DOCRPIJM 1503133744BAB 6 ASPEK TEKNIS SEKTOR LAHAT REVIEW SY

BAB VI ASPEK TEKNIS PER SEKTOR KABUPATEN LAHAT

6.1. Pengembangan Permukiman

  Kepadatan penduduk pada Kecamatan Lahat dengan kepadatan penduduk 309,64 2 penduduk per Km , sedangkan Kecamatan yang kepadatannya masih kecil pada Kecamatan 2 Kikim Tengah sebesar 27,09 penduduk per km .

6.1.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

  Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain:

  1. Undang – undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

  Arahan RPI2-JM Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat harus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.

  2. Undang-undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

  Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butirc), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e) serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).

  3. Undang-Undang N0. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun

  Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus dan rumah susun Negara merupakan tanggung jawab pemerintah.

  4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penangulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.

  5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang

  Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014 Terkait dengan tugas dan wewenang pemerintah dalam pengembangan permukiman maka UU No. 1/2011 mengamanatkan tugas dan wewenang sebagai berikut :

A. Tugas

  1. Pemerintah Pusat

  a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi nasional di bidang perumahan dan kawasan permukiman.

  b. Merumuskan dan menetapkan kebijakan nasional tentang penyediaan Kasiba dan Lisiba.

  c. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional di bidang perumahan dan kawasan permukiman.

  d. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan nasional penyediaan rumah dan pengembangan lingkungan hunian dan kawasan permukiman e. Memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat nasional.

  2. Pemerintah Provinsi

  a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi pada tingkat provinsi bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan nasional.

  b. Merumuskan dan menetapkan kebijakan penyediaan Kasiba dan Lisiba lintas Kabupaten/Kota.

  c. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional pada tingkat provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman.

  d. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan provinsi penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian dan kawasan permukiman.

  e. Menyusun rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman lintas kabupaten/kota.

  f. Menfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

  g. Memfasilitasi penyediaan perumahan dan kawasan permukiman bagi masyarakat terutama bagi MBR.

  h. Memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan stratgei pada tingkat provinsi.

  3. Pemerintah Kabupaten/Kota

  a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi.

  b. Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembagan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

  c. Meneyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan kebiajakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian dan kawasan permukiman.

  d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi seta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

  e. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota.

  f. Melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

  g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.

  h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional. i. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman. j. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota. k. Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba.

B. Wewenang

  1. Pemerintah Pusat

  a. Menyusun dan menetapkan norma, standar, pedoman dan kriteria rumah, perumahan, permukiman dan lingkungan hunian yang layak, sehat dan aman.

  b. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman.

  c. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman.

  d. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat nasional.

  e. Mengkoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan perundang undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman.

  f. Mengevaluasi peraturan perundang undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat nasional.

  g. Mengendalikan pelaksanaan kebijakan dan strategi di bidang perumahan dan kawasan permukiman.

  h. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh. i. Menetapkan kebijakan dan strategi nasional dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman. j. Memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman.

  2. Pemerintah Provinsi

  a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

  b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

  c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

  d. Mengkoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan perundang undangan, kebijakan, strategi serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

  e. Mengevaluasi peraturan perundang undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

  f. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat provinsi.

  g. Mengkoordinasikan pencadangan atau penyediaan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR pada tingkat provinsi.

  h. Menetapkan kebijakan dan strategi daerah provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.

  3. Pemerintah Kabupaten/Kota

  a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

  b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

  c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

  d. Melaksanakan sinkronisasi dan soisalisasi peraturan perundang undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

  e. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan bagi MBR pada tingkat kabupaten/kota.

  f. Menyediakan prasarana dan sarana pembnagunan perumahan bagi MBR pada tingkat kabupaten/kota.

  g. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah kabupaten/kota dan badan hokum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.

  h. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota. i. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.

  Lingkup Penelitian

  Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Permukiman mempunyai tugas di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan teknik, serta standarisasi teknis di bidang pengembangan permukiman. Adapun fungsi Direktorat Pengembangan Permukiman adalah :

  a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di perkotaan dan perdesaan.

  b. Pembinaan teknik, pegawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan potensial; c. Pembinaan teknik, pegawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah susun sederhana;

  d. Pembinaan teknik, pegawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman di kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau- pulau kecil termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

  e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan criteria serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan perumahan; f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

4.1.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan

a. Isu Strategis Pengembangan Permukiman

  Berbagai isu strategis nasional yang berpengaruh terhadap pengembangan permukiman saat ini adalah : ● Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

  ● Percepatan pencapaian target MDG’s 2020 yaitu penurunan proporsi rumah tangga kumuh perkotaan. ● Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan program-Program

  Directive President yang tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.

