PEMURNIAN BIOGAS DARI GAS PENGOTOR CO2 DENGAN MENGGUNAKAN BUTIRAN PADAT KALSIUM HIDROKSIDA.

(1)

SKRIPSI

PEMURNIAN BIOGAS DARI GAS PENGOTOR CO2 DENGAN

MENGGUNAKAN BUTIRAN PADAT KALSIUM HIDROKSIDA

Oleh:

I MADE RAI DWIJA ANTARA

1104305031

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS UDAYANA


(2)

(3)

(4)

PEMURNIAN BIOGAS DARI GAS PENGOTOR CO2 DENGAN MENGGUNAKAN BUTIRAN PADAT KALSIUM HIDROKSIDA

Oleh : I Made Rai Dwija Antara

Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Tjokorda Gde Tirta Nindhia, ST, MT Prof. Dr. Ir. I Wayan Surata, M. Erg

ABSTRAK

Biogas merupakan energi terbarukan, gas ini dapat dihasilkan dari kotoran ternak yang terbentuk melalui proses fermentasi dalam kondisi anaerob. Pada pembibitan sapi yang ada di Bali terdapat sekitar 20 sapi, yang kotorannya dapat dimanfaatkan sebagai biogas. Biogas mengandung metana (CH4) sebesar 55.-.75%, karbondioksida (CO2) sebesar 25.-.45%. Kadar CO2 yang tinggi dapat menurunkan nilai kalor dari biogas, sehingga dibutuhkan cara untuk memurnikan biogas dari kandungan karbondioksida (CO2), oleh karena itu kandungan CO2 perlu dihilangkan dengan alat pemurni biogas. Pemurnian biogas yang digunakan pada penelitian ini yaitu kalsium hidroksida (CaOH)2 yang dibilet kemudian dibentuk menjadi butiran padat yang berukuran 16 mesh.

Hasil pengujian dan analisis menunjukkan bahwa proses pemurnian dengan aliran 3 liter/menit menggunakan kalsium hidroksida butiran padat pada massa 100 gram dapat memurnikan biogas 100% sampai aliran biogas ke 15 liter. Pada kalsium hidroksida butiran padat yang massanya 150 gram dapat mengurangi kadar CO2 100% sampai aliran biogas ke 25 liter. Pada kalsium hidroksida butiran padat yang massanya 200 dan 250 gram dapat mengurangi kadar CO2 sampai 100% sampai aliran biogas ke 30 liter.


(5)

BIOGAS PURIFICATION OF GAS IMPURITIES CO2 USED CALCIUM HYDROXIDE SOLID GRANULES

Oleh : I Made Rai Dwija Antara

Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Tjokorda Gde Tirta Nindhia, ST, MT Prof. Dr. Ir. I Wayan Surata, M. Erg

ABSTRACT

Biogas is a renewable energy, this gas can be produced from the manure that is formed through a process of fermentation under anaerobic conditions. In cattle breeding in Bali there are about 20 cows, the manure can be used as biogas. Biogas

contains methane (CH4) at 55 - 75%, carbon dioxide (CO2) at 25 - 45%. High CO2

levels can lower heating value of biogas, and so need a way to purify biogas from

carbon dioxide (CO2), and therefore the CO2 content needs to be eliminated by

means of purifying biogas. Purification of biogas used in this study is calcium

hydroxide (CaOH)2 which billet then formed into solid granules sized 16 mesh.

……….

The test results and analysis show that the purification process with a flow of 3 liters / minute using calcium hydroxide granules on the solid mass of 100 grams can purify biogas biogas flow of 100% up to 15 liters. Calcium hydroxide granules

on the solid mass of 150 grams can reduce CO2 levels of 100% up to 25 liters of

biogas flow. Calcium hydroxide granules on solid mass 200 and 250 grams can

reduce CO2 levels to 100% up to 30 liters of biogas flow.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“PEMURNIAN BIOGAS DARI GAS PENGOTOR CO2 DENGAN

MENGGUNAKAN BUTIRAN PADAT KALSIUM HIDROKSIDA”

Dalam penyusunan skripsi ini penulis tidak sedikit mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Ir. I Ketut Gede Sugita, MT., selaku Ketuan Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Udayana.

2. Bapak Prof. Dr. Tjokorda Gde Tirta Nindhia, ST.,MT., selaku Dosen Pembimbing I dalam penulisan skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. I Wayan Surata, M. Erg, selaku Dosen Pembimbing II dalam penulisan skripsi ini.

4. Bapak Prof. Ir. Ngakan Putu Gede Suardana,MT., PhD., selaku Dosen Pembimbing Akademik.

5. Bapak/Ibu dosen serta staf pegawai Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Udayana.

6. Rekan-rekan Jurusan Teknik Mesin, keluarga dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan mengingat keterbatasan pengetahuan dan referensi yang penulis miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dari berbagai pihak. Sekali lagi penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penulis mohon maaf apabila terdapat kekurangan atau kesalahan dalam penulisan skripsi ini.

