PENGARUH PENAMBAHAN EDIBLE COAT KITOSAN SEBAGAI ANTI JAMUR PADA TEPUNG KENTANG.
Tony Pratama, 2013
Pengaruh Penambahan Edible Coat Kitosan Sebagai Antijamur Pada Tepung Kentang Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
PENGARUH PENAMBAHAN EDIBLE COAT KITOSAN SEBAGAI ANTI JAMUR PADA TEPUNG KENTANG
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Jurusan Kimia
Oleh : Tony Pratama
1105649
PROGRAM STUDI KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG 2013
(2)
==================================================================
Pengaruh Penambahan Edible Coat Kitosan
Sebagai Anti Jamur Pada Tepung Kentang
Oleh Tony Pratama
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Tony Pratama 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Nopember 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
(3)
Tony Pratama, 2013
Pengaruh Penambahan Edible Coat Kitosan Sebagai Antijamur Pada Tepung Kentang Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi
Pengaruh Penambahan Edible Coat Kitosan Sebagai Anti Jamur Pada Tepung Kentang
Disusun oleh:
Tony Pratama NIM 1105649
Disetujui dan disahkan oleh:
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dra. Zackiyah, M.Si. Dra. Asep Suryatna, M.Si, NIP. 1959 1229 1991 02 001 NIP: 1962 1209 1987 031 002
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Kimia
Dr. rer. nat. Ahmad Mudzakir M.Si NIP: 1966 1121 1991 031 002
(4)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh edible coat kitosan pada tepung kentang
terhadap jamur. Kentang yang telah dikupas, dipotong-potong kemudian direndam pada larutan kitosan dengan berbagai variasi konsentrasi (0%; 1%; 1,5%; 2%; 2,5%; 3%) selama 60 menit,
kentang hasil rendaman dikeringkan lalu dihaluskan untuk dijadikan tepung. Caking merupakan
indikator terjadinya penurunan kualitas tepung. Untuk mempercepat terjadinya caking
masing-masing tepung tersebut disimpan pada desikator yang berisi larutan garam jenuh (MgCl2, KI,
NaCl, KCl, dan BaCl2) dengan berbagai nilai aktivitas air pada suhu kamar. Dari percobaan
tersebut diamati jumlah koloni jamur, waktu caking, kadar air, dan morfologi jamurnya.
Pengamatan dilakukan per minggu dengan kontrol tepung kentang tanpa coating. Hasil
penelitian menunjukan bahwa jumlah koloni jamur pada tepung kentang tanpa coating diperoleh
185 x 105 koloni, waktu caking terjadi pada minggu ke-2 dengan kadar air kritis sebesar 1,57%
sedangkan pada tepung dengan coating kitosan 1%; 1,5%; 2%; 2,5%; 3% masing-masing 41; 24;
14; 12 dan 15 x 105 koloni. Jumlah koloni terkecil terdapat pada tepung kentang coating kitosan
2,5% yaitu 12 x 105 koloni dengan waktu caking pada minggu ke-4 pada aw 0,90 dengan kadar
air kritis sebesar 1,60%. Morfologi jamur yang terdapat pada tepung kentang adalah penicillium
sp1. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kitosan berpengaruh sebagai anti jamur pada
tepung kentang. Jamur yang diduga tumbuh pada tepung kentang adalah penicillium sp1.
