Hubungan Kreatin Kinase Dengan Kontrol Tekanan Darah Pada Hipertensi

(1)

HUBUNGAN KREATIN KINASE DENGAN KONTROL

TEKANAN DARAH PADA HIPERTENSI

TESIS

Oleh

ANDY LUMAN

NIM : 117101007

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

HUBUNGAN KREATIN KINASE DENGAN KONTROL

TEKANAN DARAH PADA HIPERTENSI

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik dan Spesialis Penyakit Dalam dalam Program Studi Ilmu Penyakit Dalam

pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

ANDY LUMAN

117 101 007

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : HUBUNGAN KREATIN KINASE DENGAN KONTROL TEKANAN DARAH PADA HIPERTENSI

Nama Mahasiswa : Andy Luman

NIM : 117101007

Program Studi : Magister Kedokteran Klinik- Spesialis Ilmu Penyakit Dalam

Menyetujui,

Pembimbing Tesis

dr. Abdrurrahim Rasyid Lubis, SpPD-KGH

Disahkan oleh:

Kepala Departemen Ketua TKP PPDS Ilmu Penyakit Dalam


(4)

Tanggal Lulus : 20 Januari 2014

Telah diuji

Pada Tanggal: 20 Januari 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Harun Rasyid Lubis, Sp.PD-KGH

Anggota : DR. dr. Blondina Marpaung, Sp.PD-KR

DR. dr. Rustam Effendi, Sp.PD-KGEH

dr. Mardianto, Sp.PD-KEMD


(5)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah penulis nyatakan dengan benar.

Nama : Andy Luman

NIM : 117 101 007


(6)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Andy Luman

NIM : 117101007

Program Studi : Magister Kedokteran Klinik- Ilmu Penyakit Dalam Jenis Karya : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-eksklusif ( Non-exclusive Royalty Free Right) atas tesis saya yang berjudul:

HUBUNGAN KREATIN KINASE DENGAN KONTROL TEKANAN DARAH PADA HIPERTENSI

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk database, merawat dan mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan Pada : Januari 2014 Yang menyatakan,


(7)

HUBUNGAN KREATIN KINASE DENGAN KONTROL TEKANAN

DARAH PADA HIPERTENSI

Andy Luman, Abdurrahim Rasyid Lubis

Divisi Nefrologi dan Hipertensi - Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan

ABSTRAK

Latar Belakang: Dijumpai proporsi besar pasien hipertensi primer yang berobat dan tanpa komplikasi mengalami kegagalan pengobatan hipertensi. Enzim kreatin kinase (CK) membentuk adenosine trifosfat pada otot rangka, jantung dan pembuluh darah. Beberapa penelitian menunjukkan CK serum merupakan prediktor tekanan darah pada populasi umum. CK jaringan yang tinggi mencetuskan hipertensi dan dijumpai pada populasi resiko tinggi hipertensi.

Tujuan: Untuk mengetahui hubungan kreatin kinase dengan kontrol tekanan darah pada hipertensi.

Metode: Penelitian potong lintang dari bulan November hingga Desember 2013 terhadap 82 pasien hipertensi dan dilakukan anamnesis, pengukuran tekanan darah dan indeks massa tubuh. Serum diambil dan dilakukan pemeriksaan CK, kadar gula darah sewaktu dan profil lipid. Uji t-independen dan Mann-Whitney menilai perbedaan rerata kadar CK dan variabel lainnya terhadap kategori hipertensi. Uji korelasi Spearman menilai hubungan tekanan darah sistolik dan diastolik dengan CK dan model regresi logistik multivariat menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kontrol tekanan darah pada hipertensi.

Hasil: Dijumpai perbedaan rerata CK yang signifikan (p=0,0001) antara kelompok hipertensi terkontrol (81,83+29,70) dan hipertensi tidak terkontrol (132,17+55,91). Dijumpai hubungan yang signifikan (p=0,0001) antara CK dengan tekanan darah sistolik (r=0,483) dan diastolik (r=0,278). CK berhubungan dengan kontrol tekanan darah (p=0,0001) bersama dengan faktor riwayat DM (p=0,015), jenis kelamin laki-laki (p=0,009) dan golongan obat (p=0,030).

