HUBUNGAN PETA MENTAL DENGAN KETERAMPILAN GEOGRAFIS MAHASISWA DEPARTEMEN PENDIDIKAN GEOGRAFI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA.

(1)

ABSTRAK

Sebagai ilmu yang mempelajari ruang dan tempat, geografi dapat memanfatkan peta mental sebagai manifestasi pengalaman spasial peserta didik dalam rangka meningkatkan kebermaknaan pembelajaran geografi, termasuk pengembangan keterampilan geografisnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peta mental dan keterampilan geografis mahasiswa Departemen Pendidikan Geografi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), serta untuk menganalisis hubungan antara peta mental dengan keterampilan geografis tersebut. Penelitian dilaksanakan di kampus Universitas Pendidikan Indonesia. Metode yang digunakan adalah metode survey, data dikumpulkan melalui tes , studi dokumentasi dan studi pustaka. Populasi penelitian meliputi seluruh mahasiswa aktif Departemen Pendidikan Geografi UPI dengan jumlah sampel 100 orang yang ditentukan menggunakan teknik sampel acak berstrata. Analisis data menggunakan persentase dan korelasi product moment. Berdasarkan hasil penelitian, jumlah mahasiswa Departemen Pendidikan Geografi yang memiliki peta mental dan keterampilan geografis yang baik tidak sampai setengahnya. Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa Departemen Pendidikan Geografi UPI memiliki peta mental dan keterampilan geografis yang cukup. Sedangkan kontribusi peta mental terhadap keterampilan geografis signifikan dengan tingkat hubungan yang kuat terutama pada aspek menanya pertanyaan geografis, mengumpulkan informasi geografis dan menjawab pertanyaan geografis.


(2)

Sih Aulia Nurfauziah, 2015

HUBUNGAN PETA MENTAL DENGAN KETERAMPILAN GEOGRAFIS MAHASISWA DEPARTEMEN PENDIDIKAN GEOGRAFI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRACT

As the science of space that studies various things about space and place , geography can use mental map as manifestation spatial experience of students in order to increase effectiveness and meaningful learning of geography, including develop the student’s geographical skills.This research aims to identify mental map and geographical skills of student Department of Geography Education, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) and to analyze the correlation between mental map and the geographical skills.Research conducted at campus of UPI. The population research covering the active students of Department of Geography Education, UPI. This research is used survey method, colecting primary data from test and secondary data used documentary and literature study. The sample of this researh consist of 100 students which considered by stratified random sampling technique. This research using percentage and correlations product moment to analyze result of collected data. Based on the results of research, the student of Department of Geography have medium mental map and geographical skills. Less than half of students in Department of Geography Education have good mental map and the students who have good geographical skills also less than half of the samples..The results of researh showed strong relationship between mental map and the geography skills. The contributions mental map to geographical skills is significant at the aspects of asking geographic questions, inquiring geographic information, and answering geographic questions.


(3)

(4)

1

Sih Aulia Nurfauziah, 2015

HUBUNGAN PETA MENTAL DENGAN KETERAMPILAN GEOGRAFIS MAHASISWA DEPARTEMEN PENDIDIKAN GEOGRAFI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Globalisasi merupakan sebuah fenomena yang tidak dapat dihindarkan dari kehidupan modern, bahkan akan semakin meluas pengaruhnya seiring perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Globalisasi dalam definisinya, memuat konteks ekspansi ruang yang melibatkan batas-batas wilayah sebagai dampak dari variasi timbal balik dari masing-masing wilayah terhadap ekspansi tersebut (Harmantyo, 2006). Hal ini menyebabkan munculnya lokalisasi dan regionalisasi.

Pada skala yang lebih luas, globalisasi menyebabkan kaburnya batas-batas wilayah geografis secara fisik dan menghasilkan batas-batas baru yang cenderung abstrak, serta menghasilkan perubahan pola alur dan akivitas geografis (Faulcrnbridge & Beaverstock, 2008, hlm. 331-332).

Faktanya, globalisasi telah menyisakan banyak permasalahan keruangan yang kompleks, diantaranya adalah gesekan budaya global dengan budaya lokal, kesenjangan ekonomi global dan peningkatan kerusakan lingkungan (Harmantyo, 2006). Oleh karena itu, pendidikan geografi diperlukan untuk membentuk karakter manusia yang mampu bertahan dan memiliki daya saing dalam menghadapi fenomena globalisasi ini.

Adapun Indonesia akan menghadapi AFTA (ASEAN Free Trade Area) atau MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) pada akhir tahun 2015. AFTA sebagai bentuk globalisasi regional-internasional menghendaki adanya hubungan atau interaksi yang semakin intensif di berbagai sektor kehidupan terutama sektor ekonomi. AFTA menciptakan sebuah ruang gerak yang lebih leluasa bagi manusia, barang, ide, gagasan, dan pengetahuan di wilayah ASEAN tanpa dibatasi batas geografis negara. Konsekuensi adanya AFTA bagi setiap penduduk di wilayah ASEAN adalah munculnya persaingan dengan intensitas tinggi yang akan menuntut peningkatan kualitas keahlian dan kecakapan sesuai dengan kebutuhan dari sektor-sektor ekonomi.


(5)

Globalisasi dalam geografi dipahami sebagai “asset of material processes an discursive practices that operate across different spatial scales”(Wai &Yeung, 2002, hlm.3). Oleh karena itu, pendidikan geografi memegang peran strategis untuk mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi globalisasi, termasuk AFTA.

Tujuan pembelajaran geografi yang termuat dalam kurikulum 2013 menuntut pendidik untuk mampu membuat peserta didik siap menghadapi dampak globalisasi pada setiap lingkup kehidupannya mulai dari lokal, regional nasional hingga global. Di sisi lain, peserta didik juga dituntut untuk mampu mempertahankan nilai-nilai nasionalisme dan kearifan lokal yang diwariskan leluhurnya mengingat globalisasi membawa ancaman berupa degradasi budaya sesuai dengan kompetensi geografi yang tercantum dalam kurikulum 2013.

Geografi dalam konteks pendidikan atau yang lebih dikenal dengan pendidikan geografi menurut Ruhimat (2013, hlm. 224) pada dasarnya merupakan aplikasi geografi untuk bidang pendidikan yang disederhanakan melalui kemasan pedagogis dan psikologis untuk mencapai tujuan pendidikan, serta memiliki tanggung jawab moral operasional untuk membangun kemampuan berpikir geografis peserta didik.