  ● Percepatan pembangunan di wilayah timur Indonesia (Provinsi NTT, Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat) untuk mengatasi kesenjangan. ● Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin. ● Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan dan bertambahnya kawasan kumuh. ● Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur permukiman yang sudah dibangun. ● Perlunya kerja sama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan kawasan permukiman. ● Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan permukiman.Ditopang oleh belum optimalnya kapsitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggaran dalam memenuhi standara pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan dan permukiman. Isu-isu strategis di atas merupkan isu terkait pengembangan permukiman yang terangkum secara nasional. Namun, di masing-masing kabupaten/kota terdapat isu yang bersifat lokal dan spesifik yang belum tentu dijumpai di kabupaten/kota lain. Penjabaran isu – isu strategis pengembangan permukiman yang bersifat local perlu dijabarkan sebagai informasi awal dalam perencanaan.Penjabaran isu – isu strategis lokal ini dapat difokuskan untuk terkait pada bidang keciptakaryaan, seperti kawasan kumuh di perkotaan dan mengenai kondisi infrastruktur perdesaan.

  Setiap kabupaten/Kota perlu melakukan identifikasi isu-isu strategis di setiap kabupaten/kotanya.Bagi Kabupaten/kota yang telah menyusun SPPIP dapat mengadopsi rumusan isu-isu strategis di dalam SPPIP ke dalam isian tabel 6.1.

Tabel 6.1 Isu – isu Strategis Pengembangan Permukiman Skala Kabupaten/Kota

  No Isu Strategis Keterangan

  

1 Lingkungan Permukiman Kekumuhan terkait dengan kehidupan warganya yang sebagian

Kumuh besar merupakan nelayan, dimana kesulitan ekonomi keluarga nelayan semakin besar, dan prioritas mereka lebih kepada bagaimana bertahan hidup ketimbang menjaga lingkungan permukiman mereka

  

2 Kurangnya Ketersediaan Kurangnya prasarana permukiman seperti jalan, penerangan

jalan (PJU), air bersih, pengolahan air limbah, sampah dll Prasarana Permukiman yang Memadai

  3 Perkembangan Permukiman Ketersediaan lahan yang besar di Kabupaten Banyuasin, sangat Baru menjadi pengaruh besar munculnya permukiman baru, khususnya di kawasan perkotaan

  

4 Pendataan Perumahan & Permasalahan terkait dengan informasi / pendataan, Perbedaan

Permukiman skala/satuan maupun proses pengumpulan dan data antar instansi menyebabkan berbedanya data yang dihasilkan sehingga informasi kerap jadi kurang akurat.

  Sumber : Hasil Survey dan pengamatan

b. Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman

  Kondisi eksisting pengembangan permukiman hingga tahun 2012 pada tingkat nasional mencakup 180 dokumen SPPIP, 108 dokumen RPKPP, untuk di perkotaan meliputi 500 kawasan kumuh di perkotaan yang tertangani, 385 unit RSH yang terbangun, 158 TB unit Rusunawa terbangun. Sedangkan di perdesaan adalah 416 kawasan perdesaan potensial yang terbangun infrastrukturnya, 108 kawasan perbatasan dan pulau kecil di perdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 237 desa dengan komoditas unggulan yang tertangani infrastrukturnya dan 15.362 desa tertinggal yang tertangani infrastrukturnya.

  Kondisi eksisting pengembangan permukiman terkait dengan capaian suatu kabupaten/kota dalam menyediakan kawasan permukiman yang layak huni. Terlebih dahulu perlu diketahui peraturan perundangan di tingkat kabupaten/kota (meliputi peraturan daerah, peraturan gubernur, peraturan bupati/walikota, maupun peraturan lainnya) yang mendukung seluruh tahapan proses perencanaan, pembangunan dan pemanfaatan pembangunan permukiman.

