Rancang ulang Sistem Distribusi Air Bersih Pada Perumahan Turi Mansion Kota Medan

TINJAUAN PUSTAKA

Ubi Jalar Ungu
Indonesia memiliki potensi ketersediaan pangan yang cukup besar dan baik.
Salah satu sumber karbohidrat di Indonesia yaitu jenis umbi-umbian seperti ubi
jalar (Ipomoea batatas L). Menurut sejarahnya, tanaman ubi jalar yang berasal dari
Amerika Tengah tropis, namun ada yang berpendapat lain yaitu dari Polisenia.
Tanaman ubi jalar masuk ke Indonesia diduga dibawa oleh para saudagar rempahrempah. Ubi jalar dapat dikembangkan di lahan yang kurang subur dan dapat
dimanfaatkan sebagai bahan olahan ataupun sebagai bahan baku industri
(Iriani dan Meinarti, 1996).
Awalnya ubi jalar yang sering ditemui adalah ubi jalar yang memiliki kulit
berwarna coklat dan daging yang berwarna putih, kuning dan orange. Akan tetapi
semenjak diperkenalkan dua varietas ubi jalar ungu dari Jepang dengan warna
daging umbinya sangat gelap yaitu Ayamurasaki dan Yamagawamurasaki dan telah
diusahakan secara komersial, pemanfaatan ubi jalar ungu semakin memiliki
prospek yang baik (Nida, dkk., 2013).
Warna ungu pada ubi jalar disebabkan oleh adanya zat yang berwarna alami
yang disebut dengan antosianin. Antosianin adalah kelompok pigmen yang
menyebabkan warna kemerah-merahan, letaknya di dalam cairan sel yang bersifat
larut dalam air. Komponen antosianin dalam ubi jalar ungu adalah turunan mono
atau diasetil 3-(2-glukosil) glukosil 5-glukosil peonidin dan sianidin. Senyawa

antosianin juga berfungsi sebagai antioksidan dan penangkap radikal bebas
sehingga berperan untuk mencegahnya terjadi penuaan, kanker dan penyakit

Universitas Sumatera Utara

6

7

degeneratif. Selain itu antosianin juga memliki kemampuan sebagai antimutagenik
dan antikarsiogenik (Suda, dkk., 2003).
Keberadaan senyawa antosianin sebagai sumber antioksidan alami di dalam
ubi jalar ungu cukup menarik untuk dikaji mengingat banyaknya manfaat dari
kandungan antosianin. Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan
pentingnya hidup sehat, maka tuntutan konsumen terhadap bahan pangan juga kian
bergeser. Bahan pangan yang kini mulai banyak diminati konsumen bukan saja
yang mempunyai penampakan dan citarasa yang menarik, tetapi juga harus
memiliki fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh. Keberadaan senyawa antosianin pada
ubi jalar ungu menjadikan jenis bahan pangan ini sangat menarik untuk diolah
menjadi makanan yang mempunyai nilai fungsional (Nida, dkk., 2013).

Ubi jalar ungu mengandung antosianin

± 519 mg/100 g berat basah.

Kandungan antosianin yang tinggi pada ubi jalar tersebut dapat stabilitas yang
tinggi dibanding antosianin dari sumber lain, membuat tanaman ini sebagai pilihan
yang lebih sehat dan sebagai alternatif pewarna alami. Beberapa industri pewarna
dan minuman berkarbonat menggunakan ubi jalar ungu sebagai bahan mentah
penghasil antosianin (Kumalaningsih, 2006).
Ubi jalar ungu memiliki jumlah kalori yang sangat tinggi dan nilai gizi lain
yang tidak jauh berbeda dengan jenis ubi jalar lain. Jumlah kandungan gizi ubi jalar
dalam mutu fisik dan kimia tepung ubi jalar ungu dapat dilihat pada Tabel 1.
Kandungan gizi ubi jalar relatif baik, khususnya sebagai sumber karbohidrat,
vitamin, dan mineral. Ubi jalar seperti tanaman ubi-ubian lainnya dalam kandungan
segar sebagian besar terdiri dari air (71,1%) dan pati (22,4%), sedangkan
kandungan gizi lainnya relatif rendah yaitu protein (1,4%), lemak (0,2%) dan abu

