Hubungan Nyeri Kepala Dengan Tekanan Darah Pada Lansia di Poliklinik Neurologi RSUP Haji Adam Malik, Medan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nyeri Kepala
2.1.1. Definisi
Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan pada seluruh
daerah kepala dengan batas bawah dari dagu sampai ke daerah belakang kepala
(daerah oksipital dan sebahagian daerah tengkuk) (Sjahrir,2008).
Dorland’s Pocket Medical Dictionary (2004) menyatakan bahwa nyeri
kepala adalah nyeri di kepala yang ditandai dengan nyeri unilateral dan bilateral
disertai dengan flushing dan mata dan hidung yang berair.
Nyeri kepala juga diartikan sebagai nyeri yang timbul sebagai hasil
perangsangan terhadap bagian tubuh di wilayah kepala dan leher yang peka
terhadap nyeri atau bisa dikatakan nyeri atau diskomfortasi antara orbital dan
oksiput yang berawalan dari pain-sensitive structure (Victor, 2002).
2.1.2. Etiologi nyeri kepala
Nyeri kepala dapat dibagi kepada tiga kelompok berdasarkan onsetnya
yaitu nyeri kepala akut, subakut dan kronik. Nyeri kepala akut ini bisanya
disebabkan oleh subarachnoid haemorrhage, penyakit-penyakit serebrovaskuler,
meningitis atau encephalitis dan juga ocular disease. Selain itu, nyeri kepala ini
juga bisa timbul disebabkan kejang, lumbal punksi dan karena hipertensi

ensefalopati. Bagi nyeri kepala subakut, nyerinya biasa timbul karena giant cell
arteritis, massa intracranial, neuralgia trigeminal, neuralgia glossofaringeal dan
hipertensi. Nyeri kronik timbul karena migren, nyeri kepala klaster, nyeri kepala
tipetegang, cervical spine disease, sinusitis dan dental disease (Greenberg,2002).
Dalam buku Disease of the Nervous System, dinyatakan bahwa nyeri
kepala juga disebabkan oleh penyakit pada tulang cranium, neuritis dan
neuralgia, iritasi meningeal, lesi di intracranial, trauma dan penurunan tekanan
intracranial.

Universitas Sumatera Utara

Selain itu, cough headache dan psychogenic headache juga dapat
menimbulkan nyeri kepala. Sefalgia lebih sering terjadi pada gangguan tidur OSA
(Obstructive Sleep Apnea); (Cermin Dunia Kedokteran, 2009).
2.1.3. Klassifikasi Nyeri Kepala
Berdasarkan klassifikasi Internasional Nyeri Kepala Edisi 2 dari
Internasional Headache Society (IHS):
a.

Nyeri kepala primer :

1. Migraine
2. Tension Type Headache
3. Nyeri kepala klaster dan sefalalgia trigeminal-otonomik yang lain
4. Nyeri kepala primer lainnya

b. Nyeri kepala sekunder :
1. Nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan/atau leher
2. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan vaskuler kranial atau
servikal
3. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan non-vaskuler intracranial
4. Nyeri kepala yang berkaitan dengan substansi atau withdrawalnya
5. Nyeri kepala yang berkaitan dengan infeksi
6. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan homeostasis
7. Nyeri kepala atau nyeri vaskuler yang berkaitan dengan kelainan kranium,
leher, mata, telinga, hidung, sinus, gigi, mulut, atau struktur facial atau
kranial lainnya.
8. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan psikiatrik
9. Neuralgia kranial, sentral atau

nyeri facial primer dan nyeri kepala


lainnya
10. Neuralgia kranial dan penyebab sentral nyeri facial
11. Nyeri kepala lainnya, neuralgia kranial, sentral atau nyeri facial primer
2.1.4. Skala Verbal Derajat Keparahan Nyeri Kepala
Skala verbal derajat keparahan nyeri kepala terutama intensitas dan
kemampuan fungsional menurut IHS.
0 = no headache

Universitas Sumatera Utara

1= mild headache, dapat melakukan pekerjaan sehari-hari/aktivitas normal.
2= moderate headache, aktivitas terganggu tetapi tidak sampai menghalangi
kegiatan aktivitas normal sehari-hari (tidak membutuhkan istirahat).
3= severe headache,tidak dapat melakukan/meneruskan aktivitas kerja normal
sehari-hari (memerlukan istirahat tidur,kalau perlu rawat inap di rumah sakit).

