Pengaruh Variabel Keuangan dan Non Keuangan terhadap Underpricing pada Saham Perusahaan yang Melakukan Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (Periode Januari 2007 sampai dengan Juni 2012)

(1)

SKRIPSI

PENGARUH VARIABEL KEUANGAN DAN NON-KEUANGAN

TERHADAP UNDERPRICING PADA SAHAM PERUSAHAAN

YANG MELAKUKAN INITIAL PUBLIC OFFERING DI BURSA EFEK INDONESIA

OLEH

ASIH YULI ASTUTI 090502073

PROGRAM STUDI MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

ABSTRAK

PENGARUH VARIABEL KEUANGAN DAN NON KEUANGAN

TERHADAP UNDERPRICING PADA SAHAM PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN INITIAL PUBLIC OFFERING

DI BURSA EFEK INDONESIA

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah variabel keuangan yang terdiri dari return on asset (ROA), debt to equity ratio (DER), besaran perusahaan (size), earning per share (EPS), ukuran penawaran saham (proceeds) dan variabel non keuangan yang terdiri dari umur perusahaan, reputasi

underwriter, reputasi auditor, inflasi, dan tingkat suku bunga berpengaruh terhadap underpricing pada saham perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (Periode Januari 2007 hingga Juni 2012). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh variabel keuangan dan non keuangan terhadap underpricing.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah variabel keuangan yang terdiri dari

return on asset (ROA), debt to equity ratio (DER), besaran perusahaan (size),

earning per share (EPS), ukuran penawaran saham (proceeds) dan variabel non keuangan yang terdiri dari umur perusahaan, reputasi underwriter, reputasi auditor, inflasi, dan tingkat suku bunga berpengaruh terhadap underpricing.

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mencatat harga saham pada saat IPO dan harga saham penutupan pasar sekunder, download laporan keuangan di situs masing-masing perusahaan dan menelaah/mengutip langsung dari sumber tertulis yang digunakan sebagai landasan teoritisnya. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Sampel penelitian ini sebanyak 67 perusahaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ROA, DER, besaran perusahaan (size), EPS, ukuran penawaran saham (proceeds), umur perusahaan, reputasi

underwriter, reputasi auditor, inflasi, dan tingkat suku bunga dengan tingkat

signifikansi (α = 5%) secara serempak berpengaruh terhadap underpricing. Secara parsial hanya reputasi underwriter yang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap underpricing sedangkan ROA, DER, besaran perusahaan (size), EPS, ukuran penawaran saham (proceeds), umur perusahaan, reputasi auditor, inflasi, dan tingkat suku bunga berpengaruh tidak signifikan terhadap underpricing pada saham perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia (Periode Januari 2007 hingga Juni 2012).

Kata kunci: Return on asset, debt to equity ratio, besaran perusahaan (size),

earning per share, ukuran penawaran saham (proceeds), umur perusahaan, reputasi underwriter, reputasi auditor, inflasi, suku bunga, dan underpricing.


(3)

ABSTRACT

THE EFFECTS OF FINANCIAL AND NON FINANCIAL VARIABLES ON UNDERPRICING OF COMPANY STOCK DOING INITIAL PUBLIC

OFFERING IN INDONESIA STOCKS EXCHANGE

The formula of the problem in this research is whether financial variables that consist of return on assets (ROA), debt to equity ratio (DER), the amount of the company (size), earnings per share (EPS), the size of stocks offering (proceeds) and non financial variables that consist of firm age, underwriter reputation, auditors reputation, inflation, and interest rates effect on underpricing of company stock doing Initial Public Offering (IPO) in Indonesia Stocks Exchange (January 2007 to June 2012). This research is aimed to determine and to analyze the effect of financial and non-financial variables on underpricing.

The hypothesis in this research are financial variables that consist of return on assets (ROA), debt to equity ratio (DER), the amount of the company (size), earnings per share (EPS), the size of the stock offering (proceeds) and the non-financial variables that consist of the age of the company, underwriter reputation, auditors reputation, inflation, and interest rates effect underpricing. Secondary data is collected by record the stocks price at the time of IPO and the closing of stocks price on the secondary market, download financial statement in each company website and literature from written sources that are used as the basic for these theory. The analysis method that is used multiple linear regression analysis. The sample of this research is 67 companies.

The results of this research is ROA, DER, the amount of the company (size), earnings per share, the size of the stock offering (proceeds), the age of the company, underwriter reputation, the reputation of auditors, inflation, and interest rates with significancy (α = 5%), simultaneously effect on underpricing. Partially, only underwriter reputation that significantly and negatively related to underpricing, while ROA, DER, the amount of the company (size), EPS, the size of the stock offering (proceeds), age of firm, auditor reputation, inflation, and interest rates didn’t significantly effect on underpricing of company stock doing Initial Public Offering (IPO) in Indonesia Stocks Exchange (January 2007 to June 2012).

Keywords: Return on assets, debt to equity ratio, the amount of the company (size), earnings per share, the size of the stock offering (proceeds), the age of the company, underwriter reputation, the reputation of auditors, inflation, interest rates, and underpricing.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dan Rasulullah SAW yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dalam rangka penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Variabel Keuangan dan Non Keuangan terhadap Underpricing pada Saham Perusahaan yang Melakukan Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (Periode Januari 2007 sampai dengan Juni 2012)”.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tentu tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. H. Arifin Lubis selaku Pelaksana Tugas Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Isfenti Sadalia, S.E., M.E., selaku Ketua Departemen Manajemen S1 Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Marhayanie, M.Si., selaku Sekretaris Departemen Manajemen S1 Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr. Endang Sulistya Rini, S.E., M.Si., selaku Ketua Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Drs. Syahyunan, M.Si., selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.


(5)

6. Ibu Dr. Khaira Amalia F, S.E., M.BA., AK selaku Dosen Pembaca Penilai yang telah banyak memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

7. Bapak Syafrizal Helmi selaku dosen statistik dan Ibu Yeni Absah selaku dosen analisis multivariat yang telah memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

8. Seluruh Bapak/Ibu Dosen serta pegawai akademik Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

9. Ayahanda tercinta R. Agus Haryanto dan Ibunda tercinta Sumini yang telah memberikan dukungan, semangat dan doa demi kelancaran penyelesaian skripsi ini.

10.Kakanda dan Adinda tercinta yang selalu memberikan semangat dan doa demi kelancaran penyelesaian skripsi ini.

11.Sahabat-sahabat tercinta (Afrira Syuhana, Nur Afni Lubis, Arum Nur Indah Sari, Eri Yanti Nasution, Yohana, dan Ros Indah Mawar Sari) yang telah memberikan bantuan, semangat dan doa untuk kelancaran penyelesaian skripsi ini.

12.Sahabat-sahabat BP2M-FE USU (khususnya kakanda Nurul Hidayati) yang senantiasa memberikan bantuan, dan doa demi kelancaran penyusunan skripsi ini.

13.Teman-teman Manajemen USU Stambuk 2009 yang telah memberikan bantuan demi kelancaran penyusunan skripsi ini.


(6)

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada seluruh pihak yang telah memberikan banyak bantuan, motivasi dan dukungan kepada penulis baik selama perkuliahan maupun dalam penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran penulis harapkan dengan penuh rasa terima kasih. Wassalamu’alaikum wr.wb.

Medan, Maret 2013 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 12

1.3 Tujuan Penelitian ... 12

1.4 Manfaat Penelitian ... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Initial Public Offering (IPO) ... 14

2.2 Underpricing ... 22

2.2.1 Teori Underpricing ... 24

2.2.2 Teori Asimetri Informasi dan Signaling ... 25

2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing ... 28

2.3.1 Faktor Keuangan ... 28

2.3.2 Faktor Non Keuangan ... 32

2.4 Penelitian Terdahulu ... 39

2.5 Kerangka Konseptual ... 45

2.6 Hipotesis ... 50

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 51

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 51

3.3 Batasan Operasional ... 51

3.4 Definisi Operasional ... 52

3.5 Populasi Penelitian ... 57

3.6 Jenis Data ... 58

3.7 Metode Pengumpulan Data ... 59

3.8 Teknik Analisis Data ... 59

3.8.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 59

3.8.2 Pengujian Asumsi Klasik ... 60

3.8.2.1Uji Normalitas ... 60

3.8.2.2Uji Multikolinearitas ... 61


(8)

3.8.2.4Uji Autokorelasi ... 63

3.8.3 Analisis Regresi Linear Berganda ... 64

3.8.4 Pengujian Hipotesis ... 65

3.8.4.1Pengujian Hipotesis Secara Serempak (Uji-F) ... 65

3.8.4.2Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji-t) ... 66

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian ... 68

4.2 Hasil Penelitian ... 68

4.2.1 Statistik Deskriptif ... 68

4.2.2 Pengujian Asumsi Klasik ... 73

4.2.1.1Uji Normalitas ... 73

4.2.1.2Uji Multikolinearitas ... 75

4.2.1.3Uji Heteroskedastisitas ... 76

4.2.1.4Uji Autokorelasi ... 77

4.2.3 Pengujian Regresi Linear Berganda ... 79

4.2.4 Pengujian Hipotesis ... 83

4.2.4.1Uji Hipotesis Secara Serempak (Uji F) ... 83

4.2.4.2Uji Hipotesis Secara Parsial (Uji t) ... 84

4.2.4.3Koefisien Determinasi ... 86

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 87

4.3.1 Pengaruh ROA Terhadap Underpricing ... 87

4.3.2 Pengaruh DER Terhadap Underpricing ... 88

4.3.3 Pengaruh Size Terhadap Underpricing ... 89

4.3.4 Pengaruh EPS Terhadap Underpricing ... 90

4.3.5 Pengaruh Proceeds Terhadap Underpricing ... 91

4.3.6 Pengaruh Age Terhadap Underpricing ... 92

4.3.7 Pengaruh Reputasi Underwriter Terhadap Underpricing ... 93

4.3.8 Pengaruh Reputasi Auditor Terhadap Underpricing .... 94

4.3.9 Pengaruh Inflasi Terhadap Underpricing ... 96

4.3.10 Pengaruh Suku BungaTerhadap Underpricing ... 96

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 98

5.2 Saran ... 198

DAFTAR PUSTAKA ... 100


(9)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

1.1 Fenomena Underpricing tahun 2007-2012 ... 5

2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu ... 42

3.1 Definisi Operasional Variabel ... 56

3.2 Kriteria Pemilihan Target Populasi ... 58

4.1 Statistik Deskriptif ... 69

4.2 Output Uji Normalitas ... 74

4.3 Output Uji Multikolinearitas ... 76

4.4 Output Uji Autokorelasi ... 78

4.5 Output Uji Autokorelasi Setelah Lag Variabel ... 79

4.6 Output Uji Regresi Linear Berganda ... 80

4.7 Output Uji Hipotesis Secara Serempak (Uji F) ... 83


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Pengujian Underpricing pada saat IPO ... 23

