Monitoring Keberadaan Pegawai Menggunakan Rfid Sebagai Masukan Untuk Mengukur Beban Kerja

BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1. Beban kerja
Menurut Gopher & Doncin (1986) beban kerja adalah suatu konsep yang timbul akibat
adanya keterbatasan kapasistas dalam memproses informasi. Dalam menjalankan
sebuah tugas, individu diharapkan dapat menyelesaikan tugas tersebut dalam tingkatan
tertentu. Apabila keterbatasan yang dimiliki individu tersebut menghambat tercapainya
hasil kerja yang diharapkan, maka telah terjadi kesenjangan antara tingkat kemampuan
individu yang diharapkan dengan tingkat kapasitas yang dimiliki. Kesenjangan ini dapat
berakibat pada kegagalan dalam kinerja (performance failure). Untuk menghindari hal
tersebut, maka diperlukan pemahaman dan pengukuran yang lebih mengenai beban
kerja.
Menurut Suarfi (2016), pengukuran kerja yang dilakukan secara berkelanjutan
memberikan umpan balik, yang merupakan hal yang penting dalam upaya perbaikan
secara terus menerus. Salah satu kriteria pengukuran kerja adalah pengukuran waktu
(time study). Pengukuran kerja yang dimaksudkan adalah pengukuran waktu standar
atau waktu baku. Pengertian umum pengukuran kerja adalah suatu aktivitas untuk
menentukan waktu yang dibutuhkan oleh seseorang operator dalam melaksanakan
kegiatan kerja dalam kondisi dan tempo kerja yang normal.
Proses pengukuran waktu dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar,

yaitu pengukuran waktu secara langsung dan pengukuran waktu secara tidak langsung.
Disebut secara langsung karena pengamat berada di tempat di mana objek sedang
diamati. Pengamat secara langsung melakukan pengukuran atas waktu kerja yang
dibutuhkan oleh seorang operator (obyek pengamatan) dalam menyelesaikan
pekerjaannya. Pengukuran secara langsung terdiri dari dua cara, yaitu pengukuran
dengan menggunakan stop watch dan sampling kerja. Sedangkan pengukuran waktu
secara tidak langsung adalah pengamat tidak berada secara langsung di lokasi (objek)
pengukuran. Secara garis besar pengukuran kerja mempunyai peran sangat penting
untuk:

Universitas Sumatera Utara

7

1. Memastikan tercapainya rencana kerja yang telah disepakati.
2. Memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan kerja dan membandingkannya dengan
rencana kerja serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kinerja.
3. Menjadi alat komunikasi antar bawahan dan pimpinan dalam rangka upaya
memperbaiki kinerja organisasi.


2.2. Perhitungan beban kerja dengan menggunakan Work Sampling
Work sampling adalah suatu teknik untuk mengadakan sejumlah besar pengamatan
terhadap aktifitas kerja dari mesin, proses atau pekerja/ operator. Pengukuran kerja
dengan metode sampling kerja diklasifikasikan sebagai pengukuran kerja secara
langsung karena pelaksanaan kegiatan pengukuran harus secara langsung di tempat
kerja yang diteliti. Bedanya dengan cara jam henti adalah bahwa pada cara sampling
pekerjaan pengamat tidak terus menerus berada ditempat pekerjaan melainkan
mengamati

hanya

pada

waktu-waktu

yang

telah

ditentukan


secara

acak

(Wignjosoebroto, 2006). Secara garis besar metode sampling kerja akan dapat
digunakan untuk:
1. Mengukur ratio delay dari tenaga kerja, operator, mesin atau fasilitas kerja
lainnya. Sebagai contoh ialah untuk menentukan persentase dari jam atau hari
dimana tenaga kerja benar-benar terlibat dalam aktifitas kerja dan persentase dimana
sama sekali tidak ada aktifitas kerja yang dilakukan (menganggur atau idle).
2. Menetapkan performance level dari tenaga kerja selama waktu kerjanya berdasarkan
waktu-waktu dimana orang ini bekerja atau tidak bekerja.
3. Menentukan persentase produktif tenaga kerja seperti halnya yang dapat
dilaksanakan oleh pengukuran kerja lainnya.

2.2.1. Pelaksanaan Sampling Kerja
Menurut Sutalaksana et al(1979) ebelum melakukan sampling kerja dilakukan langkahlangkah persiapan awal yang terdiri atas pencatatan segala informasi dari semua
fasilitas yang ingin diamati serta merencanakan jadwal waktu pengamatan berdasarkan
prinsip randomisasi. Setelah itu barulah dilakukan sampling yang terdiri dari tiga

langkah yaitu melakukan sampling pendahuluan, uji keseragaman data dan menghitung
jumlah kunjungan kerja.

Universitas Sumatera Utara

8

Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang dapat dipertanggungjawabkan
secara statistik, langkah-langkah yang dijalankan sebelum sampling dilakukan, yaitu :
1. Penetapan tujuan pengukuran, yaitu untuk apa sampling dilakukan. Hal ini akan
menentukan besarnya tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan.
2. Jika sampling dilakukan untuk mendapatkan waktu baku, dilakukan penelitian untuk
mengetahui ada tidaknya suatu sistem kerja yang baik, jika belum ada maka
dilakukan perbaikan atas kondisi dan cara kerja terlebih dahulu.
3. Dipilih operator yang dapat bekerja normal dan dapat diajak bekerja sama.
4. Dilakukan latihan bagi operator yang dipilih agar bisa dan terbiasa dengan sistem
kerja yang dilakukan.
5. Dilakukan

pemisahan


kegiatan

sesuai

yang

ingin

didapatkan

sekaligus

mendefinisikan kegiatan kerja yang dimaksud.
6. Persiapan peralatan yang diperlukan berupa papan atau lembaran-lembaran
pengamatan.
Cara melakukan sampling pengamatan dengan cara sampling pekerjaan terdiri
dari tiga langkah yaitu :
1. Dilakukan sampling pendahuluan.
2. Uji keseragaman data.

