PENGEMBANGAN ALAT UKUR PENILAIAN LITERASI SAINS PADA KONTEN PROTEIN MENGGUNAKAN KONTEKS TELUR.

(1)

SKRIPSI

diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Departemen Pendidikan Kimia

Oleh :

ANGGI NOVITASARI 1009064

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

ANGGI NOVITASARI

PENGEMBANGAN ALAT UKUR PENILAIAN LITERASI SAINS PADA KONTEN PROTEIN MENGGUNAKAN KONTEKS TELUR

disetujui dan disahkan oleh Pembimbing I

Dr . Hernani, M. Si. NIP. 196711091991012001

Pembimbing II

Dr. rer. nat. H. Ahmad Mudzakir, M.Si. NIP. 1966112111991031002

Mengetahui,

Ketua Departemen Pendidikan Kimia

Dr. rer. nat. H. Ahmad Mudzakir, M.Si. NIP. 1966112111991031002


(3)

Oleh Anggi Novitasari

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

©Anggi Novitasari 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Oktober 2015

Hak cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa izin penulis.


(4)

ABSTRAK

Penelitian yang berjudul “Pengembangan Alat Ukur Penilaian Literasi Sains pada Konten Protein menggunakan Konteks Telur” merupakan kajian mengenai validitas isi (kesesuaian indikator dengan kompetensi ilmiah PISA 2012) dan validitas konstruk (kesesuaian butir soal dengan indikator) serta pengujian kualitas soal ditinjau dari nilai validitas empiris, reliabilitas, taraf kemudahan, daya pembeda dan pengecoh (distraktor). Pengembangan alat ukur penilaian literasi sains ini disesuaikan dengan kompetensi ilmiah PISA 2012, kompetensi inti dan kompetensi dasar kurikulum 2013. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif. Pada pengujian validitas empiris dan kualitas pengecoh atau distraktor menggunakan aplikasi analisis butir soal yaitu Anates

Versi 4.0.2. Dari hasil analisis CVR terhadap 40 butir soal yang dikembangkan

terdapat empat indikator yang tidak sesuai dengan butir soal, meskipun pada umumnya soal yang dikembangkan memiliki validitas isi dan konstruk yang dinyatakan valid, sedangkan validitas empiris termasuk kriteria sangat signifikan. Hasil reliabilitas yang diperoleh sangat tinggi dengan taraf kemudahan pada kategori sedang. Daya pembeda pada tiap butir soal termasuk kategori baik dan analisis pengecoh (distraktor) berfungsi dengan baik, sehingga disimpulkan bahwa alat ukur penilaian literasi sains yang dikembangkan memiliki kualitas yang baik.

Kata kunci: Alat Ukur Penilaian Literasi Sains, PISA, Protein, Telur,


(5)

ABSTRACT

The research entitled “Development of Measurement Science Literacy Assessment in Protein Content use Egg context” is about content validity (the suitability between indicator and science competence PISA 2012 and construct validity (the suitability between item test with indicator) also test quality testing that observed from empiric validity, reliability, level of easeness , distingushing and distracter. The development of this measuring tool of science literacy assessment appropriated with scientific comepetence PISA 2012, main competence and 2013 curriculum base competence. The method used in this research is quantitative descriptive method. In empiric validity testing and distracter quality use item test analysis aplication, that is Anates 4.0.2 version. There are four indicators got that is not appropriate with item test from the result of CVR analysis toward 40 items test that is developed; beside it , generally the developing item test has content validity and construct that declared as valid. Whereas empiric validity included into criteria that is very significant. Reliability result is very high and medium level of easieness category, distinguishing every each problem item included good category and distractor analysis is running well. Thus, in conclusion, measuring tool of science literation assessment that is developed has a good quality.

key words: Measurement Science Literacy Assessment, PISA, Protein, Eggs, PISA Competence.


(6)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pendidikan di Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa kurikulum harus disusun sesuai dengan kebutuhan siswa dan masyarakat, yang berakar pada kebudayaan dan kepribadian bangsa serta diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional (Arifin, 2011). Pada tahun ajaran 2013/2014 Indonesia mulai memberlakukan kurikulum baru, kurikulum 2013. Salah satu faktor yang mempengaruhi pengembangan kurikulum 2013 adalah hasil capaian anak Indonesia yang kurang memuaskan dalam keikutsertaan pada studi Internasional

Programme for International Student Assesment (PISA). Hal ini disinyalir kurang

terbiasanya siswa Indonesia dengan tipe soal-soal literasi yang diujikan dalam PISA.

Sejak tahun 2000, Indonesia telah ikut serta dalam tes yang diadakan oleh PISA, namun hingga saat ini Indonesia selalu menempati peringkat terendah dari seluruh negara peserta yang berpartisipasi. Hal ini disebabkan antara lain karena bentuk soal yang diujikan dalam PISA berbeda dengan bentuk soal yang diujikan oleh guru di sekolah, kebanyakan dari tes yang diberikan di sekolah hanya menyajikan aspek konten sains saja, tanpa melibatkan aspek proses sains, aspek konteks aplikasi sains maupunaspek sikap sains (Permendikbud, 2013).

PISA merupakan salah satu bentuk penilaian pendidikan secara internasional yang dilakukan oleh lembaga OECD (Organisation for Economic

Co-operation and Develompment). Penilaian dalam PISA mencakup kapasitas

untuk menggunakan pengetahuan ilmiah, kemampuan mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti yang ada agar dapat memahami dan membantu siswa untuk membuat keputusan tentang dunia alami dan interaksi manusia dengan alam serta kemampuan untuk mengidentifikasi isu ilmiah, menjelaskan fenomena, dan menggunakan bukti ilmiah itu dalam kehidupan sehari-hari (Toharudin dan Hendrawati, 2011).


(7)

Literasi sains didefiniskan “the capacity to use scientific knowledge, to identify questions and to draw evidence-based conclusions in order to understand and help make decisions about the natural world and the changes made to it through human activity (PISA, 2000). Definisi literasi sains ini memandang literasi sains bersifat multidimensional dalam aspek pengukurannya, yaitu pada aspek konten sains, proses sains, dan konteks aplikasi sains. Dengan demikian, melalui sains siswa diharapkan mampu menggunakan pengetahuan sains dan dapat menerapkannya dalam memecahkan persoalan keseharian yang berkaitan dengan materi yang dipelajari. Konten sains berupa konsep kunci untuk memahami fenomena alam tertentu dan perubahan-perubahan yang terjadi pada fenomena alam, proses sains berupa kemampuan siswa untuk menggunakan pengetahuan dan pemahaman ilmiah dalam menjawab suatu pertanyaan atau memecahkan masalah, sedangkan konteks aplikasi sains melibatkan isu-isu penting dalam kehidupan sehari- hari secara umum (Rustaman, 2006).