Kesimpulan: Dijumpai kadar CK lebih tinggi pada pasien hipertensi tidak terkontrol dan kadar CK dapat digunakan untuk menilai kontrol tekanan darah pada hipertensi.


(8)

THE CORRELATION BETWEEN CREATINE KINASE WITH

CONTROL OF BLOOD PRESSURE IN HYPERTENSION

Andy Luman, Abdurrahim Rasyid Lubis

Division of Nephrology and Hypertension - Department of Internal Medicine Faculty of Medicine University of Sumatera Utara Medan

ABSTRACT

Background: A substantial proportion of uncomplicated, treated primary hypertensive patients have failure of hypertension treatment. The enzyme creatine kinase (CK) regenerates adenosine triphosphate in striated muscle, myocardium and blood vessels. Several studies showed serum CK was found to be a predictor of blood pressure in the general population. High tissue CK precedes hypertension and is high in population with high hypertension risk.

Objective: To evaluate the association between creatine kinase with control of blood pressure in hypertension.

Methods: A cross sectional study from November until December 2013 had been done in 82 hypertensive patients and had been conducted anamneses, measured for blood pressure and body mass index. Serum was obtained and analyzed for serum CK, random blood glucose and lipid profile. Independent t test and Mann Whitney was used to assess the difference in mean CK and others variable between hypertension categories. Spearman correlation test was used to assess the association between systolic and diastolic blood pressure with CK and multivariat logistic regression model analyzed related factors with control of blood pressure in hypertension.

Results: There was significance difference of mean CK (p=0,0001) in controlled hypertension group (81,83+29,70) compared with uncontrolled hypertension (132,17+55,91). There was significant correlation (p=0,0001) between CK with systolic (r=0,483) and diastolic blood pressure (r=0,278). CK was associated with control of blood pressure (p=0,0001) along with the history of diabetes (p=0,015), male sex (p=0,009) and drug classes (p=0,030).

Conclusion: There was higher CK level in uncontrolled hypertensive patients and CK level can be used to assessing control of blood pressure in hypertension.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang tak terhingga senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan tugas akhir pendidikan Magister Kedokteran Klinik Ilmu Penyakit Dalam di FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan rasa hormat, penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dekan Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar A. Siregar Sp.PD-KGEH yang telah memberikan izin dan menerima penulis untuk mengikuti Program Magister Ilmu Penyakit Dalam di FK USU.

2. Pembimbing dr. Abdurrahim Rasyid Lubis, Sp.PD-KGH yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.

3. Dr. Zainal Safri, Sp.PD, Sp.JP selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Penyakit Dalam FK-USU yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tesis ini.

4. Dr. Salli Roseffi Nasution, Sp.PD-KGH dan dr. Refli Hasan, Sp.PD, Sp.JP selaku Kepala dan Sekretaris Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.

5. Seluruh staf Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU: Prof. Dr. Harun Rasyid Lubis, Sp.PD-KGH, Prof. Dr. Bachtiar Fanani Lubis, Sp.PD-KHOM, Prof. Dr. Habibah Hanum, Sp.PD-Kpsi, Prof. Dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD-KKV, Prof. Dr. Azhar Tanjung,


(10)