3. Dihitung jumlah kunjungan yang diperlukan.

2.2.2. Penentuan Jadwal Pengamatan
Menurut Sutalaksana et al(1979), dilakukan sejumlah pengamatan terhadap aktifitas
kerja untuk selang waktu yang diambil secara acak. Untuk ini umumnya satu hari kerja
dibagi kedalam satuan-satuan waktu yang besarnya ditentukan oleh pengukur. Pada
umumnya panjang satu satuan waktu tidak terlalu panjang. Berdasarkan satu satuan
waktu inilah saat-saat kunjungan ditentukan.
Misalnya satu satuan waktu panjangnya tiga menit, maka satu hari kerja (tujuh
jam) mempunyai 140 satuan waktu. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah kunjungan
tidak lebih dari 140 kali dalam satu hari. Jika dalam satu hari dilakukan 84 kali
kunjungan maka dengan bantuan tabel bilangan acak ditentukan waktu-waktu
kunjungan tersebut. Berdasarkan waktu yang telah diacak tersebut, maka pengamatan
dilakukan dimana pengamat mengelompokkan kegiatan bekerja (work) dan kegiatan

Universitas Sumatera Utara

9

menganggur (idle). Tentu dalam hal ini ditentukan terlebih dahulu definisi work dan

idle tersebut.

2.2.3. Rating Factor
Menurut Sutalaksana et al(1979), setelah pengukuran berlangsung pengukur harus
mengamati kerja yang ditunjukkan operator. Ketidakwajaran dapat saja terjadi misalnya
bekerja tanpa kesungguhan, sangat cepat seolah-olah diburu waktu, atau karena
menjumpai kesulitan-kesulitan tertentu. Sebab-sebab seperti ini mempengaruhi
kecepatan kerja yang berakibat terlalu singkat atau terlalu panjangnya waktu
penyelesaian. Hal ini jelas tidak diinginkan karena waktu baku yang dicari adalah waktu
yang diperoleh dari kondisi dan cara kerja yang baku yang diselesaikan secara wajar.
Misalnya ada ketidakwajaran, maka pengukur harus mengetahuinya dan menilai
seberapa jauh hal itu terjadi. Penilaian perlu diadakan karena berdasarkan inilah
penyesuaian dilakukan. Jadi jika pengukur mendapatkan harga rata-rata siklus atau
elemen yang diketahui diselesaikan dengan kecepatan tidak wajar oleh operator, maka
agar harga rata-rata tersebut menjadi wajar, pengukur harus menormalkannya dengan
melakukan penyesuaian.
Pada umumnya penyesuaian dilakukan dengan mengalikan waktu siklus ratarata atau waktu elemen rata-rata dengan suatu harga p yang disebut faktor penyesuaian.
Besarnya harga p tentunya sedemikian rupa sehingga hasil perkalian yang diperoleh
mencerminkan waktu yang sewajarnya atau yang normal. Bila pengukur berpendapat
bahwa operapor bekerja di atas normal (terlalu cepat) maka harga p lebih besar dari satu

(p1), sebaliknya jika operator dipandang bekerja di bawah normal maka harga p akan
lebih kecil dari satu (p). Seandainya pengukur berpendapat bahwa operator bekerja
dengan wajar maka harga p nya sama dengan 1 (p=1).
Adapun salah satu cara untuk menentukan faktor penyesuaian yaitu dengan cara
Shumard. Cara Shumard memberikan patokan-patokan penilaian melalui kelas-kelas
kinerja kerja dengan setiap kelas mempunyai nilai sendiri-sendiri seperti yang tertera
Tabel 2.1. Pengukur diberi patokan untuk menilai performansi kerja operator menurut
kelas-kelas superfast, fast+, fast, fast-, excelent, dan seterusnya.

Universitas Sumatera Utara

10

Tabel 2.1 Penyesuaian Dengan Cara Shumard
Kelas

Penyesuaian

Superfast


100

Fast +

95

Fast

90

Fast -

85

Excellent

80

Good +


75

Good

70

Good -

65

Normal

60

Fair +

55

Fair


50

Fair -

45

Poor

40

2.2.4. Allowance
Sutalaksana et al(1979) menyatakan bahwa Allowance atau kelonggaran diberikan
untuk tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatigue dan hambatan
– hambatan yang tidak dapat dihindarkan.
1. Kelonggaran waktu untuk kebutuhan pribadi (Personal Allowance)
Besarnya waktu untuk kelonggaran pribadi untuk pekerja pria berbeda dengan
pekerja wanita. Misalnya untuk pekerjaan ringan pada kondisi kerja normal pria
memerlukan 2-2,5% dan wanita 5% (persentase ini dari waktu normal), atau 10
sampai 24 menit setiap hari akan dipergunakan untuk kebutuhan yang bersifat
personil apabila operator bekerja selama 8 jam per hari tanpa jam istirahat resmi.
Meskipun jumlah waktu longgar untuk kebutuhan personil yang dipergunakan ini
akan bervariasi tergantung pada individu pekerjanya dibandingkan dengan jenis
pekerjaan yang dilaksanakannya.
2. Kelonggaran waktu untuk melepaskan lelah (Fatigue Allowance)
Kelelahan fisik manusia bisa disebabkan oleh beberapa penyebab diantaranya adalah
kerja yang membutuhkan banyak pikiran dan kerja fisik. Masalah yang dihadapi
untuk menetapkan jumlah waktu yang diizinkan untuk melepaskan lelah adalah

