PROFIL KOMPETENSI PROFESIONAL GURU SLIP : Studi Kasus Terhadap Kinerja Guru diSLTP Negeri 50 Bandung.

PROFIL KOMPETENSI PROFESIONAL GURU SLIP

(Studi Kasus Terhadap Kinerja Guru diSLTP Negeri 50 Bandung)

TESIS
Memenuhi saiah satu syarat

Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Bidang Administrasi Pendidikan

•ii^-" j~

Oleh:
Anna Mariana

NIM. 999787

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2002


Alloh tidak membebani seseorangmelainkan
Sesuaidengan kesanggupannya. la mendapat
Pahala (dari kebajikdn) yang diusahakannya dan
la mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.
(Q. S.Al- Baqarah: 286)
Serulah (manusia) kejalan Tuhanmu
Dengan hikmah dan pelajaran yangbaik.
(Q.S.An-Nahl: 125)

Tesis ini kupersembahkan kepada:
Kedua orangtua, Ua, dan Suami tercinta,
Serta anak-anakku tersayang

Disetujui dan disyahkan oleh:

Pembimbin:

Prof.Dr.H. Tb. Abin SyainsuddiafMakmun, MA

Pembimbing II


Prof.Dr.H. Abdul Azis Wahab, MA

Mengetahui,

Ketua Program Studi Aclministrasi Pendidikan

Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Prof.Dr.H.Tb. Ab:

Makmun, MA

ABSTRAK

Kompetensi profesional guru merupakan kebutuhan yang amat
mendasar dalam upaya mewujudkan pengelolaan pendidikan yang
bermutu. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap profil kompetensi
profesional guru di SLTP Negeri 50 Bandung.


Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan

pendekatan kualitatif, dengan alat pengumpul data yang digunakan
adalah observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Data yang

diperoleh dari lapangan dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan
teknis analisis rnduktif.

Kesimpulan dari penelitian ini merupakan jawaban atas rumusan
masalah danpertanyaan penelitian, yakni sebagai berikut:

1. Profil kompetensi profesional guru-guru SLTP Negeri 50 Bandung,
merentang dari kriteria baik, sedang, dan kurang. Profil kompetensi

profesional guru di SLTPN 50 Bandung, adalah (a) menguasai bahan
belajar; (b) mengelola PBM; (c) mengelola kelas; (d) menggunakan
media/sumber belajar; (e) menguasai landasan kependidikan; (f)
mengelola interaksi PBM; (g) melaksanakan evaluasi pengajaran; (h)
mengenal fungsi layanan BP; (i) mengenal dan melaksanakan
administrasi sekolah; (j) memahami prinsippenelitian kelas.


2. Kompetensi profesionalisme guru-guru dipengaruhi oleh faktor-faktor
internal dan faktor-faktor eksternal. Faktor internal adalah kekuatan

dan kelemahan. Sedangkan faktor eksternal adalah peluang dan
tantangan. Pembinaan intern sekolah, dan rumusan visi, misi, strategi

pencapaian merupakan kekuatan yang memberikan pengaruh
terhadap profesionalisme guru di SLTPN 50 Bandung. Adanya
sebagian guru yang tidak relevan antara latar belakang dan kelayakan
kualifikasi pendidikan dengan tugas mengajar; dan kondisi

lingkungan bangunan sekolah adalah kelemahan pada guru-guru di

SLTPN 50 Bandung. Adanya wadah pembinaan kompetensi guru

seperti MGMP dan kecenderungan kesadaran masyarakat terhadap
mutu pendidikan merupakan peluang yang dapat dikembangkan oleh
sekolah dalam meningkatkan kompetensi profesional guru. Sementara


pelaksanaan desentrahsasi pendidikan dan munculnya berbagai
konsep atau isu aktual dalam pendidikan seperti jaminan mutu,
transfaransi, dan akuntabilitas merupakan tantangan bagi para guru

untuk meningkatkan kompetensi profesionalnya.

3. Pengembangan kompetensi profesional guru dapat dilakukan melalui
tiga kegiatan utama, yakni (1) pembinaan intern sekolah baik
dilakukan oleh kepala sekolah maupun oleh pengawas SLTP; (2)
memberdayakan keberadaan wadah MGMP; dan (3) mengikutsertakan
guru dalam berbagai kegiatan seminar, lokakarya, dan sejenisnya.
iv

DAFTAR ISI
Hal

LEMBAR PERSETUJUAN

i


LEMBARPENGESAHAN.

ii

PERNYATAAN

iii

ABSTRAK

iv

KATA PENGANTAR

v

UCAPAN TERIMA KASIH

vii


DAFTAR ISI

xi

DAFTAR GAMBAR

xiii

DAFTAR TABEL

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Bab I

xv

Pendahuluan


1

A. Latar Belakang Masalah

1

B. Fokus Penelitian

8

C. Pertanyaan Penelitian
D. Tujuan Penelitian

9
9

E. Manfaat Penelitian

10


F. Paradigma Penelitian

11

Bab II Tinjauan Pustaka
A. Konsep Dasar Administrasi Pendidikan
B. Konsep Dasar Kompetensi Profesionalisme
1. Pengertian Kompetensi
2. Pengertian Profesional
3. Tahapan Profesionalisasi
C. Kekuatan dan Kelemahan Profesionalisme Guru

16
16
21
21
26
28
31


1. Kekuatan Profesionalisme Guru

31

2. Kelemahan Profesionalisme Guru

33

D. Peluang dan Tantangan yang Dihadapi
Profesi Keguruan
1. Peluang yang Dihadapi Profesi Keguruan
2. Tantangan

36
36
41

E. Pembinaan Profesionalisme Guru SLTP

45


1. Dasar Pembinaan Profesionalisme Guru SLTP

45

2. Acuan Normatif Profil Profesionalisme Guru SLTP..

52

3. Indikator Pengelolaan Pendidikan yang Bermutu
F. Studi Terdahulu yang Relevan
G. Kesimpulan Hasil Studi Pustaka

xi

60
66
67

Bab III Prosedur Penelitian
A. Metode Penelitian

Bab IV

71
71

B. Subyek Penelitian
C. Teknik Pengumpulan Data
D. Tahap-Tahap Penelitian

72
74
77

E. Analisis Data Penelitian

80

F. Pengecekan Validitas dan Reliabilitas Data

85

Hasil Penelitian dan Pembahasan

88

A. Deskripsi Data Penelitian
1. Tingkat Kompetensi Profesional Guru

88

di SLTP Negeri 50 Bandung
2. Kekuatan dan Kelemahan Yang Mempengaruhi
Kompetensi Profesional Guru di SLTP Negeri 50
Bandung
3. Peluang dan Tantangan Yang Dihadapi Guru Dalam
Meningkatkan Kompetensi Profesional
di SLTP Negeri 50 Bandung
4. Upaya Pengembangan Kompetensi Profesionalisme
Guru di SLTP Negeri 50 Bandung
B. Pembahasan Hasil Penelitian

88

118

136
142
147

1. Analisis Profil Kompetensi Profesional Guru

di SLTP Negeri 50 Bandung

.'