Tabel 6.2 Peraturan Daerah/Peraturan Gubernur/Peraturan Bupati/Walikota/

  

Peraturan lainnya terkait Pengembangan Permukiman

NO. PERDA/PERGUB/PERBUP/BERWALI/Peraturan Lainnya Keterangan No. Peraturan Perihal Tahun

  Perumahan dan

  1. UU No. 11 Pengembangan 2011 Permukiman

  2. UU No. 28 Bangunan Gedung 2002

  3. UU No. 4 Bangunan Gedung 1992

  Selain itu data yang dibutuhkan untuk kondisi eksisting adalah mengenai kawasan kumuh, jumlah RSH terbangun dan Rusunawa terbangun di perkotaan, maupun dukungan infrastruktur dalam program-program perdesaan seperti PISEW (RISE), PPIP, PAMSIMAS, SANIMAS, PNPM Mandiri, serta kawasan potensial, rawan bencana, perbatasan dan pulau terpencil. Data yang dibutuhkan adalah data untuk kondisi eksisting lima tahun terakhir.

  Perkotaan 

Tabel 6.3 Data Kawasan Kumuh di Kabupaten Lahat Tahun 2013

  Jumlah Jumlah Luas Jumlah NO. Lokasi Kawasan Kumuh Rumah Rumah Semi Penduduk Kawasan Permanen Permanen 1.

  2.

  3.

  4.

  5.

  6.

  7. Tabel 6.4

Data Kondisi RSH di Kabupaten Lahat

  Tahun Jumlah Prasarana CK NO. Lokasi RSH Pengelola Kondisi Pembangunan Penghuni yang Ada 1.

  2.

  3. dst.

Tabel 6.5 Data Kondisi Rusunawa di Kabupaten Lahat

  Lokasi Tahun Terhuni / Jumlah Prasarana CK No Pengelola Kondisi Rusunawa Pembangunan Tidak Penghuni yang Ada 1.

  Perdesaan

Tabel 6.6 Data Program Perdesaan di Kabupaten Lahat Tahun 2013

  

No. Infrastruktur Terbangun Lokasi Satuan Kondisi

1.

  2. Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis Ditjen Cipta Karya Sektor Pengembangan Permukiman.

  Tantangan Pengembangan Permukiman diantaranya : 1. Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat.

  3. Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial.

  2. Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah tertinggal, pulau kecil, daerah terpencil dan kawasan perbatasan.

  1. Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan dan pelayanan infrastruktur yang masih terbatas.

  3.

  2.

Tabel 6.7 Data Kondisi Infrastruktur Perdesaan di Kabupaten Lahat Tahun 2013

  

No Program/Kegiatan Lokasi Satuan Status

  7. PMD

  6. SLBM

  5. RIS PNPM

  4. PNPM Mandiri Perdesaan

  3. PPIP

  2. Sanimas

  1. Pamsimas

c. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Permasalahan Pengembangan Permukiman diantaranya :

  3. Pencapaian target MDG ’s 2015, termasuk didalamnya pencapaian Program-Program Pro Rakyat (Directive Presiden).

  4. Perhatian Pemerintah Daerah terhadap pembangunan bidang Cipta Karya khususnya kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih rendah.

  5. Memberikan pemahaman kepada Pemerintah Daerah bahwa pembangunan infrastruktur permukiman yang saat ini sudah menjadi tugas Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota.

  6. Penguatan sinergi SPPIP/RPKPP dalam Penyusunan RPI2-JM Kab/Kota.

  Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman di atas adalah yang terangkum secara Nasional.Namun sebagaimana isu strategis, di masing-masing Kabupaten/Kota terdapat permasalahan dan tantangan pengembangan yang bersifat lokal perlu dijabarkan sebagai informasi awal dalam perencanaan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman di Kabupaten/kota yang bersangkutan serta merumuskan alternatif pemecahan dan rekomendasi dari permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang ada di wilayah Kabupaten Lahat. Bagi Kabupaten/Kota yang telah menyusun SPPIP dapat mengadopsi rumusan permasalahan dan tantangan di dalam SPPIP ke dalam isian tabel

  6.8. Tabel 6.8 Permasalahan Penyediaan PSD Permukiman Kabupaten Lahat Kondisi Sistem Rencana Strategi Target Nasional Permasalahan yang Ada Pembangunan Kota

   Backlog 75.% Terfasilitasinya prasarana  Kondisi rumah dan sarana permukiman Kondisi rumah tidak layak huni yang layak huni dan layak huni di Ketersediaan terjangkau (1,3 juta unit) Kaupaten Lahat rumah kurang

