TEMA ISLAMI DALAM GENRE FILM DI INDONESIA TAHUN 1959-2008 SKRIPSI

TEMA ISLAMI DALAM GENRE FILM DI

  

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Humaniora (S.Hum)

  

Oleh :

EDO NABIL AROVI

216-14-003

JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN HUMANIORA

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

2018

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

  

DAN

KESEDIAAN DIPUBLIKASIKAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Edo Nabil Arovi

  NIM : 21614003

Fakultas : Ushulluddin, Adab dan Humaniora

Jurusan : Sejarah Peradaban Islam Menyatakan bahwa naskahskripsi saya berjudul “Tema Islami dalam Genre Film di Indonesia Tahun 1959-2008

  “ adalah benar-benar hasil

penelitian/karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk

sumbernya berdasakan kode etik ilmiah, dan bebas dari plagiatisme. Jika

kemudian hari terbukti ditemukan plagiarisme, maka saya siap ditindak

sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

  Salatiga, 08Oktober 2018 Yang menyatakan, Edo Nabil Arovi

PERSETUJUAN PEMBIMBING

  Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi Saudara: Nama : Edo Nabil Arovi NIM : 21614003

Fakultas : Ushuluddin, Adab dan Humaniora

Program Studi : Sejarah Peradaban Islam Judul : Tema Islami dalam Genre Film di

  Indonesia Tahun 1959-2008 telah kami setujui untuk dimunaqosyahkan.

  Salatiga, 08 Oktober 2018 Pembimbing Haryo Aji Nugroho, S.Sos., M.A.

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

  Jalan Nakula Sadewa VA/No. 09 Salatiga 50721 Telp (0298) 323706 Fax. 323433

  

PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi Saudara Edo Nabil Arovi dengan Nomor Induk Mahasiswa

21614003 yang

  

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Masa depan bergantung dari sekarang, jika anda melakukannya

dengan sangat baik bagi hidup anda, maka sejarah anda akan bermakna.

  

Jangan pernah mengeluh dan mengatakan tidak bisa, lakukan hal

apapun (jika itu baik) dengan selalu bersyukur dan ikhlas”.

  

(Edo Nabil Arovi)

PERSEMBAHAN

  

Skripsi ini saya persembahkan untuk kedua orang tua saya tercinta yang

telah memberi dukungan materi dan moral serta tak pernah lelah

mendoakan saya.

Untuk Bapak Haryo Aji yang selalu sedia membimbing disetiap kesulitan

saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

  

Teruntuk Ayahanda tercinta, Mohammad Akhsin, yang selalu bekerja

keras demi kelangsungan hidup saya.

Teruntuk Ibunda tercinta, Dyah Anggraini, yang selalu mendoakan saya

dalam keadaan apapun.

  

Teruntuk Kakak Tercinta. Hanif Aditya Iga Nugraha, yang menjadi

teman dalam kehidupan saya.

  

Teruntuk keluarga besar Bani Rastawi dan Keluarga Mbah Suwarno yang

selalu mendukung dan memberi semangat kepada saya.

  

Teruntuk orang terkasih yang selalu mensuport dan membantu saya

dalam penyelesaian skripsi ini.

Teruntuk sahabat dan keluargaku mahasiswa Sejarah Peradaban Islam

angkatan 2014.

Teruntuk teman-teman HMI Cabang Salatiga yang telah membantu saya

memberikan inspirasi dan pengalaman hidup saya.

Teruntuk keluarga besar IMKS yang telah bersediameluangkan waktunya

untuk berbagi inspirasi.

  

Untuk teman-teman seperjuangan yang selama ini menemai saya hingga

detik ini. Terima Kasih.

  ABSTRAK Perkembangan film religi Islam telah banyak mewarnai wajah

perfilman Indonesia yang tidak bisa terlepas dari pengaruh modernisasi

terhadap nilai-nilai budaya Islam dalam masyarakat. Film religi Islam

merupakan kajian media visual berisikan nilai-nilai dasar dan simbol-

simbol agama Islam dengan tujuan dakwah yang dimaksudkan untuk

mengenalkan Islam dalam ruang publik. Mengenai film bertemakan

Islam tidak bisa terlepas dari pengaruh kebangkitan Islam pasca

kemerdekaan Indonesia, dimana terjadi pergulatan politik antar dua kubu

besar, yaitu Komunis dan Islam. di Indonesia pada masa Orde Baru

memang baru menggeliatnya kajian atau budaya Islamisme yang

menginspirasi para mahasiswa dan orang-orang kelas menengah untuk

gencar-gencarnya membuat gerakan Islamisasi. Meningkatnya jumlah

perempuan berjilbab dan munculnya budaya pop bertema Islam, seperti

novel, progam televisi, sinetron, lagu-lagu dan sebagainya menjadi

indikator yang signifikan yang menunjukkan identitas Islam yang di

ekspresikan dalam ruang publik.

  Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah,

dimana terdapat metode heuristik, verifikasi, intepretasi, dan hisoriografi

dengan menggunakan perspektif Islam. Penelitian ini dilakukan karena

melihat banyaknya perbincangan mengenai film-film bertemakan Islam

yang relatif potensial untuk dijual.

  Kata Kunci : Film Religi , Film, Budaya, Islam.

KATA PENGANTAR

  Segala puji dan syukur hanya bagi allah swt, tuhan semesta alam, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya kepada kita semua. Sehingga penulis mampu menyelesaikan karya tulis yang berbentuk skripsi ini dengan lancar. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada nabiyullah nabi muhammad saw beserta keluarga, sahabat-sahabatnya, dan tabiin-tabiin. Sungguh suatu pekerjaan yang tidak mudah bagi penulis dalam mencari, mengumpulkan, menyeleksi, menganalisis, dan menulis data-data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Namun berkat usaha, kesabaran, dan do‟ a akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan.

  Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna untuk memperoleh gelar sarjana humaniora. Adapun judul skripsi ini ad alah “Tema Islami dalam Genre Film di Indonesia Tahun 1959-2008” penulis menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini dapat terlaksana berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

  1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga 2.

  Bapak Dr. Benny Ridwan, M.Hum. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Humaniora IAIN Salatiga.

  3. Bapak Haryo Aji Nugroho, S.Sos. M.A. selaku Ketua Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam IAIN Salatiga dan selaku Dosen Pembimbing Skripsi penulis yang berkenan memberikan pengarahan, meluangkan waktu serta mencurahkan waktu dalam membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

  4. Segenap Dosen Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Humaniora Jurusan Sejarah

  Peradaban Islam yang telah berkenan memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis dan pelayanan hingga studi ini dapat selesai .

  

DAFTAR ISI

Halaman Judul ..................................................................................... i

Pernyataan Keaslian Tulisan ................................................................ ii

Persetujuan Pembimbing...................................................................... iii

Pernyataan Kelulusan ........................................................................... iv

Motto Dan Persembahan ...................................................................... v

Abstrak ................................................................................................. vii

Kata Pengantar .................................................................................... viii

Daftar Isi ............................................................................................. x

  

I. PENDAHULUAN ..................................................................... 1

A.

  Latar Belakang Masalah ............................................... 1 B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup Penelitian ..... 4 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................... 5 D. Tinjauan Pustaka ......................................................... 6 E. Kerangka Konseptual .................................................. 7 F. Metode Penelitian ....................................................... 10 G.

  Sistematika Penulisan ................................................. 14 II.

   PERFILMAN NASIONAL TAHUN 1900-1959..................... 16 A.

  Lahir dan Perkembangan Indusri Film di Indonesia .... 16 B. Perfilman Indonesia Masa Penjajahan hingga Peralihan ...................................................................................... 20

  1. Film Propaganda .................................................... 20 2.

  Film Perjuangan ..................................................... 24 C. Perkembangan Film Nasional di Indonesia ................. 26 III.

   AKHLAK ISLAMIYAH DALAM FILM RELIGI ISLAM TAHUN 1959-2000 .................................................................... 29 A.

  Lonjakan Pertama Film “Titian Serambut Dibelah Tujuh” ...................................................................................... 29 B.

  Genre Film Religi bertemakan Islam ........................... 31 1.

  Film Religi Sejarah dan Mitos .............................. 32

  2. Film Religi Drama-Musikal ................................... 34 3.

  Film Religi Horor ................................................... 35 C. Pengaruh Islam dalam Film Indonesia Masa Orde Baru ...................................................................................... 36

  IV. DOMINASI PERCINTAAN DALAM FILM RELIGI ISLAM TAHUN 2000-2008 .................................................................... 40 A.

  Dari Foklor hingga Ekranisasi Novel ........................... 40 B. Film Ayat-Ayat Cinta : “Booming-nya” Film Religi Islam di Indonesia .................................................................. 42

  V. PENUTUP .................................................................................. 46 A.

  Kesimpulan ................................................................. 46 B. Saran............................................................................. 48

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 49

  LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Film layar lebar sudah menjadi tontonan yang relatif diminati oleh

  masyarakat secara luas di Indonesia. Dua dekade terakhir, produksi film di Indonesia telah meningkat pesat baik kualitas maupun kuantitas, yang bukan hanya diminati oleh warga Indonesia sendiri, namun dikenal di negara lain juga menikmati film indonesia. Seperti misalnya, film Tjoet Nja’ Dhien (1988), film yang menceritakan tentang perjuangan Pahlawan Naional melawan penjajah yang dibintangi oleh Cristine Hakim dan disutradarai oleh Eros Djarot berhasil mengundang penonton sebanyak 214 ribu penonton dan

  1

  menjadi film pertama yang diputar dalam Festival Film Channes. Kemudian film The Mirror Never Lies atau Laut Bercermin (2001) dengan sutradaranya Kamila Adini berhasil diputar di sejumlah festival internasional, seperti Busan International Film Festival,Vancouver International Film Festival, Mumbai Film Festival, Tokyo International Film Festival, Seattle International Film Festival, dan Melbourne International Film Festival. Film Ini juga memenangkan Naskah Asli Terbaik dalam

2 Festival Film Indonesia tahun 2001. Itulah beberapa prestasi yang diraih para sineas Indonesia yang sukses dengan filmnya.

  Namun, jika dilihat dari perkembangannya, kemunculan “gambar

  

Idoep” atau perfilman Indonesia mulai dikenal oleh masyarakat Indonesia

  3

  sejak awal abad ke-20. Hal ini dapat dilihat dari sejumlah iklan di surat

  4

  kabar pada masa itu. Kemunculan film Indonesia tidak terlepas dari

  iakses pada 4 September 2018 pukul 11.31 WIB. 2 3 Ibid.

  Biran, Misbach Yusa,Sejarah Film 1900-1950,Cet. II, Komunitas Bambu dan Dewan Kesenian Jakarta, (Jakarta: 2009), hlm. xvi. 4 Iklan dari De Nederlandsche Bioscope Maatschappij yang dipasang di suratkabar kebudayaan yang dibawah oleh orang-orang Eropa untuk menonton sebuah panggung hiburan yang bertransformasi dari era tradisional seperti pertunjukan opera menuju ke era digital seperti film.