148

2. Analisis SWOT Kompetensi Profesional Guru
151
3. Strategi Pengembangan Kompetensi Profesional Guru 154

Bab V Kesimpulan, Implikasi, dan Rekomendasi
A. Kesimpulan
B. Implikasi
C. Rekomendasi

159
159
164
166

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xn

DAFTAR GAMBAR
Hal
Nomor:

1. Paradigma Penelitian

15

2. wilayah Kerja Administrasi Pendidikan

18

3. Proses Implementasi Visi, Misi, dan Strategi Pencapaiannya

Pada SLTPN 50 Bandung

121

xin

DAFTAR TABEL

Nomor:

1. Data Subyek Penelitian

74

2. Latar Belakang Pendidikan Guru yang Tidak Sesuai Dengan
Tugas Mengajar di SLTPN 50 Bandung

90

3. Kualifikasi Pendidikan Guru di SLTPN 50 Bandung

91

4. Profil Kompetensi Profesional Guru di SLTPN 50 Bandung
Tahun 2001

148

5. Analisis SWOT Kompetensi Profesionalisme Guru
di SLTPN 50 Bandung Tahun 2001

152

6. Komparasi Profil Kompetensi Profesional Guru Dalam
Ukuran Normatif dengan Temuan Lapangan
Di SLTPN 50 Bandung Tahun 2001

156

xi v

DAFTAR LAMPIRAN

1. Alat Pengumpul Data
2. Surat Keputusan Pembimbing Tesis
3. Surat Ijin Penelitian

4. Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian
5. Riwayat Hjdup

xv

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan pendidikan di
Indonesia semakin berkembang jika dikaitkan dengan mutu guru,

terutama menyangkut kompetensi profesional, yang salah satunya
ditandai dalam keterampilan mengajar dan memanfaatkan waktu belajar

dengan sebaik-baiknya. Akibat nyata dari keadaan ini adalah guru kurang

mampu mengelola waktu dan sedikit waktu dicurahkan untuk bekerja

(time on task) dalam arti yang sesungguhnya. Studi Aria Djalil (1984)
yang dikutip oleh Supriadi (1998:179), mengemukakan bahwa "academic
learning time" guru-guru pada umumnya hanya sebesar 36% dari jumlah
waktu yang dialokasinnya. Selebihnya untuk tugas-tugas administratif,
upacara atau kegiatan lain. Jadi persoalan di sini, bukan hanya banyak
hilangnya hari belajar efektif akibat berbagai macam kegiatan dan liburan
resmi, melainkan juga penggunaan waktu yang nyata-nyata telah tersedia
dalam jadwal pelajaran.

Seiring dengan permasalahan yang dihadapi oleh guru, meningkat
pula harapan masyarakat terhadap guru. Peningkatan kemampuan guru

selalu berkejaran dengan harapan masyarakat yang semakin hari semakin
besar. Kalau dahulu guru merupakan satu-satunya sumber utama

pengetahuan bagi peserta didiknya, maka sekarang sumber-sumber

belajar yang dapat dimanfaatkan oleh peserta didik semakin beragam.
Dalam kondisi demikian, guru dipacu untuk terus meningkatkan mutu

dan kompetensi profesionalnya. Guru masa kini bukan hanya dituntut

untuk mampu menyampaikan materi pelajaran, melainkan menjadi
pembina moral dan teladan bagi peserta didiknya.
Dalam perspektif pengelolaan sekolah, guru mempunyai peranan

kunci, di samping faktor-faktor lain seperti sarana prasarana, biaya,
kurikulum, sistem pengelolaan, dan peserta didik. Apa yang disiapkan

dalam pengelolaan pendidikan, seperti sarana prasarana, biaya,
kurikulum, hanya akan berarti jika diberi arti oleh kinerja guru secara

profesional. Peran dan posisi guru tersebut, terbukti dari hasil penelitian

yang dilakukan oleh Ronald Brandt (1993), yang dimuat dalam jurnal
"Educational Leadership (Edisi Maret 1993), yang menyatakan bahwa:

Hampir semua usaha reformasi dalam pendidikan seperti
pembaharuan kurikulum dan penerapan metode mengajar baru,
akhirnya tergantung pada guru. Tanpa guru menguasai bahan
pelajaran dan strategi belajar mengajar, tanpa guru dapat
mendorong siswanya untuk belajar sungguh-sungguh guna
mencapai prestasi yang tinggi, maka segala upaya peningkatan
mutu pendidikan tidak akan mencapai hasil yang maksimal.
Mengingat peranan strategis guru dalam setiap upaya peningkatan
mutu,

relevansi,

dan

efisiensi

pendidikan,

maka

peningkatan

profesionalisme guru merupakan kebutuhan yang sangat urgen (penting)
dalam mendorong terwujudnya mutu pendidikan, sebagaimana yang
diamanatkan dalam pembangunan pendidikan nasional dewasa ini.

Meskipun dalam perspektif manajemen pendidikan, dikatakan bahwa

mutu pendidikan bukan hanya ditentukan oleh guru, melainkan oleh
mutu masukan (siswa), sarana, manajemen, dan faktor-faktor eksternal

lainnya, akan tetapi seberapa banyak siswa mengalami kemajuan

belajarnya, banyak bergantung kepada kepiawaian guru dalam
membelajarkan siswa. Dari telaah kebijakan nasionalpun, nampak bahwa

peran dan posisi guru dalam keseluruhan manajemen pendidikan telah
mendapatkan tempat yang dapatdikatakan istimewa. Perhatian terhadap
tenaga guru dapat dilihat antara lain dengan adanya kesempatan
kenaikan pangkat otomatis, adanya tunjangan fungsional dan adanya

peluang bagi guru untuk naik pangkat sampai golongan IV/e,
sebagaimana yang dinyatakan dalam SK Menpan Nomor: 26 tahun1989.
Besarnya perhatian pemerintah, dalam hal ini Departemen
Pendidikan Nasional, terhadap guru sebenarnya didasarkan pada suatu

anggapan bahwa ditangan gurulah mutu pendidikan dapat diupayakan
ke arah yang lebih baik. Hal ini karena gurulah sebagai ujung tombak
dalam pembinaan siswa pada proses pembelajaran. Pendapat Hartono
dalam Mimbar Pendidikan (1990 :13) bahwa apapun yang diperbaharui,

pada gilirannya faktor pendidik (guru) yang banyak menentukan,
karenanya upaya pembinaan secara baik dan benar harus selalu
dikembangkan.

Strategi mengenai peranan guru dalam meningkatkan mutu

pendidikan dapat dipahami dari hakekat guru yang selama ini dijadikan
sebagi asumsi pragmatik pendidikan guru, yaitu asumsi-asumsi yang

dijadikan sebagai pedoman dalam mengembangkan program pendidikan

guru. Menurut Ali Imron (1995: 4) asumsi-asumsi tersebut dikatakan
bahwa guru adalah sebagai agen pembaharu, dengan peran sebagai
berikut:

(1) Berperan sebagai fasilitator yang memungkinkan terciptanya
kondisi yangbaik bagi subjek didik untuk belajar;
(2) Bertanggung jawab atas terciptanya hasil belajar subjek didik;
(3) Dituntut sebagai contoh subjek didik;

(4) Bertanggung

jawab

secara

profesional

meningkatkan

kemampuannya;

(5) Menjungjung tinggi kode etik profesionalnya.

