Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Yayasan Kakak dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak T1 312009011 BAB I

(1)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Alasan Pemilihan Judul

Meluasnya industri sex yang ada di beberapa negara termasuk Indonesia telah mengakibatkan banyak anak yang dipaksa untuk menjadi pekerja seks komersial. Pelacuran anak merupakan salah satu dari bentuk-bentuk pekerjaan yang terburuk bagi anak dan merupakan pelanggaran mendasar atas hak-hak anak. Tekanan fisik dan emosi yang dialami oleh korban pelacuran anak memiliki akibat serius pada hak anak untuk tumbuh dan berkembang secara wajar. Selain itu, anak yang merupakan korban pelacuran rentan terhadap berbagai jenis penyakit, khususnya yang ditularkan melalui hubungan seks dengan segala akibatnya. Akibat lain yang cukup meresahkan korban adalah mereka sering disalahkan dan mendapat stigma (label) buruk. Padahal kejadian yang mereka alami bukan karena kehendaknya.1

Permasalahan tentang minimnya perlindungan terhadap anak belum dapat teratasi dengan baik, artinya masih sering disaksikan atau ditemui berbagai bentuk kekerasan seksual terhadap anak. Tentunya diharapkan permasalahan tersebut tidak semakin meluas. Keluarga juga menjadi faktor penting dalam pencegahan kekerasan seksual terhadap anak yang berkelanjutan, anak-anak yang sudah pernah menjadi korban

1


(2)

2 kekerasan seksual, orang tua harus bisa memberikan pengertian yang benar agar anak tidak semakin masuk dalam dunia pornografi, sex bebas,dan sejenisnya. Menurut Alfie Kohn, mencintai anak tanpa syarat, akan lebih menghasilkan pengaruh positif dan bukan hanya sesuatu yang benar untuk dilakukan secara moral, tetapi juga merupakan sesuatu yang cerdas dan mendidik.2 Jadi orang tua juga memiliki peran memberikan cinta yang tulus dan motivasi bagi anak yang sudah pernah menjadi korban kekerasan seksual agar menghilangkan rasa trauma dan kembali memiliki semangat dalam menjalani hidup. Bagaimana anak berkembang, ke arah yang positif atau negatif tidak terlepas dari bekal apa yang dimiliki anak, situasi apa yang dihadapi dan bagaimana kemampuan dan aktivitas anak sendiri dalam rangka mengembangkan dirinya.3 Selain itu perlindungan tentunya harus ditegakkan, baik berbentuk hukum atau undang-undang untuk kepentingan anak. Tetapi jika kita melihat praktik yang ada di negara kita saat ini, bantuan perlindungan terhadap anak terkait kekerasan seksual terhadap anak jika hanya melalui hukum atau undang-undang nampaknya tidaklah cukup. Butuh dukungan dari system atau struktur yang memadai dan memperjuangkan setiap perlindungan anak.

Untuk mengatasi masalah tersebut maka saat ini terdapat berbagai macam LSM yang bertugas memberikan perlindungan terhadap hak-hak anak. Salah satunya adalah Yayasan KAKAK yang

2

Kohn, Jangan Pukul Aku, MLC, Bandung, 2006 3


(3)

3 berada di kota Solo. Karena itu penulis tertarik mengambil topik ini dimana penulis ingin lebih dalam mengerti cara kerja dan peran Yayasan KAKAK dalam menangani kasus kekerasan seksual terhadap anak, serta mengerti juga hambatan-hambatan yang dihadapi yayasan KAKAK baik hambatan yang mungkin bersumber dari yayasan KAKAK itu sendiri, masyarakat, pemerintah, ataupun penegak hukum. Alasan penulis mengambil topik tersebut karena penulis tertarik untuk mengkaji bagaimana Yayasan KAKAK berusaha mewujudkan perlindungan terhadap anak korban kekerasan seksual.

