Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Sikap Siswa dalam Pembelajaran Bermuatan Multikultural di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda (YPSIM)

(1)

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP SIKAP SISWA DALAM PEMBELAJARAN BERMUATAN MULTIKULTURAL DI SMK YAYASAN PERGURUAN SULTAN ISKANDAR MUDA (YPSIM)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

VENTI AYU WIBAWA 101301070

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Sikap Siswa Dalam Pembelajaran Bermuatan Multikultural Di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Yayasan

Perguruan Sultan Iskandar Muda (YPSIM)

Venti Ayu Wibawa & Filia Dina Anggaraeni

ABSTRAK

Pembelajaran bermuatan multikultural dialami siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda dalam kegiatan belajar mengajar maupun berinteraksi di dalam lingkungan sekolah. Siswa SMK Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda yang mengalami pembelajaran bermuatan multikultural di sekolahnya pasti memiliki sikap. Ada banyak variabel yang dapat mempengaruhi sikap salah satunya ialah kecerdasan emosional. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh kecerdasan emosional terhadap sikap siswa dalam pembelajaran bermuatan multikultural di SMK Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 70 siswa SMK Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda tahun ajaran 2013/2014. Pengumpulan data dilakukan melalui skala kecerdasan emosional dan skala sikap siswa dalam pembelajaran bermuatan multikultural. Hasil dari penelitian menunjukkan ada pengaruh kecerdasan emosional terhadap sikap siswa dalam pembelajaran bermuatan multikultural di SMK Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda yang signifikan (r = 0.467, p<0.05). Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemahaman mengenai peran kecerdasan emosional dalam diri yaitu dalam mengatur sikap dalam pembelajaran bermuatan multikultural dan dalam berhubungan dengan orang lain. Adapun keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian ini menyebabkan perlunya dilakukan penelitian dan praktek intervensi yang lebih lanjut.


(3)

The effect of Emotional Intelligence towards Students Attitude in Multicultural Learning in SMK Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda (YPSIM)

Venti Ayu Wibawa & Filia Dina Anggaraeni

ABSTRACT

Multicultural learning experienced by SMK students Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda in teaching, learning, and interact with others in school. SMK Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda students who experienced multicultural learning in their school definitely have attitude towards it. There are many variables can influence attitude, one of them is emotional intelligence. This research aims to see the effect of emotional intelligence towards students attitude in multicultural learning in SMK Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda. There are 70 students of SMK Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda 2013/2014 as participants in this research. Data collected by psychology scale, emotional intelligence scale and students attitude in multicultural learning scale. The results show emotional intelligence significant influenced students attitude in multicultural learning in SMK Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda (r = 0.467, p<0.05). By doing this research, be expected role of emotional intelligence in self to set attitude in multicultural learning and in relating with others. However, the limitations of this research needed future research and practical interventions.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kuasa, perlindungan, dan berkah. Terima kasih yang tidak akan pernah habis kepada kedua Orang Tua saya, yaitu papa Suharsoyo dan mama Vina Tanjung yang selalu menjaga, mendampingi, berbagi suka duka selama hidup, perkuliahan dan penyusunan skripsi ini sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap sikap siswa dalam pembelajaran bermuatan multikultural di SMK Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda.” Penyusunan skripsi ini dibuat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan skripsi ini saya mendapat banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Filia Dina Anggaraeni, S.Sos., M.Pd, selaku dosen pembimbing seminar dan skripsi saya yang telah memberikan ilmu dan waktunya dalam membimbing saya untuk menyelesaikan penelitian ini.

3. Kak Dian Ulfasari, M.Psi., Psikolog selaku dosen pembimbing akademik.


(5)

4. Ibu Sri Supriyantini, M.Si., Psikolog dan kak Rahmi Putri Rangkuti, M.Psi., Psikolog selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan ilmunya dalam penyempurnaan skripsi ini.

5. Seluruh staf pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara atas ilmu, pengalaman dan nasehat yang telah diberikan dan seluruh staf pegawai atas bantuannya selama masa-masa perkuliahan dan penyusunan skripsi.

6. Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda terutama Bapak Boimin Pama, S.Pd. selaku kepala sekolah SMK serta siswa-siswi SMK Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, atas ketersediaan waktu yang diberikan kepada penulis untuk membantu mengisi kuesioner. Terima Kasih.

7. Adik-adik saya Eva Sari dan Savira Aristi yang selalu menyemangati saya, berbagi suka duka selama hidup, perkuliahan dan penyusunan skripsi.

8. Terima kasih kepada teman-teman seperjuangan angkatan 2010 dan senior-senior yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi, terutama Susi Trisnawaty (2009), Susi Christina Bancin (2009), Sri Rezeki Amalia (2009). Sahabat-sahabat terutama Jilly Chandra, Wieny Delvonia, Caroline Utama, Veronica, Dede Suhendri, Johan Wibawa, Raja Maspin Winata, terima kasih atas waktu yang kita lewati selama masa perkuliahan, membuat tugas, belajar bersama, dan semua kenangan yang tidak terlupakan. Terima kasih juga kepada “my


(6)

panda”, Austin Christian Santoso yang selalu ada disaat saya membutuhkan, selalu menyemangati saya dalam kegalauan saya selama pembuatan skripsi ini.

Akhir kata, saya berharap semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas segala kebaikan saudara-saudara semua. Saya sangat menerima segala saran maupun kritik yang dapat membantu saya agar dapat menjadi lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak orang.

Medan, 12 Juni 2014


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 12

1. Manfaat Teoritis ... 12

2. Manfaat Praktis ... 12

E. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II LANDASAN TEORI A. Sikap ... 14

1. Definisi Sikap ... 14

2. Komponen Sikap ... 15

3. Faktor yang mempengaruhi sikap ... 16

B. Pendidikan Multikultural ... 18

1. Pengertian Pendidikan Multikultural ... 18

2. Pembelajaran Bermuatan Multikultural ... 19

3. Nilai-nilai Pembelajaran Bermuatan Multikultural YPSIM ... 20


(8)

D. Kecerdasan Emosional ... 25

1. Pengertian Kecerdasan Emosional ... 25

2. Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional ... 26

3. Komponen Kecerdasan Emosional ... 28

E. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda (YPSIM) ... 30

F. Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Sikap Siswa dalam Pembelajaran bermuatan multikultural di YPSIM ... 31

G. Hipotesis Penelitian ... 33

BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 34

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 34

C. Populasi, Sampel dan Metode Pengambilan Sampel ... 36

1. Populasi ... 36

2. Metode Pengambilan Sampel ... 37

3. Jumlah Sampel yang digunakan... 38

D. Teknik Pengumpulan Data ... 41

1. Skala Kecerdasan Emosional ... 42

2. Skala sikap siswa dalam pembelajaran bermuatan multikultural .. 43

E. Uji coba Alat Ukur………. ... 51

1. Validitas alat ukur ... 52

2. Uji Reliabilitas ... 52


(9)

1. Uji Validitas ... 53

2. Uji Reliabilitas ... 53

G. Teknik Analisis Data ... 58

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 59

1. Hasil Uji Asumsi ... 59

2. Hasil Utama Penelitian ... 61

3. Deskripsi data penelitian ... 63

B. Pembahasan………... 69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………... 74

B. Saran …... 74

1. Saran Metodologis ... 74

2. Saran Praktis ... 75


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Persebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Kelas ... 39

Tabel 2 : Persebaran Subjek Berdasarkan Agama... 40

Tabel 3 : Persebaran Subjek Berdasarkan Suku ... . 41

Tabel 4 : Bobot Pernyataan Skala yang digunakan ... 46

Tabel 5 : Blueprint skala kecerdasan emosional ... 47

Tabel 6 : Distribusi aitem skala kecerdasan emosional ... 47

Tabel 7 : Blueprint skala sikap siswa dalam pembelajaran bermuatan multikultural ... 49

Tabel 8 : Distribusi aitem skala sikap siswa dalam pembelajaran bermuatan multikultural ... 50

Tabel 9 : Distribusi aitem hasil uji coba skala kecerdasan emosional….. 54

Tabel 10 : Distribusi aitem hasil uji coba skala sikap siswa dalam pembelajaran bermuatan multikultural ... 55

Tabel 11 : Distribusi aitem skala kecerdasan emosional setelah uji coba ... 56

Tabel 12 : Distribusi aitem skala sikap siswa dalam pembelajaran bermuatan multikultural setelah uji coba ... 57

Tabel 13 : Hasil Uji normalitas variabel Kecerdasan Emosional dan Sikap 60 Tabel 14 : Hasil Uji Linearitas Variabel Kecerdasan Emosional dan Sikap 61 Tabel 15 : Hasil Analisis Regresi ... 62

Tabel 16 : Koefisien Analisis Regresi ... 62

Tabel 17 : Kategorisasi Skor Skala Kecerdasan Emosional... 63 Tabel 18 : Kategorisasi Skor Skala Sikap Siswa dalam Pembelajaran


(11)

Bermuatan Multikultural ... 64 Tabel 19 : Skor Empirik dan Skor Hipotetik Skala Kecerdasan Emosional 65 Tabel 20 : Skor Empirik dan Skor Hipotetik Skala Sikap Siswa dalam

Pembelajaran Bermuatan Multikultural ... 65 Tabel 21 : Kategorisasi Skor Skala Kecerdasan Emosional Berdasarkan

Kelas ……….…. ... 66 Tabel 22 : Kategorisasi Skor Skala Sikap Siswa dalam Pembelajaran

Bermuatan Multikultural Berdasarkan Kelas ... 66 Tabel 23 : Kategorisasi Skor Skala Kecerdasan Emosional Berdasarkan

Agama……… ... 67 Tabel 24 : Kategorisasi Skor Skala Sikap Siswa dalam Pembelajaran

Bermuatan Multikultural Berdasarkan Agama ... 67 Tabel 25 : Kategorisasi Skor Skala Kecerdasan Emosional Berdasarkan

Suku……… ... 68 Tabel 26 : Kategorisasi Skor Skala Sikap Siswa dalam Pembelajaran


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Skala Uji Coba Kecerdasan Emosional... 78 Lampiran 2 : Skala Uji Coba Sikap Siswa dalam Pembelajaran