Sebagai komponen yang bertugas mengajar dan mendidik, guru
akan melaksanakan berbagai kegiatan demi terciptanya tujuan

pembelajaran yang telah dirumuskan. Untuk mencapai tujuan tersebut
Olivia (1989 : 10) menegaskan bahwa "guru harus memainkan fungsinya

sebagai pembimbing, pembaharu, model atau contoh, penyelidik,
konselor, pencipta, yang mengetahui sesuatu, pembangkit pandangan,
pembawa cerita, dan seorang aktor".

Pemahaman, pendalaman, dan penggalian kondisi kontekstual

mengenai performance atau kinerja guru, merupakan langkah awal bagi
kepala sekolah dalam melakukan pembinaan dan pengembangan

profesionalisme guru yang dipimpinnya. Ada batas-batas wilayah yang

menggambarkan mengenai kompetensi profesionalisme guru yang tidak
dapat digeneralisasikan berdasarkan kacamata teoritis, melainkan
memerlukan penggalian dan pendalaman secara kontekstual. Dalam

posisi seperti ini, informasi mengenai kondisi guru dalam sebuah unit
sekolahmenjadipenting untuk dilaksanakan. Sebagai gambarannasional,
hasil dari studi Bank Dunia (Supriadi, 1998:185), mengungkapkan bahwa

terdapat 277 ribu guru SLTP dan sekitar 150 ribu (54%) di antaranya
belum berkualifikasi pendidikan D-III. Jumlah yang telah mengikuti

program D-III hingga tahun 1995 sekitar 32 ribu, artinya masih ada 118
ribu guru SLTP yang belum tersentuh sarna sekali oleh program D-III. Jika
setiap tahun peserta program D-III bertambah 20 ribu, maka diperlukan
waktu 6 tahun untuk menuntaskan program tersebut.

Berangkat dari temuan Bank Dunia tersebut, maka secara

konseptual

penggalian

dan

pendalaman

mengenai

kompetensi

profesional dalam satuan unit pendidikan tertentu, sampai saat ini masih
persoalan yang perlu diteliti secara berkelanjutan. Kondisi ini berlaku
pula pada lokasi yang akan peneliti jadikan tempat penelitian, yaitu SLTP

Negeri 50 Bandung. Sebagai fakta lapangan kondisi yang ada di SLTP
Negeri 50 Bandung sebagai berikut:
1. Jumlah kelas keseluruhan ada 26 rombongan belajar, dengan
jumlah masing-masing kelas rata-rata 43 siswa.
2. Jumlah lokal kelas (ruang kelas) ada 18 ruang belajar, 1 (satu)
kelas ruang kesenian dan 1 (satu) ruang laboratorium yang
belum maksimal digunakan.

3. Berdasarkan rasio jumlah siswa dan ruang kelas, maka proses
pembelajaran dibagi menjadi 2 (dua) shif, yaitu pagi dan siang.
4. Jumlah guru di SLTP Negeri 50 Bandung sebanyak 60 orang,
dengan rincian sebagai berikut:
-

Guru tetap 51 orang,
Guru tidak tetap 9 orang

5. Berdasarkan jumlah guru yang ada di SLTP Negeri 50 Bandung,
gambaran kualifikasinya sebagai berikut:
Sarjana (S-l)
Diploma (D3)
(D2)
(DI)
STM/SMU

38 orang,
12 orang,
3 orang,
4 orang,
3 orang.

6. Raw input siswa dari NEM di sekolah dasar berada pada
rentang 29,10 sampai dengan 46,60.
7. Hasil proses belajar yang berbentuk NEM di SLTP Negeri 50
Bandung, untuk tahun ajaran 1999/2000 untuk mata pelajaran
tertinggi 44,72 dan terendah 24,51 dengan rata-rata 32,31.

Berdasarkan gambaran fakta lapangan seperti di atas, tugas guru

tidaklah ringan, yang mana guru-guru SLTP Negeri 50 Bandung idealnya
harus merasa tertantang dalam mensukseskan program pendidikan secara

standar layanan minimal, artinya target kurikulum harus dapat dicapai
secara maksimal, sehingga guru dituntut untuk menjalankan tugasnya

sesuai dengan tuntutan profesinya, dimana salah satu kemampuan yang
menunjang dalam tugas profesinya adalah kemampuan profesional guru.
Kemampuan profesional tersebut akan dapat dijalankan, apabila guru
tersebut memelihara dan menjaganya serta adanya pembinaan yang baik

dari pihak yang berwenang. Sebagai gambaran empirik mengenai kasus

yang terjadi di SLTP negeri 50 Bandung; berkaitan dengan kemampuan

profesional guru, penulis memperoleh fakta seperti dipaparkan berikut
ini.

Kemampuan guru dalam pembuatan perencanaan pengajaran,

secara bukti fisik (administratif) sudah dapat dipertanggungjawabkan.
Akan tetapi, secara fungsional belum terlihat sebagaimana mestinya, yang

seharusnya perencanaan pengajaran tersebut merupakan panduan di
dalam penampilan mengajar. Sementara itu, komponen-komponen yang

terdapat dalam perencanaan pengajaran yang dibuat oleh guru SLTP
Negeri 50 Bandung, masih perlu pembenahan dalam sinkronisasi antar
komponen. Untuk menggambarkan ketercapaian rumusan Tujuan
Pembelajaran Umum, maka dijabarkan dalam rumusan Tujuan

Pembelajaran Khusus. Dengan demikian, para siswa yang memiliki
kemampuan seperti yang tersurat dalam TPU, mereka yang menguasai

sejumlah TPK yang menjadi cakupannya. Guna mencapai sejumlah
rumusan TPK yang menjadi sasaran pembelajaran, maka guru harus

menyiapkan sejumlah materi secara proporsional. Agar materi yang

disiapkan tersebut dapat dimiliki/dikuasai oleh siswa, maka guru harus
merumuskan skenario pembelajaran (Kegiatan Belajar Mengajar) yang
mana rumusan KBM ini merupakan gambaran apa yang akan

ditampilkan guru dalam kelas. Dalam masing-masing rumusan KBM ini,

setiap TPK akan tersurat dan tersirat media dan metode yang digunakan.
Kemudian, guna mengukur keberhasilan proses pembelajaran, guru yang

bersangkutan haras merumuskan alat evaluasi yang relevan dengan TPK,
baik dalam bentuk objektif maupun essay.

Keterampilan guru dalam mengajar; berdasarkan hasil pen^wtawwii^ ^
penulis padapertengahan bulanMaret sampai dengan pertengahan bulan
April tahun 2001, dari beberapa orang guru diperoleh fakta masih
terdapatnya kelemahan. Hal ini, selain rentetan dari kualitas perencanaan

pengajarannya, juga secara eksklusif berkaitan dengan tuntutan profil
kemampuan dasar guru. Walaupun belum sempat semua guru yang ada
di SLTP Negeri 50 Bandung diobservasi, secara sampel menunjukan
bahwa berdasarkan instrumen yang ada dalam APKG, ternyata terdapat

indikasi perlunya pembinaan, diantaranya dalam hal: pengelolaan

program

belajar mengajar;

penggunaan

media/sumber belajar;

penguasaan landasan-landasan pendidikan; pengelolaan interaksi belajar
mengajar; dan yang berkaitan dengan pelaksanaan evaluasipembelajaran.

