Perbedaan Kinerja Saham Perusahaan Keuangan dan Non Keuangan yang Melakukan Initial Publik Offering di Bursa Efek Indonesia Tahun 2001-2011 Berdasarkan Short-Term Underpricing dan Long-Term Underperformance.
TESIS
PERBEDAAN KINERJA SAHAM PERUSAHAAN
KEUANGAN DAN NON KEUANGAN YANG
MELAKUKAN INITIAL PUBLIC OFFERING DI BURSA
EFEK INDONESIA TAHUN 2001-2011 BERDASARKAN
SHORT-TERM UNDERPRICING DAN LONG-TERM
UNDERPERFORMANCE
I GUSTI AYU MADE AGUNG MAS ANDRIANI PRATIWI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
(2)
i
TESIS
PERBEDAAN KINERJA SAHAM PERUSAHAAN
KEUANGAN DAN NON KEUANGAN YANG
MELAKUKAN INITIAL PUBLIC OFFERING DI BURSA
EFEK INDONESIA TAHUN 2001-2011 BERDASARKAN
SHORT-TERM UNDERPRICING DAN LONG-TERM
UNDERPERFORMANCE
I GUSTI AYU MADE AGUNG MAS ANDRIANI PRATIWI NIM 1391662014
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
(3)
ii
PERBEDAAN KINERJA SAHAM PERUSAHAAN
KEUANGAN DAN NON KEUANGAN YANG
MELAKUKAN INITIAL PUBLIC OFFERING DI BURSA
EFEK INDONESIA TAHUN 2001-2011 BERDASARKAN
SHORT-TERM UNDERPRICING DAN LONG-TERM
UNDERPERFORMANCE
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Akuntansi,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
I GUSTI AYU MADE AGUNG MAS ANDRIANI PRATIWI NIM 1391662014
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
(4)
iii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
TANGGAL ……….
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. Dr. I Wyn. Ramantha, SE, MM, Ak., CPA Dr. Md. Gd. Wirakusuma, SE., MSi., Ak. NIP 19590510 199003 1 001 NIP 19651122 199203 1 004
Mengetahui
Ketua Program Studi Magister Akuntansi Direktur Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana, Universitas Udayana
Dr. Dewa Gede Wirama, SE., MSBA., Ak. Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp. S(K) NIP 19641224 199103 1 002 NIP 19590215 198510 2 001
(5)
iv
Tesis ini Telah Diuji pada
Tanggal ……….
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,
No.: ………., Tanggal ………..
Ketua : Prof. Dr. I Wyn. Ramantha, SE, MM, Ak., CPA
Anggota :
1. Prof. Dr. I Ketut Yadnyana, SE., Msi., Ak. 2. Dr. Made. Gede. Wirakusuma, SE., MSi., Ak.
3. Dr. Ni Ketut Rasmini, SE., Msi., Ak
(6)
v
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Nama : I Gusti Ayu Made Agung Mas Andriani Pratiwi Nim : 1391662024
Program Studi : Magister Akuntansi Universitas Udayana
Judul Tesis : Perbedaan Kinerja Saham Perusahaan Keuangan dan Non yang Melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia Tahun 2001-2011 Berdasarkan Short-Term Underpricing dan Long-Term Underperformance
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas dari plagiat.
Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas Republik Indonesia No. 17 Tahun 2010 dan peraturan Perundangan-undangan yang berlaku.
Denpasar, ………... Penulis
(7)
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Dengan memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan Berkah dan Rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan tesis yang berjudul “Perbedaan Kinerja Saham Perusahaan Keuangan dan Non Keuangan yang Melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia Tahun 2001-2011 Berdasarkan Short-Term Underpricing dan
Long-Term Underperformance”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak yang telah meluangkan waktunya dalam penyusunan tesis ini. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rektor Universitas Udayana Bapak Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan di Universitas Udayana.
2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Ibu Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana.
3. Bapak Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE., M.Si, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Udayana.
4. Ibu Prof. Dr. Ni Nyoman Kerti Yasa, SE., M.Si, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi Universitas Udayana.
5. Bapak Dr. A. A. G. P. Widanaputra, SE., MSi., Ak., dan Bapak Dr. I Dewa Nyoman Badera, SE., MSi., masing-masing selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Udayana.
6. Bapak Dr. Dewa Gede Wirama, SE., MSBA., Ak. selaku Ketua Program Studi Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Bapak dan Ibu Dosen, serta seluruh staf yang telah mendidik dan membantu proses penyelesaian tesis ini.
7. Bapak Prof. Dr. I Wayan Ramantha, SE., MM., Ak., CPA selaku Dosen Pembimbing Akademik sekaligus Pembimbing I beserta Bapak Dr. Made Gede Wirakusuma, SE., MSi., Ak. sebagai pembimbing II yang telah berkenan meluangkan waktunya serta dengan sabar telah memberikan bimbingan, masukan, dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
8. Bapak Prof. Dr. I Ketut Yadnyana, SE., Msi., Ak., Ibu Dr. Ni Ketut Rasmini, SE., Msi., Ak., Bapak Dr. Drs. Herkulanus Bambang Suprasto, Msi., Ak. selaku Dosen Penguji, yang telah memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
9. Ayah Drs. I G. N. Darma Diatmika, SE., MM., Ibu Ir. A. A. Ayu Suryaharini, Kakak Gung De, Adik Gung Maya, Gung Cahya, Gung Surya, Gung Yogi, yang
(8)
vii
selalu memberikan motivasi, semangat, dan doa yang tulus selama penulis menempuh kuliah serta dalam proses penyusunan tesis ini.
10.Ganesha Adi Wirya yang telah banyak memberikan motivasi, doa, dan dukungan yang sangat berarti bagi penulis.
11.Rekan-rekan seperjuangan Sherina, Gek Mas, dan rekan-rekan mahasiswa Magister Akuntansi Angkatan XIII, serta semua pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan, kritik, dan saran dalam penulisan tesis ini.
Denpasar, 3 Januari 2016 Penulis
(9)
viii ABSTRAK
PERBEDAAN KINERJA SAHAM PERUSAHAAN KEUANGAN DAN NON KEUANGAN YANG MELAKUKAN INITIAL PUBLIC OFFERING DI BURSA
EFEK INDONESIA TAHUN 2001-2011 BERDASARKAN SHORT-TERM UNDERPRICING DAN LONG-TERM UNDERPERFORMANCE
Pembelian saham perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (IPO) seringkali memberikan keuntungan bagi investor, karena relatif banyak perusahaan yang mengalami underpricing dalam jangka pendek. Fenomena lain yang mungkin terjadi adalah penurunan kinerja (underperformed) pada kinerja jangka panjang saham IPO. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji perbedaan kinerja saham perusahaan keuangan dan non keuangan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2001-2011 berdasarkan short-term underpricing dan long-term
underperformance.
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan keuangan dan non keuangan yang melakukan IPO pada tahun 2001 sampai dengan 2011 di Bursa Efek Indonesia. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Teknik analisis data menggunakan uji beda parametrik Independent Sample t-Test
dan uji beda non parametrik Mann- Whitney U Test.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kinerja saham perusahaan keuangan dan non keuangan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia tahun 2001-2011 berdasarkan short-term underpricing. Namun dalam pengujian berdasarkan long-term underperformance, hasil menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kinerja saham perusahaan keuangan dan non keuangan yang melakukan IPO di BEI pada tahun 2001-2011.
Saran dalam penelitian ini adalah investor sebaiknya menginvestasikan dananya pada saham perusahaan non keuangan pada jangka pendek serta berhati-hati dalam menginvestasikan dananya pada perusahaan keuangan ataupun non keuangan dalam jangka panjang karena keduanya mengalami underperformance. Regulator sebaiknya memperketat regulasi bagi perusahaan keuangan dan non keuangan untuk mengurangi asimetri informasi.
Kata Kunci : Kinerja Saham, Perusahaan Keuangan, Perusahaan Non Keuangan,
(10)
ix ABSTRACT
THE DIFFERENTIAL OF FINANCIAL AND NON FINANCIAL COMPANIES STOCK PERFORMANCE THAT CONDUCTAN INITIAL PUBLIC OFFERING AT THE INDONESIA STOCK EXCHANGE IN 2001-2011 BASED ON THE SHORT-TERM UNDERPRICING AND LONG-TERM
UNDERPERFORMANCE
The purchase of IPO stocks often profitable for some investors because there are many companies experiencing underpricing situation in a short term. In the other hand, underperformed performance can be occured in a long-term IPO stocks performance. The purpose of this research is to investigate the difference in financial and non financial companies stocks performance that conducting an IPO at the Indonesia Stock Exchange in 2001-2011, based on the short-term underpricing and long-term underperformance.
The population in this research are the financial and non financial companies that conducting an IPO in 2001-2011 at the Indonesia Stock Exchange. The sample was collected by using purposive sampling technique. The data analysis technique is different parametric test Independent Sample t-Test and different non parametric test Mann-Whitney U Test.
The research results obtained in this study shows that there are differences infinancial and non financial companies stocks performance that conducting an IPO at the Indonesia Stock Exchange in 2001-2011, based on the short-term underpricing. However, on long-term underperformance, the results shows that there is no difference in their stocks performance.
This research advised investors for invest the funds in stocks of non financial companies at short term and careful in invest the funds to financial or non financial companies in the long term because they had underperformance . Regulators should tighten regulations for the financial and non financial companies to reduce asymmetry information.