Bermuatan Multikultural ... 84 Lampiran 3 : Skala Kecerdasan Emosional ... 92 Lampiran 4 : Skala Sikap Siswa dalam Pembelajaran Bermuatan

Multikultural ... 97 Lampiran 5 : Reliabilitas Skala Kecerdasan Emosional ... 103 Lampiran 6 : Reliabilitas Skala Sikap Siswa dalam Pembelajaran

Bermuatan Multikultural ... 107 Lampiran 7 : Tabulasi Skor Skala Kecerdasan Emosional ... 113 Lampiran 8 : Tabulasi Skor Skala Sikap Siswa dalam Pembelajaran

Bermuatan Multikultural ... 116 Lampiran 9 : Normalitas Variabel Kecerdasan Emosional dan Sikap


(13)

Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Sikap Siswa Dalam Pembelajaran Bermuatan Multikultural Di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Yayasan

Perguruan Sultan Iskandar Muda (YPSIM)

Venti Ayu Wibawa & Filia Dina Anggaraeni

ABSTRAK

Pembelajaran bermuatan multikultural dialami siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda dalam kegiatan belajar mengajar maupun berinteraksi di dalam lingkungan sekolah. Siswa SMK Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda yang mengalami pembelajaran bermuatan multikultural di sekolahnya pasti memiliki sikap. Ada banyak variabel yang dapat mempengaruhi sikap salah satunya ialah kecerdasan emosional. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh kecerdasan emosional terhadap sikap siswa dalam pembelajaran bermuatan multikultural di SMK Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 70 siswa SMK Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda tahun ajaran 2013/2014. Pengumpulan data dilakukan melalui skala kecerdasan emosional dan skala sikap siswa dalam pembelajaran bermuatan multikultural. Hasil dari penelitian menunjukkan ada pengaruh kecerdasan emosional terhadap sikap siswa dalam pembelajaran bermuatan multikultural di SMK Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda yang signifikan (r = 0.467, p<0.05). Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemahaman mengenai peran kecerdasan emosional dalam diri yaitu dalam mengatur sikap dalam pembelajaran bermuatan multikultural dan dalam berhubungan dengan orang lain. Adapun keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian ini menyebabkan perlunya dilakukan penelitian dan praktek intervensi yang lebih lanjut.


(14)

The effect of Emotional Intelligence towards Students Attitude in Multicultural Learning in SMK Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda (YPSIM)

Venti Ayu Wibawa & Filia Dina Anggaraeni

ABSTRACT

Multicultural learning experienced by SMK students Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda in teaching, learning, and interact with others in school. SMK Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda students who experienced multicultural learning in their school definitely have attitude towards it. There are many variables can influence attitude, one of them is emotional intelligence. This research aims to see the effect of emotional intelligence towards students attitude in multicultural learning in SMK Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda. There are 70 students of SMK Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda 2013/2014 as participants in this research. Data collected by psychology scale, emotional intelligence scale and students attitude in multicultural learning scale. The results show emotional intelligence significant influenced students attitude in multicultural learning in SMK Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda (r = 0.467, p<0.05). By doing this research, be expected role of emotional intelligence in self to set attitude in multicultural learning and in relating with others. However, the limitations of this research needed future research and practical interventions.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya. Kebutuhan akan pendidikan dipenuhi manusia dengan memasuki dunia pendidikan. Melalui pendidikan ia membekali dirinya sehingga mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada. Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, pendidikan non formal, dan pendidikan informal (UU SISDIKNAS, 2003).

Pendidikan formal atau lebih dikenal dengan sistem persekolahan, mempunyai peran dalam menentukan perkembangan potensi manusia secara maksimal, sehingga manusia memiliki ketajaman respon terhadap lingkungannya, keterampilan, intelektual, sehat dan berkehidupan yang baik, mampu berkompetisi, toleran, dapat menghargai pendapat orang lain, koperatif, mempunyai motivasi yang tinggi untuk berprestasi, dan mampu mencapai kebahagiaan hidup. Peran pendidikan formal atau sekolah dalam pembentukan kepribadian manusia ini belum dapat digantikan oleh sistem yang lain (Sutjipto, 2005).


(16)

2

Pendidikan harus diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa sesuai yang dinyatakan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Bab III Pasal 4 (UU SISDIKNAS, 2003). Hal ini sesuai dengan pernyataan Sutjipto (2005) bahwa proses pendidikan multikultural itu dapat berlangsung dalam lembaga pendidikan. Pendidikan multikultural merupakan proses kulturalisasi tentang multikultural. Jika diperhatikan pula bahwa kultur adalah akibat dari interaksi dengan lingkungan, pendidikan itu sendiri sebenarnya adalah proses pembentukan kultur multikultural.

Menurut Banks (dalam YPSIM, 2012) pendidikan multikultural adalah ide, gerakan pembaharuan pendidikan dan proses pendidikan, yang tujuan utamanya adalah merubah struktur lembaga pendidikan supaya siswa baik pria dan wanita, siswa berkebutuhan khusus, dan siswa yang merupakan anggota dari kelompok ras, etnis, dan budaya (kultur) yang bermacam-macam itu akan memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai prestasi. Pendidikan multikultural ini diterapkan pada siswa melalui proses belajar mengajar di sekolah, baik dalam kurikulum, kultur sekolah, kultur kelas, dan guru. Anak didik yang dibiasakan bekerja sama dalam kelompok baik multikultural maupun tidak, akan menyadari bahwa dirinya memiliki kekurangan dan kelebihan. Siswa yang mempunyai kelebihan dengan ikhlas mau membantu mereka yang mempunyai kekurangan. Sebaliknya, mereka yang mempunyai kekurangan dengan rela hati mau belajar dari mereka yang mempunyai kelebihan (YPSIM, 2012). Menurut Djamarah (2010), tidak ada makhluk hidup yang terus menerus berdiri sendiri


(17)

tanpa keterlibatan makhluk lain, langsung atau tidak langsung, disadari atau tidak, makhluk lain itu ikut ambil bagian dalam kehidupan makhluk tertentu.

Siswa yang saling berinteraksi dalam lingkungan sekolah pasti memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Menurut Eggen (2012), orang cenderung curiga terhadap orang-orang yang berbeda dengan mereka. Seperti yang dinyatakan oleh salah seorang siswa SMK YPSIM berikut:

Yah gitulah kak, lebih suka kalo campur yang sama ajah

meskipun di suruh berbaur kan lebih nyaman kalau kayak ginilah sama suku kita ini, pake bahasa daerah kitanya. Biasa juga ada gabung sama yang lain sih kak cuma nggak nyaman nanti mereka pun ngomong pake bahasa mereka sendiri juga yah nggak ngerti juga mereka itu ngomongin kita atau apa”

(Komunikasi personal, H, 17 Tahun, 7 Maret 2013) Konflik keberagaman pun dapat terjadi di sekolah. Hal ini sangat mungkin terjadi karena selama ini keberagaman yang terjadi di keluarga, sekolah atau di masyarakat kurang mendapatkan perhatian, bahkan kurang dikelola dengan baik (Kusmaryani, 2006). Berdasarkan fenomena tersebut, sebenarnya hal penting yang hendaknya dilakukan untuk mencegah konflik akibat keberagaman yaitu dengan pendidikan multikultural, dimana anak belajar memiliki sikap menghargai dirinya sendiri dan orang lain dalam konteks interaksi sosial. Penyelenggaraan ini memerlukan proses dan membutuhkan kerjasama banyak pihak, seperti keluarga, lingkungan sekolah dan masyarakat yang tidak dapat melepaskan diri dari tanggung jawabnya dalam beberapa persoalan yang berkaitan dengan karakter anak (Kusmaryani, 2006).

Pertimbangan-pertimbangan itulah yang sepertinya perlu dikaji dan direnungkan ulang bagi subjek pendidikan di Indonesia. Salah satunya dengan


(18)

4

mengembangkan model pendidikan multikultural. Pendidikan yang mampu mengakomodir perbedaan dalam sebuah wadah yang harmonis, toleran, dan saling menghargai. Inilah yang diharapkan menjadi salah satu pilar kedamaian, kesejahteraan, kebahagian, dan keharmonisan kehidupan masyarakat Indonesia, dengan demikian pendidikan multikultural merupakan respon terhadap perkembangan keragaman populasi sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok (Ibrahim, 2008).

Menghadapi pembelajaran bermuatan multikultural, seorang individu pasti memiliki sikap. Kecenderungan, pandangan, pendapat atau pendirian seseorang untuk menilai suatu objek atau persoalan dan bertindak sesuai dengan penilaiannya dengan menyadari perasaan positif dan negatif dalam menghadapi suatu objek adalah sikap (Azwar, 2000). Terdapat tiga komponen pembentuk sikap, yang terdiri dari kognitif, afektif, dan perilaku (Azwar, 2000). Ketiga komponen tersebut saling berhubungan dan tergantung satu sama lain. Saling ketergantungan tersebut apabila seseorang menghadapi suatu objek tertentu.

Banyak faktor yang mempengaruhi sikap, yaitu pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting (significant others), media massa, institusi/ lembaga pendidikan dan agama, dan faktor emosional. Seperti yang diakui salah satu siswa bahwa pengalaman pribadi mempengaruhi sikapnya, dalam wawancara berikut ini:

“Dulu awal-awal sekolah sih nggak nyaman kak, nggak enak tapi sekarang uda terbiasa dari kelas satu, kelas dua, kelas tiga biasa sama keadaan kalau di sekolah. Lagian juga tiap hari jumpa, tiap hari ngomong kayak komunikasi gitu. Aku bahkan sering denger bahasa daerahnya teman terus belajar dikit-dikit sekarang uda tau


(19)

kadang aku ngerti-ngerti dikit. Bisa dibilang terbiasa jadi enak aja sekarang kak.”