Proses berpikir geografis tidak akan terlepas dari aktivitas berpikir spasial, begitu pun sebaliknya, “...spatial thinking needs to accompany geographical thinking and is an expression of the geographical discourse, not the discourse itself. (Revert dalam Uhlenwinkel, 2013, hlm. 297). National Research Council (2006, hlm. 230) menjelaskan mengenai konsep berpikir spasial sebagai berikut:

“Spatial thinking is a collection of cognitive skills. The skills consist of declarative and perceptual forms of knowledge and some cognitive operations that can be used to transform, combine, or otherwise operate on this knowledge. The key to spatial thinking is a constructive amalgam of three elements: concepts of space, tools of representation, and processes of

reasoning.”

Berpikir geografis sebagai sebuah aktivitas kognitif memiliki struktur yang salah satu faktor pembentuknya adalah pengalaman-pengalaman pancaindera individu yang berinteraksi baik langsung maupun tidak langsung dengan lingkungannya. Tidak dapat dipungkiri bahwa aspek kognitif ini menjadi fokus


(6)

3

Sih Aulia Nurfauziah, 2015

HUBUNGAN PETA MENTAL DENGAN KETERAMPILAN GEOGRAFIS MAHASISWA DEPARTEMEN PENDIDIKAN GEOGRAFI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

utama dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini terjadi karena aspek kognitif dengan otak sebagai perangkat kerasnya merupakan pengendali dari aspek afektif dan aspek psikomotorik sebagaimana yang dikemukakan oleh Muhibbin Syah (2003, hlm. 48), “kognitif adalah sumber sekaligus pengendali ranah-ranah kejiwaan yang lainnya, yakni ranah afektif (rasa) dan psikomotorik (karsa).“

Geografi sebagai science of space and place (American Geographical Society dalam Ruhimat, 2013, hlm. 224) ditransformasikan kepada peserta didik dengan menekankan pada upaya untuk memperkenalkan suatu objek, dimana objek tersebut berada, mengapa objek tersebut berada di sana, serta memvisualisasikan keterkaitan keberadaan objek tersebut pada suatu ruang tertentu. Maka dari itu kemampuan peserta didik dalam memvisualisasikan objek geografis, pola dan proses yang nampak pada suatu ruang harus mampu diukur dan dinilai oleh guru sebagai bagian dari ketercapaian kompetensi peserta didik karena merupakan manifestasi dari kemampuan kognitifnya.

Sebagaimana yang dikemukakan National Council Geographic Education (NCGE) dalam Geography for Life (1994, hlm.41-46) bahwa keterampilan geografis menunjukkan bagaimana peserta didik melakukan penyelidikan geografis secara sistematis serta merupakan sarana berpikir geografis, “Geographic skills provide the necessary tools and techniques for us tothink geographically, dengan indikator sebagai berikut: 1) Asking geographic question; 2) Acquiring geographic information; 3) Organizing geographic information; 4) Analyzing geographic information; 4) Answering geographic question. Departemen Pendidikan Pennsylvania (2008, hlm. 11) dalam Standar akademis geografinya menyebutkan bahwa:

Geography is an integrative discipline that enables students to apply geography skills and knowledge to life situations at home, at work and in the community. Therefore, these standards should be cross-walked with those in Civics and Government, Economics and History to create an interdisciplinary view of the world.”

Geografi memang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Pendidikan geografi di sekolah tentunya harus mampu meningkatkan kesadaran geografis peserta didik sehingga mereka menyadari keberadaan objek-objek yang ada dalam suatu ruang kehidupannya, mempertanyakan mengapa objek-objek


(7)

tersebut ada di tempatnya serta menggambarkan hubungan antara objek-objek tersebut, yang menurut Bednarz (2005) merupakan kunci dari berpikir geografis dan berpikir spasial serta merupakan poin penting dalam aspek asking geographic question sebagai indikator dasar keterampilan geografis.

Di sis lain, NCGE (2009, hlm. 6) juga menyebutkan bahwa untuk mengetahui seberapa baik seseorang mengenal lingkungannya dapat dilihat dari image peta mentalnya, “they represent everchanging summaries of spatial knowledge and are indicators of how well people know the spatial characteristics of places.”

Peta mental atau mental map merupakan cara mengekspresikan persepsi individu terhadap lingkungannya yang dapat ditafsirkan dan dianalisis sehingga dengan peta mental dapat digambarkan kegiatan dan perilaku individu dalam konteks keruangan dan kelingkungan tertentu (Abdurachman, 1988, hlm. 80).

Secara sederhana peta mental atau mental map atau cognitive map dapat diartikan sebagai sudut pandang atau perspektif manusia terhadap suatu tempat, sehingga bersifat subjektif dan tidak memenuhi kaidah-kaidah kartografik dalam visualisasinya (umumnya berupa sketsa). Standar pendidikan geografi Amerika Serikat mendefinisikan peta mental sebagai “...perceptual constructs in which subjects produce a personal graphical representation of a known environment.” ( Nishimoto, 2012, hlm. 1)

Peta mental merupakan hasil dari pemetaan kognitif yang menurut Down (dalam Abdurachman, 1988, hlm. 26) merupakan proses yang terdiri serangkaian transformasi psikologis dimana seorang individu menerima, membuat kode, menyimpan, mengingat kembali, dan men-decode informasi tentang lokasi relatif dan atribut-atribut dari fenomena dalam lingkungan keruangan sehari-hari.

Hal ini sejalan dengan definisi yang diemukakan NCGE (2009, hlm.96) yang mengemukakan bahwa peta mental adalah “... a map which represent the mental image a person has of an area, including knowledge of features and spatial relationships as well as the individual’s perceptions and attitudes regarding the place...

Peta mental setiap individu akan mengalami perkembangan seiring dengan meningkatnya pengetahuan dan pengalaman individu tersebut baik semakin tajam


(8)

5

Sih Aulia Nurfauziah, 2015

HUBUNGAN PETA MENTAL DENGAN KETERAMPILAN GEOGRAFIS MAHASISWA DEPARTEMEN PENDIDIKAN GEOGRAFI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

visualisasi dan detailnya, maupun semakin luasnya cakupan ruang yang mampu digambarkan. Dengan demikian, “...mental maps can reveal information about a

person’s view of the world.” (Nishimoto, 2012, hlm. 3). Oleh karena itu peta mental anak-anak akan berbeda dengan peta mental orang dewasa begitu pula peta mental peserta didik dengan peta mental guru akan berbeda.

