PUTUSNYA PERKAWINAN AKIBAT CERAI GUGAT ISTRI TNI TANPA SURAT IJIN DARI ATASANKOMANDAN SATUAN (Studi Putusan Pengadilan Agama Salatiga No. 0333Pdt.G2010PA.Sal) S K R I P S I Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Huku

PUTUSNYA PERKAWINAN AKIBAT CERAI GUGAT ISTRI TNI

  

TANPA SURAT IJIN DARI ATASAN/KOMANDAN SATUAN

(Studi Putusan Pengadilan Agama Salatiga No. 0333/Pdt.G/2010/PA.Sal)

S K R I P S I

  

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Hukum Islam Oleh :

MUJAIDIN

  

NIM : 21210005

JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARI’AH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

PUTU KEMENTERIAN AGAMA

  INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS SYARI’AH

  Jl.Nakula Sadewa V No.9 Telp.(0298) 3419400 Fax 323433 Salatiga 50722 Website

  

PENGESAHAN

Skripsi Berjudul:

PUTUSNYA PERKAWINAN AKIBAT CERAI GUGAT ISTRI TNI

TANPA SURAT IJIN DARI ATASAN/KOMANDAN SATUAN

  

(Studi Putusan Pengadilan Agama Salatiga No. 0333/Pdt.G/2010/PA.Sal)

  Oleh : Mujaidin

  NIM : 21210005 telah dipertahankan di depan siding munaqasyah skripsi Fakultas Syari‟ah, Institut Agama islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari Sabtu, tanggal 18 April 2015, dan telah dinyatakan memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana dalam hokum Islam

  Dewan Sidang Munaqasyah Ketua Sidang : Dra. Siti Zumrotun, M.Ag.

  ………………....…………….. Sekretaris Sidang : Luthfiana Zahriani, SH.MH.

  ……………………………….. Penguji I : Haryo Aji Nugroho, S.Sos., M.A ……………………………….. Penguji II : Farkhani, S.HI., M.H ………………………………..

  Salatiga, 2015 Dekan Fakultas Syari‟ah Dra. Siti Zumrotun, M.Ag.

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

  “Hidup selalu Berusaha Taqwa kepada Allah SWT, Taat

kepada Rasulullah Muhammad SAW dan Loyal kepada Ulil Amri

serta Takut akan kemiskinan (Miskin Ilmu, Miskin Harta, Miskin

Amal)”

  Skripsi ini kami persembahkan kepada yang terhormat: 1. Komandan dan para pimpinan serta teman-temanku sejawat di Kodim 0714/Slg yang telah mendukung dan mentolerir aktifitasku.

  2. Emakku dan kedua mertuaku yang selalu mendukung, berdoa, dan merestui aktifitasku.

  3. Wabilkhusus istriku yang tercinta dan putraku yang saya banggakan yang selalu menemani, mendukung, merelakan, mendoakan dengan penuh kesabaran demi suksesnya cita-cita saya dalam menitih ilmu.

  4. Temen-temen sekelasku baik Non Reguler maupun Reguler angkatan 2010 yang telah menjadi inspirator, motivator dan penyemangat.

NOTA PEMBIMBING

  Lamp : 4 (empat) eksemplar Hal : Pengajuan Naskah Skripsi Kepada Yth.

  Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga Di Salatiga

  Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

  Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi, maka naskah skripsi mahasisawa: Nama : Mujaidin NIM : 21210005 Judul : PUTUSNYA PERKAWINAN AKIBAT CERAI

   GUGAT ISTRI TNI TANPA SURAT IJIN DARI ATASAN/KOMANDAN SATUAN (Studi Putusan Pengadilan Agama Salatiga No. 0333 / Pdt.G/2010 /PA.Sal).

  Dapat diajukan kepada Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga untuk diujikan dalam sidang munaqasyah. Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan sebagaimana mestinya.

  Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

  Salatiga, 2015 Pembimbing, Luthfiana Zahriani SH, MH NIP. 197608762000032007

PERNYATAAN KEASLIAN

  Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Mujaidin NIM : 21210005 Jurusan : Ahwal Al-Syakhsiyyah Fakultas

  : Syari‟ah Judul Skrpsi : PUTUSNYA PERKAWINAN AKIBAT CERAI GUGAT

  

ISTRI TNI TANPA SURAT IJIN DARI ATASAN/

KOMANDAN SATUAN (Studi Putusan Pengadilan Agama Salatiga No. 0333/Pdt.G/2010/PA.Sal).

  menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

  Salatiga, 2015 Yang menyatakan, Mujaidin NIM: 21210005

  

ABSTRAK

  Mujaidin. 2015. Putusnya Perkawinan Akibat Cerai Gugat Istri TNI Tanpa Surat Ijin Dari Atasan/Komandan Satuan (Studi Putusan Pengadilan Agama Salatiga No.

  0333/Pdt.G/2010/PA.Sal) . Skripsi. Fakultas Syari‟ah. Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyyah.

  Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Luthfiana Zahriani SH, MH. Kata kunci: Cerai Gugat dan Surat Ijin Atasan

  Penelitian ini merupakan upaya menganalisis putusan Pengadilan Agama Salatiga Nomor 0333/Pdt.G/2010/PA.Sal tentang pengajuan gugat cerai seorang istri TNI kepada suami tanpa adanya surat ijin dari atasan/komandan satuan di Salatiga pada tahun 2010.

  Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah prosedur cerai gugat istri terhadap suami anggota TNI di lingkungan kementerian pertahanan?, (2) Apakah akibat hukum yang timbul dan sikap institusi TNI terhadap putusan hakim Pengadilan Agama dalam kasus cerai gugat tanpa memperhatikan surat ijin cerai dari atasan/komandan?, (3) Apakah pertimbangan hakim Pengadilan Agama Salatiga dalam memutus perkara cerai gugat istri (warga sipil) terhadap suami (anggota TNI) tanpa memperhatikan tidak adanya surat ijin cerai dari atasan/komandan satuan?

  Metode penelitian yang digunakan peneliti untuk menjawab rumusan masalah tersebut adalah memakai jenis penelitian kajian pustaka. Adapun pendekatan yang digunakan dengan pendekatan yuridis normatif yakni suatu analisis untuk mengetahui apakah putusan tersebut sudah sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Teknik pengumpulan data dengan cara, yakni: observasi, wawancara, dokumentasi dan studi pustaka. Kemudian dilanjutkan dengan menganalisis hasil temuan tersebut.

  Berdasarkan hasil penelitian, Putusan Nomor 0333/Pdt.G/2010/PA.Sal di Pengadilan Agama Salatiga pada tahun 2010 diperoleh hasil bahwa Prosedur cerai gugat istri terhadap suami anggota TNI diatur dalam UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, Perpang TNI Nomor/11/VII/2007 tanggal 4 Juli 2007 BAB IV tentang cara perceraian yaitu

  Pasal 11. Hakim Pengadilan Agama Salatiga dalam memutus perkara cerai gugat tanpa ada surat ijin dari atasan/komandan satuan institusi TNI ini sudah sesuai dengan prosedur. Surat ijin cerai dari komandan/satuan institusi TNI adalah merupakan hannya sebagai syarat administratif saja. Akibat hukum yang timbul dan sikap institusi TNI terhadap putusan hakim Pengadilan Agama Salatiga adalah mantan suami (anggota TNI) melaporkan ke atasan/institusi sebagai syarat administrasi. Institusi TNI menerima adanya putusan cerai gugat yang telah berkekuatan hukum tetap dari Pengadilan Agama, setelah adanya putusan tersebut tergugat (anggota TNI) diwajibkan untuk mengurus syarat-syarat administrasi yang telah diberlakukan di institusi TNI dengan segala sanksi yang akan dijatuhkan sebagai konsekuensi disiplin militer.

  

ihi KATA PENGANTAR

  Alhamdulillahirabbil‟alamiin puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan inayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini.

  Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan pengikut beliau pada sampai akhir zaman.

  Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan, untuk itu kritik dan saran penulis harapkan untuk sempurnanya penelitian ini. Keberhasilan penyusun penelitian ini, selain atas ridho dari Allah SWT, juga tak lepas dari bantuan, dorongan, dan bimbingan dari semua pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat: 5.

  Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M.Ag., selaku Rektor IAIN Salatiga.

  6. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syari‟ah.

  7. Bapak Sukron Ma‟mun, S.Hi., M.Si. selaku Ketua Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyyah Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga.

  8. Ibu Luthfiana Zahriani SH, MH., Selaku dosen pembimbing dalam penulisan Skripsi.

  9. Bapak dan Ibu dosen serta para civitas akademika lingkungan jurusan Syari‟ah yang telah dengan sabar dan ikhlas membagi ilmunya.

  10. Para Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah memberikan jalan ilmu dan pelayanan.

  11. Komandan dan para pimpinan serta teman-temanku sejawat di Kodim 0714/Slg yang telah mendukung dan mentolerir aktifitasku.

  12. Emakku dan kedua mertuaku yang selalu mendukung, berdoa, dan merestui aktifitasku.

  13. Wabilkhusus istriku yang tercinta dan putraku yang saya banggakan yang selalu menemani, mendukung, merelakan, mendoakan dengan penuh kesabaran demi suksesnya cita-cita saya dalam menitih ilmu.

14. Temen-temen sekelasku baik Non Reguler maupun Reguler angkatan 2010 yang telah menjadi inspirator, motivator dan penyemangat.

  Illahi nasyiku ana fina maruman nantahi bihi ila husnil khitam Penulis Mujaidin

  DAFTAR ISI

  i HALAMAN JUDUL …………………………………………………………. ii HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………….….. iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN.……………………….………………….. iv NOTA PEMBIMBING ……………………..…………………………….….. v PERNYATAAN KEASLIAN …………. .………………………..………….. vi

  ABSTRAK…………………..………………………………………………… viii KATA PENGANTAR………………………………………………………… DAFTAR ISI ix …....……………………………………………………………..

  BAB I.

  1 PENDAHULUAN …….…………………….………………..

  A.

  1 Latar Belakang Masalah ………………………………….

  B.

  6 Penegasan Istilah .…….…………………………………..

  C.

  7 Rumusan Masalah……..…………………………………..

  D.

  8 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

  8 ….………………………..

  E.

  11 Telaah Pustaka …………………………………………….

  F.

  16 Metode Penelitian…………..……………………………..

  G.

  18 Sistematika Penulisan …………………………………….

  BAB II.

  18 TEORI PERCERAIAN.…………………….………………..

  A.

  36 Perceraian Menurut Fiqh…….……………….…………....

  B.