Hasil studi PISA tahun 2012, menunjukkan bahwa prestasi siswa Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan negara partisipan yang lain, siswa Indonesia masih belum mampu mengkaitkan pelajaran yang mereka dapatkan di sekolah dengan kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain siswa Indonesia belum mampu mengkaitkan konten yang mereka pelajari dengan konteks yang berkaitan dengan konten tersebut. Menurut Firman (2007), rendahnya capaian ini diduga karena kurikulum, pembelajaran dan alat ukur di Indonesia masih menitik beratkan pada dimensi konten seraya melupakan dimensi proses dan konteks sains.

Dari analisis sampel beberapa soal survei, dapat diketahui adanya perbedaan yang jauh antara desain soal yang biasa diberikan kepada siswa dengan alat ukur yang diujikan dalam PISA. Perbedaan dalam konten, konteks, dan komponen soal-soal literasi sains itu telah menyebabkan para siswa tidak dapat berbuat banyak dalam mengerjakan soal-soal. Karena sangat sulitnya, beberapa soal dalam studi tersebut dibiarkan tidak dijawab lebih dari beberapa siswa.

De Jong (2006) merumuskan kriteria pemilihan konteks dalam soal terkait dengan literasi sains, yaitu: 1) Konteks yang digunakan dikenal dan relevan untuk siswa (perempuan dan laki-laki), 2) Konteks yang digunakan tidak mengganggu


(8)

3

perhatian siswa terhadap konsep yang dihubungkan, 3) Konteks yang digunakan tidak terlalu menyulitkan bagi siswa, dan 4) Konteks yang digunakan tidak membingungkan siswa. Pemilihan konteks merujuk pada hal-hal yang dekat dengan kehidupan siswa.

Protein sangat berkaitan erat dalam kehidupan sehari-hari dan sering dikonsumsi manusia. Protein diperlukan dalam proses pembentukan jaringan otot serta sebagai cadangan makanan dalam tubuh manusia. Protein merupakan konten yang dipelajari di Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas XII semeter genap. Seperti yang diketahui, pada semester genap siswa SMA kelas XII akan dihadapkan pada Ujian Nasional. Hal ini menyebabkan porsi pemberian materi dan mengkaji soal-soal tentang protein akan lebih sedikit. Dengan porsi belajar yang lebih sedikit, siswa dituntut lebih banyak belajar mandiri dengan sumber belajar yang terbatas. Dalam sumber belajar tersebut yang diperoleh siswa hanya soal-soal umum seperti pengertian protein, manfaat protein, dan beberapa soal mengenai uji identifikasi protein dalam makanan, namun tidak terdapat variasi soal lain mengenai struktur umum asam amino, cara mengidentifikasi makanan yang mengandung asam amino serta soal-soal yang menilai sikap dan proses sains siswa pada materi protein. Hal ini menyebabkan pencapaian literasi sains siswa akan rendah. Selain itu, alat ukur yang digunakan di sekolah tidak sesuai dengan kerangka literasi sains yang hanya menilai aspek konten dan tidak menilai aspek konteks, proses dan sikap sains. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan pengembangan alat ukur penilaian literasi sains untuk mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan Indonesia.

Pengembangan alat ukur penilaian literasi sains dapat dilakukan dengan mengkaitkan konten kimia dalam kehidupan sehari-hari. Telur adalah salah satu konteks yang dapat dikaitkan dengan konten protein. Telur dikenal sebagai bahan makanan yang mengandung protein dengan mutu yang tinggi dan juga sebagai standar acuan kandungan protein untuk bahan makanan sumber protein yang lain, sehingga pada penelitian ini dikembangkan suatu alat ukur penilaian literasi sains pada konten protein dengan menggunakan konteks telur yang beracuan pada bahan ajar yang telah dikembangkan oleh Syukran (2014) pada penelitian sebelumnya.


(9)

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Hasil penelitian PISA tahun 2012, menunjukkan bahwa prestasi literasi sains siswa Indonesia masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Karena siswa hanya dituntun pada konten tanpa melibatkan proses sains dan konteks aplikasi sains. Dengan kata lain, alat ukur yang digunakan di sekolah tidak sesuai dengan kerangka literasi sains PISA. Oleh karena itu, diperlukan penyusunan alat ukur yang sesuai dengan kerangka PISA untuk meningkatkan literasi sains siswa.

Berdasarkan uraian masalah di atas, maka permasalahan utama dalam

penelitian ini adalah “Bagaimana alat ukur penilaian literasi sains siswa SMA pada konten protein menggunakan konteks telur?”. Untuk mempermudah pengkajian secara sistematis terhadap permasalahan yang akan diteliti, maka rumusan masalah tersebut dirinci menjadi sub-sub masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kualitas kesesuaian indikator dengan kompetensi PISA, dan

kesesuaian butir soal dengan indikator pada alat ukur penilaian literasi sains yang dikembangkan pada konten protein menggunakan konteks telur ditinjau dari parameter validasi isi dan validasi konstruk?

2. Bagaimana kualitas alat ukur penilaian literasi sains yang dikembangkan ditinjau dari hasil parameter validitas empiris, reliabilitas, taraf kemudahan, daya pembeda dan analisis kualitas pengecoh?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi mengenai kualitas alat ukur penilaian literasi sains siswa SMA berdasarkan parameter validitas isi, validitas konstruk, validitas empiris, reliabilitas, taraf kemudahan, daya pembeda dan kualitas pengecoh (distraktor).

D. Pembatasan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah di atas, peneliti membatasi aspek konten yang terlibat dalam penelitian ini adalah sesuai dengan kompetensi dasar kelas XII semester 2 yaitu menganalisis stuktur, tata nama, sifat, dan penggolongan,


(10)

5

makromolekul (polimer, karbohidrat, dan protein), serta mengolah dan menganalisis struktur, tata nama, sifat dan kegunaan makromolekul (polimer, karbohidrat, dan protein) dan sesuai dengan indikator kompetensi PISA yaitu mengidentifikasi kata kunci untuk mencari informasi ilmiah; menjelaskan fenomena secara ilmiah dan memprediksi perubahan; mengidentifikasi gambaran, penjelasan dan prediksi yang tepat; serta mengidentifikasi asumsi, bukti dan alasan dibalik kesimpulan. Pada aspek konteks yang terlibat pada penelitian ini adalah konteks kimia dalam telur ayam yang telah dikembangkan oleh peneliti sebelumnya Syukran (2014).

E. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian yang dilakukan, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :

1. Guru, dapat membekali siswa dengan pengetahuan yang menyeluruh dengan memperhatikan keseluruhan aspek baik aspek konten sains, aspek konteks aplikasi sains, keterampilan proses sains, dan aspek sikap sains. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi bagi guru untuk meningkatkan literasi sains siswa melalui pengembangan instrumen penilaian literasi sains berdasarkan kerangka penilaian dalam PISA.

2. Peneliti lain, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan, masukan dan bahan pertimbangan untuk penelitian yang selanjutnya dalam pengembangan penelitian yang berkaitan dengan instrumen penilaian literasi sains dan menjadi acuan untuk melakukan penelitian pada konten yang sama dengan konteks yang berbeda, atau pada konten yang berbeda dengan konteks yang sama.

3. Lembaga pendidikan, membantu tersedianya instrumen penilaian alat ukur literasi sains yang sesuai dengan proses belajar mengajar dan sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan pembelajaran sesuai dengan tuntunan kurikulum.


(11)

F. Struktur Organisasi Skripsi

Berikut ini penjabaran urutan penulisan skripsi secara terperinci setiap bab.

Skripsi ini tersusun atas lima bab, yaitu Pendahuluan (Bab I), Kajian Pustaka (Bab II), Metodologi Penelitian (Bab III), Temuan Penelitian dan Pembahasan (Bab IV) serta Simpulan dan Saran (Bab V). Setelah kelima bab tersebut terdapat Daftar Pustaka dan Lampiran-Lampiran.

Bab I terdiri dari atas lima sub bab, meliputi latar belakang penelitian, identifikasi dan rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi skripsi. Latar belakang penelitian ini adalah hasil capaian literasi sains Indonesia dalam tes PISA yang selalu berada dalam posisi terendah dibandingkan dengan negara partisipan lain. Hal ini menyebabkan siswa Indonesia masih belum mampu mengkaitkan pelajaran yang mereka dapatkan di sekolah dengan kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, siswa Indonesia belum mampu mengkaitkan konten yang mereka pelajari dengan konteks yang berkaitan dengan konten tersebut. Soal yang beredar di Indonesia baik di buku-buku pelajaran maupun di soal tes ujian sekolah kebanyakan hanya melibatkan aspek kontennya saja tanpa melibatkan aspek konteks aplikasi sains, sikap sains dan proses sains. Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian yaitu bagaimana kualitas validitas alat ukur penilaian literasi sains berdasarkan validitas konstruk (kesesuaian indikator dengan kompetensi ilmiah PISA 2012) dan validitas isi (kesesuaian butir soal dengan butir soal), serta kualitas alat ukur penilaian literasi sains siswa SMA berdasarkan parameter validitas empiris, reliabilitas, taraf kemudahan, daya pembeda dan kualitas pengecoh (distraktor).

Bab II berisi tentang tinjauan teoritis dari berbagai literatur yang berkaitan dengan penelitian ini. Kajian pustaka dijabarkan kembali ke dalam beberapa bagian, yakni kajian teoritis mengenai literasi sains, penilaian literasi sains, pembelajaran berbasis literasi dan teknologi, kriteria penulisan alat ukur yang baik, dan kualitas dalam pengembangan alat ukur penilaian literasi sains. Literasi sains menurut PISA sebagai kapasitas untuk menggunakan pengetahuan ilmiah, kemampuan mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti yang ada agar dapat memahami dan membantu siswa


(12)

7

untuk membuat keputusan tentang dunia alami dan interaksi manusia. Literasi merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi isu ilmiah, menjelaskan fenomena secara ilmiah, dan menggunakan bukti ilmiah dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hasil kajian tersebut, soal-soal yang dikembangkan masih rendah dan soal-soal tersebut hanya melibatkan aspek kontennya saja tanpa melibatkan aspek konteks sains, sikap sains dan proses sains, hendaknya soal tersebut membentuk tipe soal serupa dengan PISA.

Bab III ini terdiri atas Lokasi dan Subyek/Obyek Penelitian, Desain penelitian, Metode penelitian, dan Alur Penelitian, Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data. Alat ukur yang dikembangkan diujicobakan pada siswa SMA kelas XII semester genap sebanyak satu kelas yang berjumlah 30 siswa yang diambil dari salah satu SMA di Kota Bandung. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif non-eksperimental. Metode deskriptif kuantitatif merupakan metode penelitian yang melibatkan satu variabel pada satu kelompok, tanpa menghubungkan dengan variabel lain atau membandingkan dengan kelompok lain (Purwanto, 2010). Dalam penelitian deskriptif kuantitatif berupa pengumpulan data berbentuk angka tanpa adanya suatu perlakuan. Untuk mendapatkan data yang sesuai dengan rumusan masalah maka digunakan instrumen penelitian, yang meliputi lembar validasi ahli dan alat ukur penilaian literasi sains. Setelah divalidasi oleh ahli, data tersebut diolah untuk mendapatkan hasil validitas konstruk dan validitas isi sebelum diujicobakan ke siswa. Jika hasil pengolahan data menyatakan valid berdasarkan nilai CVR dan CVI pada masing-masing validitas konstruk dan validitas isi, maka alat ukur penilaian literasi sains yang dikembangkan layak diujicobakan kepada siswa SMA dan hasil ujicoba dari siswa diolah untuk memperoleh hasil validitas empiris, reliabilitas, taraf kemudahan, daya pembeda dan kualitas pengecoh (distraktor) dengan menggunakan aplikasi Anates Versi 4.0.2.

Setelah dilakukan penelitian, selanjutnya dilakukan pembahasan terhadap hasil penelitian Bab IV. Bab IV memaparkan hasil temuan dan pembahasan. Hasil temuan ini berupa pengembangan alat ukur penilaian literasi sains yang disesuaikan dengan Kompetensi Dasar dalam Kurikulum 2013 dan Kompetensi Ilmiah PISA 2012, kemudian dijadikan sebagai acuan dalam penyusunan butir


(13)

soal literasi sains. Setelah pembuatan alat ukur penilaian literasi sains, dilanjutkan dengan lembar validasi alat ukur penilaian literasi sains yang diujikan oleh beberapa ahli validasi. Hasil validasi, direvisi jika ada yang harus diperbaiki, kemudian diujikan ke beberapa siswa dan data jawaban siswa terhadap soal yang diberikan pada saat penelitian diolah dengan menggunakan program aplikasi

Anates Versi 4.02. Hasil dari program aplikasi tersebut berupa nilai reliabilitas,

validitas berdasarkan korelasi butir soal dengan skor total, tingkat kesukaran, daya pembeda, dan kualitas pengecoh atau distraktor.