B. Fokus Penelitian

Apa

yang

digambarkan

dalam

uraian

latar

belakang

menggambarkan bahwasampai saatini permasalahan yangdihadapioleh
guru dalam menjalankan tugasnya secara profesional masih dihadapkan
pada berbagai persoalan, yang pada gilirannya memerlukan penggalian,

pendalaman, dan pemaknaan secara empiris serta ilmiah. Penelaahan

tentang kompetensiprofesional guru, akan memfoktiskan pada penelahan
kinerja guru secara faktual dengan menggunakan standar ciri-ciri guru
profesional.

Berangkat dari alasan empiris dan konseptual sebagaimana
diuraikan dalam latar belakang diatas, maka penelitian ini memfokuskan

pada permasalahan sebagai berikut: "Bagaimana profil kompetensi
profesional guru-guru di SLTP Negeri 50 Bandung?"

C. Pertanyaan Penelitian

Untuk menjabarkan fokus penelitian di atas, maka dirumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana kompetensi profesional guru-guru di SLTP Negeri 50
Bandung?

2. Kekuatan dan kelemahan apa saja yang mempengaruhi kompetensi

profesional guru-guru di SLTP Negeri 50 Bandung?

3. Peluang dan tantangan apa yang dihadapi oleh guru dalam
menjalankan tugasnya secara profesional di SLTP Negeri 50 Bandung?

4. Upaya apa yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan
kompetensi profesional guru-guru diSLTP Negeri 50 Bandung?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menggali dan

menggambarkan profil kompetensi profesional guru-guru di SLTP Negeri
50 Bandung. Data atau informasi yang menggambarkan profil mengenai

kompetensi profesional guru tersebut, ditujukan pula untuk m^a^ulfc^jr^"'.

pemaknaan mengenai faktor-faktor kontekstual yang mempenga?®nkompetensi profesional guru-guru di SLTP Negeri 50 Bandung.

2. Tujuan Khusus

Secara operasional dan spesifik, penelitian ini bertujuan untuk

mengungkap fakta-fakta yang berhubungan dengan permasalahan
sebagai berikut:

a. Tingkat Kompetensi Profesional guru-guru di SLTP Negeri 50
Bandung.

b. Kekuatan dan kelemahan yang mempengaruhi kompetensi profesional
guru-guru di SLTP Negeri 50 Bandung.

c. Peluang dan tantangan yang dihadapi guru dalam menjalankan
tugasnya secara profesional di SLTP Negeri 50 Bandung.

d. Upaya yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan kompetensi
profesional giuru-guru di SLTP Negeri 50 Bandung.

E. Manfaat Penelitian

1.

Manfaat Teoretis

Dalam tataran teoretis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat

menyajikan

data

atau

informasi yang dapat memperkaya dan

memperdalam konsep mengenai profil kompetensi profesional pada guru,
terutama guru SLTP. Dengan diungkapnya mengenai profil kompetensi

11

profesional guru yang digali dan dihimpun dari lingkungan kontekstual
dan aktual, maka diharapkan dapat memberikan bahan masukan bagi

para pakar manajemen pendidikan untuk merumuskan definisi secara
operasional mengenai batasan guru

yang memiliki kompetensi

profesional.

2.

Manfaat Praktis

Pada tataran praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat

baik bagi guru maupun bagi lembaga, yaitu SLTP Negeri 50 Bandung,

sehingga dari penelitian ini diharapkan pula dapat ditemukan kondisi

nyata yang dihadapi oleh guru-guru sehingga pada akhirnya dapat
memberikan masukan empiris bagi upaya pembinaan dan pengembangan

kompetensi profesionalisme guru, yang aspek pendekatan, aspek
pembinaan, proses pembinaan, dan hal-hal yang menyangkut dengan
SWOT.

F. Paradigma Penelitian

Paradigma penelitian dapat dikatakan sebagai alur penelitian yang
akan dilakukan, sehingga apa yang diharapkan dalam penelitian ini dapat

dicapai sesuai dengan harapan. Pada penelitian ini diawali dengan
memahami dahulu berbagai aspek yang menyangkut tentang profil guru

yang profesional. Tentang batasan konseptual guru profesional tersebut,
Supriadi (1998: 179) mcnycbutkan ciri-ciri minimal guru profesional,

12

yakni sebagai berikut: (1) mempunyai komitmen pada proses belajar
siswa; (2) menguasai secara mendalam materi pelajaran dan cara
mengajarkannya; (3) mampu berpikir sistematis tentang apa yang

dilakukannya danbelajar daripengalamannya; (4) merupakan bagian dari

masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya yang memungkinkan
mereka untuk selalu meningkatkan profesionalismenya. Dalam konteks
mikro atau tugas pokok guru, maka profil kemampuan dasar guru yang

menggambarkan kompetensi profesional, dijelaskan oleh A. Samana

dalam buku yang dikeluarkan PPPG Tertulis (1994: 123) sebagai berikut:

(1) menguasai bahan (2) mengelola program belajar mengajar, (3)
mengelola kelas, (4) menggunakan media/sumber belajar, (5) menguasai
landasan-landasan kependidikan, (6) mengelola interaksi beelajar

mengajar, (7) menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran, (8)
mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan, (9)
mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah, (10) memahami
prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna
keperluan pengajaran.

Batasan-batasan mengenai ciri-ciri guru profesional tersebut dapat

dijadikan standar penilaian atau acuan normatif yang dapat dijadikan
instrumen untuk mengungkap profil guru yang memiliki kriteria

kompetensi profesional. Apa yang dikonseptualisasikan oleh para pakar

pendidikan mengenai standar kinerja guru profesional, dalam

13

kenyataannya akan dipengaruhi oleh faktor-faktor intern dan ekstern,

yang pada akhirnya akan memunculkan profil guru profesional dalam
batasan kontekstual dan faktual.

Hasil dari suatu proses pendidikan biasanya akan berpulang

kepada guru sebagai pendidik, sehingga jika hasilnya baik atau tidak
maka gurulahyang sering menjadi bahan permasalahan dari suatu proses
tersebut. Sebetulnya suatu hasil proses pendidikan tersebutbanyak faktor

yang berpengaruh selain dariguru; misalnya peserta didik (siswa), tujuan,
metode, sarana dan prasarana dan lingkungan. Oleh karena itu, dari

sekian faktor yang berpengaruh tersebut, maka faktor pendidik (guru)

yang perlu memperoleh perhatian untuk dibina menuju ke arah guru
profesional.

Mengungkap faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja guru
tersebut, dapat menggunakan analisis SWOT (Strenght, Weakness,
Opportunity, Threat) atau Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Tantangan

(KKPT). Analisis mengenai kekuatan dan kelemahan dapat memfokuskan
pada pengkajian dan pendalaman mengenai faktor-faktor internal yang
ada di sekitar lingkungan tempat guru ditugaskan. Sementara analisis

peluang dan tantangan dapat memfokuskan pada upaya untuk
mencermati lingkungan eksternal yang berpotensi atau memiliki akses
tersendiri dalam mempengaruhi tuntutan peningkatan profesionalisme
guru.

Hasil dari analisis SWOT tersebut, akan mengungkap informasi

aktual dan kontekstual mengenai profil kompetensi profesional guru,

yang pada akhirnya dapat ditemukan letak permasalahan yang
mempengaruhi kinerja guru tersebut. Berangkat dari temuan tersebut,
maka dapat dirumuskan altematif pemecahannya yang umumnya

dirumuskan dalam upaya pengembangan kompetensi profesionalisme
guru.