(5)
iii
Tony Pratama, 2013
Pengaruh Penambahan Edible Coat Kitosan Sebagai Antijamur Pada Tepung Kentang Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI... iii
DAFTAR TABEL... v
DAFTAR GAMBAR... vi
DAFTAR LAMPIRAN... vii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Rumusan Masalah... 3
1.3 Tujuan Penelitian... 3
1.4 Manfaat Penelitian... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Kentang... 5
2.2 Pengawetan Makanan... 6
2.3 Kitosan... 8
2.4 Sifat Fisik dan Kimia Kitosan... 9
2.5 Manfaat Kitosan... 11
2.6 Edible coat Kitosan... 12
2.7 Sifat Antimikroba Kitosan... 15
2.8 Aktivitas Air... 16
2.9 Penentuan Jumlah Mikroba dengan Hitungan Cawan... 17
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian... 21
3.2 Alat dan Bahan... 21
(6)
iv
3.2.2 Bahan... 21
3.3 Cara Kerja... 22
3.3.1 Bagan Alir Penelitian... 22
3.3.2 Preparasi Sampel... 22
3.3.3 Pembuatan Edible Coating... 23
3.3.4 Proses Coating Pada Kentang... 23
3.3.5 Pembuatan Tepung Kentang... 23
3.3.6 Sterilisasi Alat... 23
3.3.7 Sterilisasi Medium... 23
3.3.8 Pembuatan Media PDA... 24
3.3.9 Pembuatan NaCl fisiologis... 24
3.3.10 Pengenceran Sampel... 24
3.3.11 Tahap Inokulasi... 24
3.3.12 Pemurnian Jamur... 25
3.3.13 Morfologi Jamur... 25
3.3.14 Penentuan Kadar Air Metode Oven... 25
3.3.15 Penentuan Waktu Caking... 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengaruh Konsentrasi Kitosan... 27
4.2 Hasil Pengaruh Aktivitas Air... 28
4.3 Hasil Pengaruh Lama Penyimpanan... ... 30
4.4 Hasil Waktu Caking...... 31
4.5 Hasil Daya Tahan dari Kedua Tepung... 33
4.6 Hasil Morfologi Jamur... 37
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 39
(7)
Tony Pratama, 2013
Pengaruh Penambahan Edible Coat Kitosan Sebagai Antijamur Pada Tepung Kentang Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
iv
DAFTAR PUSTAKA ... 40
(8)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Solanum tuberosum L adalah tanaman dari suku Solanaceae yang memiliki umbi batang yang dapat dimakan dan disebut "kentang". Umbi kentang sekarang telah menjadi salah satu makanan pokok penting di Eropa walaupun pada awalnya didatangkan dari Amerika Selatan. Di Indonesia kentang merupakan salah satu jenis sayuran yang mendapat prioritas untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan Indonesia merupakan negara penghasil kentang terbesar di asia tenggara. Tanaman ini dapat hidup di dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 1300-1500 meter di atas permukaan laut (BPS, 2006).
Pada saat pasca panen, kentang sering dijadikan berbagai produk olahan makanan diantaranya kentang goreng, keripik kentang, dan lain-lain. Seiring dengan kemajuan teknologi, manusia terus melakukan perubahan-perubahan dalam hal pengolahan makanan untuk meningkatkan nilai ekonomi, diantaranya kentang yang diolah menjadi tepung kentang.
Kentang merupakan makanan yang kaya akan karbohidrat yang dapat
menggantikan beras sebagai makanan pokok. Hal ini berkaitan dengan program
pemerintah yang sedang mengadakan program ketahanan pangan salah satunya mengganti beras dengan kentang. Program pemerintah yang mengadakan penggantian beras dengan kentang ini disebabkan karena produktivitas padi sekarang menurun. Tetapi walaupun kentang merupakan makanan yang dapat mengganti beras, disini kentang memiliki masalah pada umur simpan. Umur simpan kentang dalam suhu kamar sekitar 2 minggu. Apabila tidak dilakukan perlakuan secara tepat maka kentang akan mudah membusuk.
Salah satu cara mengantisipasi agar kentang tidak mudah membusuk dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi setelah pasca panen, yaitu dengan cara mengubah kentang menjadi tepung. Permasalahan yang timbul pada tepung kentang tersebut sering tumbuhnya jamur. Untuk meningkatkan umur simpan
(9)
2
Tony Pratama, 2013
Pengaruh Penambahan Edible Coat Kitosan Sebagai Antijamur Pada Tepung Kentang Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
tepung kentang yang disebabkan oleh jamur maka dilakukan pengawetan dengan menambahkan bahan pengawet yang aman bagi kesehatan.
Permintaan konsumen terhadap makanan dengan kualitas tinggi tanpa pengawet berbahaya merupakan suatu tantangan bagi industri pangan saat ini. Hal ini mendorong peningkatan usaha bagi penemuan bahan pengawet dan
antimikroba alami. Termasuk pada bahan pangan yang digolongkan dalam High
Perishable Food atau mudah rusak. Salah satu bahan pengawet alami yaitu kitosan.