Bab V terdiri dari dua subbab, yaitu simpulan dan saran. Simpulan terdiri atas informasi dari permasalahan yang diangkat yaitu apakah alat ukur yang dikembangkan memiliki kualitas yang baik atau tidak baik ditinjau dari hasil parameter uji validitas konstruk, validitas isi dari beberapa dosen ahli validasi, uji validitas empiris, reliabilitas, taraf kemudahan, daya pembeda dan kualitas pengecoh atau distraktor. Saran untuk penelitian selanjutnya agar dapat melakukan dengan lebih baik lagi dan lebih meningkatkan kualitas alat ukur penilaian literasi sains dengan menggunakan keseluruhan kategori proses sains pada kompetensi ilmiah PISA 2012.


(14)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subyek/Obyek Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada kualitas validitas isi dan validitas konstruk pada alat ukur penilaian literasi sains yang dikembangkan serta pengujian kualitas alat ukur yang dikembangkan ditinjau parameter uji yaitu validitas empiris, reliabilitas, tingkat kemudahan, daya pembeda, dan kualitas pengecoh (distraktor). Validasi alat ukur dilakukan di Departemen Pendidikan Kimia UPI, sedangkan uji validitas empiris, reliabilitas, tingkat kemudahan, daya pembeda dan analisis kualitas pengecoh (distraktor) dilakukan dengan mengujicobakan alat ukur kepada 30 siswa kelas XII di salah satu SMA swasta di Kota Bandung.

B. Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif. Metode deskriptif kuantitatif merupakan metode penelitian yang melibatkan satu variabel pada satu kelompok, tanpa menghubungkan dengan variabel lain atau membandingkan dengan kelompok lain (Purwanto, 2010). Metode deskriptif bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau fenomena dalam pembelajaran dengan ukuran statistik, seperti frekuensi, rata-rata, variabilitas (rentang dan simpang baku) serta citra visual dari data misalnya dalam bentuk grafik (Firman, 2008).

Dalam penelitian deskriptif ini digunakan pendekatan kuantitatif yaitu penggumpulan pengukuran data berbentuk angka tanpa adanya suatu perlakuan. Penelitian ini, peneliti mengumpulkan data untuk diuji validitas, reliabilitas, taraf kemudahan, daya pembeda dan pengecoh atau distraktor dari hasil alat ukur penilaian literasi sains yang dikembangkan.

C. Definisi Operasional

Untuk menghindari dari kesalahan dalam menafsirkan istilah-istilah yang terdapat dalam penelitian ini, berikut ini penjelasan singkat beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian, antara lain:


(15)

1. Alat ukur penilaian adalah instrumen untuk mengukur hasil belajar siswa yang sifatnya pengetahuan sebagai proses penentuan informasi yang diperlukan dalam pengumpulan data serta penggunaan informasi tersebut untuk melakukan pertimbangan sebelum keputusan (Firman, 2000). Pada penelitian ini alat ukur yang dikembangkan berupa alat ukur penilaian literasi sains pada konten protein menggunakan konteks telur.

2. Literasi sains adalah kemampuan menggunakan pengetahuan sains untuk mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti, agar dapat memahami dan membantu membuat keputusan tentang dunia alami dan interaksi manusia dengan alam (OECD, 2013). Literasi sains yang dikembangkan pada alat ukur penilaian berdasarkan indikator pada kompetensi ilmiah PISA 2012.

3. Konten sains adalah salah satu dimensi literasi sains yang merujuk pada konsep dan teori fundamental untuk memahami fenomena alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia (OECD, 2013). Konten yang dikembangkan pada alat ukur penilaian literasi sains adalah konten protein yang dapat digunakan untuk menjelaskan kandungan pada telur.

4. Konteks aplikasi sains adalah salah satu dimensi dari literasi sains yang mengandung pengertian situasi dalam kehidupan sehari-hari yang melibatkan sains dan teknologi area aplikasi proses dan pemahaman konsep sains (OECD,2013). Konteks yang dikembangkan pada alat ukur penilaian literasi sains adalah konteks yang berhubungan dengan sains yaitu telur.

5. Proses sains menunjukkan kompetensi ilmiah yang mencakup mengidentifikasi isu ilmiah, menjelaskan fenomena ilmiah, dan menggambarkan kesimpulan berdasarkan fakta (OECD,2013). Proses sains yang dikembangkan berdasarkan kompetensi ilmiah PISA 2012.

6. Protein merupakan salah satu nutrisi penting yang dibutuhkan oleh tubuh kita. Salah satu fungsi protein dalam tubuh kita adalah untuk memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak dan berperan penting dalam tubuh terutama pada sistem metabolisme tubuh. Telur adalah salah satu konteks yang dapat dikaitkan dengan konten protein dan telur dikenal sebagai bahan makanan yang


(16)

36

mengandung protein dengan mutu yang tinggi serta telur dijadikan sebagai standar acuan kandungan protein untuk bahan makanan sumber protein yang lain.

D. Instrumen Penelitian

Sesuai dengan pertanyaan pada BAB I mengenai bagaimana kualitas alat

ukur penilaian literasi sains yang dikembangkan ditinjau dari hasil validitas isi, validitas konstruk, validitas empiris, reliabilitas, taraf kemudahan, daya pembeda, dan kualitas pengecoh atau distraktor, maka instrumen yang digunakan dikaitkan dengan pertanyaan penelitian tersebut.

Instrumen yang digunakan untuk mendapatkan data yang sesuai dengan rumusan masalah adalah sebagai berikut:

1. Lembar Validasi Ahli

Lembar validasi berisi penilaian terhadap kesesuaian antara indikator dengan kompetensi PISA 2012, dan butir soal. Validasi butir soal dilakukan oleh 5 orang ahli yang terdiri atas 3 orang dosen ahli assessment, 1 orang dosen ahli literasi sains dan 1 orang dosen ahli biokimia.

