Tantangan Lembaga Pendidikan Kejuruan da

1

TANTANGAN LEMBAGA PENDIDIKAN KEJURUAN DALAM PENGEMBANGAN
INDUSTRI KREATIF

Oleh: Hadi Wasito

Abstrak: Berlakunya pakta perdagangan ACFTA 2010 membawa dampak melemahnya
daya saing produk kerajinan dalam negeri. Produk kerajinan dalam negeri kalah
bersaing dengan produk impor dalam harga dan kualitas. Untuk meningkatkan
daya saing produk diperlukan upaya perbaikan kinerja melalui peningkatan
keahlian dan kualitas produk. UKM yang memiliki kelemahan kinerja dan
keunggulan dalam penyediaan lapangan pekerjaan memerlukan pembinaan
yang terarah dan tepat sasaran. Lembaga pendidikan kejuruan dapat
menfasilitasi program pembinaan melalui peran pendidikan, pelatihan, advokasi,
dan pendampingan kemitraan, serta pengadaan fasilitas kerjasamayang saling
menguntungkan.
Kata kunci: industri kreatif, kualitas produk, karakteristik ukm, pembinaan.

Membanjirnya produk kerajinan impor berlabel “made in China” dalam
berbagai bentuk dan ukuran telah mendorong tumbuhnya pelaku usaha baru dalam

bidang “pernak-pernik”. Hampir pada setiap lorong pasar kelontong, supermarket,
serta mall dapat diketemukan mini counter (bedak-bedak kecil) yang menjajakan
asesori wanita dan souvenir cantik. Gemerlapnya aneka produk kerajinan dari
negeri “tirai bambu” tidak saja menarik minat para pemodal untuk berinvestasi dalam
bidang perdagangan pada sektor kerajinan, tetapi telah pula menarik minat para
konsumen untuk berpindah dari konsumsi produk kerajinan lokal (dalam negeri) ke
konsumsi produk kerajinan impor (luar negeri) asal Cina.
Sejak diberlakukannya pakta perdagangan antara Negara-negara Asean,
termasuk Indonesia dengan negara Cina dibawah pakta perjanjian Asean-China
Free Trade Agreement (ACFTA) per 1 Januari 2010 (Triyadi, 2010). Produk
kerajinan dari Cina yang terkenal “murah-meriah” dan cantik mulai masuk ke
Indonesia bebas hambatan dan menjadi pesaing terhadap produk lokal. Tekanan-

2

tekanan terhadap produk kerajinan lokal mulai dirasakan oleh para pelaku usaha
dalam bidang kerajinan, baik oleh para pedagang maupun oleh produsen.
Masuknya produk dagang China yang memunculkan kekawatiran terhadap
terdesaknya produk dalam negeri karena kalah bersaing dalam harga (Triyadi,
2010); ancaman terhadap penurunan omzet penjualan karena beralihnya

konsumen(surya online, 2010; Muttaqin, 2010); dan terhadap pemutusan hubungan
kerja yang diakibatkan melemahnya pasar dan pengurangan produksi (Setiyaning,
2010), telah menjadi kenyataan. Sekalipun disadari bahwa ACFTA kurang
menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi dalam negeri saat ini, khususnya bagi
pertumbuhan usaha kecil dan menengah (UKM), namun dalam hal ini pemerintah
tidak dapat menunda pelaksanaannya (Muttaqin, 2010).
UKM yang telah dipercayai mampu untuk menyediakan lapangan pekerjaan
(The World Bank, 2005; Reuvid, 2007), dan mampu bertahan terhadap guncangan
krisis ekonomi (Wijana, 2005; Yohana, 2009) yang seringkali menerpa negaranegara berkembang, menghadapi tantangan baru dan tekanan-tekanan persaingan
dagang dengan China yang bebas melakukan investasi di Indonesia dibawah
perlindungan ACFTA (ACFTA Investment Agreement: p 6).
Salah satu sektor UKM yang mengalami dampak diberlakukannya ACFTA
adalah UKM sektor meubeler dan kerajinan (Surya online, 2010; Muttaqin, 2010).
Sektor meubeler dan sektor kerajinan merupakan bidang usaha UKM unggulan di
beberapa daerah. Dampak yang dirasakan oleh sektor meubeler, kerajinan, dan
tekstil dengan diterapkannya ACFTA adalah penurunan omzet penjualan (Muttaqin,
2010; Surya online, 2010), padahal, sektor meubeler, kerajinan, dan tekstil juga
merupakan tiga sektor yang memiliki peluang besar dalam kompetisi pada era
ACFTA (Prasetyantoko, 2010). Tekanan yang dihadapi oleh UKM dengan
diterapkannya ACFTA adalah rendahnya daya saing produk karena biaya tinggi