2.1.5. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang
1. Anamnesis khusus atau spesifik meliputi:
a.


Lamanya Menderita Sakit.
Bersifat akut, subakut atau kronis. Nyeri kepala berat timbul
mendadak untuk pertama kalinya, disertai gangguan kesadaran atau
defisit neurologis lainnya maka akan memberi kecurigaan adanya
perdarahan subarahnoid atau meningitis. Nyeri kepala sudah
berlangsung lama, maka akan memberi kecurigaan adanya nyeri
vaskuler, nyeri kepala tipe tegang, atau karena tumor otak.

b.

Frekuensi Nyeri Kepala.
Untuk nyeri kepala yang berulang: nyeri kepala tipe klaster, migren,
neuralgia trigeminus, nyeri kepala tipe tegang.

c.

Lamanya serangan nyeri kepala.
Berapa jam sampai dengan berapa hari saat terjadi serangan nyeri
kepala.


d.

Lokasi nyeri kepala.
Bilateral atau Unilateral. Nyeri kepala muncul unilateral, maka
memberi kecurigaan adanya migren (pada 2/3 kasus), nyeri kepala
klaster, neuralgia trigeminal, nyeri kepala karena gangguan lokal di
mata atau sinus paranasal, maupun pada neoplasma intracranial
pada salah satu hemisfer serebral. Nyeri kepala muncul bilateral,
maka memberi kecurigaan adanya migren (pada 1/3 kasus),
hidrosefalus karena neoplasma intrakranial, atau nyeri kepala tipe
tegang.

Universitas Sumatera Utara

e.

Kualitas nyeri.
Nyeri kepala berdenyut menunjukkan nyeri kepala vaskuler,
misalnya pada migren, hipertensi, atau pada demam. Nyeri kepala

konstan terdapat pada nyeri kepala tipe tegang. Nyeri kepala seperti
ditusuk-tusuk adalah pada neuralgia trigeminal.

f.

Kuantitas nyeri kepala.
Nyeri kepala mempengaruhi kegiatan hidup sehari-hari pasien atau
tidak.

g.

Intensitas nyeri kepala.
Nyeri kepala diukur derajad ringan, sedang, beratnya nyeri.

h.

Saat timbulnya nyeri kepala. Nyeri kepala klaster dapat timbul siang
atau malam hari, dan sering membangunkan pasien pada 1-2 jam
setelah tidur. Migren timbul saat bangun pagi atau membangunkan
pasien pada dini hari.


i.

Gejala yang mendahului.
Pada migren klasik, terdapat gejala prodromal berupa gangguan
visus, gangguan lapang pandang, skotoma, atau gangguan neurologis
lainnya seperti parestesi.

j.

Faktor pencetus.
Area wajah yang diusap atau disentuh, berbicara, mengunyah,
menelan, tiupan angina dapat cetuskan nyeri neuralgia trigeminal.
Nyeri kepala tipe tegang dan migren dicetuskan oleh cahaya yang
menyilaukan, suara keras, makanan tertentu seperti coklat, keju, dan
jeruk.

k.

Gejala yang menyertai.

Migren sering disertai anoreksia, muntah, dan fotofobia. Nyeri
kepala klaster disertai gangguan vegetative ipsilateral seperti keluar
air mata, lendir dari hidung, dan hidung tersumbat.

l.

Faktor yang memperberat. Nyeri kepala vaskuler apapun sebabnya
akan makin berat dengan goncangan, gerakan kepala mendadak,
batuk, bersin, maupun mengejan.