  70% dan dukungan Rusunawa pada tahun 2011 Keterbatasan (60 ribu unit) dan yang mencapai lahan Rusunami (65 ribu unit) 90% dari total Harga lahan dan meningkatkan jumlah rumah mahal permukiman di perdesaan Yang ada Permukiman di 665 kawasan serta (RPJMD padat dan terentaskannya Kabupaten Lahat kumuh kemiskinan 6 ribu KK 2006-2011) (Renstra PU 2005-2009)

   Sumber : Hasil analisa

6.1.3 Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman

  Analisis kebutuhan merupakan tahapan selanjutnya dari identifikasi kondisi eksisting dengan target kebutuhan yang harus dicapai. Terdapat arahan kebijakan yang menjadi acuan penetapan target pembangunan bidang Cipta Karya khususnya sektor pengembangan permukiman baik di tingkat pusat maupun di tingkat kabupaten/kota. Di tingkat Pusat acuan kebijakan meliputi RPJMN 2010-2014, MDG ’s 2015 (target tahun 2020 untuk pengurangan proporsi rumah tangga kumuh), Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk pengurangan luasan kawasan kumuh tahun 2014 sebesar 10 %, arahan MP3EI dan MP3KI, percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat, arahan direktif presiden untuk program pro-rakyat, serta Renstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014. Sedangkan di tingkat Kabupaten meliputi target RPJMD, RTRW Kabupaten/Kota, maupun Renstra SKPD. Acuan kebijakan tersebut hendaknya menjadi dasar pada tahapan analisis kebutuhan pengembangan permukiman.

  Analisis kebutuhan dan target pencapaian daerah pengembangan permukiman dapat diuraikan pada tabel 4.9 berikut.

Tabel 6.9 Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman

  

di Perkotaan untuk 5 Tahun

Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun No. URAIAN Unit

  Ket

  

I

II

  III

  IV V Lokasi

  1. Jumlah Penduduk Jiwa Kepadatan Penduduk Jiwa/Km2 Proyeksi Persebaran Jiwa/Km2 Penduduk Proyeksi Persebaran

  Jiwa/Km2 penduduk Miskin

  2. Sasaran Penurunan Ha Kawasan Kumuh

  3. Kebutuhan Rusunawa TB

  4. Kebutuhan RSH Unit

  5. Kebutuhan Pengembangan Kawasan Permukiman baru

Tabel 6.10 Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman

  

di Perdesaan yang Membutuhkan Penanganan Untuk 5 Tahun

No. URAIAN Unit Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Ket

  

I

II

  III

  IV V

  1. Jumlah Penduduk Jiwa Kepadatan Penduduk Jiwa/Km2 Proyeksi Persebaran Jiwa/km2 Penduduk

  2. Desa Potensial untuk Jiwa/Km2 Agropolitan

  3. Desa Potensial untuk Desa Minapolitan

  4. Kawasan Rawan Bencana Desa

  5. Kawasan Perbatasan Kws

  6. Kawasan Permukiman Kws Pulau-Pulau Kecil

  7. Desa Kategori Miskin Desa

  8. Kawasan dengan Kws Komoditas Unggulan

6.1.4 Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman

  Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan

  perkotaan terdiri dari :

  1. pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentuk pengembangan Rusunawa serta 2. peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH. Sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari : 1. pengembangan kawasan permukiman perdesaan untuk kawasan potensial

  (Agropolitan dan Minapolitan), rawan bencana, serta perbatasan dan pulau-pulau kecil 2. pengembangan kawasan pusat pertumbuhan dengan program PISEW (RISE) 3. desa tertinggal dengan program PPIP dan RIS PNPM.

  Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan permukiman dapat berupa kegiatan non fisik seperti penyusunan SPPIP dan RPKPP ataupun review bilamana diperlukan.

  Pengembangan Kawasan permukiman Perkotaan

  Infrastruktur kawasan permukiman kumuh ●●

  Infrastruktur permukiman RSH ●

  Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya ●

  Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan

  Infrastruktur Kawasan Permukiman Perdesaan Potensial (Agropolitan dan Minapolitan) ●●

  Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana ●●

  Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil ●

  Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW) ●

  Infrastruktur perdesaan PPIP ●

  Infrastruktur perdesaan RIS PNPM ● Adapun fungsi dan program pengembangan permukiman tergambar dalam gambar 4.1.