2.2 Kerangka Konseptual ... 49

4.1 Gambar Histogram ... 73

4.2 Gambar Normal P-P Plot ... 74

4.3 Gambar Uji Heteroskedastisitas ... 77


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1. Kriteria Pemilihan Sampel ... 104

2. Perusahaan yang IPO tahun 2007-2012 ... 107

3. Perusahaan yang Mengalami Underpricing ... 109

4. Perusahaan Sektor Keuangan ... 111

5. Data ROA, DER dan EPS Perusahaan ... 112

6. Data Total Aktiva dan Proceeds Perusahaan ... 114

7. Data Umur Perusahaan ... 116

8. Daftar Nama-nama Underwriter ... 118

9. Daftar Nama-nama Auditor ... 120

10. Data Inflasi dan Suku Bunga ... 122


(12)

ABSTRAK

PENGARUH VARIABEL KEUANGAN DAN NON KEUANGAN

TERHADAP UNDERPRICING PADA SAHAM PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN INITIAL PUBLIC OFFERING

DI BURSA EFEK INDONESIA

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah variabel keuangan yang terdiri dari return on asset (ROA), debt to equity ratio (DER), besaran perusahaan (size), earning per share (EPS), ukuran penawaran saham (proceeds) dan variabel non keuangan yang terdiri dari umur perusahaan, reputasi

underwriter, reputasi auditor, inflasi, dan tingkat suku bunga berpengaruh terhadap underpricing pada saham perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (Periode Januari 2007 hingga Juni 2012). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh variabel keuangan dan non keuangan terhadap underpricing.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah variabel keuangan yang terdiri dari

return on asset (ROA), debt to equity ratio (DER), besaran perusahaan (size),

earning per share (EPS), ukuran penawaran saham (proceeds) dan variabel non keuangan yang terdiri dari umur perusahaan, reputasi underwriter, reputasi auditor, inflasi, dan tingkat suku bunga berpengaruh terhadap underpricing.

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mencatat harga saham pada saat IPO dan harga saham penutupan pasar sekunder, download laporan keuangan di situs masing-masing perusahaan dan menelaah/mengutip langsung dari sumber tertulis yang digunakan sebagai landasan teoritisnya. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Sampel penelitian ini sebanyak 67 perusahaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ROA, DER, besaran perusahaan (size), EPS, ukuran penawaran saham (proceeds), umur perusahaan, reputasi

underwriter, reputasi auditor, inflasi, dan tingkat suku bunga dengan tingkat

signifikansi (α = 5%) secara serempak berpengaruh terhadap underpricing. Secara parsial hanya reputasi underwriter yang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap underpricing sedangkan ROA, DER, besaran perusahaan (size), EPS, ukuran penawaran saham (proceeds), umur perusahaan, reputasi auditor, inflasi, dan tingkat suku bunga berpengaruh tidak signifikan terhadap underpricing pada saham perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia (Periode Januari 2007 hingga Juni 2012).

Kata kunci: Return on asset, debt to equity ratio, besaran perusahaan (size),

earning per share, ukuran penawaran saham (proceeds), umur perusahaan, reputasi underwriter, reputasi auditor, inflasi, suku bunga, dan underpricing.


(13)

ABSTRACT

THE EFFECTS OF FINANCIAL AND NON FINANCIAL VARIABLES ON UNDERPRICING OF COMPANY STOCK DOING INITIAL PUBLIC

OFFERING IN INDONESIA STOCKS EXCHANGE

The formula of the problem in this research is whether financial variables that consist of return on assets (ROA), debt to equity ratio (DER), the amount of the company (size), earnings per share (EPS), the size of stocks offering (proceeds) and non financial variables that consist of firm age, underwriter reputation, auditors reputation, inflation, and interest rates effect on underpricing of company stock doing Initial Public Offering (IPO) in Indonesia Stocks Exchange (January 2007 to June 2012). This research is aimed to determine and to analyze the effect of financial and non-financial variables on underpricing.

The hypothesis in this research are financial variables that consist of return on assets (ROA), debt to equity ratio (DER), the amount of the company (size), earnings per share (EPS), the size of the stock offering (proceeds) and the non-financial variables that consist of the age of the company, underwriter reputation, auditors reputation, inflation, and interest rates effect underpricing. Secondary data is collected by record the stocks price at the time of IPO and the closing of stocks price on the secondary market, download financial statement in each company website and literature from written sources that are used as the basic for these theory. The analysis method that is used multiple linear regression analysis. The sample of this research is 67 companies.

The results of this research is ROA, DER, the amount of the company (size), earnings per share, the size of the stock offering (proceeds), the age of the company, underwriter reputation, the reputation of auditors, inflation, and interest rates with significancy (α = 5%), simultaneously effect on underpricing. Partially, only underwriter reputation that significantly and negatively related to underpricing, while ROA, DER, the amount of the company (size), EPS, the size of the stock offering (proceeds), age of firm, auditor reputation, inflation, and interest rates didn’t significantly effect on underpricing of company stock doing Initial Public Offering (IPO) in Indonesia Stocks Exchange (January 2007 to June 2012).

Keywords: Return on assets, debt to equity ratio, the amount of the company (size), earnings per share, the size of the stock offering (proceeds), the age of the company, underwriter reputation, the reputation of auditors, inflation, interest rates, and underpricing.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mengingat tajamnya kompetisi dan luasnya skala persaingan dewasa ini yang didukung oleh kemajuan teknologi dan komunikasi, go public merupakan jalan terbaik untuk mempertahankan kelangsungan perusahaan bahkan meningkatkan skala perusahaan untuk dapat menang dalam persaingan. Pengelolaan yang profesional ditunjang dengan modal yang memadai disertai dengan strategi yang yang tepat merupakan sesuatu yang mutlak harus dilakukan. Hal inilah yang mendorong timbulnya banyak sekali perusahaan-perusahaan yang melakukan go public saat ini. Adanya beberapa kelemahan bila perusahaan dikelola sendiri, baik dari segi kemampuan mengelola maupun dari segi permodalan mulai memberikan kesadaran kepada pemilik bahwa sudah seharusnya melibatkan pihak lain dalam mengembangkan usahanya.

Go public mempunyai arti perusahaan yang menjual saham biasa atau saham preferen atau obligasi yang merupakan modal perusahaan (ekuitas dan utang jangka panjang) untuk pertama kalinya kepada masyarakat luas. Bagi perusahaan yang menjual saham kepada masyarakat berarti mendapat pilihan lain dalam mendapatkan modal guna meningkatkan omset perusahaan. Dana dari hasil penawaran umum tersebut biasanya digunakan untuk melakukan ekspansi, memperbaiki struktur modal atau melakukan divestasi. Bila tidak go public, permodalan perusahaan hanya bersumber dari perbankan yaitu dari kredit, dimana


(15)

harus selalu dibayar oleh perusahaan secara rutin (tidak bisa ditunda) dan sering suku bunga kredit sangat tinggi, berarti perusahaan mendapat modal dengan biaya yang mahal. Sebaliknya, jika go public maka perusahaan bisa memobilisasi dana tanpa batas dari masyarakat dan perusahaan akan dikelola secara profesional sehingga akan bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama. Bagi investor, membeli saham perusahaan yang melakukan penawaran umum akan memberikan alternatif lain dalam memperoleh penghasilan. Dengan membeli saham atau obligasi, pemodal akan mendapat penghasilan dari sumber lain yaitu dividen,

capital gain dan bunga obligasi (Widoatmodjo, 2009).

Dalam proses go public, sebelum diperdagangkan di pasar sekunder, saham terlebih dahulu dijual di pasar primer atau sering disebut pasar perdana. Penawaran saham secara perdana ke publik melalui pasar perdana ini dikenal dengan istilah initial public offering (IPO). Harga saham yang akan dijual perusahaan pada pasar perdana ditentukan oleh kesepakatan antara emiten (perusahaan penerbit) dengan underwriter (penjamin emisi), sedangkan harga saham yang dijual pada pasar sekunder ditentukan oleh mekanisme pasar, yaitu permintaan dan penawaran (Kristiantari, 2012).

Penentuan harga saham pada saat IPO merupakan faktor penting, baik bagi emiten maupun underwriter karena berkaitan dengan jumlah dana yang akan diperoleh emiten dan risiko yang akan ditanggung oleh underwriter. Jumlah dana yang diterima emiten adalah perkalian antara jumlah saham yang ditawarkan dengan harga per saham, sehingga semakin tinggi harga per saham maka dana yang diterima akan semakin besar. Hal ini mengakibatkan emiten seringkali


(16)

menentukan harga saham yang dijual pada pasar perdana dengan membuka penawaran harga yang tinggi, karena menginginkan pemasukan dana semaksimal mungkin. Sedangkan underwriter sebagai penjamin emisi berusaha untuk meminimalkan risiko agar tidak mengalami kerugian akibat tidak terjualnya saham-saham yang ditawarkan, terutama dalam tipe penjaminan full commitment

karena dalam tipe penjaminan ini pihak underwriter akan membeli saham yang tidak laku terjual (Ang, 1997 dalam Handayani 2008). Upaya yang dilakukan

underwriter untuk mencegah tidak terjualnya saham-saham emiten adalah dengan melakukan negosiasi dengan emiten agar harga saham tersebut tidak terlalu tinggi.

Apabila harga saham pada pasar perdana (IPO) lebih rendah dibandingkan dengan harga saham pada pasar sekunder pada hari pertama, maka akan terjadi

underpricing. Sebaliknya, apabila harga saat IPO lebih tinggi dibandingkan dengan harga saham pada pasar sekunder pada hari pertama, maka fenomena ini disebut overpricing (Darmadji, 2001). Penelitian yang dilakukan oleh Aggrawal (1994) dalam Trisnaningsih (2005) menyimpulkan bahwa fenomena underpricing

sering terjadi pada saat IPO.

Menurut Beatty (1989) dalam Kristiantari (2012), kondisi underpricing

menimbulkan dampak yang berbeda bagi perusahaan dan investor. Perusahaan akan tidak diuntungkan apabila terjadi underpricing, karena dana yang diperoleh dari go public tidak maksimum. Sedangkan bila terjadi overpricing, maka investor yang akan merugi, karena mereka tidak menerima initial return yaitu keuntungan yang diperoleh pemegang saham karena perbedaan harga saham yang dibeli di pasar perdana saat IPO dengan harga jual di hari pertama di pasar sekunder.


(17)

Meskipun dalam berbagai literatur disebutkan bahwa tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham, tetapi yang terjadi adalah manajer perusahaan sering mempunyai tujuan yang berbeda yang mungkin bertentangan dengan tujuan utama tersebut. Hal ini menyebabkan timbul konflik kepentingan antara para manajer dan para pemegang saham perusahaan (agency problem) karena manajemen mempunyai informasi mengenai perusahaan yang tidak dimiliki oleh pemegang saham (asimetri informasi) dan mempergunakannya untuk meningkatkan utilitasnya, padahal setiap pemakai bukan hanya manajemen membutuhkan informasi untuk pengambilan keputusan ekonomi (Darmadji, 2001).