Universitas Sumatera Utara

11

sangat sulit dan kompleks. Waktu yang dibutuhkan untuk keperluan istirahat sangat
tergantung pada individu yang bersangkutan. Lama waktu periode istirahat dan
frekuensi pengadaanya akan tergantung pada jenis pekerjaannya.
3. Kelonggaran waktu karena keterlambatan-keterlambatan (Delay Allowance)
Dalam melaksanakan pekerjaan, pekerja tidak akan lepas dari berbagai hambatanhambatan. Keterlambatan atau delay, bisa disebabkan faktor-faktor yang sulit untuk
dihindari karena berada diluar kemampuan pekerja untuk mengendalikannya.
Namun juga bisa disebabkan beberapa faktor yang sebenarnya masih dapat dihindari,
misalnya mengobrol yang berlebihan dan menganggur dengan sengaja.
Kelonggaran (allowance) diberikan untuk tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi
menghilangkan rasa fatigue, dan hambatan-hambatan yang tidak dapat dihindarkan.
Ketiganya ini merupakan hal-hal yang secara nyata dibutuhkan oleh pekerja, dan yang
selama pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat ataupun dihitung. Karenanya sesuai
pengukuran dan setelah mendapatkan waktu normal, kelonggaran perlu ditambahkan.
Langkah pertama menentukan kelonggaran dalam perhitungan waktu baku adalah
menentukan besarnya kelonggaran untuk ketiga hal tersebut berdasarkan faktor-faktor
yang mempengaruhi seperti tertera pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Besarnya Allowance

Faktor

Contoh Pekerjaan

Ekivalen
Beban

A. Tenaga yang dikeluarkan
1. Dapat diabaikan
2. Sangat ringan
3. Ringan
4. Sedang
5. Berat
6. Sangat berat
7. Luar biasa berat

Kelonggaran (%)
Pria

Wanita

Tanpa Beban

0,0 – 6,0

0,0 – 6,0

0,00 – 2,25

6,0 -7,5

6,0 -7,5

Menyekop, ringan

2,25 – 9,00

7,5 – 12,0

7,5 – 16,0

Mencangkul

9,00 – 18,00

12,0 -19,0

16,0 – 30,0

Mengayun Palu yang
Berat

18,00 – 27,00

19,0 – 30,0

Memanggul beban

27,00 – 50,00

30,0 – 50,0

Memanggul karung
berat

Diatas 50 kg

Bekerja di meja,
duduk
Bekerja di meja,
berdiri

Universitas Sumatera Utara

12

Tabel 2.2 Besarnya Allowance (lanjutan)

Faktor

Contoh Pekerjaan

Ekivalen
Beban

Kelonggaran (%)

B. Sikap Kerja
1. Duduk
2. Berdiri diatas dua
kaki
3. Berdiri diatas
satu kaki
4. Berbaring

5. Membungkuk

Bekerja duduk,
ringan

0,0 – 1,0

Badan tegak,
ditumpu dua kaki

1,0 – 2,5

Satu kaki
mengerjakan alat
control
Pada bagian sisi,
belakang atau depan
badan
Badan dibungkukkan
bertumpu pada kedua
kaki

2,5 – 4,0

2,5 – 4,0

4,0 – 10,0

C. Gerakan kerja
1. Normal
2. Agak terbatas
3. Sulit
4. Pada anggotaanggota badan
terbatas
5. Seluruh anggota
terbatas

Ayunan bebas dari
palu
Ayunan terbatas dari
palu
Membawa beban
berat dengan satu
tangan

0
0–5
0–5

Bekerja dengan
tangan diatas kepala

5 – 10

Bekerja dilorong
pertambangan yang
sempit

10 – 15

D. Kelelahan mata *

Pencahayaan
Baik

Pencahayaan
Buruk

1. Pandangan yang
terputus-putus

Membawa alat ukur

0,0 – 6,0

0,0 – 5,0

2. Pandangan yang
hampir terus
menerus

Pekerjaan-pekerjaan
yang teliti

6,0 – 7,5

6,0 – 7,5

3. Pandangan terus
menerus dengan
fokus tetap

Pemeriksaan yang
sangat teliti

7,5 – 12,0

7,5 – 16,0

Universitas Sumatera Utara

13

Tabel 2.2 Besarnya Allowance (lanjutan)

Faktor
4. Pandangan terus
menerus dengan
fokus berubahubah

Contoh Pekerjaan

Ekivalen
Beban

Memeriksa cacatcacat pada kain

5. Pandangan terus
menerus dengan
konsentrasi tinggi
dan fokus tetap

Kelonggaran (%)

12,0 – 19,0

16,0 – 30,0

19,0 – 30,0

6. Pandangan terus
menerus dengan
konsentrasi tinggi
dan fokus
berubah-ubah

30,0 – 50,0

E. Keadaan suhu
tempat kerja **
1. Beku
2. Rendah
3. Normal
4. Sedang
5. Tinggi
6. Sangat tinggi

Suhu (0C)

Kelelahan
manual

Berlebihan

Dibawah 0

Diatas 10

Diatas 12

0 – 13

10 - 5

12 – 5

13 – 22

5–0

8–0

22 – 28

0–5

0–8

28 – 36

5 – 40

8 – 100

Diatas 36

Diatas 40

Diatas 100

F. Keadaan atmosfer ***
1. Baik
2. Cukup
3. Kurang baik
4. Buruk

Ruang yang berventilasi baik, udara
segar

0

Ventilasi kurang baik, ada bau-bauan

0–5

Adanya debu-debuan beracun atau
tidak beracun
Adanya bau-bauan yang berbahaya
yang mengharuskan menggunakan alat
pernafasan