Kitosan adalah senyawa organik turunan kitin, berasal dari biomaterial kitin yang banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, diantaranya sebagai pengawet. Kitosan dapat digunakan sebagai pengawet karena sifat-sifat yang dimilikinya yaitu dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak dan sekaligus melapisi produk yang diawetkan sehingga terjadi interaksi yang minimal antara produk dan lingkungannya.
Kitosan banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang karena memiliki keunggulan-keunggulan seperti tidak beracun, biodegradabel meskipun massa relatif yang besar, biokompatibel, tidak larut dalam air, dan tidak larut dalam asam sulfat.
Menurut Linawati 1992 kitosan mampu digunakan sebagai bahan pengawet. Hal ini disebabkan molekul kitosan yang dapat berikatan dengan dinding sel mikroba, sehingga mampu menghambat pertumbuhan mikroba. Sifat ini mirip yang dimiliki formalin, sehingga bahan makanan yang dicelupkan ke dalam larutan kitosan bisa awet karena aktivitas mikroba terhambat. Kitosan sebagai pengawet mempunyai kelebihan, yakni tidak menimbulkan efek kimia yang berbahaya bagi tubuh seperti halnya formalin (Antekpert, 2008).
Dari uraian di atas, maka pada penelitian ini telah dilakukan penelitian
pengaruh penambahan edible coat kitosan sebagai anti jamur pada tepung
kentang. Hal ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh edible coat kitosan pada
(10)
3
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang ada adalah:
1. Apakah kitosan sebagai edible coat dapat meningkatkan daya tahan tepung
kentang terhadap jamur ?
2. Berapakah konsentrasi optimum kitosan yang dapat meningkatkan daya tahan
tepung kentang terhadap jamur ?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh edible
coat kitosan pada tepung kentang terhadap jamur.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran pada masyarakat untuk memanfaatkan kitosan sebagai bahan pengawet alami yang aman.
(11)
21
Tony Pratama, 2013
Pengaruh Penambahan Edible Coat Kitosan Sebagai Antijamur Pada Tepung Kentang Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari Bulan April sampai Bulan Agustus 2013.
Penelitian pengaruh penambahan edible coat kitosan sebagai anti jamur pada
tepung kentang dilakukan di Laboratorium Riset Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan adalah autoklaf, batang pengaduk, botol semprot, cawan petri, corong kaca, desikator, gelas kimia, gelas ukur, kaca arloji, kawat ose, laminer, labu ukur, neraca analitik, oven, pipet tetes, pembakar bunsen, spatula, tabung reaksi.
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah agar batang, asamasetat, akuades, bariumklorida, glukosa, kaliumiodida, kaliumklorida, kentang dieng, kitosan, kloramfenikol, magnesiumklorida, natriumklorida.
(12)
22
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Bagan Alir Penelitian
Bagan Alir penelitian ditunjukan pada Gambar 3.1 berikut ini :
- Dikupas
- Dipotong-potong tipis
- Direndam selama 60 menit dalam
berbagai variasi konsentrasi kitosan (0% (kontrol); 1%; 1,5%; 2%; 2,5%; 3%)
-Dikeringkan
-Dihaluskan
-Ditentukan daya tahannya
-Ditentukan jumlah koloni jamur
-Ditentukan kadar air
-Ditentukan morfologi jamur
Gambar 3.1. Bagan alir penelitian
3.3.2 Preparasi Sampel
Ditimbang 100 g kentang, dikupas dan dipotong tipis-tipis. Disiapkan enam wadah. Wadah pertama berisi kentang, wadah kedua berisi kentang + kitosan 1%, wadah ketiga bersi kentang + kitosan 1,5%, wadah ke empat berisi kentang + kitosan 2%, wadah kelima berisi kentang + kitosan 2,5%, dan wadah ke enam berisi kentang + kitosan 3%.
100 gram Kentang
Kentang hasil rendaman
Air rendaman
Tepung kentang
(13)
23
Tony Pratama, 2013
Pengaruh Penambahan Edible Coat Kitosan Sebagai Antijamur Pada Tepung Kentang Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3.3.3 Pembuatan Edible Coating
Edible coating dari kitosan 1% dibuat dengan cara 1 g kitosan dilarutkan dalam 100 mL asam asetat 1%, larutan diaduk sampai homogen. Kemudian larutan disimpan pada suhu kamar. Perlakuan ini dilakukan juga pada pembuatan
edible coating dari kitosan 1,5%; 2 %; 2,5%; 3,0%.