Pengetahuan geografi yang menurut Ondigi (2012) merupakan hasil dari pengalaman interaksi manusia dengan lingkungannya yang meliputi aspek fisik, mental dan emosional, diharapkan terejawantahkan dalam aktivitas dan perilaku yang menurut Abdurachman (1988) dapat tergambar dari peta mental seseorang.

Tidak dapat dipungkiri bahwa tercapainya tujuan pembelajaran sangat bergantung pada peran guru terutama kualitas dan kompetensi guru yang akan dipengaruhi oleh latar belakang pendidikannya. Departemen Pendidikan Geografi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) mengarahkan lulusannya untuk menjadi tenaga pendidik profesional harus mampu merancang kurikulum yang tepat sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman, dalam hal ini adalah tuntutan global dari fenomena globalisasi.

Konsekuensi globalisasi terhadap pendidikan tinggi geografi diantaranya adalah lembaga perguruan tinggi harus mampu mengoptimalkan pendekatan integratif, mendorong penggunaan metode yang bervariasi, mengedepankan referensi spasial, serta mengintegrasikan konsep-konsep dan metode geografi dalam berbagai bidang kajian ilmiah (Sliwa & Leser, 2003, hlm. 18).

Selain itu, pendapat Kerski (2008) tidak dapat diabaikan, ia mengemukakan bahwa pendidik harus membiasakan peserta didik selaku pemuat keputusan di masa mendatang untuk berpikir spasial dalam kehidupannya sehari-hari (habits of mind).

Fenomena globalisasi yang menuntut kecakapan ruang berdampak pada pentingnya pengembangan kebiasaan berpikir spasial dan berpikir geografis dalam pembelajaran geografi. Langkah awal untuk membiasakan berpikir spasial dapat menggunakan peta mental sebagai ukuran perkembangan perspektif keruangan yang meluas, “The mental maps are a great introduction into a

student’s view of the world and a excelent starting point for teachers who would like to see their mental maps expanded” (Nishimoto, 2012, hlm. 24). Adapun


(9)

berpikir geografis berkembang melalui pengembangan keterampilan geografis sebagai sarananya. Di sisi lain, globalisasi juga menuntut sumber daya manusia untuk memiliki daya saing tinggi dengan kecakapan dan keterampilan profesional dalam memecahkan suatu permasalahan. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan Peta Mental dengan Keterampilan geografis Mahasiswa Departemen Pendidikan Geografi Universitas Pendidikan Indonesia.

B. Identifikasi Masalah

1. Globalisasi merupakan sebuah fenomena keruangan yang membutuhkan kecakapan ruang dalam meyikapi proses serta dampak positif dan negatifnya. Globalisasi menyentuh semua lingkup ruang kehidupan manusia mulai dari skala lokal, regional, nasional hingga global. Geografi sebagai ilmu tentang ruang memilki kesempatan untuk mengembangkan kecakapan ruang peserta didik sebagai bekal dalam persaingan global yang merupakan efek langsung dari globalisasi.

2. Setiap peserta didik datang ke sekolah membawa pengalaman mereka tentang orang dan tempat berupa peta mental dimana mereka menggunakannya dalam aktivitas keruangan mereka sehingga peta mental dapat dikatakan sebagai sebuah gambaran dari kepribadian geografi (personal geography). Fungsi geografi adalah untuk membantu mengembangkan kepribadian geografi peserta didik ini. (Miles & Ward, 2008, hlm. 7)

3. Perspektif geografi dibentuk oleh kebiasaan berpikir spasial dan berpikir geografis. Berpikir spasial salah satu pembentuknya adalah peta mental sedangkan berpikir geografis membutuhkan keterampilan geografis sebagai sarananya. Oleh karena itu, pembelajaran geografi seharusnya mendukung pembiasaan berpikir spasial peserta didik sebagai upaya pembentukan perspektif geografinya.

4. Mahasiswa Departemen Pendidikan Geografi UPI tidak mempelajari peta mental secara spesifik termasuk peta mental untuk diterapkan dalam pembelajaran geografi di sekolah.


(10)

7

Sih Aulia Nurfauziah, 2015

HUBUNGAN PETA MENTAL DENGAN KETERAMPILAN GEOGRAFIS MAHASISWA DEPARTEMEN PENDIDIKAN GEOGRAFI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

5. Penelitian experience learning sudah banyak dilakukan di Indonesia. Di Universitas Pendidikan Indonesia pun cukup banyak yang meneliti mengenai topik ini. Akan tetapi, penelitian experience learning berbasis peta mental belum banyak dilakukan sehingga referensi penelitian-penelitian peta mental untuk pembelajaran geografi sangat sulit ditemukan di Indonesia.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana peta mental mahasiswa Departemen Pendidikan Geografi Universitas Pendidikan Indonesia?

2. Bagaimana keterampilan geografis mahasiswa Departemen Pendidikan Geografi Universitas Pendidikan Indonesia?

3. Bagaimana hubungan antara peta mental dengan keterampilan geografis mahasiswa Departemen Pendidikan Geografi Universitas Pendidikan Indonesia?

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengidentifikasi peta mental mahasiswa Departemen Pendidikan Geografi Universitas Pendidikan Indonesia

2. Untuk mengidentifikasi keterampilan geografis mahasiswa Departemen Pendidikan Geografi Universitas Pendidikan Indonesia

3. Untuk menganalisis hubungan peta mental dengan keterampilan geografis mahasiswa Departemen Pendidikan Geografi Universitas Pendidikan Indonesia

E. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi guru maupun calon guru untuk lebih mengembangkan peta mental sebagai bagian dari aktivitas pembelajaran geografi

2. Sebagai bahan masukan bagi lembaga pendidikan yang secara formal bertanggung jawab mencetak calon guru geografi dalam merumuskan kurikulum yang dapat meningkatkan kualitas guru geografi yang dihasilkan 3. Sebagai referensi ilmiah untuk penelitian berikutnya


(11)

(12)

Sih Aulia Nurfauziah, 2015

HUBUNGAN PETA MENTAL DENGAN KETERAMPILAN GEOGRAFIS MAHASISWA DEPARTEMEN PENDIDIKAN GEOGRAFI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menjabarkan peta mental dan keterampilan geografis mahasiswa departemen geografi UPI serta memaparkan hubungan (korelasi) antara kedua variabel tersebut sehingga penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode survey.