5 – 10
10 – 20

Universitas Sumatera Utara

14

Tabel 2.2 Besarnya Allowance (lanjutan)
G. Keadaan lingkungan
1. Bersih, sehat, cerah dengan kebisingan rendah

0

2. Siklus kerja berulang-ulang antara 5 – 10 detik

0–1

3. Siklus kerja berulang-ulang antara 0 – 5 detik

1–3

4. Sangat bising

0–5

5. Jika faktor-faktor berpengaruh dapat menurunkan kualitas

0–5

6. Terasa adanya getaran lantai

5 – 10

7. Keadaan-keadaan yang luar biasa (bunyi, kebersihan, dll)

5 – 15

* Kontras antara warna hendaknya diperhatikan
** Tergantung juga pada keadaan ventilasi
*** Dipengaruhi juga oleh ketinggian tempat kerja dari permukaan laut dan keadaan
iklim
Catatan pelengkap: Allowance untuk kebutuhan pribadi bagi pria adalah 0 – 2,5% dan
wanita adalah 2 – 5%.

2.2.5. Presentase waktu produktif dan uji keseragaman data
Menurut Sutalaksana et al(1979), perhitungan waktu produktif bertujuan untuk
mengetahui presentase waktu yang digunakan masing-masing karyawan untuk bekerja
selama jam kerja berlangsung. Presentase waktu produktif dapat diketahui dengan
menggunakan persamaan 2.1.

!"#$%&'()('*+ =

.%/0*ℎ !234*/*'*3 − 6&'()('*+ 7$02
.%/0*ℎ 8234*/*'*3

(2.1)



Uji keseragaman data bisa dilaksanakan dengan cara visual dan/ atau
mengaplikasikan peta kontrol (control chart). Uji keseragaman data secara visual dapat
dilakukan dengan mudah dan cepat dengan melihat data yang terkumpul dan

Universitas Sumatera Utara

15

mengidentifikasikan data yang terlalu ekstrim. Data ekstrim adalah data yang terlalu
besar atau terlalu kecil dan jauh menyimpang dari trend rata-ratanya. Data ekstrim tidak
dimasukkan kedalam perhitungan selanjutnya.
Peta kontrol (control chart) adalah suatu alat yang tepat guna untuk menguji
keseragaman data yang diperoleh dari hasil pengamatan (Sutalaksana et al, 1979). Data
yang dikatakan seragam adalah data yang berasal dari sistem yang sama (berada
diantara batas kontrol) dan tidak seragam (diluar batas kontrol). Adapun perhitungan
batas untuk keseragaman data dapat dilihat pada persamaan 2.2 dan 2.3 (Montgomery,
1985).

9:6 = 8 + 3

8 1−8
3

(2.2)

9:9 = 8 − 3

8 1−8
3

(2.3)

Dimana:
BKA = Batas Kontrol Atas
BKB = Batas Kontrol Bawah
p = Presentase waktu produktif
n = Jumlah pengamatan

2.2.6. Uji Kecukupan Data
Menurut Wignjosoebroto (2006), untuk mengetahui jumlah pengamatan yang akan
dilakukan telah mencukupi atau tidak, maka dilakukan uji kecukupan data. Banyaknya
pengamatan yang harus dilakukan dalam work sampling akan dipengaruhi oleh dua
faktor utama yaitu:
1. Tingkat ketelitian dari hasil pengamatan.
2. Tingkat keyakinan dari hasil pengamatan.
Dengan asumsi bahwa terjadinya kegiatan seorang pegawai saat bekerja atau
menganggur mengikuti pola distribusi normal. Untuk menentukan kecukupan jumlah
observasi dapat digunakan persamaan 2.4 (Barnes, 1986):

Universitas Sumatera Utara

16

>′ =

&@ 1 − 8
A @8

(2.4)

Dimana:
N’

= Jumlah pengamatan yang harus dilakukan

S

= Tingkat ketelitian yang dikehendaki, menggunakan 5%

p

= Presentase waktu produktif

k

= Tingkat kepercayaan

Tingkat kepercayaan 68% memiliki harga k = 1
Tingkat kepercayaan 95% memiliki harga k = 2
Tingkat kepercayaan 99% memiliki harga k = 3
Didalam aktifitas pengukuran kerja umumnya tingkat ketelitian menggunakan
nilai 5% dan tingkat kepercayaan sebesar 95%. Hal ini menyatakan bahwa sekurangkurangnya 95 dari 100 harga rata-rata dari hasil pengamatan yang dicatat akan memiliki
penyimpangan tidak lebih dari 5%. Besar nilai N’ (jumlah pengamatan yang harus
dilakukan) harus lebih kecil dari nilai N (jumlah pengamatan yang sudah dilakukan).
Apabila kondisi yang diperoleh adalah nilai N’ lebih besar dari N, maka pengamatan
harus dilakukan kembali. Sebaliknya jika nilai N’ lebih kecil daripada N, maka
pengamatan yang dilakukan telah mencukupi sehingga data bisa memberikan tingkat
keyakinan dan ketelitian yang sesuai dengan yang diharapkan.

2.3. Workload Analysis (WLA)
Menurut Menpan (1997), pengukuran beban kerja diartikan sebagai suatu teknik untuk
mendapatkan informasi tentang efisiensi dan efektifitas kerja suatu unit organisasi, atau
pemegang jabatan yang dilakukan secara sistematis dengan menggunakan teknik
analisis jabatan, teknik analisi beban kerja tau teknik manajemen lainnya. Lebih lanjut
dikemukakan bahwa pengukuran beban kerja merupakan salah satu teknik manajemen
untuk mendapatkan informasi jabatan, melalui proses penelitian dan pengkajian yang
dilakukan secara analisis. Informasi jabatan tersebut dimaksudkan agar dapat
digunakan sebagai alat untuk menyempurnakan aparatur baik dibidang kelembagaan,
ketatalaksanaan, dan sumber daya manusia.