Pembinaan guru profesional harus terencana, sistematik dan

relevan dengan situasi dan kondisi lingkungan di tempat tersebut.
Pembinan kemampuan profesional guru banyak ditentukan oleh beberapa
hal seperti lembaga tempat para guru, suasana kerja guru, sikap

pengelola/pembina dan sikap guru itu sendiri. Seperti dijelaskan oleh
Fakry Gaffar (1987 :160) sebagai berikut:

Untuk mendorong terjadinya profesionalisasi para guru perlu
dilakukan usaha pembinaan baik yang terencana maupun yang

tumbuh dan berkembang sendiri sebagai produk self propelling
growth yang dilakukan oleh masing-masing tenaga pengajar
(guru). Tugas lembaga adalah menciptakan kesempatan kepada
individu untuk
pembinaan.

tumbuh

dan

berkembang

melalui

proses

Upaya pengembangan peningkatkan kompetensi profesional guru
tersebut, secara konseptual perlu mengacu pada standar kinerja guru

yang berpungsi sebagai acuan norma tif pembinaan dan pengembangan
profesionalisme guru. Dari keseluruhan kerangka berpikir tersebut,
divisualisasikan dalam gambar berikut:

Analisis Internal
-Kekuatan

-Kelemahan

Standar Kompetensi
Profesional Guru

ir

Rekomendasi
w

Profil Kompetensi
Profesional Guru

w

Peningkatan
Kompetensi
Profesional

i r

A

Kinerja Aktual
Guru

Analisis Eksternal
/

k

-Peluang
-Tantangan

Gambar 1

Paradigma Penelitian

Guru

1^DI%.

BAB III

PROSEDUR PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan dalam penulisan tesis ini adalah

menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif.
Penggunaan pendekatan ini disesuaikan dengan tujuan pokok penelitian,
yaitu mendeskripsikan dan menganalisis mengenai profil kompetensi
profesional guru SLTP Negeri 50 Bandung.

Pada pendekatan penelitian kualitatif ini akan lebih banyak

mementingkan segi proses daripada hasil. Oleh karena itu, akan dilihat
dan dianalisis bagaimana gambaran aktual tentang profil kompetensi

profesional guru-guru di SLTP Negeri 50 Bandung. Pada proses tersebut
setiap langkah yang dilakukan untuk menggali informasi yang berkenaan
dengan profil kompetensi profesional gum akan diteliti, sehingga
diharapkan data yang didapat akan lebih lengkap, lebih mendalam, dan
dapat dipercaya serta lebih bermakna.

Mengenai penelitian kualitatif, Bogdan dan Biklen (1982: 29)
mengemukakan ada lima karakteristik sebagai berikut:

(1) Qualitative has the natural setting as direct source of data and
researcher is the key instrument; (2) Qualitative research is
descriptive. The data collected are in the form ofword or picture,
rather than numbers; (3) Qualitative research are concerned with

process rather than simply with out comes or products; (4)
Qualitative researcher tend to analize there data inductively; and
(5) Meaning is of essential consern to kualitative approach.
71

72

Dari pendapat diatas dikemukakan bahwa karakteristik penelitian
kualitatif adalah: (1) Kualitatif merupakan seting alamiah sebagai sumber

data langsung dan peneliti menjadi instrumen utamanya, (2) Penelitian
kualitatif bersifat deskriptif. Data yang terkumpul bempa kata-kata dan

gambar, bukan bempa angka-angka, (3) Penelitian kualitatif berkenaan
dengan proses bukannya semata-mata hasil atau produk, (4) Penelitian
kualitatif mengutamakan pengolahan data secara umum terlebih dulu, (5)
Makna merupakan perhatian utama dalam penelitian kualitatif.

Prosedur penelitian kualitatif tidak mempunyai pola baku.
Penelitian kualitatif mengumpulkan dan mencatat data secara terperinci

dari berbagai masalah yang berhubungan dengan objek penelitian.
Pelaksanaan pengambilan data tersebut langsung dilakukan oleh peneliti

sendiri dengan melakukan pengamatan dan langsung berpartisipasi aktif
dalam proses tersebut

B. Subyek Penelitian

Teknik sampling dalam penelitian kualitatif berbeda dengan

penelitian kuantitatif. Pada penelitian kuantitatif, sampel itu dipilih dari
suatu populasi sehingga dapat digunakan untuk mengadakan

generalisasi. Jadi, sampel benar-benar mewakili ciri populasi. Pada
penelitian kualitatif, menurut Lincolin dan Guba (dalam Lexy J.
Moeloeng, 1997: 165), peneliti mulai dengan asumsi bahwa konteks itu

73

kritis, sehingga masing-masing konteks itu ditangani dari segi konteksnya
sendiri. Selain itu, dalam penelitian kualitatif peneliti sangat erat
kaitannya dengan faktor-faktor kontekstual. Jadi, maksud sampling dalam

hal ini ialah untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai

macam sumber. Tujuannya bukanlah memusatkan diri pada adanya
perbedaan-perbedaan

yang

nantinya

dikembangkan

ke

dalam

generalisasi, melainkan untuk merinci kekhususan yang ada ke dalam
ramuan konteks yang unik dan menggali informasi yang akan menjadi
dasar dari rancangan teori yang muncul.

Pada penelitian kualitatif sampel diambil tidak secara acak, tetapi
bersipat secara purposive atau sampel bertujuan. Teknik sampling secara

purposive tersebut mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Lexy J. Moloeng,
1997:166):

1) Sampel tidak dapat ditentukan atau ditarik terlebih dahulu.
2) Penehtian sampel secara berurutan dengan bentuk "snow ball
sampling" yaitu responden cumin ta menunjuk orang lain yang
dapat memberikan informasi dan selanjutnya responden
berikutnya diminta pula untuk menunjuk orang lainnya dan
seterusnya, sehingga makin lama makin banyak.
3) Penyesuaian berkelanjutan dari sampel. Pada mulanya setiap
sampel dapat sama kegunaannya. Namun, sesudah makin
banyak informasi yang masuk dan makin mengembang
hipotesis kerja, sampel dipilih atas dasar focus penelitian.
4) Penehtian berakhir jika sudah terjadi pengulangan. Jika tidak
ada lagi informasi yang dapat dijaring, maka penarikan sampel
dihentikan.