  Perceraian Menurut Perundang-undangan….……………..

  C.

  42 Prosedur Nikah, Talak, Cerai dan Rujuk bagi anggota

  49 TNI/POLRI…………….…………………………………..

  BAB III.

  49 HASIL PENELITIAN...…………………….………………..

  A.

  63 Gambaran Umum Pengadilan Agama Salatiga..................

  B.

  Administrasi Berperkara di Pengadilan Agama Salatiga ...

  C. Putusan Pengadilan Agama No.

  67 Ringkasan 0333/Pdt.G/2010/PA.Sal.....................................................

  D.

  Prosedur Cerai Gugat Istri Terhadap Suami Anggota TNI Menurut PERMENHAN No. 23 Tahun 2008 Tentang Perkawinan, Perceraian dan Rujuk Bagi Pegawai Di

  71

  Menjatuhkan Putusan Mengabulkan Permohonan Cerai

  77 Gugat………………………………………………….…..

  F.

  Akibat Hukum Yang Timbul Dari Sikap Institusi TNI Terhadap Putusan Hakim Pengadilan Agama No.

  0333/Pdt.G/2010/PA.Sal Dalam Kasus Cerai Gugat Tanpa ix Memperhatikan Surat Ijin Cerai Dari

  78 Atasan/Komandan………………………..……………….

  ANALISIS TENTANG PUTUSNYA PERKAWINAN AKIBAT BAB IV. CERAI GUGAT ISTRI TNI TANPA SURAT IJIN DARI

  80 ATASAN/KOMANDAN SATUAN……………………………....

  80 A. Prosedur Cerai Gugat Istri Terhadap Suami Anggota TNI..

  B.

  Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Salatiga Dalam Memutus Perkara Cerai Gugat Istri (Warga Sipil) Terhadap Suami (Anggota TNI) Tanpa Memperhatikan Tidak Adanya Surat Ijin Cerai Dari Atasan/Komandan

  84 Satuan……………………………………………………..

  C.

  Akibat Hukum Yang Timbul dan Sikap Institusi TNI Terhadap Putusan Hakim Pengadilan Agama Dalam Kasus Cerai Gugat Tanpa Memperhatikan Surat Ijin Cerai Dari

  92 Atasan/Kom andan……………………………………

  96 BAB V. PENUTUP………….....…………………….………………..

  96 A. Kesimpulan ……………………………………………….

  97 B. Saran ……………………………………………………...

  98 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………... LAMPIRAN-LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan hal yang sakral dan diagungkan oleh keluarga

  yang melaksanakannya. Perkawinan merupakan perpaduan instink manusiawi antara laki-laki dan perempuan di mana bukan sekedar memenuhi kebutuhan jasmani, lebih tegasnya perkawinan adalah suatu perkataan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan, dalam rangka mewujudkan kebahagiaan berkeluarga yang diliputi rasa ketentraman serta kasih sayang dengan cara diridhoi oleh Allah SWT. Sebagai firman Allah SWT dalam surat Ar-Ruum Ayat 21 :

    

  Artinya : “Dan diantara tanda-tanda (Kemaha Besaran)-Nya adalah bahwa dia menciptakan jodoh-jodohmu sendiri agar merasa tenang bersama mereka dan Dia menciptakan rasa cinta kasih diantara kamu. Sesungguhnya di dalam hal itu terdapat tanda-tanda kemaha besaran Allah

  SWT bagi orangorangyang mau berfikir”

  (Departemen Agama RI,2000) Kehidupan berkeluarga tidak selalu harmonis yang diangankan, pada kehidupan kenyataan.Bahwa memelihara, kelestarian dan keseimbangan hidup bersama suami isteri bukanlah perkara yang mudah dilaksanakan.Bahkan banyak di dalam hal kasih sayang dan kehidupan harmonis antara suami isteri itu tidak dapat diwujudkan.Kadang kala pihak isteri tidak mampu menanggulangi kesulitan-kesulitan tersebut, sehingga perkawinan yang didambakan tidak tercapai dan berakhir dengan perceraian.

  Di dalam melakukan perceraian seorang suami mempunyai hak talak sepihak secara mutlak.Pengadilan juga menerima gugatan perceraian yang disebut cerai gugat, hal ini atas inisiatif isteri bukan karena ditalak suaminya.Sedangkan cerai talak adalah percerian atas kehendak suami dan bukan atas inisiatif isteri. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan

  Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam (KHI), menyebutkan alasan perceraian dari huruf a sampai huruf f, kecuali tambahan dua huruf g dan h, ada hal yang menyebutkan, bahwa alasan yang dapat dijadikan istri dalam mengajukan gugatan perceraian adalah salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan yang berat yang membahayakan pihak lain yang juga merupakan salah satu bentuk kekerasan dalam rumah tangga dan dapat menjadi penyebab dari perselisihan dan percekcokkan beda pendapat yang terjadi dalam rumah tangga. Selain itu, suami jarang memberikan nafkah uang belanja kepada istrinya tidak memenuhi kewajibannya sebagai seorang suami yang baik dalam membina rumah tangga harmonis.

