TESIS Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Dalam Bidang Ilmu Agama Islam

TESIS Diajukan

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Magister Dalam Bidang Ilmu Agama Islam

Oleh : Jazim Hamidi NPM : 02.2.00.1.05.01.0038.

KONSENTRASI TAFSIR-HADIS

SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1428 H / 2007 M SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1428 H / 2007 M

PERSETUJUAN DEWAN PENGUJI

Tesis dengan judul : " AL-HIKMAH DALAM AL-QUR'AN DAN AKTUALISASINYA DALAM PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK ", yang ditulis oleh Jazim Hamidi, dengan Nomor Pokok Mahasiswa : 02.2.00.1.05.01.0038, telah diajukan dan dipertahankan di hadapan dewan penguji pada hari Kamis, tanggal 4 Oktober 2007 M ( 23 Ramadhan 1428

H ) dan telah disempurnakan sebagaimana mestinya. Selanjutnya, tesis ini dapat diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Dua.

NO NAMA

TGL

TTD

1. Dr. Sri Mulyati, MA ( Ketua Sidang / Penguji )

2. Prof. Dr. Masykuri Abdillah, MA ( Penguji )

3. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA ( Penguji )

4. Dr. Faizah Ali Syibromalisi, MA ( Pembimbing / Penguji ) 4. Dr. Faizah Ali Syibromalisi, MA ( Pembimbing / Penguji )

SURAT PERNYATAAN

Tesis yang berjudul " AL-HIKMAH DALAM AL-QUR'AN DAN AKTUALISASINYA DALAM PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK " ini, adalah hasil karya saya sendiri kecuali kutipan yang disebutkan sumbernya Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya. Dan apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan dalam tulisan ini, maka hal itu menjadi tanggung jawab saya sepenuhnya.

Jakarta, 3 Januari 2008 Penulis

Jazim Hamidi NPM : 02.2.00.1.05.01.0038

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, yang telah menganugerahkan kepada manusia potensi-potensi dasar agar mampu bersyukur kepada-Nya, yakni dengan senantiasa mengasahnya sehingga mampu memahami dan mengamalkan ayat-ayat Allah demi kemaslahatan umat. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW., keluarga, para sahabat, serta seluruh pengikut setianya sampai hari kiyamat.

AL-QUR'AN DAN AKTUALISASINYA DALAM PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK ini adalah dimaksudkan untuk mengungkap makna penting Al-Hikmah yang sering kali disalahartikan atau disalahpahami, yang justru menghilangkan makna pentingnya sebagai hukum kemasyarakatan.

Tesis dengan

Penelitian ini bukanlah akhir perjalanan akademis penulis tapi justru ini merupakan titik awal untuk melakukan kajian kajian lain di bidang keagamaan yang lebih berbobot. Dalam proses penulisan tesis ini, penulis merasa berhutang budi kepada semua pihak yang telah mengulurkan bantuan, baik moril maupun materiil, sehingga penyusunan tesis ini dapat selesai dengan baik. Oleh karena itu, penulis perlu menyampaikan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya secara khusus kepada :

1. Bapak Direktur Pascasarjana dan Ketua Program Studi Tafsir Hadis, yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama penulis melakukan studi di Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Bapak Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, MA selaku ketua konsentrasi tafsir Hadis di Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, atas motivasi dan dukungan tiada hentinya yang diberikan kepada penulis, sehingga bisa diselesaikannya tesis ini.

3. Ibu Dr. Faizah Ali Syibromalisi, MA. Yang telah memberikan arahan, nasehat dan bimbingan serta koreksian terhadap tesis ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

4. Ibu Dr. Sri Mulyati, MA, Bapak Prof. Dr. Masykuri Abdillah, Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA. Sebagai dewan penguji, yang telah memberikan koreksian dan masukan yang sangat berharga dalam sidang ujian tesis, serta dalam proses revisi.

5. Bapak Pimpinan perpustakaan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan perpustakaan ICC Jakarta yang telah memberikan banyak waktu, yang memungkinkan penulis bisa memperoleh referensi yang diinginkan.

6. Para dosen, khususnya dilingkungan Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan informasi-informasi ilmiah yang sangat bermanfaat bagi penulis.

7. Kepada Direktur L-SiQ ( Lingkar Studi al-Qur'an ), Dr. Ahmad Husnul Hakim, MA. Yang banyak memberikan masukan atas tulisan ini, sehingga penulis bisa menyeleseikannya sampai ahir.

8. Kepada para dermawan yang telah memberikan beasiswa kepada penulis pada program pasca sarjana UIN SYAHID Jakarta, terutama kepada ( alm.) KH. Masyhuri Syahid, MA., ( alm ) Dr. Tjipto Sumartono MSc. Sp.B.Onk. (Taghammadahumâ Allâh bi rahmatihî wa as-salâmah ).

9. Kepada semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu, khususnya kepada kedua orang tua penulis, ayahanda kami (Alm) Saeful Islam dan ibunda Wasilah.yang telah memberikan bimbingan pertama dan utama, hingga penulis bisa menyeleseikan studinya. Juga kepada kakanda tercinta Drs. Nur Rofiq, MA., Siti Sa'adah dan adinda Muhammad Arwani yang selalu memberingan dorongan dan semangat penulis untuk menimba ilmu pengetahuan.

8. Dan tentu tidak mungkin penulis lupakan, peran aktif istri tercinta, Fatimatuzzahra, dan buah hati kami tercinta Iffa Madania Hamid yang secara tulus dan tanpa kenal lelah mendampingi penulis selama melaksanakan studi, juga proses penulisan tesis ini. Akhirnya, sebagai kajian ilmiah, penulis sangat menyadari keterbatasan kemampuan

penulis, oleh karenanya penulis sangat berharap adanya kritikan yang kontruktif agar kajian ini tidak kehilangan nilai-nilai kebenarannya. Dan kepada semua pihak yang telah membantu penulis, baik moril maupun materiil, penulis hanya bisa mendo'akan semoga Allah memberikan balasan yang setimpal. Jazâhum Allâh ahsan al-jazâ'. Amin.

Jakarta, 3 Januari 2008 Jazim Hamidi Jakarta, 3 Januari 2008 Jazim Hamidi

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB - LATIN

ة = ah/at

Vokalisasi

Vokal Pendek

Vokal Panjang

Diftong

biyy ( pada ahir kata ) ّﻮﺑ buww ( pada ahir kata )

Kata Sandang

Huruf Syamsiyyah → mis : ﺲﻤﺸﻟا = asy-syams

ءﺎﻤﺴﻟا = as-sama'.

Huruf Qamariyyah → mis. : ﻢﻠﻘﻟا = al-qalam

ﻞﯿﻔﻟا = al-fîl.