Sp.PD-KP-KAI-Sp.MK, Prof. Dr. OK Moehad Sjah, Sp.PD-KR, Prof. Dr. Lukman Hakim Zain, Sp.PD-KGEH, Prof. Dr. M Yusuf Nasution, Sp.PD-KGH, Prof. Dr. Azmi S Kar, Sp.PD-KHOM, Prof. Dr. Haris Hasan, Sp.PD, Sp.JP(K), Dr. A. Adin St. Bagindo, Sp.PD-KKV, Dr. Mabel Sihombing, KGEH, DR. Dr. Dharma Lindarto, Sp.PD-KEMD, DR. Dr. Blondina Marpaung, Sp.PD-KR, DR. Dr. Juwita Sembiring, Sp.PD-KGEH, Dr. Leonardo Dairi, Sp.PD-KGEH, DR. Dr. Rustam Effendi, Sp.PD-KGEH, Dr. Yosia Ginting, Sp.PD-KPTI, Dr. Tambar Kembaren, Sp.PD-KPTI, Dr. Mardianto, Sp.PD-KEMD, Dr. Armon Rahimi, Sp.PD-KPTI, Dr. Alwinsyah Abidin, Sp.PD-KP, Dr. E.N. Keliat, Sp.PD-KP, Dr. Zuhrial Zubir, Sp.PD-KAI, Dr. Pirma Siburian, Sp.PD-KGer, Dr. Savita Handayani, Dr. Saut Marpaung, Sp.PD, Dr. Endang, Sp.PD, Dr. T. Abraham, Sp.PD, Dr. Meutia Sayuti, Sp.PD, Dr. Jerahim Tarigan, Sp.PD, Dr. Calvin Damanik, Sp.PD, Dr. Soegiarto Gani, Sp.PD, Dr. Ilhamd, Sp.PD, Dr. Religius Pinem, Sp.PD, Dr. Elyas Tarigan, Sp.PD, Dr. Fransiskus Ginting, Sp.PD, Dr. Alwi Thamrin Nasution, Sp.PD, Dr. Syafrizal Nasution, Sp.PD, Dr. Imelda Rey, Sp.PD, Dr. Deske Muhadi, Sp.PD, Dr. Melati Sylvani Nasution, Sp.PD, Dr Aron M Pase, Sp.PD, Dr. Dewi Murni Sartika, Sp.PD, Dr Medina, Sp.PD, Dr. Restuti Saragih, Sp.PD, Dr. Dina Aprilia Sp.PD, Dr. Sumi Ramadhani, Sp.PD, Dr Anita Rosari, Sp.PD, Dr. Taufik Sungkar, Sp.PD, Dr. Zulkhairi, Sp.PD, Dr. Adlin, Sp.PD, Dr. Radar Radius Tarigan, Sp.PD, Dr Wika Lubis, Sp.PD, dan Dr. Riri Andri Muzasti, Sp.PD.

6. Dr. Taufik Ashar, MKM yang sudah membantu penulis dalam membuat analisa statistik dalam penelitian ini.

7. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK khususnya divisi Nefrologi Hipertensi yang telah memberikan sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.

8. Seluruh rekan-rekan anggota dan pengurus Ikatan Keluarga Asisten Ahli Penyakit Dalam (IKAAPDA) di USU, terutama teman-teman seangkatan penulis: dr. Fahmi Hidayat, dr. Marah Halim Nasution, dr. Olga Y.


(11)

Hutapea, dr. Herlina Sitorus, dr. Faisal Sinurat, dr. M. Balada Amin, dr. Rizqi A. Siregar, dr. Heri Gunawan, dr. Ayu Sitoningrum, dr. Nursyamsiah, dr. Iqbal Sungkar, dan dr. Diana Purba atas dukungannya dengan persahabatan, kerja sama serta berbagi dalam suka dan duka dalam menjalani kehidupan sebagai residen.

9. Kepada dr. Juang Usman Rangkuti,dr. Ahsan Tanio Daulay, dr. Dwi Handayani Nasution, dr. Fiblia, dan dr. Nyak Hayati, yang telah membantu peneliti dalam pengumpulan sampel penelitian. Kepada

Syarifuddin Abdullah, Leli H. Nasution, Erjan Ginting, Tika, Fitri, Deni, Wanti, serta semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.

Sembah sujud dan terima kasih tak terhingga penulis haturkan kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Sonny Widjaja dan Ibunda Dona Yunica atas segala jerih payah, pengorbanan, dan kasih saying tuus telah melahirkan, membesarkan, mendidik, mendoakan tanpa henti, memberikan dukungan moril dan materiil, serta mendorong penulis dalam berjuang. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan kesehatan, rahmat, dan karunia-Nya. Terima kasih sebesar-besarnya kepada saudara kandung penulis, Lusinawaty, Sanjaya Luman, dan Tony serta segenap keluarga besar penulis yang telah memberikan bantuan moril, semangat dan doa tanpa pamrih selama pendidikan.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis sampaikan pula terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung selama pendidikan maupun dalam penyelesaian tesis ini.

Semoga Tuhan Yang maha Esa senantiasa memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua dan semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita dan masyarakat.