  Bagi Pegawai Negeri Sipil atau TNI yang akan melakukan perceraian telah diatur dalam PP Nomor 10 tahun 1983 dan PP Nomor 45 Tahun 1990 tentang ijin perkawinan dan perceraian bagi PNS. Mahkamah Agung RI juga sudah mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.5 Tahun 1984 tentang Petunjuk Pelaksanaan PP No.10 Tahun 1983.SEMA tersebut atasannya.Apabila tenggang waktu itu berakhir dan PNS tersebut melanjutkan perkaranya, maka hakim diharuskan memberi peringatan kepada yang bersangkutan merujuk pada PP No.10 Tahun 1983 yang memuat sanksi-sanksi pemberhentian sebagai PNS.

  Bagi anggota TNI telah dikeluarkan edaran Peraturan Panglima TNI No.Perpang/11/VII/2007 tentang Tata Cara Pernikahan, Perceraian dan Rujuk bagi Prajurit.Dalam peraturan tersebut tidak memberikan tenggang waktu, namun ijin atasan bagi prajurit TNI merupakan suatu keharusan.Saat ini Mahkamah Agung RI belum mengambil sikap untuk mengganti SEMA Nomor 5 Tahun 1984 tersebut.Persoalan cerai prajurit memang mendapat perhatian khusus.Pasalnya, perceraian seorang prajurit TNI dapat mempengaruhi performa yang bersangkutan di lapangan. Keutuhan rumah tangga akan berpengaruh pada kinerja prajurit, hal ini yang kerap menjadi pertimbangan komandan ketika akan memberikan ijin perceraian.

  Pada dasarnya, prosedur perkawinan dan perceraian bagi anggota militer/Tentara Nasional Indonesia (TNI) ditegaskan dalam Pasal 63 ayat 1

  

Sehingga,

  apabila pasangan tersebut beragama Islam, maka permohonan cerai dimohonkan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman termohon, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 66 ayat 2

  

Sedangkan, apabila

  beragama selain Islam gugatan cerai diajukan ke Pengadilan Negeri yang

  Untuk dapat melakukan perceraian, harus ada cukup alasan bahwa suami isteri tidak lagi dapat hidup rukun sebagai suami isteri sebagaimana ditegaskan dalam Pasal Selain alasan tersebut, khusus bagi Pegawai (Pegawai Negeri Sipil/PNS dan anggota TNI) yang hendak bercerai, sebenarnya harus mendapat ijin dari Pejabat yang berwenang (Pasal 9 ayat 1 Peraturan Menteri Pertahanan No. 23 Tahun 2008 tentang Perkawinan, Perceraian dan Rujuk Bagi Pegawai di Lingkungan Departemen Pertahanan).

  Dalam hal istri warga sipil yang ingin mengajukan gugatan perceraian, maka gugatan perceraian terhadap suami disampaikan langsung ke Pengadilan Negeri/Pengadilan Agama (Pasal 14 ayat 1 PERMENHAN No. 23 Tahun 2008).Apabila suaminya sebagai anggota TNI wajib menyampaikan kepada pejabat yang berwenang perihal adanya gugatan cerai yang diajukan terhadapnya (Pasal 14 ayat 2 PERMENHAN No. 23 Tahun 2008). Selanjutnya, dalam Pasal 14 ayat 3 PERMENHAN No. 23 Tahun 2008 dinyatakan bahwa dalam hal pegawai digugat melalui pengadilan, atasan yang berwenang wajib memberikan pembelaan.

  Mendasarkan pada Pasal 25 ayat 3 Undang-Undang No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dalam perkara perceraian dinyatakan bahwa Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman mengenai perkara perdata tertentu, termasuk dalam menangani perkara perceraian maka tidak ada lagi masalah tentang kewenangan, hukum acara asas hukum acara peradilan agama, hakim wajib menggali setiap perkara yang diajukan kepadanya dan hakim tidak boleh menolak perkara dengan dalih hukum kurang atau tidak jelas, melainkan wajib memeriksa dan mengadili.Dalam perkara perceraian hakim dapat memutus lebih dari yang diminta oleh pemohon karena jabatannya (Arto, 1998:13).

  Penelitian pendahuluan yang dilakukan penulis pada tanggal 14 Mei 2014 di Pengadilan Agama Salatiga diperoleh keterangan, bahwa amar putusan perceraian Pengadilan Agama Salatiga hanya berisi : 1.

  Mengabulkan gugatan penggugat sebagaian.

  2. Menjatuhkan talak satu bain sughro tergugat.

  3. Menghukum tergugat untuk membayar kepada penggugat mut‟ah sunah berupa uang.

  4. Menetapkan anak penggugat dan tergugat berada dalam asuhan dan pemeliharaan penggugat sebagai ibunya.

  5. Menghukum tergugat untuk membayar nafkah anak yang diasuh penggugat setiap bulan sampai anak tersebut dewasa.

  6. Tidak dapat diterima gugatan penggugat untuk selain dan selebihnya.

  Komposisi amar putusan cerai talak/cerai gugat yang diputus oleh Pengadilan Agama Salatiga di atas hanyalah murni sebagai putusan perceraian sehingga cakupan putusan yang menetapkan adanya perlindungan hukum akibat perceraian. Menelaah Putusan Pengadilan Agama Salatiga No. 0333/Pdt.G/2010 mengenai perkara cerai gugat yang ditetapkan pada tanggal 17 Februari 2011 sebenarnya permohonan yang diajukan oleh komandan satuan. Berawal dari sinilah penulis tertarik untuk membahas dengan judul PUTUSNYA PERKAWINAN AKIBATCERAI GUGAT

  ISTRI TNI TANPA SURAT IJIN DARI ATASAN/KOMANDAN SATUAN (Studi Putusan Pengadilan Agama Salatiga No. 0333/Pdt.G/2010/PA.Sal) B.