Metode penelitian survey menurut Tika (2005, hlm. 6) adalah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan sejumlah besar data berupa variabel, unit, atau individu dalam waktu yang bersamaan. Adapun pendekatan yang digunakan untuk mengolah datanya menggunakan pendekatan kuantitatif dengan statistik sebagai alat olah data penelitiannya.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung yang berlokasi di Jalan Setiabudhi No. 229 Kota Bandung. Secara administratif, UPI Bandung berada di wilayah Kelurahan Isola, Kecamatan Sukasari. Kampus yang lebih dikenal dengan nama kampus UPI Bumi Siliwangi ini berada pada 6o51’42” LS dan 107o35’23” BT dengan ketinggian rata-rata 920 mdpl.

Secara spesifik, penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, yakni di Gedung Mohammad Nu’man Somantri yang merupakan lokasi Departemen Pendidikan Geografi Universitas Pendidikan Indonesia.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah himpunan individu atau objek yang banyaknya terbatas atau tidak terbatas (Tika, 2005, hlm. 24). Adapun populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa aktif Departemen Pendidikan Geografi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang berjumlah 431 mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia yang secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 4 daerah asal,


(13)

yakni mahasiswa yang berasal dari Bandung, mahasiswa luar Bandung namun masih di wilayah Jawa Barat, adapula yang berasal dari luar provinsi Jawa Barat serta mahasiswa asal daerahnya dari luar Pulau Jawa. Sedangkan teknik penentuan sampelnmya menggunakan sampel acak berstrata (stratified random sampling).

Terdapat beberapa pertimbangan dalam menentukan sampel yang dikemukakan oleh Zuriah (2006, hlm. 119-120) diantaranya adalah biaya, waktu dan ketelitian penelitian meliputi pengumpulan, pencatatan dan analisis data. Penentuan jumlah sampel juga dapat didasarkan pada persentase sebagaimana nampak pada tabel persentase sampling yang dikemukakan Yount berikut :

Tabel 3.1 Tabel Persentase Sampling

Besarnya Populasi Besar Sampel

0-100 100%

101-1000 10%

1.001-5.000 5%

5.001-10.000 3%

>10.000 1%

Sumber: Yount dalam Hertanto, 2015, hlm.7

Penentuan sampel berdasarkan tabel persentase sampling menurut Yount di atas menunjukkan penelitian ini masuk dalam kategori jumlah populasi 101-1000 sehingga jumlah sampel adalah 10% dari besarnya populasi mahasiswa aktif yang di Departemen Pendidikan Geografi UPI pada tahun 2015 dengan jumlah 431 mahasiswa yaitu 43 responden. Akan tetapi karena berbagai pertimbangan, peneliti menentukan jumlah total responden penelitian ini adalah 100 responden dengan proporsi sebagai berikut:

Tabel 3.2 Tabel Sampel Penelitian

ANGKATAN POPULASI JUMLAH SAMPEL

P L P L

2011 64 42 16 16

2012 37 36 10 12

2013 54 24 12 6

2014 51 46 12 16

Total 206 148 50 50


(14)

Sih Aulia Nurfauziah, 2015

HUBUNGAN PETA MENTAL DENGAN KETERAMPILAN GEOGRAFIS MAHASISWA DEPARTEMEN PENDIDIKAN GEOGRAFI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Sumber: FPIPS UPI (2015)

D. Definisi Operasional

1. Keterampilan geografis (Geographical skill)

Keterampilan geografis berkaitan dengan penyelidikan geografi yang terdiri atas kegiatan menyimpulkan, menganalisis, membuat hipotesis bahkan membuat prediksi-prediksi. Oleh karena itu, keterampilan geografiss disebut juga sebagai keterampilan inquiry. National Conucil Geographic Education (1994, hlm. 43-46) menyebutkan bahwa keterampilan geografis merupakan sarana untuk berpikir geografis dengan indikator sebagai berikut:

1) Asking Geographic Questions; 2) Acquiring Geographic Information; 3) Organizing Geographic Information; 4) Analyzing Geographic Information; dan 5) Answering Geographic Questions.

Kelima indikator keterampilan di atas dijabarkan menjadi beberapa sub indikator yang lebih spesifik, sebagaimana dapat dilihat pada tabel 3.3 berikut ini:

Tabel 3.3 Tabel Indikator dan Sub-indikator Keterampilan geografis

Indikator Sub-Indikator

Asking Geographic Question

(Menanya pertanyaan geografis)

Membedakan pertanyaan geografis dan pertanyaan non geografis

Membuat pertanyaan geografis

Acquiring Geographic Information

(Memperoleh data geografis)

Mendeskripsikan karakteristik suatu tempat Mengidentifikasi karakteristik peta

Organizing Geographic Information

(Mengorganisasi informasi geografis)

Membedakan jenis data geografis berdasarkan sumbernya

Mendeskripsikan data berdasarkan sumber data geografis

Analyzing Geographic Information

(Menganalisis informasi geografis)

Mengkombinasikan data yang berasal lebih dari satu sumber data geografis

Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi suatu fenomena geografis berdasarkan data geografis

Menganalisis informasi dari sumber data geografis

Answering Geographic Question

(Menjawab pertanyaan geografis)

Membuat kesimpulan berdasarkan informasi yang ada pada sumber data geografis


(15)

Meringkas informasi geografis menggunakan kata kunci geografis (konsep geografi) Sumber: education.nationalgeographic.com, 1994

2. Peta Mental (Mental map)

Peta mental (Mental map) atau biasa juga disebut peta kognitif secara sederhana dapat diartikan sebagai citra manusia terhadap ruang tempat hidupnya (lingkungan geospasial). Dalam papernya, Golledge & Gärling (2002, hlm. 2) menyatakan bahwa: “cognitive maps thus are the conceptual manifestations of place-based experience and reasoning that allows one to determine where one is at any moment and what place-related objects occur in that vicinity or in surrounding space.”

Dengan demikian, peta mental merupakan sebuah konsep sebagai manifestasi dari pengalaman manusia terhadap suatu tempat, ruang atau lokasi beserta dengan unsur-unsur yang ada pada tempat tersebut, baik berupa unsur fisik maupun unsur sosial, ataupun unsur yang bersifat statis serta unsur yang bersifat dinamis, dikenal sebagai lingkungan geospasial. Oleh karena itu, peta mental ini bersifat abstrak karena berada dalam kerangka kognitif yang umumnya divisualisasikan melalui sketsa (gambar) atau dideskripsikan dalam bentuk narasi.