   Sumber: Dit. Pengembangan Permukiman, 2012

Gambar 6.1 Alur Program Pengembangan Permukiman

  Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)

  Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut :

  1. Umum

  Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas ●

  Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra ●

  Kesiapan Lahan (sudah tersedia) ●

  Sudah tersedia DED ●

  Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis kawasan (SPPIP, RPKPP, materplan Kawsan Agropolitan/Minapolitan dan KSK)

  ● Tersedia dana daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah untuk pembiayaan komponen sehingga sistem bisa berfungsi

  ● Ada unit pelaksana kegiatan

  ● Ada lembaga pengelola pasca kontruksi

  2. Khusus

  Rusunawa

  ● Kesediaan Pemda untuk menandatangani MoU

  ● Dalam rangka penanganan kawasan kumuh

  ● Kesanggupan Pemda menyediakan sambungan listrik, air minum dan PSD lainnya

  ● Ada calon penghuni

RIS PNPM

  ● Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM inti lainnya

  ● Tingkat kemiskinan desa > 25 %

  ● Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan BOP minimal 5 % dari BLM

  ● Sudah ada kesepakan dengan Menkokesra

  ● Hasil Pembahasan dengan Komisi V DPR RI

  ● Usulan Bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program Cipta Karya lainnya

  ● Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik

  ● Tingkat kemiskinan desa > 25 %

  PISEW

  ● Berbasis pengembangan wilayah

  ● Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i) Transportasi, (ii) Produksi Pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi, (v) pendidikan serta (vi) kesehatan

  ● Mendukung komoditas unggulan kawasan.

  Selain kriteria kesiapan seperti di atas terdapat beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam pengusulan kegiatan pengembangan permukiman seperti untuk penanganan kawasan kumuh di perkotaan. Mengacu pada UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman kumuh memiliki ciri (1) ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi, (2) ketidaklengkapan prasarana, sarana dan utilitas umum, (3) penurunan kualitas rumah, perumahan dan permukiman serta prasarana, sarana dan utilitas umum, serta (4) pembangunan rumah, perumahan dan permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Lebih lanjut kriteria tersebut diturunkan ke dalam

  PPIP kriteria yang selama ini diacu oleh Ditjen. Cipta Karya meliputi sebagai berikut :

  1. Vitalitas Non Ekonomi

  a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten atau RTRW, dipandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam ruang kota.

  b. Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh dalam hal kelayakn suatu hunian berdsarkan intensitas bangunan yang terdapat didalamnya.

  c. Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang dinilai, mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh berdasarkan kerapatan dan kepadatan penduduk.

  2. Vitalitas Ekonomi Kawasan

  a. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah kota, apakah kawasan itu strategis atau kurang strategis.

  b. Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan dengan faktor ekonomi memberikan ketertarikan pada investor untuk dapat menangani kawasan kumuh yang ada. Kawasan yang termasuk dalam kelompok ini adalah pusat-pusat aktivitas bisnis dan perdagangan seperti pasar, terminal/stasiun, pertokoan atau fungsi lainnya.

  c. Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencarian penduduk kawasan permukiman kumuh.

  3. Status Kepemilikan Tanah a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman.

  b. Status sertifikat tanah yang ada.

  4. Keadaan Prasarana dan Sarana

  a. Kondisi Jalan

  b. Drainase

  c. Air Bersih

  d. Air Limbah

  5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota a. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan kumuh dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan penanganannya.

  b. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana penanganan (grand scenario) kawasan, rencana induk (master plan) kawasan dan lainnya.

6.1.5 Usulan Program dan Kegiatan

a. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman

  Setelah melalui tahapan analisis kebutuhan untuk mengisi kesenjangan antara kondisi eksisiting dengan kebutuhan maka perlu disusun usulan program dan kegiatan terbatasi oleh waktu dan kemampuan pendanaan pemerintah kabupaten/kota. Sehingga untuk jangka waktu perencanaan lima tahun dalam RPI2-JM dibutuhkan suatu kriteria untuk menentukan prioritas dari tahun pertama hingga kelima. Setelah memperhatikan kriteria kesiapan maka dapat dirumuskan usulan program dan kegiatan pengembangan permukiman kabupaten/kota yang disusun berdasarkan prioritasnya seperti tabel 4.11.

Tabel 6.11 Format Usulan dan Prioritas Program Infrastruktur Permukiman

  

Kabupaten Lahat

No. Kegiatan Volume Satuan Biaya (Rp) Lokasi

  1. Program pengembangan jalan

  2. Peningkatan jaringan prasarana dan sarana air bersih

  3. Pengembangan perumahan rakyat

b. Usulan Pembiayaan Pembangunan Permukiman

  Adapun untuk usulan pembiayaan dapat dijabarkan usulan pembiayaan baik dari APBD Kabupaten Lahat, APBD Provinsi, APBN maupun dari masyarakat dan swasta sesuai dengan kemampuan pembiayaan pemerintah Kabupaten Lahat.