(Komunikasi personal, R, 17 Tahun, 07 Maret 2014) “Sudah sering nyampur kak, jadi sekarang kayak biasa aja.Yah biasa kak kayak aku denger temen ngomong bahasa daerah, kadang aku juga pake bahasa daerah sama teman. Yah seneng bisa saling mengenal perbedaan satu sama lain bisa saling belajar dari perbedaan kita”

(Komunikasi personal, S, 16 Tahun, 09 Desember 2013) Faktor lain yang berperan dalam pembentukan sikap ialah faktor emosional (Azwar, 2010). Menurut Goleman (2006), Emosi adalah pergolakan pikiran, perasaan, nafsu dari setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap. Kecerdasan emosional bertumpu pada hubungan antara perasaan, watak, dan naluri moral yang mencakup pengendalian diri, semangat dan ketekunan, kemampuan menyesuaikan diri, kemampuan memecahkan masalah pribadi, mengendalikan amarah serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri. Dalam proses pembelajaran, individu yang menguasai emosinya memiliki kemampuan beradaptasi sekaligus mampu memahami, sekaligus menguasai permasalahan-permasalahan yang ada (Daud, 2012).

Sikap tidak dapat diamati secara langsung, namun dapat disimpulkan dari cara kita bertindak. Kecerdasan emosional sangat berhubungan dengan sikap seseorang dalam kehidupan secara keseluruhan, mulai dari kehidupan dalam keluarga, pekerjaan, sampai interaksi dengan lingkungan sosialnya. Oleh karena itu kecerdasan emosional berpengaruh pada cara seseorang dalam menyelesaikan masalah di kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan keluarga, pekerjaan, maupun interaksi dengan lingkungan sosialnya (Patton, 1997). Manusia dalam


(20)

6

kehidupan dengan situasi dan kondisi yang kerap berubah dan memiliki berbagai permasalahan harus dapat memecahkan masalah secara fleksibel.

Goleman (2006) menyatakan bahwa keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan permasalahan banyak ditentukan oleh kualitas kecerdasannya. Seseorang yang cerdas dalam mengelola emosinya akan meningkatkan kualitas kepribadiannya. Kecerdasan Emosional dibutuhkan oleh siswa agar siswa dapat mengelola sikap mereka dalam berhubungan dengan orang lain sehingga serasi dengan yang lingkungan harapkan. Hal ini dapat diaplikasikan pada pembelajaran bermuatan multikultural, karena siswa berhubungan dengan orang lain, yang berasal dari berbagai agama, ras, suku, dan status sosial ekonomi yang berbeda.

“Sekelas yah macem-macem kak, beda-beda agama, suku. Biasa aja kak ada aja sih masalahnya namanya juga ada nggak samanya tiap kita, ada yang memang dasarnya malas, ada yang emang agak kurang pinter, ada nggak gitu punya uang. Kadang kalau bagi tugas yang ribet tapi nggak mungkin aku katain orang itu langsung yang ada nanti sakit hati terus PR makin nggak beres jadi kadang aku bantuin aja”

(Komunikasi personal, S, 17 Tahun, 24 Januari 2014) Salah satu lembaga pendidikan yang telah menerapkan hal ini adalah Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda (YPSIM), yang berada di Jl. Tengku Amir Hamzah Pekan I, Gang Bakul, Sunggal, Medan, Sumatera Utara. Yayasan ini didirikan pada tanggal 25 Agustus 1987 oleh dr. Sofyan Tan, memiliki visi untuk mengatasi dua permasalahan sosial negeri ini, yakni kemiskinan dan diskriminasi. Kemiskinan yang menyebabkan warga miskin tidak mampu mengikuti pendidikan di sekolah, juga berbagai konflik yang disebabkan oleh stereotype (prasangka), dan perilaku diskriminasi. Sofyan Tan, selaku pendiri


(21)

pendidikan. YPSIM memutuskan untuk membuka jalur bagi mereka yang tidak mampu secara ekonomi agar dapat bersekolah dengan gratis ataupun murah dengan kualitas baik bagi setiap orang, dan menerapkan pembelajaran yang menghargai kemajemukan (YPSIM, 2012).

Iya kak, sekolah kami kan memang ciri khasnya tidak

membeda-bedakan suku dan agama gitu, terus ya bisa kakak lihat-lihat kalau disekolah kami tuh banyak agama dan sukunya.

(Komunikasi personal, S, 16 Tahun, 09 Desember 2013) Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda (YPSIM) menerapkan pendidikan multikultural dan diimplementasikan dalam setiap aspek yang ada di sekolah. Seperti dalam kurikulum, kultur sekolah, kultur kelas, guru, hingga pihak luar sekolah. Hal ini terbukti dengan adanya fasilitas sekolah berupa materi pelajaran yang diintegrasikan dengan topik multikultural, penyediaan rumah ibadah dan pendopo dari lima agama besar di Indonesia tujuannya untuk menonjolkan kemajemukan di Indonesia dan membiasakan anak didik melihat, menerima, dan menghargai perbedaan di sekitar mereka. (YPSIM, 2012).

Dalam hal ini, peneliti hendak menyoroti pembelajaran bermuatan multikultural yang diterapkan di YPSIM dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran yang memuat nilai-nilai multikultural ke dalam setiap aspek pembelajaran maupun kebijakan sekolah, serta dalam perangkat pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Silabus untuk diterapkan dalam pembelajaran di kelas oleh semua tenaga pendidik di YPSIM. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Abidin (2012), model penyelenggaraan pendidikan multikultur di sekolah dapat dilakukan dengan cara terintegrasi dalam mata


(22)

8

pengintegrasian pendidikan multikultur secara jelas terlihat dalam silabus dan RPP. Melalui cara itu, maka akan terimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas secara kontekstual.

YPSIM menyusun 18 nilai dalam pembelajaran bermuatan multikultural yang dipraktekkan dalam setiap aspek pembelajaran, antara lain: nilai religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif/mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, nasionalisme, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab, kesetaraan gender, dan pluralisme. Nilai-nilai dan indikator inilah yang menjadi acuan bagi setiap guru dalam merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Silabus dalam pembelajarannya. Untuk bisa mengintegrasikan ke dalam pembelajaran, guru perlu melakukan analisis terhadap karakteristik mata pelajarannya, dan juga melihat kondisi yang ada di YPSIM (YPSIM, 2012). Seluruh guru yang mengajar di YPSIM mempraktekkan pendidikan multikultural sebagai landasan untuk merancang kegiatan belajar mengajar.

Pembelajaran bermuatan multikultural dipraktekkan pada setiap jenjang pendidikan di YPSIM, dimulai dari TK, SD, SMP, SMA dan SMK. Pendidikan menengah atas di Indonesia terdapat dua kategori, yaitu SMA (Sekolah Menengah Atas) dan SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) (UU SISDIKNAS, 2003). Kurikulum SMA, siswa akan mendapatkan teori yang akan digabungkan dengan praktek, namun kegiatan praktek hanya sedikit dalam penerapannya. Berbeda halnya dengan SMK, siswa akan diberi teori dan praktek yg memiliki bobot yang sama besar karena lulusan SMK disiapkan untuk siap bekerja. Selama mereka


(23)

sekolah, mereka diberi bekal kemampuan berdasarkan jurusan yang mereka pilih dan ketika lulus, mereka telah siap bekerja atau berwirausaha.

Dalam penelitian ini, peneliti memilih jenjang pendidikan SMK. Berdasarkan pada buku YPSIM (2012), jenjang pendidikan SMK di YPSIM lebih menekankan pembelajaran bermuatan multikultural pada prakteknya berupa diskusi kelompok dengan anggota yang multikultural. Perbandingan dengan siswa SMA yang lebih sering membahas teori daripada praktek langsung dan lebih sering dilakukan secara individual, sesuai dengan pengakuan siswa SMA YPSIM:

“Praktek ada kok kak, kelompok juga ada. Iya kak, sering dibagi guru gitu. Tapi kalau kami masih bisa kerjain di rumah misalnya pas ada tugas kelompok buat PR latihan gitu, langsung bagi tugas aja sih lebih sering terus ngerjain dirumah sendiri-sendiri baru gabungin terakhirnya. Kalo ngerjain sekelompoknya enaknya pas anggota yang dibagi itu mau kerja. Kalau yang nggak enaknya pas anggota yang dibagi ibu itu yang pada males-males gitu. Lagian latihan kan ngerjainnya biasanya masih bisa lihat buku paket kak, nggak susahlah jadi langsung bagi tugas aja. Iya misalnya kan ada tuh nanti ibunya suruh buat latihan dari buku paket, langsung aja bagi berdasarkan nomorlah kerjain masing-masing.

(Komunikasi personal, K, 17 Tahun, 27 Januari 2014)

“Pas latihan kak yang sering ada kelompoknya, kebanyakan guru

yang bagi, kadang kita sendiri bagi juga ada. Misalnya dibuku ada pengertian singkatnya aja atau nggak ada rumusnya, dibagi kelompok terus disuruh cari lebih dalam lagi tentang materi itu. Kebanyakan sih dikasih waktu minimal satu minggu ngerjainnya, cari di net itu banyakan, kita biasanya bagi tugas aja buat cari bahan, terakhir baru gabung. Pernah juga gara-gara gabungin tugas yang udah kita cari smua langsung tapi nggak dibaca-baca lagi ternyata isinya antara aku sama teman aku sama, dimarahin deh. Hahahaha..

(Komunikasi personal, F, 16 Tahun, 27 Januari 2014) Berdasarkan pemaparan diatas, maka peneliti lebih tertarik melakukan penelitian pada jenjang SMK. Dalam praktek pembelajaran bermuatan


(24)

10

multikultural di SMK YPSIM, guru membagi kelompok dengan anggota yang multikultural, baik dari ras, gender, suku, agama, ataupun status sosial ekonomi. Hal ini juga sesuai dengan apa yang diungkapkan siswa SMK YPSIM:

Kelompok kerja kita biasanya dalam praktek kak, kebanyakan

langsung di bagi guru sih biasanya satu kelompok ada lima orang atau enam orang. Iya kak, campur-campur, sengaja taruh yang ranking jelek sama yang ranking bagus jadi satu kelompok. Soalnya kalau disuruh buat sendiri entar ada satu kelompok hampir semua ranking 10 besarnya. Belakangan ini sih banyak tugasnya kelompok, suka-suka gurunya setiap mata pelajaran, jadi

beda-beda orang yang sekelompok setiap mata pelajaran.”