Berdasarkan alasan tersebut maka penulis memilih judul:

“PERAN YAYASAN KAKAK DALAM PENANGANAN

KASUS KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK”

Untuk memahami terkait pengertian atau makna dan maksud penulis dengan judul diatas, maka penulis memberikan definisi agar tidak terjadi kesalah pemahaman antara penulis dan pembaca, sebagai berikut:

1. Peran adalah suatu fungsi, tugas pokok dan kewajiban yang harus dilakukan

2. Tindak Kekerasan anak adalah perilaku dengan sengaja maupun tidak sengaja (verbal dan non verbal) yang ditujukan untuk mencederai atau merusak anak, baik berupa serangan fisik, mental, sosial, ekonomi, maupun seksual


(4)

4 yang melanggar hak asasi manusia, bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat, berdampak trauma pskologis bagi korban.

3. Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 tahun, termasuk anak dalam kandungan. (UU RI No.23/2002)


(5)

5 Tabel 1. Perbandingan Skripsi

Nama Judul Skripsi Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Metode Pendekatan Fokus Aditya (312009011) Peran Yayasan “Kakak” Dalam Menangani Kasus Kekerasan Seksual Anak 1.Bagaimana peran Yayasan Kakak dalam

mengupayakan kasus kekerasan seksual

anak ? 2.Apa hambatan yang

dialami yayasan Kakak dalam menangani kasus kekerasan seksual

anak?

Untuk mengetahui tentang peran Yayasan “KAKAK”

dalam mengupayakan kekerasan seksual anak dan

memahami faktor-faktor penghambat yang dialami

yayasan Kakak dalam melakukan perlindungan terhadap anak Yuridis Sosiologis Mengetahui permasalahan terkait kekerasan seksual anak dan cara penanganan masalah tersebut yang dilakukan oleh Yayasan Kakak Arina Vidyasari (312007023) Upaya Perlindungan Hukum terhadap Perempuan Korban Perdagangan Orang melalui Advokasi Hukum (Studi Kasus

mengenai

1.Bagaimana upaya advokasi hukum oleh LRC-KJHAM dalam

mendampingi perempuan korban

tindak pidana perdagangan orang?

1.Untuk mengetahui bentuk pendampingan yang diberikan terhadap perempuan korban perdagangan perempuan 2.Mengetahui dan menggambarkan kendala-Yuridis Sosiologis

Meneliti dan mengerti cara kerja

LRC-KJHAM dalam memberikan upaya perlindungan hukum

dalam bentuk pendampingan kepada


(6)

6

Pendampingan Hukum terhadap Korban oleh LRC-KJHAM Semarang)

2.Apa kendala yang dihadapi oleh

LRC-KJHAM selaku pendamping hukum dalam memperjuangkan terpenuhinya hak-hak korban?

kendala apa saja yang dihadapi dalam pendampingan kasus tindak

pidana perdagangan orang.

perempuan korban perdagangan. Aris Ardiyanto (312003088) Peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Dalam Menangani Kasus Kekerasan Anak

Apa Peran Komisi Perlindungan Anak

Indonesia (KPAI) Terhadap Kasus Kekerasan Anak?

Untuk mengetahui dan memahami tentang pelaksanaan atau peran

KPAI terhadap kasus kekerasan anak dan dapat

mengidentifikasi pola penanganan dan faktor-faktor pendorong dan

penghambat dalam perlindungan anak.

Yuridis Sosiologis

Hanya UU saja dalam perlindungan anak tidak cukup maka dari

itu dibutuhkan peran 0KPAI yg diberikan peran efektif dalam

penanganan perlindungan anak khususnya kekerasan


(7)

7

Erdia Christina (312006054)

Penanganan Tindak Kekerasan Terhadap

Perempuan Oleh SPEK-HAM

1.Bagaimana bentuk penanganan yang diberikan oleh

SPEK-HAM terhadap perempuan korban

kekerasan? 2. Apa dasar hukum

peran serta SPEK-HAM dalam penanganan kasus kekerasan terhadap

perempuan?

1.Mengetahui bentuk penanganan yang diberikan

oleh SPEK-HAM dalam memberikan perlindungan terhadap perempuan yang menjadi korban kekerasan

2.Mengetahui dasar kewenangan dari SPEK-HAM dalam penanganan

kasus kekerasan.