Keywords: Stock Performance, Financial Companies, Non Financial Companies, Initial Public Offering (IPO), Underpricing, Underperformance
(11)
x
RINGKASAN PENELITIAN
PERBEDAAN KINERJA SAHAM PERUSAHAAN KEUANGAN DAN NON KEUANGAN YANG MELAKUKAN INITIAL PUBLIC OFFERING DI BURSA
EFEK INDONESIA TAHUN 2001-2011 BERDASARKAN SHORT-TERM UNDERPRICING DAN LONG-TERM UNDERPERFORMANCE
Pasar modal adalah salah satu sarana investasi yang dapat menjawab kebutuhan investor akan keamanan dalam berinvestasi sekaligus berpotensi menghasilkan imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan produk investasi lainnya dengan modal awal yang cukup terjangkau. Investor harus mengatur strategi tertentu dalam pembelian saham yang dapat menguntungkan dalam jangka pendek maupun jangka panjang, mengingat banyaknya saham yang terdaftar di BEI. Salah satu pilihan untuk berinvestasi adalah dengan membeli saham-saham yang dijual pada pasar perdana. Kegiatan perusahaan untuk menjual sahamnya kepada publik melalui pasar modal untuk pertama kalinya disebut sebagai penawaran umum perdana atau yang dikenal sebagai Initial Public Offering (IPO).
Pembelian saham perusahaan yang melakukan IPO seringkali memberikan keuntungan bagi investor, karena relatif banyak perusahaan yang mengalami
underpricing dalam jangka pendek. Fenomena lain, selain underpricing pada jangka
pendek, yang mungkin terjadi adalah penurunan kinerja (underperformed) pada kinerja jangka panjang saham IPO. Berdasarkan Regulation hypothesis, perusahan yang beroperasi pada sektor yang diatur (regulation firm) seharusnya kurang
underpriced dibandingkan dengan perusahaan yang beroperasi di sektor yang tidak
diatur (non regulation firm). Perusahaan keuangan merupakan perusahaan yang banyak menghadapi berbagai aturan yang diterbitkan oleh berbagai lembaga-lembaga yang mengatur sektor keuangan. Apabila pengawasan efektif atau disclosure
informasi relevan, maka underpricing yang diukur dengan abnormal return
perusahan keuangan akan lebih kecil dibandingkan dengan perusahan non keuangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji perbedaan kinerja saham perusahaan keuangan dan non keuangan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2001-2011 berdasarkan short-term underpricing dan long-term
underperformance.
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan keuangan dan non keuangan yang melakukan IPO pada tahun 2001 sampai dengan 2011 di Bursa Efek Indonesia (BEI). Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Setelah dilakukan pemilahan sampel berdasarkan
purposive sampling, maka didapatkan sampel akhir untuk analisis perbedaan
short-term underperformance sebanyak 155 perusahaan dan untuk analisis perbedaan
long-term underperformance sebanyak 134 perusahaan. Pengambilan sampel dilakukan
dengan menggunakan teknik purposive sampling. Teknik analisis data untuk pengujian short-term underpricing menggunakan uji beda non parametrik Mann-
(12)
xi
Whitney U Test dan pengujian berdasarkan long-term underperformance
menggunakan uji beda parametrik Independent Sample t-Test.
Hasil penelitian ini adalah terdapat perbedaan kinerja saham perusahaan keuangan dan non keuangan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2001-2011 berdasarkan short-term underpricing. Hasil perhitungan average
initial return antara perusahaan keuangan dan non keuangan menunjukkan bahwa
perusahaan non keuangan memiliki average initial return yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan keuangan sehingga saham perusahaan non keuangan memiliki tingkat underpricing yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan keuangan. Hasil ini sesuai dengan Regulation Hypothesis yang berasumsi bahwa perusahaan yang beroperasi pada sektor yang diatur (regulation firm)
seharusnya kurang underpricing dibandingkan dengan perusahaan yang beroperasi di sektor yang tidak diatur (non regulation firm).
Hasil penelitian berdasarkan long-term underperformance menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kinerja saham perusahaan keuangan dan non keuangan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2001-2011. Hasil perhitungan Wealth Relative (WR) antara perusahaan keuangan dan non keuangan menunjukkan bahwa saham perusahaan keuangan dan saham perusahaan non keuangan sama-sama mengalami underperformance. Hasil ini sesuai dengan The
Impresario Hypothesis yang berasumsi bahwa initial return yang tinggi dapat
menghasilkan kinerja jangka panjang yang underperformed bagi saham IPO. Namun, Saham perusahaan keuangan memiliki tingkat underperformance yang lebih tinggi dibandingkan dengan saham perusahaan non keuangan. Tingkat underperformance
yang lebih tinggi pada saham perusahaan keuangan dapat disebabkan oleh adanya krisis keuangan global pada tahun 2008 yang berdampak pada sektor keuangan di Indonesia. Turunnya kepercayaan terhadap lembaga keuangan domestik akibat adanya krisis keuangan global pada tahun 2008 juga turut menyebabkan melemahnya harga saham perusahaan keuangan di Indonesia.
Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat perbedaan kinerja saham perusahaan keuangan dan non keuangan yang melakukan IPO di BEI tahun 2001-2011 berdasarkan short-term underpricing. Namun dalam pengujian berdasarkan
long-term underperformance, hasil menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
kinerja saham perusahaan keuangan dan non keuangan yang melakukan IPO di BEI pada tahun 2001-2011.
Saran yang dapat diberikan adalah investor sebaiknya berinvestasi pada perusahaan non keuangan dalam jangka pendek karena saham perusahaan non keuangan memiliki tingkat underpricing yang lebih tinggi dibandingkan dengan saham perusahaan keuangan. Namun, dalam jangka panjang sebaiknya investor lebih berhati-hati dalam menginvestasikan dananya pada perusahaan keuangan dan non keuangan karena kedua jenis perusahaan tersebut cenderung mengalami underperformance. Selain itu regulator sebaiknya memperketat regulasi bagi perusahaan keuangan dan non keuangan agar dapat menekan asimetri informasi.
(13)
xii DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ………. i
PRASYARAT GELAR ………... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ……….... iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ……… iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ……… v
UCAPAN TERIMAKASIH ……… vi
ABSTRAK ………... viii
ABSTRACT ………. ix
RINGKASAN PENELITIAN ………. x
DAFTAR ISI ………..…….. xii
DAFTAR TABEL ……… xv
DAFTAR GAMBAR ………... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ……… xvii
BAB I PENDAHULUAN ……… 1
1.1 Latar Belakang ………. 1
1.2 Rumusan Masalah ………... 8
1.3 Tujuan Penelitian ………... 8
1.4 Manfaat Penelitian ………... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………... 11
2.1 Landasan Teori ……….. 11
2.1.1 Teori Kontinjensi ………... 11
2.1.2 Asymetry Information Theory……… 12
2.1.3 The Impresario Hypothesis……….... 13
2.1.4 Penawaran Umum Perdana (Initial Public Offering)…….. 14
2.1.5 Alasan Perusahaan Melakukan Penawaran Umum ……… 15
2.1.6 Keuntungan Penawaran Umum ……… 16
2.1.7 Kerugian Penawaran Umum ……….. 17
2.1.8 Saham ………. 18
2.1.9 Kinerja Saham ……… 19
2.1.10 Return Saham ………. 21
2.1.11 Efisiensi Pasar Modal ………. 23
2.1.12 Underpricing……….. 25
(14)
xiii
2.2 Hasil Penelitian Sebelumnya ……….. 26
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 31 3.1 Kerangka Berpikir ……….………. 31
3.2 Konsep Penelitian ……….. 36
3.3 Hipotesis Penelitian ……… 36
3.3.1 Fenomena Short-Term Underpricing………. 36
3.3.2 Fenomena Long-Term Underperformance………. 40
BAB IV METODE PENELITIAN ………... 43
4.1 Rancangan Penelitian ………. 43
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ……….. 45
4.3 Penentuan Sumber Data ………. 45
4.3.1 Jenis Data ……… 45
4.3.2 Sumber Data ………... 46
4.4 Metode Penentuan Sampel ………. 46
4.5 Variabel Penelitian ………. 48
4.5.1 Identifikasi Variabel ………... 48
4.5.2 Definisi Operasional Variabel ……… 49
4.6 Prosedur Penelitian ………. 51
4.7 Analisis Data ……….. 55
4.7.1 Analisis Statistik Deskriptif ……… 55
4.7.2 Analisis Perbedaan Fenomena Short-Term Underpricing dan Long-Term Underperformance ……….. 55
4.7.3 Uji Normalitas ……….... 56
4.7.4 Uji Beda Parametrik Independent Sample T-Test……….. 56
4.7.5 Uji Beda Non Parametrik Mann-Whitney U Test………... 57
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 58
5.1 Hasil ……… 58
5.1.1 Deskripsi Sampel ……… 58
5.1.2 Analisis Statistik Deskriptif ……… 58
5.1.3 Analisis Perbedaan Fenomena Short-Term Underpricing.. 61
5.1.4 Uji Normalitas Data Perusahaan yang Mengalami Underpricing……….. 62