3.3.4 Proses Coating Pada Kentang
Kitosan dengan konsentrasi 1%; 1,5%; 2%; 2,5%; 3% ditempatkan dalam gelas kimia. kentang dikupas dan dipotong-potong. Potongan kentang langsung dicelupkan kedalam larutan kitosan (1%; 1,5%; 2%; 2,5%; 3%), lalu direndam selama 60 menit. Kemudian dikeringkan pada suhu 30°C di dalam oven.
3.3.5 Pembuatan Tepung Kentang
Kentang yang sudah di coating ditumbuk dengan menggunakan lumpang
dan alu sampai halus. Setelah itu kentang di ayak menggunakan ayakan tepung untuk mendapatkan tepung yang lebih halus.
3.3.6 Sterilisasi Alat
Alat-alat yang digunakan terlebih dahulu dibungkus dengan menggunakan kertas roti, kemudian dimasukkan ke dalam autoklaf dengan suhu 121°C dan dipanaskan hingga tekanan 1 atm selama kurang lebih 15 sampai 20 menit.
3.3.7 Sterilisasi Medium
Seluruh medium yang telah dibuat dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan disumbat dengan menggunakan sumbat kapas. Tetapi, sebelum dimasukkan ke dalam autoklaf, sumbat kapas harus dibungkus terlebih dahulu dengan menggunakan alumunium foil. Sterlisasi medium dilakukan selama 10-15 menit dengan suhu autoklaf 110°C. Setelah 15 menit, medium dikeluarkan dari autoklaf dan didinginkan terlebih dahulu sampai suhunya turun hingga suhu kamar untuk siap digunakan.
(14)
24
3.3.8 Pembuatan Media Potato Dextrose Agar (PDA)
Pembuatan media agar untuk jamur dilakukan dengan merebus kentang sebanyak 100 g dalam air sebanyak 500 mL. Kemudian, hasil rebusan kentang tersebut disaring dengan menggunakan kertas saring. Setelah itu, air rebusan tersebut diberi agar batang sebanyak 10 g dan 10 g dekstrosa, lalu dididihkan. Medium yang sudah mendidih tersebut ditambahkan antibiotik Kloramfenikol sebanyak 125 mg dalam 500 mL untuk mencegah kontaminasi dari bakteri. Botol medium yang digunakan kemudian ditutup dengan sumbat kapas dan alumunium foil serta disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121°C dengan tekanan 1 atm selama 15 menit.
3.3.9 Pembuatan NaCl Fisiologis
Untuk mendapatkan NaCl dengan konsentrasi 0,9% maka NaCl di timbang sebanyak 0,9 g kemudian dilarutkan dalam 1 liter akuades dan disterilisasi dengan menggunakan autoklaf. Untuk NaCl fisiologis sterilisasi dilakukan pada suhu 120°C selama 20 menit.
3.3.10 Pengenceran Sampel
Sampel tepung kentang dan tepung kentang hasil coating dengan kitosan
diambil sebanyak 1 g untuk diencerkan oleh NaCl fisiologis sebanyak 9 mL dan dihomogenkan. Kemudian, dengan menggunakan pipet, suspensi sampel diambil sebanyak 1 mL untuk selanjutnya diencerkan kembali dalam 9 mL NaCl fisiologis. Prosedur tersebut dilakukan kembali hingga pengenceran sampel kelima (10-5).
3.3.11 Tahap Inokulasi
Sampel hasil pengenceran terakhir masing-masing ditanamkan pada cawan petri steril yang berbeda. Kemudian, medium PDA yang telah dibuat sebelumnya dituangkan ke dalam cawan petri tersebut dan dihomogenkan dengan cara memutar-mutar cawan secara perlahan hingga seluruh permukaan cawan tertutup oleh media. Selanjutnya sampel yang sudah ditanam tersebut dibungkus dengan
(15)
25
Tony Pratama, 2013
Pengaruh Penambahan Edible Coat Kitosan Sebagai Antijamur Pada Tepung Kentang Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
menggunakan kertas roti untuk kemudian disimpan di dalam inkubator dan diinkubasi selama 72 jam. Setelah itu dilakukan penghitungan jumlah koloni
jamur yang tumbuh pada media dengan colony counter.