Syâddah

Syâddah( ّ ) → misalnya : ّﺮﺒﻟا = al-barru Husus lafazh ﷲا artikel لا tidak ditulis al, melainkan ditulis sebagaimana lazimnya dalam tulisan Bahasa Indonesia, Allah. Dan apabila digabungkan dengan nama seseorang atau kata yang lain, maka cara penulisannya disambungkan. Misalnya kata ; ﷲا ﺪﺒﻋ = ’Abdullâh, ﷲا ﻞﯿﺒﺳ = sabîlillâh

Singkatan

swt : Subchânahu wa Ta’âlâ saw : Shallâ Allah 'Alaihi wa Sallam

h. : halaman QS. : al-Qur‘ân Surat t.p. : tanpa penerbit t.t. : tanpa tahun M : Masehi

H : Hijriyyah

w. : wafat w. : wafat

ABSTRAKSI

Kata hikmah adalah lafald yang sudah dikenal secara luas oleh masyarakat. Dalam percakapan sehari-hari, kita sering mendengar komentar , " Semua itu ada hikmahnya.. ", untuk merespons suatu kejadian. Kata hikmah pada kalimat tersebut mempunyai makna faedah dari sebuah peristiwa. Atau hikmah diartikan juga dengan kesaktian ( kekuatan gaib ) sebagaimana yang terdapat di dalam Kamus besar Bahasa Indonesia. Namun bila dikaitkan dengan pengertian lafal al-hikmah yang tertuang dalam al-Qur'an, kedua pengertian tersebut tidaklah tepat makna.

Sesuai dengan makna dasarnya ( hakamah ), lafal al-hikmah yang tertuang di dalam al-Qur'an lebih mengacu kepada makna bagaimana mengendalikan sesuatu, mengatur sesuatu termasuk di dalamnya mengatur diri dan orang lain serta mencegahnya dari berberbuat kerusakan dan kezaliman. Maka tugas hukûmah ( government ) yang seakar dengan kata al- hikmah , mempunyai fungsi mengatur dan mengelola pemerintahan dan tidak kalah pentingnya bagaimana mengambil kebijakan publik yang dilandasi nilai-nilai al-hikmah .

Dengan melihat redaksi-redaksi yang digunakan al-Qur'an untuk menjelaskan lafal al- hikmah, bisa diketahui bahwa hikmah mempunyai dua sifat pokok dari perspektif cara perolehannya, yaitu hudhûriyy ( knowledge by presence ) dan hushûliyy (acquired knowledge - kasbiyy ). Hudhûriyy artinya hikmah merupakan anugerah yang Allah berikan kepada hamba-Nya, yang secara langsung menukik pada esensi ( dzât ) obyek yang diketahui dan terbebar ( secara langsung ) pada diri subyek, baik melalui media wahyu maupun ilham. Hushûliyy artinya pengetahuan yang eksisitensi obyek tidak secara langsung terbebar atau tersaksikan oleh subyek, tetapi subyek menangkapnya melalui perantara ( santiran konseptual - akal ) yang merepresentasikan obyek ( peran aktif subyek )..

Namun demikian bukan berarti hikmah yang bersifat hudhûriyy diperoleh tanpa melalui perantara konseptual, dalam arti tanpa ada upaya aktif subyek. Hal itu dibuktikan dengan hadirnya wahyu pertama kali ( iqra' ), didahului oleh upaya Nabi saw untuk ber- tahannuts di gua Hirâ' sehingga wahyu dari Allah turun kepadanya. Demikian juga sebaliknya hikmah yang bersifat hushûliyy, walaupun peran santiran konseptual atau peran Namun demikian bukan berarti hikmah yang bersifat hudhûriyy diperoleh tanpa melalui perantara konseptual, dalam arti tanpa ada upaya aktif subyek. Hal itu dibuktikan dengan hadirnya wahyu pertama kali ( iqra' ), didahului oleh upaya Nabi saw untuk ber- tahannuts di gua Hirâ' sehingga wahyu dari Allah turun kepadanya. Demikian juga sebaliknya hikmah yang bersifat hushûliyy, walaupun peran santiran konseptual atau peran

akal sangat dominan, akan tetapi pengetahuan yang pertama kali ditangkap oleh akal bersifat hudhûriyy alias pemberian dari Allah swt. Hal ini dibuktikan ketika Nabi Adam as bisa mengetahui dan menyebutkan nama-nama obyek di alam semesta ini adalah ta'lîm dari Allah swt.

Dalam konteks hikmah yang dikaitkan dengan pengambilan kebijakan publik, agar dapat diperoleh kebijakan-kebijakan yang benar, tepat guna dan tepat sasaran yang mengedepankan keadilan sosial bagi seluruh rakyat ( Indonesia ), maka sebagai pihak yang mempunyai wewenang dalam tata kelola pemerintahan, pemerintah harus berupaya secara optimal untuk merumuskan kebijakan, menyusunnya sesuai dengan skala prioritas, dan mengelola kebijakan secara integral dengan menjadikan nilai-nilai al-hikmah sebagai

landasan dalam setiap langkahnya, termasuk melakukan doa ( istikhârah ) sehingga melahirkan kebijakan yang berpihak pada kepentingan umat dan kebijakan yang berkeadilan sosial, yang memperoleh lindungan dan ridla Allah swt.

ix

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN DEWAN PENGUJI ii SURAT PERNYATAAN

iii KATA PENGANTAR

iv PEDOMAN TRANSLITERASI

vi ABSTRAKSI

vii DAFTAR ISI

ix BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah

C. Tujuan dan Signifikansi Penulisan

D. Metode dan Langkah-Langkah Penelitian

E. Sistematika Pembahasan

BAB II : TINJAUAN UMUM MAKNA AL-HIKMAH

A. Pengertian al-Hikmah dalam Literatur Arab

B. Pengertian Lafal-Lafal al-Hikmah dalam al-Qur'an

1. Kelompok Ayat-Ayat Makkiyyah

2. Kelompok Ayat-Ayat Madaniyyah

3. Spirit Makna al-Hikmah Berdasarkan

Periodesasinya 59

C Unsur-Unsur yang Membentuk al-Hikmah

1 Keadilan ( Al-‘Adl)

2. Ilmu Pengetahuan ( Al-‘Ilm )

3. Hukum ( Al-Hukm )

4. Akal ( Al-'Aql )

5. Matang ( Ar-Rusyd)

6. Adil ( Al-Qisth )

BAB III : HAKEKAT AL-HIKMAH DALAM AL-QUR'AN DAN ASPEK-ASPEK YANG TERKAIT DENGAN MAKNANYA

A. Hakekat al-Hikmah dalam al-Qur'an

1. Ilmu Hudhûriyy

- Melalui Wahyu

- Melaui Ilham ( Intuisi Positif )

2. 102 Ilmu Hushûliyy

B. Aspek-Aspek yang Terkait Dengan Makna al-Hikmah 116

1. Aspek Ibadah

2. Aspek Mu'âmalah :

a. Aspek Sosial

b. Aspek Pendidikan

c. Aspek Ekonomi

d. Aspek Politik

BAB IV : AKTUALISASI NILAI-NILAI AL-HIKMAH DALAM PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

A. Aplikasi Makna al-Hikmah dalam Pengambilan Kebijakan 177

1. Motivasi yang Lurus

2. Akurasi dalam Pengambilan Keputusan

( Musyawarah Mufakat )

3. Menjunjung Tinggi dan Menghayati Nilai-Nilai Yang

Disepakati

B. Harapan-harapan yang ingin dicapai dari Kebijakan yang Dilandasi al-Hikmah

190

1. Tercapainya Keadilan dan Kesejahteraan

191

2. Terciptanya Stabilitas Nasional

193

3. Terwujudnya Masyarakat Madani

196

BAB V : KESIMPULAN 203 DAFTAR PUSTAKA

206

BAB I PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG MASALAH

Al-Qur'an adalah wahyu yang orisinalitasnya mendapat garansi langsung dari Allah swt. 1

Sebagai sebuah kitab suci, al-Qur'an diturunkan oleh Allah swt sebagai guidance ( hudan ) bagi manusia agar bisa keluar dari kondisi kegelapan ( zhulumât )

menuju cahaya ( nûr ). 2 Dengan demikian al-Qur'an bisa dikatakan sebagai kitab

pedoman hidup bagi manusia untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan di alam baka.