(Septiyaning, 2010) dan rendahnya produktivitas (Triyadi, 2010).

3

PERMASALAHAN
Dampak nyata dari rendahnya daya saing produk kerajinan dalam negeri
adalah turunnya permintaan pasar. UKM yang dikenal memiliki ketahanan terhadap
gelombang krisis moneter karena tiga hal, yaitu; pemberdayaan produk lokal;
menggunakan Sumber Daya Manusia (SDM) lokal, dan ; pemasaran dalam negeri
(Yohana, 2009), menjadi rapuh karena salah satu penopangnya (pasar dalam
negeri) mulai digeser dengan hadirnya produk impor yang dilindungi ACFTA.
Rapuhnya UKM bidang kerajinan, yang juga dikenal sebagai UKM industri
kreatif, memberikan sumbangan baru terhadap permasalahan ketenaga-kerjaan
yang sudah direpotkan dengan kurangnya lapangan pekerjaan dan pengangguran.
UKM yang pada mulanya dikenal sebagai sektor usaha yang mampu memberikan
sumbangan yang sangat berarti dalam penyediaan lapangan pekerjaan, mulai
berbalik arah menjadi salah satu penyumbang pemutusan hubungan kerja karena
pengurangan kapasitas produksi. Seperti diketahui bahwa usaha sektor kerajinan
menyerap banyak tenaga kerja karena proses produksi yang diandalkan adalah
proses produksi manual. Dengan penurunan kapasitas produksi UKM bidang

kerajinan, maka dapat diperhitungkan bahwa jumlah pengurangan tenaga kerja
akan sangat besar, dan tentunya pengurangan tenaga kerja ini akan menghasilkan
pengangguran baru.
Penggangguran merupakan masalah serius yang dihadapi oleh pemerintah
selama ini, permasalahan ini menjadi rumit karena meningkatnya angka
pertumbuhan ternyata tidak serta merta dapat mengurangi tingkat pengangguran
(Ruslan & Anwari, 2006). Jumlah persentase pengangguran terhadap angkatan
kerja dari tahun-ketahun selalu bertambah, dari 1,7% pada tahun 1980, dan
berturut-turut menjadi 2,1% pada tahun 1985; 3,2% pada tahun 1990; dan 7,2%
pada tahun 1995 (Ahmad, 2006). Jumlah angkatan kerja terbuka pada tahun 2005
mencapai puncak tertinggi dengan persentase jumlah pengangguran adalah 11,2%
dari jumlah angkatan kerja (Anonim, 2006a). Pada tahun 2008 dan 2009 prosentase
pengangguran sudah mengalami penurunan (BPS, 2009), yaitu dari 8,39% pada tahun
2008 turun menjadi 7,87% pada tahun 2009.