Universitas Sumatera Utara

17

Menurut Sutalaksana et al(1979), beban kerja dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan 2.5.
92B*3 :2"C* = ! × 1 + EF × 1 + 6GG × 0,01

(2.5)

Dimana:
RF

= Performance

ALL

= Allowance

!

= persentase produktivitas

Menurut Suarfi (2016) Beban kerja dikatakan normal dan tidak perlu adanya
penyesuaian jika nilai beban kerja berada pada rentang 70%-100%.
Adapun manfaat dari work load analysis adalah (Sutalaksana et al, 1979):
• Alat Manajermen dalam mengambil keputusan.
• Menganalisa beban kerja berdasarkan kegiatan, disiplin yang dibutuh pengalokasian
tenaga ahli, penempatan staf pada posisi yang mendesak.
• Menganalisa proses-proses kerja yang ada dan mencari jalan yang potensial untuk
meningkatkan efisiensi dan efektifitas.
• Menyediakan data pendukung dalam meningkatkan dana program-program sosial,
ekonomi dan penelitian.
• Memfasilitasi diskusi dan pengkajian ulang yang berhubungan dengan produk hasil.
• Proyek yang timbul dari program-program baru/tambahan serta tugas-tugas yang
berdasarkan pada beban kerja maupun kekuatan kerja (work force) saat ini dan
mendatang.
• Menyediakan data unutk mengkorelasikan beban kerja dengan kebutuhan personal
dengan tujuan pengalokasian sumber daya yang lebih komprehensif.
• Membantu manajer menentukan bagaimana mengurangi kelebihan atau ketidak
seimbangan beban kerja.
• Membantu dalam penyusunan kebutuhan pelatihan untuk karyawan
• Menyediakan data sumber daya manusia ketika organisasi mengalami perubahan.
• Merancang disiplin ilmu apa yang dibutuhkan oleh pekerja dimasa yang akan datang.
• Membantu pengembangan dan evalusasi dari pengukaran performa.
• Menyediakan data pendukung dalam keputusan alokasi sumber daya.

Universitas Sumatera Utara

18

• Menghasilkan database dari proses kerja untuk referensi pada masa yang akan
datang.

2.4. Radio Frequency Identification (RFID)
Menurut Maryono (2005) RFID adalah teknologi untuk mengidentifikasi seseorang
atau objek tertentu dengan menggunakan transmisi frekuensi radio, khususnya 125kHz,
13.56Mhz atau 800-900Mhz. Definisi lain mengenai RFID yaitu sebuah teknologi
penangkapan data yang dapat digunakan secara elektronik untuk mengidentifikasi,
melacak dan menyimpan informasi yang tersimpan dalam tag RFID (Supriatna, 2007).
RFID menggunakan frekuensi radio untuk membaca informasi dari sebuah device kecil
yang disebut tag atau transponder (Transmitter + Responder). Tag RFID akan
mengenali diri sendiri ketika mendeteksi sinyal dari competible device, yaitu reader
RFID (RFID Reader). RFID ditempatkan pada objek atau orang sehingga dapat di
identifikasi, dilacak dan diatur secara otomatis.
Sistem RFID terdiri dari empat komponen, di antaranya adalah sebagai berikut:
• Tag yaitu device yang menyimpan informasi untuk identifikasi objek. Tag RFID
sering juga disebut sebagai transponder.
• Antena untuk mentransmisikan sinyal frekuensi radio antara RFID reader dengan tag
RFID.
• RFID reader adalah device yang kompatibel dengan tag RFID yang akan
berkomunikasi secara wireless dengan tag.
• Application software adalah aplikasi pada sebuah workstation atau PC yang dapat
membaca data dari tag melalui reader RFID. Baik tag dan reader RFID
diperlengkapi dengan antena sehingga dapat menerima dan memancarkan
gelombang elektromagnetik.
Dalam RFID terdapat bermacam-macam teknologi tentang posisi seperti,
Global Positioning System (GPS), cellular phone tracking system, Wi-Fi positioning
system dan RFID Positioning System. Semua teknologi tersebut memiliki perbedaan
ulasan, aplikasi, aksesoris dan keterbatasan. Di antara teknologi tersebut, yang paling
populer dari positioning system adalah GPS yang ada saat ini. Positioning system ini
berbasis satelit yang dirancang untuk lingkungan luar, namun, itu tidak berfungsi
dengan baik di dalam ruangan. Sinyal GPS mudah diblokir oleh sebagian besar bahan

Universitas Sumatera Utara

19

konstruksi dan sehingga membuatnya tidak berguna untuk penentuan posisi dalam
ruangan.

2.4.1. RFID Aktif dan Pasif
Tag RFID terbagi atas dua macam yaitu tag RFID aktif dan tag RFID pasif. Tag RFID
aktif memiliki sumber energi sendiri atau baterai internal. Keuntungannya adalah alat
pembaca (reader) mampu mengenali tag dalam jarak yang cukup jauh. Memory pada
tag ini cukup variatif bahkan ada yang sampai 1MB. Tag aktif bisa mengirim sejumlah
instruksi ke mesin dan mesin menangkap informasi ini dalam bentuk history tag.
Kendalanya adalah ukuran yang lebih besar, harga yang lebih mahal dan usia yang
terbatas (maks. 10 tahun).
Tag RFID pasif tidak memiliki sumber energi seperti baterai. Umumnya tag
pasif ini berukuran lebih kecil dibandingkan dengan tag aktif dan berharga lebih murah
dan usia pakai yang tidak terbatas. Keterbatasannya adalah jarak dalam membaca
informasi ke reader. Tag pasif ini sudah diprogram sebelumnya dengan data-data yang
unik (32 s.d 128 bit) dan tidak dapat dimodifikasi. Tabel 2.3 merupakan perbedaan
teknik antara RFID aktif dan pasif.
Tabel 2.3 Perbedaan Teknik Antara RFID Aktif dan Pasif