Kandungan al-Qur'an mencakup berbagai aspek kehidupan umat manusia, walaupun terkadang tidak disajikan secara mendetail dan sistematis layaknya sebuah karya ilmiah. Pembahasan berbagai aspek kehidupan di dalam al-Qur'an, dimaksudkan agar manusia menyadari akan eksistensi dirinya, untuk apa dia diciptakan dan dihadirkan ke dunia ini dan juga sebagai sarana untuk mengakui akan adanya realitas tunggal Yang

Maha Kuasa atas segala yang kuasa. 3

1 Lihat QS. Al-Hijr / 15 : 9. " Sesungguhnya Kami yang menurunkan al-Qur'an dan Kami pula yang menjaganya " . Bentuk penjagaan Allah di dalam ayat ini diungkapkan dalam redaksi jama' (

Mutakallim ma' al-ghair ). Hal ini bisa dipahami bahwa penjagaan atau pemeliharaan tersebut melibatkan pihak lain. Oleh karena itu orisinalitas al-Qur'an juga tergantung pada concern umat Islam itu sendiri. Sebab banyak pihak yang mempertanyakan bahkan meragukan keotentikan al-Qu'an sebagai kitab wahyu, hususnya dari kalangan orientalis. Namun tuduhan ini disanggah oleh seorang pakar hadist kontemporer yang mendedikasikan dirinya pada penelitian mengenai sejarah penulisan al-Qur'an. M.M. Azami telah memberikan bukti yang kuat atas otentisitas al-Qur'an., ( lebih jelasnya lihat M.M Azami, Sejarah Teks al- Qur'an dari Wahyu sampai Kompilasi : Kajian Perbandingan dengan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru , diterjemahkan oleh Sohirin Solihin dkk.dari The History of The Qur'anic Text from Revelation to Compilation : A Comparative Study with the Old and New Testaments , ( Jakarta : Gema Insani, 2005 ).

2 Ibrahim / 14 : 1 ; " …Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan izin Tuhan mereka, ( yaitu ) menuju jalan

Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji ".

Nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur'an bersifat universal, sehingga ia selalu aktual dan kandungan maknanya tidak akan pernah lekang karena panas dan tak lapuk karena hujan. Ia tidak akan pernah habis digali maknanya melalui tinta-tinta penelitian

oleh para pemerhatinya. 4 Berbagai upaya dilakukan untuk menguak kandungan al-Qur'an dengan

pendekatan metode, corak dan gaya penulisan yang sangat beragam. Tadabbur al-Qur'an tersebut telah mewariskan hazanah peradaban yang gemilang sebagaimana yang dilukiskan oleh Abdullah Darrâz ; al-Qur'an laksana intan yang setiap sudutnya

memancarkan cahaya yang berbeda dengan cahaya yang terpancar dari sudut yang lain, dan tidak mustahil jika anda mempersilakan orang lain untuk memandanginya, maka ia

akan melihat banyak lagi cahaya dari pada yang anda lihat 5 . Di antara pesan-pesan al-Qur'an yang dipandang penting dan signifikan untuk

dibahas adalah lafal al-hikmah yang sering diartikan dengan sikap yang bijak atau bijaksana. Lafal al-hikmah secara umum dipahami sebagai pengetahuan tentang berbagai akibat yang timbul dari sebuah perbuatan . Sebagaimana pesan al-Qur'an untuk mengajak

umat manusia mengikuti prinsip-prinsip ajaran yang benar dengan cara al-hikmah : 6

3 Mahmûd Syaltût di dalam bukunya : al-Islâm : 'Aqîdah wa Syarî'ah ( Mesir : Dâr asy-Syurîq : 2001 ), menjelaskan bahwa pokok-pokok ajaran al-Qur'an meliputi tiga persoalan : :1. Aqidah dan

keimanan, 2. Budi pekerti yang luhur untuk diamalkan baik sebagai individu maupun masyarakat, dan ahlak tercela untuk dijauhi karena berakibat pada jatuhnya harkat kemanusiaanya, 3. al-Wa'du wa al-Wa'îd : janji dan ancaman

4 " Katakanlah wahai Muhammad : ' Seandainya lautan dijadikan tinta untuk menuangkan kandungan kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh lautan itu akan habis ( terlebih dahulu ) sebelum habis (

ditulis ) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun kami datangkan tambahan sebanyak itu ( pula )' ". QS. Al- Kahfi / 18 : 109

5 Kalimat ini dinukil oleh M. Quraisy Syihab dalam bukunya : Membumikan al-Qur'an, Fungsi dan Peranan Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Mizan 1993, h. 72

6 Lihat Q.S. an-Nahl ; 125 " Serulah ( wahai Muhammad ) kepada jalan Tuhanmu dengan al- hikmah dan pengajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang terbaik. Sesungguhnya

Metode dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah saw dalam menghadapi manusia yang

beraneka ragam peringkat dan kecenderungannya untuk menyampaikan risalah Allah swt. paling tidak tiga metode yang diterapkan yang disesuaikan dengan sasaran dakwah. Terhadap cendekiawan yang memiliki pengetahuan yang tinggi diperintahkan menyampaikan dakwah dengan hikmah yakni berdialog dengan kata-kata yang bijak sesuai dengan tingkat kepandaian mereka. Terhadap kaum awam, diperintahkan untuk menerapkan mau'izhah hasanah yakni memberikan nasehat dan perumpamaan yang menyentuh jiwa sesuai dengan taraf hidup mereka yang sederhana. Sedangkan terhadap

Ahl al-Kitâb dan penganut agama lain, yang diperintahkan adalah jidâl ( perdebatan dengan cara terbaik ) yaitu dengan logika dan retorika yang halus, lepas dari kekerasan

dan umpatan. 7 Inti dari dakwah adalah pencerahan, sebagaimana fungsi kehadiran al-Qur'an

sebagai cahaya hidup 8 , yaitu upaya untuk merombak situasi dari dzulumât ilâ an-nûr baik dalam tataran individu maupun tataran sosial ( kolektif ). Tujuan dari dakwah adalah

merubah keadaan masyarakat dari peradaban jahiliyyah menuju masyarakat madani, dari masyarakat statis menjadi masyarakat dinamis dan inovatif, dari masyarakat jumud menjadi masyarakat yang kritis, peduli, awarness, care dan sense of belonging terhadap sesama, menghindarkan mafsadah ( kerusakan ) dan mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan, dari keterbelakangan menuju masyarakat modern dan berperadaban. Dari kemelaratan menuju masyarakat sejahtera, adil dan makmur.

Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk ".

7 Lihat M. Quraisy Syihab, Tafsir al-Mishbah, ( Jakarta : Lenetera Hati, 2001 ), volume 7, h.386.

8 "Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran ( Muhammad dengan mu'jizatnya ) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang ( al-Qur'an sebagai

guidance ) ". ( Q.S. al-Mâ'idah ; 174 )

Tentunya untuk mewujudkan itu semua dibutuhkan pengetahuan dan wawasan komprehensif terhadap persoalan yang dihadapi, mengena kepada kebenaran berdasar ilmu. Dan putusan yang diambil haruslah dilakukan dengan tindakan dan cara yang bebas dari kesalahan atau kekeliruan. Itulah metode al-hikmah yang ditawarkan oleh al-Qur'an yang mengedepankan cara dan putusan argumentatif yang menghasilkan kebenaran yang tidak diragukan, tidak mengandung kelemahan, tidak juga kekaburan.

Secara historis sudah dicontohkan bagaimana mengambil sebuah kebijakan publik yang tepat dan akurat, oleh Shâhib asy-Syarî'ah Muhammad saw. sebagai pengemban

risalah Allah swt sebagaimana kebijakan yang diterapkan ketika beliau dan para

9 sahabatnya mendapatkan harta fai' 10 dalam ghazwah Hunain , Beliau bagikan kepada al-Mu'allafah Qulûbuhum 11 ( orang-orang yang disejukkan hatinya ), dan tidak

memberikan bagiannya kepada sahabat Anshâr. Hal ini dijelaskan oleh hadis yang diriwayatkan oleh 'Abdullah ibn Zaid ibn 'Ăshim : 12

9 Harta Fai' adalah harta yang didapatkan dari non muslim bukan disebabkan karena peperangan. Lihat Tafsîr al-Kasysyâf karya Abû al-Qâsim Mahmûd ibn 'Umar az-Zamakhsyariyy pada surat al-Hasyr ayat 6. CD Tafsir.

10 Perang Hunain adalah perang yang terjadi setelah Fath Makkah, dilatarbelakangi oleh dendam beberapa suku yang mengelilngi Makkah al-Mukarramah setelah kota tersebut dikuasai oleh kaum muslimin. Pasukan suku-suku kafir tersebut dikomandani oleh Mâlik ibn 'Ăuf an-Nashriyy. Hunain adalah sebuah lembah di dekat perkampungan Dzî al-Majâz yang berjarak lebih dari sepuluh mil dari kota Makkah. Lihat ar-Rahîq al-Makhtûm Bahts fî as-Sîrah an-Nabawiyyah 'alâ Shâhibihâ Afdhal ash-Shalâh wa as-Salâm , karya Shafiyy ar-Rahmân, Dâr al-Hadîts, al-Madînah al-Munawwarah, Cet.ke-19, 2007. h.356

11 Al-Mu'allafah Qulûbuhum adalah kelompok manusia yang mendapatkan hak atas zakat disebabkan karena keislaman baru mereka, sebagaimana kebijakan yang Nabi saw terapkan dengan memberikan bagian ghanîmah Hunain kepada Shafwân ibn Umayyah setelah dia masuk agama Islam ( orang yang berbalik menjadi sahabat yang menjadikan Nabi saw sebagai manusia yang paling ia cintai setelah sebelumnya adalah manusia yang paling ia benci –Lihat Hadits riwayat Muslim dan at-Tirmidziyy bab zakat ). Lihat Tafsîr ibn Katsîr, karya Ismâîl ibn Katsîr al-Qurasyiyy ad-Dimisyqiyy pada surat at- Taubah ayat 60. CD Tafsir.

12 Hadis riwayat al-Bukhâriyy, urutan ke 3985, CD hadis

'Abdullah ibn Zaid ibn 'Ăshim berkata : Ketika Allah swt memberikan farta fai' kepada Rasul-Nya saw. pada peperangan Hunain, Beliau membagikannya kepada al-Mu'allafah Qulûbuhum ( beberapa orang Arab yang baru masuk agama Islam seperti Shafwân ibn Umayyah ) tetapi tidak memberikannya kepada sahabat al-Anshâr sedikitpun, seakan- akan mereka sudah mendapatkan bagian karena mereka tidak memperoleh apa yang sudah didapatkan orang lain. Kemudian Rasulullah saw bersabda : " Wahai para sahabat al-Anshâr sekalian.., Bukankah aku mendapati kalian dalam kesesatan kemudian Allah memberikan petunjuk kepada kalian melalui perantara diriku, kalian juga sebelumnya berpecah belah ( bermusuhan ) kemudian Allah mempersatukan hati kalian lewat perantara aku, juga kalian dulu dalam kemelaratan lalu Allah memberiakan kepada kalian kekayaan juga karena perantara aku ". Kemudian ketika Rasulullah saw mengatakan sesuatu, para sahabat tersebut berkata : " Allah dan Rasul-Nya lebih bisa dipercaya ". Lalu Rasulullah saw bersabda : " Lalu apa yang menghalangi kalian memenuhi ( perintah) Rasulullah saw ? ". Perawi ('Abdullah ibn Zaid ibn 'Ăshim ) berkata : Setiapa Rasululah saw bersabda, para sahabat al-Anshâr tersebut menimpalainya dengan perkataan : " Allah dan Rasul-Nya lebih bisa dipercaya ". Kemudian Rasulullah saw bersabda : " Jika kalian menghendaki, kalian akan berkata "

Engkau wahai Nabi saw ( dulu ) datang kepada kami begini begitu…. 13 ", Apakah kalian puas jika orang lain pergi membawa kambing dan unta sedangkan kalian pulang

bersama Nabi saw menuju kendaraan kalian, seandainya tidak ada hijrah maka aku ingin menjadi seseorang dari sahabat Anshâr, andai manusia melewati sebuah lembah

13 Dalam sebuah Hadis yang diriwayatkan oleh al-Imâm Ahmad ibn Hanbal dijelaskan bahwa makna kadzâ wa kadzâ adalah mengingatkan jasa kaum Anshâr kepada Nabi saw seperti : ketika Nabi saw didustakan oleh orang-orang kafir, sahabat Anshar yang membenarkannya, ketika Rasulullah mendapatkan hinaan maka merekalah yang menolongnya, ketika Nabi saw diusir dari tanah airnya maka merekalah yang melindunginya dan ketika Rasulullah saw dalam kepapaan, maka merekalah yang mencukupinya. Lihat Musnad Ahmad ibn Hanbal, hadis ke 11305. CD Hadis al-Kutub at-Tis'ah.

14 dan bukit maka aku akan melewati lembah dan bukit sahabat Anshâr . Orang-orang

Anshâr adalah simbol ( lambang bagi Islam ), sedangkan manusia kebanyakan tertutupi ( terselimuti ). Sungguh kalian akan menemukan kesan yang terpuji setelahku, maka bersabarlah sampai kalian menemuilku di telaga ( surga ) ".