3.3.12 Pemurnian Jamur
Jamur yang tumbuh pada cawan petri, kemudian dikultur murni pada medium agar miring di dalam tabung reaksi. Kultur murni dibuat dengan cara mengambil hifa atau spora dari koloni jamur yang dipilih dengan menggunakan öse bulat yang sebelumnya telah dipanaskan terlebih dahulu hingga pijar. Hifa jamur tersebut selanjutnya ditanamkan dengan menitikkan öse pada medium PDA yang telah mengeras dalam tabung reaksi. Kemudian tabung reaksi dibungkus dengan menggunakan kertas roti dan diinkubasi pada suhu 30°C selama 72 jam.
3.3.13 Morfologi Jamur
Diambil sampel jamur yang sudah dimurnikan, Kemudian dioleskan pada kaca objek dan disusupensikan dalam sedikit akuades steril. Setelah itu sampel dapat langsung dilihat dibawah mikroskop dengan perbesaran 400x dan 1000x. Digambar hasil yang tampak pada mikroskop dan diidentifikasi. Seluruh prosedur tersebut dilakukan secara aseptis.
3.3.14Penentuan Kadar Air Metode Oven (AOAC, 1994)
Contoh sebanyak 2 gram ditimbang dan ditempatkan dalam cawan yang telah diketahui bobotnya. Contoh tersebut dikeringkan dalam oven bersuhu 105°C selama 5 sampai 6 jam, kemudian didinginkan dalam desikator, setelah itu ditimbang. Kadar air contoh dapat dihitung dengan rumus kadar air basis kering sebagai berikut :
Keterangan :
m = Kadar air Xo = berat contoh awal
(16)
26
3.3.15 Penentuan Waktu Caking
Sebanyak 15 gram produk diletakkan pada cawan kering kosong yang telah diketahui beratnya. Kemudian cawan yang berisi produk tersebut diletakkan
dalam desikator yang berisi larutan garam jenuh MgCl2, KI, NaCl, KCl, dan
BaCl2 dengan suhu konstan 25°C. Masing-masing larutan garam jenuh tersebut
memberikan nilai aw berturut-turut 0,33; 0,69; 0,75; 0,84; dan 0,90. Produk dalam
cawan kemudian ditimbang beratnya sampai diperoleh berat yang konstan. Setelah diperoleh berat yang konstan, lalu diukur kadar airnya setiap minggu dan diamati kondisinya sampai sampel terlihat sudah rusak.
(17)
39
Tony Pratama, 2013
Pengaruh Penambahan Edible Coat Kitosan Sebagai Antijamur Pada Tepung Kentang Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kitosan berpengaruh sebagai anti jamur pada tepung kentang. Jamur yang diduga tumbuh pada tepung kentang adalah penicillium sp1.
5.2 Saran
Saran yang dapat dijadikan bahan pertimbangan selanjutnya adalah
dilakukannya pemeriksaan FTIR untuk membuktikan edible coat dan
dilakukannya penentuan permeabilitas uap air kemasan agar dapat menentukan umur simpan tepung kentang, sehingga terlihat perbedaan umur simpan secara
matematis diantara tepung kentang tanpa coating dengan tepung kentang coating
(18)
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional, 2000. Syarat Mutu Tepung Menurut SNI
01-375-2000. Jakarta.
Biro Pusat Statistik, 2006. Statistik Holtikultura. Jakarta
Cahyadi, W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Pangan. Edisi pertama.
PT Bumi Aksara. Jakarta.
Coma, A, Martial Gros, dan Garreau, S. 2002. Edible Antimicrobial Film Based
on Chitosan Matrix. J. Food Science. 67:1162-1169.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Fennema, O. R. 1985. Food Chemistry. Marcel-Dekker. New York.
Helander, I. M. 2001. Chitosan Distrupts The Barier Properties of The Outer
Membran of Gram-Negative Bacteria. J Food Microbial. Rev 57:823-873.