5.1.5 Uji Beda Non Parametrik Mann-Whitney U Test……….. 63 5.1.6 Analisis Perbedaan Fenomena Long-Term
(15)
xiv
Underperformance………. 64
5.1.7 Uji Normalitas Data Perusahaan yang Mengalami Underperformance………. 66
5.1.8 Uji Beda Parametrik Independent Sample t-Test………… 67
5.2 Pembahasan Hasil Penelitian ……..……… 68
5.2.1 Perbedaan Kinerja Saham Perusahaan Keuangan danNon Keuangan Berdasarkan Short-Term Underpricing………. 68
5.2.2 Perbedaan Kinerja Saham Perusahaan Keuangan dan Non Keuangan Berdasarkan Long-Term Underperformance…. 71 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ……….…. 76
6.1 Simpulan ………. 76
6.2 Saran ……… 77
DAFTAR PUSTAKA ………. 79
(16)
xv
DAFTAR TABEL
Halaman 4.1 Pengambilan Sampel Berdasarkan Purposive Sampling dalam
Analisis Perbedaan Short-Term Underpricing……….. 47 4.2 Pengambilan Sampel Berdasarkan Purposive Sampling dalam
Analisis Perbedaan Long-Term Underperformance………. 48 5.1 Hasil Uji Statistik Deskriptif ……… 59 5.2 Perbedaan Average First-Day Return Saham Perusahaan Keuangan
dan Non Keuangan yang Mengalami Short-Term Underpricing …. 61 5.3 Hasil Uji Normalitas Data Perusahan Keuangan yang Mengalami
Underpricing………. 63
5.4 Hasil Uji Normalitas Data Perusahaan Non Keuangan yang
Mengalami Underpricing……….. 63 5.5 Hasil Uji Beda Non ParametrikMann-Whitney U Test Perusahaan
yang Mengalami Underpricing………. 64 5.6 Perbedaan WR Saham Perusahaan Keuangan dan Non Keuangan
yang Mengalami Long-Term Underperformance………. 65 5.7 Hasil Uji Normalitas Data Perusahaan Keuangan yang Mengalami
Underperformance……… 66
5.8 Hasil Uji Normalitas Data Perusahaan Non Keuangan yang
Mengalami Underperformance………. 66 5.9 Hasil Uji Beda Parametrik Independent Sample t-Test Perusahaan
(17)
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman 3.1 Kerangka Berpikir Penelitian ……….... 35 3.2 Konsep Penelitian ……….. 36
(18)
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Data Perusahaan yang Melakukan IPO pada tahun 2001-2011 ………. 85 2 Data Kinerja Saham Perusahaan Keuangan dalam Jangka Pendek …... 94 3 Data Kinerja Saham Perusahaan Keuangan dalam Jangka Pendek yang
Mengalami Underpricing………... 95 4 Data Kinerja Saham Perusahaan Non Keuangan dalam Jangka Pendek 96 5 Data Kinerja Saham Perusahaan Non Keuangan dalam Jangka Pendek
yang Mengalami Underpricing……….. 100 6 Data Kinerja Saham Perusahaan Keuangan dalam Jangka Panjang ….. 104 7 Data Kinerja Saham Perusahaan Keuangan dalam JangkaPanjang yang
Mengalami Underperformance……… 106 8 Data Kinerja Saham Perusahaan Non Keuangan dalam Jangka Panjang 108 9 Data Kinerja Saham Perusahaan Non Keuangan dalam Jangka Panjang
yang Mengalami Underperformance………. 114 10 Uji Statistik Deskriptif ………... 118 11 Uji Normalitas Data Perusahaan Keuangan yang Mengalami
Underpricing……….. 119
12 Uji Normalitas Data Perusahaan Non Keuangan yang Mengalami
Underpricing……….. 120
13 Uji Normalitas Data Perusahaan Keuangan yang Mengalami
Underperformance………. 121
14 Uji Normalitas Data Perusahaan Non Keuangan yang Mengalami
Underperformance………. 122
15 Uji Beda Non Parametrik Mann-Whitney U Test Perusahaan Keuangan dan Non Keuangan yang Mengalami Underpricing……….. 123 16 Uji Beda Parametrik Independent Sample t-Test Perusahan Keuangan
(19)
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Umumnya setiap orang mempunyai keinginan untuk memperoleh keuntungan dan pendapatan yang lebih besar pada masa yang akan datang. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan berinvestasi. Masyarakat yang mempunyai dana berlebih dapat mengelola dana tersebut dengan memilih investasi yang dirasa menguntungkan dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Investasi pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang (Halim, 2005). Investasi mempunyai manfaat yang besar bagi seseorang, diantaranya adalah untuk melindungi kekayaan (aset) terhadap pengaruh inflasi, mendapatkan keuntungan yang lebih besar di masa yang akan datang, dan mengantisipasi ketidakpastian pendapatan dimasa yang akan datang. Besarnya manfaat yang dapat dirasakan dari investasi mengakibatkan masyarakat semakin peduli mengenai pentingnya berinvestasi.
Pasar modal adalah salah satu sarana investasi yang dapat menjawab kebutuhan investor akan keamanan dalam berinvestasi sekaligus berpotensi menghasilkan imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan produk investasi lainnya dengan modal awal yang cukup terjangkau. Rata-rata tingkat imbal hasil investasi di pasar saham dan produk turunannya secara statistik masih yang tertinggi dibandingkan produk investasi lainnya seperti obligasi pemerintah, emas, dan
(20)
2
deposito dalam rentang waktu dari tahun 2010 sampai dengan 5 September 2014 (www.idx.co.id).
Pasar modal dalam hal ini mencakup pasar perdana (Primary Market) dan pasar sekunder (Secondary Market). Pasar perdana adalah pasar dimana untuk pertama kalinya efek baru dijualkepada investor oleh perusahaan yang mengeluarkan efek tersebut. Tujuan yang ingin dicapai melalui pasar perdana adalah emiten mendapatkan dana sebesar jumlah saham yang ditawarkan. Saham yang dikeluarkan di pasar perdana selanjutnya diperjualbelikan antar investor melalui pasar sekunder. Aktivitas di pasar sekunder dilakukan oleh masyarakat dengan bantuan jasa pialang. Tujuan utama dari pasar ini adalah menyelenggarakan perdagangan saham yang sudah ada di tangan investor, sehinggainvestor yang ingin menjual dan atau membeli sejumlah saham dapat terlaksana (Handayani, 2008).
Investor harus mengatur strategi tertentu dalam pembelian saham yang dapat menguntungkan dalam jangka pendek maupun jangka panjang, mengingat banyaknya saham yang terdaftar di BEI. Salah satu pilihan untuk berinvestasi adalah dengan membeli saham-saham yang dijual pada pasar perdana. Kegiatan perusahaan untuk menjualsahamnya kepada publik melalui pasar modal untuk pertama kalinya disebut sebagai penawaran umum perdana atau yang dikenal sebagai Initial Public Offering
(IPO). Perusahaan yang melakukan IPO mengharapkan prospek perusahaan yang semakin baik karena melalui IPO, perusahaan dapat menghimpun dana dari masyarakat dan selanjutnya perusahaan dapat mengelola dana tersebut secara optimal.
(21)
3
Kinerja perusahaan sebelum IPO merupakan informasi bagi investor mengenai pertumbuhan kinerja perusahaan berikutnya sesudah perusahaan melakukan IPO. Investor berharap bahwa kinerja perusahaan sesudah IPO dapat dipertahankan atau bahkan dapat lebih ditingkatkan sehingga investor memperoleh keuntungan dari pembelian saham perusahaan yang melakukan IPO tersebut.
Pembelian saham perusahaan yang melakukan IPO seringkali memberikan keuntungan bagi investor, karena relatif banyak perusahaan yang mengalami
underpricing. Underpricing menunjukkan bahwa sebenarnya harga saham pada
waktupenawaran perdana relatif lebih rendah dibanding pada saat diperdagangkan di pasar sekunder. Harga saham yang dijual pasar perdana pada saat perusahaan melakukan IPO, ditentukan berdasarkan kesepakatan antara perusahaan emiten dan penjamin emisi (underwriter), sedangkan harga yang terjadi di pasar sekunder ditentukan oleh mekanisme pasar yang telah ada melalui kekuatan permintaan dan penawaran saham tersebut di pasar modal. Apabila penentuan harga saham pada saat IPO lebih rendah dibandingkan dengan harga yang terjadi di pasar sekunder di hari pertama, maka terjadi underpricing (Kim, et al, 1995).
Kondisi underpricing merugikan untuk perusahaan yang melakukan go public
karena dana yang diperoleh dari publik tidak maksimal. Sebaliknya apabila terjadi
overpricing, maka investor akan merugi, karena mereka tidak menerima initial return
(return awal). Initial return adalah keuntungan yang didapat pemegang saham karena
perbedaan harga saham yang dibeli di pasar perdana dengan harga jual saham yang bersangkutan di pasar sekunder. Pemilik perusahaan menginginkan agar
(22)
4
meminimalisasi situasi underpricing, karena terjadinya underpricing akan menyebabkan transfer kemakmuran dari pemilik kepada para investor (Beatty, 1989). Fenomena underpricing terjadi di berbagai pasar modal di seluruh dunia karena adanya asimetri informasi. Asimetri informasi bisa terjadi antara emiten dan penjamin emisi, maupun antar investor. Ernyan dan Husnan (2002) menyatakan bahwa underpriced yang terjadi merupakan kesepakatan antara emiten dengan penjamin emisi untuk melindungi diri dari tuntutan hukum di kemudian hari apabila harga saham sampai jatuh dan menimbulkan kerugian bagi investor tersebut.