(Komunikasi personal, J, 16 Tahun, 09 Desember 2013) Praktek pembelajaran siswa SMK di YPSIM, siswa diberi tugas dalam bentuk diskusi kelompok, untuk membahas soal-soal yang diberikan oleh guru. Dalam kegiatan ini siswa diarahkan untuk membentuk kelompok yang terdiri dari beraneka ragam suku, agama, ras, dan status sosial. Siswa diharapkan untuk menyelesaikan tugas secara bersama dan membantu siswa lain yang belum memiliki buku referensi untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Nilai multikultural yang dimiliki oleh siswa adalah nilai peduli sosial, pluralisme, kesetaraan gender (YPSIM, 2012).

“Kelompok lebih enak kak, setidaknya kalau kita nggak gitu ngerti yah temen yang lain masih bisalah bantuin. Prakteknya kak, soalnya kita kebanyakan di kelas pun langsung praktekkan. Sama aja sih kak menurut aku, meskipun beda agama atau suku kan kita sama-sama aja dalam kerjain tugas kelompok yang dikasih guru. Selama ini sih aku nggak ngerasa susah buat kerja sama mah temen yang beda suku gitu, saling bantu aja sih menurut akunya.”

(Komunikasi personal, M, 16 Tahun, 27 Januari 2014)

“Yah balik-balik itulah kak masalahnya, mah tau lah gimana kak,

pasti ada tuh yang nggak mau kerja, parah memang. Lebih suka bagi sendiri kelompoknya yang biasanya se-genk jadi ngerjainnya


(25)

pun enak. Soalnya kalau biasanya guru yang bagi kelompoknya

beda agama gitu, nggak nyaman kak.”

(Komunikasi personal, D, 16 Tahun, 09 Desember 2013)

Sebenernya bukan masalah kerja kelompok nggak enak sih kak, cumanya kelompoknya sering dibagi guru, jadi nggak bareng teman maen yang biasa. Kalau boleh milih sih mau milih sendiri kelompoknya. Apalagi kalau gabung sama temen-temen yang nggak mau kerja, biasanya tuh cowoknya yang nggak mau tau apa-apa, maunya terima bersih aja”.

(Komunikasi personal, F, 16 Tahun, 27 Januari 2014) Objek sikap adalah pembelajaran bermuatan multikultural. Pendidikan multikultural pada SMK YPSIM yang dipraktekkan dalam keseluruhan sistem pembelajaran bermuatan multikultural, akan menunjukkan sikap siswa yang baik, jika siswa suka pada kegiatan pembelajaran bermuatan multikultural. Sebaliknya, jika sikap siswa terhadap pembelajaran bermuatan multikultural tidak baik, maka respon positif akan cenderung rendah. Kecerdasan emosional ini jelas sangat dibutuhkan oleh siswa, sebab siswa selalu berhubungan dengan siswa yang berbeda latar belakang budaya dan sifatnya. Perbedaan ini menuntut siswa untuk mengenali perasaan dirinya maupun orang lain.

Berdasarkan pemaparan di atas, perbedaan cenderung menimbulkan adanya rasa curiga seperti prejudice berdasarkan teori yang ada. Namun diakui oleh beberapa siswa bahwa mereka nyaman dan tidak mengalami hal tersebut dengan adanya faktor dalam diri dalam berhubungan dengan orang lain, yang dalam hal ini berhubungan dengan komponen kecerdasan emosional, maka peneliti berniat untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional terhadap sikap siswa dalam pembelajaran bermuatan multikultural di SMK YPSIM.


(26)

12

B. Rumusan Masalah

Melihat adanya fenomena di masyarakat, dimana terdapat sekolah berbasis multikultural, dan sikap siswa SMK dalam praktek pembelajaran bermuatan multikultural akan lebih dapat terlihat karena adanya bobot praktek kerja.

Dengan demikian, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

“Apakah ada pengaruh kecerdasan emosional terhadap sikap siswa dalam pembelajaran bermuatan multikultural di SMK Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah ada pengaruh kecerdasan emosional terhadap sikap siswa dalam pembelajaran bermuatan multikultural di SMK YPSIM.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya bidang psikologi pendidikan dan dapat dipakai sebagai pedoman dalam penelitian lebih lanjut terutama yang berkaitan dengan kecerdasan emosional, sikap dan multikultural.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya pembinaan sikap siswa dalam pembelajaran bermuatan multikultural. Diharapkan dapat memberi sumbangan dan penelitian lebih lanjut.


(27)

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan proposal penelitian ini adalah: BAB I: PENDAHULUAN

Berisi penjelasan mengenai latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan, dan manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II: LANDASAN TEORI

Berisi teori yang digunakan sebagai landasan penelitian. BAB III: METODE PENELITIAN

Berisi penjelasan mengenai metode penelitian yang berisikan tentang identifikasi variabel, definisi operasional variabel, subjek penelitian, alat ukur yang digunakan dan metode analisis data.

BAB IV: HASIL DAN INTERPRETASI DATA

Pada bab ini akan diuraikan tentang gambaran umum dan karakteristik dari subjek penelitian siswa SMK YPSIM serta bagaimana analisa data dilakukan dengan menggunakan analisa statistik dengan bantuan program SPSS versi 17.0 for windows. Kemudian pada bab ini juga akan dibahas mengenai interpretasi data hasil penelitian beserta pembahasan.

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini kesimpulan dari hasil penelitian yang disusun berdasarkan analisa dan interpretasi data serta dilengkapi dengan saran-saran bagi perusahaan dan bagi peneliti lain berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh.


(28)

BAB II

LANDASAN TEORI A. Sikap

1. Definisi Sikap

Sikap adalah kecenderungan, pandangan, pendapat atau pendirian seseorang untuk menilai suatu objek atau persoalan dan bertindak sesuai dengan penilaiannya dengan menyadari perasaan positif dan negatif dalam menghadapi suatu objek (Azwar, 2010). Sikap (attitude) ialah pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan terhadap objek, individu, atau peristiwa. Hal ini mencerminkan bagaimana perasaan seseorang tentang sesuatu (Robbins, 2007).

Menurut Azwar (2010), Sikap dikatakan ialah cara kita suka/ tidak suka terhadap sesuatu hal yang menentukan perilaku kita pada akhirnya. Sikap jika berorientasi kepada respon ialah bentuk dari perasaan, yaitu perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung (Unfavourable) pada sesuatu hal maupun objek. Sikap jika berorientasi kepada kesiapan respon ialah kesiapan dalam merespon terhadap objek atau sesuatu hal dengan cara-cara tertentu, apabila dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki responnya. Sikap yang berorientasi terhadap kesiapan respon ialah pola perilaku, antisipatif untuk menyesuaikan diri dari situasi sosial yang ada. Sikap jika berorientasi kepada skema triadik ialah komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek di lingkungan sekitarnya.


(29)

2. Komponen Sikap

Menurut Robbins (2003), sikap memiliki 3 komponen, yaitu :

a. Kognitif yang dimaksudkan sebagai segmen pendapat atau keyakinan b. Afektif yang dimaksudkan sebagai segmen emosional atau perasaan c. Perilaku yang dimaksudkan sebagai maksud untuk berperilaku dalam

cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu. Struktur sikap terdiri dari 3 (Azwar, 2010), yaitu:

a. Komponen Kognitif

Komponen ini berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, dan keyakinan tentang objek. Hal tersebut berkaitan dengan bagaimana orang mempersepsi objek sikap.

b. Komponen Afektif

Komponen afektif terdiri dari seluruh perasaan atau emosi seseorang terhadap sikap. Perasaan tersebut dapat berupa rasa senang atau tidak senang terhadap objek, rasa tidak senang merupakan hal yang negatif. Komponen ini menunjukkan kearah sikap yaitu positif dan negatif. Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Namun pengertian perasaan pribadi seringkali sangat berbeda perwujudannya bila dikaitkan dengan sikap.


(30)

16

c. Komponen Konatif

Komponen ini merupakan kecenderungan seseorang untuk bereaksi, bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap. Komponen-komponen tersebut di atas merupakan komponen yang membentuk struktur sikap.

Ketiga komponen tersebut saling berhubungan dan tergantung satu sama lain. Saling ketergantungan tersebut apabila seseorang menghadapi suatu objek tertentu, maka melalui komponen kognitifnya akan terjadi persepsi pemahaman terhadap objek sikap. Hasil pemahaman sikap individu mengakui dapat menimbulkan keyakinan-keyakinan tertentu terhadap suatu objek yang dapat berarti atau tidak berarti. Dalam setiap individu akan berkembang komponen afektif yang kemudian akan memberikan emosinya yang mungkin positif dan mungkin negatif. Bila penilaiannya positif akan menimbulkan rasa senang, sedangkan penilaian negatif akan menimbulkan perasaan tidak senang. Akhirnya berdasarkan penilaian tersebut akan mempengaruhi konasinya, melalui inilah akan mendapat diketahui apakah individu ada kecenderungan bertindak dalam bertingkah laku, baik hanya secara lisan maupun bertingkah laku secara nyata. 3. Faktor yang mempengaruhi sikap

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap (Azwar, 2010), antara lain:


(31)

a. Pengalaman pribadi

Dasar pembentukan sikap ialah pengalaman pribadi yang memberikan kesan yang kuat. Melibatkan faktor emosional akan mudah membentuk sikap.

b. Kebudayaan

Sikap juga terbentuk tergantung pada kebudayaan tempat individu dibesarkan.

c. Orang lain yang dianggap penting (Significant Otjhers)

Orang-orang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap perilaku dan opini kita, yang tidak ingin dikecewakan, dan yang berarti khusus seperti orangtua, pacar, suami/isteri, teman dekat, guru, pemimpin. Umumnya individu tersebut akan memiliki sikap yang searah (konformis) dengan orang yang dianggap penting.

d. Media massa

Dalam menyampaikan pesan, media massa cetak dan media massa elektronik membawa pesan-pesan sugestif yang dapat mempengaruhi opini kita. Ketika pesan sugestif yang disampaikan cukup kuat, maka akan memberi dasar afektif pada kita dalam menilai sesuatu hal hingga membentuk suatu sikap.

e. Institusi / Lembaga Pendidikan dan Agama

Institusi yang berfungsi meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman baik dan buruk, salah atau benar,


(32)

18

yang menentukan sistem kepercayaan seseorang hingga ikut berperan dalam menentukan sikap individu.

f. Faktor Emosional

Suatu sikap yang dilandasi oleh emosi yang fungsinya sebagai semacam penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Dapat bersifat sementara ataupun menetap (persisten/tahan lama) seperti prasangka (sikap tidak toleran, tidak fair).