Sumber tenaga tag

RFID Aktif

RFID Pasif

Di dalam tag

Energi yang ditransmisikan oleh
reader dalam bentuk Radio
Frequency

Baterai tag

Ada

Tidak

Ketersediaan tenaga tag

berkelanjutan

Harus berada pada jarak yang
dicakup reader

Sinyal yang diperlukan

Rendah

dari reader ke tag
Ketersediaan kekuatan

Tinggi (harus mampu memberi
tenaga ke tag)

Tinggi

Rendah

sinyal dari tag ke reader

Universitas Sumatera Utara

20

2.4.2. Kemampuan fungsional RFID aktif dan Pasif
Karena perbedaan teknis yang diuraikan di atas, kemampuan fungsional dari RFID
aktif dan pasif sangat berbeda dan harus dipertimbangkan ketika memilih teknologi
untuk aplikasi tertentu. Tabel 2.4 merangkum kemampuan RFID aktif dan pasif.
Tabel 2.4 Ringkasan dari Kemampuan RFID Aktif dan Pasif
RFID Aktif

RFID Pasif

Jarak jauh (100m atau

Pendek dan sangat pendek

lebih)

(3m atau kurang)

Multi-tag

Mengumpulkan 1000 tag

Mengumpulkan ratusan tag

Collection

atas wilayah 7 acre dari

dalam dalam 3 meter dari

satu reader

satu reader

Mengumpulkan 20 tag

Mengumpulkan 20 tags

bergerak di lebih dari 100

bergerak di 3mph atau lebih

mph

lambat

Kemampuan

Kemampuan untuk terus

Kemampuan membaca dan

Sensor

memantau dan masukkan

memindahkan nilai-nilai

sensor record data untuk

sensor hanya ketika tag ini

sensor

didukung oleh reader, tidak

Jarak komunikasi

ada data/waktu cap
Penyimpanan data

Penyimpanan baca/tulis

Penyimpanan data

data besar (contoh 128kb)

membaca kecil/ tulis
(contoh 128 bytes)

Berikut berbagai macam aplikasi RFID:
1. Inventory Control
Sistem penanganan barang pada proses manufaktur dan distribusi yang efisien dan
hemat waktu, dapat disediakan dengan sistem identifikasi yang cepat dan aman. Hal
ini dapat dengan mudah direalisasikan dengan RFID, karena tidak memerlukan
kontak langsung, maupun kontak optik. Dengan tambahan fitur anticollision
sejumlah barang dapat diperiksa secara bersamaan. Pada aplikasi ini masalah
lingkungan dan kecepatan merupakan peranan yang penting (Avione, 2004).

Universitas Sumatera Utara

21

2. Transportasi
Kenyamanan dan efisiensi waktu menjadi tawaran yang menarik untuk pengunaan
RFID pada bidang transportasi, di mana penggunaan sistem identifikasi yang cepat
diperlukan. Contohnya adalah penggunaan tag RFID untuk menandai bawaan
penumpang, dan pengganti tiket sehingga dapat mencegah antrian yang panjang
(Avione, 2004).
3. Keamanan dan Akses Kontrol
Contoh aplikasi pada bidang ini adalah sistem keamanan pada mobil, atau fasilitas
tertentu, di mana untuk aplikasi ini diperlukan keamanan dengan level yang tinggi
dan tidak mudah ditiru. Untuk kebutuhan ini dapat direalisasikan dengan generasi
kedua tag RFID yaitu Digital Signature Transponder (Weis, 2004).

2.5. Indoor Positioning System
Indoor positioning system (IPS) adalah sebuah sistem penentuan posisi suatu objek
didalam sebuah bangunan fisik seperti kantor, sekolah, rumah sakit, dan lain-lain secara
berkelanjutan dan real time (Dempsey, 2003). Indoor positioning system adalah suatu
sistem yang dapat menentukan posisi seseorang di dalam suatu ruangan tertutup
atau gedung. Sistem ini selain dapat menentukan posisi, juga dapat menentukan
orientasi dan arah pergerakan seseorang (Ghose, 2015).
Gu (2009) mengungkapkan bahwa indoor positioning system telah dikembangkan
selama beberapa tahun terakhir dengan mengandalkan berbagai macam teknologi
termasuk WLAN, inframerah, RFID, ultrasound dan lain lain tetapi masih saja ada
beberapa solusi komersial yang tersedia dan orang orang yang melakukan hal tersebut
sering kali mengarah ke harga yang cukup mahal dan sulit untuk dapat di install.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa indoor positioning system merupakan sistem untuk
menemukan benda benda atau pun orang di dalam gedung menggunakan peralatan
tambahan seperti sensor ultrasonik, inframerah, RFID serta informasi sensoris lainnya
yang dikumpulkan oleh mobile device.

Universitas Sumatera Utara

22

2.6. RSSI Ranging
RSSI (Received Strength Signal Indicator) adalah pengukuran kekuatan sinyal yang
diterima receiver yang dikirimkan oleh transmitter. Kekuatan sinyal yang diterima
dapat

digunakan

untuk

menentukan

jarak

dikarenakan

semua

gelombang

elektromagnetik memiliki hubungan inverse-square antara kekuatan sinyal dengan
jarak (Savvides, et al.,2001). Hal tersebut dapat dilihat pada persamaan 2.6.
!" ∝

1

(2.6)

$2

Dimana Pr adalah kekuatan sinyal yang diterima pada jarak d dari reader. Persamaan
menunjukkan bahwa jarak yang ditempuh oleh sinyal dapat dicari dengan
membandingkan perbedaan antara kekuatan transmisi dan kekuatan sinyal yang
diterima yang biasa disebut path loss.
Dalam pengukuran praktis, peningkatan path loss yang diakibatkan oleh
penambahan jarak dapat berbeda-beda dalam situasi atau lokasi yang berbeda. Untuk
itu diperlukan environmental characterization dengan menggunakan path loss exponent
n seperti yang ditunjukkan oleh persamaan 2.7 (Pu, 2009).
!" =

!"