  Pada awalnya hanya dikenal film hitam putih dan tanpa suara atau dikenal dengan sebutan “film bisu”. Di Indonesia, film bisu pertama kali diproduksi tahun 1926 dengan judul “Loetoeng Kasaroeng” oleh perusahaan NV Java Film Company, dan diputar pertama kali pada Jum’at malam, 31

  5 Desember 1926, di Bioskop Elita dan Oriental. Setelah berakhirnya film

  bisu, kemudi an berkembang pula “film bicara” yang dibuat untuk penonton utama kalangan Cina yang berjudul “Boenga Roos dari Tjikembang” oleh

  6 perusahaan Cino Motion Picture pada tahun 1931.

  Seiring perkembangannya, film Indonesia memproduksi berbagai macam film dengan genre yang cukup bervariasi. Misalnya film horror, komedi, drama, action,thriller, bahkan religi yang bertemakan Islam dalam dua dekade terakhir.

  Sebenarnya, film-film bertemakan Islam pada dasarnya cukup mendominasi dalam berbagai genre yang berkembang. Apabila dari film tersebut menceritakan tokoh Kyai atau sesuatu yang mengidentik-kan agama Islam seperti sholat, mengaji, dakwah, dan lain sebagainya, itu sudah menunjukkan identitas Islam dalam film dan bisa disebut film religi Islam. Namun ada beberapa faktor yang masih diperbincangkan mengenai karakter film religi Islam.

  nanti kasi lihat tontonan amat bagoes jaitu gambar- gambar idoep dari banyak hal...”.

  

Dalam suratkabar yang sama terbitan Selasa 4 Desember 1900, ada iklan yang

berbunyi “...besok hari Rebo 5 Desember PERTOENJOEKAN BESAR JANG PERTAMA di

dalam satoe roemah di Tanah Abang Kebondjae (MANAGE) moelain poekoel TOEDJOE

malem...”. 5 6 Ibid, hlm. 68.

  Genre film religi Islam sendiri mulai menggeliat ketika masa Orde Baru, ketika revolusi Islam besar-besaran yang terjadi di Iran tahun 1979 membuat banyak negara di kawasan Asia Tenggara khususnya Indonesia mulai mengadopsi budaya pop bertema Islam, seperti novel, progam televisi, sinetron-film, lagu-lagu dan sebagainya merupakan indikator yang signifikan yang menunjukkan bagaimana identitas Islam telah diekspresikan

  7

  dalam ruang publik. Didukung pula dengan menggeliatnya para pelajar dan cendekiawan muslim di Indonesia yang mencoba mengapresiasikan identitas Islam dalam ruang publik melalui berbagai media, termasuk film.

  Asrul Sani, seorang sutradara legendaris, telah memproduksi beberap a film religi, seperti “Titian Serambut Dibelah Tujuh” dan “Al-

  Kautsar”. Film-film lain yang cukup populer di era 80-an adalah film “Sunan Kalijaga” atau “Walisongo”. Namun film-film religi pada periode revormasi berbeda dengan film-film pada periode Orde Baru. Film-film religi dalam dua dekade terakhir dinilai sebagai komoditas yang potensial untuk dijual. Akibatnya film-film religi seringkali dituduh hanya menjadikan nilai-nilai Islam sebagai bagian dari strategi pemasaran. Nilai-nilai Islam yang ditampilkan hanyalah kemasan yang membungkus kisah romantik yang

  8 menjadi narasi dari film tersebut.

  Namun dari kalangan lain, khususnya anak muda, belakangan mulai menaruh perhatiannya terhadap film yang bertemakan cinta, oleh karena itu Hanung Bramantyo, seorang sutradara, melihat peluang untuk membuat film yang diangkat dari novel yang berjudul “Ayat-Ayat Cinta” karangan Habiburrahman Saerozi yang merupakan film bertemakan cinta dibalut dengan nuansa Islami. Film ini menjadi histori tersendiri, mengingat film ini berhasil meraih jumlah penonton yang relatif sukses yakni sebanyak tiga juta penonton hanya dalam tiga minggu pertama sejak film itu diputar. 7 Thesis.umy.ac.id/../PNLT1745.pdf, hlm. 2. Diakses pada hari Sabtu, 6 Mei 2017 pukul 17.15 WIB. 8 Thesis.umy.ac.id/../PNLT1744.pdf, hlm. 3. Diakses pada hari Sabtu, 6 Mei 2017

  Pencapaian lain dari film ini adalah film ini disaksikan oleh masyarakat dari berbagai kelas dalam masyarakat, yang menarik adalah film ini berhasil membawa komunitas religiusuntuk pergi ke bioskop, padahal sebelumnya mereka tidak pernah berkunjung ke bioskop karena dianggap sebagai tempat

  9 yang tidak Islami.

  Karena hal tersebut maka peneliti ingin meneliti lebih mendalam tentang film religi bertemakan Islam utamaya mengenai pengertian, karakter, dan perkembangannya dengan latar belakang budaya keagamaan dan politik tertentu terkait film religi Islam yang belakangan banyak diadopsi dari novel-novel tentang percintaan, persahabatan, baik dari kalangan remaja, hingga dewasa sehingga nantinya dapat menjadikan bahan diskusi yang menarik untuk dibicarakan.