Universitas Sumatera Utara

8


(0,7%). Walaupun demikian ubi jalar kaya akan vitamin A (0,01-0,69 mg/100g)
(Iriani dan Meinarti, 1996).
Tabel 1. Mutu fisik dan kimia tepung ubi jalar ungu
Komponen
Kadar air (%)
Kadar abu (%)
Kadar pati (%)
Densitas kamba (g/ml)
Daya serap air (g/g)
Daya larut air (g/g)
Viskositas panas (cP)
Viskositas dingin (cP)

Besaran
7,39
3,33
58,59
0,46
2,11

0,17
120
319

Patria, dkk., (2013)

Ubi jalar ungu yang rasanya manis mengandung antosianin yang berfungsi
sebagai

antioksidan,

antimutagenik,

hepatoprotektif

antihipertensi

dan

antihiperglisemik (Suda, dkk., 2003). Kandungan antosianin pada ubi jalar ungu

lebih tinggi daripada ubi yang bewarna putih, kuning, dan jingga. Di antara ubi jalar
ungu, kultivar Ayamurasaki dan Murasakimasari merupakan sumber pigmen
antosianin dengan produksi dan kestabilan warna yang tinggi (Suardi, 2005).
Ubi jalar kaya akan serta diet, vitamin, mineral dan antioksidan seperti asam
fenolat, antosianin, tokoferol dan betakaroten. Selain bekerja sebagai antioksidan,
senyawa karatenoid dan fenolat juga menjadikan ubi jalar menarik dengan warna
krem, kuning, orange dan ungu. Kandungan fenolat pada ubi jalar sekitar 0,14-0,51
mg/g berat segar. Ubi jalar ungu mengandung 0,4-0,6 mg antosianin/g berat segar
(Anonima, 2008).

Tepung Ubi Jalar Ungu
Ubi jalar merupakan salah satu jenis umbi yang memilki warna daging
umbinya yang bervariasi. Ubi jalar memiliki warna daging umbi seperti ungu dan
kuning, ada yang memilki senyawa karatenoid yang dapat mencapai 80-90% pada

Universitas Sumatera Utara

9

ubi jalar. Pengolahan ubi jalar menjadi bentuk tepung merupakan salah satu cara

yang dapat dilakukan untuk mempermudah penyimpanan dan pengawetan ubi jalar.
Pengolahan ubi jalar menjadi bentuk tepung juga dapat memperpanjang umur
simpan bahan dan digunakan sebagai bahan baku industri pangan maupun nonpangan (Murtiningsih dan Suyanti, 2011).
Pengolahan ubi jalar menjadi tepung dapat meningkatkan nilai tambah
pendapatan dan menciptakan industri pedesaan. Tepung ubi jalar yang merupakan
bahan baku industri setengah jadi, mempunyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai
bahan baku pada industri pangan yang fungsinya dapat mensubstitusi tepung terigu
(Sarwono, 2005).
Pemberdayaan tepung ubi jalar sebagai bahan substitusi terigu untuk bahan
baku industri pangan olahan tentunya akan meningkatkan peran komoditas ubi jalar
dalam sistem perekonomian nasional. Proses pembuatan tepung dapat dikatakan
relatif sederhana, mudah dan murah. Proses ini dapat dilakukan oleh industri rumah
tangga sampai ke industri besar. Peralatan utama yang diperlukan adalah alat
pembuat sawut atau chip dan alat penepung, dapat dalam bentuk manual atau
mekanis (Heriyanto dan Winarto, 1999).
Penggunaan tepung ubi jalar dapat dicampur dengan tepung lain (tepung
campuran/composite flour ) sebagai bahan substitusi terigu. Penggunaan tepung ubi
jalar sebagai bahan baku produk cake dan cookies dapat dilakukan sampai 100%
pengganti terigu (Suismono, 2001). Menurut Honestin (2007) di dalam Damayanthi
(2011), granula pati tepung ubi jalar memiliki bentuk poligonal, bulat, hingga

lonjong dengan ukuran granula tidak seragam. Ukuran granula pati ubi jalar yang
belum tergelatinisasi berkisar antara 2-10 µm, sedangkan granula pati ubi jalar