   Penegasan Istilah

  Agar tidak terjadi kesalahan dalam pemahaman, maka penulis akan menguraikan mengenai maksud atau arti dari istilah yang dipakai oleh penulis dalam penulisan judul skripsi ini, antara lain: 1.

  Putusnya perkawinan yaitu istilah hukum yang digunakan dalam UU Perkawinan untuk menjelaskan “Perceraian” atau berakhirnya hubungan antara seorang laki

  • – laki dengan perempuan yang selama ini hidup sebagai suami istri. Dalam fiqh menggunakan istilah furqah. Penggunaan istilah putusnya perkawinan harus hati
  • – hati, karena untuk pengertian perkawinan yang putus itu dalam istilah fiqh digunakan kata ba-in, yaitu satu bentuk perceraian yang suami tidak boleh kembali lagi kepada mantan istrinya kecuali dengan melalui akad yang baru. Ba-in merupakan satu bagian atau bentuk dari perceraian, sebagai lawan pengertian dari perceraian dalam bentuk

  raf‟iy, yaitu bercerainya suami dengan istrinya

  namun belum dalam bentuknya yang tuntas, karena dia masih mungkin kembali kepada mantan istrinya itu tanpa akad nikah baru selama istrinya masih berada dalam iddah atau masa tunggu. Setelah habis masa tunggu itu ternyata dia tidak kembali kepada mantan istrinya, baru perkawinannya dikatan putus dalam arti sebenarnya, atau yang disebut ba

  ‟in (Soemiyati,

  1986:128). Jadi Perceraian yaitu perpisahan, putusnya hubungan suami istri (Kartasapoetra, 1992:119).

2. Akibat yaitu sesuatu yang menjadi kesudahan atau hasil dari pekerjaan (W.J.S. Poerwadarminta, 1982:15).

  3. Cerai gugat yaitu perceraian yang disebabkan oleh adanya suatu gugatan lebih dahulu oleh salah satu pihak kepada Pengadilan dan perceraian itu terjadi dengan suatu putusan Pengadilan. Adapun tata cara gugatan perceraian ini ketentuannya diatur dalam Peraturan Pelaksanaan yaitu Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 di dalam pasal 20 sampai dengan pasal 36 (Soemiyati, 1986:131-134).

C. Rumusan Masalah

  Mendasarkan pada beberapa permasalahan yang timbul, penulis dapat merumuskan masalah yang akan dijadikan sebagai pokok pembahasan, sebagai berikut: 1.

  Bagaimanakah prosedur cerai gugat istri terhadap suami anggota TNI di lingkungan kementerian pertahanan ?

  2. Apakah pertimbangan hakim Pengadilan Agama Salatiga dalam memutus perkara cerai gugat istri (warga sipil) terhadap suami (anggota TNI) tanpa memperhatikan tidak adanya surat ijin cerai dari atasan/komandan satuan? 3. Apakah akibat hukum yang timbul dan sikap institusi TNI terhadap putusan hakim Pengadilan Agama dalam kasus cerai gugat tanpa memperhatikan surat ijin cerai dari atasan/komandan?

D. Tujuan dan Kegunaan

  Sesuai dengan pokok permasalahan di atas maka tujuan dari penelitian ini, sebagai berikut:

  1. Untuk mengetahui prosedur cerai gugat di lingkungan TNIdi lingkungan kementerian pertahanan.

  2. Untuk mengetahui akibat hukum yang timbul dan sikap institusi TNI terhadap putusan hakim Pengadilan Agama dalam kasus cerai gugat tanpa memperhatikan surat ijin cerai dari atasan/komandan.

  Adapun kegunaan dari penyusunan penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi penulis untuk menambah wawasan di bidang hukum, khususnya dalam hal tata cara permohonan perceraian lingkungan TNI melalui Pengadilan Agama Salatiga.

  2. Untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana di bidang Hukum Islam (Syari'ah).

E. Telaah Pustaka

  Penelitian yang kami lakukan berlokasi di Kantor Pengadilan Agama Salatiga dan Korem 073/Mkt Salatiga, menguraikan dan menjelaskan tentang putusnya perkawinan akibat cerai gugat yang diajukan oleh istri TNI tanpa surat ijin dari atasan/komandan satuan. Dalam hal ini membahas tentang prosedur cerai gugat di lingkungan TNI, akibat hukum yang timbul dan sikap institusi TNI terhadap putusan hakim tanpa memperhatikan surat ijin dari

  Penelitian yang sedang dikaji sebenarnya pernah diteliti oleh peneliti lain sebelumnya. Adapun penelitian yang setara dengan peneliti sebelumnya adalah sebagai berikut :

  Penelitian yang dilakukan oleh Sulistyowati NIM 21100027 Progdi Ahwalul Al Syakhsiyyah STAIN Salatiga, yang berjudul Putusnya Hubungan

  