4

Beban pemerintah dimasa yang akan datang akan menjadi semakin berat
bilamana pemerintah tidak dapat mencarikan terobosan yang tepat untuk mengatasi
masalah pengangguran. Sementara itu ancaman terhadap bertambahnya jumlah

pengangguran karena menyempitnya lapangan pekerjaan di sektor Usaha Kecil dan
Menengah (UKM) mulai datang.
Sesuai dengan permasalahan pengangguran yang diakibatkan oleh
menurunnya penyerapan tenaga kerja dan meningkatnya pemutusan hubungan
kerja oleh sektor UKM industrif kreatif kerajinan, jalan keluar yang harus dilewati
adalah melakukan terobosan untuk meningkatkan kapasitas UKM melalui program
revitalisasi industri (Nugroho, 2010).
KARAKTERISTIK INDUSTRI KREATIF KERAJINAN.
Industri kerajinan pada umumnya adalah industri kecil dan lebih banyak
bersifat rumahan (home industri) yang mengandalkan proses produksi dengan
tenaga manual (tenaga kerja manusia). Keahlian dalam melakukan pekerjaan
(workmanship) menjadi ciri utamanya. Keahlian kerja yang dimiliki oleh pelaku pada
dasarnya diperoleh melalui proses yang panjang lewat cara magang dan
pengalaman kerja. Dengan demikian keahlian masing-masing orang berbeda antara
yang satu dengan yang lain. Dengan perbedaan keahlian dalam berkarya ini,
perkembangan dalam lingkungan industri kerajinan bagi pelakunya juga berbedabeda. Dalam kelompok industri kerajinan dikenal tiga klasifikasi, yaitu: buruh
pengrajin; pengrajin, dan; pengrajin pengusaha (Karsidi, 1999).
Pendidikan para buruh pengrajin dan pengrajin pada umumnya rendah,
yaitu antara tidak tamat sekolah dasar, tamat sekolah dasar dan, setinggi-tingginya
adalah tamatan sekolah lanjutan pertama. Sedangkan tingkat pendidikan pengrajin

pengusaha bervariasi antara berpendidikan sekolah dasar, sekolah menengah dan
bahkan ada sebagaian yang berpendidikan sarjana. Pengrajin pengusaha yang
berpendidikan rendah berkembang dari pengalaman dan wawasan yang
diperolehnya selama menekuni pekerjaannya sebagai pengrajin, sedangkan
pengrajin pengusaha yang berpendidikan tinggi memilih profesi sebagai pengrajin

5

pengusaha karena pengetahuan dan dasar pendidikan yang diperolehnya memiliki
relevansi dengan bidang usaha kerajinan yang dilakukannya.
Industri kecil kerajinan, dan pada umumnya kelompok industri kecil,
memiliki posisi yang sangat strategis dalam penyerapan tenaga kerja, yaitu
mencapai angka 88%, yang lebih penting bahwa ketahanan indutri kecil sangat
dapat diandalkan bilaman dihadapkan pada siutasi krisis, hal ini dikarenakan
industri kecil sangat fleksibel dan tidak tergantuk pada sektor perbankan (Sutrisno,
2008). Hal ini terbukti telah dialami oleh banyak pelaku industri, seperti yang terjadi
pada krisis ekonomi 1988. Krisis ekonomi yang dihadapi oleh UKM kerajinan alat
dapur kayu yang merupakan salah satu bentuk industri kreatif mulai tumbuh dan
berkembang di sentra industri kerajinan kayu kota Batu sejak tahun 1987 (BKPMD,
2000), merupakan ujian yang berat akan tetapi tidak berlangsung lama keadaan

pulih kembali (Arifin, 2010).
Karakeristik yang menonjol dari industri kecil adalah kelemahannya dalam
bidang manjemen keuangan. Sekalipun masalah manajemen, terutama keuangan
menjadi bagian yang sangat penting dalam pengendalian usaha, manajemen
keuangan jarang sekali dilakukan dengan baik oleh pelaku usaha kecil. Kelemahan
dalam manajemen keuangan ini menjadi terabaikan (dalam arti standar baku)
dikarenakan pelaku usaha kecil sedikit sekali mempunyai waktu untuk mengerjakan
administrasi keuangan, dimana sebagaian besar waktunya dihabiskan untuk
proses produksi, pengelolaan tenaga kerja, dan pemasaran (Mandiri, 2008).
TANTANGAN LEMBAGA PENDIDIKAN KEJURUAN
Lembaga pendidikan kejuruan sebagai lembaga pelaksana yang bertujuan
untuk menghasilkan tenaga trampil terdidik dalam bidang kejuruan (pendidikan
menengah) dan instruktur ahli (pendidikan tinggi), memiliki tanggungjawab moral
untuk turut memikirkan, serta mencari solusi yang tepat untuk membantu mengatasi
permasalahan industri yang berbasis pada bidang kejuruanyang relevan.
Tantangan terjadinya permasalahan tingkat pengangguran dan kurangnya
lapangan pekerjaan, disinyalir bukan pada tidak adanya pekerjaan tetapi pada