Yuridis Sosiologis

Mengerti bagaimana dan apa saja bentuk

perlindungan yang diberikan oleh SPEK-HAM terkait masalah kekerasan terhadap


(8)

8

B. Latar Belakang Masalah

Anak-anak merupakan masa depan, bukan hanya untuk dirinya sendiri dan keluarganya, tetapi juga untuk masyarakat, bangsa dan negaranya. Mereka adalah masa depan kemanusiaan. Dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus selalu dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak Anak tahun 1989.

Anak-anak sebagai harapan dan penerus generasi bangsa, maka kesejahteraan anak harus ditingkatkan dan merupakan tanggung jawab dari pemerintah, masyarakat, juga keluarga dan orang tua agar mereka dapat menjadi generasi penerus bangsa yang berkualitas. Terkait tanggung jawab pemerintah, masyarakat juga keluarga dan orang tua tersebut, kesemuanya itu di atur di dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, untuk tanggung jawab pemerintah di atur dalam pasal 21 hingga pasal 24, yang berbunyi:

Pasal 21

Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik,


(9)

9 budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental.

Pasal 22

Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak.

Pasal 23

(1) Negara dan pemerintah menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap anak.

(2) Negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak.

Pasal 24

Negara dan pemerintah menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak.

Untuk tanggung jawab masyarakat di atur dalam pasal 25, yang berbunyi:

Pasal 25

Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat terhadap perlindungan anak dilaksanakan melalui kegiatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak.


(10)

10 Untuk tanggung jawab keluarga dan orang tua di atur dalam pasal 26, yang berbunyi:

Pasal 26

(1) Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk: a.mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak

b.menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya

c.mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.

(2) Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau karena suatu sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, maka kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kekerasan seksual terhadap anak adalah persoalan yang serius, kompleks, dan universal. Dikatakan serius karena kasus kekerasan seksual terhadap anak merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi. Kompleks karena persoalan kekerasan seksual terhadap anak memiliki dimensi yang luas. Dikatakan universal karena persoalan kekerasan seksual terhadap anak terjadi di semua wilayah baik kota-kota kecil ataupun juga di kota-kota besar, di ranah domestik juga privat (pribadi/keluarga).


(11)

11 Kekerasan seksual terhadap anak pada dasarnya merujuk kepada kekerasan yang bersifat fisik maupun psikologis. Disamping itu permasalahan yang lebih penting adalah menyangkut persoalan teknis atau mekanisme yang terbaik bagi korban.

Saat ini tindak kekerasan seksual terhadap anak seakan terus menjadi hal yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Disadari atau tidak kemajuan teknologi dan khususnya kemajuan teknologi media massa meskipun bukan merupakan faktor tunggal dan faktor langsung penyebab munculnya tindak kekerasan seksual pada anak, akan tetapi media massa melalui berbagai produknya mampu memicu masyarakat untuk melakukan tindakan kekerasan seksual terhadap anak seperti pencabulan dan juga perkosaan. Media massa begitu berkuasa dalam mengubah hidup publik apalagi di dalam hal merubah sikap, karakter, dan tingkah laku. Begitu kuatnya pengaruh media massa, menyebabkan banyak orang beranggapan bahwa variabel ini cukup signifikan dalam memicu penyakit-penyakit sosial, seperti pornografi, kriminalitas, dan tentunya kekerasan. Oleh sebab itu munculnya pornografi di media massa merupakan salah satu faktor pemicu munculnya tindak kekerasan seksual terhadap anak.

Terlepas dari dampak media massa khususnya pornografi yang masih merupakan isu kontroversial, telah diakui bahwa kemajuan teknologi dengan media massanya baik media cetak maupun elektronik dengan cepat membuka akses masyarakat terhadap berbagai jenis


(12)

12 informasi dari luar, termasuk segala jenis hiburan yang dengan mudah dapat dinikmati melalui siaran televisi, radio, vcd, internet, dan yang terakhir kecanggihan perangkat telepon selulerpun menambah deretan kemudahan khalayak dalam menikmati segala informasi. Belum lagi informasi dari berbagai jenis media cetak. Oleh sebab itu tidak dapat disangkal bahwa kemajuan teknologi dan media massa tidak hanya membawa dampak yang positif saja akan tetapi juga membawa dampak negatif bagi masyarakat. Dan mungkin saja tindak kejahatan kekerasan seksual terhadap anak adalah salah satu dampak negatif yang dibawa oleh media. Oleh sebab itu terlepas dari pornografi sebagai isu yang masih sangat kontroversial bukankah dengan melihat semakin meningkatnya kasus kriminal kekerasan seksual terhadap anak, sudah saatnya permasalahan tersebut harus segera diangkat menjadi agenda penting dalam pemerintahan.