Krochta, J. M, Baldwin, E. A, dan Nispero, C. 1994. Edible Coatings and Films to
Improve Food Quality. 1st ed Technomic Publishing CO. Lancaster.
Kumar, M. N. 2000. A Review of Chitin and Chitosan Applications, Reactive and
Functional Polymers. Vol 46, Hal. 1-27.
Labuza, T. P. 1982. Shelf Life Dating of Foods. Food and Nutrition Press. Inc.
Westport, Connecticut.
Moehyi, S. 2000. Pengaturan Makanan dan Diit untuk Penyembuhan Penyakit.
PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Muzzarelli, R. A. A, dan Rocheti, R. 1985. Determination of Degree of
Acetylation of Chitosan by First Derivative Ultraviolet Spectrophotometry. Carbohydr Polym 5:461-72.
No, H. K, Park, N. Y, dan Meyer, S. P. 2002. Antibacterial Activity of Chitosan
and Chitosan Oligomer With Molecular Weight. Int J Food Microbial 74:64-72.
Outtara, B, Simard, R. E, Piette, G, Begin, A, dan Holley, R. A. 2000. Inhibition
of Surface Bacteria in Processed Meats by Application of Antimicrobial Films Prepared With Chitosan. International Journal of Food Microbiology.
(19)
41
Tony Pratama, 2013
Pengaruh Penambahan Edible Coat Kitosan Sebagai Antijamur Pada Tepung Kentang Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Robert, G. A. F. 1992. Chitin Chemistry. The Macmillan Press LTD. London.
Sanford, P. A. 1989. Chitosan Comercial Uses and Potential Applications. In
Skjak-Braek G, Anthonsen T, Sanford P. Editors. Chitin and Chitosansourches, Chemistry, Biochemistry, Physical Properties and Appliccations. London: Elsevier. 51-70.
Seto, S. 2001. Pangan dan Gizi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Shahidi, J, Arachchi, K. V, dan Jeon, Y. J. 1999. Food Aplication of Chitin and
Chitosan. Trend in Food Sci. Technol. 10:37-51.
Simpson, B. K. 1997. Utilization of Chitosan for Preservation of Raw Shrimp.
Food Biotechnology II. 25-44.
Suhardi. 1993. Kitin dan Kitosan. Buku Monograf. Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.
Syah. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Himpunan Alumni
Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.
Syarief, R, dan Halid, H. 1993. Teknologi Penyimpanan Pagan. PAU Rekayasa
Proses Pangan. IPB. Bogor.
Tyo. 2009. Teknik Menghasilkan Tepung Kentang Bermutu. [Online]. Tersedia :
http://www.sinartani.com/agriprosesing/teknik-menghasilkan-tepung-kentang-bermutu-1277715397.html [9 Februari 2013].
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno, F. G, dan Jennie, B. S. L. 1983. Kerusakan Bahan Pangan. PT
(1)
24
Tony Pratama, 2013
Pengaruh Penambahan Edible Coat Kitosan Sebagai Antijamur Pada Tepung Kentang Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 3.3.8 Pembuatan Media Potato Dextrose Agar (PDA)
Pembuatan media agar untuk jamur dilakukan dengan merebus kentang sebanyak 100 g dalam air sebanyak 500 mL. Kemudian, hasil rebusan kentang tersebut disaring dengan menggunakan kertas saring. Setelah itu, air rebusan tersebut diberi agar batang sebanyak 10 g dan 10 g dekstrosa, lalu dididihkan. Medium yang sudah mendidih tersebut ditambahkan antibiotik Kloramfenikol sebanyak 125 mg dalam 500 mL untuk mencegah kontaminasi dari bakteri. Botol medium yang digunakan kemudian ditutup dengan sumbat kapas dan alumunium foil serta disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121°C dengan tekanan 1 atm selama 15 menit.
3.3.9 Pembuatan NaCl Fisiologis
Untuk mendapatkan NaCl dengan konsentrasi 0,9% maka NaCl di timbang sebanyak 0,9 g kemudian dilarutkan dalam 1 liter akuades dan disterilisasi dengan menggunakan autoklaf. Untuk NaCl fisiologis sterilisasi dilakukan pada suhu 120°C selama 20 menit.