6


adanya kesenjangan antara kemampuan calon pekerja dan keahlian yang
dibutuhkan. Laporan menyebutkan bahwa pengangguran lebih banyak disebabkan
oleh: (1) adanya ketidakcocokan antara apa yang diperoleh dari sekolah dengan
apa yang diperlukan oleh tempat kerja (Hierbert & William, 2002); (2) tidak
dimilikinya keahlian yang cukup yang dibutuhkan oleh dunia kerja (The world Bank,
2005); serta (3) tidak terserapnya angkatan kerja yang lulus pada tahun yang
bersangkutan (Andini, 2008).
Terkait dengan upaya solusi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh
industri kecil kerajinan, yaitu rendahnya daya saing produk lokal terhadap produk
impor, lembaga pendidikan tinggi kejuruan (perguruan tinggi) dapat memberikan
perannya sebagai pusat pengembangan keilmuan dan implementasinya untuk
memecahkan masalah masyarakat. Pemecahan masalah masyarakat, khususnya
permasalahan industri kerajinan dan industri kreatif pada umumnya dapat
diselesaikan dengan melibatkan lembaga pendidikan kejuruan dengan
memanfaatkan kepakaran tenaga akademiknya denga keahlian yang relevan.
Mengambil kasus pengembangan industri kerajinan kayu pada sentra
industri kerajinan kayu Junrejo, kehadiran perguruan tinggi telah memberikan
kontribusi yang terbukti dapat diandalkan. Upaya pembinaan terhadap kegiatan
usaha kerajinan kayu pada sentra industri kerajinan kayu Junrejo telah banyak
dilakukan oleh berbagai kalangan yang terkait, seperti; Dinas Perindustrian, Dinas

Koperasi, BUMN, serta Perguruan Tinggi. Selama ini upaya pembinaan yang telah
dilakukan oleh perguruan tinggi lebih banyak difokuskan pada peningkatan
kuantitas dan kualitas produksi industri kerajinan kayu dari sisi perbaikan peralatan
produksi (Wasito, 1999).
Upaya untuk meningkatkan kualitas produksi kerajinan kayu tentu tidak saja
datang dari lembaga pendidikan tinggi kejuruan yang relevan saja, tetapi juga
datang dari berbagai lembaga yang terkait, dan tentu adanya motivasi yang kuat
dari pelaku usaha sendiri. Seperti untuk menghadapi persaingan pasar para pelaku
usaha telah berupaya dengan meningkatkan kualitas produk (Setyawan, 2010).
Namun demikian dengan adanya keterbatasan pengetahuan, upaya peningkatan

7

kualitas produksi yang dilakukan oleh para perajin masih belum dapat memenuhi
harapan.
Hasil observasi terhadap proses produksi dan jenis produksi yang
dihasilkan oleh perajin peralatan dapur pada sentra industri kerajinan kayu Junrejo,
diketemukan beberapa hal yang secara teknis operasional, dan baku standar
pengolahan kayu tidak sesuai dengan teori yang selama ini dipergunakan dan
menjadi acuan dalam pengolahan produk kayu, seperti; penyimpangan orientasi