Tabel 3.1 Format Lembar Validasi Ahli (Validasi Konstruk dan Validasi Isi) No Kompetensi

PISA 2012

Indikator

Pembelajaran Butir Soal

A B Saran Perbaikan Y T Y T

Keterangan :

Pilihan jawaban untuk kolom kesesuaian :

Kolom A : Kesesuaian indikator dengan kompetensi PISA 2012 (untuk validitas Konstruk)

Kolom B : Kesesuaian indikator dengan butir soal (untuk validitas isi)

2. Alat Ukur Penilaian Literasi Sains yang Dikembangkan

Alat ukur penilaian ini berupa soal alat ukur literasi sains pada konten protein menggunakan konteks telur berupa pilihan ganda dengan lima pilihan


(17)

jawaban. Jumlah butir soal literasi sains siswa SMA dalam konten protein menggunakan konteks telur dibuat sebanyak 40 butir soal.

E. Alur Penelitian

Untuk membantu mengarahkan langkah-langkah penelitian agar sesuai dengan tujuan penelitian, proses pengembangan instrumen digambarkan melalui alur penelitian seperti terlihat pada Gambar 3.1

Gambar 3.1 Alur Penelitian Valid

Revisi

Kajian Bahan Ajar Kimia Konteks telur yang dikembangkan oleh

Syukran (2014)

Kajian Kepustakaan Literasi Sains

Kaijian Kepustakaan Penilaian Literasi

Sains

Perumusan Indikator berdasarkan Kompetensi Dasar Kurikulum 2013, Kompetensi PISA 2012

Validasi Alat Ukur Literasi Sains (Konstruk dan Isi)

Uji Validitas Empiris, Reliabilitas, Taraf Kemudahan, Daya Pembeda dan Kualitas Pengecoh (distraktor) Alat

Ukur Penilaian Literasi Sains

Pengolahan dan Analisis Data

Temuan Penelitian dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Tidak valid

Gambar 3.1 Alur Penelitian Lembar Validasi Ahli Alat Ukur Penilaian Literasi


(18)

38

Berdasarkan alur penelitian pada gambar 3.1, langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

a. Mengkaji wancana teks bahan ajar konten protein dengan konteks telur yang telah dikonstruksi pada penelitian sebelumnya.

b. Mengkaji kepustakaan literasi sains melalui panduan PISA-OCED dan jurnal penelitian terkait.

c. Mengkaji kepustakaan penilaian literasi sains melalui panduan penilaian PISA-OCED dan jurnal penelitian terkait.

2. Tahap Pelaksanaan

Setelah melakukan semua tahap persiapan, selanjutnya masuk tahap pelaksanaan yang meliputi :

a. Merumuskan indikator aspek pengetahuan, sikap dan proses sains berdasarkan Kompetensi Ilmiah PISA 2012.

Perumusan indikator pada alat ukur literasi sains ini meliputi konteks aplikasi sains, aspek konten sains, aspek proses sains dan aspek sikap sains serta indikator soal. Indikator yang dibuat terbagi ke dalam tiga aspek yaitu aspek pengetahuan, sikap dan proses sains. Indikator aspek pengetahuan, sikap dan proses sains dirumuskan setelah analisis buku ajar yang telah dikonstruksi, kemudian disesuaikan dengan kompetensi Ilmiah PISA 2012. Perumusan indikator alat ukur penilaian literasi sains dapat dilihat pada tabel 3.2.

Tabel 3.2 Perumusan Indikator Alat Ukur Penilaian Literasi Sains No Konteks

Aplikasi Sains

Aspek Konten

Kompetensi

Ilmiah PISA 2012 Indikator

b. Membuat instrumen penelitian berupa lembar validasi ahli alat ukur literasi sains.

c. Melakukan validasi alat ukur literasi sains ke beberapa ahli.

d. Mengolah data lembar validasi alat ukur penilaian literasi sains berdasarkan hasil validator


(19)

f. Melakukan uji validitas empiris, reliabilitas, taraf kemudahan, daya pembeda, kualitas pengecoh pada alat ukur penilaian literasi sains menggunakan aplikasi Anates Versi 4.0.2.

3. Tahap Akhir

Setelah seluruh tahap dilaksanakan, selanjutnya melakukan pengumpulan data penelitian, pengolahan data, analisis data, kemudian membuat pembahasan temuan hasil penelitian dan menarik kesimpulan dan saran dari hasil penelitian tersebut.

F. Teknik Penggumpulan Data

Penggumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dari lembar validasi ahli dan hasil uji validiats empiris, reliabilitas, taraf kemudahan, daya pembeda, kualitas pengecoh atau distraktor pada alat ukur penilaian literasi sains yang dikembangkan.

G. Teknik Analisis Data

1. Data Validitas Isi Dan Validitas Konstruk Alat Ukur Penilaian Literasi Sains Hasil validasi ahli dianalisis dengan cara sebagai berikut:

 Kriteria penilaian hasil validasi

Data tanggapan ahli yang diperoleh berupa ceklist dan dihitung berdasarkan kriteria yang terdapat dalam tabel 3.3.

Tabel 3.3. Kriteria Penilaian Validasi Alat Ukur

Kriteria Bobot

Ya 1

Tidak 0

 Pemberian skor pada jawaban item menggunakan CVR.

Setelah semua item mendapat skor, kemudian skor tersebut diolah dengan cara sebagai berikut:


(20)

40

CVR = �−

� 2 �

2

Keterangan:

ne: jumlah ahli yang menyatakan Ya

N: total responden (ahli) Ketentuan :

a) Jika jumlah ahli yang menyatakan “ya” kurang dari ½ total reponden maka nilai CVR = -

b) Jika jumlah ahli yang menyatakan “ya” ½ dari total responden maka nilai CVR = 0

c) Jika seluruh ahli menyatakan “ya” maka nilai CVR = 1 (hal ini diatur menjadi 0.99 disesuaikan dengan jumlah responden).

d) Jika jumlah ahli yang menyatakan “ya” lebih dari ½ total reponden maka nilai CVR = 0-0,99.

b. Menghitung nilai CVI (Content Validity Index)

Setelah mengidentifikasi validitas butir soal menggunakan CVR, CVI dihitung untuk menghitung keseluruhan validitas dari soal yang dikonstruksi. Secara sederhana CVI merupakan rata-rata dari nilai CVR untuk sub pertanyaan yang dijawab Ya.

CVI= �

� �ℎ �� �

(Lawshe, 1975).

Nilai CVR dan CVI untuk validitas konstruk diambil dari nilai kesesuaian antara indikator dengan kompetensi PISA ilmiah 2012, sedangkan untuk validitas isi diambil dari nilai kesesuaian butir soal dengan indikator.