Salah satu upaya untuk mengurangi adanya asimetri informasi adalah dengan melakukan penerbitan prospektus oleh perusahaan, yang berisi informasi dari perusahaan yang bersangkutan. Informasi yang tercantum dalam prospektus terdiri dari informasi yang sifatnya keuangan dan non keuangan. Informasi yang dimuat dalam prospektus akan membantu investor dalam membuat keputusan yang rasional mengenai resiko nilai saham sesungguhnya yang ditawarkan emiten (Kim, et al, 1995).
Penelitian terkait underpricing telah dihasilkan oleh sejumlah peneliti. Salah satunya diungkapkan Ritter (1991) bahwa harga saham penawaran perdana akan cenderung mengalami underpricing yang ditandai dengan return yang positif. Fenomena lain, selain underpricing pada jangka pendek, yang mungkin terjadi adalah penurunan kinerja (underperformed) pada kinerja jangka panjang saham IPO. Ritter (1991) mengungkapkan bahwa fenomena underpricing pada jangka pendek akan diikuti dengan fenomena lainnya, yaitu undeperformance pada jangka panjang. Hal
(23)
5
tersebut diindikasikan dengan kinerja saham IPO yang berada di bawah kinerja pasar. Kedua fenomena tersebut, yaitu fenomena underpricing dan underperformance, juga mungkin terjadi pada saham-saham perusahaan di Indonesia yang terdaftar pada pasar modal.
Penelitian yang telah dilakukan di beberapa negara, menunjukkan bahwa harga saham pada saat penawaran perdana ditetapkan terlalu rendah atau banyak yang mengalami underpricing. Underpricing tersebut akan memberikan return yang positif
(outperformed) ketika dijual di pasar sekunder dalam jangka pendek, tetapi dalam
jangka panjang, saham-saham tersebut mengalami penurunan kinerja atau mengalami
underperformed (Aggarwal et al., 1993 dalam Karsana, 2009). Penelitian mengenai
kinerja saham IPO di Indonesia dilakukan oleh Prastiwi dan Kusuma (2001) atas 78 saham perusahaan yang melakukan IPO di Indonesia mulai bulan Maret 1994 sampai Maret 1997. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa pada umumnya harga saham tersebut dalam jangka pendek menghasilkan return yang positif (mengalami underpricing) dan dalam jangka panjang kinerja saham tersebut memberikan return yang negatif (mengalami underperformed).
Kecenderungan terjadinya underperformance pada saham suatu perusahaan mengakibatkan investor perlu menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menginvestasikan dananya agar tidak mengalami kerugian. Investor perlu memantau laporan keuangan dari perusahaan secara berkala dan melihat pergerakan saham, sehingga investor dapat dengan cepat memperoleh informasi serta mengambil keputusan untuk langkah yang akan ditempuh selanjutnya.
(24)
6
Tinic (1998) dalam Ernyan dan Husnan (2002), menjelaskan bahwa perusahan yang beroperasi pada sektor yang diatur (regulation firm) seharusnya kurang
underpriced dibandingkan dengan perusahaan yang beroperasi di sektor yang tidak
diatur (non regulation firm). Hal ini berdasarkan Regulation hypothesis yang menjelaskan bahwa peraturan pemerintah dimaksudkan untuk mengurangi asymetric
information antara pihak manajemen dengan pihak luar termasuk para calon investor.
Perusahaan keuangan merupakan perusahaan yang banyak menghadapi berbagai aturan yang diterbitkan oleh berbagai lembaga-lembaga yang mengatur sektor keuangan. Monitoring yang dilakukan oleh lembaga keuangan itu diharapkan akan memperkecil ketidakpastian harga saham di masa yang akan datang. Apabila pengawasan efektif atau disclosure informasi relevan, maka underpricing yang diukur dengan abnormal return perusahan keuangan akan lebih kecil dibandingkan dengan perusahan non keuangan.
Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, dalam penelitian ini akan menggali lebih dalam mengenai kinerja saham perusahaan yang melakukan IPO di Indonesia berdasarkan short-term underpricing dan long-term underperformance. Pengujian kinerja saham dalam penelitian ini didasari pula oleh pendekatan teori kontingensi yang menduga adanya perbedaan kinerja saham antara perusahaan dengan jenis industri berbeda, dimana dalam penelitian ini mempergunakan perusahaan keuangan dan non keuangan yang melakukan IPO di BEI pada tahun 2001-2011.
(25)
7
Penelitian ini ingin menguji kembali sekaligus mengembangkan penelitian yang dilakukan oleh Widhawati dan Panjaitan (2013), dimana sebelumnya penelitian ini juga melakukan replikasi atas penelitian Duque dan Almeida (2000) yang melakukan penelitian mengenai fenomena underpricing dan underperformance jika dilihat berdasarkan perbedaan struktur kepemilikan perusahaannya di Portugal dalam jurnalnya yang berjudul Ownership Structure and Initial Public Offering in Small
Economies-the Case of Portugal. Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa saham
perusahaan milik negara yang melakukan IPO lebih menguntungkan untuk investasi jangka pendek dibandingkan dengan pada saham perusahaan swasta. Berdasarkan jangka panjang, penelitian ini menemukan bahwa ada perbedaan underperformance
yang signifikan antara saham perusahaan milik negara dan milik swasta, dimana saham perusahaan milik swasta memiliki kecenderungan performa yang lebih baik daripada saham perusahan milik negara.
Penelitian ini ingin melanjutkan penelitian mengenai tema yang serupa, namun mempergunakan perusahaan keuangan dan non keuangan. Selain itu, periode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, yaitu tahun 2001–2011. Pemilihan periode 2001-2011 dikarenakan penelitian ini ingin melakukan pengujian dengan menggunakan jangka waktu sepuluh tahun sesuai dengan penelitian sebelumnya, serta karena penelitian ini menguji kinerja saham jangka pendek dengan periode amatan pada saat terjadinya IPO dan kinerja jangka panjang dengan periode amatan satu, dua, dan tiga tahun setelah IPO.
(26)
8
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagi investor jangka pendek dan jangka panjang dalam menentukan kebijakan investasinya. Fokus penelitian ini adalah perbedaan kinerja saham perusahaan keuangan dan non keuangan berdasarkan short-term underpricing dan long-term underperformance
serta melihat apakah terdapat perbedaan di antara kedua jenis perusahaan tersebut. Secara lebih spesifik, diamati lebih lanjut perbedaan kinerja saham perusahaan keuangan dan non keuangan yang melakukan IPO di BEI pada tahun 2001-2011 berdasarkan short-term underpricing dan long term underperformance.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1) Apakah terdapat perbedaan kinerja saham perusahaan keuangan dan non keuangan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2001-2011 berdasarkan short-term underpricing?
2) Apakah terdapat perbedaan kinerja saham perusahaan keuangan dan non keuangan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2001-2011 berdasarkan long-term underperformance?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
(27)
9
1) Untuk memberi bukti empiris mengenai perbedaan kinerja saham perusahaan keuangan dan non keuangan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2001-2011 berdasarkan short-term underpricing.
2) Untuk memberi bukti empiris mengenai perbedaan kinerja saham perusahaan keuangan dan non keuangan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2001-2011 berdasarkan long-term underperformance.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah: 1) Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah kajian empiris mengenai teori kontingensi yang mendasari adanya dugaan bahwa terdapat perbedaan kinerja saham antara perusahaan dengan jenis industri berbeda, dimana dalam penelitian ini mempergunakan perusahaan keuangan dan non keuangan. Perbedaan kinerja saham tersebut akan diuji berdasarkan
short-term underpricing dengan pendekatan teori asimetri informasi yang
berasumsi bahwa terdapat asimetri informasi antara perusahaan, penjamin emisi (underwriter), dan investor serta pengujian berdasarkan long-term
underperformance dengan pendekatan the impresario hypothesis yang berasumsi
bahwa initial return yang tinggi mampu menghasilkan kinerja jangka panjang yang underperformance bagi saham IPO. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat dalam memperluas pengetahuan dan wawasan bagi
(28)
10
mahasiswa serta dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang mengadakan penelitian dalam ruang lingkup yang sama.
2) Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan yang dibutuhkan bagi investor, terlebih investor yang termasuk dalam golongan
risk averse, sehingga penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk
tetap menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pembuatan keputusan investasi yang akan dilakukan. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi regulator mengenai regulasi yang diterapkan pada perusahaan keuangan dan non keuangan, sehingga dapat mengurangi terjadinya asimetri informasi.
(29)
11 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori 2.1.1 Teori Kontingensi
Teori kontingensi muncul sebagai jawaban atas pendekatan universalistic
yang membantah bahwa desain pengendalian yang optimal dapat diterapkan dalam perusahaan secara keseluruhan. Teori kontingensi memberikan perhatian lebih terhadap dampak lingkungan, struktur, dan strategi informasi apabila ingin mendapatkan hasil yang maksimal dari organisasi.
Pendekatan kontingensi menarik minat para peneliti karena mereka ingin mengetahui apakah tingkat keandalan suatu sistem pengendalian akan selalu berpengaruh sama pada setiap kondisi atau tidak (Istanti, 2013). Berdasarkan teori kontingensi maka terdapat faktor situasional lain yang mungkin akan saling berinteraksi dalam suatu kondisi tertentu.