Pemerkosaan, pelecehan seksual, perlakuan tidak adil dan semena-mena masih menjadi ‘agenda’ kekerasan yang belum diungkap, karena keterbatasan anak akan informasi atas hak-hak mereka, ketakutan dan ketidakberdayaan anak-anak yang seringkali dianggap sebagai minoritas. Ketidakberdayaan anak sebagai korban tindak kekerasan seksual banyak kita jumpai dalam berbagai kasus. Bahkan jikalau suatu kasus tindak kekerasan seksual terhadap anak telah berhasil dibawa kepada jalur hukum, ketidakberdayaan anak-anak sebagai korban seringkali dijumpai. Disini, dimata hukum seringkali


(13)

13 posisi anak-anak berada di posisi yang lemah. Banyak sekali kasus kekerasan seksual terhadap anak misalnya pelecehan seksual, perkosaan, dan eksploitasi komersial terhadap anak yang lepas begitu saja dari hukum dengan dalil tidak adanya saksi dan kurangnya bukti, padahal ada banyak pasal yang dapat digunakan untuk menjerat para pelaku tindak kekerasan seksual dengan tujuan agar para pelaku ini tidak mengulang tindakan serupa dan pelaku mempertanggungjawabkan tindakan yang telah dilakukan. Ada beberapa pasal yang berhubungan dengan kekerasan seksual antara lain:

 Pasal 81 dan pasal 82 UUPA (Undang-Undang Perlindungan Anak) nomor 23 Tahun 2003, tentang perkosaan dan pencabulan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun dan denda paling banyak Rp. 30.000.000,- dan paling sedikit Rp. 60.000.000,-

 Pasal 285 KUHP tentang perkosaan dengan ancaman hukuman penjara paling lama 12 tahun

 Pasal 286 KUHP tentang persetubuhan diluar pernikahan, padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam hukuman penjara paling lama 9 tahun


(14)

14  Pasal 287 KUHP tentang persetubuhan dengan anak

dibawah umur 15 tahun, dengan ancaman hukuman paling lama 9 tahun

 Pasal 289 KUHP tentang perbuatan cabul diancaman dengan ancaman hukuman paling lama 9 tahun

 Pasal 290 KUHP tentang pencabulan dengan ancaman pidana penjara paling lama 7 tahun

 Pasal 294 KUHP, tentang pencabulan pada anak dengan ancaman hukuman paling lama 7 tahun

Kekerasan seksual anak memiliki arti yaitu sebagai hubungan atau interaksi antara seorang anak dengan seseorang yang lebih tua atau orang dewasa seperti orang asing, saudara kandung, atau orang tua dimana anak tersebut dipergunakan sebagai objek pemuas bagi kebutuhan seksual si pelaku. Ada 4 bentuk yang termasuk dalam kategori kekerasan seksual adalah pelecehan seksual, perkosaan, pencabulan, sodomi.4

Dari data yang ada, kekerasan seksual di kota Solo tahun 2011 terjadi sebanyak 18 kasus. Untuk kategori pelecehan seksual terjadi sebanyak 7 kasus, untuk kasus perkosaan sebanyak 5 kasus, sedangkan untuk pencabulan sebanyak 1 kasus, yang terakhir yaitu sodomi sebanyak 5 kasus. Jadi, dari 4 kategori kekerasan seksual, kategori pelecehan seksual merupakan yang tertinggi atau sering terjadi,

4


(15)

15 sedangkan kategori pencabulan merupakan yang paling sedikit atau jarang terjadi untuk tahun 2011. Untuk 18 kasus kekerasan seksual yang terjadi sepanjang tahun 2011, sebanyak 13 kasus dilanjutkan ke proses hukum, untuk 7 kasus korban bersedia didampingi oleh Yayasan KAKAK sedangkan 6 kasus korban tidak bersedia didampingi, sedangkan untuk 5 kasus tidak dilanjutkan ke proses hukum. 5