Universitas Sumatera Utara

10

dengan perlakuan pemasakan berkisar antara 20-60 µm. Tepung ubi jalar dari
varietas sukuh yang dibuat dengan pengeringan sinar matahari memiliki suhu
gelatinisasi yang tinggi (80,3˚C), viskositas puncak tinggi (540 BU), dengan
breakdown dan set back yang tinggi (berturut-turut 75 BU dan 165 BU). Standar

mutu tepung ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Standar mutu tepung ubi jalar
Kriteia
Kadar air (maks)
Keasaman (maks)
Kadar pati (maks)
Kadar serat (maks)
Kadar abu (maks)


Tepung ubi jalar
15%
4 ml 1 N NaOH/100 g
55%
3%
2%

Sumber : Antarlina, 1994 : dalam Antarlina, 1998

Pengeringan
Pengeringan adalah suatu proses pengeluaran air yang terkandung dalam
bahan hasil pertanian, dengan jalan menguapkan/menyublimasikan air tersebut
secara sebagian atau seluruhnya. Dengan terjadinya proses pengeringan walaupun
secara fisik maupun kimia masih terdapat molekul-molekul air yang terikat, maka
air ini tidak dapat digunakan untuk keperluan mikroorganisme. Selain itu enzim
tidak aktif secara maksimal karena reaksi biokimia memerlukan air sebagai media
(Kusmawati, dkk., 2000).
Pengeringan dapat berlangsung dengan baik, jika pemanasan terjadi pada
setiap tempat dari bahan tersebut, dan uap air yang diambil berasal dari semua

permukaan bahan tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan adalah
luas permukaan benda, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap di udara dan
waktu pengeringan (Winarno, 2004).

Universitas Sumatera Utara

11

Adapun keuntungan dari pengeringan tersebut ialah volume bahan menjadi
lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan
pengepakan, berat bahan menjadi berkurang sehingga mempermudah transpor,
dengan demikian diharapkan biaya produksi lebih murah. Disamping keuntungankeuntungannya, pengeringan juga mempunyai beberapa kerugian yaitu karena sifat
asal bahan yang dikeringkan dapat berubah, yaitu bentuk, sifat fisik dan kimianya,
penurunan mutu, dan sebagainya (Susanto dan Saneto, 1994).
Bahan pangan yang dikeringkan umumnya mempunyai nilai gizi yang lebih
rendah dibandingkan dengan bahan segarnya. Selama pengeringan juga dapat
terjadi perubahan warna, tekstur, aroma dan lain-lain. Meskipun terjadi perubahanperubahan tersebut dapat dibatasi seminimal mungkin dengan cara memberikan
perlakuan pendahuluan terhadap bahan yang akan dikeringkan. Pengurangan kadar
air pada bahan pangan akan meningkatkan konsentrasi senyawa seperti protein,
karbohidrat, lemak dan mineral, akan tetapi vitamin-vitamin dan zat warna pada

umumnya menjadi rusak atau berkurang (Muchtadi dan Sugiyono, 1997).
Pengeringan dapat dilakukan dengan cara penjemuran di bawah sinar
matahari atau dengan menggunakan alat pengering mekanis. Pengering dengan cara
penjemuran sangat ditentukan oleh keadaan cuaca. Alat pengering mekanis
digunakan selain dapat mempercepat proses pengeringan juga dapat mengurangi
bercampurnya debu ataupun kotoran lainnya, serta dapat lebih terkendali. Pada
pengeringan mekanis dengan kapasitas besar (skala industri) penggunaan udara
dengan suhu tinggi dapat dilakukan, semakin tinggi suhu pengering, akan menyerap
kandungan air bahan lebih banyak, sehingga mempercepat pengeringan dan hal ini
mengakibatkan kebutuhan laju aliran udara tiap satuan massa bahan lebih sedikit

Universitas Sumatera Utara

12

daripada

untuk

pengering


dengan

suhu

udara

yang

lebih

rendah

(Totok, dkk., 2008).