Penelitian ini ingin menguji adanya dugaan bahwa terdapat perbedaan kinerja saham antara perusahaan dengan jenis industri berbeda melalui pendekatan kontingensi, dimana dalam penelitian ini mempergunakan perusahaan keuangan dan non keuangan yang melakukan IPO di BEI pada tahun 2011. Perbedaan kinerja saham tersebut akan diuji berdasarkan short-term underpricing serta long-term
(30)
12
Regulation hypothesis menjelaskan bahwa peraturan pemerintah dimaksudkan
untuk mengurangi asymetric information antara pihak manajemen dengan pihak luar termasuk para calon pemodal. Perusahaan keuangan merupakan perusahaan yang banyak menghadapi berbagai aturan yang diterbitkan oleh berbagai lembaga-lembaga yang mengatur sektor keuangan. Monitoring yang dilakukan oleh lembaga keuangan itu diharapkan akan memperkecil ketidakpastian harga saham di masa yang akan datang. Apabila pengawasan efektif atau disclosure informasi relevan, maka
underpricing yang diukur dengan abnormal return perusahan keuangan akan lebih
kecil dibandingkan dengan perusahan non keuangan.
2.1.2. Asymetry Information Theory
Asymetry Information Theory adalah suatu keadaan dimana terdapat informasi
yang tidak sama atau seimbang baik dari segi kualitas maupun kuantitas, antara informasi yang dimiliki oleh pihak dalam perusahan (emiten) dan pihak luar (investor). Menurut Baron (1982) dalam Karsana (2009), asimetri informasi disebabkan adanya perbedaan informasi yang dimiliki oleh pihak-pihak yang terlibat dalam penawaran perdana, yaitu emiten dan underwriter. Underwriter memiliki informasi yang lebih baik tentang pasar modal, sedangkan pihak emiten merupakan pihak yang tidak memiliki informasi tentang pasar modal sehingga apabila di antara mereka tidak memiliki informasi yang lengkap maka akan terjadi perbedaan harga. Perbedaan harga di kedua pasar tersebut mestinya dapat dihindarkan apabila penentu harga di kedua pasar memiliki informasi yang sama.
(31)
13
Informasi asimetri pada model Rock (1986) dalam Guntoro dan Harahap (2008) terjadi pada kelompok informed investor dan uninformed investor. Informed
investor yang mengetahui lebih banyak mengenai prospek perusahaan emiten akan
membeli saham penawaran umum perdana jika after market price yang diharapkan melebihi harga perdana atau dengan kata lain kelompok ini hanya membeli saham penawaran umum perdana yang underpriced saja. Sementara kelompok uninformed
investor karena kurang memiliki informasi mengenai perusahaan emiten akan
melakukan penawaran secara sembarangan, baik pada saham penawaran umum perdana (Initial Public Offering) yang underpriced maupun overpriced. Akibatnya, kelompok uninformed investor memperoleh proporsi yang lebih besar dalam saham penawaran umum perdana yang overpriced daripada kelompok informed investor. Sadar bahwa mereka menerima saham penawaran umum perdana yang tidak proporsional, kelompok uninformed akan meninggalkan pasar perdana. Saham penawaran umum perdana (Initial Public Offering) harus cukup underpriced agar kelompok uninformed tersebut berpartisipasi pada pasar perdana dan memungkinkan memperoleh return saham yang wajar serta dapat menutupi kerugian akibat membeli saham yang overpriced (Guiness, 1992; Krinsky, 1994 dalam Guntoro dan Harahap 2008).
2.1.3. The Impresario Hypothesis
The Impresario Hypothesis dikemukakan oleh Shiller, 1990 dalam Widhawati
(32)
14
underwriter menciptakan surplus permintaan awal (melalui underpricing),
selanjutnya dalam jangka panjang pasar akan mengoreksi harga. Investor yang membeli saham pada saat IPO akan mendapatkan initial return yang cukup tinggi akibat banyaknya permintaan akan saham tersebut pada awal masa perdagangan di pasar sekunder. Initial return yang tinggi mampu menghasilkan kinerja jangka panjang yang underperformed bagi saham IPO.
2.1.4 Penawaran Umum Perdana
Sejak dikeluarkannya paket deregulasi Desember 1987 dan paket Desember 1988, memberikan angin segar bagi perkembangan pasar modal di Indonesia (Ang, 1997). Proses emisi dengan adanya deregulasi tersebut menjadi lebih sederhana dimana proses serta evaluasi dilakukan secara cepat dan sistematis tanpa mengorbankan kualitas penilaian kepada calon emiten. Perusahaan yang membutuhkan tambahan modal dapat menerbitkan sekuritas seperti saham (stock), obligasi (bond), dan sekuritas yang lainnya. Penerbitan sekuritas tersebut dilakukan dipasar perdana ( primary market ).
Penawaran umum perdana atau yang lebih dikenal dengan istilah go public
adalah kegiatan penjualan saham perdana oleh suatu perusahaan kepada masyarakat
(public) di pasar modal. Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal mendefinisikan bahwa:
“Penawaran Umum adalah kegiatan penawaran Efek yang dilakukan oleh Emitan untuk menjual Efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur
(33)
15
dalam Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya”. Penawaran Umum Perdana merupakan suatu persyaratan yang harus dilakukan bagi emiten yang baru pertama kali menjual sahamnya di Bursa Efek.Keputusan perusahaan untuk menjadi perusahaan go public merupakan keputusan yang tidak tanpa perhitungan karena perusahaan dihadapkan pada beberapa konsekuensi yang menguntungkan (benefits) maupun yang merugikan (cost).
2.1.5. Alasan Perusahaan Melakukan Penawaran Umum
Alternatif pendanaan bagi perusahaan dapat berasal dari dalam maupun dari luar perusahaan. Alternatif dari dalam perusahaan pada umumnya menggunakan laba yang ditahan perusahaan, sedangkan alternatif dari luar perusahaan berasal dari meminjam ke bank dan menambah jumlah kepemilikan perusahaan dengan menerbitkan saham baru ke pasar modal yang sering disebut dengan penawaran umum. Terdapat empat alasan perusahaan ingin melakukan penawaran umum dan menerbitkan serta menjual sahamnya kepada masyarakat (Sunariyah, 2001), yaitu:
1) Meningkatkan modal Perusahaan.
Dana yang masuk dari masyarakat ke perusahaan akan memperkuat kondisi permodalan yang akan meningkatkan kemampuan perusahaan.
2) Memungkinkan pendiri untuk diversifikasi usaha
Perusahaan yang menjual saham pada masyarakat akan memberi indikasi mengenai beberapa harga saham menurut penilaian masyarakat yang dapat memberi kesempatan bagi perusahaan untuk menjalankan seluruh atau
(34)
16
sebagian sahamnya dengan laba kenaikan harga saham. Oleh karena itu perusahaan akan memperoleh keuntungan kenaikan harga yang dapat digunakan untuk mengadakan diversifikasi penanaman dananya.
3) Mempermudah usaha pembelian perusahaan lain.
Para pemegang saham perusahaan sebelum penawaran umum mempunyai kesempatan untuk mencari dana dari lembaga-lembaga keuangan tanpa melepaskan sahamnya. Pinjaman tersebut dapat dijadikan pembayaran untuk mengambil alih perusahaan lain. (Share swap, yaitu membeli perusahaan lain tanpa mengeluarkan uang tunai, tetapi membayar dengan saham yang listed di bursa).
4) Nilai perusahaan.
Penawaran umum memungkinkan masyarakat maupun manajemen mengetahui nilai perusahaan yang tercermin pada kekuatan tawar menawar saham. Apabila perusahaan diperkirakan sebagai perusahaan yang mempunyai prospek pada masa yang akan datang, maka nilai saham menjadi lebih tinggi dan begitu pula sebaliknya.
2.1.6. Keuntungan Penawaran Umum
Beberapa keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan karena melakukan penawaran umum, yaitu (Jogiyanto, 2010:35):
(35)
17
1) Kemudahan meningkatkan modal di masa mendatang
Calon investor biasanya enggan untuk menanamkan modalnya pada perusahaan yang masih tertutup karena kurangnya keterbukaan informasi keuangan antara pemilik dan investor. Sedangkan untuk perusahaan yang sudah melakukan penawaran umum, informasi keuangan harus dilaporkan ke publik secara reguler yang kelayakannya sudah diperiksa oleh akuntan publik. 2) Meningkatkan likuiditas bagi pemegang saham
Perusahaan yang masih tertutup dan belum mempunyai pasar untuk sahamnya, membuat pemegang saham akan lebih sulit untuk menjual saham yang dimilikinya dibandingkan jika perusahaan sudah melakukan penawaran umum.
3) Nilai pasar perusahaan diketahui
Nilai perusahaan perlu diketahui berkaitan dengan alasan-alasan tertentu. Misalnya jika perusahaan ingin memberikan insentif dalam opsi saham (stock
option) kepada manajer-manajernya, maka nilai sebenarnya dari opsi tersebut
perlu diketahui. Jika perusahaan masih tertutup, nilai opsi sulit ditentukan.
2.1.7. Kerugian Penawaran Umum
Di samping beberapa keuntungan dari perusahaan yang melakukanpenawaran umum, beberapa kerugiannya adalah sebagai berikut(Jogiyanto, 2010: 35-36):
(36)
18
1) Biaya laporan yang meningkat
Perusahaan yang sudah melakukan penawaran umum, pada setiap kuartal dan tahunnya harus menyerahkan laporan-laporan kepada regulator. Laporan-laporan ini sangat mahal terutama untuk perusahaan yang ukurannya kecil. 2) Pengungkapan (disclosure)
Beberapa pihak di dalam perusahaan umumnya keberatan dengan ide pengungkapan. Manajer enggan mengungkapkan semua informasi yang dimiliki karena dapat digunakan oleh pesaing, sedangkan pemilik enggan mengungkapkan informasi tentang saham yang dimilikinya karena publik akan mengetahui besarnya kekayaaan yang dimiliki.