Universitas Sumatera Utara

m. Faktor yang memperingan.
Pasien migren cenderung mematikan lampu dan berada di ruang
yang tenang. Pasien nyeri kepala klaster justru gelisah dengan
berjalan berkeliling ruangan.

1. Anamnesis umum, meliputi :
a.


Kesehatan umum pasien, yaitu tingkat kesadaran pasien, dan status
gizi.

b. Tinjauan sistemik, yaitu adakah kelainan di setiap system tubuh yang
dapat menyebabkan nyeri keluhan kepala misalnya dari bidang mata,
gigi, telinga, hidung, maupun tenggorok.
c.

Riwayat penyakit dahulu, yaitu riwayat trauma kepala, riwayat
muntah dan mabuk perjalanan yang mendasari migren.

d. Riwayat keluarga, yaitu pada migren dan nyeri kepala tipe tegang
biasanya didapatkan juga pada keluarga pasien.
e.

Latar belakang pasien berupa:
i) Pekerjaan yaitu adakah kontak dengan zat-zat kimia toksik yang
dapat menyebabkan nyeri kepala.
ii) Masalah pribadi atau keluarga yang menjadi stressor pada pasien.
iii) Kebiasaan pasien yaitu adakah pasien tidak tahan terhadap

makanan tertentu yang dapat menyebabkan nyeri kepala.
iv) Emosi yaitu adakah keadaan depresi pada pasien dan keadaan apa
yang mendasari depresi tersebut.

2. Pemeriksaan fisik neurologis dalam menegakkan diagnosa nyeri kepala
meliputi:
a. Pemeriksaan mata yaitu ukuran pupil, bentuknya, dan reaksinya
terhadap cahaya, pemeriksaan visus dan lapang pandang penglihatan,
serta pemeriksaan gerakan bola mata.
b. Pemeriksaan funduskopi untuk menentukan oedema pada papil
nervus optikus atau atrofi papil nervus optikus et causa papil oedema
tahap lanjut.

Universitas Sumatera Utara

c. Pemeriksaan saraf kranialis yang lain.
d. Pemeriksaan motorik yaitu gerak, kekuatan, tonus, trofi, reflex
fisiologis, reflex patologis, klonus.
e. Pemeriksaan sensibilitas


3. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah :
a. Spesimen darah bila ada indikasi kecurigaan ke arah penyakit sistemik
sebagai penyebab nyeri kepala.
b. Specimen CSS bila ada indikasi kecurigaan perdarahan subarahnoid
atau infeksi susunan saraf pusat.
c. Electroencephalography (EEG) dengan indikasi berupa :
i) Adanya kecurigaan neoplasma intrakranial.
ii) Adanyan nyeri kepala pada satu sisi yang menetap disertai kelainan
visual,

motorik,

atau

sensibilitas

atau

sensibilitas

sisi

kontralateral.
iii) Adanya defek lapang pandang, defisit motorik, atau sensibilitas
yang menetap.
iv) Adanya serangan migren disertai sinkope.
v) Adanya perubahan intensitas, lamanya dan sifat nyeri kepala.
4. Pemeriksaan radiologik berupa :
a. Rontgen polos kepala dengan indikasi bila nyeri kepala tidak
termasuk nyeri kepala seperti neoplasma intrakranial, hidrosefalus,
perdarahan intrakranial.
b. Rontgen vertebrae servikal dengan indikasi bila ada nyeri oksipital
atau suboksipital yang bukan disebabkan oleh nyeri kepala tipe
tegang.
c. Arteriografi dengan indikasi bila ada kecurigaan aneurisme,
angioma, atau perdarahan pada proses desak ruang.
d. CT scan kepala dengan indikasi bila ada kecurigaan gangguan
struktural otak seperti neoplasma, perdarahan intrakranial, dan lainlain.