B. Batasan dan Rumusan Masalah 1.

  Batasan Spasial Dalam penelitian ini, peneliti akan meneliti tentang film religi Islam tahun 1959 sampai tahun 2008 mulai dari sejarah perfilman nasional, jenis- jenis perfilman nasional, munculnya genre film religi bertemakan Islam, perkembangan film religi Islam masa orde baru, sampai citra film religi Islam pasca orde baru (masa reformasi) dan tanggapan masyarakat mengenai film religi Islam di Indonesia.

2. Batasan Temporal

  Pada penelitian ini peneliti akan membatasi kajian penelitian mulai dari tahun 1959, karena pada tahun tersebut mulai berkembang film-film bertemakan Islam yang awalnya adalah untuk mengajarkan ajaran agama Islam dan akhlak dalam hidup melalui film “Titian Serambut dibelah Tujuh” yang nantinya seiring dengan perkembangannya film religi mulai terdapat unsur percintaan seperti yang terdapat dalam film “Ayat-Ayat Cinta” tahun 2008. 9 Thesis.umy.ac.id/../PNLT1745.pdf, hlm. 3. Diakses pada hari Sabtu, 6 Mei 2017

  Berdasarkan pada latar belakang dan jenis penelitian, maka perumusan masalah dari penelitian ini adalah :

  1. Bagaimana kondisi perfilman nasional tahun 1900-1959 ? 2.

  Bagaimana perkembangan film religi bertemakan Islam tahun 1959-2000 ? 3. Mengapa unsur percintaan mendoninasi film religi bertemakan

  Islam tahun 2000-2008 ? C.

   Tujuan dan Kegunaan Penelitian a.

  Tujuan Penelitian tentang perkembangan film religi di Indonesia pada tahun 1959-2008 mempunyai tujuan sebagai berikut :

  1. Mengetahui kondisi perfilman nasional tahun 1900-1959.

  2. Mengetahui perkembangan film religi bertemakan Islam tahun 1959-2000.

  3. Mengetahui alasan unsur percintaan mendominasi film religi bertemakan Islam tahun 2000-2008.

  b. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah : 1.

  Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan di bidang sejarah maupun perfilman bahwa perfilman Indonesia khususnya film religi bertemakan Islam merupakan suatu perkembangan media massa visual dengan latar belakang budaya keagamaan dan politik tertentu yang dapat menjadi inspirasi bagi penelitian selanjutnya terkait film religi di Indonesia.

  2. Sebagai sumber informasi bagi masyarakat umum yang ingin mengetahui perkembangan perfilman Indonesia khususnya perkembangan film religi dari tahun 1959 – 2008. D.

  Kajian Pustaka

  Kepustakaan merupakan bahan-bahan yang dapat dijadikan acuan dan berhubungan dengan pokok permasalahan yang akan dibahas pada sebuah penulisan skripsi maupun karya tulis. Pada tema diatas, pembicaraan mengenai perfilman Indonesia dan perkembangannya memang bukan merupakan suatu hal yang baru, akan tetapi karya tulis yang meneliti tentang perkembangan film religi Islam dari tahun 1959-2008 belum ditemukan.

  Diantara beberapa karya ilmiah yang pernah mengupas tentang perkembangan film di Indonesia adalah buku karangan Misbach Yusa Biran yang berjudul “Sejarah Film 1900-1950” membahas tentang kemunculan, pembuatan, serta perkembangan film di Indonesia. Dimana pada awalnya masyarakat Indonesia membutuhkan suatu hiburan seperti seni pertunjukan Opera, Wayang dan seni tari lainnya. Namun setelah kemunculan film, panggung hiburan banyak berubah menjadi tempat Layar Tancep (Bioskop).

  Pasang surut industri perfilman pun cukup mewarnai pertumbuhan film indonesia, mulai dari pemikiran para produser menganut pada penonton, orang panggung tidak berkembang, serta pada saat penjajahan jepang, film dijadikan sebagai media propaganda, yang membuat para produser film tidak dapat berekspresi dengan bebas.Namun di dalam buku tersebut tidak menjelaskan tentang pemikiran religiusitas, sehingga tidak dapat menjelaskan tentang pertumbuhan, serta perkembangan film religi.

  Dalam sumber lain, peneliti juga menemukan skripsi karya Nur Fatimah yang berjudul “Produksi Film Dokumenter Religi : Bukan Seperti Miskin Tidak Seperti Kaya” tahun 2015 juga menjelaskan tentang kajian- kajian film dokumen bergenre religi mulai dari pengertian, tipe, sampai proses produksi film dokumenter religi. Namun peneliti tidak menemukan perkembangan film religi dari masa ke masa. Karena penulis lebih menonjolkan proses produksinya mulai dari rancangan dan desain, implementasi sampai hasilnya.

  Peneliti juga menemukan tulisan lain, dalam jurnal yang berjudul “New Wave of Islamic Feminism in the Religious Film Ketika Cinta Bertasbih 2” karya Lukman Hakim, yang membahas tentang warna baru dalam islam feminim diimplementasikan dalam film Religi Ketika Cinta Bertasbih 2. Yang merupakan representasi dari gerakan feminism Islam yang mencoba mendekonstruksi pandangan para muslim fundamentalis yang mensubordinasi perempuan dalam relasinya dengan laki-laki, baik di ranah pendidikan, politik, ekonomi, sosial maupun di ruang domistik, dengan tetap mendasarkan pada rasionalitas agama yang dikontekstualisasikan dengan realitas sosial kontemporer dan tradisi lokal. Namun peneliti tidak menemukan sisi perkembangan film religinya, melainkan lebih menjelaskan tentang karakter feminisme Islam dalam film religi KCB 2.