Perkawinan Atas Gugatan Cerai Pihak Istri (Studi Analisis Terhadap Putusan

  Pengadilan Agama Temanggung Tahun 2002-2003) Penelitian ini berisi tentang tujuan penelitian, metode penelitian dan hasil penelitian.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui alasan perceraian di Pengadilan Agama Temanggung, melalui Tiga fokus penelitian yaitu pertama tentang bagaimana perceraian menurut hukum Islam. Kedua, Bagaimana proses penyelesaian perkara gugat cerai pihak istri di Pengadilan Agama Temanggung. Ketiga, Bagaimana pandangan hokum Islam terhadap putusan Pengadilan Agama Temanggung mengenai cerai gugat.Metode penelitian yang digunakan adalah yurisprudensi dengan pendekatan normatif. Hasil penelitian ini adalah bahwa proses penyelesaian permohonan gugat cerai pihak istri di Pengadilan Agama Temanggung dilakukan sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku, dalam melakukan prosesitu sampai pada memutuskan perkara dan pandangan Hukum Islam terhadap putusan Pengadilan Agama Temanggung mengenai cerai gugat yaitu bahwa istri yang meminta talak kepada suami tanpa alasan yang dibenarkan adalah perbuatan tercela sebagai dinyatakan dalam suatu hadits yang artinya “ Manakala istri menuntut cerai dari suaminya, maka haram baginya bau surga ”.

  Penelitian yang dilakukan oleh Siti Nurul Midayanti tahun 2012

  

PP No. 10 Tahun 1983 jo PP No. 45 Tahun 1990 tentang Izin Perceraian bagi

PNS di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2010 . Penelitian ini berisi tentang

  tujuan penelitian, metode penelitian dan hasil penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kasus perceraian di Pengadilan Agama Salatiga tahun 2010, melalui Tiga fokus penelitian yaitu Pertama tentang bagaimana gambaran kasus perceraian di Pengadilan Agama Salatiga tahun 2010. Kedua, apakah alasan perceraian PNS di Pengadilan Agama Salatiga. Ketiga, bagaimana implementasi PP No. 10 tahun 1983 jo PP No. 45 tahun 1990 dalam kasus perceraian PNS di Pengadilan Agama Salatiga. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan yuridis empiris, Dengan hasil penelitian bahwa Surat Ijin dari atasan yang termuat dalam PP No. 10 Tahun 1983 jo PP No. 45 Tahun 1990 dalam kasus perceraian PNS di Pengadilan Agama Salatiga bisa diganti dengan Surat Keterangan yang dibuat oleh penggugat PNS. Surat ini berisi tentang kesediaannya menanggung segala resiko yang akan ia dapat setelah terjadinya perceraian.

  Penelitian yang dilakukan oleh Tri Yunianto NIM.21209004 Progdi Ahwalul Al Syakhsiyyah STAIN Salatiga 2014, yang berjudul Proses

  

Perceraian Anggota Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat / TNI-AD

(Studi Kasus di Korem 073/Makutarama Salatiga Tahun 2010-

2012) .Penelitian ini berisi tentang tujuan penelitian, metode penelitian dan

  hasil penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tata cara mengajukan permohonan ijin cerai di lingkungan TNI AD dan untuk mengetahui kebijakan Danrem 073/Mkt terkait dengan proses perceraian tentang bagaimana tata cara mengajukan permohonan ijin cerai di lingkungan TNI AD, bagaimana kebijakan Danrem 073/Mkt terkait dengan proses perceraian anggota Korem 073/Mkt dan bagaimanakah jika praktek perceraian anggota Korem 073/Mkt ada yang menyimpang dari peraturan yang ada. Adapun hasil penelitiannya adalah dengan adanya dua tindakan istri prajurit yang mengajukan gugatan perceraian langsung ke Pengadilan Agama, hal ini menimbulkan kesan bahwa yang bersangkutan tidak menghargai pimpinan dan bertentangan dengan Peraturan Panglima TNI No. 11/VII/2007 Bab IV

pasal 11. F. Metode Penelitian

  1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini didasarkan pada penelitian hukum yang dilakukan dengan memakai pendekatan normatif-yuridis.Pendekatan normatif adalah suatu penelitian yang didasarkan pada suatu ketentuan hukum Islam yaitu Al-

  Qur‟an dan Hadits serta fenomena yang terjadi di lapangan.Pendekatan yuridis adalah pendekatan dengan didasarkan pada tata aturan perundang- undangan yang berlaku di Indonesia.

  Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yurisprudensi.Penelitian yurisprudensi termasuk dalam jenis penelitian kajian pustaka. Penelitian yurisprudensi adalah penelitian yang mengkaji tentang putusan-putusan Hakim atau Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan dibenarkan oleh Mahkamah Agung sebagai Pengadilan hukum tetap. Tidak semua putusan hakim tingkat pertama atau tingkat banding dapat dikategorikan sebagai yurisprudensi, kecuali putusan tersebut sudah melalui proses eksaminasi dan notasi Mahkamah Agung dengan rekomendasi sebagai putusan yang telah memenuhi standar hukum yurisprudensi.

  2. Sumber Data a.

  Data Primer Data primer adalah data utama yang diperoleh dari sumber-sumber primer, yaitu sumber asli yang memuat informasi atau data tersebut berupa kata-kata, tindakan, selebihnya sumber data tertulis seperti dokumen (Moleong. 2008:157). Macam-macam data primer sebagai berikut:

  1) Dokumen

  Dokumen artinya barang-barang tertulis seperti buku-buku, majalah, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya (Arikunto, 2010:201).Dokumen biasanya dibagi atas dokumen pribadi dan dokumen resmi (Moleong, 2008:217). Dalam penelitian ini setiap tahun tertulis data-data di Pengadilan Agama Salatiga yang berkaitan dengan penelitian seperti : buku register perkara perceraian, berita acara perceraian dan putusan perceraian.