Pada dasarnya peta mental yang baik adalah yang informatif. Peta mental dikatakan informatif jika mudah dibaca dan memiliki detail baik. Adapun karakteristik peta mental yang dijadikan indikator variabel dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 5 berikut:

Tabel 3.4 Tabel Definisi Operasional Indikator Peta Mental

Indikator Sub-indikator Definisi Sumber

Anchor

Objek/situs kunci

Merujuk pada objek-objek vital yang dijadikan sebagai patokan peta mental seseorang, biasanya objek yang memiliki bentuk khas atau objek yang memiliki fungsi penting. Misalnya pintu gerbang dan landmark di suatu tempat Golledge & Gärling (2002) Golledge, Reginald G., Meredith Marsh & Sarah Battersby (2007) Objek/situs asosiasi

Merupakan objek/situs yang ada di sekitar objek/situs kunci, misalnya jika gedung A adalah objek kunci, maka gedung B


(16)

Sih Aulia Nurfauziah, 2015

HUBUNGAN PETA MENTAL DENGAN KETERAMPILAN GEOGRAFIS MAHASISWA DEPARTEMEN PENDIDIKAN GEOGRAFI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu yang ada di sampingnya adalah objek/situs asosiasinya

Connectivity

Jalur primer Biasanya berupa garis yang menghubungkan antara suatu titik/situs/objek dengan titik/situs/objek lainnya Golledge & Gärling (2002) Golledge, Reginald G., Meredith Marsh & Sarah Battersby (2007) Jalur sekunder Garis yang menunjukkan

intensitas hubungan antar titik/situs/objek yang lebih rendah dibandingkan jalur primer

Direction

Arah kardinal Arah kardinal merujuk pada penggunaan arah mata angin sebagai petunjuk arah misalnya acara konferensi dilaksanakan di gedung A bagian utara

Taylor, Brunyé &Taylor (2008) National Geographic (2015) Arah semantik Arah semantik merujuk pada

penggunaan arah selain arah mata angin, misalnya gedung A terletak di sebalah kiri gedung B

Sequence Posisi objek Berkaitan dengan kesesuaian letak suatu objek terhadap objek lainnya antara yang nampak dalam peta mental dengan kondisi aktualnya Golledge & Gärling (2002) Nishimoto (2012)

Boundaries Batas wilayah Dalam peta mental batas wilayah tidak selalu ditunjukkan oleh garis batas namun juga objek berada di luar wilayah yang diacu Golledge & Gärling (2002) Golledge, Reginald G., Meredith Marsh & Sarah Battersby. (2007)

E. Variabel Penelitian

Mengingat penelitian ini menghendaki adanya analisis hubungan (korelasi) antar variabel, maka variabel penelitian ini tebagi menjadi dua, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah peta mental (mental map) dengan lima indikator (anchor, connectivity, direction,


(17)

sequence, dan boundaries). Sedangkan variabel terikat untuk penelitian ini adalah keterampilan geografis yang juga memiliki lima indikator, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema berikut:

F. Teknik Pengumpulan Data 1. Studi Pustaka

Peneliti menggunakan literatur berupa jurnal, buku, serta literatur yang berbentuk data elektronik sebagai sumber referensi. Referensi tersebut umumnya berupa teori-teori para ahli baik yang bersifat mendukung maupun cenderung menjadi pembanding mengenai masalah dalam penelitian ini.

2. Studi Dokumentasi

Peneliti melakukan studi dokumetasi terhadap dokumen atau berkas-bekas yang menjadi sumber data pendukung penelitian. Adapun diantaranya adalah dokumen daftar mahasiswa Departemen Pendidikan Geografi yang aktif mulai dari angkatan 2014 hingga dokumen angkatan 2011.

3. Tes

Instrumen yang digunakan sebagai alat pengumpul data pada penelitian ini adalah instrumen tes terutama untuk memperoleh data mengenai variabel keterampilan geografis. Arikunto (dalam Tarakavita, 2014, hlm. 33) megemukakan bahwa tes merupakan seperangkat alat pertanyaan atau pelatihan

Variabel Bebas Mental map 1. Anchor 2. Connectivity 3. Direction 4. Sequence 5. Bondaries

Variabel Terikat Keterampilan geografis 1) Asking Geographic

Questions;

2) Acquiring Geographic

Information;

3) Organizing Geographic

Information;

4) Analyzing Geographic

Information; dan

5) Answering Geographic


(18)

Sih Aulia Nurfauziah, 2015

HUBUNGAN PETA MENTAL DENGAN KETERAMPILAN GEOGRAFIS MAHASISWA DEPARTEMEN PENDIDIKAN GEOGRAFI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Adapun uji validitasnya menggunakan rumus product moment dari Karl Pearson berikut:

√[ ][ ]

Keterangan:

r = koefisien validitas N = Jumlah peserta tes X = skor total butir soal

Y = skor total setiap responden

Selain itu, perangkat lunak Microsoft Excel 2013 digunakan dalam rangka mempermudah tabulasi dan pengolahan data. Hasil perhitungan validitas instrumen peta mental berdasarkan rumus product moment untuk tingkat kesalahan 5% dengan nilai r tabel 0,361 (untuk responden berjumlah 30 orang) menunjukkan bahwa 9 soal memiliki nilai r hitung lebih besar dari nilai r tabel sehingga dinyatakan sebagai soal yang valid.

Adapun satu soal yaitu soal no. 4 memiliki nilai r hitung 0,12685 yang lebih kecil dari r tabel sehingga dinyatakan tidak valid. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 3.5 berikut:

Tabel 3.5 Tabel Validitas Instrumen Peta Mental No.

Soal r hitung Ket

No.

Soal r hitung Ket 1 0,49909 Valid 6 0,44975 Valid 2 0,40668 Valid 7 0,74371 Valid 3 0,67463 Valid 8 0,42196 Valid 4 0,12685 Drop 9 0,57496 Valid 5 0,50739 Valid 10 0,60252 Valid

Sumber: Hasil penelitian 2015

Berdasarkan hasil uji coba validitas instrumen keterampilan geografis menggunakan rumus product moment dengan taraf signifikansi 5% dengan nilai r


(19)

tabel 0,361. 18 soal memiliki nilai r hitung > 0,361 dan dinyatakan valid sedangkan 2 soal lainnya masing-masing memiliki nilai r 0,0047 dan 0,0477 sehingga soal no.1 dan no.14 ini dinyatakan tidak valid (drop) karena r hitung < 0,361. Berikut adalah tabel validitas masing-masing butir soal instrumen keterampilan geografis:

Tabel 3.6 Tabel Validitas Instrumen Keterampilan geografis No.