Asimetri informasi menjadi suatu penjelasan mengenai fenomena

underpricing. Apabila tidak terjadi asimetri informasi antara emiten dan investor, maka harga penawaran saham akan sama dengan harga pasar sehingga tidak terjadi underpricing. Untuk mengurangi adanya asimetri informasi maka dilakukan penerbitan prospektus oleh perusahaan. Prospektus menjadi sangat penting keberadaannya jika perusahaan baru pertama kali menjual surat berharga kepada masyarakat sebab hanya dari sinilah masyarakat dapat memperoleh informasi tentang perusahaan tersebut.

Informasi mengenai perusahaan yang akan melakukan IPO sangat penting dimiliki oleh para pihak yang akan menentukan harga saham pada saat IPO yaitu pihak emiten dan pihak underwriter. Ketidaksamaan informasi yang dimiliki oleh para pihak inilah yang dapat mengakibatkan perbedaan harga sehingga


(18)

memungkinkan terjadinya underpricing. Asimetri informasi selalu terjadi, baik pada pasar perdana maupun pasar sekunder. Hal inilah yang menyebabkan masih banyaknya perusahaan go public yang mengalami underpricing sampai saat ini.

Berikut ini adalah ilustrasi fenomena underpricing pada perusahaan non keuangan yang IPO di Bursa Efek Indonesia Periode Januari 2007 sampai dengan Juni 2012:

Tabel 1.1 Fenomena Underpricing Tahun 2007-2012

Kode

Emiten Nama Perusahaan

Tanggal IPO

Harga Perdana

(Rp.)

Harga Sekunder

(Rp.)

Initial Return

(%)

BISI Bisi International Tbk 28-05-07 200 340 70,00 TRIL Triwira Insanlestari Tbk. 28-01-08 400 680 70,00 MFMI Multifiling Mitra Indonesia Tbk. 29-12-10 200 340 70,00 PDES Destinasi Tirta Nusantara Tbk 08-07-08 200 340 70,00 GREN Evergreen Invesco Tbk 09-07-10 105 178 69,52

BEST Bekasi Fajar Industrial Estate

Tbk 10-04-12 170 285 67,65

SRAJ Sejahteraraya Anugerahjaya Tbk 11-04-11 120 200 66,67 HOME Hotel Mandarine Regency Tbk 17-07-08 110 183 66,36 ADRO Adaro Energy Tbk 16-07-08 1.100 1.730 57,27 BCIP Bumi Citra Permai Tbk 11-12-09 110 173 57,27

Sumber: www.e-bursa.com, diolah

Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat besarnya nilai underpricing yang terjadi pada beberapa perusahaan non keuangan yang terpilih dalam sampel. Perusahaan-perusahaan tersebut merupakan sebagian dari jumlah sampel yang memiliki underpricing lebih tinggi dibandingkan perusahaan-perusahaan yang lain. Hal ini dapat dilihat pada perusahaan Bisi International Tbk, Triwira Insanlestari Tbk, Multifiling Mitra Indonesia Tbk dan Destinasi Tirta Nusantara


(19)

Tbk dimana selisih harga saham di pasar primer jauh lebih rendah dibandingkan harga saham di pasar sekunder dengan initial return sebesar 70%, lalu disusul oleh perusahaan Evergreen Invesco Tbk dengan initial return sebesar 69,52%, selanjutnya Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk dengan initial return sebesar 67,65%. Hal-hal yang menyebabkan terjadinya perbedaan harga saham yang cukup jauh ini menarik untuk diteliti. Bermula dari fenomena underpricing yang ekstrem tersebut dan juga adanya ketidakkonsistenan hasil para peneliti terdahulu sehingga dilakukan penelitian tentang faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi underpricing. Dimana nilai underpricing yang secara teori dapat diminimalisir, akan tetapi kenyataannya masih banyak perusahaan non-keuangan yang mengalami underpricing.

Adapun alasan penelitian ini memilih sektor non-keuangan adalah karena perusahan-perusahaan keuangan merupakan perusahaan yang banyak menghadapi berbagai regulasi yang diterbitkan oleh berbagai lembaga yang mengatur sektor keuangan, tentu hal ini akan mengakibatkan minimnya tingkat resiko atas

underpricing. Monitoring yang dilakukan diharapkan dapat memperkecil ketidakpastian perusahaan keuangan dibandingkan dengan perusahaan non-keuangan (Ernyan dan Husnan, 2002) sehingga diharapkan underpricing pada industri keuangan akan lebih kecil dibandingkan sektor yang lain. Selain itu, jumlah perusahaan keuangan yang melakukan Initial Public Offering (IPO) pada periode penelitian merupakan minoritas dari jumlah keseluruhan yang terdapat dalam populasi sehingga tidak dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya terjadi di sektor tersebut.


(20)

Berbagai penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

underpricing telah banyak dilakukan dan hasilnya sering mengalami inkonsistensi. Berikut ini adalah penjelasan mengenai variabel yang digunakan oleh beberapa peneliti mengenai underpricing.

Pengukuran profitabilitas perusahaan dapat dilihat melalui Return on Asset

(ROA) emiten tersebut. ROA merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba dengan aset yang dimilikinya. Investor dapat mempergunakan rasio ini sebagai bahan pertimbangan apakah emiten dalam operasinya nanti dapat memperoleh laba. Dengan kemampuan emiten yang tinggi untuk menghasilkan laba atas asetnya maka akan terlihat bahwa resiko yang akan dihadapi investor akan kecil. Ini berarti bahwa perusahaan dapat memanfaatkan seluruh asetnya dalam memperoleh laba sehingga underpricing yang diharapkan akan rendah. Penelitian yang dilakukan Yoga (2009) menemukan bahwa variabel ROA berpengaruh signifikan negatif terhadap underpricing. Adapun penelitian dari Trisnaningsih (2005) menunjukkan hasil yang berbeda, penelitan ini menyatakan bahwa ROA tidak berpengaruh terhadap underpricing.

Debt to Equity Rasio (DER) merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Semakin tinggi DER semakin tinggi pula resiko perusahaan. Para investor akan mempertimbangkan rasio ini sebelum membeli saham perdana perusahaan, akibatnya tingkat ketidakpastian harga saham akan semakin besar dan


(21)

penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2008) yang menyatakan bahwa variabel Debt to Equty Ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap initial return (underpricing).

Besaran perusahaan digunakan sebagai proksi atas ketidakpastian terhadap keadaan perusahaan di masa datang. Karena perusahaan besar lebih banyak mendapat informasi sehingga ketidakpastian investor akan kondisi perusahaan bisa diketahui. Hasil penelitian Suyatmin dan Sujadi (2006) menemukan bahwa ukuran perusahaan tidak terbukti secara signifikan mempengaruhi underpricing

dengan arah negatif. Sedangkan penelitian Yolana dan Martani (2005) menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap underpricing.

Variabel earning per share merupakan proxy dari laba per lembar saham perusahaan yang diharapkan dapat memberikan gambaran bagi investor mengenai bagian keuntungan yang dapat diperoleh dalam suatu periode tertentu dengan memiliki suatu saham. Informasi mengenai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan dapat membantu investor untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan arus kas yang baik di masa mendatang. Hasil empiris menunjukkan bahwa semakin tinggi EPS, semakin tinggi pula harga saham. Hasil penelitian Ardiansyah (2004) dan Handayani (2008), EPS berpengaruh negatif dan signifikan terhadap underpricing. Penelitian ini inkonsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Suyatmin dan Sujadi (2006) yang menyatakan bahwa EPS tidak berpengaruh terhadap underpricing (initial return).


(22)

Proceeds menunjukkan besarnya ukuran penawaran saat IPO. Melalui IPO diharapkan akan menyebabkan membaiknya prospek perusahaan yang terjadi karena ekspansi atau investasi yang dilakukan atas hasil IPO. Diduga proceeds

berhubungan positif dengan harga pasar saham karena semakin tinggi proceeds, semakin rendah ketidakpastian yang berarti semakin tinggi harga saham. Dengan demikian, semakin tinggi proceeds, maka initial returns semakin kecil (Ardiansyah, 2004 dalam Suyatmin dan Sujadi, 2006). Dimana hasil penelitian Suyatmin dan Sujadi secara serempak menunjukkan bahwa ukuran penawaran saham berpengaruh tidak signifikan terhadap underpricing, sedangkan secara parsial proceeds memiliki pengaruh terhadap underpricing.

Perusahaan dengan umur operasi yang lama kemungkinan akan menyediakan publikasi informasi perusahaan lebih luas dan lebih banyak bila dibandingkan dengan perusahaan yang baru saja berdiri. Informasi ini akan bermanfaat untuk investor dalam mengurangi tingkat ketidakpastian perusahaan. Dengan demikian calon investor tidak perlu mengeluarkan biaya yang lebih banyak untuk memperoleh informasi tentang perusahaan yang melakukan IPO tersebut. Jadi perusahaan yang telah lama berdiri mempunyai underpricing yang lebih rendah daripada perusahaan yang baru berdiri.

Underwriter yakni pihak yang menjembatani kepentingan emiten dan investor diduga memiliki pengaruh yang tinggi terhadap tinggi rendahnya

underpricing. Hal ini disebabkan karena underwriter bertanggung jawab atas terjualnya efek. Underwriter dinilai oleh investor berdasarkan kemampuan untuk memberikan penawaran dengan initial return yang tinggi terhadap investor. Jika


(23)

underwriter gagal maka akan mempengaruhi reputasinya di mata investor dan menghambat perusahaan penjamin emisi untuk memperoleh kesempatan transaksi di masa datang. Menurut penelitian Suyatmin dan Sujadi (2006) membuktikan bahwa reputasi underwriter berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

underpricing. Sedangkan penelitian Yasa (2008) membuktikan bahwa reputasi

underwriter berpengaruh positif dan signifikan terhadap underpricing.

Auditor berfungsi sebagai salah satu yang memiliki peranan penting dalam melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan penting bagi investor sebagai pertimbangan investasi mereka. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suyatmin dan Sujadi (2006) membuktikan variabel reputasi auditor berpengaruh positif dan signifikan terhadap underpricing. Sedang penelitian Ardiansyah (2004) menghasilkan bahwa variabel reputasi auditor berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap

underpricing.

Dua variabel baru merupakan variabel yang menggambarkan kondisi makro perekonomian. Variabel ini dipilih karena dalam melakukan keputusan untuk mendapatkan dana melalui penerbitan saham bagi sebuah perusahaan atau melakukan investasi bagi seorang investor sangat memperhatikan kondisi perekonomian yang terjadi guna mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang mungkin terjadi. Dua variabeltersebut adalah tingkat suku bunga bank dan inflasi. Tingkat suku bunga sangat mempengaruhi keputusan investor dalam melakukan investasi. Tingkat suku bunga ini berpengaruh terhadap pemilihan seorang investor untuk memilih berinvestasi dengan membeli saham, deposito atau yang


(24)

lainnya dalam memanfaatkan dana yang mereka miliki untuk menghasilkan keuntungan sesuai dengan harapan mereka. Sehingga tingkat suku bunga merupakan salah satu elemen yang digunakan oleh investor dalam memprediksikan prospek perusahaan di masa depan (Aprilianti : 2008).