3) Ketakutan untuk diambil alih
Manajer perusahaan yang hanya mempunyai hak veto kecil akan khawatir jika perusahaan melakukan penawaran umum. Manajer perusahaan publik dengan hak veto yang rendah umumnya diganti dengan manajer yang baru jika perusahaan diambil alih.
2.1.8. Saham
Saham secara sederhana didefinisikan sebagai tanda pemilikan seseorang atau badan usaha atas suatu perusahaan. Menurut Triandaru dan Totok (2006:293) wujud saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan kertas tersebut. Secara teoritis saham merupakan selembar kertas yang menunjukkan bahwa hak dari investor (pihak yang
(37)
19
memiliki kertas tersebut) untuk memperoleh bagian dari prospek atau kekayaan organisasi yang menerbitkan saham tersebut. Hal tersebut berarti bahwa investor sebagai bagian dari pemilik perusahaan berhak atas pendapatan dan kekayaan perusahaan setelah dikurangi dari semua pembayaran kewajiban perusahaan serta juga dapat memperoleh capital gains jika ada kelebihan harga jual di atas harga beli.
Saham memberikan kemungkinan keuntungan yang tidak terhingga. Tidak terhingga maksudnya adalah tergantung dari perkembangan perusahaan yang menerbitkan saham tersebut. Oleh karena itu, pemilik saham juga menanggung risiko yang sangat tinggi. Risiko yang akan ditanggung pemilik saham adalah risiko potensial, yaitu tidak menerima pembayaran dividen dan menderita capital loss.
Saham dapat dibedakan menjadi dua yaitu saham preferen dan saham biasa. Suatu perusahaan dapat menerbitkan salah satunya maupun menerbitkan kedua saham tersebut. Apabila perusahaan hanya menerbitkan satu saham saja maka saham ini disebut dengan saham biasa. Pemegang saham biasa memiliki hak suara untuk membentuk manajemen perusahaan dan berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan yang paling penting dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Pemegang saham preferen tidak memiliki hak suara akan tetapi memiliki hak atas dividen yang tetap dan hak terhadap aktiva jika nantinya terjadi likuidasi.
2.1.9. Kinerja Saham
Kinerja saham merupakan hasil dan risiko yang dapat diperoleh melalui aktivitas investasi saham yang diukur dengan return dalam periode waktu tertentu.
(38)
20
Penilaian kinerja saham berfungsi untuk menilai keberhasilan suatu saham. Penawaran umum perdana merupakan salah satu faktor dalam mengukur kinerja suatu saham, hal tersebut disebabkan karena dengan adanya penawaran umum perdana maka terbentuklah suatu return sebagai imbalan atas waktu dan risiko yang terkait dengan investasi tersebut.
Menurut Tandelilin (2007), faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam mengevaluasi kinerja saham antara lain:
1) Tingkat Risiko
Mengevaluasi kinerja saham harus memperhatikan apakah tingkat return yang diperoleh sudah cukup memadai untuk menutup risiko yang harus ditanggung, dimana semakin tinggi tingkat risiko maka semakin tinggi pula tingkat return
yang diharapkan. 2) Periode waktu
Seperti halnya tingkat risiko, periode waktu juga memengaruhi return suatu saham, sehingga dalam melakukan penilaian kinerja suatu saham juga perlu memperhatikan faktor periode waktu yang diinginkan.
3) Penggunaan faktor duga (bencmark) yang sesuai
Penilaian saham juga perlu membandingkan return saham tersebut dengan return yang biasa dihasilkan oleh saham lain yang sebanding. Saham yang dipilih dengan patok duga (bencmark) harus dapat secara akurat mencerminkan tujuan yang diinginkan oleh investor.
(39)
21
4) Tujuan investasi
Tujuan investasi yang berbeda akan mempengaruhi kinerja saham yang dinilainya. Misal, jika investasi adalah untuk pertumbuhan jangka panjang maka saham yang dimiliki akan relatif lebih kecil dari kinerja saham yang ada untuk jangka pendek.
2.1.10. Return Saham
Investor yang melakukan investasi memiliki tujuan untuk mendapatkan hasil atau keuntungan yang sering disebut dengan return.Setiap investor memiliki tujuan untuk memaksimalkan return dari investasinya. Semakin besar return yang dihasikan dari suatu investasi maka semakin besar pula daya tarik dari investasi tersebut bagi investor dengan tetap memperhitungkan kemungkinan risiko yang akan terjadi. Pengukuran return investasi yang dapat digunakan adalah dengan return total, relatif
return, kumulatif return, dan returndisesuaikan.
Abnormal return dapat diterjemahkan sebagai return tak normal atau return
tak wajar. Return tak normal terjadi karena ada informasi baru atau peristiwa baru yang mengubah nilai perusahaan dan direaksi oleh investor dalam bentuk kenaikan atau penurunan harga saham (Jogiyanto, 2010: 556). Abnormal return adalah selisih antara tingkat keuntungan sebenarnya dengan tingkat keuntungan yang diharapkan (Husnan, 2009: 269).
Abnormal return sering sekali digunakan sebagai dasar dalam pengujian
(40)
22
yang dapat menikmati abnormal return dalam jangka waktu yang cukup lama. Model yang sering dipergunakan dalam menghitung abnormal return adalah market model
atau single index model dan Capital Asset Pricing Model (Husnan, 2009: 270). Perhitungan abnormal return dapat dilakukan dengan caramenghitung selisih antara
return sesungguhnya yang terjadi dengan return ekspektasi yang dapat dihitung
dengan beberapa cara sebagaiberikut (Jogiyanto, 2010: 580):
1) Mean Adjusted Model
Model ini membagi return realisasi dengan periode estimasi. Model ini menganggap return ekspektasi bernilai konstan yang sama dengan return
realisasi selama periode estimasi.
2) Market Model
Perhitungan return ekspektasi dengan model pasar (market model) ini dilakukan dengan dua tahap, yaitu:
1) Membentuk model ekspektasi dengan menggunakan data realisasi selama periode estimasi.
2) Menggunakan model ekspektasi ini untuk mengestimasi return ekspektasi di periode jendela. Model ekspektasi ini dapat dibentuk menggunakan teknik regresi OLS (Ordinary Least Square).
3) Market-Adjusted Model
Model ini menganggap bahwa penduga yang terbaik untuk mengestimasi return suatu sekuritas adalah return indeks pasar pada saat tersebut. Periode estimasi untuk membentuk model estimasi tidak perlu digunakan apabila
(41)
23
menggunakan model ini, karena return sekuritas yang diestimasi adalah sama dengan return indeks pasar.
2.1.11. Efisiensi Pasar Modal
Pasar modal yang efisien didefinisikan sebagai pasar yang harga sekuritas-sekuritasnya telah mencerminkan semua informasi yang relevan(Husnan, 2009: 260). Semakin cepat suatu informasi baru tercermin pada harga sekuritas, semakin efisien pasar modal tersebut. Hal tersebut mengakibatkan cukup sulitnya atau bisa dikatakan hampir tidak mungkin bagi para investor untuk memperoleh tingkat keuntungan di atas normal secara konsisten dengan melakukan transaksi perdagangan di bursa efek. Tingkat keuntungan di atas normal diperoleh apabila tingkat keuntungan yang direalisir lebih tinggi dari tingkat keuntungan ekuilibrium yang diharapkan (Husnan, 2009: 260).
Terdapat beberapa alasan yang menyebabkan pasar dikatakan efisien. Pasar yang efisien dapat terjadi karena adanya peristiwa-peristiwa sebagai berikut (Jogiyanto, 2010: 539-540):
1) Investor adalah penerima harga (price taker), yang berarti bahwa sebagai pelaku pasar, invetor seorang diri tidak dapat mempengaruhi harga dari suatu sekuritas. Harga dari suatu sekuritas ditentukan oleh banyak investor yang menentukan demand dan supply.
2) Informasi tersedia secara luas kepada semua pelaku pasar pada saat yang bersamaan dan harga untuk memperoleh informasi tersebut murah.
(42)
24
3) Informasi dihasilkan secara acak (random) yang berarti bahwa investor tidak dapat memprediksi kapan emiten akan mengumumkan informasi yang baru. 4) Investor bereaksi dengan menggunakan informasi secara penuh dan cepat,
sehingga harga dari sekuritas berubah dengan semestinya mencerminkan informasi tersebut untuk mencapai keseimbangan yang baru.
Pengukuran pasar yang efisien adalah hubungan antara harga sekuritas dengan informasi yang relevan. Namun, permasalahan yang timbul adalah informasi mana yang dapat digunakan untuk menilai pasar efisien, apakah informasi yang lama, informasi yang sedang dipublikasikan atau semua informasi termasuk informasi privat (Jogiyanto, 2010: 518). Fama (1970) menyajikan tiga macam bentuk efisiensi pasar modal berdasarkan ketiga bentuk informasi tersebut (Jogiyanto, 2010: 518; Husnan, 2009:265), yaitu:
1) Efisiensi pasar bentuk lemah (weak form)
Harga-harga dari sekuritas mencerminkan secara penuh (fully reflect) informasi masa lalu. Keadaan seperti ini membuat investor tidak bisa memperoleh tingkat keuntungan diatas normal (abnormal return) dengan menggunakan trading rules yang berdasarkan atas informasi harga di waktu yang lalu.