2. Data Validitas Empiris Alat Ukur Penilaian Literasi Sains

Validitas empiris (criterion related validity) merupakan validitas empiris jika ditinjau dari kriteria untuk menentukan tinggi rendahnya validitas alat ukur. Tinggi rendahnya criterion related validity dapat diestimasi dari besarnya korelasi


(21)

antara hasil tes yang sedang dinilai dengan hasil tes yang dijadikan kriteria (Firman, 2013).

Data validitas empiris alat ukur yang dikembangkan pada penelitian ini menggunakan aplikasi Anates Versi 4.0.2. Anates merupakan program aplikasi komputer yang bertujuan untuk menganalisis butir soal pilihan ganda salah satunya dalam pengolahan data validitas empiris yaitu korelasi skor butir soal dengan skor total. Penggunaan aplikasi Anates Versi 4.0.2 dilakukan setelah soal alat ukur penilaian literasi sains diujicobakan ke siswa dan soal tersebut diperiksa. Hasil pengolahan data yang diperoleh dari aplikasi Anates Versi 4.0.2 akan menunjukkan nilai butir soal memiliki korelasi tinggi dan rendah. Soal yang memiliki korelasi tinggi dianggap signifikan dan dapat digunakan pada tes berikutnya sedangkan nilai soal yang memiliki korelasi rendah dianggap tidak signifikan.

3. Data Hasil Uji Reliabilitas Alat Ukur Penilaian Literasi Sains

Pengujian reliabilitas instrumen menggunakan konsistensi internal. Konsistensi internal adalah ukuran sejauh mana seluruh soal dalam tes mengukur kemampuan yang sama. Konsistensi internal ini dilakukan dengan cara menguji cobakan instrumen sekali saja, kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan rumus KR.20 (Kuder dan Richardson) sebagai berikut:

Keterangan:

KR20: reliabilitas tes secara keseluruhan

k: jumlah soal

p: proporsi respon betul pada suatu soal q: proporsi respon salah pada suatu soal s2t: variasi skor-skor tes (Arifin, 2012)


(22)

42

Berikut ini yang menunjukkan kriteria nilai reliabilitas suatu soal: Tabel 3.4 Tafsiran Koefisien Reliabilitas

Koefisien Reliabilitas Tafsiran

0,81 – 1,00 Sangat tinggi

0,61 – 0,80 Tinggi

0,41 – 0,60 Cukup

0,21 – 0,40 Rendah

0,00 – 0,20 Sangat rendah

(Arifin, 2009).

4. Data Hasil Taraf Kemudahan Alat Ukur Penilaian Literasi Sains

Taraf kemudahan soal adalah proporsi dari keseluruhan siswa yang menjawab benar pada pokok uji tersebut (Firman, 2000). Rumus mencari F adalah:

F= r+nR

Keterangan :

nr : jumlah siswa dari kelompok tinggi yang menjawab benar pada pokok uji yang

dianalisis

nR : jumlah siswa dari kelompok rendah yang menjawab benar pada pokok uji

yang dianalisis

N : jumlah seluruh anggota kelompok tinggi ditambah seluruh anggota kelompok rendah

Dari hasil perhitungan taraf kemudahan diklasifikan pada Tabel 3.5 Tabel 3.5 Klasifikasi Taraf Kemudahan

F Intrepretasi

0-0,24 Sukar

0,25-0,75 Sedang

0,76-1,00 Mudah

(Firman, 2000)

5. Data Hasil Daya Pembeda Alat Ukur Penilaian Literasi Sains

Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah (Arikunto, 2009). Suatu soal sebaiknya memiliki harga diskriminan (D) yang


(23)

tinggi. Hal tersebut berarti bahwa soal mampu membedakan siswa yang menguasai materi pelajaran dengan siswa yang tidak menguasai materi pelajaran. Daya pembeda ialah selisih antara proporsi skor kelompok tinggi yang menjawab benar dengan kelompok rendah yang menjawab benar (Firman, 2000).

Harga daya pembeda (D) dapat ditentukan sebagai berikut : D =

� −�

Keterangan : D : daya pembeda

nT : jumlah siswa kelompok tinggi yang menjawab benar pada pokok uji yang

dianalisis

nR : jumlah siswa kelompok rendah yang menjawab benar pada pokok uji yang

dianalisis

NT : banyak peserta kelompok tinggi

NR : banyak peserta kelompok rendah

Adapun acuan penafsiran daya pembeda sebagai berikut : Tabel 3.6 Tafsiran Daya Pembeda (Arikunto, 2009)

Indeks Daya Pembeda Kategori

0,00-0,20 Jelek

0,20-0,40 Cukup

0,40-0,70 Baik

0,70-1,00 Baik Sekali

6. Data Hasil Kualitas Pengecoh (Distraktor) Alat Ukur Penilaian Literasi Sains Pada soal bentuk pilihan ganda ada alternatif jawaban (opsi) yang merupakan pengecoh. Butir soal yang baik, pengecohnya akan dipilih secara merata oleh peserta didik yang menjawab salah. Sebaliknya, butir soal yang kurang, pengecohnya akan dipilih secara tidak merata. Pengecoh dianggap baik bila jumlah peserta didik yang memilih pengecoh itu sama atau mendekati jumlah ideal. (Arifin, 2012).

Analisis pengecoh (distraktor) dilakukan dengan menghitung peserta tes yang memilih tiap alternatif jawaban pada masing-masing item. Kriteria pengecoh yang baik adalah apabila pengecoh tersebut dipilih oleh paling sedikit 5% dari peserta tes, jika pilihan jawaban pada kualitas pengecoh (distraktor) baik maka


(24)

44

dapat digunakan untuk tes soal berikutnya, jika pilihan jawaban pada kualitas pengecoh (distraktor) buruk agar diubah atau diganti dan data analisis kualitas pengecoh atau distraktor yang dikembangkan pada penelitian ini menggunakan aplikasi Anates Versi 4.0.2.


(25)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan

Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Alat ukur penilaian literasi sains pada materi protein menggunakan konteks telur yang dikembangkan pada penelitian ini telah valid ditinjau dari validitas konstruk (kesesuaian indikator dengan kompetensi PISA 2012) dan validitas isi (kesesuaian butir soal dengan indikator).

2. Kualitas alat ukur penilaian literasi sains pada materi protein menggunakan konteks telur yang dikembangkan pada penelitian ini memiliki kualitas yang baik ditinjau dari parameter validitas empiris sangat signifikan, reliabilitas sangat tinggi, taraf kemudahan dengan kategoti sedang, daya pembeda pada tiap butir soal termasuk kategori baik dan analisis pengecoh (distraktor) berfungsi dengan baik.