  Dokumen utama yang diperlukan dalam penelitian ini adalah putusan perceraian yang di mana putusan tersebut suadh incrah karena setelah putusan, tidak ada lagi upaya banding.

  2) Informan atau Responden

  Informan atau responden adalah orang yang bisa memberikan informasi dan keterangan tentang suatu fakta atau pendapat dalam bentuk tulisan (Arikunto, 2010:188), yaitu berupa jawaban lisan melalui wawancara atau jawaban tertulis melalui angket (Arikunto, 2010:172).

  Informan dalam penelitian ini adalah Ketua majelis hakim Pengadilan Agama Salatiga dan Wakil Penitera Pengadilan Agama Salatiga.

  b.

  Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber yang bukan asli memuat informasi atau data dalam penelitian.Sumber data sekunder dapat berupa buku atau majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi (Moleong, 2008:159).

  3. Prosedur Pengumpulan Data

  a. Observasi Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan jalan pengamatan secara langsung mengenai obyek penelitian dengan menggunakan seluruh alat indra. Observasi dapat dilakukan dengan tes, kuesinoer, rekaman gambar, rekaman suara (Arikunto,

  Pengadilan Agama Salatiga dan khususnya pada ketua Pengadilan Agama Salatiga.

  b. Dokumentasi Dokumentasi adalah mengumpulkan data mengenai hal-hal atau variable yang berupa buku-buku, majalah, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian (Arikunto, 2010:201), benda-benda peninggalan seperti prasasti dan simbol-simbol (Arikunto, 2010: 202).

  Dokumentasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengambilan data tentang perceraian oleh majelis hakim di Pengadilan Agama Salatiga dengan perkara pengajuan cerai gugat seorang istri TNI yaitu dalam salinan putusan No. 0333/Pdt.G/2010/PA.SAL 0356/Pdt. G/2011/PA.SAL.

  c.

  Wawancara (Interview) Wawancara (interview) adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2008:186)untuk memperoleh informasi dari terwawancara atau interviewee (Arikunto, 2002:132).Dalam hal ini penulis melakukan wawancara dengan Ketua Pengadilan Agama, Ketua majelis hakim, Wakil Panitera Pengadilan Agama Salatiga.

  4. Analisis Data

  Analisis data adalah suatu cara yang dipakai untul menganalisa

  (data analysis) dan mengolah data yang sudah terkumpul, sehingga dapat

  diambil suatu kesimpulan yang kongkrit tentang permasalahan yang diteliti dan dibahas (Arikunto. 2010:278).

  Metode analisis data yang digunakan adalah metode komparatif.Metode komparatif disebut juga penelitian komparasi yaitu menemukan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan dan membandingkan persamaan atau perbedaan tersebut terhadap pandangan orang, group atau negara, terhadap kasus, terhadap orang, peristiwa ataupun ide-ide (Arikunto, 2010:310).

  Dalam penelitian ini yang dikomparatifkan adalah putusan-putusan Hakim atau Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan dibenarkan oleh Mahkamah Agung sebagai Pengadilan kasasi, atau putusan Mahkamah Agung yang sudah berkekuatan hukum tetap.

  Sebagai bahan analisis data adalah UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan; KHI; PP No. 9 tahun 1975; UU No. 7 tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 tahun 2006 dan perubahan kedua dengan UU No. 50 tahun 2009 jo Pasal 14 s.d 36 PP No. 9 tahun 1975.

  5. Tahap-Tahap Penelitian Setelah peneliti menentukan tema dan judul yang akan diteliti, kemudian peneliti melakukan tahapan observasi pendahuluan ke

  Selanjutnya bertanya pada panitera tentang perkara perceraian khususnya perkara cerai gugat istri TNI di Pengadilan Agama Salatiga secara praktek. Tahapan berikutnya adalah melakukan wawancara dengan Ketua majelis hakim perkara tersebut.

G. Sistematika Penulisan

  Untuk mempermudah pembahasan dan pencapaian ide serta tema dalam penelitian ini maka penulis menyajikan skripsi ini dengan sistematika, sebagai berikut:

  Bab I Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, penegasan istilah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, telaah pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan

  BAB IIberisi teori perceraian meliputi: Perceraian menurut fiqh yang diantaranya membahas tentang pengertian, dasar hukum, bentuk-bentuk perceraian, sebab-sebab terjadinya perceraian, serta akibat perceraian. Kemudian perceraian menurut perundang-undangan baik menurut UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, PP No. 9 tahun 1975, KHI dan PERMENHAN No. 23 Tahun 2008 yang diantaranya membahas tentang pengertian, sebab dan alasan perceraian, tata cara perceraian serta akibat perceraian.

  Bab III Penelitian di Pengadilan Agama Salatiga yang berisi tentang prosedur cerai gugat istri terhadap suami anggota TNI menurut PERMENHAN No. 23 Tahun 2008 tentang perkawinan, perceraian dan rujuk timbul dari sikap institusi TNI terhadap putusan hakim Pengadilan Agama No. 0333/Pdt.G/2010/PA.Sal dalam kasus cerai gugat tanpa memperhatikan surat ijin cerai dari atasan/komandan, pertimbangan permohonan perkara perceraian: alasan permohonan perceraian, bantuan hukum, amar putusan Pengadilan Agama Salatiga.