  Dalam jurnal lain dengan judul “Dakwah Dalam Film Islam di Indonesia (Antara Idealisme dan Komoditas Agama)” karya Hakim Syah, yang hampir menyerupai penelitian ini menjelaskan tentang pengertian film Islam dan perkembangan film Islam di Indonesia secara garis besar, namun peneliti tidak menemukan kesamaan antara karya tulis tersebut dengan penelitian ini,melainkan karya tulis tersebut lebih mengarah tentang ideologisme dalam film Islam, berbeda dengan penelitian ini yang lebih membahas tentang perkembangan secara lebih spesifik tentang film religi Islam.

  E.

  Kerangka Konseptual

  Dalam kajian ini, penulis membuat kerangka konseptual berdasarkan pengertian dan fungsinya. Menurut Sifaul Fauziyah, dalam skripsinya, film adalah perpaduan dari berbagai unsur seni, yaitu seni akting, seni musik, seni tari, seni tulis atau sastra dan sebagainya. Film tidak terlepas dari skenario atau naskah. Naskah film seperti naskah-naskah drama pada umunya dan merupakan bentuk karya sastra tertulis, yang didalamnya terkandung ide, gagasan, pesan, ajaran yang diungkapkan dalam bentuk

  

10

cerita dan selanjutnya divisualisasikan.

  Lebih jauh, film merupakan gambaran dan realitas sosial yang terjadi di masyarakat yang disajikan kembali dengan logika dan sistematik. Media film ini juga sebagai salah satu sarana bagi umat Islam dalam melaksanakan kewajiban menyampaikan pesan untuk mengajak kepada kebaikan. Seiring dengan perkembangan zaman, film pun mengalami perkembangan genre, mulai dari film bergenre horror, komedi, drama,

  action, thriller,

  bahkan religi dalam dua dekade terakhir, yang mana ini merupakan kabar gembira bagi kita umat Islam untuk proses penyampaian pesan kebaikan kepada khalayak umat.

  Menurut The Liang Gie (1976), tema merupakan ide pokok yang dipersoalkan dalam karya seni. Ide pokok suatu karya seni dapat dipahami atau dikenal melalui pemilihan subject matter (Pokok soal) dan judul karya. Pokok soal dapat berhubungan dengan nilai estetis atau nilai kehidupan. Contohnya dalam kajian ini adalah mengenai film religi Islam di Indonesia.

  Menurut Alicia, dalam bukunya Gender and Islam in Indonesian

  Cinema

  , menjelaskan bahwa film bergenre religi Islam adalah film yang dibuat oleh orang Islam untuk tujuan dakwah dan dibuat sebagaimana mungkin menggunakan audiovisual sehingga para penonton bisa mengetahui

  11 dan beranggapan bahwa film tersebut adalah film Islam.

  Sedangkan menurut M.J. Wright, dalam bukunya, Religion and film:

  an introduction

  (2007). Film religi merupakan film yang didalamnya terdapat unsur atau gagasan-gagasan agama yang bersumber dari kitab suci,ritual atau aktivitas kegamaan, serta komunitas agama, bahkan menampilkan 10 Sifaul Fauziyah, Representasi Pesan Sedekah dalam Film Kun Fayakun,

  

Yogyakarta : Fakultas Dakwah dan komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan

Kalijaga, 2012, hlm. 6. 11 Alicia Izharuddin, Gender and Islam in IndonesianCinema, 2017, Kuala Lumpur:

  secara implisit tentang ideologi, life style, keramahtamahan, dan lain

  12 sebagainya yang berkaitan dengan tema-tema keagamaan.

  Dalam beberapa film religi yang ditayangkan di Indonesia, selain untuk menunjukkan citra Islam tujuan lainnya adalah untuk berdakwah. Samsul Munir Amin, dalam bukunya Ilmu Dakwah (2009) menyebutkan bahwa dakwah merupakan bagian yang sangat esensial dalam kehidupan seorang muslim, dimana esensinya berada pada ajakan dorongan (motivasi), rangsangan serta bimbingan terhadap orang lain untuk menerima ajaran agama Islam dengan penuh kesadaran demi keuntungan dirinya dan bukan

  13 untuk kepentingan pengajaknya.

  Sejalan dengan gagasan yang dikemukakan budayawan Kuntowijoyo, dalam bukunya, Muslim Tanpa Masjid (2001), hendaknya umat Islam juga memahami dan menyeru kepada kebaikan, terutamanya dalam hal menyampaikan dakwah secara terang-terangan dalam bentuk

  14

  media apapun. Lebih jauh, kuntowijoyo mengatakan bahwa umat Islam dalam berdakwah sebenarnya mempunyai pekerjaan rumah. Salah satunya adalah perubahan sistem pengetahuan. Yaitu pengetahuan tentang aktualisasi

15 Islam dalam masyarakat luas. Melalui media film religi bisa menjadi

  bagian dari aktualisasi Islam dalam masyarakat luas, sehingga dapat tersampaikan nilai-nilai Islam di dalam masyarakat modern yang dimulai dalam satu dekade terakhir.

  Setelah melakukan dakwah maka output-nya adalah akhlak yang baik. Imam Al-Ghazali, dalam bukunya Ihya’ Ulum al-Din, Juz III, menjelaskan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang melahirkan tindakan-tindakan mudah dan gampang tanpa memerlukan 12 M.J. Wright, Religion and film: an introduction, ib. Tauris, London & New York, 2007, hlm. 2-6. 13 14 Samsul Munir, Ilmu Dakwah, Jakarta, Amzah, 2009, hlm. 6. 15 Kuntowijoyo.,Muslimtanpa Masjid, Bandung : Mizan, 2001, hlm. 136.