Universitas Sumatera Utara

2.1.6. Penatalaksanaan
Nyeri kepala dapat diobati dengan preparat asetilsalisilat dan jika nyeri
kepala

sangat

berat

dapat

diberikan

preparat

ergot

(ergotamin

atau

dihidroergotamin). Bila perlu dapat diberikan intravena dengan dosis 1mg
dihidroergotaminmetan sulfat atau ergotamine 0,5 mg. Preparat Cafergot
(mengandung kafein 100 mg dan 1 mg ergotamine) diberikan 2 tablet pada saat
timbul serangan dan diulangi ½ jam berikutnya.
Pada pasien yang terlalu sering mengalami serangan dapat diberikan
preparat Bellergal (ergot 0,5 mg; atropine 0,3 mg; dan fenobarbital 15 mg)
diberikan 2-3 kali sehari selama beberapa minggu. Bagi mereka yang refrakter
dapat

ditambahkan

pemberian

ACTH

(40u/hari)

atau

prednisone

(1mg/KgBB/hari) selama 3-4 minggu.
Preparat penyekat beta, seperti propanolol dan timolol dilaporkan dapat
mencegah timbulnya serangan migren karena mempunyai efek mencegah
vasodilatasi kranial. Tetapi penyekat beta lainnya seperti pindolol, praktolol, dan
aprenolol tidak mempunyai efek terapeutik untuk migraine, sehingga mekanisme
kerjanya disangka bukan semata-mata penyekat beta sahaja Preparat yang efektif
adalah penyekat beta yang tidak memiliki efek ISA (Intrinsic Sympathomimetic
Activity).
Cluster headache umumnya membaik dengan pemberian preparat ergot.
Untuk varian cluster headache umumnya membaik dengan indometasin. Tensiontypeheadache dapat diterapi dengan analgesik dan/atau terapi biofeedback yang
dapat digunakan sebagai pencegahan timbulnya serangan.
Terapi preventif yang bertujuan untuk menurunkan frekuensi, keparahan,
dan durasi sakit kepala. Terapi ini diresepkan kepada pasien yang menderita 4 hari
atau lebih dalam sebulan/jika pengobatan di atas tidak efektif. Terapi ini harus
digunakan setiap hari. Terapi preventif tersebut adalah pemberian beta bloker,
botox, kalsium channel blokers, dopamine reuptake inhibitors, SSRIs, serotonin
atau dopamine spesifik, dan TCA.

Universitas Sumatera Utara

2.2. Tekanan darah
2.2.1. Definisi tekanan darah
Tekanan darah adalah desakan darah terhadap dinding-dinding arteri
ketika darah tersebut dipompa dari jantung ke jaringan. Tekanan darah mirip
dengan tekanan dari air (darah) di dalam pipa air (arteri). Makin kuat aliran yang
keluar dari keran (jantung) makin besar tekanan dari air terhadap dinding pipa.
Jika pipa tertekuk atau mengecil diameternya (seperti pada atherosklerosis), maka
tekanan akan sangat meningkat.
Pada umumnya tekanan darah bergantung pada beberapa faktor berikut :
a. Banyaknya darah yang dialirkan
b. Banyaknya darah yang ada di perifer
c. Elastisitas pembuluh darah
d. Kepekatan darah (viskositas)
e. Tekanan darah di perifer
Tekanan darah berubah-ubah sepanjang hari, sesuai dengan situasi.
Tekanan darah akan meningkat dalam keadaan gembira, cemas, atau sewaktu
melakukan aktivitas fisik. Setelah situasi ini berlalu, tekanan darah akan kembali
menjadi normal. Apabila tekanan darah tetap tinggi, maka disebut sebagai
hipertensi atau tekanan darah tinggi.
Sesuai dengan kebiasaan yang dikerjakan di praktek klinik dan
laboratorium, maka tekanan darah diukur dengan manometer air raksa dalam
satuan millimeter air raksa atau mmHg. Pengukuran tekanan darah menggunakan
alat yang disebut sfignomanometer. Manset dari sfignomanometer diletakkan di
atas arteri brakialis. Stetoskop juga digunakan untuk mendengar denyut. Tekanan
dinaikkan hingga tidak terdengar denyut lagi. Hal ini terjadi karena tekanan
manset melebihi tekanan darah sehingga arteri terjepit dan tidak ada darah yang
mengalir di dalamnya. Kemudian, secara perlahan-lahan tekanan manset
dikurangi sehingga terdengar bunyi “dup” pertama (Korotkoff I). Denyut pertama
ini menggambarkan tekanan darah sistolik dan pada saat ini pembuluh darah yang
sebelumnya tidak teraliri darah mulai mengalirkan darah kembali.Denyutan