Bukit Jimbaran, 20 Februari 2016


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN . ... iii

LEMBAR PERNYATAAN. ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT. ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... ... xi

DAFTAR LAMPIRAN. ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 3

1.3Batasan Masalah ... 3

1.4Tujuan Penelitian ... 4

1.5Manfaat Penelitian ... 4

BAB II LANDASAN TEORI ... 5

2.1Pengertian Biogas ... 5

2.2 Proses Pembentukan Biogas ... 6

2.3 Hidrogen Sulfida. ... 7

2.4 Metana. ... 8

2.5 Karbondioksida ... 9

2.6 Kalsium Hidroksida ... 9

2.6.1 Reaksi kimia dari Ca(OH)2 dan CO2 ... 10

2.6.2 Reaksi kimia dari Ca(OH)2 dan H2S ... 10

BAB III METODE PENELITIAN ... 11

3.1Metode Penelitian……… 11

3.2Variabel Penelitian ………. 11

3.3 Alat dan Bahan Penelitian... 11

3.3.1 Alat penelitian……….. 11

3.3.2 Bahan penelitian………... 13

3.4Pembuatan Pemurni Biogas………... 14

3.5 Instalasi Alat Penelitian. ... 15

3.6 Diagram Alir Penelitian. ... 16

3.7 Metode Pengolahan dan Pengambilan Data ... 17

3.7.1 Pelaksanaan penelitian. 17 3.7.2 Pengolahan data ... 18


(8)

3.9 Hipotesa ... 19

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ... 20

4.1 Data dan Hasil Penelitian. ... 20

4.2 Grafik Penurunan Kadar CO2 Pada Proses Pemurnian Biogas. ... 23

4.2.1 Grafik persentase penurunan kadar CO2. ... 23

BAB V PENUTUP ... 28

5.1 Kesimpulan ... 28

5.2 Saran ... 28


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kalsium Hiroksida Padat ... 10

Gambar 3.1 Timbangan Digital... 11

Gambar 3.2 Volume Meter ... 12

Gambar 3.3 Pompa Udara ... 12

Gambar 3.4 Biogas Gas Detector ... 12

Gambar 3.5 Mesin Ekstruksi ... 13

Gambar 3.6 Kalsium Hidroksida ... 14

Gambar 3.7 Kalsium Hidroksida Telah Dibilet ... 14

Gambar 3.8 Kalsium Hidroksida Butiran Padat ... 14

Gambar 3.9 Rangkaian Instalasi Pemurni Biogas Menggunakan Pemurni….. Kalsium Hidroksida ... 15

Gambar 3.10 Diagram Aliran Penelitian Pemurnian Biogas ... 16

Gambar 4.1 Grafik persentase penurunan kadar CO2 menggunakan pemurniaan biogas kalsium hidroksida butiran padat dengan massa 100 gram. ... 23

Gambar 4.2 Grafik persentase penurunan kadar CO2 menggunakan pemurniaan biogas kalsium hidroksida butiran padat dengan massa 150 gram ... 24

Gambar 4.3 Grafik persentase penurunan kadar CO2 menggunakan pemurniaan biogas kalsium hidroksida butiran padat dengan massa 200 gram ... 24

Gambar 4.4 Grafik persentase penurunan kadar CO2 menggunakan pemurniaan biogas kalsium hidroksida butiran padat dengan massa 250gram ... 25

Gambar 4.5 Grafik persentase penurunan kadar CO2 menggunakan pemurniaan biogas kalsium hidroksida butiran padat dengan massa 100, 150, 200, 250 gram ... 25


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Komposisi Jenis Gas dan Jumlahnya Pada Suatu Unit Biogas ... 6 Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Kadar CO2 . ... 20 Tabel 4.2 Perhitungan Persentase Rata-Rata Penurunan CO2.... 22


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Pemurnian Biogas Menggunakan Kalsium Hidroksida……... Butiran Padat Massa 100 gram………... 31 Lampiran 2 Data Pemurnian Biogas Menggunakan Kalsium Hidroksida……...

Butiran Padat Massa 150 gram……… 32 Lampiran 3 Data Pemurnian Biogas Menggunakan Kalsium Hidroksida……...

Butiran Padat Massa 200 gram………... 33 Lampiran 4 Data Pemurnian Biogas Menggunakan Kalsium Hidroksida……...

Butiran Padat Massa 250 gram………... 34 Lampiran 5 Pembuatan Pemurnian Butiran Padat Kalsium Hidroksida………... 35 Lampiran 6 Foto Persiapan Instalasi Penelitian………..…………... 36 Lampiran 7 Foto Penimbangan dan Spesimen Setelah di Uji………….…………. 37 Lampiran 8 Dokumentasi Pengabdian………... 38


(12)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Energi merupakan salah satu kebutuhan yang utama bagi manusia. Tanpa adanya energi manusia akan sulit mengerjakan pekerjaan sehari-hari itu dikarenakan seluruh aktifitas manusia membutuhkan sumber energi. Energi tersebut digunakan untuk keperluan rumah tangga seperti memasak , penerangan, dan kepentingan yang lebih besar lagi seperti industri serta pengolahan hasil – hasil pertanian. Pemanfaatan sumber energi sudah dilakukan sejak dulu dengan berbagai macam penelitian yang terus menerus mengalami perkembangan. Penelitian - penelitian inovatif terus dikembangkan untuk menemukan sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan dan terjangkau.

Biogas merupakan salah satu jenis energi terbarukan yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan – bahan limbah organik, seperti kotoran ternak, sampah organik, serta bahan-bahan lainnya oleh bakteri metanogenik dalam kondisi anaerob (tanpa oksigen). Secara umum teknologi biogas dapat mengatasi permasalahan melimpahnya kotoran ternak yang tidak dapat di kelola (Wahyuni, 2013).

Perkembangan program sistem pertanian terintegrasi (Simantri) telah diluncurkan oleh Pemerintah Daerah Bali dalam rangka mengoptimalkan sistem pertanian. Implementasi Simantri dimulai sejak tahun 2009 pada sepuluh lokasi percontohan Simantri di tujuh kabupaten. Perkembangan Simantri sejak 2009 sampai dengan 2013 telah mencapai 400 lokasi dari target 1000 lokasi Simantri pada tahun 2018 di sembilan kabupaten/kota (Anugrah dkk., 2014), sehingga Bali memiliki potensi besar dalam pengembangan biogas terutama yang berasal dari limbah peternakan simantri. Teknologi biogas pada simantri dihasilkan dari limbah kotoran 20 ekor sapi. Pengadaan industri biogas di tingkat petani selain menghasilkan gas metana yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar juga menghasilkan pupuk organik sebagai pengganti pupuk kimia yang harganya semakin mahal dan juga dapat digunakan sendiri ataupun dijual kembali sehingga menambah pendapatan.