  16

  pemikiran ataupun pertimbangan. Akhlak sendiri menempati posisi yang sangat penting dalam Islam, sehingga setiap aspek dari ajaran agama Islam itu selalu berorientasi pada pembentukan dan pembinaan akhlak yang mulia, yang disebut al-akhlâq alkarîmah. Akhlakiyah (moralisme) menjadi karakter Islam karena akhlakiyah merasuk kedalam semua eksistensi Islam dan dalam semua ajarannya, sampai kepada akidah, ibadah, dan mu'amalah, serta

  

17

masuk ke dalam politik dan ekonomi.

  Kemudian konsep yang terakhir adalah mengenai percintaan dalam perspektif Islam. Erich Fromm dalam bukunya The Art of loving, Erich

  Fromm

  (1983) menyatakan bahwa cinta sebagai alat untuk mengatasi keterpisahan manusia,sebagai pemenuhan kerinduan akan kesatuan.tetapi di atas kebutuhan eksistensi dan menyeluruh itu, timbul suatu kebutuhan biologis, yang lebih spesifik yaitu keinginan untuk menyatu antara kutub- kutub jantan dan betina. Ide pengutupan ini diungkapkan dengan adanya mitos bahwa pada mulanya laki-laki dan wanita adalah satu, kemudian mereka dipisahkan menjadi setengah setengah dan sejak itu sampai seterusnya, setiap laki-laki terus mencari belahan wanita yang hilang dari

  18 dirinya untuk bersatu kembali dengannya.

  F.

  Metode Penelitian

  Dalam penelitian sejarah, peneliti menggunakan metode penelitian sejarah diantaranya yaitu : A.

  Heuristik Tahap pertama adalah heuristik atau mencari sumber. 16 Sumber sejarah dapat berupa bukti yang ditinggalkan manusia

  Imam Al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din, Juz III, (Mesir: Isa Bab al-Halaby, tt.), hlm. 53. 17 Mahmud Thohier, Kajian Islam Tentang Akhlak dan Karakteristiknya, (Jurnal

  Sosial dan Pembangunan: Volume XXIII No. 1 Januari-Maret 2007), LPPM-UNISBA, 2007, hlm. 2. 18 yang menunjukkan segala aktivitasnya di masa lampau baik

  19 berupa peninggalan-penilnggalan maupun catatan-catatan.

  Pada tahap ini, peneliti akan mencari sumber yang berkaitan dengan film religi, perkembangan film religi di Indonesia sejak kemunculan film “Titian Serambut dibelah Tujuh” (1959) sampai fil m “Ayat-Ayat Cinta (2008). Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk mendapatkan data-data dan informasi yang dibutuhkan untuk menyusun penelitian ini yaitu :

  Lokasi atau tempat penelitian berada di Sinematek Indonesia, tepatnya Gedung Pusat Perfilman Nasional H. Usmar Ismail, yang berada di Jl. HR. Rasuna Said, RT.2/RW.5, Karet Kuningan, Setia Budi, Jakarta Selatan. Peneliti menjadikan lokasi tersebut sebagai prioritas utama dan selanjutnya di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, yang berada di Jl. Medan Merdeka Selatan No. 11 Senen, Gambir, RT.11/RW.2, Gambir, Jakarta Pusat, sebagai lokasi kedu. Alasan lain peneliti mengadakan penelitian di daerah tersebut adalah dikarenakan sumber-sumber yang berkaitan dengan penelitian berada di daerah tersebut.Adapun sumber fisik dalam penelitian ini adalah koran, arsip, buku, karya tulis, jurnal, maupun film yang berkaitan dengan tema penelitian.

  Adapun sumber-sumber yang penulis dapatkan dari Sinematek Indonesia adalah sumber berupa, buku katalog film tahun 1926-2007, buku karangan Usmar Ismail, daftar bioskop di Indonesia, daftar penonton tahun 1926-2007, foto tokoh pendiri industri film pertama di Indonesia, The Teng Chun, dan tokoh yang mempengaruhi perkembangan film di Indonesia, Asrul Sani, dan Misbach Yusa Biran. Dan beberapa kliping 19 berisi koran-koran tentang film Darah dan Do’a, Untuk Sang Prof. A. Daliman, Metode Penelitian Sejarah, Ombak, Yogyakarta, 2012, hlm.

  Merah Putih, Kenangan Revolusi, Bungan Bangsa, Sunan Kalijaga, Walisongo, poster Tengkorak Hidoep, poster Loetoeng Kasaroeng, dan Ayat-Ayat Cinta.

  Sumber lain yang penulis dapatkan pula dari Perpustakaan Nasional adalah daftar buku berisikan sinopsis dari judul film dari tahun 1950-1990, buku-buku tentang perkembangan perfilman di Indonesia, terutama pada masa orde baru.

  B.

  Verifikasi Dalam penulisan sejarah dikenal ada dua macam jenis sumber yaitu sumber primer dan sumber sekunder, sumber primer adalah kesaksian dari seseorang dengan mata kepala sendiri atau saksi dengan panca indra yang lain atau dengan alat mekanis. Sumber sekunder, merupakan kesaksian dari siapapun yang bukan saksi mata, yakni dari orang yang tidak hadir pada peristiwa yang dikisahkan.