bentuk benda kerja terhadap sifat fisik kayu. Dengan adanya penyipangan orientasi
bentuk benda kerja terhadap sifat fisik kayu, khususnya penyusutan kayu maka
benda kerja yang dihasilkan akan mengalami perubahan bentuk yang mengarah
pada penurunan kualitas produk.
Kasus yang terjadi pada saat terbakarnya dapur pengering kayu pada salah
satu usaha kerajinan kayu di Junrejo adalah dikarenakan oleh lemahnya
pemahaman proses pengeringan kayu oleh tenaga operator yang bersangkutan.
Untuk menghindari terulangnya peristiwa kebakaran dapur pengering, disain dapur
pengering direvisi sesuai dengan kebutuhan untuk peningkatan keamanan
operasional dapur pengering (Wasito, 2000).
Untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas produksi industri kerajinan
kayu tidaklah cukup hanya dengan meningkatkan jumlah dan jenis peralatan kerja
saja, melainkan juga diperlukan peningkatan kecakapan (skills) pekerjanya.
Peningkatan kecakapan dapat dikembangkan melalui kegiatan pelatihan yang
spesifik sesuai kebutuhan (Ramelan, 2005:22), yang diberikan dengan tujuan untuk
menghasilkan pekerja yang lebih produktif dari segi waktu maupun hasil kerja
(Singo, 2003:411).
OPSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KREATIF OLEH LEMBAGA PENDIDIKAN
KEJURUAN.
Pengembangan industri kreatif untuk menghasilkan produk yang

kompetitif, tidak hanya dapat dikembangkan dengan hanya sekedar memberikan
alat produksi dan modal kerja kepada industri, melainkan diperlukan upaya untuk

8

meningkatkan para pekerjanya. Keahlian (craftsmanship), merupakan hasil dari
pelatihan, ketrampilan, serta pengetahuan yang diwujudkan dalam kinerja yang
berkualitas dan kesungguhan (Williamson, 2007).
Untuk dapat berkarya dan bersaing dalam kancah global, pelaku-pelaku
industri kreatif perlu mendapatkan edukasi, advokasi, dan pendampingan. Sebagai
pusat pengembangan ilmu, lembaga pendidikan kejuruan memiliki sumber
pengetahuan, hasil penelitian yang perlu untuk disosialisasikan kepada audien
yang membutuhkan. Pendidikan tidak harus dilakukan melalui pendidikan formal
dalam kelas regular, tetapi juga kelas emerjensi yang dibutuhkan masyarakat yang
relevan kepentingannya.
Pendidikan ketrampilan kerajinan batik di SMA N1 Tempeh, yang
penyelenggaraannya disponsori oleh Yayasan Dana Sejahtera Mandiri
bekerjasama dengan LPM Universitas Negeri Malang dan atas dukungan Komite
Sekolah SMA N1 Tempeh, merupakan salah satu bentuk pendidikan untuk
masyarakat dalam pengembangan industri kreatif. Pendidikan ketrampilan batik ini
dimaksudkan untuk menghasilkan kader calon tenaga kerja dengan basis edukasi.
Hal yang sama juga dilakukan di SMA Islam Karangploso dengan pelatihan
pembuatan kerajinan bunga dari bahan kulit Jagung (Wasito, 2006). Dalam
pengembangan ketrampilan berkarya dalam bidang kerajinan,Bryan, (2007)
merekomendasikan pentingnya dukungan untuk pengembangan karir pengrajin dan
penciptaan lingkungan yang mendukungnya.
Melaksanakan peran edukasi dan advokasi , LPM Universitas Negeri
Malang memberikan pendidikan berbasis keahlian kejuruan dalam bidang
manajemen keuangan terhadap UKM industri kerajinan di wilayah Batu dengan
bekerjasama dengan Bank Mandiri, sekaligus untuk akses pengembangan
permodalan usaha melalui program mikro banking Bank Mandiri (Wasito, 2008).
Peran pendampingan kemitraan (partnership) yang berfungsi untuk
memecahkan permasalahan industri, sekaligus sebagai media penyiapkan lulusan
lembaga pendidikan untuk mempelajari dan beradaptasi dengan kehidupan industri