Kandungan biogas yaitu metana (CH4) sebesar 55.-.75%, karbondioksida (CO2) sebesar 25.-.45%, nitrogen (N2) sebesar 0.-.0,3%, hidrogen (H2) 1.-.5%, hidrogen sulfida (H2S) 0.-.3%, Oksigen (O2) 0,1-0,5% (Fadli dkk. 2013). Kemurnian gas metana (CH4) yang dihasilkan dari


(13)

2

biogas tersebut menjadi pertimbangan yang penting hal ini dikarenakan berpengaruh terhadap nilai kalor atau panas yang dihasilkan. Biogas memiliki nilai kalor sebesar 4800- 6200 kkal/m3 dan gas metana murni memiliki nilai kalor 8900 kkal/m3 (Surono, 2014), sehingga pada biogas perlu dilakukan pemunian terhadap gas pengotor untuk menghasilkan gas metana murni. Menurut Hamidi dkk. (2011) Bila kadar CH4 tinggi maka biogas tersebut akan memiliki nilai kalor yang tinggi, sebaliknya jika kadar CO2 yang tinggi maka akan mengakibatkan nilai kalor rendah.

Sehubungan dengan permasalahan dan potensi dari biogas tersebut maka pada penelitian ini akan mengkaji tentang pemurnian biogas. Hal ini didasarkan pada permasalahan CO2 yang terdapat dalam biogas dapat mengurangi nilai kalor atau panas. Berdasarkan penelitian- penelitian sebelumnya, dari hasil pengujian dan analisis yang telah dilakukan oleh Fadli dkk. (2013) menggunakan metode pengompresian dan pen-dingin pada tabung gas sebagai bahan bakar pengganti gas LPG (Liquified Petroleum Gas) menunjukan bahwa kandungan presentase senyawa dan unsur yang tersimpan pada biogas sebelum dilakukan pemurnian adalah metana 49%, karbondioksida (CO2) 45%, nitrogen (N2) 5%, sedangkan setelah dilakukan pemurnian menggunakan arang aktif dan gram besi kandungannya adalah metana (CH4) 71%, karbondioksida (CO2) 26%, nitrogen (N2) 3%, ini menunjukan terjadinya penurunan kandungan karbondioksida (CO2) sebesar 19% .

Menurut Yamliha dkk. (2013) tentang pengaruh ukuran zeolite berpartikel 60 mesh, 16 mesh dan 5 mesh terhadap penyerapan karbondioksida (CO2) pada aliran biogas. Hasil analisis yang telah dilakukan menunjukan rata-rata penurunan kandungan CO2 yang terbesar terjadi pada zeolite berpartikel 60 mesh yaitu sebesar 3,80% dibandingkan 16 mesh sebesar 2,28% dan 5 mesh sebesar 2,02% yang dikarenakan ukuran partikel lebih kecil mempunyai luas permukaan besar, sehingga penyerapan karbondioksida yang didapatkan lebih besar.

Masyuri dkk. (2013) juga meneliti tentang sistem penyerapan karbondioksida (CO2) pada aliran biogas menggunakan larutan Ca(OH)2 yaitu penurunan persentase CO2 terbesar terjadi pada nozel berpori yaitu 8,904%, sedangkan untuk nozzle besar yaitu sebesar 8,883%. Larutan Ca(OH)2 dapat menurunkan kadar CO2 tapi terlihat dari presentasenya sangat sedikit CO2 yang terikat dikarena pada penelitian menggunakan nozel yang membuat biogas yang direaksikan menjadi gelembung – gelembung udara jadi hanya permukaan dari biogas yang tereaksikan.


(14)

3

Pada penelitian ini penulis menggunakan ide pemurnian kalsium hidroksida yang akan dilakukan proses penggilingan agar kalsium hiroksida mendapatkan bentuk seperti butiran padat yang nantinya aliran biogas dapat berekasi dan menangkap gas CO2 sebagai gas pengotor. Menurut Masyhuri dkk. (2013) kalsium hidroksida dengan rumus kimia Ca(OH)2 dapat mengurangi kadar CO2 dengan reaksi kimia Ca(OH)2 + CO2 CaCO3 + H2O

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dilakukan penelitian pemurnian biogas dari gas pengotor CO2 menggunakan kalsium hidroksida butiran padat untuk menangkap gas

karbondioksida yang terkandung dalam biogas untuk mendapatkan gas metana murni yang dapat digunakan sebagai bahan bakar.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah.

1. Apakah kalsium hidroksida butiran padat dapat menurunkan kadar karbondioksida (CO2) pada aliran biogas ?

2. Berapakah massa kalsium hidroksida butiran padat untuk mengoptimalkan penyerapan karbondioksida (CO2) pada aliran biogas 3 liter/menit?

1.3 Batasan Masalah

Melihat banyaknya permasalahan yang ada agar penelitian ini dapat dilaksanakan lebih terarah tanpa mengurangi ketepatan hasil penelitian, maka perlu di berikan batasan-batasan permasalahan sebagai berikut:

1. Biogas yang digunakan dalam penelitinan ini berasal dari kotoran ternak sapi yang diambil dari digester yang sama yaitu simantri dari Br. Cemadik, Desa Pejeng Kangin, Kecamatan Pejeng , Kabupaten Gianyar .