Kebijakan berupa pembagian harta fai' kepada sekelompok orang-orang Arab yang baru masuk Islam tersebut, dimaksudkan untuk memperkuat Islam dan al-Qur'an mensyariatkannya dalam surat at-Taubah : 60 sebagai kelompok yang mendapatkan hak

atas pembagian harta zakat. 15 Lalu mengapa kelompok Anshâr yang lebih dekat dengan Nabi saw dan lebih lama dalam melakukan perjuangan bersama beliau saw., justru tidak

diberikan bagian harta fai' ? Inilah kecemerlangan seorang pimpinan negara sekaligus utusan Allah sawt. dalam mengambil kebijakan yang menyangkut orang-orang

terdekatnya ( sahabat Anshâr yang diwakili oleh Sa'd ibn 'Ubâdah 16 ). Justru terhadap orang-orang yang kedudukannya lebih dekat ( tinggi ) dengan-nya, beliau saw. tidak

memberikan hak lebih ( fasilitas-fasilitas ) dibanding orang-orang yang baru masuk Islam tersebut yang merupakan representasi dari kelompok akar rumput ( rakyat kebanyakan ). Beliau jelaskan kepada para al-Anshâr tersebut bahwa ada yang lebih berharga dari

14 Dalam Musnad Ahmad ditambahkan doa Raulullah saw kepada sahabat Anshâr : " Ya Allah sayangilah al-Anshâr dan anak cucu mereka ". Kemudian para sahabat itu menangis atas doa yang dipanjatkan untuk mereka, dan hati mereka menjadi puas atas pembagian fai' ( kebijakan ) yang Rasulullah terapkan.

15 Muhammad Husain Haikal, Umar bin Khattab, alih bahasa : Ali Audah, Lentera AntarNusa, Jakarta, Cetakan ke-4, h. 744. Bandingkan kebijakan Nabi saw. tersebut dengan kebijakan penerusnya, al- Khalîfah 'Umar ibn al-Khaththâb, yang menerapkan kebijakan sebaliknya dalam persoalan yang sama menyangkut hak oaring-orang ( Arab ) yang disejukkan hatinya ( al-Mu'allafah Qulûbuhum ), di antaranya adalah 'Uyainah ibn Hisn dan Aqra' ibn Hâbis. Sesudah Islam kuat, 'Umar memandang tidak perlu lagi memberikan bagian zakat kepada mereka, walaupun Nabi saw dan Khalîfah pendahulunya Abû Bakr ash- Shiddîq memberikannya. Terbukti ketika beliau naik menjadi Khalîfah, kedua orang yang pernah diberikan bagian zakat tersebut datang menghadapnya, dengan membawa surat yang pernah diberikan Khalîfah Abû Bakr untuk mendapatkan haknya. Tetapi surat tersebut dirobek oleh 'Umar dengan mengatakan ; " Allah sudah memperkuat Islam dan tidak memerlukan kalian. Kalian tetap dalam Islam atau hanya pedang yang ada ". Tetapi pada waktu yang lain 'Umar memberlakukan lagi ketentuan tersebut, tergantung pada keadaan ( situasi ) terbukti beliau juga memberikan bagian zakat kepada Hormuzan ( kelompok mu'allaf ) ketika ia datang ke kota Madinah untuk menjadi Muslim. Lihat referensi yang sama, Umar bin Khattab, h. 743-744.

16 Musnad Ahmad, hadis ke-11305, CD al-Kutub at-Tis'ah 16 Musnad Ahmad, hadis ke-11305, CD al-Kutub at-Tis'ah

Kebijakan yang tepat sekaligus berkeadilan juga diterapkan Nabi saw.dalam aspek hukum pidana Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Shafwan bin Umayyah dicuri pakaiannya oleh seseorang. Kemudian dia menangkap pelakunya dan

membawanya kepada Rasulullah saw. Beliau memerintahkan untuk memotong tangan pencuri tersebut, tetapi Shafwan memaafkan, maka Nabi saw bersabda : ﺄﺗ نأ ﻞﺒﻗ ﻚﻟذ نﺎﻛ ﻼﻫ

ﻪﺑ ﻲﻨﯿﺗ 17 : Seharusnya ini ( pemaafan ) sebelum engkau membawanya kepadaku. Nabi saw. menolak memberikan maaf kepada seorang pencuri setelah diajukan ke pengadilan,

walau pemilik harta telah memaafkannya. Kebijakan Nabi saw. yang lain dalam urusan pidana ( jarîmah ) adalah sebuah kasus yang melibatkan seorang laki-laki dari golongan Anshâr, bernama Thu'mah ibn 'Ubairiq dari Bani Dhafar ibn al-Hârits. Ia telah mencuri sebuah perisai tetangganya sendiri yang bernama Qatâdah ibn Nu'mân. Persisai itu berada dalam kantong yang berisi tepung, kemudian ia menyembunyikannya di rumah seorang Yahudi bernama Zaid ibn as-Samîn. Ternyata kantong tempat perisai itu bocor. Ketika orang yang memiliki perisai itu mengetahui telah kehilangan perisainya, maka ia mencarinya di rumah Thu'mah, dan memang tidak ditemukan di tempatnya, bahkan Thu'mah bersumpah : " Demi Allah aku tidak mengambilnya, dan aku tidak tahu menahu tentang itu ". Setelah mencari semalam suntuk, melalui petunjuk adanya ceceran tepung, mereka menemukan perisai itu di rumah

17 HR. Imam Ahmad, at-Tirmidzi dan an-Nasâ'i.

Zaid ibn as-Samîn ( Yahudi tersebut ). Kontan saja dia terkena tuduhan pencurian. Tentu saja Yahudi itu menolak, dan mengatakan kalau yang yang menitipkan perisai itu adalah Thu'mah dan disaksikan oleh banyak orang ( warga Yahudi ). Kemudian kasus itu diadukan keluarga Thu'mah ( Bani Dhafar ) kepada Rasulullah saw, dan mereka membelanya dengan mengatakan : " Jika engkau ( wahai Nabi ) tidak berbuat ( membela kami ) sungguh celakalah saudara kami, dan Yahudi itu akan bebas lagi tersohor ". Rasulullah saw hampir saja terpengaruh oleh argumentasi yang dibangun oleh mereka, kalau tidak diperingatkan oleh al-Qur'an. Bahkan beliau hampir menjatuhkan sanksi

kepada Yahudi, akan tetapi beliau dibimbing oleh Allah swt. Untuk menjatuhkan hukuman yang benar atas perkara di atas, walaupun sepintas putusan hukuman tersebut merugikan sahabat Anshâr dan menguntungkan Yahudi. Akan tetapi hukum tidak mengenal kelas dan golongan, artinya hukum tidak boleh diintervensi oleh kepentingan suku, golongan maupun agama. Keputusan yang tidak berpihak walaupun harus mengorbankan kelompoknya tersebut adalah hikmah yang Allah anugerahkan kepada

Nabi saw. 18 Tentunya peristiwa di atas adalah sebuah nikmat yang besar yang Allah ajarkan

serta anugerahkan kepada Rasul-Nya, sekaligus teguran kepada orang-orang yang meragukan putusan Rasulullah saw, bahwa Allah memelihara beliau dari kesalahan. Sekiranya bukan karena anugerah dan rahmat Allah, maka banyak di antara manusia munafik berkeinginan keras untuk menyesatkan Muhammad saw, yaitu menjerumuskannya dalam kesalahan, seperti menjatuhkan hukuman kepada orang