Inflasi juga mempengaruhi investor dalam melakukan investasi. Inflasi digunakan seorang investor untuk menilai prospek sebuah perusahaan dimasa yang akan datang. Investor akan menganalisis industri-industri apa yang akan memberikan hasil yang paling baik. Inflasi ini sebagai salah satu indikasi yang nantinya digunakan investoruntuk melihat apakah sebuah perusahaan terpengaruh terhadap inflasi dalam kinerjanya dan sebagai alat untuk melihat bagaimana sebuah perusahaan mempertahankan usahanya dalam berbagai kondisi perekonomian yang ditunjukkan oleh inflasi. Penilaian-penilaian yang berbeda oleh para investor dapat menyebabkan underpricing (Aprilianti : 2008).

Dari beberapa penelitian tersebut, terdapat ketidakkonsistenan hasil penelitian sehingga masih perlu dilakukan penelitian kembali terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai variabel-variabel keuangan dan non keuangan apa saja yang dapat mempengaruhi underpricing saham, khususnya pada perusahaan yang melakukan penawaran umum perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia.

Berdasarkan fenomena yang dijelaskan tersebut, dimana terdapat perbedaan hasil penelitian para peneliti terdahulu dan adanya perbedaan fenomena yang terjadi antara teori dengan hasil penelitian terdahulu, maka dilakukan


(25)

penelitian ini dengan mengambil judul “Pengaruh Variabel Keuangan dan Non Keuangan Terhadap Underpricing pada Saham Perusahaan yang Melakukan Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (Periode Januari 2007 sampai dengan Juni 2012)”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

“Apakah variabel keuangan yang terdiri dari return on asset (ROA), debt to equity ratio (DER), besaran perusahaan (size), earning per share (EPS), ukuran penawaran saham (proceeds) dan variabel non keuangan yang terdiri dari umur perusahaan, reputasi underwriter, reputasi auditor, inflasi, dan suku bunga berpengaruh terhadap underpricing pada saham perusahaan yang melakukan

Initial Public Offering(IPO) di Bursa Efek Indonesia?”.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh variabel keuangan yang terdiri dari return on asset (ROA), debt to equity ratio (DER), besaran perusahaan (size), earning per share (EPS), ukuran penawaran saham (proceeds) dan variabel non keuangan yang terdiri dari umur perusahaan, reputasi underwriter, reputasi auditor, inflasi, dan suku bunga terhadap underpricing pada saham perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia.


(26)

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: a. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai underpricing pada saham perusahaan yang melakukan Initial

Public Offering di Bursa Efek Indonesia. b. Bagi Perusahaan

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam penetapan harga saham ketika memutuskan untuk melakukan penawaran umum perdana (IPO).

c. Bagi Penelitian Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi bahan referensi tambahan dalam penelitian yang berkaitan dengan pasar modal dan khususnya yang berhubungan dengan IPO.

d. Bagi Investor

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan informasi dan bahan pertimbangan bagi investor dalam membuat keputusan investasi di pasar modal.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Initial Public Offering

Menurut Black’s Law Dictionary dalam buku “Go Public dan Go Private di Indonesia” (Widjaja & Risnamanitis, 2009), definisi IPO adalah:

“A company’s first public sale of stock; the first offering of an issuer’s equity securities to the public through a registration statement.”

Sedangkan definisi go public adalah:

“The process of a company’s selling stock to the investing public for the first time (after filling a registration statement under applicable securities law) there by becoming a public corporation.”

Menurut Widjaja & Risnamanitis (2009), istilah go public (penawaran umum) adalah istilah hukum yang ditujukan bagi kegiatan suatu emiten untuk memasarkan dan menawarkan, pada akhirnya menjual efek-efek yang diterbitkannya, baik dalam bentuk saham, obligasi ataupun efek lainnya kepada masyarakat luas. Dengan demikian, penawaran umum tidak lain adalah kegiatan emiten untuk menjual efek yang dikeluarkan kepada masyarakat, yang diharapkan akan membeli dan dengan demikian memberikan pemasukan dana kepada emiten, baik untuk mengembangkan usahanya, membayar utang ataupun kegiatan lainnya. Penawaran Umum Perdana (IPO) merupakan suatu persyaratan yang harus dilakukan bagi emiten yang baru pertama kali menjual sahamnya di bursa efek.

Menurut Widoatmodjo (2009), proses penawaran umum saham dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) tahapan, yaitu:

1. Tahap persiapan

Tahapan ini merupakan tahapan awal dalam rangka mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan proses penawaran umum. Pada tahap yang paling awal ini perusahaan yang akan menerbitkan saham, terlebih dahulu melakukan


(28)

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk meminta persetujuan para pemegang saham dalam rangka penawaran umum saham. Setelah mendapat persetujuan, selanjutnya emiten melakukan penunjukan penjamin emisi serta lembaga dan profesi penunjang pasar, yaitu:

a. Penjamin Emisi (underwriter) merupakan pihak yang paling banyak keterlibatannya dalam membantu emiten dalam rangka penerbitan saham. Kegiatan yang dilakukan penjamin emisi antara lain menyiapkan berbagai dokumen, membantu menyiapkan prospektus, dan memberikan penjaminan atas penerbitan.

b. Akuntan Publik (Auditor Independen) bertugas melakukan audit atau pemeriksaan atas laporan keuangan calon emiten.

c. Perusahaan penilai melakukan penilaian terhadap aktiva tetap perusahaan dan menentukan nilai wajar dari aktiva tetap tersebut. Tujuan penilaian adalah untuk mengetahui nilai wajar suatu aktiva perusahaan pada saat tertentu, baik berwujud maupun tidak berwujud, untuk dipergunakan sebagai dasar dalam penawaran efek melalui pasar modal. Nilai wajar maksudnya adalah nilai yang lazim dipergunakan oleh perusahaan penilai.

d. Konsultan Hukum untuk memberikan pendapat dari segi hukum (legal opinion) mengenai dokumen perusahaan.

e. Notaris untuk mengubah anggaran dasar dan anggaran rumah tangga perusahaan.


(29)

2. Tahap pengajuan pernyataan pendaftaran

Pada tahap ini, calon emiten mengajukan pernyataan pendaftaran dengan melengkapi seluruh dokumen yang diperlukan kepada Bapepam-LK. Seluruh dokumen dievaluasi dan dilakukan inventarisasi atas kelengkapan dokumen, kejelasan informasi, keterbukaan, aspek hukum, akuntansi, keuangan dan manajemen dengan ketentuan yang harus dipenuhi sebagai berikut:

a. Bentuk dan isi pernyataan pendaftaran dalam rangka penawaran umum; b. Surat pengantar untuk pernyataan pendaftaran dalam rangka penawaran

umum;

c. Ketentuan umum pengajuan pernyataan pendaftaran.

Dalam tiga puluh hari kerja, Bapepam-LK akan memberikan tanggapan atas pernyataan pendaftaran yang diajukan oleh calon meiten. Jika semua dokumen dinilai lengkap dan mengandung kebenaran serta kejelasan, maka pernyataan pendaftaran dinyatakan efektif. Selanjutnya perusahaan sudah bisa mulai membuat prospektus.

Prospektus adalah setiap pernyataan atau informasi yang digunakan untuk penawaran efek dengan maksud memengaruhi pihak lain untuk membeli atau memperdagangkan efek. Penyusunan prospektus berpedoman pada keterbukaan sesuai dengan ketentuan Bapepam-LK. Meskipun prospektus dibuat dengan sangat menarik, tidak ada yang menjamin kebenaran isi prospektus tersebut. Oleh karena itu, Bapepam-LK perlu menyatakan dalam setiap prospektus yang dikeluarkan emiten bahwa lembaga tersebut tidak menjamin kebenaran isi prospektus.


(30)

Adapun informasi yang disajikan dalam prospektus, yaitu: a. Jadwal proses go public

b. Sejarah singkat perusahaan

c. Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga (AD / ART) d. Para pengelola (komisaris dan direksi)

e. Struktur organisasi

f. Pendapat dari konsultan hukum g. Pendapat dari penilai

h. Laporan keuangan yang sudah diaudit akuntan publik 1. Neraca

2. Laporan Laba / Rugi 3. Laporan Perubahan Modal i. Proyeksi yang dirinci per tahun

j. Kebijaksanaan dividen yang akan diambil emiten

k. Risiko yaitu kemungkinan-kemungkinan yang menyebabkan perusahaan tidak berhasil mencapai proyeksi sehingga menyebabkan investor merugi. 3. Tahap penawaran saham

Tahapan ini merupakan tahapan utama, karena pada waktu inilah emiten menawarkan saham kepada masyarakat investor. Investor dapat membeli saham tersebut melalui agen-agen penjual yang telah ditunjuk. Masa penawaran sekurang-kurangnya tiga hari kerja.

Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan dalam melakukan penawaran saham, yaitu:


(31)

a. Mempublikasikan prospektus

Investor dapat mengetahui kondisi perusahaan sehingga dapat memutuskan apakah membeli surat berharga yang ditawarkan atau tidak. Untuk mempublikasikan prospektus dapat dilakukan dengan cara, antara lain mengiklankan secara lengkap di surat kabar nasional dan melakukan public expose.

b. Melakukan penawaran perdana

Investor mulai bisa membeli saham, inilah yang dimaksud membeli di pasar perdana. Membeli saham di pasar perdana tetap harus melalui perusahaan pialang.

c. Penjatahan efek

Hal ini diperlukan jika permintaan melebihi persediaan yang ada. Selain itu juga untuk menghindari efek jatuh kepada sedikit investor, sebab semakin sedikit investor yang memegang efek, maka akan semakin tidak likuid efek tersebut di pasar sekunder.

d. Refund

Yaitu pengembalian uang investor. Ini terjadi jika dalam penjatahan efek, investor tersebut tidak mendapatkan jatah. Misalnya, harga saham Rp. 1.000, investor A menyetor Rp. 1 juta untuk mendapatkan 1000 lembar saham. Ternyata investor A hanya kebagian 500 lembar, maka sisa uang Rp. 500.000 dikembalikan pada periode ini.