Sampel yang diambil dalam penelitian ini memiliki berbagai
karakteristik, unsur, dan nilai yang berkaitan dengan profil kompetensi

74

profesional gum SLTP Negeri 50 Bandung. Oleh karena itu, yang
dimaksud sampel dalam penelitian ini adalah: para guru yang mewakili
mata pelajaran dan kepala atau wakil kepala sekolah di SLTP Negeri 50

Bandung. Jumlah subyek dalam penelitian ini, disajikan dalam tabel
berikut:
Tabel 1

Data Subyek Penelitian
Jumlah

2

Identitas Subyek Penelitian
Unsur Pimpinan Sekolah
Guru Bahasa Inggris

3

Guru Bahasa Indonesia

2

4

Guru Matematika

2

5

2

9

Guru IPA/Fisika
GuruIPA/Biologi
Guru IPS/Sejarah
Guru IPS/Ekonomi
Guru IPS/Geografi

10

Guru PPKn

No
1

6
7
8

Jumlah

4

2

2
2
1
1
1

19

C. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian kualitatif memfokuskan perhatian pada upaya untuk

memahami perilaku, persepsi, dan sikap dari sasaran penelitian. Jadi

pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri. Peneliti terjun
langsung ke lapangan untuk mencari sejumlah informasi yang
dibutuhkan berkenaan dengan profil kompetensi profesional guru SLTP

Negeri 50 Bandung. Hal tersebut dilakukan untuk memahami kenyataan

yang terjadi di lapangan mengenai: (1) profil kompetensi profesional

75

terjadi di lapangan mengenai: (1) profil kompetensi profesional guru; (2)
analisis internal profesionalisme gum; (3) analisis ekstemal

profesionalisme guru; dan (4) upaya pengembangan profesionalisme
guru.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu melalui observasi (pengamatan), wawancara, dan studi
dokumentasi. Ketiga teknik pengumpulan data tersebut diharapkan dapat

saling melengkapi, sehingga diperoleh suatu informasi yang diharapkan.
1. Observasi (Pengamatan)

Observasi diperlukan untuk mendapatkan data berupa dokumen,

baik mengenai prilaku personal maupun sarana dan prasarana. Dalam

setiap observasi, peneliti harus selalu mengkaitkannya dengan dua hal

yang penting, yakni informasi (misalnya apa yang terjadi) dan konteks (halhal yang berkaitan disekitamya). Hal ini karena segala sesuatu terjadi
dalam dimensi waktu dan tempat tertentu, sehingga apabila informasi

lepas dari konsteknya maka informasi tersebut akan kehilangan
maknanya.

Nasution (1996: 61) menyatakan bahwa partisipan pengamat dalam
melakukan observasi dapat dilakukan berbagai tingkat, yaitu partisipasi

nihil, sedang, aktif, dan penuh. Dalam penelitian ini posisi peneliti berada
pada partisipasi aktif dan penuh. Hal ini dimungkinkan mengingat
tempat penelitian adalah tempat kerja peneliti. Bahwa pengamatan

76

dengan partisipasi penuh mempunyai keuntungan yaitu peranannya

sebagai peneliti tersamai bagi orang yang disekelilingnya, sehingga data
informasinya bisa lebih akurat.

2. Wawancara

Nasution (1992: 54) mengemukakan bahwa wawancara dalam
penelitian kualitatif adalah sebagai berikut.

Wawancara yang dilakukan sering bersifat terbuka dan tak
berstruktur. Ia tidak menggunakan test standar atau instrumen lain

yang telah di ujivaliditasnya. Ia mengobservasi apa adanya dalam
kenyataan. Ia mengajukan pertanyaan dalam wawancara menurut
perkembangan wawancara itu secara wajar berdasarkan ucapan
dan buah pikiran yang dicetuskan orang diwawancara itu.
Oleh karena itu dalam melaksanakan penelitian kualitatif,

wawancara yang digunakan tidak berstruktur dan lebih bersifat informal.

Pertanyaan-pertanyaan tentang pandangan, sikap dan keyakinan objek
subjek atau tentang keterangan lainnya dapat diajukan secara bebas
kepada subjek. Sementara itu, beberapa cara pencatatan wawancara
menurut Riyanto (1996: 68) sebagai berikut:
(1) Pencatatan secara langsung, yakni melakukan wawancara
dan sambil mencatat; (2) Pencatatan dari ingatan, yakni pencatatan
dilakukan tidak pada waktu wawancara, tetapi setelah wawancara

yang mengandalkan daya ingatan interview; (3) Pencatatan dengan
alat recording, yakni pencatatan dengan bantuan alat rekaman,
seperti rekorder dan lam-lain; (4) pencatatan dengan angka (field
rating), yakni mencatat angka hasil wawancara dengan angkaangka, misalnya setujuangka 3,kurang setujuangka 2, tidak setuju
angka 1, dan sebagainya; dan (5) Pencatatan dengan memberi kode,
biasanya dengan hump A, B, C, D, dan seterusnya. Misalnya
responden yangmengerti tentang yang ditanyakan diberi kode A.

77

Cara-cara pencatatan data di atas dapat pilih sesuai dengan
kemampuan peneliti. Apabila dihubungkan rumusan masalah penelitian,
data yang dapat diperoleh melalui wawancara adalah merupakan
penjabaran dari fokus penehtian sebagaimana dijelaskan di atas. Untuk
memperoleh data tersebut, maka yang dijadikan responden untuk
diwawancarai dalam penehtian ini adalah para guru yang mengajar di
SLTP Negeri 50 Bandung.

3.

Studi Dokumentasi

Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang berarti barang-

barang tertulis. Metode dokumentasi berarti cara mengumpulkan data
dengan mencatat data yang sudah ada berupa data jumlah guru, biodata
guru, satuan pelajarannya, dan rencana pelajarannya. Dengan studi
dokumentasi ini, diharapkan aspek-aspek yang menjadi penekanan dalam
pembinaan kemampuan profesionalisme guru dapat diketahui.

D. Tahap-Tahap Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini, peneliti
mengacu kepada ketentuan yang dikemukakan oleh Nasution (1996: 33)

yaitu terdiri dari: (1) Tahap onentasi; (2) Tahap ekspolorasi; dan (3) Tahap
member check.

•'£*•.
Or

1. Tahap Orientasi

**«\ ;;-V«;'/

Dalam penelitian kualitatif orientasi bertujuan untukme

gambaran yang lengkap dan jelas mengenai masalah-masalah yang akan
diteliti. Tahap orentasi ini mempakan kegiatan memasuki lapangan yang

masih dalam bentuk penjajagan. Kegiatan yang dilakukan mengarah

kepada upaya untuk memperoleh informasi yang seluas-luasnya

mengenai hal-hal yang bersifat umum dan berkenaan dengan masalah
penelitian. Pada tahap ini kegiatan penehtian adalah menciptakan
hubungan yang harmonis antara peneliti dengan responden. Peneliti
melakukan kunjungan dan pendekatan dengan para guru yang ada di

SLTP Negeri 50 Bandung. Untuk memperoleh informasi seluas-luasnya
dilakukan wawancara dengan para guru tersebut. Dari hasil wawancara

diperoleh informasi dan data tambahan yang berhubungan dengan
masalah penelitian. Informasi yang didapat selanjutnya dianalisis dan
dikonsultasikan dengan pembimbing untuk menentukan, memperjelas,

dan mempertajam fokus masalah dalam penelitian. Untuk dapat
terciptanya hubungan yang harmonis dengan responden, peneliti
melakukan pendekatan antara lain dengan cara: (1) menjelaskan peran

peneliti kepada responden, bahwa keberadaan peneliti bukan untuk

mengevaluasi atau menilai, akan tetapi merupakan kegiatan belajar dari
pengalaman dilapangan; (2) menjelaskan bahwa informasi yang diterima

dijamin kerahasiahannya dan bukan untuk menilai sekolah serta tidak

79

mempunyai pengaruh terhadap posisi responden di sekolah; dan (3)
melakukan pendekatan/kunjungan berulang-ulang.
2. Tahap Eksplorasi

Tahap ekplorasi merupakan tahap mengumpulkan data. Kegiatan

yang dilakukan sudah mengarah kepada hal-hal yang dianggap
mempunyai hubungan dengan fokus masalah. Meskipun tidak lagi
bersifat umum, tetapi sudah lebih mengarah dan terstruktur serta masih

terbuka. Pengumpulan data dilakukan berdasarkan prinsip penelitian
kualitatif, yaitu berusaha memahami makna dari peristiwa manusia
dalam situasi tertentu. Dengan demikian penekanannya terletak pada

pemahaman yang timbul dari tafsiran terhadap interaksi, prilaku, dan
peristiwa.