Universitas Sumatera Utara

terdengar disebabkan penyempitan pembuluh darah mengakibatkan aliran
laminar/ turbulen dari darah yang perlahan memasuki pembuluh darah. Ketika
tekanan manset terus diturunkan secara perlahan, bunyi denyut juga akan
terdengar menurun sehingga akhirnya menghilang. Bunyi denyut terakhir
menggambarkan tekanan darah diastolik (Korotkoff V). Bunyi denyut akhirnya
menghilang karena tekanan manset telah turun di bawah tekanan pembuluh darah
sehingga tidak ada tahanan lagi. Tekanan darah ini sangat penting dalam sistem
sirkulasi darah dan selalu diperlukan untuk daya dorong mengalirnya darah di
dalam arteri, arteriola, kapiler, dan sistem vena sehingga terbentuklah suatu aliran
darah yang menetap.
Tekanan normal darah pada orang dewasa sangat bervariasi. Tekanan
darah terdiri dari tekanan sistolik yang berkisar antara 95 sampai dengan 140
mmHg, dan tekanan ini dapat meningkat dengan bertambahnya usia. Di lain pihak
tekanan diastolik berkisar antara 60 sampai dengan 90 mmHg. Walaupun
demikian tekanan darah pada umumnya berkisar pada rata-rata nilai normal
sekitar 120 mmHg untuk tekanan sistolik dan 80 mmHg untuk tekanan diastolik.
Kedua tekanan tersebut merupakan tekanan yang dihasilkan oleh aktivitas kerja
jantung sebagai pompa dan menyebabkan darah mengalir di dalam sistem arteri
secara terus-menerus tiada henti-hentinya.
Terdapat dua macam kelainan tekanan darah, antara lain dikenal sebagai
hipertensi atau tekanan darah tinggi dan hipotensi atau tekanan darah rendah. Pada
umumnya yang lebih banyak dihubungkan dengan kelainan tekanan darah adalah
hipertensi, sedangkan hipotensi sering kali dihubungkan dengan kasus syok.
Menurut

The Seventh Report of the Joint National Committee on

detection, education, and treatment of high blood pressure (JNC VII), hipertensi
adalah suatu keadaan di mana tekanan darah sistolik lebih dari atau sama dengan
140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari atau sama dengan 90 mmHg
(Rahmawati, 2006).

Universitas Sumatera Utara

2.2.2. Klasifikasi tekanan darah
Table 2.1 Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII
Klasifikasi

tekanan Tekanan

darah Tekanan

darah

sistolik (mmHg)

Normal

> 120

dan

< 80

Prehipertensi

120-139

atau

80-89

Hipertensi tahap 1

140-159

atau

90-99

Hipertensi tahap 2

> 160

atau

>100

darah

diastolic (mmHg)

Sumber : WHO Regional 2005
2.2.3. Faktor resiko
Para ahli membagi dua kelompok faktor resiko pemicu timbulnya
hipertensi, yaitu faktor yang tidak dapat dikontrol dan faktor yang dapat dikontrol.
1. Faktor yang tidak dapat dikontrol
a. Keturunan
Sekitar 70-80% penderita hipertensi essensial ditemukan riwayat hipertensi
di dalam keluarga.Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita yang
kembar monozigot (satu telur) apabila salah satunya menderita hipertensi.
Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran dalam
terjadinya hipertensi.
b. Jenis Kelamin
Hipertensi lebih mudah menyerang kaum laki-laki daripada perempuan.
Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen
yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL).
Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam
mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen
dianggap

sebagai

penjelasan

adanya

imunitas

wanita

pada

usia

premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi
sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari
kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut

Universitas Sumatera Utara

berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang
umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun.
c. Usia
Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur. Pasien
yang berumur di atas 60 tahun, 50 – 60% mempunyai tekanan darah lebih
besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal ini merupakan pengaruh
degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah usianya. Pada
umumnya, hipertensi menyerang pria pada usia di atas 31 tahun, sedangkan
pada wanita terjadi setelah usia 45 tahun (menopause). Setelah umur 45
tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya
penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan
berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah sistolik
meningkat karena kelenturan pembuluh darah besar yang berkurang pada
penambahan umur sampai dekad ketujuh sedangkan tekanan darah diastolik
meningkat sampai dekad kelima dan keenam kemudian menetap atau
cenderung menurun.
Peningkatan umur akan menyebabkan beberapa perubahan fisiologis,
pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik.
Pengaturan tekanan darah yaitu refleks baroreseptor pada usia lanjut
sensitivitasnya sudah berkurang, sedangkan peran ginjal juga sudah
berkurang dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun.
2. Faktor yang dapat dikontrol
a. Kegemukan (obesitas)
Berat badan berlebih akan membuat seseorang susah bergerak dengan
bebas. Jantungnya harus bekerja lebih keras untuk memompa darah agar
bisa menggerakkan beban berlebihan dari tubuh tersebut. Penelitian
membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah
penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan
penderita hipertensi dengan berat badan normal.

Universitas Sumatera Utara

b. Konsumsi garam berlebihan
Natrium bersama klorida dalam garam dapur sebenarnya membantu tubuh
mempertahankan keseimbangan cairan tubuh dan mengatur tekanan darah.
Namun, natrium dalam jumlah berlebih dapat menahan air (retensi),
sehingga meningkatkan jumlah volume darah. Akibatnya jantung harus
bekerja lebih keras untuk memompanya dan tekanan darah menjadi naik.
Selain itu natrium yang berlebihan akan menggumpal di dinding pembuluh
darah dan mengikisnya sehingga terkelupas. Kotoran tersebut akan
menyumbat pembuluh darah. WHO merekomendasikan pola konsumsi
garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium
yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 6 gram
atau satu sendok teh) perhari.

c. Kurang olahraga
Olahraga seperti bersepeda, joging, dan aerobik yang teratur dapat
memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah.
Orang yang kurang olahraga cenderung mengalami kegemukan. Olahraga
juga dapat mengurangi atau mencegah obesitas serta mengurangi asupan
garam ke dalam tubuh. Garam akan keluar dari dalam tubuh bersama
keringat.
d. Merokok
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nikotin dapat meningkatkan
penggumpalan darah dalam pembuluh darah. Selain itu, nikotin juga dapat
menyebabkan terjadinya pengapuran pada dinding pembuluh darah.
e. Konsumsi alkohol
Efek dari konsumsi alkohol juga merangsang hipertensi karena adanya
peningkatan sintesis catecholamines yang dalam jumlah besar dapat
memicu kenaikkan tekanan darah (Suheni, 2007).
2.2.4. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini

Universitas Sumatera Utara

bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar
dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke
bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi
(Corwin,2001)
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mensekresi
epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapt memperkuat respon vasokontriktor pembuluh
darah.Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal,
menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetus
keadaan hipertensi (Dekker, 1996).
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer
bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia.
Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan

kemampuan

distensi

dan

daya

regang

pembuluh

darah.

Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup),

Universitas Sumatera Utara

mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer
(Corwin, 2001).
2.2.5. Gejala klinis
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menunjukkan gejala
sampai bertahun-tahun. Oleh karena itulah hipertensi dikenal sebagai silent killer.
Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang
tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti pendarahan,
eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat
akan mengalami edema pupil.
Menurut Corwin (2001) bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah
mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa nyeri kepala saat terjaga, kadangkadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranial,
penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi, ayunan langkah yang
tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat, nokturia karena peningkatan
aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus, edema dependen dan pembengkakan
akibat peningkatan tekanan kapiler.
Gejala lainnya yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu
pusing, muka merah, sakit kepala, keluarnya darah dari hidung secara tiba-tiba,
tengkuk terasa pegal, telinga berdengung dan mata berkunang-kunang
(Wiryowidagdo,2002).
2.2.6. Diagnosa
Hipertensi biasanya didiagnosis selama pemeriksaan fisik umum check up,
atau kunjungan ke dokter untuk beberapa keluhan lain kadang-kadang seseorang
mungkin didiagnosis mengalami stroke atau serangan jantung dan kemudian
ditemukan memiliki tekanan darah tinggi. Tekanan darah diukur adalah dengan
menggunakan alat yang disebut sphygmomanometer, yang memiliki manset karet
yang dibungkus di sekitar lengan atas dan ditiup dengan udara melalui bola karet
yang berulang kali diperas. Ketika tekanan dalam manset mendapat cukup tinggi,
itu memotong aliran darah pada arteri utama dari lengan atas - udara ini kemudian
perlahan-lahan dilepaskan dari manset melalui katup dan sebagai tekanan dalam
manset turun suara darah mengalir deras melalui arteri didengar melalui stetoskop

Universitas Sumatera Utara

ditempatkan di atas arteri. Tekanan di mana pertama kali mendengar suara seperti
manset dilepaskan adalah tekanan sistolik dan tekanan di mana suara terakhir
adalah mendengar seperti darah kembali ke alirannya diam, tanpa hambatan
adalah tekanan diastolik. Otomatis alat ukur elektronik melakukan hal yang sama
tetapi lebih akurat, lebih mudah digunakan, dan dapat digunakan oleh pasien
untuk pemantauan tekanan darah di rumah.
Pemeriksaan Laboratorium :
-

Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas)

dan

dapat

mengindikasikan

faktor

resiko

seperti

:

hipokoagulabilitas, anemia.
-

BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.

-

Glukosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan
oleh pengeluaran kadar ketokolamin.

-

Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisyaratkan disfungsi ginjal dan ada
DM.

-

CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, ensefalopati.

-

EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang
P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

-

IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,perbaikan
ginjal.

-

Photo dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,pembesaran
jantung.

2.2.7. Penatalaksanaan
Menurut Ganiswarna (2007), penatalaksanaan penyakit hipertensi ini
memerlukan terapi dalam pengobatannya. Tujuan terapi hipertensi adalah
mencapai dan mempertahankan tekanan darah sitolik di bawah 140 mmHg dan
tekanan darah diastolik di bawah 90 mmHg dan mengontrol faktor resiko.
Menurut Katzung & Bertram (2007), ada dua terapi yang dilakukan untuk
mengobati hipertensi. Terapi yang diberikan pada penderita hipertensi yaitu terapi
farmakologis dan terapi nonfarmakologis.
a. Terapi farmakologis

Universitas Sumatera Utara

Manajemen pengobatan hipertensi berdasarkan klasifikasi hipertensi. Individu
dengan tekanan darah normal cukup dianjurkan melakukan perubahan gaya
hidup, sedangkan pada penderita hipertensi grade I obat antihipertensi
diberikan bila dalam pemantauan selama 3 bulan, tekanan darah tetap tinggi
setelah melakukan modifikasi gaya hidup. Pada hipertensi grade I dapat
diberikan monoterapi (1 macam obat) dulu golongan diuretik, penyekat ACEIs
(Angiotensin Converting Enzymes), penyekat beta (beta blockers), penyekat
reseptor