(32)

4. Tahap pencatatan saham di Bursa Efek Indonesia

Setelah selesai penjualan saham di pasar perdana, selanjutnya saham tersebut dicatatkan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Adapun langkah-langkah yang harus dilalui dalam masa pencatatan saham di BEI, yaitu:

1. Emiten mengajukan permohonan pencatatan ke bursa sesuai dengan ketentuan pencatatan efek di BEI.

2. Bursa melakukan evaluasi berdasarkan persyaratan pencatatan.

3. Jika memenuhi persyaratan pencatatan, bursa memberikan surat persetujuan pencatatan.

4. Emiten membayar biaya pencatatan (listing fee).

5. Bursa mengumumkan pencatatan efek di papan perdagangan elektronik bursa. 6. Efek mulai tercatat dan dapat diperdagangkan di BEI. Pada masa ini,

dimulailah perdagangan di pasar sekunder.

Meskipun sudah dicatat di BEI, proses go public belum selesai. Tahap selanjutnya adalah melaksanakan kewajiban yang harus dipenuhi setelah pencatatan, yaitu:

a. Menerbitkan laporan tahunan

Investor bisa mengetahui prestasi perusahaan dan menilai apakah emiten mampu memenuhi janjinya yang dulu dituangkan dalam prospektus.

b. Membayar biaya go public

Selain listing fee, perusahaan yang sudah go public juga harus memenuhi kewajiban biaya yang lainnya, seperti biaya tahunan (annual fee).


(33)

c. Mengadakan RUPS

Dalam forum ini, perusahaan publik memutuskan berapa laba yang dibagi sebagai dividen dan berapa yang digunakan sebagai laba ditahan. Investor dapat mengajukan usulan.

d. Keterbukaan

Emiten harus bersifat terbuka, misalnya dengan membentuk sekretariat perusahaan (corporate secretary).

Apabila perusahaan yang ingin go public melaksanakan langkah-langkah yang telah ditetapkan tersebut, hal itu akan mempermudah dan mempercepat cita-cita perusahaan untuk menjadi perusahaan publik. Hal ini berarti bahwa perusahaan tersebut sudah merupakan milik masyarakat pemegang saham dari perusahaan yang bersangkutan. Besarnya kepemilikan tergantung dari besarnya persentase saham yang dimiliki oleh investor.

Sebagaimana yang diwajibkan oleh keputusan menteri keuangan Nomor 1548/KMK.013/1990 (Hapsari, 2012) perusahaan publik harus memenuhi beberapa kesanggupan, yaitu:

1. Keharusan untuk keterbukaan (full disclosure).

Indikator pasar modal yang sehat adalah transparansi atau keterbukaan. Sebagai perusahaan publik yang sahamnya telah dimiliki oleh masyarakat, harus menyadari keterbukaan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, emiten harus memenuhi persyaratan disclosure dalam berbagai aspek sesuai dengan kebutuhan pemegang saham dan masyarakat serta perturan yang berlaku.


(34)

2. Keharusan untuk mengikuti peraturan-peraturan pasar modal mengenai kewajiban pelaporan.

Setelah perusahaan go public dan mencatatkan efeknya di bursa, maka emiten sebagai perusahaan publik, wajib menyampaikan laporan secara rutin maupun laporan lain jika ada kejadian kepada BAPEPAM dan BEI. Seluruh laporan yang disampaikan oleh emiten kepada bursa secepatnya akan dipublikasikan oleh bursa kepada masyarakat pemodal melalui pengumuman di lantai bursa maupun melalui papan informasi. Hal ini penting, karena sebagian investor tidak memilii akses informasi langsung kepada emiten. Untuk mengetahui kinerja perusahaan, investor sangat tergantung pada informasi tersebut dan kewajiban pelaporan dapat membantu penyediaan informasi sehingga informasi dapat sampai secara tepat waktu dan tepat guna kepada investor.

3. Gaya manajemen yang berubah dari informal ke formal.

Sebelum go public manajemen tidak mempunyai kewajiban untuk menghasilkan laporan apapun. Tetapi sesudah go public mempunyai komunikasi dengan pihak luar, misalnya BAPEPAM, akuntan publik, dan stakeholder.

Hubungan-hubungan tersebut merupakan hubungan formal yang dilakukan kepada pihak luar, dan aturan-aturan yang berlaku merupakan aturan yang dapat digunakan oleh semua pihak yang membutuhkan.

4. Kewajiban membayar deviden.

Investor membeli saham karena mengharapkan ada keuntungan atau deviden yang dibagi tiap periode dan perusahaan harus memenuhi kewajiban ini


(35)

secara teratur dan konstan. Jika tidak, maka akan menurunkan kredibilitas perusahaan.

5. Senantiasa berusaha untuk meningkatkan tingkat pertumbuhan perusahaan. Perusahaan harus menunjukkan kemampuannya untuk bertahan dalam dunia persaingan sehingga harus bekerja keras untuk memperoleh itu. Hal ini merupakan salah satu kewajiban perusahaan kepada investor yang telah menanamkan modalnya.

2.2 Underpricing

Underpricing adalah suatu keadaan dimana efek yang dijual di bawah nilai likuidasinya atau nilai pasar yang seharusnya diterima oleh pemegang saham (Ang, 1997 dalam Hapsari, 2012). Underpricing dapat diartikan juga sebagai kondisi dimana harga penawaran pada saat IPO dinilai lebih rendah secara signifikan dibandingkan harga saham pada saat penutupan hari pertama di pasar sekunder (Beatty, 1989 dalam Hapsari, 2012). Selisih harga inilah yang dikenal sebagai Initial Return (IR) atau positif return bagi investor yaitu nilai positif

return yang diperoleh dari penawaran perdana mulai dari saat dibeli di pasar primer sampai pertama kali didaftarkan di pasar sekunder (Fitriani, 2012).


(36)

Sumber: Hapsari (2012)

Gambar 2.1 Pengujian Underpricing pada Saat IPO

Harga penawaran saham di pasar perdana adalah hasil kesepakatan antara emiten dengan underwriter. Setelah melakukan penawaran perdana, saham diperjualbelikan di pasar sekunder dimana harga saham ditentukan oleh kuatnya penawaran dan permintaan akan saham. Persentase selisih harga saham di pasar sekunder dibandingkan dengan harga saham pada penawaran perdana menjadi ukuran besarnya initial return. Apabila harga saham pada pasar perdana (IPO) lebih rendah dibandingkan dengan harga saham pada pasar sekunder pada hari pertama, maka akan terjadi underpricing. Sebaliknya, apabila harga saat IPO lebih tinggi dibandingkan dengan harga saham pada pasar sekunder pada hari pertama, maka fenomena ini disebut overpricing (Darmadji, 2001).

Menurut Kunz dan Aggarwal (1994) dalam Handayani (2008), rumus

underpricing adalah sebagai berikut:

Underpricing =


(37)

Berikut ini adalah alasan mengapa pemilik perusahaan menginginkan agar dapat meminimalkan underpricing:

1. Bila saham dijual dalam kondisi underpricing, berarti perusahaan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan dana secara maksimal.

2. Terjadinya underpricing ini akan menyebabkan transfer kemakmuran dari pemilik kepada investor. Khususnya yang membeli saham di pasar perdana akan memperoleh capital gain.

Investor berharap agar underpricing yang terjadi semakin besar karena semakin besar underpricing, maka semakin besar capital gain yang diterima pada saat saham dijual di pasar sekunder. Teori-teori yang menjelaskan tentang

underpricing biasanya akan bermuara pada asimetri informasibaik antara pemilik perusahaan dan calon investor, antar calon investor dan antara issuer dan penjamin emisi.

2.2.1 Teori Underpricing

Underpricing bisa disebabkan oleh beberapa hal dan ada pula teori – teori yang mendasari mengapa hal tersebut dapat terjadi. Berikut adalah tiga teori yang menjelaskan mengenai terjadinya underpricing (menurut Ritter, 1999 dalam Hapsari, 2012), yaitu:

1. Theory Investment Banker Monopsony Power Hypotesis

Teori ini berpendapat bahwa underwriter sebagai pihak yang lebih mengetahui kondisi pasar modal cenderung menetapkan harga yang lebih rendah untuk menghindari risiko yang ditanggungnya. Ketika perusahaan sekuritas tersebut go public, mereka cenderung membuat harga sahamnya sendiri


(38)

underpriced, seperti saham perusahaan lain. Hal seperti ini, berhasil meyakinkan klien (calon emiten) dan badan pengatur pasar modal bahwa

underpricing adalah hal yang normal terjadi pada IPO. 2. The Lawsuit Avoidance Hypotesis

Teori ini berpendapat bahwa fenomena underpricing tersebut merupakan cerminan dari upaya underwriter dan issuer untuk menjaga dan menghindarkan akibat hukum di masa yang akan datang dan risiko penurunan reputasinya karena tidak menyajikan nilai perusahaan yang sesungguhnya.

3. The Ownership Dispersion Hypotesis

Teori ini menyatakan emiten memiliki tujuan ketika merendahkan harga saham perdananya yaitu untuk memperluas permintaan pasar sehingga dapat memperoleh para pemegang saham minoritas dalam jumlah besar (tidak ada pemegang saham mayoritas). Investor yang terbagi dalam pemegang saham minoritas akan meningkatkan likuiditas saham dan membuat pihak luar sulit untuk menguasai atau menentang kebijakan manajemen.

2.2.2 Teori Asimetri Informasi dan Signaling

Teori yang dapat digunakan untuk menjelaskan penyebab terjadinya fenomena underpricing pada saham IPO adalah teori asimetri informasi dan

signaling. Baron (1982) menawarkan hipotesis asimetri informasi yang menjelaskan perbedaan informasi yang dimiliki oleh pihak – pihak yang terlibat dalam penawaran perdana yaitu emiten, penjamin emisi, dan masyarakat pemodal. Penjamin emisi (underwriter) memiliki informasi tentang pasar yang lebih


(39)

lengkap daripada emiten, sedangkan terhadap calon investor, penjamin emisi memiliki informasi yang lebih lengkap tentang kondisi emiten.

Oleh karena itu, underwriter memanfaatkan informasi yang dimiliki untuk membuat kesepakatan harga IPO yang maksimal, yaitu harga yang memperkecil resikonya apabila saham tidak terjual semua. Karena emiten kurang memiliki informasi, maka emiten menerima harga yang murah bagi penawaran sahamnya. Semakin besar ketidakpastian emiten tentang kewajaran harga sahamnya, maka lebih besar permintaan terhadap jasa underwriter dalam menetapkan harga. Sehingga underwriter menawarkan harga perdana sahamnya di bawah harga ekuilibrium. Maka akan menyebabkan underpricing semakin tinggi.

Pada Model Baron (1982), penjamin emisi memiliki informasi yang lebih baik mengenai permintaan terhadap saham-saham emiten dibandingkan dengan emiten itu sendiri. Semakin besar asimetri informasi yang terjadi maka semakin besar risiko yang dihadapi oleh investor, dan semakin tinggi initial return yang diharapkan dari harga saham.