B. Pendidikan Multikultural

1. Definisi Pendidikan Multikultural

Banks (2001) berpendapat bahwa pendidikan multikultural merupakan suatu rangkaian kepercayaan (set of beliefs) dan penjelasan yang mengkaji dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis di dalam membentuk gaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi, kesempatan pendidikan dari individu, kelompok maupun negara.

Pendidikan multikultural adalah ide, gerakan pembaharuan pendidikan dan proses pendidikan, yang tujuan utamanya adalah merubah struktur lembaga pendidikan supaya siswa baik pria dan wanita, siswa berkebutuhan khusus, dan siswa yang merupakan anggota dari kelompok ras, etnis, dan budaya (kultur) yang bermacam-macam itu akan memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai prestasi (Banks, 1993).

Pendidikan multikultural, adalah pendidikan yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai keyakinan, heterogenitas, pluralitas dan keragaman dalam


(33)

masyarakat. Pendidikan multikultural tidak menjadikan semua manusia sebagai manusia yang bermodel sama, berkepribadian sama, berintelektual sama, atau bahkan berkepercayaan yang sama pula (Tilaar, 2003).

Dengan demikian Pendidikan multikultural merupakan respon terhadap perkembangan keragaman populasi di sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok. Dalam dimensi lain pendidikan multikultural merupakan pengembangan kurikulum dan aktifitas pendidikan dengan memperhatikan keragaman yang dimiliki di sekolah.

2. Pembelajaran Bermuatan Multikultural

Pembelajaran bermuatan multikultural yang dimaksud ialah pendidikan multikultural yang secara praktek telah diimplementasikan dan diintegrasikan dalam pembelajaran maupun kebijakan sekolah. Dalam mengimplementasikan konsep pendidikan multikultural secara efektif dalam sistem pembelajaran, sekolah harus memikirkan suatu strategi pendidikan/ persekolahan yang memperhatikan keseluruhan aspek pendidikan, yaitu kebijakan sekolah, kultur sekolah, ciri khas belajar suatu sekolah, bahasa dan dialek suatu sekolah, program konseling/ penyuluhan, prosedur penilaian, materi pengajaran, kurikulum dan mata pelajaran formal yang berhubungan dengan staf sekolah yaitu sikap, persepsi, juga perilaku (YPSIM, 2012).

Kurikulum pendidikan multikultural menurut Smith (dalam YPSIM, 2012) ialah kurikulum yang diposisikan pada empat pendekatan, yaitu :

a. Kurikulum sebagai silabus (curriculum as a body of knowledge to be transmitted)


(34)

20

b. Kurikulum sebagai produk (curriculum as product) c. Kurikulum sebagai proses (curriculum as process) d. Kurikulum sebagai praksis (curriculum as praxis)

Dalam hal ini, fokus diarahkan pada dua pendekatan, yaitu kurikulum sebagai silabus dan kurikulum sebagai proses. Kurikulum sebagai silabus dapat dipahami sebagai sejumlah pernyataan atau pokok bahasan, bahan ajar, dan sejumlah mata pelajaran yang akan dijadikan sebagai bahan dalam proses pembelajaran (YPSIM, 2012). Menurut Smith (dalam YPSIM, 2012), yang dimaksud kurikulum sebagai proses ialah interaksi antara guru, siswa, dan pengetahuan di kelas. Semua yang terjadi dalam proses pembelajaran dan semua yang dilakukan guru dan siswa di kelas adalah kurikulum.

3. Nilai-Nilai Pembelajaran Bermuatan Multikultural YPSIM

Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda yang berbasis multikultural mengembangkan 18 nilai multikultural dalam kegiatan pembelajaran, sebagai berikut (YPSIM,2012) :

a. Religius

Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

b. Jujur

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.


(35)

c. Toleransi

Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. d. Disiplin

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan yang berlaku di sekolah dan di luar sekolah. e. Kerja Keras, Tekun dan Ulet

Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas.

f. Kreatif dan Mandiri

Berpikir dan melakukan sesuatu dengan menggunakan cara yang baru dan inovatif serta sikap yang menunjukkan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan.

g. Demokratis

Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang memberikan kesempatan dan penghargaan yang sama bagi dirinya dan orang lain untuk berekspresi, memberikan pendapat, serta menjalankan hak dan kewajiban, tanpa membedakan suku, agama, ras, gender, status ekonomi, status sosial dan kemampuan khusus.


(36)

22

h. Rasa Ingin Tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.

i. Nasionalisme

Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik bangsa.

j. Menghargai Prestasi

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, mengakui, dan menghormati keberhasilan orang lain.

k. Bersahabat/ Komunikatif

Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerjasama dengan orang lain.

l. Cinta Damai

Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

m. Gemar Membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan manfaat bagi dirinya.


(37)

n. Peduli Lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

o. Peduli Sosial dan Kesejahteraan

Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada warga sekolah dan masyarakat yang membutuhkan.

p. Tanggung Jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap dirinya sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), Negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

q. Kesetaraan Gender

Sikap dan perilaku seseorang untuk tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan dalam hak-hak dan kewajiban dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.

r. Pluralisme

Sikap dan tindakan yang mengakui, memahami dan menghargai perbedaan yang ada yang meliputi suku, ras, agama, gender, status sosial, status ekonomi, kondisi fisik, kemampuan akademis, bahasa.


(38)

24

C. Sikap Dalam Pembelajaran Bermuatan Multikultural

Sikap adalah kecenderungan, pandangan, pendapat, atau pendirian seseorang dalam menilai suatu objek atau persoalan dan bertindak sesuai dengan penilaiannya dengan menyadari perasaan positif dan negatif dalam menghadapi suatu objek. Sikap dikatakan ialah cara kita suka/ tidak suka terhadap sesuatu hal yang menentukan perilaku kita pada akhirnya (Azwar, 2010).

Pembelajaran bermuatan multikultural adalah pendidikan multikultural yang secara praktek diimplementasikan dan diintegrasikan dalam pembelajaran maupun kebijakan sekolah. Pengimplementasian konsep pendidikan multikultural secara efektif dalam sistem pembelajaran, sekolah harus memikirkan suatu strategi pendidikan/ persekolahan yang memperhatikan seluruh aspek pendidikan, yaitu kebijakan sekolah, kultur sekolah, ciri khas belajar suatu sekolah, bahasa dan dialek suatu sekolah, program konseling/ penyuluhan, prosedur penilaian, materi pengajaran, kurikulum dan mata pelajaran formal yang berhubungan dengan staf sekolah yaitu sikap, persepsi, juga perilaku (YPSIM, 2012).

Sikap dalam pembelajaran bermuatan multikultural adalah kecenderungan, pendapat, atau pendirian seseorang dalam menilai pembelajaran bermuatan multikultural. Sikap terdiri dari tiga komponen sikap, yaitu: komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif. Dari segi komponen kognitif, terlihat sejauh mana individu memahami dan percaya dengan pembelajaran bermuatan multikultural. Individu ada yang memiliki pemahaman yang baik mengenai pembelajaran bermuatan multikultural namun ada juga yang kurang memahami pembelajaran bermuatan multikultural. Selain komponen kognitif, terdapat


(39)

komponen afektif. Komponen afektif itu berupa perasaan senang dan tidak senang atau setuju dan tidak setuju. Individu ada yang senang/ suka dengan pembelajaran bermuatan multikultural. Namun, ada yang tidak senang/ tidak suka dengan pembelajaran bermuatan multikultural. Komponen konatif berkaitan dengan kecenderungan berperilaku, kalau individu senang/ setuju maka kecenderungan berperilakunya mendukung/ sesuai dengan pembelajaran bermuatan multikultural, sebaliknya jika individu tidak senang/ tidak setuju maka kecenderungan berperilakunya kurang sesuai dengan yang diharapkan dalam pembelajaran bermuatan multikultural.

D. Kecerdasan Emosional

1. Definisi Kecerdasan Emosional

Istilah kecerdasan emosional pertama kali diucapkan oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire pada tahun 1990 untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Kecerdasan emosional adalah kemampuan khusus untuk membaca perasaan terdalam mereka yang melakukan kontak, dan menangani relasi secara efektif (Meyer, 2011). Menurut Goleman, kecerdasan emosional adalah kecakapan emosional yang meliputi kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri dan memiliki daya tahan ketika menghadapi rintangan, mampu mengendalikan impuls dan tidak cepat merasa puas, mampu mengatur suasana hati dan mampu mengelola kecemasan agar tidak mengganggu kemampuan berpikir, mampu berempati serta berharap. Di samping itu individu


(40)

26

juga mampu membina hubungan yang baik dengan orang lain dan mudah mengenali emosi orang lain dan penuh perhatian.