2) Efisiensi pasar bentuk setengah kuat (semistrong form)
Harga-harga sekuritas secara penuh (fully reflect) mencerminkan harga semua informasi yang dipublikasikan (all publicly available information) termasuk informasi yang berada di laporan-laporan keuangan perusahaan emiten.
(43)
25
3) Efisiensi pasar bentuk kuat (strong form)
Harga-harga sekuritas secara penuh (fully reflect) mencerminkan semua informasi yang tersedia termasuk informasi privat. Tidak ada investor yang dapat memperoleh keuntungan abnormal return dalam efisiensi pasar bentuk kuat karena mempunyai informasi privat.
Husnan dan Hanafi (1991) melakukan penelitian tentang efisiensi pasar modal di Indonesia pada periode 1990 dengan hasil menunjukkan bahwa efisiensi pasar modal dalam bentuk setengah kuat masih belum mampu terpenuhi (Husnan, 2009: 271).
2.1.12. Underpricing
Jogiyanto (2010) menyatakan bahwa underpricing merupakan fenomena harga rendah yang terjadi karena penawaran perdana ke publik yang secara rata-rata murah. Harga saham yang diperdagangkan di pasar perdana telah ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pihak perusahaan (emiten) dan pihak underwriter. Pihak underwriter sebagai pihak yang akan menjamin saham yang telah ditawarkan oleh pihak emiten dalam proses penetapan harga saham di pasar perdana (primary
market), cenderung akan menetapkan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan
harga yang diharapkan dari pihak perusahaan (emiten) dengan tujuan untuk meminimalisir risiko yang nantinya akan menjadi tanggungjawabnya apabila saham tersebut tidak laku terjual habis. Harga di pasar sekunder (secondary market)
(44)
26
selanjutnya akan ditentukan oleh kekuatan tarik menarik antara permintaan dan penawaran yang terjadi di bursa efek.
2.1.13. Underperformance
Underperformance adalah penurunan kinerja. Underperformance pada
penelitian ini dimaksudkan terjadi pada kinerja jangka panjang saham IPO. Ritter (1991) mengungkapkan bahwa fenomena underpricing pada jangka pendek akan diikuti dengan fenomena lainnya, yaitu undeperformance pada jangka panjang. Hal itu diindikasikan dengan kinerja saham IPO yang berada di bawah kinerja pasar.
2.2. Hasil Penelitian Sebelumnya
McDonald dan Fisher (1972) yang melakukan penelitian terhadap penerbitan baru dari saham biasa pada kuartal pertama tahun 1969 menemukan adanya initial
rate of return yang positif. Return yang positif ini ditemukan dari hari pertama
penerbitan sampai dengan satu minggu, namun mengalami penurunan setelah satu minggu.
Penelitian yang lebih komprehensif atas fenomena underpricing dilakukan oleh Ibbotson (1975). Dengan menggunakan data IPO bulanan tahun 1960 – 1969 didapatkan bukti adanya initial return yang positif. Namun fenomena ini tidak berlangsung lama. Dari bukti yang ditemukan, baik oleh McDonald dan Fisher (1972), Ibbotson (1975), dan Ritter (1991) diketahui bahwa fenomena underpricing
(45)
27
bahwa fenomena underpricing tidak berlangsung lama, karena selama tiga tahun setelah IPO, return saham menurun.
Ernyan dan Husnan (2002), mengukur underprice dengan initial return.
Initial return digunakan karena underpricing hanya dilihat dari capital gain yang
dinikmati oleh pemodal pada hari pertama saham tersebut diperdagangkan di bursa. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pada penawaran perdana terdapat fenomena
underpriced karena memberikan initial return yang positif dan signifikan untuk
perusahaan keuangan danperusahaan non keuangan. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi underpricing pada penawaran perdana pada periode tersebut. Selain itu hasil penelitian mereka juga manunjukkan bahwa perusahaan keuangan ternyata memberikan underpricing yang lebih rendah daripadaperusahaan non keuangan, baik tanpa ataupun mengontrol variabel-variabel yang mungkin mempengaruhi
underpricing seperti reputasi penjamin emisi dan umur perusahaan.
Cahyono dan Legowo (2010) melakukan penelitian mengenai fenomena
underpricing antara perusahaan keuangan dan non keuangan di Bursa Efek Indonesia.
Penelitian ini menemukan bahwa terdapat fenomena underpricing pada perusahaan keuangan dan non keuangan saat IPO serta terdapat perbedaan tingkat underpricing
antara perusahaan keuangan dan non keuangan. Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan yang melakukan IPO di BEI tahun 2004-2008.
Alli, et al. (1994) dalam penelitiannya yang berjudul “The Underpricing of
IPOs of Financial Institusions”, menyatakan bahwa terdapat perbedaan underpricing
(46)
28
perusahaan yang banyak menghadapi berbagai regulasi yang diterbitkan oleh lembaga yang mengatur sektor keuangan, sehingga dapat dikatakan perusahaan keuangan memiliki ketidakpastian yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan non keuangan.
Penelitian mengenai IPO juga dilakukan oleh Prastiwi dan Kusuma (2001) atas 78 saham perusahaan yang melakukan IPO di Indonesia mlai bulan Maret 1994 sampai Maret 1997. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa pada umumnya harga saham tersebut dalam jangka pendek menghasilkan excess return
yang positif dan dalam jangka panjang kinerja saham tersebut memberikan return yang negatif (mengalami underperformed).
Ritter (1991) mengungkapkan bahwa relatiF banyak investor terlalu optimis terhadap saham IPO sehingga menyebabkan harga saham naik. Beberapa waktu kemudian harga saham akan menyesuaikan ke nilai sebenarnya. Hal ini dapat menyebabkan kinerja saham IPO tersebut mengalami underperformance dalam jangka panjang. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 1.526 perusahaan di Amerika Serikat yang melakukan penawaran umum perdana antara tahun 1975 dan 1984. Hasil dari penelitian yang dilakukan adalah return rata-rata selama tiga tahun setelah IPO secara signifikan lebih rendah dibanding return rata-rata pasar. Dengan menggunakan metode pengukuran CAR (Cummulative Abnormal Return), ditemukan bahwa kinerja satu, dua dan tiga tahun berturut-turut setelah IPO underperformed
(47)
29
Loughran dan Ritter (1995) memperluas temuan Ritter (1991). Loughran dan Ritter (1995) meneliti IPO tahun 1970-1990 dengan sampel 4.753 perusahaan dan menemukan terjadinya underperformance. Mereka mengatakan bahwa setelah IPO
return rata-rata sebesar 5% pertahun selama 5 tahun, sedangkan return pasar 12%
setiap tahun selama lima tahun. Levis (1993) meneliti 712 perusahaan yang melakukan IPO di United Kingdom selama 1980-1988. Ia menemukan
underperformance sebesar antara 8,3%-23%.
Underperformance tidak hanya terjadi di pasar-pasar modal yang maju tetapi
juga terjadi di pasar-pasar modal berkembang. Aggarwal, Leal, dan Hernandez (1993) menemukan bahwa kinerja perusahaan IPO di Brazil mengalami underperformance
sebesar 47% setelah tiga tahun. Sedangkan di Chile, underperformance setelah tiga tahun rata-rata sebesar 23,7%, dan di Mexico underperformance rata-rata sebesar 19,6% setahun setelah IPO.
Manurung dan Soepriyono (2006) meneliti kinerja jangka panjang IPO di Indonesia dengan periode 2000-2002 dengan sampel 71 perusahaan dan mempergunakan perhitungan EWBHAR (Equally Weighted Buy and Hold Abnormal
Returns). Mereka mengungkapkan bahwa performa emiten non privatisasi setelah
satu, dua, dan tiga tahun IPO mengalami underperformance sebesar 8,27%, 26,60%, dan 47,42%. Return pasar yang digunakan sebagai benchmark ialah return IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan).
Miller (2000) melakukan penelitian mengenai pengaruh industri keuangan terhadap underperformance yang dijelaskan melalui pendekatan teori divergence of
(48)
30
opinion. Penelitian ini menemukan bahwa terdapat perbedaan kinerja saham
perusahan industri keuangan dan non keuangan berdasarkan underperformance. Penelitian tersebut menyatakan bahwa hanya terdapat sedikit perbedaan pendapat antar investor terhadap perusahaan industri keuangan karena perusahaan industri keuangan mempunyai regulasi yang paling ketat dibandingkan industri lain dalam menjalankan bisnisnya, sehingga industri keuangan cenderung mempunyai
underperformance yang lebih kecil.
Shawawreh dan Tarawneh (2015) dalam penelitiannya mengenai karakteristik perusahaan dan kinerja jangka panjang perusahaan setelah melakukan IPO, menemukan bahwa terdapat perbedaan kinerja saham perusahaan keuangan dan non keuangan berdasarkan long-term underperformance. Penelitian ini menyatakan bahwa perusahaan keuangan memiliki underperformance yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan lainnya.