3.3.10 Pengenceran Sampel
Sampel tepung kentang dan tepung kentang hasil coating dengan kitosan diambil sebanyak 1 g untuk diencerkan oleh NaCl fisiologis sebanyak 9 mL dan dihomogenkan. Kemudian, dengan menggunakan pipet, suspensi sampel diambil sebanyak 1 mL untuk selanjutnya diencerkan kembali dalam 9 mL NaCl fisiologis. Prosedur tersebut dilakukan kembali hingga pengenceran sampel kelima (10-5).
3.3.11 Tahap Inokulasi
Sampel hasil pengenceran terakhir masing-masing ditanamkan pada cawan petri steril yang berbeda. Kemudian, medium PDA yang telah dibuat sebelumnya dituangkan ke dalam cawan petri tersebut dan dihomogenkan dengan cara memutar-mutar cawan secara perlahan hingga seluruh permukaan cawan tertutup oleh media. Selanjutnya sampel yang sudah ditanam tersebut dibungkus dengan
(2)
25
Tony Pratama, 2013
Pengaruh Penambahan Edible Coat Kitosan Sebagai Antijamur Pada Tepung Kentang Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
menggunakan kertas roti untuk kemudian disimpan di dalam inkubator dan diinkubasi selama 72 jam. Setelah itu dilakukan penghitungan jumlah koloni jamur yang tumbuh pada media dengan colony counter.
3.3.12 Pemurnian Jamur
Jamur yang tumbuh pada cawan petri, kemudian dikultur murni pada medium agar miring di dalam tabung reaksi. Kultur murni dibuat dengan cara mengambil hifa atau spora dari koloni jamur yang dipilih dengan menggunakan öse bulat yang sebelumnya telah dipanaskan terlebih dahulu hingga pijar. Hifa jamur tersebut selanjutnya ditanamkan dengan menitikkan öse pada medium PDA yang telah mengeras dalam tabung reaksi. Kemudian tabung reaksi dibungkus dengan menggunakan kertas roti dan diinkubasi pada suhu 30°C selama 72 jam.
3.3.13 Morfologi Jamur
Diambil sampel jamur yang sudah dimurnikan, Kemudian dioleskan pada kaca objek dan disusupensikan dalam sedikit akuades steril. Setelah itu sampel dapat langsung dilihat dibawah mikroskop dengan perbesaran 400x dan 1000x. Digambar hasil yang tampak pada mikroskop dan diidentifikasi. Seluruh prosedur tersebut dilakukan secara aseptis.
3.3.14 Penentuan Kadar Air Metode Oven (AOAC, 1994)
Contoh sebanyak 2 gram ditimbang dan ditempatkan dalam cawan yang telah diketahui bobotnya. Contoh tersebut dikeringkan dalam oven bersuhu 105°C selama 5 sampai 6 jam, kemudian didinginkan dalam desikator, setelah itu ditimbang. Kadar air contoh dapat dihitung dengan rumus kadar air basis kering sebagai berikut :
Keterangan :
m = Kadar air Xo = berat contoh awal Xi = berat contoh akhir
(3)
26
Tony Pratama, 2013
Pengaruh Penambahan Edible Coat Kitosan Sebagai Antijamur Pada Tepung Kentang Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 3.3.15 Penentuan Waktu Caking
Sebanyak 15 gram produk diletakkan pada cawan kering kosong yang telah diketahui beratnya. Kemudian cawan yang berisi produk tersebut diletakkan dalam desikator yang berisi larutan garam jenuh MgCl2, KI, NaCl, KCl, dan
BaCl2 dengan suhu konstan 25°C. Masing-masing larutan garam jenuh tersebut
memberikan nilai aw berturut-turut 0,33; 0,69; 0,75; 0,84; dan 0,90. Produk dalam
cawan kemudian ditimbang beratnya sampai diperoleh berat yang konstan. Setelah diperoleh berat yang konstan, lalu diukur kadar airnya setiap minggu dan diamati kondisinya sampai sampel terlihat sudah rusak.
(4)
39
Tony Pratama, 2013
Pengaruh Penambahan Edible Coat Kitosan Sebagai Antijamur Pada Tepung Kentang Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kitosan berpengaruh sebagai anti jamur pada tepung kentang. Jamur yang diduga tumbuh pada tepung kentang adalah penicillium sp1.