  Bab IV Analisis putusnya perkawinan akibat cerai gugat istri terhadap suami TNI yang berisi tentang upaya-upaya menurut hukum Islam dan peraturan lain yang bersangkutan, upaya perlindungan hukum akibat perceraian diwujudkan dalam putusan pengadilan agama Salatiga dan pertimbangan hakim Pengadilan Agama Salatiga dalam menegakkan upaya permohonan cerai gugat.

  Bab V Penutup yang berisi tentang kesimpulan, saran-saran dan penutup. Daftar Pustaka dan Lampiran.

BAB II TEORI PERCERAIAN A. Perceraian menurut Fiqh

  1. Pengertian Perceraian Secara bahasa talak (perceraian) bermakna melepas, mengurai, atau meninggalkan, melepas atau mengurangi tali pengikat, baik tali pengikat itu riil atau maknawi seperti tali pengikat perkawinan (Supriatna, 2009:19). Menurut Abdurrahman al-Jaziri dalam Kitab Al-

  Fiqh „ala al- Madzahib Al- ) talaq menurut istilah adalah: Arba‟ah ةعبرلاا بهاذملا ىلع هقفلا )

  ظٍ وْ ةُ وْ زَ ظٍ وْفزَلاِب اِهلًلزَ ةُا زَ وْقةُ وْأ زَا زَ نِّللا ةُةزَلازَساِا Menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi pelepasan ikatannya dengan menggunakan lafaz khusus

  ” (Al-Jaziri, 1972:861) Menghilangkan akad perkawinan maksudnya mengangkat akad perkawinan sehingga istri sudah tidak halal lagi bagi suami, seperti talak yang sudah tiga kali.Mengurangi pelepasan ikatan perkawinan maksudnya berkurangnya hak talak yang berakibat berkurangnya pelepasan istri, yaitu dalam talak raj‟i dapat mengurangi pelepasan istri (Supriatna, 2009:20). Perceraian adalah kata-kata Indonesia yang umum dipakai dalam pengertian yang sama dengan talak dalam istilah fiqh yang berarti bubarnya hubungan nikah (Harjono, 1987:234).

  Oleh karena itu, jiwa peraturan tentang perceraian dalam hukum Islam senantiasa mengandung pendidikan, yakni pendidikan untuk tidak perkawinan sesuatu yang berusia kekal dan abadi untuk selama hidup.Hanya kematian sajalah hendaknya satu-satunya sebab yang menjadi alasan bagi berpisahnya laki-laki dan wanita yang sudah menjadi satu kesatuan sebagai suami istri.Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa perceraian atau talak merupakan berakhirnya hubungan suami istri dengan kata-kata tertentu yang bermakna memutuskan tali perkawinan serta mempunyai akibat bagi suami istri tersebut.

  2. Dasar Hukum Perceraian Tentang hukum perceraian ini para ahli fiqh berbeda pendapat dalam menetapkan hukum perceraian. Pendapat yang paling benar di antara semua itu adalah yang menyatakan bahwa perceraian itu “terlarang”, kecuali karena alasan yang benar. Mereka yang berpendapat seperti ini adalah golongan Hanafi dan Hambali. Alasannya yaitu:

  : ظٍا زَ وْ اِ ظٍاالَّأزَ لَّ ةُ ةُالله زَ زَعزَل زَمزَلزَسزَأ اِهوٍْزَلزَع الله ىزَلزَص اِالله ةُل وْ ةُس زَر زَل زَق Rasulullah saw. bersabda: “Allah melaknat tiap-tiap orang yang suka merasai dan bercerai.” (Maksudnya: suka kawin dan cerai).

  Ini disebabkan bercerai itu kufur terhadap nikmat Allah.Sedangkan kawin adalah salah satu nikmat dan kufur terhadap nikmat adalah haram.Jadi tidak halal bercerai, kecuali karena darurat.Darurat yang membolehkan cerai yaitu bila suami meragukan kebersihan tingkah laku istri, atau sudah tidak memiliki cinta dengan suami.Tetapi jika tidak ada alasan apapun berarti kufur terhadap nikmat Allah dan jahat kepada istri, maka karena itu dibenci dan terlarang.

  Golongan Hambali menjelaskan secara terperinci tentang hukum talak dalam Islam adalah wajib, haram, mubah dan sunnah (Thalib, 1993:99):

  a. Talak wajib Hukumnya talak wajib ada dua macam yaitu pertama talak yang dijatuhkan oleh hakam (penengah) karena perpecahan antara suami istri sudah sedemikian rupa dan menurut hakam talaklah jalan keluar yang paling baik sebagai upaya penyelesaian perselisihan antara suami istri (Sabiq, 1980:9).

  Kedua, talak wajib dijatuhkan oleh hakim ketika suami bersumpah illa‟ dan telah berlalu empat bulan tetapi suami tidak mau kembali kepada istrinya dengan membayar kafarah sumpah lebih dahulu dan istri akan mendapatkan madharat (Supriatna, 2009:24). Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Q.S Al-Baqarah: 226-227

  





226. kepada orang-orang yang meng-ilaa' isterinya diberi tangguh empat