$0

$ $L

(2.7)

M

Dimana, Pr(d0) adalah kekuatan sinyal yang diterima pada jarak d0. Nilai Pr(d0)
biasanya dihitung secara empiris pada jarak 1 meter. Adapun cara alternatif untuk
menghitung Pr(d0) persamaan Free-space Path Loss (FSPL) seperti yang ditunjukkan
pada persamaan 2.8.
!" = 20× log10

4R$
S

(2.8)

Path loss exponent n pada persamaan 2.7 adalah salah satu parameter paling
penting dalam environmental characterization. Jika tingkat penambahan path loss lebih
drastis ketika bertambahnya jarak, maka nilai n akan lebih besar. Adapun cara mencari
nilai path loss exponent dapat menggunakan persamaan 2.8.
3 =

!"

$0

− !"

$

10 × logTL $ $L

(2.8)

Tabel 2.5 menunjukkan beberapa nilai path loss exponent n pada berbagai
situasi atau lingkungan (Rappaport, 1996).

Universitas Sumatera Utara

23

Tabel 2.5 Path Loss Exponent dalam berbagai lingkungan
Environment

Path Loss Exponent

Free Space

2

Urban Area Cellular Radio

2.7 – 3.5

In building line-of-sight

1.6 – 1.8

Obstructed in building

4-6

Obstructed in factories

2-3

Dalam mengukur jarak antara reader dan tag menggunakan RSSI, persamaan
2.7 dapat diubah menjadi model propagasi log-distance path loss seperti pada
persamaan 2.5 (Pu, 2009).
!"

$

= !"

$0

− 10 × 3 × log10

$
$0



(2.9)

Persamaan 2.9 merupakan persamaan log-distance path loss untuk menghitung
pengurangan jumlah sinyal yang diterima pada daerah vakum (free-space). Saat
didalam ruangan, sinyal selalu dipengaruhi oleh refleksi, refraksi, dan atenuasi. Untuk
mengimbangi nilai atenuasi dalam ruangan, maka perlu ditambahkan fade margin pada
persamaan 2.9 seperti tertera pada persamaan 2.10 (Pathak, et al., 2014).
!"

$

= !"

$0

− 10 × 3 × log10

$
$0

+ UV

(2.10)

Dimana Xs merupakan nilai fade margin. Nilai fade margin berbeda pada setiap
lingkungan dan harus dihitung secara empiris untuk masing-masing lingkungan. Pada
daerah perkantoran biasanya nilai fade margin berkisar 10 dBm (Pathak, et al., 2014).

2.7. Triliteration
Metode trilateration adalah metode yang menggunakan jarak antara beberapa lokasi
yang menjadi referensi (reader) dengan lokasi yang akan dicari (tag) sebagai jari-jari
lingkaran dimana titik pusat masing-masing lingkaran berada pada lokasi referensi
(reader) kemudian titik perpotongan lingkaran-lingkaran tersebut merupakan lokasi
yang sedang dicari (tag). Metode ini membutuhkan setidaknya tiga buah titik referensi

Universitas Sumatera Utara

24

untuk dapat menentukan titik yang akan dicari. Ilustrasi metode Trilateration dapat
dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1. Ilustrasi Metode Trilateration (Zhang, et al., 2009)
Dari gambar 2.1 dapat dilihat bahwa 3 buah lingkaran yaitu p1(x1, y1), p2(x2, y2),
p3(x3, y3) memiliki jari-jari yang berbeda. Jari-jari dari masing-masing lingkaran yang
terbentuk merupakan jarak dari masing-masing reader ke tag. Posisi tag yang akan
dicari yaitu p(x, y) merupakan titik potong antara ketiga lingkaran tersebut. Untuk
mencari titik p (x, y) dapat dilakukan dengan cara menggunakan teori pythagoras
seperti ditunjukkan pada persamaan 2.11 (Pu, 2011).
$T @ = WT − W

@

+ XT − X

@

$ @ @ = W@ − W

@

+ X@ − X

@

$ Y @ = WY − W

@

+ XY − X

@

(2.11)

Jika disusun ulang persamaan 2.7 untuk mencari titik (x, y) maka akan didapatkan
persamaan 2.8 (Pu, 2011):
W=

6ZY@ + 9ZTY + [Z@T
2 WT ZY@ + W@ ZTY + WY Z@T

6UY@ + 9UTY + [U@T
X =
2 XT UY@ + W@ UTY + WY U@T

(2.12)

Dimana,
6 = WT @ + XT @ − $T @
9 = W@ @ + X@ @ − $@ @

(2.13)

[ = WY @ + XY @ − $Y @

Universitas Sumatera Utara

25

Dan
UY@ = WY − W@
UTY = WT − WY
U@T = W@ − WT
ZY@ = XY − X@

(2.14)

ZTY = XT − XY
Z@T = X@ − XT

Jika persamaan 2.14 diselesaikan maka akan didapatkan titik p(x,y).