5.2 Saran
Saran yang dapat dijadikan bahan pertimbangan selanjutnya adalah dilakukannya pemeriksaan FTIR untuk membuktikan edible coat dan dilakukannya penentuan permeabilitas uap air kemasan agar dapat menentukan umur simpan tepung kentang, sehingga terlihat perbedaan umur simpan secara matematis diantara tepung kentang tanpa coating dengan tepung kentang coating kitosan 2,5%.
(5)
40
Tony Pratama, 2013
Pengaruh Penambahan Edible Coat Kitosan Sebagai Antijamur Pada Tepung Kentang Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional, 2000. Syarat Mutu Tepung Menurut SNI 01-375-2000. Jakarta.
Biro Pusat Statistik, 2006. Statistik Holtikultura. Jakarta
Cahyadi, W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Pangan. Edisi pertama. PT Bumi Aksara. Jakarta.
Coma, A, Martial Gros, dan Garreau, S. 2002. Edible Antimicrobial Film Based
on Chitosan Matrix. J. Food Science. 67:1162-1169.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Fennema, O. R. 1985. Food Chemistry. Marcel-Dekker. New York.
Helander, I. M. 2001. Chitosan Distrupts The Barier Properties of The Outer
Membran of Gram-Negative Bacteria. J Food Microbial. Rev 57:823-873.
Krochta, J. M, Baldwin, E. A, dan Nispero, C. 1994. Edible Coatings and Films to
Improve Food Quality. 1st ed Technomic Publishing CO. Lancaster.
Kumar, M. N. 2000. A Review of Chitin and Chitosan Applications, Reactive and
Functional Polymers. Vol 46, Hal. 1-27.
Labuza, T. P. 1982. Shelf Life Dating of Foods. Food and Nutrition Press. Inc. Westport, Connecticut.
Moehyi, S. 2000. Pengaturan Makanan dan Diit untuk Penyembuhan Penyakit. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Muzzarelli, R. A. A, dan Rocheti, R. 1985. Determination of Degree of
Acetylation of Chitosan by First Derivative Ultraviolet Spectrophotometry.
Carbohydr Polym 5:461-72.
No, H. K, Park, N. Y, dan Meyer, S. P. 2002. Antibacterial Activity of Chitosan
and Chitosan Oligomer With Molecular Weight. Int J Food Microbial
74:64-72.
Outtara, B, Simard, R. E, Piette, G, Begin, A, dan Holley, R. A. 2000. Inhibition of Surface Bacteria in Processed Meats by Application of Antimicrobial
Films Prepared With Chitosan. International Journal of Food Microbiology.
(6)
41
Tony Pratama, 2013
Pengaruh Penambahan Edible Coat Kitosan Sebagai Antijamur Pada Tepung Kentang Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Robert, G. A. F. 1992. Chitin Chemistry. The Macmillan Press LTD. London. Sanford, P. A. 1989. Chitosan Comercial Uses and Potential Applications. In
Skjak-Braek G, Anthonsen T, Sanford P. Editors. Chitin and Chitosansourches, Chemistry, Biochemistry, Physical Properties and Appliccations. London: Elsevier. 51-70.
Seto, S. 2001. Pangan dan Gizi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Shahidi, J, Arachchi, K. V, dan Jeon, Y. J. 1999. Food Aplication of Chitin and
Chitosan. Trend in Food Sci. Technol. 10:37-51.
Simpson, B. K. 1997. Utilization of Chitosan for Preservation of Raw Shrimp. Food Biotechnology II. 25-44.
Suhardi. 1993. Kitin dan Kitosan. Buku Monograf. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.
Syah. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.
Syarief, R, dan Halid, H. 1993. Teknologi Penyimpanan Pagan. PAU Rekayasa Proses Pangan. IPB. Bogor.
Tyo. 2009. Teknik Menghasilkan Tepung Kentang Bermutu. [Online]. Tersedia : http://www.sinartani.com/agriprosesing/teknik-menghasilkan-tepung-kentang-bermutu-1277715397.html [9 Februari 2013].
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Winarno, F. G, dan Jennie, B. S. L. 1983. Kerusakan Bahan Pangan. PT