Suryantaty (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Kinerja
Saham Setelah Penawaran Perdana Perusahaan Keuangan dan Non Keuangan di
Bursa Efek Indonesia”, menemukan bahwa terdapat perbedaan kinerja saham
perusahan keuangan dan non keuangan berdasarkan underperformance pada jangka panjang. Penelitian ini melihat kinerja saham perusahaan keuangan dan non keuangan selama 36 bulan setelah perusahaan melakukan IPO. Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan keuangan dan non keuangan yang mengalami underperformance
(1)
3) Efisiensi pasar bentuk kuat (strong form)
Harga-harga sekuritas secara penuh (fully reflect) mencerminkan semua informasi yang tersedia termasuk informasi privat. Tidak ada investor yang dapat memperoleh keuntungan abnormal return dalam efisiensi pasar bentuk kuat karena mempunyai informasi privat.
Husnan dan Hanafi (1991) melakukan penelitian tentang efisiensi pasar modal di Indonesia pada periode 1990 dengan hasil menunjukkan bahwa efisiensi pasar modal dalam bentuk setengah kuat masih belum mampu terpenuhi (Husnan, 2009: 271).
2.1.12. Underpricing
Jogiyanto (2010) menyatakan bahwa underpricing merupakan fenomena harga rendah yang terjadi karena penawaran perdana ke publik yang secara rata-rata murah. Harga saham yang diperdagangkan di pasar perdana telah ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pihak perusahaan (emiten) dan pihak underwriter. Pihak underwriter sebagai pihak yang akan menjamin saham yang telah ditawarkan oleh pihak emiten dalam proses penetapan harga saham di pasar perdana (primary market), cenderung akan menetapkan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan harga yang diharapkan dari pihak perusahaan (emiten) dengan tujuan untuk meminimalisir risiko yang nantinya akan menjadi tanggungjawabnya apabila saham tersebut tidak laku terjual habis. Harga di pasar sekunder (secondary market)
(2)
selanjutnya akan ditentukan oleh kekuatan tarik menarik antara permintaan dan penawaran yang terjadi di bursa efek.
2.1.13. Underperformance
Underperformance adalah penurunan kinerja. Underperformance pada penelitian ini dimaksudkan terjadi pada kinerja jangka panjang saham IPO. Ritter (1991) mengungkapkan bahwa fenomena underpricing pada jangka pendek akan diikuti dengan fenomena lainnya, yaitu undeperformance pada jangka panjang. Hal itu diindikasikan dengan kinerja saham IPO yang berada di bawah kinerja pasar.
2.2. Hasil Penelitian Sebelumnya
McDonald dan Fisher (1972) yang melakukan penelitian terhadap penerbitan baru dari saham biasa pada kuartal pertama tahun 1969 menemukan adanya initial rate of return yang positif. Return yang positif ini ditemukan dari hari pertama penerbitan sampai dengan satu minggu, namun mengalami penurunan setelah satu minggu.
Penelitian yang lebih komprehensif atas fenomena underpricing dilakukan oleh Ibbotson (1975). Dengan menggunakan data IPO bulanan tahun 1960 – 1969 didapatkan bukti adanya initial return yang positif. Namun fenomena ini tidak berlangsung lama. Dari bukti yang ditemukan, baik oleh McDonald dan Fisher (1972), Ibbotson (1975), dan Ritter (1991) diketahui bahwa fenomena underpricing ini bersifat jangka pendek (short term underpricing). Ritter (1991) mengungkapkan
(3)
bahwa fenomena underpricing tidak berlangsung lama, karena selama tiga tahun setelah IPO, return saham menurun.
Ernyan dan Husnan (2002), mengukur underprice dengan initial return. Initial return digunakan karena underpricing hanya dilihat dari capital gain yang dinikmati oleh pemodal pada hari pertama saham tersebut diperdagangkan di bursa. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pada penawaran perdana terdapat fenomena underpriced karena memberikan initial return yang positif dan signifikan untuk perusahaan keuangan danperusahaan non keuangan. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi underpricing pada penawaran perdana pada periode tersebut. Selain itu hasil penelitian mereka juga manunjukkan bahwa perusahaan keuangan ternyata memberikan underpricing yang lebih rendah daripadaperusahaan non keuangan, baik tanpa ataupun mengontrol variabel-variabel yang mungkin mempengaruhi underpricing seperti reputasi penjamin emisi dan umur perusahaan.
Cahyono dan Legowo (2010) melakukan penelitian mengenai fenomena underpricing antara perusahaan keuangan dan non keuangan di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini menemukan bahwa terdapat fenomena underpricing pada perusahaan keuangan dan non keuangan saat IPO serta terdapat perbedaan tingkat underpricing antara perusahaan keuangan dan non keuangan. Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan yang melakukan IPO di BEI tahun 2004-2008.
Alli, et al. (1994) dalam penelitiannya yang berjudul “The Underpricing of IPOs of Financial Institusions”, menyatakan bahwa terdapat perbedaan underpricing antara perusahaan keuangan dan non keuangan. Perusahaan keuangan merupakan
(4)
perusahaan yang banyak menghadapi berbagai regulasi yang diterbitkan oleh lembaga yang mengatur sektor keuangan, sehingga dapat dikatakan perusahaan keuangan memiliki ketidakpastian yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan non keuangan.
Penelitian mengenai IPO juga dilakukan oleh Prastiwi dan Kusuma (2001) atas 78 saham perusahaan yang melakukan IPO di Indonesia mlai bulan Maret 1994 sampai Maret 1997. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa pada umumnya harga saham tersebut dalam jangka pendek menghasilkan excess return yang positif dan dalam jangka panjang kinerja saham tersebut memberikan return yang negatif (mengalami underperformed).
Ritter (1991) mengungkapkan bahwa relatiF banyak investor terlalu optimis terhadap saham IPO sehingga menyebabkan harga saham naik. Beberapa waktu kemudian harga saham akan menyesuaikan ke nilai sebenarnya. Hal ini dapat menyebabkan kinerja saham IPO tersebut mengalami underperformance dalam jangka panjang. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 1.526 perusahaan di Amerika Serikat yang melakukan penawaran umum perdana antara tahun 1975 dan 1984. Hasil dari penelitian yang dilakukan adalah return rata-rata selama tiga tahun setelah IPO secara signifikan lebih rendah dibanding return rata-rata pasar. Dengan menggunakan metode pengukuran CAR (Cummulative Abnormal Return), ditemukan bahwa kinerja satu, dua dan tiga tahun berturut-turut setelah IPO underperformed sebesar 10,23%, 16,89%, dan 29,13%.
(5)
Loughran dan Ritter (1995) memperluas temuan Ritter (1991). Loughran dan Ritter (1995) meneliti IPO tahun 1970-1990 dengan sampel 4.753 perusahaan dan menemukan terjadinya underperformance. Mereka mengatakan bahwa setelah IPO return rata-rata sebesar 5% pertahun selama 5 tahun, sedangkan return pasar 12% setiap tahun selama lima tahun. Levis (1993) meneliti 712 perusahaan yang melakukan IPO di United Kingdom selama 1980-1988. Ia menemukan underperformance sebesar antara 8,3%-23%.
Underperformance tidak hanya terjadi di pasar-pasar modal yang maju tetapi juga terjadi di pasar-pasar modal berkembang. Aggarwal, Leal, dan Hernandez (1993) menemukan bahwa kinerja perusahaan IPO di Brazil mengalami underperformance sebesar 47% setelah tiga tahun. Sedangkan di Chile, underperformance setelah tiga tahun rata-rata sebesar 23,7%, dan di Mexico underperformance rata-rata sebesar 19,6% setahun setelah IPO.
Manurung dan Soepriyono (2006) meneliti kinerja jangka panjang IPO di Indonesia dengan periode 2000-2002 dengan sampel 71 perusahaan dan mempergunakan perhitungan EWBHAR (Equally Weighted Buy and Hold Abnormal Returns). Mereka mengungkapkan bahwa performa emiten non privatisasi setelah satu, dua, dan tiga tahun IPO mengalami underperformance sebesar 8,27%, 26,60%, dan 47,42%. Return pasar yang digunakan sebagai benchmark ialah return IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan).
Miller (2000) melakukan penelitian mengenai pengaruh industri keuangan terhadap underperformance yang dijelaskan melalui pendekatan teori divergence of
(6)
opinion. Penelitian ini menemukan bahwa terdapat perbedaan kinerja saham perusahan industri keuangan dan non keuangan berdasarkan underperformance. Penelitian tersebut menyatakan bahwa hanya terdapat sedikit perbedaan pendapat antar investor terhadap perusahaan industri keuangan karena perusahaan industri keuangan mempunyai regulasi yang paling ketat dibandingkan industri lain dalam menjalankan bisnisnya, sehingga industri keuangan cenderung mempunyai underperformance yang lebih kecil.
Shawawreh dan Tarawneh (2015) dalam penelitiannya mengenai karakteristik perusahaan dan kinerja jangka panjang perusahaan setelah melakukan IPO, menemukan bahwa terdapat perbedaan kinerja saham perusahaan keuangan dan non keuangan berdasarkan long-term underperformance. Penelitian ini menyatakan bahwa perusahaan keuangan memiliki underperformance yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan lainnya.
Suryantaty (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Kinerja Saham Setelah Penawaran Perdana Perusahaan Keuangan dan Non Keuangan di Bursa Efek Indonesia”, menemukan bahwa terdapat perbedaan kinerja saham perusahan keuangan dan non keuangan berdasarkan underperformance pada jangka panjang. Penelitian ini melihat kinerja saham perusahaan keuangan dan non keuangan selama 36 bulan setelah perusahaan melakukan IPO. Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan keuangan dan non keuangan yang mengalami underperformance pada saat melakukan IPO di BEI pada tahun 2001-2007.