Model Rock (1986) menyatakan bahwa asimetri informasi terjadi pada kelompok informed investor dengan uninformed investor. Informed investor yang memiliki informasi lebih banyak mengenai perusahaan emiten akan membeli saham-saham IPO jika harga pasar yang diharapkan melebihi harga perdana. Sementara kelompok uninformed karena kurang memiliki informasi mengenai perusahaan emiten, cenderung melakukan penawaran secara sembarangan baik pada saham-saham IPO yang underpriced maupun overpriced. Akibatnya kelompok uninformed memperoleh proporsi yang lebih besar dalam saham IPO


(40)

yang overpriced. Menyadari bahwa mereka menerima saham-saham IPO yang tidak proporsional, maka kelompok uninformed akan meninggalkan pasar perdana. Agar kelompok ini berpartisipasi dalam pasar perdana dan memungkinkan mereka memperoleh return saham yang wajar serta dapat menutup kerugian dari pembelian saham yang overpriced, maka saham-saham IPO harus cukup underpriced.

Kim (1999) dalam Yoga (2010), menyatakan bahwa dalam kondisi asimetri informasi sangat sulit bagi investor untuk membedakan antara perusahaan berkualitas dan yang tidak sehingga investor akan memberikan penilaian yang rendah bagi saham kedua perusahaan. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka perusahaan yang berkualitas dapat memberikan signal bagi investor untuk menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki kualitas yang baik. Signal yang baik menurut Kim (1999) dalam Yoga (2010) harus dapat memenuhi dua syarat, yakni: 1) signal tersebut harus dapat ditangkap oleh investor sehingga biaya yang dikeluarkan tidak sia – sia, 2) signal tersebut sulit atau terlalu mahal untuk dapat ditiru oleh perusahaan yang berkualitas rendah. Penggunaan signal positif secara efektif oleh emiten dan underwriter dapat mengurangi tingkat ketidakpastian yang dihadapi oleh investor, sehingga investor dapat membedakan kualitas dari perusahaan yang baik dan buruk.

Perusahaan dengan tingkat ekspektasi keuntungan yang baik akan berusaha menunjukkan kualitas perusahaannya yang lebih baik dengan melakukan

underpricing dan memberikan informasi mengenai besarnya jumlah saham yang ditahan oleh perusahaan. Harga penawaran underpriced dianggap oleh eksternal


(41)

investor sebagai signal yang dapat dipercaya mengenai kualitas perusahaan dikarenakan tidak semua perusahaan sanggup untuk menanggung biaya

underpricing. Perusahaan yang melakukan underpricing sebagai signal untuk menunjukkan kualitas perusahaan hanya akan menjual sebagian kecil sahamnya pada saat IPO. Hal ini dilakukan untuk menghindari biaya underpricing yang terlalu tinggi.

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing

Underpricing merupakan fenomena yang menarik karena telah diteliti oleh banyak peneliti di dunia dan sebagian besar peneliti mengatakan bahwa sering terjadi underpricing pada perusahaan yang melakukan IPO. Fenomena terjadinya

underpricing dijumpai hampir pada semua pasar modal yang ada di dunia. Salah satunya menurut Husnan (1996) dalam Yoga (2010), dalam penelitiannya, disimpulkan bahwa IPO pada perusahaan-perusahaan privat maupun perusahaan milik negara (BUMN) biasanya mengalami underpriced. Dari penelitian terdahulu, setidaknya ada beberapa faktor-faktor keuangan dan non keuangan yang mempengaruhi terjadinya underpricing saham dan digunakan dalam penelitian ini.

2.3.1 Faktor-faktor Keuangan

Underwriter dan perusahaan yang berperan aktif dalam penentuan harga jual saham di pasar perdana saat IPO, menggunakan informasi keuangan sebagai informasi yang akan diberikan kepada investor tentang perusahaan. Informasi tersebut dapat berupa laporan keuangan yang menggambarkan tentang informasi


(42)

keuangan perusahaan yang terdiri atas neraca, perhitungan laba/rugi, laporan arus kas, dan penjelasan laporan keuangan. Informasi keuangan tersebut meliputi: 1. Return on Assets (ROA)

ROA digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan cara memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Menurut penelitian terdahulu, antara lain Yasa (2008) dan Yoga (2009) mengatakan bahwa ROA berpengaruh negatif terhadap underpricing. ROA berpengaruh negatif terhadap underpricing karena ROA (Return on Assets)

merupakan salah satu ukuran profitabilitas perusahaan, maka semakin tinggi ROA perusahaan akan semakin rendah underpricing karena investor akan menilai kinerja perusahaan lebih baik dan bersedia membeli saham perdananya dengan harga yang lebih tinggi. Calon investor akan mempertimbangkan prosentase profitabilitas perusahaan sebelum menentukan keputusan investasinya sehingga nilai ketidakpastiannya semakin rendah yang juga akan menurunkan nilai

underpricing perusahaan tersebut (Yasa, 2008). 2. Debt to Equity Ratio (DER)

DER merupakan salah satu dari rasio leverage yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar hutang dengan modal yang dimilikinya. Pada hasil penelitian Suyatmin dan Sujadi (2006) menunjukkan bahwa DER berpengaruh positifterhadap underpricing. DER berpengaruh positif terhadap underpricing karena secara teoritis DER menunjukkan risiko suatu perusahaan sehingga berdampak pada ketidakpastian (Suyatmin dan Sujadi, 2006). Hal ini dapat mengurangiminat investor untuk membeli saham tersebut.


(43)

DER yang tinggi menunjukkan risiko finansial atau risiko kegagalan perusahaan untuk mengembalikan pinjaman akan semakin tinggi, dan sebaliknya. Parainvestor dalam melakukan keputusan investasi akan mempertimbangkannilai DER perusahaan. Apabila DER tinggi, maka risiko perusahaan akan tinggi pula, sehingga investor dalam melakukan keputusan investasi cenderung menghindari DER yang tinggi karena semakin tinggi DER semakin tinggi pula

underpricing-nya (Daljono, 2000 dalam Suyatmin dan Sujadi, 2006). 3. Besaran Perusahaan (Size)

Suatu perusahaan yang memiliki skala ekonomi yang tinggi diharapkan akan mampu bertahan dalam waktu yang lama. Kebanyakan investor lebih memilih untuk menginvestasikan modalnya di perusahaan yang memiliki skala ekonomi yang lebih tinggi. Ukuran perusahaan dapat dijadikan proksi ketidakpastian. Perusahaan yang berskala besar umumnya lebih dikenal oleh masyarakat daripada perusahaan dengan skala kecil sehingga informasi yang investor dapatkan pada perusahaan yang berskala besar semakin tinggi pula dan tingkat ketidakpastian di masa yang akan datang semakin rendah (Suyatmin dan Sujadi, 2006). Dengan demikian, perusahaan yang berskala besar mempunyai

underpriced yang lebih rendah daripada perusahaan yang berskala kecil. Ukuran perusahaan dapat diukur menggunakan total assets perusahaan tersebut.

Menurut Suyatmin dan Sujadi (2006) dan Yasa (2008) menyatakan bahwa

size berpengaruh negatif terhadap underpricing. Karena tingkat ketidakpastian yang rendah maka berpengaruh terhadap tingkat risiko perusahaan berskala besar dalam jangka panjang akan kecil juga. Oleh karena itu investor dapat mengambil


(44)

keputusan dari ukuran perusahaan karena memiliki informasi yang tinggi sehingga

underpricing menjadi kecil. 4. Earning per Share (EPS)

Laba per saham (earning per share) merupakan rasio yang menunjukkan bagian laba untuk setiap lembar saham. Semakin tinggi nilai EPS tentu saja menyebabkan semakin besar laba dan kemungkinan peningkatan jumlah dividen yang diterima pemegang saham. Laba per saham (earning per share) merupakan rasio yang mengukur seberapa besar dividen per lembar saham yang akan dibagikan kepada investor setelah dikurangi dengan dividen bagi para pemilik perusahaan. Apabila EPS perusahaan tinggi, akan semakin banyak investor yang mau membeli saham tersebut sehingga menyebabkan harga saham tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2008) membuktikan bahwa EPS berpengaruh negatif terhadap besarnya underpricing pada perusahaan keuangan yang melakukan initial public offering.

5. Ukuran Penawaran Saham (Proceeds)

Ukuran penawaran (proceeds) menunjukkan besarnya ukuran penawaran saat IPO. Melalui IPO diharapkan akan menyebabkan membaiknya prospek perusahaan yang terjadi karena ekspansi atau investasi yang akan dilakukan atas hasil IPO. Oleh karena itu, diduga bahwa proceeds berhubungan positif dengan harga pasar saham karena semakin tinggi proceeds, semakin rendah ketidakpastian yang berarti semakin tinggi harga saham. Dengan demikian, semakin tinggi proceeds, maka initial returns semakin kecil (Ardiansyah, 2004).


(45)

2.3.2 Faktor-faktor Non Keuangan

Dalam mengambil keputusan untuk berinvestasi, investor juga perlu mempertimbangkan faktor-faktor non keuangan yang berasal dari informasi non-keuangan yang dimiliki perusahaan misalnya gambaran perusahaan, reputasi

underwriter, reputasi auditor, kondisi ekonomi, umur perusahaan dan sebagainya. Sehingga nantinya dapat diambil suatu keputusan investasi yang rasional. Adapun faktor-faktor non keuangan meliputi:

1. Umur Perusahaan (Age)

Umur perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan dapat bertahan hidup dan banyaknya informasi yang bisa diserap oleh publik. Dalam kondisi normal, perusahaan yang telah lama berdiri akan mempunyai publikasi perusahaan lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan yang masih baru. Calon investor tidak perlu mengeluarkan biaya yang lebih banyak untuk memperoleh informasi dari perusahaan yang melakukan IPO tersebut. Jadi perusahaan yang telah lama berdiri mempunyai underpriced yang lebih rendah daripada perusahaan yang masih baru. Hal ini menambah kepercayaan investor terhadap perusahaan karena umur perusahaan merupakan salah satu hal yang dipertimbangkan investor dalam menanamkan modalnya.

Menurut Suyatmin dan Sujadi (2006), Yasa (2008), dan Handayani (2008) menyatakan bahwa variabel umur perusahaan (age) berpengaruh negatif terhadap

underpricing. Semakin lama umur perusahaan, maka informasi mengenai perusahaan tersebut semakin besar dan memperkecil ketidakpastian pasar yang pada akhirnya akan menurunkan underpricing saham.


(46)

2. Reputasi Underwriter

Underwriter merupakan perusahaan swasta atau BUMN (pihak luar) yang menjembatani kepentingan emiten dan investor yakni menjadi penanggung jawab atas terjualnya efek emiten kepada investor. Underwriter membuat kontrak dengan emiten untuk melakukan penawaran umum bagi kepentingan emiten dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa efek yang tidak terjual. Peranan

underwriter diduga berpengaruh terhadap tinggi rendahnya underpricing karena tinggi rendahnya harga perdana saham yang akan dibeli investor tergantung kesepakatan antara penjamin emisi dengan emiten. Emiten yang menggunakan penjamin emisi yang berkualitas atau bereputasi baik akan mengurangi tingkat ketidakpastian yang tidak dapat diungkapkan oleh informasi yang terdapat dalam prospektus dan menandai bahwa informasi privat dari emiten mengenai prospek perusahaan di masa mendatang tidak menyesatkan.