Sodium Metabisulfit
Seperti pada umumnya buah-buahan, sayur-sayuran maupun umbi-umbian
mudah mengalami pencoklatan setelah dikupas, begitu halnya terjadi pada ubi jalar
ungu. Hal ini disebabkan adanya oksidasinya dengan

udara sehingga dapat

membentuk reaksi pencoklatan akibat adanya pengaruh enzim yang terdapat dalam
bahan tersebut (browning enzymatic ). Pencoklatan karena enzim merupakan reaksi
antara oksigen dan suatu senyawa phenol yang dikatlisis polyphenol oksidase.
Perendaman dalam natrium metabisulfit pada ubi ungu sebelum proses pengeringan
dapat mencegah pencoklatan (Widowati, 2005).
Natrium metabisulfit atau natrium pyrosulfit (Sodium metabisulfit)
merupakan senyawa anorganik yang mempunyai rumus kimia Na 2S2O5 dan
digunakan sebagai bahan pengawet. Natrium metabisufit juga disebut sebagai
dinatrium atau metabisulfit. Adapun rumus molekul dari sodium metabisulfit dapat
dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Rumus molekul sodium metabisulfit (Praja, 2015).
Menurut Lindsay (1996) dalam Erawati (2006) penggunaan metabisulfit
juga dapat dengan cara disemprot atau direndam akan memberi kontrol yang efektif
terhadap enzim pencoklatan yang dapat mengkatalis proses oksidasi senyawa

Universitas Sumatera Utara

13

fenolik, seperti polifenol oksidase. Menurut Kusumawati, dkk (2012) adanya proses
perendaman menyebabkan ikatan struktur protein dapat terlepas sehingga
komponen protein menjadi bersifat larut dalam air.
Salah satu komoditas yang mudah mengalami reaksi pencoklatan setelah
dikupas adalah ubi jalar. Terbentuknya reaksi pencoklatan diakibatkan karena
reaksi oksidasi dengan udara karena pengaruh enzim pencoklatan yang terdapat
dalam bahan pangan. Pencoklatan enzimatis adalah reaksi antara oksigen dan
senyawa fenol yang dikatalis oleh polifenol oksidase. Untuk menghindarinya,
setelah buah dikupas dan diiris hendaknya direndam dalam larutan sodium
metabisulfit 0,3 % selama lebih kurang satu jam (Widowati, 2009).
Mekanisme penghambat reaksi browning non enzimatis oleh senyawa sulfit
adalah reaksi antara bisulfit dengan gugus aldehid dan gula sehingga tidak memiliki
kesempatan untuk bereaksi dengan asam amino. Senyawa ini merupakan senyawa
antara yang bereaksi dengan gugus amino dari protein atau asam amino dari protein
atau asam amino membentuk pigmen melanoidin. Reaksi antara natrium
metabisulfit pada D-Glukosa dapat dilihat pada Gambar 2.
H