Pengumpulan data melalui teknik wawancara dilakukan dalam
bentuk percakapan informal yang mengandung unsur spontanitas dengan
memanfaatkan waktu luang. Meskipun dilakukan dengan informal, akan

tetapi dalam menggali data atau informasi yang diperlukan diarahkan

pada fokus penelitian. Wawancara dilakukan terhadap responden sebagai
sumber data primer maupun terhadap responden sebagai sumber data
sekunder. Setiap informasi yang diberikan responden selalu dicek

kebenarannya dengan responden lainnya. Dalam hal ini, digunakan

teknik triangulasi, yaitu dengan membandingkan dan mengecek balik

derajat kebenaran informasi atau data yang diperoleh dari penguji,

80

peserta ujian maupun pihak sekolah dengan fakta yang ada di lapangan.
Selain dengan teknik wawancara, pengumpulan data juga dilakukan
denganteknik observasi dan studi dokumentasi.
3. Tahap Member Check

Member check dilakukan untuk mengecek kebenaran data yang

diberikan, sehingga data yang diperoleh dapat dipercaya kebenarannya.
Menumt Nasution (1996: 112) "Data itu harus diakui dan diterima

kebenarannya oleh sumber informasi, dan selanjutnya data tersebut juga harus
dibenarkan oleh sumber data atau informan lain". Pengecekan data ini

dilakukan dengan cara: a) Mengkonfirmasikan kembali hasil (data)

kepada semua sumber data; b) Meminta hasil koreksi yang telah dicatat
dari observasi kepada sumber data tertentu; danc) Melakukan triangulasi

dengan pihak-pihak yang relevan. Pada tahap ini, data yang terkumpul
dirangkum dan didiskusikan lagi dengan sumber-sumber data yang
relevan untuk mengecek kebenarannya.

E. Analisis Data Penelitian

Beberapa pendapat tentang analisis data dalam penelitian

kualitatif, misalnya Patton dalam Moleong, (1994:103) menyatakan bahwa
analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya

kedalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Bogdan dan Taylor,

(1975) menyatakan bahwa analisis data adalah proses yang merinci usaha

81

formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis (ide) seperti

yang disarankan oleh data dansebagai usaha untuk memberikan bantuan
pada tema dan hipotesis itu. Berdasarkan kedua pendapat tersebut, mala
Moleong, (1994:103) mengatakan bahwa:

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan
data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar, sehingga
dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja
seperti yang disarankan oleh data.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas tersebut

peneliti

berkesimpulan bahwa pada dasarnya analisis data adalah merumuskan
suatu tema dan ide berdasarkan urutan kerja, yang meliputi: (1)

Mengorganisasikan data; (2) Mengurutkan data; (3) Membentuknya ke
dalam suatu pola kecenderungan, kategori, atau satuan uraian dasar.
Proses tersebut tidak terpisah-pisah tetapi perlu dilakukan secara

berkesmambungan. Hal ini dimaksudkan agar tema yang dimaksudkan
benar-benar dengan apa yang di sarankan oleh data lapangan.

Bogdan dan Biklen dalam Munandir (1990: 190-194) menjalankan
sebagai pedoman dalam melakukan analisis data sebagai berikut: (1)
Paksa diri anda sendiri, mengambil putusan untuk mempersempit studi;

(2) Paksa diri anda memutuskanjenisstudi apa yang hendak disesuaikan;

(3) Buat pertanyaan yang analisis; (4) Rencanakan sesi pengumpulan data
berdasarkan temuan anda pada pengamatan sebelumnya; (5) Buatbanyak

"komentar pengamat" mengenai gagasan yang muncul dalam pikiran

82

anda; (6) Tulis memo untuk anda sendiri mengenai apa yang telah
berhasil anda pelajari.

Ada dua pijakan yang dapat dijadikan dalam analisis data yaitu, (1)
Analisis data yang dilakukan sewaktu peneliti masih berada dilapangan
ketika pengumpulan data sedang berlangsung; dan (2) Analisis data yang
dilakukan setelah proses pengumpulan data atau setelah peneliti

meninggalkan lapangan. Pada analisis data yang dilakukan saat peneliti
dilapangan. Wayan, (1992: 16) menyebutkan ada dua model yaitu: (1)
Model mengahr (flow model) dan s(2) Model interaktif.

Model mengalir dalam analisis data meliputi: (1) Reduksi data, (2)

Sajian data, dan (3) Penarikan kesimpulan (verifikasi), ketiga cara tersebut
dilakukan secara berkelanjutan. Selanjutnya mengenai model interaktif,

komponen analisis reduksi dan sajian data dilakukan ssecara bersamaan
dalam pengumpulan data. Setelah dataterkumpul, ketiga komponen yang

adasaling berinteraksi hingga kepada suatu kesimpulan. Bila kesimpulan
dirasakan kurang baik, perlu dilakukan verifikasi dan peneliti kembali
mengumpulkan data di lapangan.

Mengenai analisis dataini Nasution, (1992:128-130) menganjurkan

langkah-langkah sebagai berikut: (1) Reduksi data; (2) Display data; dan
(3) Mengambil kesimpulan dan verifikasi, yang dilakukan secara terus
menerus selama proses penelitian berlangsung.

83

Dalam reduksi data yang dilakukan peneliti dimulai dengan

menulis data lapangan secara terus-menerus dalam jumlah yang banyak.
Kemudian tulisan tersebut direduksi, dirangkum sesuai dengan hal-hal

yang pokok untuk mencari tema atau polanya. Pada dasarnya, bahwa
laporan lapangan sebagai bahan mentah dituangkan, direduksi, disusun
lebih sistematis, ditonjolkan pokok-pokok yang penting, diberi susunan

yang sistematis, sehingga mudah dikendalikan (Nasution, 1992:129).
Mengenai display data, menunjuk pada pembuatan matrik, grafik,
network, atau charts yang dapat digunakan untuk melihat gambaran
secara keseluruhan atau bagian tertentu secara lebih efektif. Cara ini dapat
lebih memudahkan peneliti dalam mengambil kesimpulan.

Kesimpulan dan verifikasi dilakukan sejak ada data yang

dikumpulkan. Awalnya memang masih kabur, bias, diragukan, tetapi

pada tahap berikutnya karena datanya bertambah terns, maka pada
akhirnya dapat diambil kesimpulan yang lebih grounded. Bersamaan

dengan aktivitas ini, verifikasi dapat dilakukan dengan mencari data bam.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka peneliti melakukan
analisis data selama penelitian dilaksanakan. Aktivitas yang dilakukan

penehti, dimulai dengan proses penyusunan, pengkategorian, atau

pengklasifikasian data dalam rangka mencari suatu pola atau tema, dan
pada akhirnya sekaligus memahami makna yang terkandung di
dalamnya. Berdasarkan hal tersebut, diharapkan didapat temuan yang

84

berdasar pada grounded atas data lapangan. Selanjutnya upaya untuk

mengembangkan temuan berdasarkan data lapangan inilah yang menjadi
ciri dalam penelitian kualitatif.