2. Kecepatan aliran biogas yang digunakan 3 liter /menit.

3. Tabung pipa yang digunakan dalam penelitian ini adalah pipa PVC yang berdiameter 5,08 cm dengan panjang 100 cm.


(15)

4

4. Kalsium hidroksida yang digunakan adalah yang sudah dibilet (digiling) dan berbentuk butiran padat yang massanya sudah ditentukan yaitu 250 gram, 200 gram, 150 gram, dan 100 gram.

5. Butiran padat kalsium hidroksida dibuat seragam dengan ukuran 16 mesh.

1.4Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui kalsium hidroksida butiran padat dapat menurunkan kadar karbondioksida (CO2) pada aliran biogas.

2. Untuk mengetahui berapa massa kalsium hidroksida butiran padat yang dapat mengoptimalkan penyerapan karbondioksida (CO2) pada aliran biogas 3 liter/menit.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan nantinya dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dapat memurnikan kadar gas karbondioksida (CO2) pada biogas dan dapat di pergunakan sebagai bahan bakar untuk rumah tangga maupun mesin motor.

2. Memperoleh bahan bakar alternatif (biogas) yang berkualitas pada sistem perpipaan dan peralatan yang menggunakan sumber energi alternatif biogas.

3. Sebagai informasi pada pengembang dan pemanfaat biogas dalam meningkatkan kualitas biogas baik untuk kebutuhan sendiri maupun keperluan komersial.


(16)

5

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Biogas

Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri yang dapat hidup tanpa oksigen) (Wahyuni, 2013).

Sifat-sifat komponen gas utama tersebut dijelaskan sebagai berikut:

a. CH4 gas yang dipertimbangkan sebagai bahan bakar yang berguna. Gas ini tidak beracun, tidak berbau, dan lebih ringan dari udara.

b. CO2 adalah gas inert yang tidak berwarna, tidak berbau, dan lebih berat dari udara. CO2 merupakan gas yang agak beracun. Konsentrasi CO2 yang lebih tinggi dalam biogas menghasilkan biogas dengan nilai kalori yang rendah. c. H2S suatu gas yang tidak berwarna. Karena lebih berat dari udara H2S ekstra

berbahaya pada tempat-tempat rendah. Pada konsentrasi rendah gas ini memiliki bau khusus seperti telur busuk. Pada konsentrasi tinggi, akan lebih berbahaya karena tidak berbau. Selain itu H2S juga bersifat korosif yang dapat menyebabkan problem dalam proses pembakaran dari biogas.

d. Uap air, walaupun merupakan hasil tidak berbahaya, akan menjadi korosif jika berkombinasi dengan NH3, CO2 dan khususnya H2S dari biogas. Maksimum kandungan air dalam biogas dikembangkan karena temperatur gas. Bila biogas berair jenuh meninggalkan digester, dengan pendinginan akan menghasilkan kondensasi air (Arslan, 2008).

Nilai kalor pada biogas 4800 – 6200 kkal/m3 nilai ini sedikit lebih rendah dari nilai kalor gas metana murni 8900 kkal/m3 (Surono, 2014). Kandungan biogas didominasi oleh gas metana (CH4) yang merupakan hasil sampingan dari proses degradasi bahan organik, seperti kotoran ternak, manusia, sampah, dan sisa-sisa limbah lainnya. Pemanfaatan kotoran ternak selain dapat menghasilkan biogas untuk bahan bakar, juga membantu kelestarian lingkungan dan memperoleh manfaat-manfaat lain seperti pupuk yang baik untuk tanaman, mencegah lalat, dan bau tidak sedap yang berarti ikut mencegah sumber penyakit (Wibowo dkk., 2013).


(17)

6

Komposisi jenis gas dan jumlahnya pada suatu unit biogas dipaparkan pada tabel berikut.

Table 2.1 Komposisi jenis gas dan jumlahnya pada suatu unit biogas

No Komponen %

1 Methana (CH4) 55-75 2 Karbondioksida (CO2) 25-45 3 Nitrogen (N2) 0-0,3

4 Hydrogen (H2) 1-5

5 Hydrogen Sulfida (H2S) 0-3

6 Oksigen (O2) 0,1-0,5

Sumber : (Fadli dkk., 2013)

Konsentrasi kotoran (metana, karbon dioksida, air, hidrogen sulfida, nitrogen, oksigen, amonia, siloxanes dan partikel) tergantung pada komposisi substrat dari mana gas itu berasal. Ketika mengalir keluar dari digester, biogas bersifat jenuh dengan uap air, dan air ini menyebabkan korosi di pipa. Air dapat dihilangkan dengan pendinginan, kompresi, absorpsi atau adsorpsi. Dengan meningkatkan tekanan atau penurunan suhu, air akan kondensat dari biogas dapat dihilangkan. Pendinginan dapat hanya dicapai dengan menanam saluran gas dilengkapi dengan perangkap kondensat dalam tanah. Air juga bisa dihilangkan dengan menggunakan adsorpsi saringan molekuler, SiO2, atau karbon aktif. Bahan ini biasanya diregenerasi dengan pemanasan atau penurunan tekanan (Surata dkk., 2013).

2.2 Proses Pembentukan Biogas

Biogas secara karakteristik fisik merupakan gas, karena itu proses pembentukannya membutuhkan ruangan dalam kondisi kedap atau tertutup agar stabil. Pada prinsipnya biogas terbentuk melalui beberapa proses yang berlangsung dalam ruang yang anaerob atau tanpa oksigen. Proses yang berlangsung secara anaerob dalam tempat tertutup ini juga memberikan keuntungan secara ekologi karena tidak menimbulkan bau yang menyebar kemana-mana (Wahyuni, 2013).