Cara kerja yayasan KAKAK dalam melakukan penjangkauan kepada korban kekerasan seksual adalah dengan cara memperoleh informasi kasus di media massa (koran atau TV), rujukan dari lembaga lain, pengaduan keluarga atau masyarakat, rujukan dari kepolisian dan lain-lain. Selanjutnya pendamping Yayasan KAKAK melakukan pendekatan kepada anak dan keluarga korban dengan cara melihat kebutuhan korban. Setelah dapat dilihat apa kebutuhan korban tersebut pendamping melakukan pendampingan sesuai kebutuhan korban. Untuk pendampingan hukum: pendampingan mulai dari proses di kepolisian, kejaksaan dan sidang di pengadilan. Bila membutuhkan pelayanan medis, pendamping merujuk ke puskesmas atau ke rumah sakit, bila membutuhkan penanganan psikologis, merujuk ke Rumah Sakit Jiwa Daerah atau LK3 (lembaga Konsultasi Ketahanan Keluarga dari Dinas Sosial).

Sejak Indonesia ikut meratifikasi KHA (Konvensi Hak Anak) maka sejak itulah Indonesia mengakui bahwa anak memiliki beberapa

5


(16)

16 hak yang terdapat didalamnya. Khususnya masalah kekerasan seksual pada anak terdapat poin yang menjelaskan, yakni mengenai pelanggaran bagi siapapun melakukan aktivitas yang mengarah pada aktivitas kekerasan seksual pada anak. Kemudian dengan ikut sertanya Indonesia meratifikasi KHA melalui Keppres No.36 Tahun 1990 berarti Indonesia memiliki kewajiban untuk melakukan pelarangan bagi siapapun yang memiliki aktivitas kekerasan seksual terhadap Anak. Selanjutnya pada tahun 2002 Indonesia mengesahkan Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

C. Perumusan Masalah

1. Bagaimana peran Yayasan Kakak dalam mengupayakan kasus kekerasan seksual terhadap anak?

2. Apa hambatan yang dialami Yayasan Kakak dalam menangani kasus kekerasan seksual terhadap anak?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah untuk mengetahui tentang peran Yayasan “KAKAK” terkait kasus kekerasan seksual terhadap anak dan memahami faktor-faktor penghambat yang dialami yayasan Kakak dalam melakukan perlindungan terhadap anak.


(17)

17

E. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yuridis sosiologis.

Penelitian ini akan menjelaskan peran Yayasan “KAKAK” yang

memiliki tugas dan fungsi melakukan perlindungan terhadap anak.

2. Jenis pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis sosiologis.

3. Teknik pengumpulan data

Penulis menggunakan dua sumber untuk memperoleh data-data, yaitu:

1) Data Primer

Yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama yakni perilaku warga masyarakat melalui penelitian.6 Dalam usaha memperoleh data primer digunakan teknik wawancara dengan pihak yang berkaitan dengan masalah yang penulis bahas

dalam penelitian, yaitu yayasan “KAKAK”

2) Data Sekunder

1. Studi dokumen atau bahan pustaka berupa (buku, peraturan, dan perundang-undangan).

6

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia(UI-Press), Jakarta, 1986, hal. 12


(18)

18 2. Interview atau wawancara yaitu suatu metode

untuk mendapatkan data dengan cara tanya jawab secara langsung.7

Fungsi dari data sekunder adalah memberikan petunjuk kepada peneliti untuk melangkah, baik dalam membuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual, bahkan menentukan metode pengumpulan dan analisis bahan hukun yang akan dibuat sebagai hasil penelitian.8

4. Unit amatan dan unit analisa a. Unit amatan

1) Yayasan “KAKAK”

2) Konvensi Hak Anak

3) Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002

b. Unit analisa

Peran yayasan “KAKAK” dalam menangani kasus

kekerasan seksual terhadap anak. Penelitian ini juga didukung dengan informasi-informasi yang diperoleh dari Unit Amatan yaitu fakta adanya kekerasan seksual terhadap anak dan peran yayasan “KAKAK”

7

Soejono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Rajawali Press, Jakarta, 2003, hal.13

8


(1)