9

yang dipersiapkan dilingkungan lembaga pendidikan atau di lingkungan industri
dalam format teaching factory merupakan satu pemikiran yang butuh realisasi.
Betapa idealnya kalau di kota Malang yang menyebut diri sebagai kota
vokasi memiliki beberapa teaching factory sesuai dengan industry yang ada.
Betapa idealnya kalau Universitas Negeri Malang yang memiliki Jurusan
Pendidikan Kejuruan memiliki teaching factory tidak saja dalam bidang restoran
(industri boga), tetapi juga teaching factory dalam industri elektronik, industri
automotif , serta industri konstruksi.
KESIMPULAN
Pada akhir bahasan artikel ini dapat ditarik kesimpulan bahwa UKM
dalam bidang industri kreatif, khususnya dalam bidang kerajinan, dan pada
umumnya UKM (industri kecil), memiliki permasalahan kalah bersaing dengan
produk impor, dalam harga dan dalam kulitas, yang pada akhirnya berujung pada
penurunan kapasitas produksi serta pemutusan hubungan kerja. Sementara UKM
merupakan sektor unggulan dalam penyerapan tenaga kerja dan produk andalan
yang dapat dipersaingkan dalam kancah internasional.
Kelemahan dalam pengembangan industri kreatif kerajinan dapat
dilakukan dengan berbagai tindakan pembinaan, namun demikian tidaklah cukup
hanya dengan pemberian bantuan teknis dan perbaikan peralatan kerja saja,
melainkan diperlukan suatu upaya pendidikan yang relevan dengan kebutuhannya.
Lembaga pendidikan kejuruan dapat mengambil peran dalam
pengembangan industri kreatif melalui pelayanan pendidikan jangka pendek dan
pelatihan, advokasi dan pendampingan, serta kemitraan yang diwujudkan dalam
kegiatan teaching factory. Kemitraan dalam teaching factory bersifat saling
mendukung dan saling memperoleh manfaat bagi industri maupun bagi lembaga
pendidikan.

10

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad,I. 2006. Perkembangan Tingkat Pengangguran di Indonesia. Dalam Ahmad,I & Saad,I
(penyunting). Kajian Implementasi Kebijakan Trilogi Pembangunan di Indonesia.
Jakarta: Stekpi.
Andini. 2008. Pendidikan Kejuruan one1thousand100education.wordpress.com/ - 180k diakses
tanggal 29 Maret 2009.
Anonim .2006a. Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat. sanyasyari.com/wpcontent/uploads/2006/10/bab4-sejahtera.pdf – diakses tanggal 28 Maret 2009
Ariifin. Z. 2010. Kerajinan Junrejo Bangkit Dari Krisis.Surabaya Post (online)
(www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id diakses tanggal 26 Februari
2010)
BKPMD . 2000. Profil Proyek Investasi Industri Pengolahan Kayu Kebutuhan Rumah Tangga
dan Aksesori di Kabupaten Daerah Tingkat II Malang. Malang: Lembaga Studi
dan Pengembangan Kewirausahaan
BPS. 2009.Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia Agustus 2009 Menurun
Dibandingkan TPT Februari 2009. (online) (http://www.bps.go.id/?news=733
diakses tanggal 12/02/2010).
Bryan, A. 2007. Craft Development – A scoping Study. www. Hi-arts.co.uk/HiArts%20Craft%20Development%20Scoping%20Study%202007%20. Diakses
tanggal 10 February 2011.
Hiebert, B & William B, W.2002. Technical and Vocational Education and Training in the 21st
Century: New Roles and Challenges for Guidance and Counselling. UNESCO
(online) (http://unesdoc.unesco.org/images/0013/001310/131005e.pdf diakses
tanggal 17 Februari 2010).

Karsidi,R. 1999. Mobilitas Sosial Petani Di Sentra Industri Kecil Kasus Di Surakarta
(online)(www.uns.ac.id/data/0016.pdf - Mirip Diakses tanggal 2 April 2010.
Mandiri. 2008. Mentalitas Dasar Pembukuan Sederhana. Jakarta. PKBL Mandiri.