(18)

7

Apabila diuraikan dengan terperinci, secara keseluruhan terdapat tiga proses utama dalam pembentukan biogas, yaitu proses hidrolisis, pengasaman (asidifikasi), dan metanogenesis. Keseluruhan proses ini tidak terlepas dari bantuan kinerja mikroorganisme anaerob.

a. Hidrolisis

Hidrolisis merupakan tahap awal dari proses fermentasi. Tahap ini merupakan penguraian bahan organik dengan senyawa kompleks yang memiliki sifat mudah larut seperti lemak, protein, dan karbohidrat menjadi senyawa yang lebih sederhana. Tahap ini juga dapat diartikan sebagai perubahan struktur dari bentuk polimer menjadi bentuk monomer. Senyawa yang dihasilkan dari proses hidrolisis diantaranya senyawa asam organik, glukosa, etanol, CO2 dan senyawa hidrokarbon lainnya. Senyawa ini akan dimanfaatkan mikroorganisme sebagai sumber energi untuk melakukan aktivitas fermentasi.

b. Pengasaman (Asidifikasi)

Senyawa-senyawa yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan dijadikan sumber energi bagi mikroorganisme untuk tahap selanjutnya, yaitu pengasaman atau asidifikasi. Pada tahap ini bakteri akan menghasilkan senyawa-senyawa asam organik seperti asam asetat, asam propionat, asam butirat, dan asam laktat beserta produk sampingan berupa alkohol, CO2, hydrogen, dan zat ammonia.

c. Metanogenesis

Bakteri metanogen seperti methanococus, methanosarcina, dan methano

bactherium akan mengubah produk lanjutan dari tahap pengasaman menjadi

gas metan, karbondioksida, dan air yang merupakan kamponen penyusun biogas (Wahyuni, 2013).

2.3 Hidrogen Sulfida

Hidrogen sulfida (H2S) merupakan gas pengotor yang terdapat dalam gas-gas komersial. Hidrogen sulfida merupakan gas asam yang berbau dan mematikan serta sangat korosif bagi berbagai jenis logam, sehingga membatasi penggunaannya untuk bahan bakar pada mesin. Hasil pembakaran gas yang mengandung H2S menghasilkan


(19)

8

belerang dan asam sulfat yang sangat korosif terhadap logam. Kandungan H2S mencapai 200 ppm dapat menyebabkan kematian dalam waktu 30 menit. Standar keamanan dan kesehatan memberikan ijin maksimum pada tingkat 20 ppm. Gas hidrogen sulfida (H2S) yang terkandung dalam gas hasil fermentasi mengurangi umur pakai dari system pemipaan pada instalasi yang menggunakan biogas. Gas ini juga beracun dan sangat korosif untuk sebagian besar jenis logam yang terbuat dari besi. Jika Hidrogen sulfida yang terkandung dalam biogas terbakar maka akan berubah menjadi sulphur oksida yang akan menyebabkan korosi pada komponen yang terbuat dari logam dan membuat minyak pelumas mesin menjadi asam jika digunakan misalnya pada mesin CHP (combines heat and power generation). Agar dapat mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh hidrogen sulfida maka gas ini harus dihilangkan atau minimal dikurangi kandungannya (Metty dkk., 2012).

2.4 Metana

Gas metana merupakan senyawa hidrokarbon paling sederhana yang berbentuk gas yang tidak berwarna dan juga tidak berbau dengan rumus kimia CH4. Selain tidak berwarna dan tidak berbau, sifat-sifat lain gas metana antara lain dapat terbakar pada kadar antara 5- 15% , mempunyai berat molekul 16,04 gram/mol dan berat jenis 0,703 N/m3 (specific gravity) 0,554. Dibandingkan dengan gas karbon dioksida (CO2), gas metana dapat menimbulkan pemanasan global yang lebih besar. Selain menimbulkan efek pemanasan yang lebih besar, gas metana juga tidak dapat terserap oleh klorofil tumbuh-tumbuhan sehingga lebih setabil di atmosfir dibanding gas CO2 yang dapat terserap tanaman melalui proses fotosintesis.

Jumlah emisi gas metana ke atmosfer yang berasal dari sumber-sumber alamiah pada saat ini diperkirakan mencapai 208 juta ton pertahunnya. Dari keseluruhan sumber-sumber alamiah yang ada, sumber-sumber dari lahan basah (wetland) merupakan sumber-sumber yang terbesar yang jumlahnya diperkirakan sebanyak 170 juta ton pertahunnya (Juriko, 2013).


(20)

9

1.5Karbondioksida

CO2 adalah zat asam arang yang tidak berwarna, tidak berbau, dan lebih berat dari udara. CO2 merupakan gas yang sedikit beracun. Konsentrasi CO2 yang lebih tinggi dalam biogas menghasilkan biogas dengan nilai kalori yang rendah (Arslan, 2008). Karbon dioksida memiliki berat molekul 44,1 gram/mol dan berat jenis 1,98 N/m3 (specific gravity) sebesar 1,53 dimana berat jenis udara 1,293 N/m3 (specific gravity) sebesar 1 sehingga bisa dikatakan karbon dioksida memiliki berat jenis lebih besar dari udara. (Juriko, 2013).