13

posisi anak-anak berada di posisi yang lemah. Banyak sekali kasus kekerasan seksual terhadap anak misalnya pelecehan seksual, perkosaan, dan eksploitasi komersial terhadap anak yang lepas begitu saja dari hukum dengan dalil tidak adanya saksi dan kurangnya bukti, padahal ada banyak pasal yang dapat digunakan untuk menjerat para pelaku tindak kekerasan seksual dengan tujuan agar para pelaku ini tidak mengulang tindakan serupa dan pelaku mempertanggungjawabkan tindakan yang telah dilakukan. Ada beberapa pasal yang berhubungan dengan kekerasan seksual antara lain:

 Pasal 81 dan pasal 82 UUPA (Undang-Undang

Perlindungan Anak) nomor 23 Tahun 2003, tentang perkosaan dan pencabulan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun dan denda paling banyak Rp. 30.000.000,- dan paling sedikit Rp. 60.000.000,-

 Pasal 285 KUHP tentang perkosaan dengan ancaman hukuman penjara paling lama 12 tahun

 Pasal 286 KUHP tentang persetubuhan diluar pernikahan, padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam hukuman penjara paling lama 9 tahun


(2)

14  Pasal 287 KUHP tentang persetubuhan dengan anak

dibawah umur 15 tahun, dengan ancaman hukuman paling lama 9 tahun

 Pasal 289 KUHP tentang perbuatan cabul diancaman dengan ancaman hukuman paling lama 9 tahun

 Pasal 290 KUHP tentang pencabulan dengan ancaman pidana penjara paling lama 7 tahun

 Pasal 294 KUHP, tentang pencabulan pada anak dengan ancaman hukuman paling lama 7 tahun

Kekerasan seksual anak memiliki arti yaitu sebagai hubungan atau interaksi antara seorang anak dengan seseorang yang lebih tua atau orang dewasa seperti orang asing, saudara kandung, atau orang tua dimana anak tersebut dipergunakan sebagai objek pemuas bagi kebutuhan seksual si pelaku. Ada 4 bentuk yang termasuk dalam kategori kekerasan seksual adalah pelecehan seksual, perkosaan, pencabulan, sodomi.4

Dari data yang ada, kekerasan seksual di kota Solo tahun 2011 terjadi sebanyak 18 kasus. Untuk kategori pelecehan seksual terjadi sebanyak 7 kasus, untuk kasus perkosaan sebanyak 5 kasus, sedangkan untuk pencabulan sebanyak 1 kasus, yang terakhir yaitu sodomi sebanyak 5 kasus. Jadi, dari 4 kategori kekerasan seksual, kategori pelecehan seksual merupakan yang tertinggi atau sering terjadi,

4


(3)

15

sedangkan kategori pencabulan merupakan yang paling sedikit atau jarang terjadi untuk tahun 2011. Untuk 18 kasus kekerasan seksual yang terjadi sepanjang tahun 2011, sebanyak 13 kasus dilanjutkan ke proses hukum, untuk 7 kasus korban bersedia didampingi oleh Yayasan KAKAK sedangkan 6 kasus korban tidak bersedia didampingi, sedangkan untuk 5 kasus tidak dilanjutkan ke proses hukum. 5

Cara kerja yayasan KAKAK dalam melakukan penjangkauan kepada korban kekerasan seksual adalah dengan cara memperoleh informasi kasus di media massa (koran atau TV), rujukan dari lembaga lain, pengaduan keluarga atau masyarakat, rujukan dari kepolisian dan lain-lain. Selanjutnya pendamping Yayasan KAKAK melakukan pendekatan kepada anak dan keluarga korban dengan cara melihat kebutuhan korban. Setelah dapat dilihat apa kebutuhan korban tersebut pendamping melakukan pendampingan sesuai kebutuhan korban. Untuk pendampingan hukum: pendampingan mulai dari proses di kepolisian, kejaksaan dan sidang di pengadilan. Bila membutuhkan pelayanan medis, pendamping merujuk ke puskesmas atau ke rumah sakit, bila membutuhkan penanganan psikologis, merujuk ke Rumah Sakit Jiwa Daerah atau LK3 (lembaga Konsultasi Ketahanan Keluarga dari Dinas Sosial).