Muttaqin, H. 2010. Pengrajin pun Tergilas ACFTA . http://jurnalekonomi.org/2010/04/07/pengrajin-pun-tergilas-acfta/., diakses tanggal 7
Mei 2010
Nugroho, A. 2010. Indonesia Siap Hadapi ACFTA.
http://www.antaranews.com/berita/1264175063/indonesia-siap-hadapiacfta, diakses tanggal 7 Mei 2010.
Ramelan. 2005. The Training Managers: A Handbook. The Art of Training and Development.
Davis. E, terjemahan. Jakarta: P.T. Bhuana Ilmu Populer.

11

Reuvid.J.2004. Startt Up & Run Your Own Business. 3rd Ed. London: Kogan Page Limited
Ruslan, M & Anwari. 2006. Pemberdayaan Masyarakat- Mengantar Manusia Mandiri,
Demokratis dan Berbudaya. Jakarta: Khanata.

Septiyaning, I. 2010. Dampak ACFTA, 40.000 buruh di Jabar terancam kena PHK.
http://www.solopos.com/2010/channel/nasional/dampak-acfta-40000buruh-di-jabar-terancam-kena-phk-11220., diakses tanggal 7 Mei 2010.
Singo. T. 2003. Achieving Excellent Through Customer Service. Tschohl, J & Franzmeier, S,
terjemahan. Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka Utama.

Surya Online, 2010. Dampak ACFTA, Omzet Industri Mebel dan Batik Menurun.
http://www.surya.co.id/2010/04/02/dampak-acfta-omzet-industri-mebeldan-batik-menurun.html., diakses tanggal 7 Mei 2010.
The World Bank. 2005. Mendukung Usaha Kecil & Menengah. (online)
(siteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/.../SME.pdf. diakses tanggal 4
Maret 2010).

Triyadi, B. 2010. ACFTA Kado Pahit di Awal Tahun.
http://berita.liputan6.com/mendalam/201001/258439/ACFTA.Kado.Pahit.di
.Awal.Tahun. diakses tanggal 7 Mei 2010.
Wasito, H. dkk.1999. Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Produksi Industri Kerajinan Kayu
Melalui Penerapan Teknik Pengolahan Bahan Sistem Masinal – Laporan
Tahunan (Tahun Ke I) Program Penerapan Ipteks Untuk Pengembangan UKM
dalam Memacu Ekspor Nasional Non Migas. Malang: Lembaga Pengabdian
Kepada Masyarakat Universitas Negeri Malang.
Wasito, H. dkk. 2000. Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Produksi Industri Kerajinan Kayu
Melalui Penerapan Teknik Pengolahan Bahan Sistem Masinal – Laporan
Tahunan (Tahun Ke II) Program Penerapan Ipteks Untuk Pengembangan UKM
dalam Memacu Ekspor Nasional Non Migas. Malang: Lembaga Pengabdian
Kepada Masyarakat Universitas Negeri Malang.
Wasito, H. dkk. 2006. Pelatihan kewirausahaan siswa SMA – Menuju Manusia Indonesia
yg Mandiri, Demokratis dan Berbudaya ”. Malang: Lembaga Pengabdian
Kepada Masyarakat Universitas Negeri Malang.
Wasito, H. dkk. 2008. Pelatihan Manajemen Keuangan bagi UKM sekitar Kampus. Malang:
Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Negeri Malang.
Williamson, R.M. 2007. A World without Craftsmen (online)
(www.swspitcrew.com/.../Our%20World%20Without%20Craftsmen%200607.pdf )
diakses tanggal 6 Mei 2010

12

Wijana, S. 2005. TTG Dalam Pengambangan UKM-Kerajinan Di Jawa Timur.
Dalam.Suhartini.dkk (eds). Model-model Pemberdayaan Masyarakat. (hlm. 315335).Yogyakarta: Pustaka Pesantren.