2.6 Kalsium hidroksida

Kalsium hidroksida adalah senyawa dengan rumus kimia Ca(OH)2 . Kalsium hidroksida dapat berupa kristal tak berwarna atau bubuk putih. Kalsium hidroksida dihasilkan melalui reaksi kalsium oksida (CaO) dengan air (H2O). Ca(OH)2 disebut juga air kapur dan merupakan basa dengan kekuatan sedang. Larutan ini akan menjadi keruh bila dilewatkan karbondioksida (CO2). Hal ini disebakan karena mengendapnya kalsium karbonat (CaCO3) sebagai hasil reaksi larutan kapur dengan karbondioksida. Kalsium oksida (CaO) itu sendiri lebih dikenal dengan sebutan kapur. Senyawa kimia ini berwarna putih dan bersifat basa kristal solid pada suhu. Kapur biasanya dibuat dari dekomposisi thermal bahan baku seperti Kapur Gamping yang mengandung kalsium karbonat (CaCO3), yaitu suatu proses yang disebut dengan proses mengapur atau kapur burning, untuk membebaskan kalsium karbonat dari sebuah molekul karbondioksida (CO2) menjadi kalsium oksida (CaO) (Risnojatiningsih, 2009).

Menurut Risnojatiningsih, (2009) pembentukan Ca(OH)2 mengikuti persamaan sebagai berikut :


(21)

10

2.6.1 Reaksi kimia dari Ca(OH)2 dan CO2

Kandungan karbondioksida (CO2) pada biogas sebesar 25–45% ini merupakan presentase yang cukup besar sehingga biogas memiliki nilai kalor yang lebih rendah dibandingkan dengan gas metana murni. Sehingga kandungan CO2 pada biogas perlu dihilangkan. Kalsium hidroksida dengan rumus kimia Ca(OH)2 dapat bereaksi dengan karbondioksida dengan rumus kimia CO2 menjadi kalsium karbonat dan air dengan rumus kimia CaCO3 dan H2O.

Menurut Masyhuri dkk., (2013) reaksi kimia dari Ca(OH)2 dan CO2 adalah sebagai

berikut :

Ca(OH)2 + CO2 CaCO3 + H2O ………..…… (2.2)

2.6.2 Reaksi kimia dari Ca(OH)2 dan H2S

Kalsium hidroksida dengan rumus kimia Ca(OH)2 dan merupakan

basa dengan kekuatan sedang. Hidrogen sulfida merupakan gas asam yang berbau dan mematikan serta sangat korosif bagi berbagai jenis logam, sehingga membatasi penggunaannya untuk bahan bakar pada mesin (Elnusa, 2015). Kalsium Hidroksida yang merupakan Basa akan bereaksi dengan Hidrogen Sulfida yang bersifat asam yang akan menghasilkan air, kalsium dan Belerang .

Menurut Vivian dkk.,(2002) reaksi kimia dari Ca(OH)2 + H2S adalah sebagai berikut:

Ca(OH)2 + H2S 2H2O + CaS …….……… (2.3)


(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Biogas

Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri yang dapat hidup tanpa oksigen) (Wahyuni, 2013).

Sifat-sifat komponen gas utama tersebut dijelaskan sebagai berikut:

a. CH4 gas yang dipertimbangkan sebagai bahan bakar yang berguna. Gas ini tidak beracun, tidak berbau, dan lebih ringan dari udara.

b. CO2 adalah gas inert yang tidak berwarna, tidak berbau, dan lebih berat dari udara. CO2 merupakan gas yang agak beracun. Konsentrasi CO2 yang lebih tinggi dalam biogas menghasilkan biogas dengan nilai kalori yang rendah. c. H2S suatu gas yang tidak berwarna. Karena lebih berat dari udara H2S ekstra

berbahaya pada tempat-tempat rendah. Pada konsentrasi rendah gas ini memiliki bau khusus seperti telur busuk. Pada konsentrasi tinggi, akan lebih berbahaya karena tidak berbau. Selain itu H2S juga bersifat korosif yang dapat menyebabkan problem dalam proses pembakaran dari biogas.

d. Uap air, walaupun merupakan hasil tidak berbahaya, akan menjadi korosif jika berkombinasi dengan NH3, CO2 dan khususnya H2S dari biogas. Maksimum kandungan air dalam biogas dikembangkan karena temperatur gas. Bila biogas berair jenuh meninggalkan digester, dengan pendinginan akan menghasilkan kondensasi air (Arslan, 2008).

Nilai kalor pada biogas 4800 – 6200 kkal/m3 nilai ini sedikit lebih rendah dari nilai kalor gas metana murni 8900 kkal/m3 (Surono, 2014). Kandungan biogas didominasi oleh gas metana (CH4) yang merupakan hasil sampingan dari proses degradasi bahan organik, seperti kotoran ternak, manusia, sampah, dan sisa-sisa limbah lainnya. Pemanfaatan kotoran ternak selain dapat menghasilkan biogas untuk bahan bakar, juga membantu kelestarian lingkungan dan memperoleh manfaat-manfaat lain seperti pupuk yang baik untuk tanaman, mencegah lalat, dan bau tidak sedap yang berarti ikut mencegah sumber penyakit (Wibowo dkk., 2013).


(2)

Komposisi jenis gas dan jumlahnya pada suatu unit biogas dipaparkan pada tabel berikut.

Table 2.1 Komposisi jenis gas dan jumlahnya pada suatu unit biogas

No Komponen %

1 Methana (CH4) 55-75

2 Karbondioksida (CO2) 25-45

3 Nitrogen (N2) 0-0,3

4 Hydrogen (H2) 1-5

5 Hydrogen Sulfida (H2S) 0-3

6 Oksigen (O2) 0,1-0,5

Sumber : (Fadli dkk., 2013)

Konsentrasi kotoran (metana, karbon dioksida, air, hidrogen sulfida, nitrogen, oksigen, amonia, siloxanes dan partikel) tergantung pada komposisi substrat dari mana gas itu berasal. Ketika mengalir keluar dari digester, biogas bersifat jenuh dengan uap air, dan air ini menyebabkan korosi di pipa. Air dapat dihilangkan dengan pendinginan, kompresi, absorpsi atau adsorpsi. Dengan meningkatkan tekanan atau penurunan suhu, air akan kondensat dari biogas dapat dihilangkan. Pendinginan dapat hanya dicapai dengan menanam saluran gas dilengkapi dengan perangkap kondensat dalam tanah. Air juga bisa dihilangkan dengan menggunakan adsorpsi saringan molekuler, SiO2, atau karbon aktif. Bahan ini biasanya diregenerasi dengan pemanasan atau penurunan tekanan (Surata dkk., 2013).

