawaf, Ayman. (2002). Executive EQ Kecerdasan

Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi. Alih Bahasa : Alex Tri

Kantjono Widodo. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

M, Dani Ronnie. (2006). The Power of Emotional & Adversity Quotient for Teachers.

Jakarta : Hikmah.


(4)

Mahmud, Abdullah. (2005). Kontribusi Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah Wanita

dan Performansi Kerja Guru SMP dan SMU di Kota Mataram. Jurnal

Kependidikan. April 4 (2).

Mangkunegara, A.A. dan Anwar P. (2006). Perencanaan dan Pengembangan SDM.

Bandung : PT. Adika Aditama.

M a s r u n .

( 1 9 9 7 ) .

Reliabilitas dan Cara-cara Menentukannya

.

U G M : F a k u l t a s P s i k o l o g i

M u l y a s a .

( 2 0 0 5 ) .

Menjadi Guru Profesional Menciptakan

Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan.

B a n d u n g : P T .

R e m a j a R o s d a k a r y a .

N a s u t i o n , M .

F a r i d . ( 2 0 0 3 ) .

Pengaruh Persepsi

Tentang Agama dan Kecerdasan Emosional terhadap Kinerja Diri Siswa

MAN di Kota Medan.

J u r n a l

I l m u

P e n d i d i k a n .

J u n i J i l i d 1 0 ( 3 ) .

N a z i r ,

M .

( 1 9 9 9 ) .

Metode Penelitian

.

J a k a r t a

:

G h a l i a I n d o n e s i a .

Nggermanto, Agus. (2002). Quantum Quotient (Kecerdasan Quantum) : Cara Tepat

Melejitkan IQ, EQ, dan SQ Secara Harmonis. Bandung : Nuansa

Noor, Juliansyah. (2012). Metodologi Penelitian. Jakarta : Kencana Prenada Media

Group

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan

Poerwadinata. (1993). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.


(5)

Riyanto, Yatim. (2001). Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya : SIC

Robbins, S, P

.

( 2 0 0 3 ) .

Perilaku Organisasi.

J a k a r t a

:

N u a n s a

R u k y , A . S . ( 2 0 0 2 ) .

Sistem Manajemen Kinerja

. J a k a r t a

: P T . G r a m e d i a P u s t a k a .

Santrock, J. W. (2003). Adolescence Perkembangan Remaja Edisi VI. Jakarta :

Erlangga

Schuller, R,S, dan Jackson, SL. (1996). Manajemen Sumber Daya Manusia :

Menghadapi Abad 21, Ed.6, jilid.2. Alih Bahasa : Abdul Rosyid SS. Jakarta :

Erlangga.

Segal, Jeanne. (2000). Melejitkan Emosional. Alih Bahasa : Ary Nilandari. Bandung :

Kaifa.

Sekaran, Uma. (2006). Research Method for Business : A Skill Building Approach.

Edisi IV. USA : John Wiley & Son. Inc.

S i a g i a n

P . S .

( 1 9 9 9 ) .

Manajemen Sumber Daya Manusia.

J a k a r t a : B u m i A k s a r a .

S t e i n ,

S t e v e n

J . ,

d a n B o o k ,

H o w a r d

E .

( 2 0 0 2 ) .

Ledakan EQ : 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional

Meraih Sukses.

A l i h B a h a s a : T r i n a d a R a i n y

J a n u a r s a r i . B a n d u n g : K a i f a .

S u g i y o n o .

( 2 0 0 4 ) .

Metode

Penelitian

Administrasi

.

B a n d u n g : C V . A l f a b e t a

S u g i y o n o . ( 2 0 0 6 ) .

Statistika Untuk Penelitian.

B a n d u n g

: C V . A l f a b e t a


(6)

S u g i y o n o .

( 2 0 1 0 ) .

Metode

Penelitian

Pendidikan

.

B a n d u n g : C V . A l f a b e t a

S u k a d i .

( 2 0 0 7 )

Guru

Powerful

Guru

Masa

Depan

.

B a n d u n g : K o l b u

S u k a r d i . ( 2 0 0 4 ) .

Metodologi Penelitian Pendidikan

. J a k a r t a

: P T . B u m i A k s a r a .

S u k m a d i n a t a ,

N a n a

S y a o d i h .

( 2 0 0 9 ) .

Landasan Psikologi Proses Pendidikan.

B a n d u n g :

P T .

R e m a j a R o s d a k a r y a .

S u p a r d i .

( 2 0 1 3 ) .

Kinerja Guru

.

J a k a r t a

:

P T .

R a j a G r a f i n d o P e r s a d a .

T e m p e , A . D e l e . ( 1 9 9 2 ) .

Kinerja

. J a k a r t a : P T .

E l e x M e d i a K o m p u t i n d o .

T r i h e n d r a d i ,

C .

( 2 0 0 9 ) .

7 langkah Mudah Melakukan

Analisis Statistik Menggunakan

SPSS 17

. Y o g y a k a r t a : C V . A n d i .

U n d a n g - U n d a n g

N o .

2 0

T a h u n

2 0 0 3

T e n t a n g S i s t e m P e n d i d i k a n N a s i o n a l .

U n o , H a m z a h B , d a n N i n a L . ( 2 0 1 2 ) .

Teori