Angiotensin

dan

penyekat

Calsium

Channel

Bloker

atau

dimungkinkan kombinasi obat (Hakim, 2006). Penderita hipertensi grade II,
sangat dianjurkan untuk memberikan terapi kombinasi karena berdasarkan
suatu penelitian hampir jarang mencapai tekanan darah diinginkan dengan
menggunakan monoterapi. Sebagian besar tekanan darah baru mencapai tahap
yang diinginkan dengan kombinasi 2-4 macam kombinasi obat (Hakim, 2006).
b. Terapi nonfarmakologis
Terapi ini meliputi perubahan gaya hidup yang merupakan kunci utama dalam
pengendalian penyakit hipertensi. Terapi yang menerapkan gaya hidup sehat
bagi setiap orang dan melakukan modifikasi gaya hidup yang terbukti dapat
menurunkan tekanan darah, mempertinggi kinerja obat-obat antihipertensi dan
mengurangi resiko terserang penyakit kardiovaskuler (Chobanian et al., 2003).
Modifikasi gaya hidup yang dapat menurunkan tekanan darah meliputi:
mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau gemuk, perencanaan
pola makan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) yang kaya akan
potassium dan kalsium, diet rendah natrium, mengkonsumsi alkohol
seperlunya, olahraga aerobik secara teratur minimal 30 menit/hari seperti
jogging, berenang, jalan kaki, dan menggunakan sepeda, menghentikan rokok,
mempelajari cara mengendalikan diri/ stres seperti melalui relaksasi atau yoga
(Ayu, 2008).
Menurut Astawan (2002), adapun cakupan modifikasi gaya hidup antara lain
berhenti merokok, mengurangi kelebihan berat badan, menghindari alkohol,
modifikasi diet serta yang mencakup psikis antara lain mengurangi stres,
olahraga, dan istirahat.

Universitas Sumatera Utara

2.3. Hubungan Nyeri Kepala dengan Tekanan Darah
Tekanan darah tinggi biasa ditemui pada pasien yang sudah berusia lanjut
(lansia). Hal ini erat hubungannya dengan proses menua pada seseorang. Di sini
terjadi perubahan berupa berkurangnya elastisitas pembuluh darah, sehingga
terjadi kekakuan pembuluh darah.Tekanan darah tinggi pada lansia yang sering
tampak adalah bagian sistol, atau yang terekam paling atas dari alat pengukur
tekanan darah.
Menurut Puspita (2002), tekanan darah tinggi tidak memberikan gejala
atau symptom pada tingkat awal. Kebanyakkan orang menganggap bahwa nyeri
kepala terutama pada pagi hari merupakan gejala dari tekanan darah tinggi.
Namun tanda tersebut sebenarnya dapat terjadi pada tekanan darah normal bahkan
sering kali tekanan darah relatif tinggi tidak memiliki tanda-tanda atau gejala
tersebut. Tekanan darah tinggi yang sudah mencapai tahap lanjut, yang berarti
telah berlangsung beberapa tahun dapat menyebabkan nyeri kepala.
Menurut National Headache Foundation (NHF), tekanan darah tinggi
dapat menyebabkan sakit kepala sesekali, tetapi secara umum tidak menghasilkan
sakit kepala berulang. Namun, berulang atau memburuk

sakit kepala sering

membuat dokter menduga tekanan darah tinggi. Menariknya, beberapa obat
tekanan darah tinggi juga bisa menyebabkan sakit kepala. NHF menggambarkan
sakit kepala hipertensi sebagai penyebab umum atau sakit tipe "hairband". Sakit
kepala tipe ini paling parah pada pagi hari dan berkurang serta menghilang
menjelang hari.
The Mayo Clinic melaporkan bahwa sakit kepala karena tegang, jenis
yang paling umum dari sakit kepala, menyebabkan nyeri ringan sampai nyeri
sedang yang terasa seperti tekanan atau berdenyut. Sakit kepala ini mempengaruhi
bagian depan, atas atau sisi kepala, mulai secara bertahap dan sering terjadi pada
tengah hari. Hal ini juga diketahui bahwa situasi stres dapat meningkatkan
tekanan darah. Oleh karena itu, banyak orang dengan tekanan darah tinggi
kemungkinan besar akan memiliki sakit kepala ketegangan pada beberapa titik
dalam hidup mereka.

Universitas Sumatera Utara