2.2 Proses Pembentukan Biogas

Biogas secara karakteristik fisik merupakan gas, karena itu proses pembentukannya membutuhkan ruangan dalam kondisi kedap atau tertutup agar stabil. Pada prinsipnya biogas terbentuk melalui beberapa proses yang berlangsung dalam ruang yang anaerob atau tanpa oksigen. Proses yang berlangsung secara anaerob dalam tempat tertutup ini juga memberikan keuntungan secara ekologi karena tidak menimbulkan bau yang menyebar kemana-mana (Wahyuni, 2013).


(3)

Apabila diuraikan dengan terperinci, secara keseluruhan terdapat tiga proses utama dalam pembentukan biogas, yaitu proses hidrolisis, pengasaman (asidifikasi), dan metanogenesis. Keseluruhan proses ini tidak terlepas dari bantuan kinerja mikroorganisme anaerob.

a. Hidrolisis

Hidrolisis merupakan tahap awal dari proses fermentasi. Tahap ini merupakan penguraian bahan organik dengan senyawa kompleks yang memiliki sifat mudah larut seperti lemak, protein, dan karbohidrat menjadi senyawa yang lebih sederhana. Tahap ini juga dapat diartikan sebagai perubahan struktur dari bentuk polimer menjadi bentuk monomer. Senyawa yang dihasilkan dari proses hidrolisis diantaranya senyawa asam organik, glukosa, etanol, CO2 dan senyawa hidrokarbon lainnya. Senyawa ini akan dimanfaatkan mikroorganisme sebagai sumber energi untuk melakukan aktivitas fermentasi.

b. Pengasaman (Asidifikasi)

Senyawa-senyawa yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan dijadikan sumber energi bagi mikroorganisme untuk tahap selanjutnya, yaitu pengasaman atau asidifikasi. Pada tahap ini bakteri akan menghasilkan senyawa-senyawa asam organik seperti asam asetat, asam propionat, asam butirat, dan asam laktat beserta produk sampingan berupa alkohol, CO2, hydrogen, dan zat ammonia.

c. Metanogenesis

Bakteri metanogen seperti methanococus, methanosarcina, dan methano bactherium akan mengubah produk lanjutan dari tahap pengasaman menjadi gas metan, karbondioksida, dan air yang merupakan kamponen penyusun biogas (Wahyuni, 2013).

2.3 Hidrogen Sulfida

Hidrogen sulfida (H2S) merupakan gas pengotor yang terdapat dalam gas-gas komersial. Hidrogen sulfida merupakan gas asam yang berbau dan mematikan serta sangat korosif bagi berbagai jenis logam, sehingga membatasi penggunaannya untuk bahan bakar pada mesin. Hasil pembakaran gas yang mengandung H2S menghasilkan


(4)

belerang dan asam sulfat yang sangat korosif terhadap logam. Kandungan H2S mencapai 200 ppm dapat menyebabkan kematian dalam waktu 30 menit. Standar keamanan dan kesehatan memberikan ijin maksimum pada tingkat 20 ppm. Gas hidrogen sulfida (H2S) yang terkandung dalam gas hasil fermentasi mengurangi umur pakai dari system pemipaan pada instalasi yang menggunakan biogas. Gas ini juga beracun dan sangat korosif untuk sebagian besar jenis logam yang terbuat dari besi. Jika Hidrogen sulfida yang terkandung dalam biogas terbakar maka akan berubah menjadi sulphur oksida yang akan menyebabkan korosi pada komponen yang terbuat dari logam dan membuat minyak pelumas mesin menjadi asam jika digunakan misalnya pada mesin CHP (combines heat and power generation). Agar dapat mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh hidrogen sulfida maka gas ini harus dihilangkan atau minimal dikurangi kandungannya (Metty dkk., 2012).

2.4 Metana

Gas metana merupakan senyawa hidrokarbon paling sederhana yang berbentuk gas yang tidak berwarna dan juga tidak berbau dengan rumus kimia CH4. Selain tidak berwarna dan tidak berbau, sifat-sifat lain gas metana antara lain dapat terbakar pada kadar antara 5- 15% , mempunyai berat molekul 16,04 gram/mol dan berat jenis 0,703 N/m3 (specific gravity) 0,554. Dibandingkan dengan gas karbon dioksida (CO2), gas metana dapat menimbulkan pemanasan global yang lebih besar. Selain menimbulkan efek pemanasan yang lebih besar, gas metana juga tidak dapat terserap oleh klorofil tumbuh-tumbuhan sehingga lebih setabil di atmosfir dibanding gas CO2 yang dapat terserap tanaman melalui proses fotosintesis.

Jumlah emisi gas metana ke atmosfer yang berasal dari sumber-sumber alamiah pada saat ini diperkirakan mencapai 208 juta ton pertahunnya. Dari keseluruhan sumber-sumber alamiah yang ada, sumber-sumber dari lahan basah (wetland) merupakan sumber-sumber yang terbesar yang jumlahnya diperkirakan sebanyak 170 juta ton pertahunnya (Juriko, 2013).