C

O

H

C

OH

HO

C

H

H

C

H

C

OH
H

C

H

COH

OH

H

C

OH

OH

H

C

OH

CH2OH
D-Glukosa

+ NaH SO3

SO2Na

CH2OH
Hidroksi sulfonat

Universitas Sumatera Utara

14

Gambar 2. Penghambatan reaksi pencoklatan enzimatis oleh sulfit Winarno
(2004)
Perendaman natrium metabisulfit pada ubi jalar bertujuan untuk mencegah
pencoklatan pada ubi jalar yang akan dijadikan tepung. Warna coklat pada tepung
akan teratasi dengan penambahan larutan natrium metabisulfit yang dianjurkan
untuk produk pangan. Semakin tinggi konsentrasi natrium metabisulfit maka tepung
akan semakin putih tetapi akan mempengaruhi rasa dan aroma pada tepung.
Menurut Syarief dan Irawati (1988), selain sebagai bahan pengawet, sulfit dapat
berinteraksi dengan gugus karbonil.
Batas maksimum penggunaan SO2 dalam makanan yang dikeringkan
menurut Food Drug Administration yaitu antara 2000-3000 ppm. Jumlah
penyarapan dan penahanan (residu) SO2 dalam bahan yang dikeringkan dipengaruhi
oleh, antara lain : varietas, kemasakan dan ukuran bahan, konsentrasi SO 2 yang
digunakan, waktu sulfuring, suhu, dan kelembaban udara selama pengeringan serta
keadaan penyimpanan (Susanto dan Saneto, 1994).

Karakteristik Fisik-Kimia dan Fungsional Tepung Ubi Jalar
Karakteristik sifat fisik-kima dan fungsional tepung ubi jalar adalah kadar
air, protein, lemak, abu, serat dan karbohidrat. Sifat fungsionalnya adalah daya
serap air dan minyak.Karakteristik sifat-sifat ini disajikan pada Tabel 3.

Universitas Sumatera Utara

15

Tabel 3. Karakteristik fisik-kimia dan fungsional tepung ubi jalar
Karakteristik
Kuning
Putih tua
Air (%)
7, 16
7,75
Abu (% bk)
2,38
2,16
Protein (% bk) N x 6,25
6,02
6,45
Lemak (% bk)
2,76
3,77
Karbohidrat (% bk)
84,61
82,29
Daya serap air (g/g)
1,76
1,54
Daya serap minyak (g/g)
1,20
1,35

Ungu
7,40
1,77
6,48
2,59
82,68
1,65
1,86

Sumber : Anwar dkk., (1993)

1.

Air
Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat

mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan kita. Semua bahan
makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda, baik itu bahan
makanan hewani maupun nabati. SNI 01-3751-2000 tentang standar tepung terigu
kadar air maksimumnya sebesar 14% sedangkan SNI 01-3451-1994 tentang standar
tepung tapioka kada air maksimum sebesar 17%. Kadar air maksimal tepung ubi
jalar adalah 10% (Ambarsari dkk., 2009).
2.

Protein
Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Protein

memiliki struktur yang mengandung N, di samping C, H, O (karbohidrat dan
lemak), S dan kadang-kadang P, Fe dan Cu (sebagai senyawa kompleks dengan
protein). Seperti senyawa polimer lain (misalnya selulosa, pati) atau senyawasenyawa hasil kondensasi beberapa unit molekul (misalnya trigliserida) maka
protein juga dapat dihidrolisa atau diuraikan menjadi komponen unit-unitnya oleh
molekul air. Hidrolisa pada protein akan melepas asam-asam amino penyusunnya
(Sudarmadji, 2003).

Universitas Sumatera Utara

16

3.

Lemak
Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok yang termasuk

golongan lipida. Lipid umumnya didefinisikan sebagai senyawa biokimia yang
mengandung satu atau lebih rantai panjang asam lemak dan kurang larut dalam air
Santoso dan Murdijati (1999). Kadar lemak yang terdapat pada tepung ubi ungu
adalah 0,54% (Antarlina dan Utomo, 1999).
4.