Soal r hitung Ket

No.

Soal r hitung Ket 1 0,0047 Drop 11 0,514713 Valid 2 0,409775 Valid 12 0,409775 valid 3 0,66858 valid 13 0,689765 valid 4 0,398462 valid 14 0,047687 drop 5 0,502878 valid 15 0,506715 valid 6 0,477456 valid 16 0,477456 valid 7 0,752346 valid 17 0,752346 valid 8 0,431432 valid 18 0,418209 valid 9 0,582312 valid 19 0,491866 valid 10 0,584162 valid 20 0,584162 valid

Sumber: Hasil penelitian 2015

Selain uji validitas, instrumen pun harus diuji keajegan atau kestabilannya sebagai alat pengumpul data menggunakan uji realiabilitas. Adapun uji realibilitas instrumen tes menurut Arikunto (dalam Tarakavita 2014, hlm. 37) didasarkan pada rumus Cronbach Alpha berikut:

[ ] [ ]

Keterangan:

r = Koefisien realibilitas Cronbach Alpha k = Total butir soal

Ʃσb2 = Varians butir Vt2 = Varians total


(20)

Sih Aulia Nurfauziah, 2015

HUBUNGAN PETA MENTAL DENGAN KETERAMPILAN GEOGRAFIS MAHASISWA DEPARTEMEN PENDIDIKAN GEOGRAFI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Interpretasi koefisien realibilitas dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya dengan membandingkan dengan r tabel, namun menurut Juliandi (2013, hlm. 2) interpretasi ini tidak signifikan sehingga cenderung kurang dapat dipercaya. Berikut ini adalah ilustrasi yang dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam interpretasi koefisien realibilitas Cronbach Alpha:

Gambar 3.1 Gambar Interpretasi Koefisien Realibilitas Cronbach Alpha Sumber: Juliandi (2013, hlm. 2)

Reliabilitas instrumen peta mental berdasarkan hasil perhitungan menggunakan rumus Cronbach Alpha memiliki nilai r 0,666448 sedangkan instrumen keterampilan geografis memiliki nilai r 0,98353. Dengan kata lain, kedua instrumen penelitian ini memiliki reliabilitas tinggi.

Selain itu, instrumen tes pada penelitian ini diuji tingkat kesukaran dan daya bedanya. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa 3 soal tes peta mental termasuk dalam kategori mudah sedangkan 7 soal lainnya termasuk sedang untuk instrumen peta mental dan untuk instrumen keterampilan geografis 4 soal mudah serta 16 soal sedang. Tingkat kesukaran soal pada instrumen penelitian dihitung menggunakan rumus berikut (Arikunto 2010, hlm. 210):

P =

Keterangan:

P : Indeks kesukaran

B : Jumlah responden yang menjawab benar JS: Jumlah total responden

Tabel 3.7 Tabel Kriteria Indeks Kesukaran Indeks Kesukaran Keterangan


(21)

0,30 ≤ IK ≤ 0,70 Sedang

IK > 0,70 Mudah

Sumber: Arikunto (2010, hlm. 210 )

Adapun daya beda instrumen peta mental 2 soal termasuk baik, 6 soal cukup, 1 soal jelek dan 1 soal termasuk dalam kategori sangat jelek. Instrumen keterampilan geografis berdasarkan hasil uji daya beda memiliki 5 soal dalam kategori baik, 11 soal cukup, 2 soal jelek, dan 2 soal sangat jelek. Berikut adalah rumus yang digunakan untuk menghitung daya beda instrumen tes (Arikunto, : 212):

DP =

Keterangan:

DP : Daya pembeda

: Jumlah responden pada kelompok atas : Jumlah responden pada kelompok bawah

: Jumlah responden yang menjawab benar pada kelompok atas : Jumlah responden yang menjawab benar pada kelompok bawah

Tabel 3.8 Tabel Kriteria Daya Pembeda

Daya Pembeda Keterangan

DP ≥ 0,70 Sangat baik

0,40 ≤ DP < 0,70 Baik

0,20 ≤ DP < 0,40 Cukup

0 ≤ DP < 0,20 Jelek

< 0 Sangat jelek

Sumber: Arikunto, 2005, hlm. 213

Uji normalitas data diperlukan dalam penelitian ini, karena analisis data statistik yang digunakan adalah metode parametrik. Mengingat bentuk data penelitian tidak memiliki frekuensi bergolong maka uji normalitas data penelitian


(22)

Sih Aulia Nurfauziah, 2015

HUBUNGAN PETA MENTAL DENGAN KETERAMPILAN GEOGRAFIS MAHASISWA DEPARTEMEN PENDIDIKAN GEOGRAFI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ini menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov (KS) sebagai berikut (Achmad, 2015):

Z = ̅

Xi : Angka pada data

̅ : Mean data

Z : Transformasi dari angka ke notasi distribusi normal L : Maks |f (zi) –S(zi)

Hasil perhitungan uji normalitas data menggunakan metode KS di atas, didapatkan nilai tabel KS untuk jumlah sampel 100 adalah 0,134. Adapun nilai L untuk data variabel peta mental (X) adalah 0,12879 dan nilai L variabel keterampilan geografis (Y) adalah 0,12831. Dengan demikian, data dari kedua variabel penelitian ini memiliki distribusi data normal karena nilai L < nilai tabel KS.