(5)

1.5Karbondioksida

CO2 adalah zat asam arang yang tidak berwarna, tidak berbau, dan lebih berat dari udara. CO2 merupakan gas yang sedikit beracun. Konsentrasi CO2 yang lebih tinggi dalam biogas menghasilkan biogas dengan nilai kalori yang rendah (Arslan, 2008). Karbon dioksida memiliki berat molekul 44,1 gram/mol dan berat jenis 1,98 N/m3 (specific gravity) sebesar 1,53 dimana berat jenis udara 1,293 N/m3 (specific gravity) sebesar 1 sehingga bisa dikatakan karbon dioksida memiliki berat jenis lebih besar dari udara. (Juriko, 2013).

2.6 Kalsium hidroksida

Kalsium hidroksida adalah senyawa dengan rumus kimia Ca(OH)2 . Kalsium hidroksida dapat berupa kristal tak berwarna atau bubuk putih. Kalsium hidroksida dihasilkan melalui reaksi kalsium oksida (CaO) dengan air (H2O). Ca(OH)2 disebut juga air kapur dan merupakan basa dengan kekuatan sedang. Larutan ini akan menjadi keruh bila dilewatkan karbondioksida (CO2). Hal ini disebakan karena mengendapnya kalsium karbonat (CaCO3) sebagai hasil reaksi larutan kapur dengan karbondioksida. Kalsium oksida (CaO) itu sendiri lebih dikenal dengan sebutan kapur. Senyawa kimia ini berwarna putih dan bersifat basa kristal solid pada suhu. Kapur biasanya dibuat dari dekomposisi thermal bahan baku seperti Kapur Gamping yang mengandung kalsium karbonat (CaCO3), yaitu suatu proses yang disebut dengan proses mengapur atau kapur burning, untuk membebaskan kalsium karbonat dari sebuah molekul karbondioksida (CO2) menjadi kalsium oksida (CaO) (Risnojatiningsih, 2009).

Menurut Risnojatiningsih, (2009) pembentukan Ca(OH)2 mengikuti persamaan sebagai berikut :


(6)

2.6.1 Reaksi kimia dari Ca(OH)2 dan CO2

Kandungan karbondioksida (CO2) pada biogas sebesar 25–45% ini merupakan presentase yang cukup besar sehingga biogas memiliki nilai kalor yang lebih rendah dibandingkan dengan gas metana murni. Sehingga kandungan CO2 pada biogas perlu dihilangkan. Kalsium hidroksida dengan rumus kimia Ca(OH)2 dapat bereaksi dengan karbondioksida dengan rumus kimia CO2 menjadi kalsium karbonat dan air dengan rumus kimia CaCO3 dan H2O.

Menurut Masyhuri dkk., (2013) reaksi kimia dari Ca(OH)2 dan CO2 adalah sebagai berikut :

Ca(OH)2 + CO2 CaCO3 + H2O ………..…… (2.2) 2.6.2 Reaksi kimia dari Ca(OH)2 dan H2S

Kalsium hidroksida dengan rumus kimia Ca(OH)2 dan merupakan basa dengan kekuatan sedang. Hidrogen sulfida merupakan gas asam yang berbau dan mematikan serta sangat korosif bagi berbagai jenis logam, sehingga membatasi penggunaannya untuk bahan bakar pada mesin (Elnusa, 2015). Kalsium Hidroksida yang merupakan Basa akan bereaksi dengan Hidrogen Sulfida yang bersifat asam yang akan menghasilkan air, kalsium dan Belerang .

Menurut Vivian dkk.,(2002) reaksi kimia dari Ca(OH)2 + H2S adalah sebagai berikut:

Ca(OH)2 + H2S 2H2O + CaS …….……… (2.3)


Dokumen yang terkait

TUGAS AKHIR Pengembangan Desain Alat Produksi Gas Metana Dari Pembakaran Sampah Organik Dengan Pemurnian Gas Pengembangan Desain Alat Produksi Gas Metana Dari Pembakaran Sampah Organik Dengan Pemurnian Gas Menggunakan Filter Tipe Ganda.

0 0 16

Pemurnian Biogas Dari Gas Pengotor Hidrogen Sulfida (H2S) Dengan Memanfaatkan Limbah Geram Besi Proses Pembubutan.

0 0 12

Pemurnian Biogas dari Gas Pengotor Hidrogen Sulfida (H2S) dengan Memanfaatkan Limbah Geram Besi Proses Pembubutan.

0 0 13

Variasi laju aliran biogas pada sistem pembilasan menggunakan campuran NHOH dan H2O untuk pemurnian biogas dari pengotor CO2.

0 0 8

Variasi Laju Aliran Biogas Pada Sistem Pembilasan Menggunakan Campuran Naoh Dan H2O Untuk Pemurnian Biogas Dari Pengotor CO2.

3 10 15

ADSORPSI CO2 MENGGUNAKAN ZEOLIT SINTETIS 4A: APLIKASI PADA PEMURNIAN PRODUK BIOGAS - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 1

ADSORPSI CO2 MENGGUNAKAN ZEOLIT SINTETIS 4A: APLIKASI PADA PEMURNIAN PRODUK BIOGAS - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 4

ADSORPSI CO2 MENGGUNAKAN ZEOLIT SINTETIS 4A: APLIKASI PADA PEMURNIAN PRODUK BIOGAS - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 11

ADSORPSI CO2 MENGGUNAKAN ZEOLIT SINTETIS 4A: APLIKASI PADA PEMURNIAN PRODUK BIOGAS - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 5

Pemisahan Gas CO2 pada Biogas Menggunakan K2CO3 Berpromotor Glycine dalam Reaktor Packed Column - ITS Repository

1 3 86