18 Kasus ini yang melatarbelakangi turunkannya ayat al-Qur'an : ﺎﻤﯿﺼﺧ ﻦﯿﻨﺋﺎﺨﻠﻟ ﻦﻜﺗ ﻻو ( an-Nisâ' ; 105 ) : " Dan janganlah kalian menjadi penantang ( orang-orang yang tidak bersalah ), karena ( membela ) orang-orang yang hianat ". Lihat Abî al-Hasan 'Aliyy ibn Ahmad al-Wâhidiyy an-Naisâburiyy, Asbâb an- Nuzûl, Dâr al-Fikr, Beirut, 1994, h. 100. Lihat juga Q.S. an-Nisâ' : 113

Yahudi atas tuduhan mencuri perisai. Tetapi kehendak Allah berkata lain, siapapun yang berkeinginan keras untuk menjerumuskan Rasulullah saw, mereka tidak akan pernah mampu menjerumuskannya ke dalam bahaya, bahkan sebenarnya yang mereka

jerumuskan adalah diri mereka sendiri. 19 Anugerah Allah kepada Nabi Muhamad saw berupa ketepatan dalam

menyeleseikan persoalan di atas apakah hanya berlaku bagi dirinya sebagai utusan Allah atau juga bisa dicontoh oleh umatnya ?. Apakah kebijakan beliau tersebut sebuah hikmah yang pure dari Sang Khâliq ( taken for granted ), atau diusahakan oleh Rasulullah

sendiri. Dengan kata lain apakah hikmah bersifat hushûliyy atau hudhûriyy atau kedua- duanya ? Persoalan-persoalan seperti inilah yang akan diangkat penulis dalam tesis ini.

Dalam tata cara pengambilan sebuah keputusan baik skala individual, regional maupun skala nasional, dari lingkungan keluarga sampai negara, mungkin tidak ada prinsip atau pandangan dasar yang sedemikian didambakan umat manusia sepanjang sejarahnya melebihi keputusan yang bijaksana. Istilah bijaksana adalah terjemahan umum

dari lafal Arab al-hikmah yang mempunyai makna di antaranya tepat dan akurat. 20 Untuk mencapai tahap kearifan, sikap bijak atau wisdom diperlukan sebuah kemampuan

untuk berbuat adil yang mempunyai pikiran dasar keseimbangan (al-mizan) yaitu sebuah sikap tidak berlebihan ( berada di antara dua ekstrim kanan dan kiri ). Juga dengan pengetahuan yang menyeluruh dan seimbang ( tidak pincang atau parsial ) tentang suatu

masalah. 21

19 Lihat juga kaitan kisah di atas dengan kongklusi Q.S. an-Nisâ' : 113

20 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al Munawwir, PP. al-Munawwir Krapyak Yogyakarta, 1984.

21 Keadilan sebagai hukum Kosmos, Harian Republika, terbit 5 Januari 2006.

Dalam konteks kekinian, jika kita perhatikan kehidupan secara mikro dan sederhana setiap hari banyak kita temukan problema kehidupan yang menuntut sikap bijak dari masing-masing individu. Misalnya, ketika kita terjebak di jalan yang macet yang nota bene menjadi ciri kota-kota besar, rasa jengkel hampir menghampiri semua pengguna kendaraan. Setiap orang saling berebut karena merasa paling berhak dan benar untuk berada di depan mendahului yang lain. Sikap menghargai dan menghormati hak orang lain sudah dianggap usang karena masing-masing ingin segera sampai tujuan. Toleransi yang menjadi kebanggaan masyarakat sudah tidak dindahkan, jalanan sudah

acap kali menjadi panggung untuk mendemontrasikan sikap individualitas dan arogansi. Pertanyaannya adalah bijakkah sikap kita menyerobot jalanan seperti itu? Adilkah kita memperlakukan sesama pengguna jalan ? Tentu saja persoalan jalan yang macet dan bagaimana menyikapinya dibutuhkan kajian yang luas, integral dan komplek. Kecenderungan untuk melihat sesuatu dari kaca mata kepentingan sendiri dan mengabaikan kepentingan orang lain menjadikan persoalan semakin ruwet., karena subyektivitas dijadikan pedoman dalam memandang suatu masalah..

Dalam skala nasional banyak sekali kita temukan kejanggalan-kejanggalan dan kepincangan pemerintah di Republik ini dalam mengambil keputusan dan kebijakan publik. 22

22 Harian Umum Pelita, Sekali Lagi Soal Kabinet, Terbit 9 Mei 2007 M menjelaskan kebijakan ini secara panjang lebar : Tepat pada tanggal 7 Mei 2007 M, Presiden RI Susilo Bambang Yodoyono

mengumumkan reshuffle kabinet ( perombakan ) jilid II, setelah rakyat dibuat resah begitu lama menunggu pergantian yang akan dilakukannya. Perbincangan mengenai reshuffle kabinet sangat menyita energi semua kalangan. Pro-kontra disertai debat kusir dan suasana panas mewarnai percakapan di berbagai perkantoran, terminal, jalanan, kampus dan sebagainya. Tapi mayoritas perbincangan lebih bernuansa kecewa, bahkan ada yang menganggap salah sasaran, ada yang menilai menambah barisan sakit hati dan ada pula yang melihatnya setengah hati .

Sasaran kebijakan yang tidak tepat akan membawa implikasi tidak tercapainya tujuan pembangunan Nasional bahkan bisa mengantarkan pada kondisi terpuruk dan tidak mustahil krisis ekonomi bisa terulang kembali. Angka pengangguran semakin bertambah disebabkan karena tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang memadai dan PHK ( pemutusan Hubungan Kerja ) terjadi di mana-mana menambah keadaan perekonomian

rakyat semakin buruk. 23

Sulit dibantah bahwa perombakan kabinet jilid II ini lebih berbobot politik dengan konotasi penguatan di sektor hukum dalam dimensi pemberantasan korupsi. Presiden tampaknya melihat dua sasaran terbuka untuk dituju melalui perombakan jabatan di sektor hukum, yaitu ingin menunjukkan sikap responsive dan konsistensi anti korupsi.

23 Suara Karya, Memaknai Reshuffle ( Kolom Opini dan Editorial ), Terbit Senin 7 Mei 2007, menmbeberkan :

Sasaran tersebut tentu ada benarnya dan kita memang tidak mengabaikan persoalan politik dan hukum. Tapi persoalan mendesak adalah perbaikan sosial ekonomi rakyat, dengan menggerakkan kehidupan sektor ekonomi riil. Sasaran utamanya adalah mengurangi pengangguran dan kemiskinan, yang

dalam perkembangannya kini semakin mencemaskan. Mulai dari soal beras,minyak goring, gula, gas, hingga ke persoalan bumbu dapur seperti bawang dan cabe. Kendati sektor makro berpenampilan bagus, namun kinerjanya sangat berpotensi menjadi gangguan berbahaya. Sektor riil banyak yang macet dan mengancam krisis produksi. Investasi fisik tersendat, banyak perusahaan bangkrut, pengangguran membludak. Belakangan kondisi ini makin dirasakan menjadi beban berat bagi rakyat. Belum lagi soal wabah penyakit dan kondisi fasilitas serta infrastruktur pendidikan yang mengalami kerusakan.