Dalam suatu permasalahan yang muncul, radar emosi atau fungsi otak limbik, atau otak emosional pada amygdale secara otomatis akan merespon. Namun, respon itu sering tidak terkendali. Pengendalian diri bertujuan agar posisi emosi selalu terjaga dalam posisi stabil dan inilah yang disebut kecerdasan emosional (Agustian, 2009)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah dasar-dasar pembentukan emosi yang mencakup serangkaian keterampilan atau kemampuan kompetensi, kecakapan non-kognitif seperti kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi untuk dapat mengendalikan diri sendiri dan memiliki daya tahan ketika mengahadapi rintangan, mampu mengendalikan impuls dan tidak cepat puas serta mampu mengatur suasana hati, mengelola kecemasan agar tidak mengganggu kemampuan berpikir.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional

Menurut Goleman (2006) faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional meliputi :

a. Faktor yang bersifat bawaan (genetik)

Faktor yang bersifat bawaan genetik misalnya temperamen. Ada 4 temperamen, yaitu penakut, pemberani, periang, pemurung. Anak yang penakut dan pemurung mempunyai sirkuit emosi yang lebih mudah dibangkitkan dibandingkan dengan sirkuit emosi yang dimiliki anak


(41)

pemberani dan periang. Temperamen atau pola emosi bawaan lainnya dapat dirubah sampai tingkat tertentu melalui pengalaman, terutama pengalaman pada masa kanak-kanak. Otak dapat dibentuk melalui pengalaman untuk dapat belajar membiasakan diri secara tepat (anak diberi kesempatan untuk menghadapi sendiri masalah yang ada, kemudian dibimbing menangani kekecewaannya sendiri dan mengendalikan dorongan hatinya dan berlatih empati.

b. Faktor yang berasal dari lingkungan

Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama kita untuk mempelajari emosi, dalam lingkungan yang akrab ini kita belajar begaimana merasakan perasaan kita sendiri dan bagaimana orang lain menanggapi perasaan kita, bagaimana berfikir tentang perasaan ini dan pilihan-pilihan apa yang kita miliki untuk bereaksi, serta bagaimana membaca dan mengungkap harapan dan rasa takut. Pembelajaran emosi bukan hanya melalui hal-hal yang diucapkan dan dilakukan oleh orang tua secara langsung pada anak-anaknya, melainkan juga melalui contoh-contoh yang mereka berikan sewaktu menangani perassaan mereka sendiri atau perasaan yang biasa muncul antara suami dan istri. Ada ratusan penelitian yang memperhatikan bahwa cara orang tua memperlakukan anak-anaknya entah dengan disiplin yang keras atau pemahaman yang empatik, entah dengan ketidakpedulian atau kehangatan, dan sebagainya berakibat mendalam dan permanen bagi kehidupan emosional anak.


(42)

28

3. Komponen Kecerdasan Emosional

Menurut Goleman (2006) kecerdasan emosional terdiri dari lima komponen utama yaitu :

a. Kesadaran Diri

Kesadaran diri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional, para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. Kesadaran diri adalah waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang wasapada maka individu menjadi mudah larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosi.

b. Mengelola Emosi

Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan yang meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan kita. Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang


(43)

ditimbulkannya serta kemampuan utuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan.

c. Memotivasi Diri

Kemampuan untuk bertahan dan terus menerus berusaha menemukan banyak cara demi mencapai tujuan. Ciri-ciri individu yang memiliki kemampuan ini adalah memiliki kepercayaan diri yang tinggi, optimis dalam mengahadapi keadaan yang sulit, cukup terampil dan fleksibel dalam menemukan cara alternatif agar sasaran tercapai, serta cukup mampu memecahkan tugas yang berat menjadi tugas kecil yang mudah dijalankan. Individu yang memiliki keterampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan. d. Mengenali Emosi Orang Lain

Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain.

e. Membina Hubungan Dengan Orang Lain

Mampu menangani emosi orang lain merupakan inti dari membina hubungan dengan orang lain yang merupakan salah satu aspek dari


(44)

30

kecerdasan emosi. Untuk mengatasi emosi orang lain dibutuhkan dua keterampilan emosi yaitu manajemen diri dan empati. Dengan landasan ini, keterampilan berhubungan dengan orang lain akan menjadi matang. Kemampuan seseorang seperti ini memungkinkan seseorang membentuk suatu hubungan untuk menggerakkan dan mengilhami orang lain, membina kedekatan hubungan, meyakinkan, mempengaruhi dan membuat orang lain merasa nyaman.

E. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda (YPSIM)

Menurut Evans (Djojonegoro, 1999) mendefinisikan bahwa pendidikan kejuruan adalah bagian dari sistem pendidikan yang mempersiapkan seseorang agar lebih mampu bekerja pada satu kelompok pekerjaan atau satu bidang pekerjaan daripada bidang pekerjaan lain.

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ialah suatu pendidikan kejuruan sebagaimana ditegaskan dalam penjelasan pada Undang-Undang SISDIKNAS tahun 2003, merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Secara khusus SMK bertujuan menyiapkan peserta didik menjadi manusia yang produktif, mandiri, siap kerja sesuai dengan kompetensinya, dan mampu mengembangkan diri dengan baik. Kurikulum di SMK lebih banyak praktek daripada teori dibandingkan kurikulum SMA yang lebih banyak teori daripada praktek (YPSIM, 2012). Siswa SMK akan diberi teori dan praktek yg memiliki bobot yang sama besar karena lulusan SMK disiapkan untuk siap bekerja. Selama mereka sekolah, mereka diberi bekal


(45)

kemampuan berdasarkan jurusan yang mereka pilih dan ketika lulus, mereka telah siap bekerja atau berwirausaha.

Pada tahun ajaran 2013/2014 SMK Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda memiliki tujuh kelas dengan dua jurusan, yaitu jurusan akuntansi dan jurusan multimedia. Jumlah murid kelas X sampai dengan kelas XII SMK YPSIM ialah 208 siswa. Kelas X Akuntansi A memiliki 28 siswa, kelas X Akuntansi B memiliki 26 siswa, dan kelas X Multimedia memiliki 30 siswa. Kelas XI Akuntansi memiliki 42 orang, kelas XI Multimedia memiliki 23 siswa, dan kelas XII Akuntansi A memiliki 30 siswa, kelas XII Akuntansi B memiliki 29 siswa.

Praktek pembelajaran siswa SMK di YPSIM, siswa dibimbing dan dituntut untuk mengetahui dan mampu menguasai tentang apa yang diajarkan dalam hal pelajarannya. Siswa diberi tugas dalam bentuk diskusi kelompok, untuk membahas soal-soal yang diberikan oleh guru. Dalam kegiatan ini siswa diarahkan untuk membentuk kelompok yang terdiri dari empat siswa dalam setiap kelompok yang berasal dari beraneka ragam suku, agama, ras, dan status sosial. Siswa diharapkan untuk menyelesaikan tugas secara bersama dan membantu siswa lain yang belum memiliki buku referensi untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Nilai multikultural yang dimiliki oleh siswa adalah nilai peduli sosial, pluralisme, kesetaraan gender (YPSIM, 2012).

F. Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Sikap Siswa dalam Pembelajaran bermuatan multikultural di YPSIM

Pendidikan multikultural merupakan ide, gerakan pembaharuan pendidikan dan proses pendidikan, yang tujuan utamanya adalah merubah struktur


(46)

32

lembaga pendidikan agar siswa baik pria dan wanita, siswa berkebutuhan khusus, dan siswa yang merupakan anggota dari kelompok ras, etnis, dan budaya (kultur) yang bermacam-macam itu akan memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai prestasi. Kegiatan pembelajaran bermuatan multikultural yang pasti akan terjadi interaksi antara dua atau lebih individu dan hal ini akan memicu munculnya sikap seseorang. Sikap bisa positif maupun negatif terhadap seseorang atau situasi. Ketika kita memiliki perasaan yang baik pada sesuatu kita cenderung memandangnya dengan sikap positif, namun apabila pikiran kita buruk terhadap sesuatu, kita cenderung memandangnya dengan sikap negatif pula. Jika kita terus menerus bersikap negatif pada seseorang atau situasi, emosi negatif akan menjadi kebal. Dalam hal ini, pemikiran positif sangat diperlukan untuk menjadi kekuatan dalam diri agar tidak terus menerus bersikap negatif dan inilah yang disebut sebagai kecerdasan emosional (Patton, 1997).

Siswa SMK YPSIM mengikuti pembelajaran bermuatan multikultural yang sesuai dengan 18 nilai dalam pembelajaran bermuatan multikultural yang dipraktekkan dalam setiap aspek pembelajaran, antara lain: nilai religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif/mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, nasionalisme, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab, kesetaraan gender, dan pluralisme. Nilai-nilai dan indikator inilah yang menjadi acuan bagi setiap guru dalam merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Silabus dalam pembelajarannya (YPSIM, 2012).


(47)

Dalam sistem pembelajaran bermuatan multikultural berdasarkan RPP yang dirancang di YPSIM, siswa SMK YPSIM pasti memiliki sikap positif pada pembelajaran bermuatan multikultural, namun ada juga siswa yang bersikap negatif. Salah satu alasan kuat mengapa siswa bersikap negatif terhadap pembelajaran bermuatan multikultural dikarenakan adanya perbedaan. Perbedaan inilah yang menuntut siswa untuk mengenali perasaan dirinya maupun orang lain. Kecerdasan emosional dibutuhkan oleh siswa, sebab siswa selalu berhubungan dengan siswa yang berbeda latar belakang budaya dan sifatnya. Kecerdasan emosional berpengaruh pada sikap, dalam mengelola sikap negatif menjadi positif, mengendalikan diri sendiri, memiliki daya tahan ketika menghadapi rintangan, mampu mengatur suasana hati dan mampu mengelola kecemasan agar tidak mengganggu kemampuan berpikir, mampu berempati serta berharap. Di samping itu individu juga mampu membina hubungan yang baik dengan orang lain dan mudah mengenali emosi orang lain. Kecerdasan emosional adalah matematikanya relasi manusia. Koreksi atas kesalahan diri sendiri saat terjadi kesalahan, dan memperhatikan perubahan sikap orang lain, maka hubungan antarmanusia pun meningkat secara gradual sehingga kehidupan menjadi mudah (Meyer, 2011).

G. Hipotesis

Berdasarkan pemaparan di atas maka diajukan hipotesis yaitu ada pengaruh kecerdasan emosional terhadap sikap siswa dalam pembelajaran bermuatan multikultural di SMK Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda.


(48)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

Penelitian mengenai ilmu pengetahuan yang bersifat empiris pada umumnya bertujuan untuk menemukan, mengembangkan atau menguji kebenaran suatu pengetahuan. Sesuai dengan permasalahan penelitian yang telah diuraikan dalam bab I, peneliti ingin melihat pengaruh kecerdasan emosional terhadap sikap siswa dalam pembelajaran bermuatan multikultural. Oleh sebab itu, peneliti menggunakan metodologi penelitian dengan pendekatan kuantitatif korelasional. Bab ini akan membahas mengenai identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan metode pengambilan sampel, metode data dan metode analisis data.