Menurut Anwar (2005) dalam Hapsari 2012, berikut ini adalah empat jenis penjaminan sekuritas yang dilakukan oleh penjamin emisi efek:

1. Full Commitment (kesanggupan penuh)

Penjamin emisi efek bertanggung jawab mengambil alih risiko penawaran efek dengan cara memberikan jaminan kepada emiten bahwa setiap bagian surat berharga yang tidak terjual akan dibeli oleh penjamin emisi dengan harga perdana yang ditawarkan kepada publik.

2. Best Effort (kesanggupan terbaik)

Penjamin efek hanya bertanggung jawab untuk melakukan usaha – usaha terbaiknya agar surat berharga dapat terjual dengan harga perdana yang


(47)

ditetapkan. Oleh karena itu, bila ada bagian efek yang tidak terjual akan dikembalikan kepada emiten.

3. Standby Commitment

Penjamin emisi efek akan membeli bagian efek yang tidak terjual sampai jangka waktu bersama. Namun, pembelian yang dilakukan oleh penjamin emisi ini adalah pada tingkatan harga yang telah diperjanjikan sebelumnya, yang biasanya berada di bawah harga perdana yang ditawarkan kepada publik.

4. All or None Commitment

Dalam hal ini, seluruh efek yang ditawarkan harus terjual semuanya. Apabila tidak, bagian yang sudah terjual akan dikembalikan bersama - sama dengan yang belum terjual kepada perusahaan / emiten. Jadi, pada prinsipnya adalah terjual seluruhnya atau tidak sama sekali. Apabila minat masyarakat terhadap saham yang di IPO – kan tidak memenuhi target yang telah ditetapkan, maka underwriter tidak melanjutkan proses emisi.

Pelaksanaan penjamin emisi efek, umumnya dilakukan dalam suatu sindikasi yang terdiri atas kalangan penjamin emisi. Dilihat dari masing – masing fungsi dan tanggung jawab dalam sindikasi penjamin emisi maka underwriter

dapat digolongkan sebagai berikut (Anwar, 2005 dalam Hapsari 2012): 1. Penjamin Emisi (Lead Underwriter)

Penjamin utama emisi dengan emiten membuat suatu perikatan dalam suatu perjanjian penjaminan emisi efek. Dalam perjanjian tersebut penjamin emisi menjamin menjual efek dan pembayaran seluruh nilai efek.


(48)

2. Penjamin Pelaksana Emisi (Managing Underwriter)

Mengelola penyelenggaraan emisi efek serta mengkoordinasikan seluruh penjamin emisi dalam pelaksanaan penjaminan efek, serta kegiatan lain yang sesuai dengan kewajiban para penjamin emisi efek.

3. Penjamin Peserta Emisi (Co – Underwriter)

Ikut serta menjamin penjualan dan pembayaran nilai efek pada penjaminan utama emisi sesuai bagian yang diambilnya. Penjaminan emisi efek selalu dihadapkan pada kemungkinan risiko. Risiko maksimum yang akan dihadapi oleh

underwriter adalah kemungkinan tidak lakunya efek sehingga menyebabkan

underwriter merugi karena menanggung penuh atas tidak lakunya efek yang disebabkan karena penggunaan penjaminan full commitment di Indonesia.

3. Reputasi Auditor

Auditor sebagai salah satu profesi penunjang pasar modal berfungsi melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan perusahaan yang akan melakukan go public. Hasil pengujian auditor ini sangat dibutuhkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk pengambilan keputusan. Auditor yang mempunyai banyak klien berarti auditor tersebut mendapat kepercayaan yang lebih dari klien untuk membawa nilai perusahaan klien ke pasar modal (Kartini dan Payamta, 2002).

Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang digunakan oleh investor atau calon investor dan underwriter untuk menilai perusahaan yang akan go public. Salah satu persyaratan dalam proses go public


(49)

(Keputusan Menteri Keuangan RI No.859 /KMK.01/1987). Laporan keuangan yang telah diaudit akan memberikan tingkat kepercayaan yang lebih besar kepada pemakainya. Auditor memegang peranan yang penting dalam proses go public, yaitu sebagai pihak yang ditunjuk oleh perusahaan, yang melakukan pemeriksaan laporan keuangan perusahaan sebagai calon emiten. Penggunaan auditor yang profesional dapat digunakan sebagai petunjuk terhadap kualitas emiten (Daljono, 2000).

Auditor yang berkualitas akan dihargai di pasaran dalam bentuk peningkatan permintaan jasa audit dan auditor yang memiliki reputasi yang tinggi maka akan mempertahankan reputasinya dengan memberikan kualitas audit yang tinggi pula. Atas kualitas pengauditannya yang tinggi, auditor akan dihargai dalam bentuk premium harga oleh klien. Dengan memakai auditor yang profesional akan mengurangi kesempatan emiten untuk berlaku curang dalam menyajikan informasi yang tidak akurat ke pasar. Semakin banyak kemampuan auditor untuk melakukan pengauditan terhadap klien, maka underpricing semakin rendah (Suyatmin dan Sujadi, 2006).

4. Inflasi

Menurut Rose dan Marquis (2009), inflasi adalah:

“A rise in the average level of all prices of goods and services traded in the economy over any given period of time.”

Inflasi adalah kecenderungan terjadinya peningkatan harga produk-produk secara keseluruhan. Inflasi merupakan salah satu indikasi tentang adanya ketidakstabilan perekonomian di Indonesia. Ketidakstabilan perekonomian sangat


(1)

121

32. MKPI Metropolitan Kentjana Tbk Eddy Prakarsa Permana dan Siddharta 0 33. BWPT BW Plantation Tbk Mulyamin Sensi Suryanto (Moore Stephen) 0 34. BCIP Bumi Citra Permai Tbk RSM AAJ Associates - Aryanto, Amir Yusuf, Mawar & Saptoto 0 35. EMTK Elang Mahkota Teknologi Tbk Purwantono, Suherman dan Surja (Ernst & Young) 1

36. PTPP PP (Persero) Tbk Soejatna, Mulyana dan Rekan 0

37. BIPI Benakat Petroleum Energy Tbk Bismar, Muntalib dan Yunus 0 38. TOWR Sarana Menara Nusantara Tbk Purwantono, Suherman dan Surja (Ernst & Young) 1 39. ROTI Nippon Indosari Corpindo Tbk Purwantono, Suherman dan Surja (Ernst & Young) 0 40. GOLD Golden Retailindo Tbk Anwar dan Rekan (DFK Internasional) 0

41. SKYB Skybee Tbk Tanubrata Sutanto Fahmi dan Rekan 0

42. IPOL Indopoly Swakarsa Industry Tbk RSM AAJ Associates - Aryanto, Amir Yusuf, Mawar & Saptoto 0 43. GREN Evergreen Invesco Tbk Noor Salim, Nursehan dan Sinarahardja 0 44. BUVA Bukit Uluwatu Villa Tbk Purwantono, Suherman dan Surja (Ernst & Young) 1 45. BRAU Berau Coal Energy Tbk Tjiendradjaja dan Handoko Tomo 0 46. HRUM Harum Energy Tbk Osman Bing Satrio dan Rekan (Deloitte) 1 47. ICBP Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Purwantono, Suherman dan Surja (Ernst &Young) 1 48. TBIG Tower Bersama Infrastructure Tbk Tanubrata Sutanto Fahmi dan Rekan 0 49. KRAS Krakatau Steel (Persero) Tbk Purwantono, Suherman dan Surja (Ernst &Young) 1 50. APLN Agung Podomoro Land Tbk Osman Bing Satrio dan Rekan (Deloitte) 1 51. MIDI Midi Utama Indonesia Tbk Anwar dan Rekan (DFK Internasional) 0 52. MFMI Multifiling Mitra Indonesia Tbk. RSM AAJ Associates - Aryanto, Amir Yusuf, Mawar & Saptoto 0 53. MBSS Mitrabahtera Segara Sejati Tbk. RSM AAJ Associates - Aryanto, Amir Yusuf, Mawar & Saptoto 0 54. SRAJ Sejahtera Raya Anugerah Jaya Tbk Paul Hadiwinata, Hidajat, Arsono, Ade Fatma dan Rekan (PKF) 0 55. SIMP Salim Ivomas Pratama Tbk Purwantono, Suherman dan Surja (Ernst &Young) 1 56. PTIS Indo Straits Tbk Tanudiredja, Wibisana dan Rekan (PwC) 1 57. SDMU Sidomulyo Selaras Anwar dan Rekan (DFK Internasional) 0 58. ALDO Alkindo Naratama Anwar dan Rekan (DFK Internasional) 0

59. STAR Star Petrochem Tbk - 0

60. SUPR Solusi Tunas Pratama Tbk RSM AAJ Associates - Aryanto, Amir Yusuf, Mawar & Saptoto 0 61. ARII Atlas Resources Tbk Tanudiredja, Wibisana dan Rekan (PwC) 1 62. GEMS Golden Energy Mines Tbk Mulyamin Sensi Suryanto dan Lianny (Moore Stephens) 0 63. ABMM ABM Investama Tbk Purwantono, Suherman dan Surja (Ernst & Young) 1 64. BAJA Saranacentral Bajatama Tbk Rama Wendra (Mc Millan Woods) 0 65. TELE Tiphone Mobile Indonesia Tbk Anwar dan Rekan (DFK Internasional) 0 66. ESSA Surya Esa Perkasa Tbk Osman Bing Satrio dan Rekan (Deloitte) 1 67. BEST Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk Paul Hadiwinata, Hidajat, Arsono, Ade Fatma dan Rekan (PKF) 0


(2)

ssLampiran 10

Data Inflasi dan Suku Bunga pada Perusahaan yang IPO

No. Kode

Emiten Nama perusahaan

Tanggal IPO Inflasi (%) Suku Bunga (%)