Perombakan kabinet tidak menyentuh kepentingan ekonomi rakyat. Dengan sisa waktu 2,5 tahun menjalani mandat pemerintahannya, Presiden sulit mencapai target-target pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan dan kesejahteraan yang diharapkan. Tampaknya Presiden cukup puas dengan kinerja para menteri kabinet di bidang ekonomi, sehingga personil dan komposisinya tetap dipertahankan ( kecuali menteri BUMN dan itupun yang menguat, pertimbangan politisnya dibanding kinerjanya ). Apalagi menteri-menteri ekonomi itu sering disebut sebagai orang-orangnya Bank Dunia, IMF dan Amerika. Maka tim ekonomi tidak disentuh dalam formasi perombakan. Banyak pengamat mengatakan, Presiden dan para menterinya lebih banyak melakukan tebar pesona, tebar citra dari pada tebar kinerja. Menurut Faisal Basri, seorang pengamat ekonomi, mengatakan bahwa tim ekonomi Presiden RI belum mampu mengatasi pengangguran dan kemiskinan. Kinerja di sektor ekspor serta stabilitas ekonomi makro yang meningkat juga sektor keuangan hingga saat ini belum menyentuh kehidupan rakyat ( bawah ). Sektor riil yang diharapkan dapat mengentaskan kedua masalah itu sejauh ini justru belum berjalan optimal akibat lemahnya dukungan menteri-menteri di tim ekonomi. Bahkan kata Kusfiardi, seorang pengamat sosial politik, mengemukakan bahwa kebijakan ekonomi pemerintahan SBY-Kalla sangat liberal yang diusung oleh tim ekonominya dan hanya menyengsarakan rakyat. Reshuffle yang tidak menyentuh tim ekonomi jelas menunjukkan intervensi lembaga ( DPR ) atau negara asing yang selama ini kental berada di balik menteri-menteri ekonomi.

Reshuffle yang kental dengan muatan politis, menurut Muhammad Qodari membuat sebagian politisi partai memandangnya sebagai pedang bermata dua : memasukkan lebih banyak wakil sekaligus menyingkirkan lawan. Di sisi lain, partai yang sudah merasa terwakili, memaknai reshuffle sebagai lampu merah. Ia bertahan sedemikian rupa agar kadernya di pemerintahan dapat tetap eksis dan tidak digusur keluar dari Kabinet Indonesia Bersatu. Reshuffle, lanjut Qodary juga seperti kotak pandora yang melahirkan hal-hal yang terduga, sekaligus "lubang hitam" yang menyedot minat pihak yang tadinya tidak

Pembangunan Nasional merupakan komitmen seluruh komponen bangsa untuk mewujudkan tujuan nasional yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,

perdamaian abadi dan keadilan sosial 24 . Dengan demikian, kebijakan pembangunan nasional hendaknya mengarah dan

diprioritaskan pada penguatan kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial yang merata. Untuk mendorong terciptanya pemerataan dan mempercepat terwujudnya kesejahteraan

rakyat diperlukan upaya maksimal yang mengedepankan pembangunan ekonomi rakyat sebagai bagian dari perekonomian nasional dengan memberdayakan sepenuhnya kemampuan masyarakat dan mendayagunakan sumber daya alam secara berkelanjutan sebagai basis kekuatan perekonomian Negara. Peningkatan daya saing ekonomi nasional merupakan agenda yang perlu terus dikembangkan dengan memperkuat kemampuan sumber daya manusia dan penguasaan ilmu pengetahuan dan tehnologi.

Menyikapi suatu masalah baik skala mikro maupun makro haruslah dilakukan secara arif dan bijaksana, apalagi menyangkut persoalan yang berkaitan erat dengan urusan publik. Sorotan tajam yang ditujukan kepada para pengambil kebijakan di Republik ini mengarah pada ketidakberpihakannya pada masyarakat tingkat grass root.

berorientasi ke sana. Contohnya DPD ( Dewan Perwakilan Daerah ). Sejumlah anggota DPD mengusulkan nama tertentu untuk menjadi menteri. Bahkan ada yang mengusulkan dirinya sendiri untuk duduk di kabinet SBY-JK. Hal ini sangat disayangkan karena sebagai lembaga baru, DPD harusnya konsentrasi pada optimalisasi kinerja dulu, seperti amandemen UUD 1945.

Reshuffle harusnya berorientasi kepada rakyat karena mereka yang memberikan mandat kepada Presiden. Yang rakyat pahami adalah dengan adanya reshuffle kondisi hidup mereka menjadi lebih baik, penghasilan meningkat, harga bahan pokok terjangkau, bisa menyekolahkan anak, bisa berobat kalau sakit, naik kendaran aman kalau bisa nyaman. Makna reshuffle harus disinkronkan dengan kemauan rakyat, hanya dengan begitu reshuffle jilid dua menjadi manfaat.

24 Pembukaan UUD 1945 alenia ke - 4

Desakan konstruktif mestinya dilakukan dari berbagai elemen masyarakat sehingga kontrol publik bisa berjalan, dan tercapainya arah pembangunan yang dicanangkan. Enam puluh tahun bukanlah waktu yang pendek untuk menata kehidupan bernegara sejak Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Harusnya hari ini sudah tidak ada lagi rakyat yang ngantri bahan pokok andai kebijakan dilakukan tepat sasaran dan law inforcement ditegakkan. Negeri yang sangat kaya raya ini belum bisa memberikan kesejahteraan bagi warganya secara layak. Dengan demikian di manakah sebenarnya kekeliruannya ? di manakah kesalahannya ? Apakah rakyatnya yang malas bekerja,

terlalu bergantung dengan belas kasihan pemerintahannya ataukah rakyat Indonesia ini salah asuhan karena kebijakan tidak berpihak pada mereka?

Bangsa Indonesia adalah bangsa religius, bangsa yang bertuhan, bangsa yang mengakui adanya kekuasan di atas kekuasaan manusia, yaitu kekuasaan Allah swt Yang Maha Perkasa. Tidak ada satupun agama yang mengajarkan kemelaratan dan keterbelakangan, akan tetapi realitanya berkata lain.

Menurut Badan Pusat Statistik Nasional, penduduk Indonesia beragama Islam, mencapai hampir 90 %. Tingginya angka ini menunjukkan bahwa mayoritas bangsa ini mengakui secara langsung maupun tidak langsung akan eksisitensi Allah swt yang menjadikan al-Qur'an sebagai sumber nilai-nilai kehidupan umat manusia. Ajaran yang bersifat universal ini juga bisa dijadikan inspirasi bagi masyarakat Indonesia untuk mewujudkan cita-cita Nasional, dengan mengedepankan kesejahteraan umum dan

mencerdaskan kehidupan bangsa. Islam sebagai agama rahmatan li al-'alamîn 25 adalah

25 QS. Al-Anbiyâ’ 21: 107 : " Dan Kami tidak mengutus kamu ( Muhammad ) kecuali untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam ".

agama yang menjangkau semua lapisan masyarakat, agama yang membawa rahmat, dan agama yang menyerukan kesejahteraan rakyat.