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini variabel yang akan diteliti adalah : 1. Variabel Bebas (X) : Kecerdasan Emosional

2. Variabel Tergantung (Y) : Sikap siswa dalam pembelajaran bermuatan multikultural.

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Kecerdasan Emosional

Skala kecerdasan emosional disusun berdasarkan komponen kecerdasan emosi yaitu kesadaran diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, membina hubungan dengan orang lain yang dikembangkan dari komponen kecerdasan emosi dari Goleman (2006) Kesadaran diri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan atau emosinya sendiri. Mengelola


(49)

emosi maksudnya ialah kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atas selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. Kemampuan ini mencakup mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan utuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan. Memotivasi diri merupakan kemampuan untuk bertahan dalam setiap keadaan dan terus menerus berusaha menemukan banyak cara demi mencapai tujuan. Mengenali emosi orang lain yang dimaksud adalah kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli, dan menunjukkan kemampuan berempati pada orang lain. Membina hubungan dengan orang lain berarti mampu menangani emosi orang lain dengan manajemen diri sendiri dan empati.

Skala ini disusun berdasarkan skala Likert, item terdiri atas pernyataan yang bersifat favourable dan unfavourable, dengan menggunakan kategori respon tingkat kesesuaian yang mempunyai variasi jawaban sebagai berikut: sangat sesuai (SS), sesuai (S), Netral (N), tidak sesuai (TS), sangat tidak sesuai (STS).

Skor tinggi yang diperoleh oleh siswa pada skala kecerdasan emosional menunjukkan subjek memiliki kecerdasan emosional tinggi. Jika skor yang diperoleh rendah menunjukkan subjek memiliki kecerdasan emosional yang rendah.

2. Sikap Siswa dalam Pembelajaran Bermuatan Multikultural

Skala sikap siswa disusun berdasarkan komponen sikap siswa yang dihubungkan dengan 18 nilai pembelajaran bermuatan multikultural YPSIM. Sikap siswa yang diukur didasarkan pada 3 komponen sikap yaitu :


(50)

36

a. Komponen kognitif yaitu persepsi mereka terhadap pembelajaran bermuatan multikultural.

b. Komponen afektif berkaitan dengan apa yang dirasakan terhadap pembelajaran bermuatan multikultural.

c. Komponen konatif menunjukkan kesediaan atau kesiapan untuk bertindak terhadap pembelajaran bermuatan multikultural.

Pembelajaran bermuatan multikultural yang dimaksud ialah nilai-nilai yang diterapkan di YPSIM yaitu: nilai religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, rasa ingin tahu, nasionalisme, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab, kesetaraan gender, dan pluralisme.

Skala ini disusun berdasarkan skala Likert, item terdiri atas pernyataan yang bersifat favourable dan unfavourable, dengan menggunakan kategori respon tingkat kesesuaian yang mempunyai variasi jawaban sebagai berikut: sangat sesuai (SS), sesuai (S), Netral (N), tidak sesuai (TS), sangat tidak sesuai (STS).

Skor tinggi yang diperoleh oleh siswa pada skala sikap menunjukkan subjek memiliki sikap yang positif terhadap pembelajaran bermuatan multikultural. Sedangkan skor rendah menunjukkan subjek memiliki sikap negatif terhadap pembelajaran bermuatan multikultural.

C. Populasi, Sampel dan Metode Pengambilan Sampel 1. Populasi

Populasi pada penelitian ini ialah siswa-siswi kelas X sampai dengan kelas XII SMK Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda Medan yang berjumlah 208


(51)

siswa tahun ajaran 2013/ 2014. SMK YPSIM memiliki tujuh kelas dengan dua jurusan, yaitu jurusan akuntansi dan jurusan multimedia. Kelas X Akuntansi A memiliki 28 siswa, kelas X Akuntansi B memiliki 26 siswa, dan kelas X Multimedia memiliki 30 siswa. Kelas XI Akuntansi memiliki 42 orang, kelas XI Multimedia memiliki 23 siswa, dan kelas XII Akuntansi A memiliki 30 siswa, kelas XII Akuntansi B memiliki 29 siswa.

2. Metode Pengambilan Sampel

Sampel pada penelitian ini berjumlah 70 orang. Teknik sampling yang digunakan ialah simple random sampling. Teknik pengambilan sampel ini dijalankan peneliti melalui rujukan buku metode penelitian praktis karangan Suparmoko (1999). Penggunaan teknik simple random sampling, peneliti memberikan kesempatan yang sama kepada setiap anggota populasi untuk dipilih sebagai sampel. Langkah-langkah pengambilan sampel ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. peneliti mencantumkan kelas dan nomor urut siswa pada setiap potongan-potongan kertas yang berjumlah 208 sesuai dengan jumlah populasi siswa SMK Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda, contohnya X-Multimedia (20).

b. Kemudian peneliti memilih 70 siswa dengan cara acak (random) dengan dan mengambil sebanyak 70 kertas yang berisi kelas dan no urut siswa yang dijadikan sampel.


(52)

38

3. Jumlah Sample yang Digunakan

Tidak ada batasan mengenai jumlah sampel yang harus digunakan dalam sebuah penelitian. Azwar (2010) menyatakan secara tradisional statistika menganggap jumlah sampel lebih dari 60 orang sudah cukup banyak. Sujana mengemukakan enam alasan melakukan sampling adalah karena pertimbangan ukuran populasi, faktor biaya, faktor waktu, percobaan yang sifatnya merusak/mengganggu, faktor kecermatan penelitian, faktor ekonomis. Dalam penelitian ini, peneliti menentukan ukuran sampel minimum dengan tabel Barlett, dan menggunakan taraf signifikansi atau kesalahan 5 % (0,05). Jadi sampel yang diperoleh itu mempunyai kepercayaan 95% terhadap populasi. Maka jumlah sampel yang akan digunakan adalah sebanyak 70 orang siswa SMK YPSIM. Sampel yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 58 orang (82,9%) dan berjenis kelamin laki-laki sebanyak 12 orang (17,1%). Berikut ini adalah gambaran umum subjek penelitian siswa SMK Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda. Berdasarkan jumlah tersebut diperoleh gambaran subjek berdasarkan nama/ inisial, kelas, jenis kelamin, usia, agama, suku.

Subjek penelitian ini berasal dari kelas X sampai kelas XII. Jumlah subjek penelitian kelas X sebanyak 16 orang yang berasal dari tiga kelas berbeda, yaitu kelas X-A Akuntansi sebanyak 7 orang, kelas X-B Akuntansi sebanyak 4 orang, kelas X Multimedia sebanyak 5 orang. Subjek penelitian kelas XI sebanyak 38 orang yang berasal dari dua kelas berbeda, yaitu kelas XI Akuntansi sebanyak 24 orang, kelas XI Multimedia sebanyak 14 orang, dan subjek penelitian kelas XII sebanyak 16 orang yang terdiri dari dua kelas berbeda, yaitu kelas XII-A


(53)

Akuntansi sebanyak 7 orang dan kelas XII-B Akuntansi sebanyak 9 orang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1

Tabel 1. Persebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Kelas

Kelas Frekuensi Persentase

X X-A Akuntansi 7 10

X-B Akuntansi 4 5,7

X Multimedia 5 7,14

XI XI Akuntansi 24 34,29

XI Multimedia 14 20

XII XII-A Akuntansi 7 10

XII-B Akuntansi 9 12,86

Jumlah 7 kelas 70 100

Subjek penelitian dalam penelitian ini memiliki agama yang berbeda. Subjek penelitian yang beragama Islam sebanyak 50 orang, subjek yang beragama Kristen sebanyak 15 orang, subjek beragama Katolik sebanyak 1 orang, subjek beragama Buddha sebanyak 1 orang, dan subjek beragama Hindu ada sebanyak 3 orang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.


(54)

40

Tabel 2. Persebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Agama

Agama Frekuensi Persentase

Islam 50 71,4

Kristen Protestan 15 21,4

Katolik 1 1,4

Buddha 1 1,4

Hindu 3 4,3

Jumlah 70 100

Subjek penelitian ini berasal dari beberapa suku yang berbeda. Subjek penelitian yang memiliki suku Jawa sebanyak 30 orang, subjek penelitian yang memiliki suku Batak sebanyak 13 orang, subjek penelitian yang memiliki suku Melayu 8 orang, subjek penelitian yang memiliki suku Karo 5 orang, subjek penelitian yang memiliki suku Batak Karo 2 orang, subjek penelitian yang memiliki suku Bapak Pak-Pak ada 1 orang, subjek penelitian yang memiliki suku Batak Mandailing sebanyak 1 orang, subjek penelitian yang memiliki suku Mandailing 1 orang, subjek penelitian yang memiliki suku Padang ada 1 orang, subjek penelitian yang memiliki suku Nias sebanyak 1 orang, subjek penelitian yang memiliki suku Aceh ada 1 orang, subjek penelitian yang memiliki suku Tiong Hoa sebanyak 1 orang, subjek penelitian yang memiliki suku Tamil 2 orang, subjek penelitian yang memiliki suku Sikh 1 orang, subjek penelitian yang memiliki suku campuran (Batak/Tiong Hoa/Jawa, Sunda/Jawa) ada 2 orang.


(55)

Untuk setiap subjek yang berjumlah 1 akan dikelompokkan menjadi lain-lain dalam tabel. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Persebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Suku

Suku Frekuensi Persentase

Jawa 30 42,86%

Batak 13 18,57%

Melayu 8 11,43%

Karo 5 7,14%

Batak Karo 2 2,86%

Tamil 2 2,86%

Lain-lain 10 14,26%

Jumlah 70 100%

D. Instrumen/ Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala psikologi. Skala psikologi berupa kumpulan pernyataan mengenai suatu objek sikap. Respon subjek terhadap setiap pernyataan itu dapat disimpulkan arah dan identitas sikap individu tersebut (Azwar, 2010). Peneliti memilih skala psikologi berdasarkan karakteristik sebagai berikut:

a. Stimulusnya berupa pernyataan yang tidak secara langsung mengungkap atribut yang hendak diukur, melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan.


(56)

42

b. Skala psikologi selalu berisi banyak aitem dan kesimpulan akhir sebagai suatu diagnosis baru dapat dicapai apabila semua aitem telah direspon oleh subjek

c. Respon subjek tidak dapat diklasifikasikan sebagai jawaban yang benar atau salah (Azwar, 2010).