Analisis data pada saat penelitian dilakukan peneliti dengan cara

merekam data lapangan, melakukan member check kepada subjek

penelitian, melakukan triangulasi dalam rangka memperoleh keabsahan
data, dan melakukan penyempurnaan analisis. Langkah berikutnya

adalah menyusun kecenderungan-kecenderungan yang timbul sesuai

dengan proses dan jenis data yang didapatkan untuk menangkap makna
yang terkandung di dalamnya.

Setelah dari lapangan, maka dari data yang terkumpul dilakukan

(1) Reduksi data, yaitu merangkum laporan lapangan, mencatat dan
memasukan ke dalam file, mengklasifikasi sekaligus menemukan

kecenderungan-kecenderungan yang timbul sesuai dengan fokus
penehtian; (2) Menunjukan data sehingga hubungan data yang satu

dengan data yang lainnya menjadi jelas dan saling membentuk satu
kesatuan yang utuh, membandingkan sekaligus menganalisisnya secara
lebih mendalam untuk memperoleh maknannya dan temuannya, dan; (3)
Menarik kesimpulan.

85

F. Pengecekan Validitas dan Reliabilitas Data

Supaya hasil penelitian kualitatif dapat dipercaya dan tidak bias,
maka dalam penjaringan datanya dapat dilakukan melalui berbagai cara.
Cara-cara tersebut menumt Cuba & Linkolin (1985:284) terdiri dari:

validitas internal yang dinyatakan dengan credibility, validitas ekstemal

yang dinyatakan dalam transferability, reliabilitas dinyatakan dalam
dependability dan objetivitas dinyatakan dalam confirmability.
1. Credibility

Credibility (kepercayaan) maksudnya adalah agar dicapai
kesesuaian antara konsep peneliti dengan konsep responden. Kredibilitas

dalam penelitian kualitatif ini dapat dicapai dengan cara memperpanjang

waktu penelitian sehingga hasil penelitian sesuai dengan keadaan
sebenarnya.

2. Transferability

Transferability atau Validitas Ekstemal adalah merupakan

kemampuan untuk melihat sampai sejauh mana hasil penelitian dapat

digunakan dalam situasi yang lain. Nasution, (1988:119) menjelaskan
bahwa bagi peneliti kualitatif transferability bergantung pada si pemakai,

yaitu hingga manakah hasil penelitian itu dapat mereka gunakan dalam
konteks dan situasi tertentu.

Dalam penelitian ini agar data memenuhi kriteria validitas
ekstemal (transferability) maka peneliti mencoba mclakukannya dengan

86

cara uraian rinci, yaitu melaporkan hasil penelitian sehingga uraiannya

dilakukan dengan teliti dan secermat mungkin dalam menggambarkan
konteks penehtian yang dilakukan. Laporan mengacu pada fokus

penelitian, uraiannya akan mengungkapkan segala sesuatu sehingga
pembaca dapat memahami penemuan-penemuan yang didapat.
3. Dependability

Dependabihty atau kebergantungan merupakan substansi istilah
rehabilitas dalam penehtian kuantitatif (Moleong, 1997:174). Pada

penelitian kuantitatif, bahwa reliabilitas ditunjukandengan jalan
mengadakan replikasi studi. Reliabilitas suatu penelitian tercapai jika
beberapa kali pengulangan suatu studi dalam kondisi yang sama dan

hasilnya secara relatif sama. Reliabilitas ditentukan oleh beberapa faktor
antara lain: (1) Status dan kedudukan peneliti; (2) Pemilikan informan; (3)
Situasi dan kondisi sosial; (4) Definisi konsep; (5) Metode pengumpulan
dan analisis data. Oleh karena itu, dalam penelitian ini diusahakan: (1)

Memberikan uraian deskriptif yang kongkrit, catatan, ucapan, dan

percakapan verbal; (2) Meminta bantuan teman yang berada dilokasi
penelitian untuk mendiskusikan yang membandingkannya sehingga

terjadi kesesuaian; (3) Pencatatan informasi dengan bantuan alat perekam

(tape recorder) sehingga dapat ditangkap informasi dengan lengkap dan
cermat; (4) Meminta kritik dansaran dari teman sejawat dengan membaca
laporan hasil penelitian.

,/ - *? *•' -

4. Confirmability

v

Confirmability yaitu keyakinan atau kepastian merujuk %£ijda
konsep objektivitas menurut penelitian kuantitatif. Jadi untuk memenuhi

tingkat objektititas dalam penelitian kualitatif, maka penehti bemsaha
mengungkapkan berbagai hal sesuai dengan objeknya yang terjadi
dilapangan.

'"

11

^DI%

BABV

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data penelitian, secara umum dapat

disimpulkan adanya heterogenitas perbedaan antara tuntutan teoriitis

dengan kenyataan empiris dalam hal profil kompetensi profesional gum
di SLTPN 50 Bandung.

1. Tingkat Kompetensi Profesional Guru di SLTPN 50 Bandung
Kemampuan gum-guru dalam penguasaan bahan pengajaran,

menunjukkan adanya kesamaan antara tuntutan teoriris dengan

kenyataan sehari-hari. Hal tersebut disebabkan oleh faktor pengalaman
dan rutinitas guru dalam memegang mata pelajaran yang relatif tetap
dalam setiap tahunnya.

Kemampuan guru-guru dalam penguasaan pengelolaan program

belajar mengajar, masih perlu ditingkatkan, mengingat masih adanya
sebagian tuntutan kompetensi yang belum dikuasai. Dengan demikian,
masih adanya perbedaan antara tuntutan teoritis dengan kenyataan
empiris. Munculnya fenomena tersebut, mengingat belum semua guru-

guru di SLTPN 50 Bandung memiliki latar belakang dan kualifikasi
pendidikan yang relevan dengan tuntutan mengajar.

159

160

Kemampuan guru-guru dalam pengelolaan kelas dapat dikatakan

sesuai antara tuntutan teoritis dengan kenyataan empiris. Hal tersebut,
mengingat umumnya guru-guru di sekolah tersebut relatif lama dalam.
memegang mata pelajaran, sehingga faktor pengalaman mengajar
memberikan kontribusi terhadap jenis kompetensi ini.

Kemampuan guru-guru dalam penggunaan sumber dan media
belajar, masih menunjukkan adanya perbedaan antara tuntutan teoritis

dengan kenyataan empiris. Beberapa faktor

yang mempengaruhi

perbedaan tersebut, dikarenakan oleh adanya heterogenitas persepsi,

pemahaman, dan sikap guru terhadap penggunaan sumber dan media
belajar dalam PBM.

Kemampuan guru-guru dalam memahami landasan kependidikan,

telah menunjukkan kemampuan yang memadai. Hal tersebut dapat

dipahami dengan adanya persamaan antara tuntutan teoritis dengan
kenyataan empiris. Pembinaan rutin yang dilakukan oleh kepala sekolah
dipandang faktor

pendukung munculnya kemamp