Kebijakan publik yang terbaik ( bijak ) menurut, Riant Nugroho D., seorang pengamat ekonomi adalah kebijakan yang mendorong setiap warga masyarakat untuk membangun daya saingnya masing-masing, dan bukan semakin menjerumuskan ke dalam

pola ketergantungan. 26

Setiap hal yang ada di dunia ini pasti ada tujuannya, demikian juga kebijakan publik hadir dengan tujuan tertentu yaitu untuk mengatur kehidupan bersama agar bisa

mencapai visi dan misi bersama yang telah disepakati ( kontrak perjanjian antara rakyat dan pemimpinnya ). Atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa kebijakan publik adalah jalan mencapai tujuan bersama yang dicita-citakan. Jika cita-cita bangsa Indonesia adalah mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, maka kebijakan publik adalah seluruh prasarana dan sarana untuk mencapai " tempat tujuan " tersebut.

Berangkat dari persoalan empiris di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti dan mengkaji ayat-ayat al-Qur'an yang membicarakan masalah al-hikmah secara lebih luas dan mendalam, serta proporsional, baik secara eksplisit menggunakan term al- hikmah maupun ataupun lafal-lafal pendukungnya seperti kata al-'adl, al-qisth, , al-'ilm dan al-hukm ., yang dikaitkan dengan upaya pengambilan keputusan atau kebijakan yang dilandasi al-hikmah. Termasuk juga penggambaran mengenai teori kebijakan yang dicita- citakan ( putusan, tindakan dan sikap yang bijak ), maupun gambaran empiris mengenai

26 Nugroho D., Riant, Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi, Dan Evaluasi, Jakarta, Elex Media Komputindo, 2004, cet. ke-2, h. 50 Sebagai contoh kebijakan JPR sebagai pengganti subsidi BBM

yang dibagikan kepada keluarga tidak mampu dalam bentuk bagi-bagi rupiah per tiga bulan justru membawa rakyat semakin terjerumus dalam ketergantungan.

sebuah kebijakan yang diambil dari sejarah kenabian yang tertuang di dalam al-Qur'an maupun kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan kondisi kekinian.

B. PERUMUSAN DAN PEMBATASAN MASALAH

Dari asumsi-asumsi di atas muncul beberapa masalah, dengan rumusan dan batasan sebagai berikut :

1. Memahami hakekat al-hikmah yang tertuang dalam al-Qur'an ? Apa saja aspek- aspek al-Qur'an yang menjadi faktor pembentuk al-hikmah?

2. Bagaimana cara memperoleh al-hikmah ? Apakah ia bersifat hudhûriyy atau

husûliyy ?

3. Dalam mengaplikasikan nilai-nilai al-hikmah, apa cara yang dilakukan untuk mendapatakan keputusan ( publik ) yang bijak dan berkeadilan ?

C. TUJUAN DAN SIGNIFIKANSI MASALAH

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Memperkaya makna al-hikmah yang tertuang dalam al-Qur'an serta mengeksplorasi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya..

2. Menjelaskan secara integral pentingnya menerapkan asas al-hikmah pada setiap perumusan, implementasi dan evaluai sebuah kebijakan, sehingga bisa tercipta pribadi yang unggul, berani, bertanggung jawab dan berbudi luhur. Dan sebagai konsekuensinya dari implementasi kebijakan yang penuh hikmah, diharapkan tercipta suatu masyarakat yang adil, makmur, sejahtera, aman, sentosa di bawah naungan dan ridha Allah swt.

Adapun signifikansinya adalah sebagai berikut :

1. Mengembangkan hazanah pengetahuan keislaman di lingkungan perguruan tinggi Islam, hususnya di bidang al-Qur'an dan cabang-cabangnya.

2. Mengetahui bagaimana al-Qur'an menjelaskan makna al-hikmah yang tertuang di dalamnya serta kaitannya dengan sikap dan putusan yang bijak, bagaimana mengimplementasikan dan melakukan evaluasi terhadap out put dari sebuah kebijakan yang diterapkan.

3. Menformulasikan solusi atas problema umat hususnya yang berkaitan dengan kebijakan publik, karena hal ini adalah sisi krusial dalam sebuah komunitas (

baik tataran individual atau sosial ) apalagi menyangkut sebuah pemerintahan. Karena masalah ini sering diabaikan sehingga makna kebijakan mengalami deviasi berdasarkan selera yang memimpin ( penguasa dan kekuasaan ).

4. Menambah pemahaman terhadap ajaran-ajaran yang tertuang dalam al- Qur'an, terutama prinsip-prinsip dasar dalam sebuah tatanan sosial yaitu pencerahan pada setiap lini kehidupan ( al-ikhrâj min adz-dzulumât ilâ an-nûr ), sebagaimana yang menjadi visi dan misi hadirnya al-Qur'an di tengah masyarakat. Dengan harapan bisa meminimalisir sikap ambivalensi umat Islam terhadap nilai-nilai luhur yang terkandung dalam ajaran agamanya. Juga berupaya dapat menggiring pada pemahaman terhadap ajaran al-Qur'an yang inklusif dan universal dan mengarahkan pemeluknya untuk menjadi rahmatan li al-'âlamîn bagi semua umat manusia

5. Memberikan sumbangsih bagi masyarakat dan para pengambil kebijakan di negara ini berupa definisi dan cara mencapai kebijakan yang berkeadilan demi terciptanya masyarakat yang sejahtera, adil dan berperadaban.

D. METODE DAN LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan penulis bersifat kepustakaan ( library research ) murni, dengan metode tafsir tematik. Metode tafsir tematik menjadi pilihan penulis untuk mengupas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Penulis berusaha mencari konsep-konsep ayat al-Qur'an tentang masalah yang diteliti dengan jalan menghimpun ayat-ayat yang terkait dan ayat-ayat pendukung bahkan hadis-hadis penguat, lalu menganalisanya lewat ilmu-ilmu bantu yang relevan dengan masalah yang diteliti, untuk kemudian melahirkan pandangan-pandangan tentang persoalan yang dibahas. Metode

komparasi antar referensi juga disuguhkan dalam penelitian ini. Adapun langkah-langkah husus yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Menetapkan atau memilih tema al-Qur'an yang akan dikaji secara maudhû'iyy.

b. Memilih kata-kata di dalam al-Qur'an yang memilki kesesuaian dengan tema yang dimaksud, baik langsung maupun tidak langsung ( padan katanya ).

c. Melacak dan mengumpulkan ayat-ayat yang memilki keterkaitan dengan tema yang telah ditetapkan, baik secara keseluruhan maupun global.

d. Ayat-ayat yang dibahas disusun sesuai kronologisnya ( historical teksnya ) dengan menyebut sabab nuzûl-nya, dan memisahkan makkiyyah madaniyyah-nya.

e. Atau dengan menelaah sisi munâsabah-nya, antar ayat-ayat tersebut di dalam masing-masing suratnya.