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala yang disajikan dalam bentuk pernyataan favorable dan unfavorable dengan 5 alternatif jawaban, yaitu sangat tidak sesuai (STS), tidak sesuai (TS), netral (N), sesuai (S), dan sangat sesuai (SS). Terdapat dua skala dalam penelitian ini yang disusun berdasarkan teori yang digunakan, yaitu:

1. Skala Kecerdasan Emosional

Skala kecerdasan emosional disusun berdasarkan komponen kecerdasan emosi yaitu kesadaran diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, membina hubungan dengan orang lain yang dikembangkan dari komponen kecerdasan emosi dari Goleman (2006) Kesadaran diri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan atau emosinya sendiri. Mengelola emosi maksudnya ialah kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atas selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan utuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan.


(57)

Memotivasi diri merupakan kemampuan untuk bertahan dalam setiap keadaan dan terus menerus berusaha menemukan banyak cara demi mencapai tujuan. Mengenali emosi orang lain yang dimaksud adalah kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli, dan menunjukkan kemampuan berempati pada orang lain. Membina hubungan dengan orang lain berarti mampu menangani emosi orang lain dengan manajemen diri sendiri dan empati.

Skala ini disusun berdasarkan skala Likert, item terdiri atas pernyataan yang bersifat favourable dan unfavourable, dengan menggunakan kategori respon tingkat kesesuaian yang mempunyai variasi jawaban sebagai berikut: sangat sesuai (SS), sesuai (S), Netral (N), tidak sesuai (TS), sangat tidak sesuai (STS).

Skor tinggi yang diperoleh oleh siswa pada skala kecerdasan emosional menunjukkan subjek memiliki kecerdasan emosional tinggi. Jika skor yang diperoleh rendah menunjukkan subjek memiliki kecerdasan emosional yang rendah.

2. Skala Sikap Siswa dalam pembelajaran bermuatan multikultural Skala sikap siswa disusun berdasarkan komponen sikap siswa yang dihubungkan dengan 18 nilai pembelajaran bermuatan multikultural YPSIM. Sikap siswa yang diukur didasarkan pada 3 komponen sikap yaitu :

a. Komponen kognitif yaitu persepsi mereka terhadap pembelajaran bermuatan multikultural.

b. Komponen afektif berkaitan dengan apa yang dirasakan terhadap pembelajaran bermuatan multikultural.


(58)

44

c. Komponen konatif menunjukkan kesediaan atau kesiapan untuk bertindak terhadap pembelajaran bermuatan multikultural.

Pembelajaran bermuatan multikultural yang dimaksud ialah nilai-nilai yang diterapkan di YPSIM yaitu: nilai religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, rasa ingin tahu, nasionalisme, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab, kesetaraan gender, dan pluralisme. Nilai religius yang hendak dicapai dalam hal ini adalah bagaimana sikap dan perilaku siswa dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Nilai jujur yang dimaksud adalah upaya menjadikan siswa sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. Nilai toleransi adalah sikap dan tindakan siswa yang mampu menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

Nilai disiplin mencakup perilaku tertib dan patuh pada berbagai peraturan dan yang berlaku di sekolah dan di luar sekolah. Nilai kerja keras mencakup upaya siswa yang sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas. Nilai kreatif dan mandiri mencakup berpikir dan melakukan sesuatu dengan menggunakan cara yang baru dan inovatif serta tidak mudah bergantung pada orang lain dalam pelaksanaan suatu tugas. Nilai demokratis ditunjukkan oleh cara berpikir, bersikap dan bertindak yang memberikan kesempatan yang sama bagi dirinya dan orang lain dalam berekspresi, memberikan pendapat, menjalankan hak dan kewajiban tanpa membeda-bedakan. Nilai rasa ingin tahu


(1)

Uji Normalitas Skor tes

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

KE Sikap

N 70 70

Normal Parametersa Mean 58.54 161.79 Std. Deviation 7.029 13.017 Most Extreme

Differences

Absolute .089 .063

Positive .089 .037

Negative -.078 -.063

Kolmogorov-Smirnov Z .747 .527

Asymp. Sig. (2-tailed) .632 .944 a. Test distribution is Normal.

Regression

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N Sikap 161.79 13.017 70 KE 58.54 7.029 70

Correlations

Sikap KE Pearson Correlation Sikap 1.000 .467

KE .467 1.000 Sig. (1-tailed) Sikap . .000

KE .000 .

N Sikap 70 70

KE 70 70

Variables Entered/Removedb

Model

Variables Entered

Variables


(2)

1 KEa . Enter a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: Sikap

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson 1 .467a .218 .207 11.593 1.543 a. Predictors: (Constant), KE

b. Dependent Variable: Sikap

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 2552.771 1 2552.771 18.994 .000a

Residual 9139.015 68 134.397 Total 11691.786 69

a. Predictors: (Constant), KE b. Dependent Variable: Sikap

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 111.128 11.706 9.494 .000

KE .865 .199 .467 4.358 .000

a. Dependent Variable: Sikap

Casewise Diagnosticsa Case

Number Std. Residual Sikap Predicted Value Residual 1 -.090 162 163.05 -1.047


(3)

2 -2.023 137 160.45 -23.451 3 .026 172 171.70 .300 4 -.804 152 161.32 -9.316 5 -1.104 139 151.80 -12.798 6 -.417 166 170.83 -4.834 7 -.958 158 169.10 -11.104 8 -.342 166 169.97 -3.969 9 .756 177 168.24 8.762 10 .261 173 169.97 3.031 11 -.809 158 167.37 -9.373 12 -.228 163 165.64 -2.642 13 1.773 181 160.45 20.549 14 -.095 168 169.10 -1.104 15 1.497 183 165.64 17.358 16 1.169 174 160.45 13.549 17 1.171 187 173.43 13.570 18 -.538 162 168.24 -6.238 19 -.268 166 169.10 -3.104 20 -1.125 150 163.05 -13.047 21 -1.062 149 161.32 -12.316 22 .003 170 169.97 .031 23 .285 175 171.70 3.300 24 -3.163 116 152.66 -36.663 25 -.538 162 168.24 -6.238 26 1.127 164 150.93 13.068 27 .427 168 163.05 4.953 28 -1.212 149 163.05 -14.047 29 -.470 155 160.45 -5.451 30 -.689 149 156.99 -7.989 31 1.411 182 165.64 16.358 32 -.419 153 157.85 -4.855 33 .313 171 167.37 3.627 34 .134 162 160.45 1.549


(4)

35 -.666 151 158.72 -7.720 36 1.306 173 157.85 15.145 37 1.525 179 161.32 17.684 38 1.738 178 157.85 20.145 39 .190 154 151.80 2.202 40 .819 176 166.51 9.492 41 -.838 149 158.72 -9.720 42 -.195 153 155.26 -2.259 43 -.792 153 162.18 -9.181 44 .386 158 153.53 4.472 45 .502 168 162.18 5.819 46 -.206 152 154.39 -2.394 47 -.845 142 151.80 -9.798 48 -1.729 143 163.05 -20.047 49 1.225 166 151.80 14.202 50 .082 164 163.05 .953 51 -1.109 145 157.85 -12.855 52 -2.160 138 163.05 -25.047 53 .437 156 150.93 5.068 54 -.372 157 161.32 -4.316 55 -.309 156 159.59 -3.585 56 -.687 162 169.97 -7.969 57 -.556 154 160.45 -6.451 58 .761 171 162.18 8.819 59 .416 167 162.18 4.819 60 .859 173 163.05 9.953 61 .110 160 158.72 1.280 62 .495 161 155.26 5.741 63 1.089 180 167.37 12.627 64 .635 173 165.64 7.358 65 .708 160 151.80 8.202 66 .610 158 150.93 7.068 67 2.157 182 156.99 25.011


(5)

68 .679 164 156.12 7.876 69 .434 175 169.97 5.031 70 -.694 155 163.05 -8.047 a. Dependent Variable: Sikap

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N Predicted Value 150.93 173.43 161.79 6.082 70 Std. Predicted Value -1.784 1.914 .000 1.000 70 Standard Error of Predicted

Value 1.389 3.010 1.896 .498 70

Adjusted Predicted Value 150.09 172.45 161.77 6.090 70 Residual -36.663 25.011 .000 11.509 70 Std. Residual -3.163 2.157 .000 .993 70 Stud. Residual -3.239 2.183 .001 1.007 70 Deleted Residual -38.467 25.607 .016 11.836 70 Stud. Deleted Residual -3.497 2.247 -.002 1.027 70 Mahal. Distance .004 3.665 .986 1.053 70 Cook's Distance .000 .258 .014 .032 70 Centered Leverage Value .000 .053 .014 .015 70 a. Dependent Variable: Sikap


(6)

NPar Tests

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

KE 70 58.54 7.029 46 72


Dokumen yang terkait

Gambaran Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran Bermuatan Multikultural (Studi pada Siswa SMA Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda Medan)

1 23 120

Tingkat Pengetahuan Siswa SMA Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda Sunggal Terhadap Efek dan Bahaya Amfetamin

2 33 75

Multikulturalisme (Studi Etnografi Mengenai Strategi Pendidikan Multikultural di Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda Medan)

8 120 132

Multikulturalisme (Studi Etnografi Mengenai Strategi Pendidikan Multikultural di Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda Medan)

0 0 13

Multikulturalisme (Studi Etnografi Mengenai Strategi Pendidikan Multikultural di Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda Medan)

0 0 1

Multikulturalisme (Studi Etnografi Mengenai Strategi Pendidikan Multikultural di Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda Medan)

0 1 31

Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Sikap Siswa dalam Pembelajaran Bermuatan Multikultural di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda (YPSIM)

0 0 12

BAB II LANDASAN TEORI A. SIKAP 1. Definisi Sikap - Gambaran Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran Bermuatan Multikultural (Studi pada Siswa SMA Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda Medan)

0 1 21

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - Gambaran Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran Bermuatan Multikultural (Studi pada Siswa SMA Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda Medan)

0 0 14

GAMBARAN SIKAP SISWA TERHADAP PEMBELAJARAN BERMUATAN MULTIKULTURAL (STUDI PADA SISWA SMA YAYASAN PERGURUAN SULTAN ISKANDAR MUDA MEDAN)

0 0 12