2.8. Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang Indoor Positioning System telah digunakan dengan menggunakan
beberapa metode. Pu et al pada tahun 2011 melakukan penelitian tentang penggunan
RSSI dalam pengaplikasian teknik indoor localization. Metode yang digunakan pada
penelitian ini dapat digunakan oleh berbagai macam Wireless Sensor Network.
Penelitian ini menyatakan bahwa untuk menambah akurasi dari sistem yang dibuat,
dibutuhkan penelitian lebih lanjut tentang environmental characterization dan
penggunaan RSSI harus diteliti lebih lanjut.
Pada tahun 2013, Mahiddin et al, menggunakan metode trilateration untuk
menentukan posisi seseorang di dalam ruangan. Penelitian ini menggunakan kekuatan
sinyal Wi-Fi dengan standarisasi IEEE 802.11g Networking. Penelitian ini dilakukan
dengan cara User menggunakan aplikasi Wi-Fi Analyzer pada smartphone untuk
mendapatkan presentase kekuatan sinyal kemudian merubah presentase kekuatan sinyal
tersebut untuk mendapatkan jarak antara User dengan masing-masing Access Point.
Posisi User dapat ditentukan dengan metode trilateration. Penelitian ini hanya bersifat
tahap awal untuk kemudian dikembangkan lebih lanjut dengan mempertimbangkan
transmission barrier seperti dinding.
Firaldi pada tahun 2014 menggunakan metode trilateration dan dibantu dengan
teknik fuzzy untuk menganalisa pola kehadiran mahasiswa pada jurusan teknik
informatika Universitas Maritim Raja Ali Haji. Penelitian ini menggunakan metode
penentuan jarak yang diajukan oleh Mahiddin et al pada tahun 2011. Kemudian

Universitas Sumatera Utara

26

penelitian ini menentukan pola kehadiran mahasiswa dengan menggunakan teknik fuzzy
untuk melihat apakah terdapat kecurangan absensi terhadap mahasiswa tersebut. Hasil
dari penelitian ini menunjukkan bahwa sistem dapat mengenali pola kehadiran
mahasiswa dalam perkuliahan didalam ruang kelas. Adapun rangkuman dari penelitian
terdahulu dapat dilihat pada tabel 2.6.
Tabel 2.6 Penelitian Terdahulu
No.

Judul

Penelitian

Metode

Keterangan

1

Indoor Location

Chuan-

Various

Penelitian ini

Tracking using

Chin Pu et

Indoor

menggunakan RSSI

Received Signal

al. (2011)

Localization

sebagai metode ranging

Technique

kemudian menerapkannya

Strength Indicator

ke beberapa metode
Localization seperti
Trilateration,
Triangulation dll.
2

User Position

Nor Aida

Trilateration

Penelitian ini hanya

Detection In An

Mahiddin

mengajukan metode

Indoor Environment

(2013)

penentuan lokasi didalam
ruangan.

3

Analisa Pola

Yukiko

Trilateration

Penelitian ini menerapkan

Kehadiran

Firaldi

teknologi RFID dengan

Mahasiswa Dalam

(2014)

memanfaatkan metode

Perkuliahan Dengan

trilateration untuk

Teknologi RFID

menganalisa pola

Studi Kasus: Jurusan

kehadiran mahasiswa

Teknik Informatika

dengan menggunakan

Umrah

teknik fuzzy

Adapun perbedaan yang dimiliki oleh penulis dengan penelitian terdahulu sebagai
berikut:

Universitas Sumatera Utara

27

1. Pu et al (2011):
Pada penelitian ini sistem yang dihasilkan tidak diimplementasikan pada
permasalahan tertentu. Penelitian mengajukan metode dasar dalam mencari lokasi
dalam ruangan menggunakan RSSI sebagai variabel pengukur jarak. Perbedaan
penelitian ini ada pada penghitungan jarak dimana penelitian ini menambahkan
variabel fade margin. Perbedaan selanjutnya terletak pada pengimplementasian
sistem dimana penelitian ini tidak mengimplementasikan hasil sistem ke masalah
yang spesifik sedangkan penulis mengimplementasikan sistem yang dihasikan untuk
mengawasi beban kerja pegawai.
2. Mahiddin et al(2013):
Pada penelitian ini tidak diaplikasikan metode yang diajukan ke masalah tertentu.
Selain itu, penelitian ini menggunakan perangkat Wi-Fi. Adapun perbedaan pada
skema input pada sistem yaitu pada penelitian ini permintaan penentuan lokasi tidak
dilakukan secara otomatis, melainkan dengan cara User menggunakan aplikasi WiFi Analyzer untuk mendapatkan presentase kekuatan sinyal kemudian memasukkan
nilai tersebut kedalam sistem. Sedangkan penelitian yang diajukan oleh penulis,
proses input data dilakukan secara seamless. Sistem akan melakukan ping terhadap
tag yang telah terdaftar setiap beberapa waktu kemudian sistem akan menyajikan
data tersebut dalam bentuk peta 2 dimensi secara otomatis. Adapun perbedaan
lainnya yaitu penulis menggunakan teknik penentuan jarak yang berbeda dengan
penelitian ini. penulis menggunakan signal decay model untuk menentukan jarak
antara reader dengan tag.
3. Firaldi (2014)
Penelitian ini mengaplikasikan metode yang diajukan dalam penelitian Mahiddin et
al(2011) sebagai basis untuk melakukan penentuan posisi dan kemudian
menganalisis posisi tersebut untuk melihat apakah ada kecurangan dalam absensi
mahasiswa menggunakan teknik fuzzy. Perbedaan penulis dengan penelitian ini
seperti yang sudah disebutkan dalam poin sebelumnya adalah perbedaan metode
penentuan jarak dan juga pengaplikasian sistem. Penulis mengaplikasikan sistem
untuk melakukan monitoring terhadap pegawai untuk kemudian mendokumentasi
jam kerja dan beban kerja pegawai tersebut sebagai sarana pengawas untuk melihat
kinerja pegawai.

Universitas Sumatera Utara