  Pada tahap ini, peneliti mencoba memilah dan memilih sumber-sumber yang telah ditemukan, antara lain adalah sumber primer berupa dokumen, berupa lampiran yang berisi daftar judul film dari tahun 1926-2007 berbentuk buku katalog, dari sumber tersebut penulis dapat mengetahui film-film yang berkaitan dengan film Religi bertemakan Islam, dengan cara melihat sinopsis dari setiap film yang penulis kaji. Lampiran koran yang berisi tentang berita, opini, kritikan tentang film

  Darah dan Do’a, Untuk Sang Merah Putih, Kenangan Revolusi, Bungan Bangsa, Sunan Kalijaga, Walisongo, Poster Tengkorak Hidoep, Poster Loetoeng Kasaroeng, Ayat-Ayat Cinta,

  dari data tersebut penulis mendapatkan mengetahui informasi mengenai keberadaan film pada periode tersebut, karena berkaitan dengan proses perjalanan film religi dari masa Orde Baru hingga Masa Revormasi.

  Sumber primer berupa foto dan video, yaitu foto pendiri industri perfilman pertama di Indonesia, The Teng Chun, dan beberapa foto tokoh yang sangat berperan dalam perkembangan dunia film di Indonesia, H. Usmar Ismail, Asrul Sani, Misbach Yusa Biran, dan foto-foto bioskop masa lalu dari berbagai kota di Indonesia. Termasuk juga film Titian Serambut di Belah

  Tujuh, Al- Kaustar, Sunan Kalijaga, Darah dan Do’a, Ayat-Ayat Cinta.

  Sumber sekunder diperoleh dari beberapa referensi buku, jurnal, ataupun artikel yang berkaitan dengan film religi bertemakan Islam.

  C.

  Interpretasi Tahap selanjutnya adalah intepretasi atau penafsiran sejarah. Dalam tahap ini dilakukan analisis berdasarkan data- data atau sumber-sumber yang diperoleh yang akhirnya dihasilkan suatu sintesis dari seluruh hasil penulisan yang utuh atau disebut dengan historiografi. Setelah peneliti mengkomunikasikan hasil penelitiannya maka disebut tulisan atau karya sejarah. Interpretasi adalah menafsirkan fakta sejarah dan merangkai fakta tersebut hingga menjadi suatu kesatuan

  20 yang harmonis dan masuk akal.

  D.

  Historiografi Setelah melakukan proses analisis dan sintesis, proses kerja mencapai tahap akhir yaitu historiografi atau penulisan sejarah. Proses penelitian dilakukan agar fakta-fakta yang 20 sebelumnya terlepas satu sama lain dapat disatukan, sehingga

  Prof. A. Daliman, M. Pd. Metode Penelitian Sejarah, Ombak, Yogyakarta, 2012, menjadi satu perpaduan yang logis dan sistematis dalam bentuk narasi kronologis.

  Historiografi adalah proses penyusunan fakta-fakta sejarah dan berbagai sumber yang telah diseleksi dalam sebuah bentuk penulisan sejarah. Setelah melakukan penafsiran terhadap data-data yang ada, sejarawan harus sadar bahwa tulisan itu bukan hanya sekedar untuk kepentingan dirinya, tetapi juga untuk dibaca orang lain. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan struktur dan gaya bahasa penulisannya. Sejarawan harus menyadari dan berusaha agarorang lain dapat mengerti pokok- pokok pemikiran yang diajukan.

  G.

  Sistematika Penulisan

  Pada sistematika penulisan, peneliti akan membahas beberapa hal yang sekiranya penting dan bersangkutan dengan tema atau judul dalam penelitian ini.Pada bab satu, peneliti akan membahas mengenai latar belakang permasalahan, rumusan masalah yang ada dalam penelitian tersebut, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka konseptual yang digunakan dalam penelitian, kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika penelitian.

  Pada bab dua, peneliti akan mengutarakan kondisi perfilman nasional indonesia tahun 1900-1959. Mulai dari lahir dan berkembangnya industri film di Indonesia, Perfilman Indonesia masa penjajahan hingga peralihan meliputi film propaganda, film perjuangan, dan film hiburan. Dan perkembangan film nasioanl di Indonesia.

  Pada bab tiga peneliti lebih meneliti tentang perkembangan film religi bertemakan Islam tahun 1959-2000. Mulai dari lonjakan pertama dari film ”Titian Serambut Dibelah Tujuh”, genre film bertemakan Islam meliputi film religi sejarah, film religi drama-musikal, dan film religi horor.

  Dan pengaruh Islam dalam film Indonesia masa Orde Baru.

  Pada bab empat ini, peneliti akan menjelaskan tentang dominasi percintaan dalam film religi Islam tahun 2000-2008. Mulai dari foklor hingga ke ekranisasi novel, danfilm Ayat- Ayat Cinta : Boomingnya” film religi Islam di Indonesia.

  Bab terakhir adalah penutup, pada bab ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan terhadap suatu keseluruhan penelitian yang telah terlaksana dan pada bab ini pula akan ditambahkannya saran-saran terhadap peneliti.