B. Saran

Berdasarkan simpulan penelitian, terdapat beberapa saran untuk penelitian selanjutnya sebagai berikut:

1. Dengan adanya kelebihan dan kekurangan terhadap alat ukur penilaian literasi sains menggunakan konteks telur yang dikembangkan dalam penelitian ini dapat dilakukan pengembangan lebih lanjut agar diperoleh alat ukur penilaian literasi sains yang memiliki kualitas lebih baik.

2. Pengembangan alat ukur penilaian literasi sains menggunakan konteks telur dapat dikembangkan ke dalam konten yang lain dan lebih baik lagi dengan tujuan memotivasi siswa dalam memahami materi

3. Pembuatan soal untuk Kompetensi Ilmiah PISA 2012 dan kategori proses sains perlu dikembangkan agar pengalaman dan pengetahuan siswa menghadapi soal literasi sains lebih baik dan meningkat.


(26)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Z. (2009). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja RosdaKarya. Arifin, Z. (2011). Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. (cetakan

pertama). Bandung: PT. Remaja RosdaKarya

Arifin, Z. (2012). Evaluasi Pembelajaran. Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama

Arikunto, S. (2001). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan. (edisi revisi kelima). Jakarta : Bumi Aksara.

Arikunto, S. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara BSNP. (2013). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Indonesia Nomor 3 Tahun 2013. Jakarta: BSNP.

De Jong, O. (2006). Context- Based Chemical Education: How to Improve it?. Sweden: Karlstad University.

Depdiknas. (2007). Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Menengah Umum Firman, H. (2000). Penilaian Hasil Belajar dalam Pengajaran Kimia. Bandung:

Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

Firman, H. (2007). Laporan Analisis Literasi Sains Berdasarkan Hasil PISA

Nasional tahun 2006. Puspendik

Firman, H. (2013). Penelitian Pendidikan Kimia. Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI

Holbrook, J. (1998). “A Resource Book for Teachers of Science Subjects”. UNESCO.

Holbrook, J. (2005). “Making Chemistry Teaching Relevant”. Chemical

Education International. 6(1), 1-12.

Lawshe. (1975).“ AQuantitatif Approach to Content Validity” Journal personal Psycology. 28, 563-575.


(27)

Nentwig, P., Parchmann, I., Demuth, R., Grasel, C., & Ralle B. (2007).“Chemie im Context: Situating Learning in Relevant Contexts to a Systematic Development of Basic Chemical Concepts”. Makalah Simposium

Internasional IPN-UYSEG Oktober 2002, Kiel Jerman.

OECD. (2009). PISA 2009 Assessment Framework Key competencies in reading,

mathematics and science.

OECD. (2013). PISA 2012 Results in Focus What 15-year-olds know and what

they can do with what they know. Paris: OECD Publications Service

Purwanto. (2010). Metodologi Penelitian Kuantitatif untuk Psikologi dan

Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Poedjadi, A. & Supriyanti, F.M.T. (2005). Dasar-Dasar Biokimia. Bandung: UI Press

Rustaman, N. Y. (2006). Literasi Sains Anak Indonesia 2000 Dan 2003, Seminar

Sehari Hasil Studi Internasional Prestasi Siswaindonesia Dalam Bidang Matematika, Sains, Dan Membaca. Jakarta: Puspendik Depdiknas

Shwartz,Y., Ben-Zvi, R. dan Hofstein, A. (2006). ”The Use of Scientific Literacy Taxonomy for assessing the development of chemical Literacy among

high-shool Students”. Chemical Education Research and Practice, 7(4), 203-225. Syukran, A. (2014). Pengembangan Bahan Buku Ajar Subtopik Protein

Menggunakan Konteks Telur Untuk Membangun Literasi Sains Siswa SMA.

(Skripsi). FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung

Toharudin, U., dan Hendrawati, S., (2011). Membangun Literasi Sains Peserta

Didik. Bandung: PT. Humaniora.

Uno, H.B., & Koni, S. (2013). Assessment Pembelajaran. (edisi pertama). Jakarta: PT. Bumi Aksara

Zumdahl, S. S., Zumdahl, S. L., DeCoste, D. J. (2007). World of Chemistry. Boston: Houghton Mifflin Company


(1)

42

Berikut ini yang menunjukkan kriteria nilai reliabilitas suatu soal: Tabel 3.4 Tafsiran Koefisien Reliabilitas

Koefisien Reliabilitas Tafsiran

0,81 – 1,00 Sangat tinggi

0,61 – 0,80 Tinggi

0,41 – 0,60 Cukup

0,21 – 0,40 Rendah

0,00 – 0,20 Sangat rendah

(Arifin, 2009).

4. Data Hasil Taraf Kemudahan Alat Ukur Penilaian Literasi Sains

Taraf kemudahan soal adalah proporsi dari keseluruhan siswa yang menjawab benar pada pokok uji tersebut (Firman, 2000). Rumus mencari F adalah:

F= r+nR � Keterangan :

nr : jumlah siswa dari kelompok tinggi yang menjawab benar pada pokok uji yang

dianalisis

nR : jumlah siswa dari kelompok rendah yang menjawab benar pada pokok uji

yang dianalisis

N : jumlah seluruh anggota kelompok tinggi ditambah seluruh anggota kelompok rendah

Dari hasil perhitungan taraf kemudahan diklasifikan pada Tabel 3.5 Tabel 3.5 Klasifikasi Taraf Kemudahan

F Intrepretasi

0-0,24 Sukar

0,25-0,75 Sedang

0,76-1,00 Mudah

(Firman, 2000)

5. Data Hasil Daya Pembeda Alat Ukur Penilaian Literasi Sains

Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah (Arikunto, 2009). Suatu soal sebaiknya memiliki harga diskriminan (D) yang


(2)

43

tinggi. Hal tersebut berarti bahwa soal mampu membedakan siswa yang menguasai materi pelajaran dengan siswa yang tidak menguasai materi pelajaran. Daya pembeda ialah selisih antara proporsi skor kelompok tinggi yang menjawab benar dengan kelompok rendah yang menjawab benar (Firman, 2000).