1 BISI Bisi International Tbk 28-05-07 6.29 8.75 2 WEHA Panorama Transportasi Tbk 31-05-07 6.29 8.75 3 BKDP Bukit DarmoProperty Tbk 15-06-07 6.01 8.50 4 SGRO Sampoerna Agro Tbk 18-06-07 6.01 8.50 5 MNCN Media Nusantara Citra Tbk 22-06-07 6.01 8.50 6. PKPK Perdana Karya Perkasa Tbk 11-07-07 5.77 8.25 7. DEWA Darma Henwa Tbk 26-09-07 6.51 8.25 8. WIKA Wijaya Karya (Persero) Tbk 29-10-07 6.95 8.25 9. ACES Ace Hardware Indonesia Tbk 06-11-07 6.88 8.25 10. PTSN Sat Nusapersada Tbk 08-11-07 6.88 8.25 11. JSMR Jasa Marga (Persero) Tbk 12-11-07 6.88 8.25 12. JKON Jaya Konstruksi Manggala Pratama Tbk 04-12-07 6.71 8.25 13. CSAP Catur Sentosa Adiprana Tbk 12-12-07 6.71 8.00 14. ITMG Indo Tambangraya Megah Tbk 18-12-07 6.71 8.00 15. COWL Cowell Development Tbk 19-12-07 6.71 8.00 16. BAPA Bekasi Asri Pemula Tbk 14-01-08 6.59 8.00 17. TRIL Triwira Insanlestari Tbk. 28-01-08 6.59 8.00 18. ELSA Elnusa Tbk. 06-02-08 7.36 8.00 19. YPAS Yanaprima Hastapersada Tbk 05-03-08 7.40 8.00 20. KOIN Kokoh Inti Arebama Tbk 09-04-08 8.17 8.00 21. TPIA Chandra Asri Petrochemical Tbk. 26-05-08 8.96 8.25 22. BSDE Bumi Serpong Damai Tbk 06-06-08 10.38 8.50 23. INDY Indika Energy Tbk. 11-06-08 10.38 8.50 24. PDES Destinasi Tirta Nusantara Tbk 08-07-08 11.03 8.75 25. KBRI Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk 14-02-78 11.03 8.75 26. ADRO Adaro Energy Tbk 16-07-08 11.03 8.75 27. HOME Hotel Mandarine Regency Tbk 17-07-08 11.03 8.75 28. TRAM Trada Maritime Tbk. 10-09-08 11.85 9.25 29. SIAP Sekawan Intipratama Tbk 17-10-08 12.14 9.50 30. TRIO Trikomsel Oke Tbk 14-09-08 7.92 7.50 31. INVS Inovisi Infracom Tbk 03-07-09 3.65 6.75 32. MKPI Metropolitan Kentjana Tbk 10-07-09 3.65 6.75 33. BWPT BW Plantation Tbk 27-10-09 2.83 6.50 34. BCIP Bumi Citra Permai Tbk 11-12-09 2.41 6.50 35. EMTK Elang Mahkota Teknologi Tbk 12-01-10 2.78 6.50 36. PTPP PP (Persero) Tbk 09-02-10 3.72 6.50 37. BIPI Benakat Petroleum Energy Tbk 11-02-10 3.72 6.50 38. TOWR Sarana Menara Nusantara Tbk 08-03-10 3.81 6.50 39. ROTI Nippon Indosari Corpindo Tbk 28-06-10 4.16 6.50 40. GOLD Golden Retailindo Tbk 07-01-10 5.05 6.50 41. SKYB Skybee Tbk 07-01-10 5.05 6.50 42. IPOL Indopoly Swakarsa Industry Tbk 09-07-10 5.05 6.50 43. GREN Evergreen Invesco Tbk 09-07-10 5.05 6.50 44. BUVA Bukit Uluwatu Villa Tbk 12-07-10 5.05 6.50 45. BRAU Berau Coal Energy Tbk 19-08-10 6.22 6.50 46. HRUM Harum Energy Tbk 06-10-10 5.80 6.50 47. ICBP Indofood CBP Sukses Makmur Tbk 07-10-10 5.80 6.50 48. TBIG Tower Bersama Infrastructure Tbk 26-10-10 5.80 6.50 49. KRAS Krakatau Steel (Persero) Tbk 10-11-10 5.67 6.50 50. APLN Agung Podomoro Land Tbk 11-11-10 5.67 6.50 51. MIDI Midi Utama Indonesia Tbk 30-11-10 5.67 6.50 52. MFMI Multifiling Mitra Indonesia Tbk. 29-12-10 6.33 6.50


(3)

123

53. MBSS Mitrabahtera Segara Sejati Tbk. 06-04-11 6.65 6.75 54. SRAJ Sejahtera Raya Anugerah Jaya Tbk 11-04-11 6.65 6.75 55. SIMP Salim Ivomas Pratama Tbk 09-06-11 5.98 6.75 56. PTIS Indo Straits Tbk 12-07-11 5.54 6.75 57. SDMU Sidomulyo Selaras 12-07-11 5.54 6.75 58. ALDO Alkindo Naratama 12-07-11 5.54 6.75 59. STAR Star Petrochem Tbk 13-07-11 5.54 6.75 60. SUPR Solusi Tunas Pratama Tbk 11-10-11 4.61 6.50 61. ARII Atlas Resources Tbk 08-11-11 4.42 6.50 62. GEMS Golden Energy Mines Tbk 17-11-11 4.42 6.00 63. ABMM ABM Investama Tbk 06-12-11 4.15 6.00 64. BAJA Saranacentral Bajatama Tbk 21-12-11 4.15 6.00 65. TELE Tiphone Mobile Indonesia Tbk 12-01-12 3.79 6.00 66. ESSA Surya Esa Perkasa Tbk 01-02-12 3.65 6.00 67. BEST Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk 10-04-12 3.97 5.75


(4)

Lampiran 11

Hasil Pengujian SPSS

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Return on Asset (X1) 67 .03 53.00 9.2470 8.68136

Debt to Equity Ratio (X2) 67 3.35 2880.52 247.1073 366.35076

Besaran Perusahaan (X3) 67 22185375560 2.E13 2.48E12 4.034E12

Earning per Share (X4) 67 .03 5252.43 311.3121 783.00165

Ukuran Penawaran Saham (X5) 67 22500000000 1.E13 9.67E11 1.820E12 Umur Perusahaan (X6) 67 0 57 14.84 10.720 Reputasi Underwriter (X7) 67 0 9 4.63 3.528 Reputasi Auditor (X8) 67 0 1 .33 .473 Inflasi (X9) 67 2.41 12.14 6.2197 2.24851 Suku Bunga (X10) 67 5.75 9.50 7.3246 1.00944

Underpricing (Y) 67 1.39 70.00 30.9237 24.88296

Valid N (listwise) 67

Regression

Variables Entered/Removed

Model Variables Entered Variables Removed Method 1 LAG_UND, Reputasi

Auditor, Umur Perusahaan, Return on Asset, Inflasi, Debt to Equity Ratio, Earning per Share, Reputasi Underwriter, LN_SIZE, Suku Bunga, LN_PROCEEDSa

. Enter

a. All requested variables entered.

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .584a .341 .207 21.90004 1.696

a. Predictors: (Constant), LAG_UND, Reputasi Auditor, Umur Perusahaan, Return on Asset, Inflasi, Debt to Equity Ratio, Earning per Share, Reputasi Underwriter, LN_SIZE, Suku Bunga, LN_PROCEEDS

b. Dependent Variable: Underpricing

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 13415.566 11 1219.597 2.543 .011a

Residual 25899.032 54 479.612 Total 39314.598 65

a. Predictors: (Constant), LAG_UND, Reputasi Auditor, Umur Perusahaan, Return on Asset, Inflasi, Debt to Equity Ratio, Earning per Share, Reputasi Underwriter, LN_SIZE, Suku Bunga, LN_PROCEEDS


(5)

125

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF 1 (Constant) 96.666 68.731 1.406 .165

Return on Asset (X1) -.312 .383 -.109 -.815 .418 .686 1.459

Debt to Equity Ratio (X2) .013 .008 .192 1.561 .124 .803 1.246

LN_SIZE (X3) -5.004 4.232 -.323 -1.182 .242 .163 6.133

Earning per Share (X4) .003 .005 .106 .730 .469 .579 1.727

LN_PROCEEDS (X5) 2.915 4.318 .189 .675 .503 .156 6.416 Umur Perusahaan (X6) .252 .275 .110 .916 .364 .845 1.183 Reputasi Underwriter (X7) -2.516 .985 -.362 -2.554 .013 .607 1.648 Reputasi Auditor (X8) -6.702 6.774 -.128 -.989 .327 .730 1.370 Inflasi (X9) 1.071 2.147 .099 .499 .620 .312 3.207 Suku Bunga (X10) -1.600 5.072 -.065 -.315 .754 .286 3.496

a. Dependent Variable: Underpricing


(6)

NPar Test

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 66

Normal Parametersa,,b Mean .0000000 Std. Deviation 19.96112830 Most Extreme Differences Absolute .105

Positive .105

Negative -.059

Kolmogorov-Smirnov Z .853

Asymp. Sig. (2-tailed) .461

a. Test distribution is Normal.

NPar Test

Runs Test

Unstandardized Residual Test Valuea -4.42932 Cases < Test Value 33 Cases >= Test Value 34

Total Cases 67

Number of Runs 25

Z -2.338

Asymp. Sig. (2-tailed) .019 a. Median

NPar Test

Runs Test

Unstandardized Residual Test Valuea -4.15556 Cases < Test Value 33 Cases >= Test Value 33

Total Cases 66

Number of Runs 31

Z -.744

Asymp. Sig. (2-tailed) .457 a. Median


Dokumen yang terkait

ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN: SEBELUM DAN SESUDAH INITIAL PUBLIC OFFERING DI BURSA EFEK INDONESIA

0 74 8

Pengaruh variabel keuangan dan non keuangan Terhadap underpricing pada perusahaan yang melakukan initial public offering (ipo) Di bursa efek indonesia

0 5 120

Pengaruh Variabel Keuangan Dan Non Keuangan Terhadap Underpricing Pada Saham Perusahaan Yang Melakukan Initial Public OfferingDi Bursa Efek Indonesia Periode 2009 - 2014

8 87 143

PENGARUH VARIABEL KEUANGAN DAN NON KEUANGAN TERHADAP UNDERPRICING PADA PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN INITIAL PUBLIC OFFERING (IPO) DI BURSA EFEK INDONESIA (PERIODE 2004 2008)

0 4 92

Pengaruh Variabel Keuangan Dan Non Keuangan Terhadap Underpricing Pada Saham Perusahaan Yang Melakukan Initial Public OfferingDi Bursa Efek Indonesia Periode 2009 - 2014

0 0 10

Pengaruh Variabel Keuangan Dan Non Keuangan Terhadap Underpricing Pada Saham Perusahaan Yang Melakukan Initial Public OfferingDi Bursa Efek Indonesia Periode 2009 - 2014

0 0 2

Pengaruh Variabel Keuangan Dan Non Keuangan Terhadap Underpricing Pada Saham Perusahaan Yang Melakukan Initial Public OfferingDi Bursa Efek Indonesia Periode 2009 - 2014

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Initial Public Offering - Pengaruh Variabel Keuangan dan Non Keuangan terhadap Underpricing pada Saham Perusahaan yang Melakukan Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (Periode Januari 2007 sampai dengan Juni 201

0 0 37

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Variabel Keuangan dan Non Keuangan terhadap Underpricing pada Saham Perusahaan yang Melakukan Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (Periode Januari 2007 sampai dengan Juni 2012)

0 0 13

ABSTRAK PENGARUH VARIABEL KEUANGAN DAN NON KEUANGAN TERHADAP UNDERPRICING PADA SAHAM PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN INITIAL PUBLIC OFFERING DI BURSA EFEK INDONESIA

0 0 11