BAB II PERFILMAN NASIONAL TAHUN 1900-1959 A. Lahir dan Perkembangan Industri Film di Indonesia Pada tahun 1911-an, film-film di wilayah Hindia Belanda mulai

  bermunculan dan hanya membuat sebuah film dokumenter, atau hanya sekedar mendokumentasikan apa yang nampak, bahkan cara perekamannya sangat kuno, yaitu hanya dengan meletakkan kamera di sudut ruangan atau dengan merekam secara langsung dari aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang Belanda dan pribumi pada waktu tersebut. Salah satu contoh dari film Dokumenter yang dibuat di Hindia Belanda adalah film rekaman Pasar Gambir (Miniatur Jakarta Fair) yang film-film tersebut

  21

  masih tersimpan baik di Pusat Audio-Visual Kerajaan Belanda. Industri film sendiri di wilayah Hidia Belanda mulai berdiri pada tahun 1926, yaitu perusahaan NV Java Film Company yang didirikan oleh L. Heuveldorp dari Batavia dan G. Krugers dai Bandung, dengan film pertamanya berjudul

  22 Loetoeng Kasaroeng buatan L. Hoveldorp.

  Pertunjukan perdana film Loetoeng Kasaroeng diadakan pada Jumat malam, 31 Desember 1926, di Bioskop Elita dan Oriental. Sejak 30 Desember 1926, iklannya antara lain dimuat di koran Kaoem Moeda dan De

23 Indische Telegraaf.

  Dan ketika film tersebut dimuat di dalam koran, sudah wajar jika film tersebut ditambah bubu propaganda. Dalam Kaoem Moeda, film Loetoeng Kasaroeng disebut film yang ditunggu-tunggu oleh penduduk Bandung, karena pembuatan film tersebut berada di sekitar Bandung.

  Setelah keberhasilan film Loetoeng Kasaroeng, garapan selanjutnya adalah film Eulis Atjih, sebuah film rumah tangga modern, bukan lagi cerita dongeng kuno. Setelah selesai diproduksi, film tersebut diputar pertama kali 21 22 Misbah Yusa bIran, Sejarah Film tahun 1900-1950, hlm. 54. 23 Ibid, hlm. 60. di Bioskop Bandung pada Agustus 1927. Hasilnya kurang memuaskan, karena penataannya masih kurang sempurna, walaupun tekniknya tidak kalah dari film luar negeri. Namun setelah film Eulis Atjih di putar di Singapura, Eropa, dan Amerika, Universal Picture Coy. di Amsterdam, First National di Singapura, dan Film Arts Guild di New York memberikan pinjaman obligasi sebesar f 25.00. yang terbagi dalam kupon dari f 100, 250,

  24 500, 1000 dengan bunga sebesar 9% dan tiap bulannya ditebus f 1000.

  Setelah keberhasilan dua film tersebut, banyak perusahaan film yang mencoba membuat film cerita yang ditandai dengan kedatangan para pengusaha dari Thionghoa, yang sebelumnya mereka hanya menjadi pengusaha bioskop dan importir film. Secara perlahan para pengusaha Thionghoa mulai menguasai pasar, karena banyka film-film China yang laku di pasaran dan mulai menggeser pengusaha dari orang kulit putih. Pada periode ini sampai masa kependudukan Jepang, perusahaan dari Thionghoa yang berkuasa di pasaran.

  Pada tahun 1926 sampai tahun 1930, tercatat ada sekitar delapan perusahaan film di Indonesia, yaitu Java Film Company dan Cosmos Film (keduanya berasal dari Bandung), serta Halimoen Film, Batavia Motion

  Pictures, Nangsin Film Coorporation, Tan Film, Prod. Tan Boen Soan,

  dan

  Kruger Film Bedrijf

  dari Batavia. Dari semua perusahaan film tersebut, hanya dua perusahaan film yang menjadi milik orang kulit putih, yaitu

  Cosmos Film

  milik Carli dan Kruger Film Bedrijf milik Kruger, selebihnya milik orang-orang Thionghoa. Rata-rata pada periode ini perusahaan film hanya memproduksi sekitar dua sampai tiga film saja, kecuali Tan’s Film yang bisa memproduksi sampai lima film. Dan pada periode ini juga banyak perusahaan yang mengalami kebangkrutan salah satunya adalah perusahaan

  Nangsin Film

  karena pemborosan produksi film yaitu dengan mendatangkan

  24 secara langsung artis dari Sanghai China, Olive Young, untuk membintang

  25 film Resia Boroboedoer yaitu sebesar 10.000 gulden untuk artis tersebut.

  Pada tahun 1930, muncul perusahaan yang menjadi cikal-bakal terbentuknya Java Industrial Film, perusahaan tersebut yaitu Cino Motion

  Pictures

  oleh The Teng Chun yang sudah berpengalaman dalam urusan bisnis film. Perusahaan Cino Motion Pictures memproduksi film dengan cerita Thionghoa, antara lain : Sam Pek Eng Tay (1931), Pat Bie To (1932),

  Pat Kiam Hiap

  (1933), serta Ouw Phe Tjoa(1934). Setelah memproduksi film tersebut, The Teng Chun mengganti nama perusahaan tersebut menjadi

  Java Industrial Film

  pada 1935. Kemudian perusahaannya meneruskan produksi-produksi film klasik Tionghoa, seperti Lima Siloeman Tikoes (1935), Pan Sie Tong (1935), The Pat Kai Kawin (1935), Ouw Phe Tjoa II

  26 (1936), dan Hong Lian Sie (1937).

  Pada tahun 1937, perusahaan ANIF (Algemeene Nederlandsch Indie

  Film Syndicaat

  ) dengn sutradaranya Albert Balink, memproduksi sebuah film Terang Boelan yang sangat laku di pasaran, karena komposisi sistem bintangnya dan adegan-adegan yang disukai publik pada masa itu. Adegan seperti nyanyian, lelucon, perkelahian, dan keajaiban adalah yang paling banyak disukai publik penikmat film.

  Pada tahun 1937 hingga 1942, terdapat perusahaan film yang mulai aktif berproduksi lagi hingga menjelang kedatangan Jepang, yaitu Java