G. Teknik Analisis Data

Peneliti menggunakan analisis persentase bertujuan untuk mengetahui kecenderungan jawaban responden terhadap kuisioner yang diberikan. Adapun rumus yang digunakan dalam analisis persentase sebagaimana yang dikemukakan Sudjana (2001, hlm. 129) adalah sebagai berikut:

P =

Keterangan: P : Persentase f : Frekuensi

N: Jumlah responden 100 : Konstanta

Tabel 3.9 Tabel Kriteria Persentase Jumlah Respoden

No. Skor

Persentase Kriteria

1 100 Seluruhnya

2 75-99 Sebagian besar 3 51-74 Lebih dari setengahnya

4 50 Setengahnya


(23)

6 1-24 Sebagian kecil

7 0 Tidak ada

Sumber: Effendi dan Manning (dalam Syahrizal, 2012 hlm.90 )

Adapun dalam klasifikasinya, persentase kecenderungan jumlah responden yang menjawab dengan benar setiap butir soal menggunakan kriteria Effendi dan Manning pada tabel 3.9 di atas. Sedangkan untuk persentase nilai rata-rata jawaban setiap responden menggunakan kriteria yang dimodifikasi dari pendapat Sudiyono, sebagaimana yang nampak pada tabel 3.10 berikut ini:

Tabel 3.10 Tabel Kriteria Persentase Nilai Jawaban Responden

No. Skor

Persentase Kriteria

1 0 – 20 Sangat rendah 2 21 – 40 Rendah 3 41 – 60 Cukup 4 61 – 80 Tinggi 5 81 – 100 Sangat tinggi

Sumber: Sudiyono dalam Tarakavita, 2013, hlm.39 (dengan modifikasi)

Selain itu, penelitian ini menggunakan analisis product moment dalam menganalisis data hasil penelitian. Alasan penggunaan Product moment untuk analisis data adalah karena peneliti bermaksud mengetahui hubungan antara dua variabel yang memiliki data berbentuk rasio. Berikut adalah rumus sederhana product moment dan rumus product moment yang digunakan untuk menentukan persamaan regresi (Sugiyono, 2013, hlm. 228):

Keterangan:

rxy = Korelasi antara variabel x dengan y x = ( ̅

y = ( ̅


(24)

Sih Aulia Nurfauziah, 2015

HUBUNGAN PETA MENTAL DENGAN KETERAMPILAN GEOGRAFIS MAHASISWA DEPARTEMEN PENDIDIKAN GEOGRAFI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000

Sangat rendah Rendah Sedang Kuat Sangat kuat Sumber: Sugiyono (2013, hlm. 231)

Selain itu, untuk mengetahui apakah nilai korelasi variael cukup berarti, maka r harus diuji korelasi liniernya (t), sedangkan untuk mengetahui besarnya kontribusi variabel X terhadap variabel Y digunakan nilai koefisien determinasi (KD) menggunakan rumus berikut (Subana,dkk, 2000, hlm.145).

t = √

KD = Keterangan:

t = korelasi linier

r = korelasi antara variabel x dengan y n = jumlah sampel

KD = koefisien determinasi 100 = konstanta

H. Alur Penelitian

Merumuskan masalah

Membuat instrumen Kajian teori, menentukan lokasi ,

populasi, sampel dan metode penelitian

Uji validitas, reliabilitas,

indeks kesukaran,

dan daya beda


(25)

Melaksanakan penelitian

Membuat Kesimpulan dan Rekomendasi Mendeskripsikan dan membahas hasil penelitian

Menganalisis data

Uji normalitas data


(26)

15


(27)

(28)

81

Sih Aulia Nurfauziah, 2015

HUBUNGAN PETA MENTAL DENGAN KETERAMPILAN GEOGRAFIS MAHASISWA DEPARTEMEN PENDIDIKAN GEOGRAFI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian ini, mahasiswa Departemen Pendidikan Geografi UPI memiliki peta mental dan keterampilan geografis yang tergolong cukup. Kontribusi peta mental terhadap keterampilan geografis signifikan dan nilai korelasinya termasuk kuat.

Berdasarkan jenis kelaminnya, mahasiswa laki-laki memiliki peta mental dan keterampilan geografis yang lebih baik daripada mahasiswa perempuan. Mahasiswa perempuan cenderung memiliki pengamatan yang lebih sempit namun spesifik terhadap komponen ruang dan lebih mudah memahami fenomena faktual daripada mahasiswa laki-laki.

Eratnya korelasi antara peta mental dengan keterampilan geografis selaras dengan tidak dapat dipisahkannya antara berpikir spasial dan berpikir geografis dalam membentuk perspektif geografi. Hal ini karena peta mental sebagai bagian dari aktivitas berpikir spasial memberikan kontribusi signifikan pada keterampilan geografis yang merupakan sarana berpikir geografis. Dengan demikian, peta mental dapat dijadikan sebuah alternatif dalam pembiasaan berpikir berbasis ruang.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa intensitas interaksi dengan suatu ruang akan mempengaruhi ketajaman dan spesifikasi peta mental seseorang. Selain itu, kepekaan terhadap ruang (sense of space) yang melibatkan emosi akan meninggalkan kesan lebih kuat pada benak seseorang dan dapat mempengaruhi peta mentalnya.

Mahasiswa Depertemen Pendidikan Geografi berdasarkan hasil penelitian ini, lebih mudah menginterpretasi informasi geografis dari suatu fenomena faktual dibandingkan informasi yang termuat dalam sumber informasi geografis berupa peta, grafik, tabel dan bentuk penyajian data geografis lainnya. Adapun dalam menentukan arah, mahasiswa mengetahui arah dalam konteks teoritis namun


(29)

kesulitan dalam pemanfaatan arah dalam kehidupan yang menuntut rotasi arah secara kognitif.

Di sisi lain, penelitian ini juga menunjukkan bahwa peta mental akan terbentuk dengan baik jika pengalaman spasial diperoleh melalui aktivitas seluruh indera, berupa pengalaman langsung. Adapun belum optimalnya keterampilan geografis peserta didik dapat disebabkan oleh kondisi pembelajaran geografi yang tidak apresiatif terhadap pengalaman spasial peserta didik.

B. Rekomendasi

1. Hendaknya pendidik geografi mampu memanfaatkan pengalaman keruangan siswa dalam pembelajaran geografi dimana salah satu alternatifnya menggunakan peta mental untuk meningkatkan keterampilan geografis peserta didik. Penggunaan peta mental dalam pembelajaran bertujuan untuk merangsang kebiasaan berpikir spasial dan berpikir geografis serta mengembangkan kepekaan ruang peserta didik.

2. Sebelum mempelajari peta kartografis, peserta didik harus mempelajari arah dan cara menentukannya di lapangan. Peta mental dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi keterampilan menentukan arah ini.

3. Peserta didik sebaiknya lebih sering diperkenalkan dengan sumber informasi geografis yang bervariasi termasuk diajarkan cara menginterpretasi dan menganalisisnya.

4. Kurikulum pendidikan geografi hendaknya dirancang untuk jenjang pendidikan sekolah dasar yang terintegrasi dengan mata pelajaran lain sebagai dasar dari pengembangan kecerdasan ruang peserta didik dan pembiasaan berpikir spasial.