Tabel 6.12 Contoh Usulan Pembiayaan Proyek

  No. Kegiatan APBN (Rp x Juta) APBD

  (Rp x Juta)

APBD Kab.

  Lahat

(Rp x Juta)

Masyarakat (Rp x Juta)

  Swasta (Rp x Juta) CSR (Rp x Juta)

  Total (Rp x Juta)

TUJUAN A.

  Memenuhi kebutuhan pengembangan permukiman (sarana dan prasarana dasar 1. permukiman) Terwujudnya permukiman yang layak dalam li ngkungan sehat, aman, serasi dan 2. teratur Mengarahkan pertumbuhan wilayah 3. Menunjang kegiatan ekonomi melalui kegiatan pengembangan permukiman 4.

SASARAN PENGEMBANGAN PERMUKIMAN B.

  Terpenuhinya kebutuhan dasar permukiman 1. Tersedianya perumahan tipe RSH (Rumah Sederhana Sehat) dan 2. RUSUNAWA (Rumah Susun Sederhana Sewa) Terarahnya pertumbuhan wilayah 3.

  Terdorongnya kegiatan ekonomi melalui kegiatan pembangunan 4. permukiman

OUTPUT/KELUARAN PENGEMBANGAN PERMUKIMAN C.

  Lahan siap bangun 1. Tersedianya prasarana & sarana kawasan (jalan, drainase, jaringan air bersih) 2. Tersedianya kawasan permukiman yang sehat 3. Tersedianya RSH dan RUSUNAWA siap huni 4. Tersedianya perumahan untuk mendukukng terselenggaranya perekonomian yang 5. dinamis

  Tersedianya kawasan permukiman skala besar yang terencana secara 6. menyeluruh dan terpadu yang dilaksanakan secara bertahap. Kawasan permukiman te rsusun atas beberapa lingkungan permukiman dan terintegrasi/terpadu dengan lingkungan permukiman yang telah ada di sekitarnya.

  D. PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN

  1. Penyediaan PSD bagi Kawasan RSH

  2. Penataan dan Peremajaan Kawasan

  3. Pembangunan RUSUNAWA

  4. Peningkatan Kualitas Permukiman

  E. PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PERDESAAN

  1. Pengembangan Kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa

  2. Pengembangan Kawasan Agropolitan

  3. Pengembangan Kawasan Eks Transmigrasi atau Kawasan Terpadu Mandiri (KTM)

  4. Penyediaan PS di Pulau Kecil dan Terpencil

  5. Penyediaan PS Kawasan Perbatasan

  6. Penyediaan PS dalam rangka Penanganan Bencana

  F. TARGET PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAANPENYEDIAAN PSD BAGI KAWASAN RSH

  1. Perumahan yang diperuntukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, khususnya PNS/TNI/Polri

  2. Sesuai dengan RTRW dan Renstra Pemerintah Daerah

  3. Dibangun sesuai PP 80/1999 tentang Kasiba dan Lisiba BS

  4. Dukungan PSD dalam pembangunan RSH bagi PNS, TNI/Polri, pekerja masyarakat berpenghasilan rendah

  5. Diprioritaskan pada kawasan skala besar dan yang dapat segera mendorong perkembangan wilayah

  6. Sudah menandatangani MOU antara Pemerintah Daerah dengan Bapertarum

  G. PENATAAN DAN PEREMAJAAN KAWASAN

   Lingkungan permukiman perkotaan yang tidak teratur sehingga menurunkan kualitas lingkungan permukiman perkotaan  Lingkungan p ermukiman sebagai distribusi pergerakan ( trip distribution ) tidak mempunyai keterhubungan (accessible) terhadap infrastruktur perkotaan  Pengembangan kawasan permukiman yang tidak terkendali sehingga berdampak pada lingkungan perkotaan  Penanganan permukiman kumuh yang tidak efektif

H. PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA

  Untuk Rusunawa yang diperuntukan bagi masyarakat berpendapatan rendah :  Sebagai salah satu solusi penanganan kawasan kumuh perkotaan (peremajaan kawasn permukiman perkotaan/urban renewal)  Tidak bisa diharapkan sebagai sumber pendapatan daerah  Hanya dibangun pada lokasi yang memenuhi syara t administratif, fisik, ekologi dan tidak berdampak sosial yang negatif Untuk Rusunawa yang diperuntukan bagi buruh :  Diusulkan apabila sudah menjadi permasalahan bagi daerah setempat  Bukan merupakan bantuan bagi salah satu perusahaan/pabrik  Dibangun di atas tanah Pemda  Dengan persyaratan yang disepakati bersama

I. PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN

   Kabupaten/Kota yang memiliki tingkat keminskinan perkotaan yang tinggi  Kabupaten/Kota yang memiliki komitmen untuk melaksanakan program penanggulangan kemiskinan dan membentuk lembaga permukiman serta melaksanakan proses secara partisipatif

   Kabupaten/Kota yang mengalokasikan dana pendamping NUSSP pada setiap tahun pelaksanaan yang dinyatakan dalam konfirmasi dengan surat resmi oleh Wlikota/Bupati dan disetujui oleh DPRD, sesuain dengan Naskah Perjanjian Hibah dengan Departemen Keuangan menurut kapasitas fiskal yang dimiliki

J. TARGET PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PERDESAAN PENGEMBANGAN KAWASAN TERPILIH PUSAT PENGEMBANGAN DESA (KTP2D)

   Lokasi sasaran adalah Kelurahan/Desa dengan jumlah penduduk miskin lebih dari 35%

  Kawasan-kawasan di perdesaan yang potensial berkembang dan mempunyai nilai  lebih dari kawasan lainnya Mempunyai Desa Pusat dan Desa Hinterland/sekitar yang berkaitan erat, terutama di  bidang ekonomi (Desa Pusat sebagai pengumpul atau pusat pelayanan, Desa

  Hinterland/sekitar sebagai pemasok) Kecamatan dengan jumlah kelurahan yang lebih besar dari jumlah desa sesuai data 

  Podes/BPS Kecamatan yang diusulkan bukan merupakan sasaran Program Pengembangan 

  Kecamatan (PPK) Kondisi fisik lingkungan yang memungkinkan, tidak rawan bencana, strategis  Kondisi sosial dan budaya masyarakat yang kondusif  Sesuai dengan RUTR dan Renstra Kabupaten 

PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN

  Kawasan pertanian yang terdiri dari kota pertanian, desa-desa sentra produksi  pertanian dan desa penyangga yang ada di sekitarnya, yang memiliki fasilitas untuk berkembangnya pertanian industri

PENGEMBANGAN PRASARANA KAWASAN EKS TRANSMIGRASI

  Lokasi sasaran pada kawasn eks Transmigrasi dalam upa ya mengembangkan Kota  Terpadu Ma ndiri (KTM) dan meningkatkan PS di kawasan transmigrasi yang telah berumur di atas 5 tahun (UPT Bina)

  KAWASAN TERPENCIL :

  Kumpulan desa yang diindikasikan terpencil secara berdekatan dan membentuk  batasan tertentu (di luar batas administratif).

Tabel 6.13 Gambaran Umum PSD Permukiman Kabupaten Lahat Tingkat No. Pengelola / PSD Satuan Jumlah Kondisi Pelayanan Ket. (% KK)

  1 MASYARAKAT *) *) *) *) *)

  1. Jalan Lingkungan

  2. Saluran Air Hujan

  3. Prasarana Air Minum

  4. Prasarana Air Limbah

  a. on-site

  b. off-site

  5. PSD Persampahan

  2 SWASTA *) *) *) *) *) (URAIAN 1-5 = MASYARAKAT)

  3 PERUMNAS *) *) *) *) *) (URAIAN 1-5 = MASYARAKAT)

  4 PEMERINTAH *) *) *) *) *)

  1. Jalan Poros (2-5 = MASYARAKAT)

  • ) Dalam Proses Pendataan

6.2. Penataan Bangunan dan Lingkungan

6.2.1. Arah Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

  Penataan bangunan dan lingkungan saat ini menyesuaikan rencana tata ruang wilayah program tahun 2005 – 2015 yang disusun sesuai dengan peruntukan antara lain kawasan permukiman, perkantoran, jasa, pertanian dan perikanan dan lain-lain. Sedangkan kondisi secara rinci tentang penataan bangunan yang ada belum dilakukan. Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undang-undang dan peraturan antara lain:

1) UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

  UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

  2) UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

  UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung.Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:

  a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;

  b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan c. Izin mendirikan bangunan gedung.

  Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan.Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan.Sedangkan, persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah .

  3) PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

  Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung.Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.

  

4) Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan

dan Lingkungan

  Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.

  

5) Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan

Umum dan Penataan Ruang

  Permen PU No: 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta sektor- sektornya.Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi:

  a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman  Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);  Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);  Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman kumuh dan nelayan;  Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman tradisional.

  b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung  Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan lingkungan;  Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung;  Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur; 

  Pelatihan teknis. ,

  c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan

   Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan;  Paket dan Replikasi.

  Lingkup tugas dan fungsi tersebut dilaksanakan sesuai dengan kegiatan pada sektor PBL, yaitu kegiatan penataan lingkungan permukiman, kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara dan kegiatan pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan seperti ditunjukan pada Gambar

  6.2. Sumber : Dit. PBL, DJCK, 2012

Gambar 6.2 Lingkup Tugas PBL

4.2.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan

A. Isu Strategis

  Untuk dapat merumuskan isu strategis Bidang PBL, maka dapat melihat dari Agenda Nasional dan Agenda Internasional yang mempengaruhi sektor PBL. Untuk Agenda Nasional, salah satunya adalah Program PNPM Mandiri, yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai wujud kerangka kebijakan yang menjadi dasar acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Agenda nasional lainnya adalah pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, khususnya untuk sektor PBL yang mengamanatkan terlayaninya masyarakat dalam pengurusan IMB di kabupaten/kota dan tersedianya pedoman Harga Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN) di kabupaten/kota.

  Agenda internasional yang terkait diantaranya adalah pencapaian MDG ’s 2015, khususnya tujuan 7 yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup. Target MDGs yang terkait bidang Cipta Karya adalah target 7C, yaitu menurunkan hingga separuhnya proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum layak dan sanitasi layak pada 2015, serta target 7D, yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020.

  Agenda internasional lainnya adalah isu Pemanasan Global ( Global

  Warming).Pemanasan global yang disebabkan bertambahnya karbondioksida (CO2) sebagai

  akibat konsumsi energi yang berlebihan mengakibatkan naiknya suhu permukaan global hingga 6.4 °C antara tahun 1990 dan 2100, serta meningkatnya tinggi muka laut di seluruh dunia hingga mencapai 10-25 cm selama abad ke-20. Kondisi ini memberikan dampak bagi kawasan-kawasan yang berada di pesisir pantai, yaitu munculnya bencana alam seperti banjir, kebakaran serta dampak sosial lainnya.

  Agenda Habitat juga merupakan salah satu Agenda Internasional yang juga mempengaruhi isu strategis sektor PBL.Konferensi Habitat I yang telah diselenggarakan di Vancouver, Canada, pada 31 Mei-1 1 Juni 1976, sebagai dasar terbentuknya UN Habitat pada tahun 1978, yaitu sebagai lembaga PBB yang mengurusi permasalahan perumahan dan permukiman serta pembangunan perkotaan. Konferensi Habitat II yang dilaksanakan di lstanbul, Turki, pada 3 - 14 Juni 1996 dengan dua tema pokok, yaitu

  "Adequate Shelter for All" dan "Sustainable Human Settlements Development in an Urbanizing World" , sebagai kerangka dalam penyediaan perumahan dan permukiman

  yang layak bagi masyarakat.

  Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis tingkat nasional untuk bidang PBL dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

Tabel 6.14 Isu Strategis sektor PBL di Kabupaten Lahat

  No. Kegiatan Sektor PBL Isu Strategis Sektor PBL

  1. Penataan Lingkungan Permukiman

  a. Peningkatan kualitas lingkungan permukiman

  b. Masih terdapat daerah yang lambat perkembangannya karena kurang tersedianya akses jalan c. Penanggulangan kemiskinan di perkotaan masih belum focus dan terpadu dengan sektor lain d. Masih minimnya ketersediaan sarana pengangkutan dan tempat pembuangan sampah

  2. Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

  a. Belum meratanya pembangunan terutama bangunan pelayanan publik

  b. Masih banyaknya bangunan gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan

  c. Masih ada penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah Negara yang kurang tertib dan tidak efisien d. Masih banyaknya asset Negara berupa tanah dan gedung yang belum teradministrasikan dengan baik

  3. Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

  a. Belum optimalnya penanganan dan pembinaan komunitas masyarakat dan penduduk asli dalam upaya pengentasan kemiskinan b. Rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja

  Kondisi Eksisting