Sejak Indonesia ikut meratifikasi KHA (Konvensi Hak Anak) maka sejak itulah Indonesia mengakui bahwa anak memiliki beberapa

5


(4)

16

hak yang terdapat didalamnya. Khususnya masalah kekerasan seksual pada anak terdapat poin yang menjelaskan, yakni mengenai pelanggaran bagi siapapun melakukan aktivitas yang mengarah pada aktivitas kekerasan seksual pada anak. Kemudian dengan ikut sertanya Indonesia meratifikasi KHA melalui Keppres No.36 Tahun 1990 berarti Indonesia memiliki kewajiban untuk melakukan pelarangan bagi siapapun yang memiliki aktivitas kekerasan seksual terhadap Anak. Selanjutnya pada tahun 2002 Indonesia mengesahkan Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

C. Perumusan Masalah

1. Bagaimana peran Yayasan Kakak dalam mengupayakan kasus kekerasan seksual terhadap anak?

2. Apa hambatan yang dialami Yayasan Kakak dalam menangani kasus kekerasan seksual terhadap anak?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah untuk mengetahui tentang peran Yayasan “KAKAK” terkait kasus kekerasan seksual terhadap anak dan memahami faktor-faktor penghambat yang dialami yayasan Kakak dalam melakukan perlindungan terhadap anak.


(5)

17

E. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yuridis sosiologis.

Penelitian ini akan menjelaskan peran Yayasan “KAKAK” yang

memiliki tugas dan fungsi melakukan perlindungan terhadap anak.

2. Jenis pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis sosiologis.

3. Teknik pengumpulan data

Penulis menggunakan dua sumber untuk memperoleh data-data, yaitu:

1) Data Primer

Yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama yakni perilaku warga masyarakat melalui penelitian.6 Dalam usaha memperoleh data primer digunakan teknik wawancara dengan pihak yang berkaitan dengan masalah yang penulis bahas

dalam penelitian, yaitu yayasan “KAKAK”

2) Data Sekunder

1. Studi dokumen atau bahan pustaka berupa (buku, peraturan, dan perundang-undangan).

6

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia(UI-Press), Jakarta, 1986, hal. 12


(6)

18

2. Interview atau wawancara yaitu suatu metode untuk mendapatkan data dengan cara tanya jawab secara langsung.7

Fungsi dari data sekunder adalah memberikan petunjuk kepada peneliti untuk melangkah, baik dalam membuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual, bahkan menentukan metode pengumpulan dan analisis bahan hukun yang akan dibuat sebagai hasil penelitian.8

4. Unit amatan dan unit analisa a. Unit amatan

1) Yayasan “KAKAK”

2) Konvensi Hak Anak

3) Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002

b. Unit analisa

Peran yayasan “KAKAK” dalam menangani kasus

kekerasan seksual terhadap anak. Penelitian ini juga didukung dengan informasi-informasi yang diperoleh dari Unit Amatan yaitu fakta adanya kekerasan seksual terhadap anak dan peran yayasan “KAKAK”

7

Soejono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Rajawali Press, Jakarta, 2003, hal.13

8


Dokumen yang terkait

PERAN YAYASAN KAKAK DAN STAKEHOLDERS DALAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DI KOTA SURAKARTAPERAN YAYASAN KAKAK DAN STAKEHOLDERS DALAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DI KOTA SURAKARTA.

0 0 19

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Representasi Kekerasan terhadap Anak dalam Film “Elif” T1 362012086 BAB I

0 1 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Representasi Kekerasan terhadap Anak dalam Film “Elif” T1 362012086 BAB II

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Representasi Kekerasan terhadap Anak dalam Film “Elif” T1 362012086 BAB IV

0 0 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Representasi Kekerasan terhadap Anak dalam Film “Elif” T1 362012086 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan Iklan Layanan Masyarakat “Pencegahan Kekerasan Seksual pada Anak” T1 362010035 BAB I

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan Iklan Layanan Masyarakat “Pencegahan Kekerasan Seksual pada Anak” T1 362010035 BAB II

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Yayasan Kakak dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Yayasan Kakak dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak T1 312009011 BAB II

0 0 28

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Yayasan Kakak dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak T1 312009011 BAB IV

0 0 2