Karbohidrat
Karbohidrat adalah polihidroksi aldehid atau polihidroksi keton dan

meliputi kondensat polimer-polimernya yang terbentuk. Karbohidrat mempunyai
peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa,
warna, tekstur, dan lain-lain.karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik
berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul
yang tinggi seperti pati, pektin, selulosa, dan lignin. Pada umumnya karbohidrat
dapat dikelompokkan menjadi monosakarida, oligosakarida, serta polisakarida.
Monosakarida merupakan suatu molekul yang terdiri dari lima atau enam atom C,
sedangkan oligosakarida merupakan polimer dari 2-10 monosakarida, dan pada
umumnya polisakarida merupakan polimer yang terdiri lebih dari 10 monomer
monosakarida (Winarno,2004).
5.

Abu
Abu adalah zat organik sisa pembakaran suatu bahan organik. Kandungan

abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya.
Penentuan abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan yaitu antara lain untuk
menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan, untuk mengetahui jenis bahan
yang digunakan, dan penentuan abu total sangat berguna sebagai parameter nilai

Universitas Sumatera Utara

17

gizi bahan makanan. Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang
cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran yang lain. Penentuan abu total
dapat dikerjakan dengan pengabuan secara kering atau cara langsung dan dapat
pula secara basah atau tidak langsung (Sudarmadji, 2003). Kadar abu yang terdapat
pada tepung ubi jalar ungu adalah 2% (Antarlina dan Utomo, 1997).
6.

Daya serap air
Kemampuan tepung menyerap air disebut Water Absorption. Kemampuan

daya serap air tepung berkurang bila kadar air dalam tepung terlalu tinggi atau
tempat penyimpanan yang lembab. Water Absorption sangat bergantung dari
produk yang akan dihasilkan (Anonimb, 2008).

Hasil Penelitian Sebelumnya
Penelitian Apriliyanti (2010) menunjukkan kadar air tepung ubi jalar ungu
yang dikeringkan dengan pengeringan matahari lebih tinggi dibandingkan dengan
pengeringan dengan oven. Hal ini disebabkan pada pengeringan dengan sinar
matahari suhunya tidak dapat diatur dan panas yang masuk ke bahan tidak
seluruhnya, sedangkan pengeringan dengan oven suhu dapat diatur sehingga panas
yang digunakan merata untuk semua bahan yang dikeringkan. Selain itu, adanya
proses pemasakan terlebih dahulu menyebabkan pati yang terdapat dalam bahan
mengalami pembengkakan sehingga menyebabkan kemampuan menyerap air
sangat besar. Apabila dikeringkan membutuhkan waktu yang lama dan air yang
terdapat dalam bahan tidak keluar karena adanya air yang terikat akibat
pemasakan/pemanasan.
Hasil penelitian Pangastuti, dkk. (2013) menunjukkan bahwa perlakuan
pendahuluan perendaman 24 jam dan perebusan 90 menit dapat meningkatan kadar

Universitas Sumatera Utara

18

air, namun menurunkan kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan jika dilakukan
pengupasan kulit dengan adanya perlakuan pendahuluan maka dapat menurunkan
kadar air dan kadar lemak pada tepung kacang merah. Pengupasan kacang merah
dapat meningkatkan kecerahan, derajat putih sekaligus menurunkan densitas kamba
dan padat.
Hasil penelitian Ahmed, dkk. (2010) menunjukkan bahwa kandungan
fenolik pada tepung ubi jalar yang tidak dikupas memiliki jumlah yang lebih tinggi
dibandingkan dengan ubi yang dikupas, karena pada kulit terkandung fenolik dalam
jumlah yang tinggi. Kandungan asam askorbat pada tepung yang mengalami
perlakuan tidak dikupas menunjukkan retensi lebih tinggi dibandingkan tepung dari
umbi yang dikupas. Ada tidaknya pengupasan dan pemberian sulfit dapat bertindak
sebagai perisai terhadap panas dan oksidasi. Perlakuan pemberian sulfit
memberikan efek terhadap kualitas karakteristik tepung ubi jalar dibandingkan
yang tidak diberi perlakuan. Sehingga dapat meningkatkan kualitas produk dari segi
warna, rasa, tingkat kemanisan, dan nutrisinya.

Universitas Sumatera Utara