5. Penelitian peta mental dalam pembelajaran geografi berikutnya dapat difokuskan pada karakteristik peta mental di setiap jenjang pendidikan formal, dapat pula dikaitkan dengan perkembangan kognitif peserta didik. Selain itu, penelitian yang dapat di lakukan adalah mengenai tingkat efektivitas pemanfaatan peta mental dalam pembelajaran geografi.


(1)

Sih Aulia Nurfauziah, 2015

HUBUNGAN PETA MENTAL DENGAN KETERAMPILAN GEOGRAFIS MAHASISWA DEPARTEMEN PENDIDIKAN GEOGRAFI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,00 – 0,199

0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000

Sangat rendah Rendah Sedang Kuat Sangat kuat Sumber: Sugiyono (2013, hlm. 231)

Selain itu, untuk mengetahui apakah nilai korelasi variael cukup berarti, maka r harus diuji korelasi liniernya (t), sedangkan untuk mengetahui besarnya kontribusi variabel X terhadap variabel Y digunakan nilai koefisien determinasi (KD) menggunakan rumus berikut (Subana,dkk, 2000, hlm.145).

t = √ √

KD =

Keterangan: t = korelasi linier

r = korelasi antara variabel x dengan y n = jumlah sampel

KD = koefisien determinasi 100 = konstanta

H. Alur Penelitian

Merumuskan masalah

Membuat instrumen Kajian teori, menentukan lokasi ,

populasi, sampel dan metode penelitian Uji validitas, reliabilitas, indeks kesukaran, dan daya beda


(2)

Sih Aulia Nurfauziah, 2015

HUBUNGAN PETA MENTAL DENGAN KETERAMPILAN GEOGRAFIS MAHASISWA DEPARTEMEN PENDIDIKAN GEOGRAFI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Melaksanakan penelitian

Membuat Kesimpulan dan Rekomendasi Mendeskripsikan dan membahas hasil penelitian

Menganalisis data Uji normalitas

data


(3)

15


(4)

16

Sih Aulia Nurfauziah, 2015

Hubungan Peta Mental dengan Keterampilan Geografis Mahasiswa Departemen Pendidikan Geografi UPI


(5)

81

Sih Aulia Nurfauziah, 2015

HUBUNGAN PETA MENTAL DENGAN KETERAMPILAN GEOGRAFIS MAHASISWA DEPARTEMEN PENDIDIKAN GEOGRAFI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian ini, mahasiswa Departemen Pendidikan Geografi UPI memiliki peta mental dan keterampilan geografis yang tergolong cukup. Kontribusi peta mental terhadap keterampilan geografis signifikan dan nilai korelasinya termasuk kuat.

Berdasarkan jenis kelaminnya, mahasiswa laki-laki memiliki peta mental dan keterampilan geografis yang lebih baik daripada mahasiswa perempuan. Mahasiswa perempuan cenderung memiliki pengamatan yang lebih sempit namun spesifik terhadap komponen ruang dan lebih mudah memahami fenomena faktual daripada mahasiswa laki-laki.

Eratnya korelasi antara peta mental dengan keterampilan geografis selaras dengan tidak dapat dipisahkannya antara berpikir spasial dan berpikir geografis dalam membentuk perspektif geografi. Hal ini karena peta mental sebagai bagian dari aktivitas berpikir spasial memberikan kontribusi signifikan pada keterampilan geografis yang merupakan sarana berpikir geografis. Dengan demikian, peta mental dapat dijadikan sebuah alternatif dalam pembiasaan berpikir berbasis ruang.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa intensitas interaksi dengan suatu ruang akan mempengaruhi ketajaman dan spesifikasi peta mental seseorang. Selain itu, kepekaan terhadap ruang (sense of space) yang melibatkan emosi akan meninggalkan kesan lebih kuat pada benak seseorang dan dapat mempengaruhi peta mentalnya.

Mahasiswa Depertemen Pendidikan Geografi berdasarkan hasil penelitian ini, lebih mudah menginterpretasi informasi geografis dari suatu fenomena faktual dibandingkan informasi yang termuat dalam sumber informasi geografis berupa peta, grafik, tabel dan bentuk penyajian data geografis lainnya. Adapun dalam menentukan arah, mahasiswa mengetahui arah dalam konteks teoritis namun


(6)

82

Sih Aulia Nurfauziah, 2015

HUBUNGAN PETA MENTAL DENGAN KETERAMPILAN GEOGRAFIS MAHASISWA DEPARTEMEN PENDIDIKAN GEOGRAFI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kesulitan dalam pemanfaatan arah dalam kehidupan yang menuntut rotasi arah secara kognitif.

Di sisi lain, penelitian ini juga menunjukkan bahwa peta mental akan terbentuk dengan baik jika pengalaman spasial diperoleh melalui aktivitas seluruh indera, berupa pengalaman langsung. Adapun belum optimalnya keterampilan geografis peserta didik dapat disebabkan oleh kondisi pembelajaran geografi yang tidak apresiatif terhadap pengalaman spasial peserta didik.

B. Rekomendasi

1. Hendaknya pendidik geografi mampu memanfaatkan pengalaman keruangan siswa dalam pembelajaran geografi dimana salah satu alternatifnya menggunakan peta mental untuk meningkatkan keterampilan geografis peserta didik. Penggunaan peta mental dalam pembelajaran bertujuan untuk merangsang kebiasaan berpikir spasial dan berpikir geografis serta mengembangkan kepekaan ruang peserta didik.

2. Sebelum mempelajari peta kartografis, peserta didik harus mempelajari arah dan cara menentukannya di lapangan. Peta mental dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi keterampilan menentukan arah ini.

3. Peserta didik sebaiknya lebih sering diperkenalkan dengan sumber informasi geografis yang bervariasi termasuk diajarkan cara menginterpretasi dan menganalisisnya.

4. Kurikulum pendidikan geografi hendaknya dirancang untuk jenjang pendidikan sekolah dasar yang terintegrasi dengan mata pelajaran lain sebagai dasar dari pengembangan kecerdasan ruang peserta didik dan pembiasaan berpikir spasial.

5. Penelitian peta mental dalam pembelajaran geografi berikutnya dapat difokuskan pada karakteristik peta mental di setiap jenjang pendidikan formal, dapat pula dikaitkan dengan perkembangan kognitif peserta didik. Selain itu, penelitian yang dapat di lakukan adalah mengenai tingkat efektivitas pemanfaatan peta mental dalam pembelajaran geografi.