Harga daya pembeda (D) dapat ditentukan sebagai berikut : D =

� −�

Keterangan : D : daya pembeda

nT : jumlah siswa kelompok tinggi yang menjawab benar pada pokok uji yang

dianalisis

nR : jumlah siswa kelompok rendah yang menjawab benar pada pokok uji yang

dianalisis

NT : banyak peserta kelompok tinggi

NR : banyak peserta kelompok rendah

Adapun acuan penafsiran daya pembeda sebagai berikut : Tabel 3.6 Tafsiran Daya Pembeda (Arikunto, 2009)

Indeks Daya Pembeda Kategori

0,00-0,20 Jelek

0,20-0,40 Cukup

0,40-0,70 Baik

0,70-1,00 Baik Sekali

6. Data Hasil Kualitas Pengecoh (Distraktor) Alat Ukur Penilaian Literasi Sains Pada soal bentuk pilihan ganda ada alternatif jawaban (opsi) yang merupakan pengecoh. Butir soal yang baik, pengecohnya akan dipilih secara merata oleh peserta didik yang menjawab salah. Sebaliknya, butir soal yang kurang, pengecohnya akan dipilih secara tidak merata. Pengecoh dianggap baik bila jumlah peserta didik yang memilih pengecoh itu sama atau mendekati jumlah ideal. (Arifin, 2012).

Analisis pengecoh (distraktor) dilakukan dengan menghitung peserta tes yang memilih tiap alternatif jawaban pada masing-masing item. Kriteria pengecoh yang baik adalah apabila pengecoh tersebut dipilih oleh paling sedikit 5% dari peserta tes, jika pilihan jawaban pada kualitas pengecoh (distraktor) baik maka


(3)

44

dapat digunakan untuk tes soal berikutnya, jika pilihan jawaban pada kualitas pengecoh (distraktor) buruk agar diubah atau diganti dan data analisis kualitas pengecoh atau distraktor yang dikembangkan pada penelitian ini menggunakan aplikasi Anates Versi 4.0.2.


(4)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan

Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Alat ukur penilaian literasi sains pada materi protein menggunakan konteks telur yang dikembangkan pada penelitian ini telah valid ditinjau dari validitas konstruk (kesesuaian indikator dengan kompetensi PISA 2012) dan validitas isi (kesesuaian butir soal dengan indikator).

2. Kualitas alat ukur penilaian literasi sains pada materi protein menggunakan konteks telur yang dikembangkan pada penelitian ini memiliki kualitas yang baik ditinjau dari parameter validitas empiris sangat signifikan, reliabilitas sangat tinggi, taraf kemudahan dengan kategoti sedang, daya pembeda pada tiap butir soal termasuk kategori baik dan analisis pengecoh (distraktor) berfungsi dengan baik.

B. Saran

Berdasarkan simpulan penelitian, terdapat beberapa saran untuk penelitian selanjutnya sebagai berikut:

1. Dengan adanya kelebihan dan kekurangan terhadap alat ukur penilaian literasi sains menggunakan konteks telur yang dikembangkan dalam penelitian ini dapat dilakukan pengembangan lebih lanjut agar diperoleh alat ukur penilaian literasi sains yang memiliki kualitas lebih baik.

2. Pengembangan alat ukur penilaian literasi sains menggunakan konteks telur dapat dikembangkan ke dalam konten yang lain dan lebih baik lagi dengan tujuan memotivasi siswa dalam memahami materi

3. Pembuatan soal untuk Kompetensi Ilmiah PISA 2012 dan kategori proses sains perlu dikembangkan agar pengalaman dan pengetahuan siswa menghadapi soal literasi sains lebih baik dan meningkat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Z. (2009). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja RosdaKarya. Arifin, Z. (2011). Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. (cetakan

pertama). Bandung: PT. Remaja RosdaKarya

Arifin, Z. (2012). Evaluasi Pembelajaran. Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama

Arikunto, S. (2001). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan. (edisi revisi kelima). Jakarta : Bumi Aksara.

Arikunto, S. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara BSNP. (2013). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Indonesia Nomor 3 Tahun 2013. Jakarta: BSNP.

De Jong, O. (2006). Context- Based Chemical Education: How to Improve it?. Sweden: Karlstad University.

Depdiknas. (2007). Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Menengah Umum Firman, H. (2000). Penilaian Hasil Belajar dalam Pengajaran Kimia. Bandung:

Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

Firman, H. (2007). Laporan Analisis Literasi Sains Berdasarkan Hasil PISA

Nasional tahun 2006. Puspendik

Firman, H. (2013). Penelitian Pendidikan Kimia. Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI

Holbrook, J. (1998). “A Resource Book for Teachers of Science Subjects”. UNESCO.

Holbrook, J. (2005). “Making Chemistry Teaching Relevant”. Chemical Education International. 6(1), 1-12.

Lawshe. (1975).“ AQuantitatif Approach to Content Validity” Journal personal Psycology. 28, 563-575.


(6)

72

Nentwig, P., Parchmann, I., Demuth, R., Grasel, C., & Ralle B. (2007).“Chemie im Context: Situating Learning in Relevant Contexts to a Systematic Development of Basic Chemical Concepts”. Makalah Simposium

Internasional IPN-UYSEG Oktober 2002, Kiel Jerman.

OECD. (2009). PISA 2009 Assessment Framework Key competencies in reading,

mathematics and science.

OECD. (2013). PISA 2012 Results in Focus What 15-year-olds know and what

they can do with what they know. Paris: OECD Publications Service

Purwanto. (2010). Metodologi Penelitian Kuantitatif untuk Psikologi dan

Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Poedjadi, A. & Supriyanti, F.M.T. (2005). Dasar-Dasar Biokimia. Bandung: UI Press

Rustaman, N. Y. (2006). Literasi Sains Anak Indonesia 2000 Dan 2003, Seminar

Sehari Hasil Studi Internasional Prestasi Siswaindonesia Dalam Bidang Matematika, Sains, Dan Membaca. Jakarta: Puspendik Depdiknas

Shwartz,Y., Ben-Zvi, R. dan Hofstein, A. (2006). ”The Use of Scientific Literacy Taxonomy for assessing the development of chemical Literacy among high-shool Students”. Chemical Education Research and Practice, 7(4), 203-225. Syukran, A. (2014). Pengembangan Bahan Buku Ajar Subtopik Protein

Menggunakan Konteks Telur Untuk Membangun Literasi Sains Siswa SMA.

(Skripsi). FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung

Toharudin, U., dan Hendrawati, S., (2011). Membangun Literasi Sains Peserta

Didik. Bandung: PT. Humaniora.

Uno, H.B., & Koni, S. (2013). Assessment Pembelajaran. (edisi pertama). Jakarta: PT. Bumi Aksara

Zumdahl, S. S., Zumdahl, S. L., DeCoste, D. J. (2007). World of Chemistry. Boston: Houghton Mifflin Company