Medan, Januari 2014 Penulis


(12)

DAFTAR ISI Abstrak... Halaman i Abstract……… Kata Pengantar... ii iii

Daftar Isi... vi

Daftar Tabel... viii

Daftar Gambar... ix

Daftar Singkatan dan Lambang... x

Daftar Lampiran... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang…... 1

1.2 Perumusan Masalah... 3

1.3 Hipotesis Penelitian... 3

1.4 Tujuan Penelitian... 3

1.5 Manfaat Penelitian... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Hipertensi ………... 4

2.1.1 Klasifikasi... 2.1.2 Prevalensi... 2.1.3 Patofisiologi... 2.1.4 Komplikasi…... 2.1.5 Pengobatan……….. 2.2 Kreatin kinase……….. 2.3 Hubungan kreatin kinase dengan hipertensi……….... 4 5 5 8 9 11 15 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 22 3.1 Kerangka Konsep... 22

3.2 Definisi Operasional……… 22

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 24 4.1 Desain Penelitian...

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian……….. 4.3 Populasi dan Sampel……… 4.3.1 Populasi………... 4.3.2 Sampel……… 24 24 24 24 24 4.4 Cara Kerja dan Alur Penelitian……...…………...

4.5 Identifikasi Variabel………...……… 4.6 Analisis Data……… 4.7 Ethical Clearance dan Informed Consent……… 4.8 Kerangka Operasional………..

25 26 26 27 27

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN………

5.1 Hasil Penelitian………

28 28


(13)

5.1.1 Karakteristik dasar subjek penelitian……….. 5.1.2 Karakteristik responden berdasarkan kelompok

hipertensi terkontrol dan hipertensi tidak terkontrol... 5.1.3 Hubungan antara tekanan darah dengan kadar

kreatin kinase…….……… 5.1.4 Faktor-faktor yang berhubungan dengan kontrol

tekanan darah pada hipertensi……… 5.2 Pembahasan……….

28

30

33

35 35

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN………

6.1 Kesimpulan………... 6.2 Saran………

38 38 38


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Klasifikasi tekanan darah dewasa……….. 5 2.2 Komorbiditas penyakit dan kelas pengobatan individual... 11 5.1 Karakteristik responden penelitian………. 29 5.2 Karakteristik responden berdasarkan kelompok hipertensi

terkontrol dan hipertensi tidak terkontrol……… 30 5.3 Kadar kreatin kinase responden berdasarkan kelompok

hipertensi terkontrol dan hipertensi tidak terkontrol…….. 32 5.4 Korelasi tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik

dengan kadar kreatin kinase……… 33 5.5 Analisis multivariat faktor-faktor yang berhubungan


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Abnormalitas primer yang potensial pada hipertensi esensial. 8 2.2 Patogenesis komplikasi mayor hipertensi arterial………… 9 2.3 Algoritma pengobatan hipertensi………. 10

2.4 Sistem kreatin kinase……… 13

2.5 Diagram skematik kreatin kinase sebagai transduser energi

pada kontraksi otot polos………. 14 2.6 CK dan jalur regulasi utama kontraksi otot polos pembuluh

darah………. 18

3 Kerangka konsep penelitian………. 22

4 Kerangka operasional……….. 27

5.1 Grafik box plot kadar kreatin kinase berdasarkan kelompok

hipertensi terkontrol dan tidak terkontrol……… 32 5.2 Grafik histogram jumlah responden berdasarkan kadar

kreatin kinase menurut kelompok hipertensi terkontrol dan tidak terkontrol………..

33

5.3 Grafik scatter plot korelasi tekanan darah sistolik dengan

kreatin kinase……… 34

5.4 Grafik scatter plot korelasi tekanan darah diastolik dengan


(16)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

SINGKATAN Nama Pemakaian

pertama kali pada halaman β-GDPA ACEI ADP ALDO ANT ANT ARB ATP BB BP CCB cGMP CI CK CKcyt CNS CO Crn CRT DM HDL HR JNC IMT KGD LDL LFG LVH

Beta Guanidinopropionic Acid

Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor Adenosine Diphosphate

Aldosterone Antagonist

Adenosine Nucleotide Translocase Angiotensin Receptor Blocker Adenosine Triphosphate Beta Blocker

Blood Pressure

Calcium Channel Blocker

Cyclic Guanosine 3,5-hydrogen phosphate Confidence Interval

Creatine Kinase

Creatine Kinase cytocolic Central Nervous System Cardiac Output

Creatinine

Creatine Transporter Diabetes Mellitus

High Density Lipoprotein Heart Rate

Joint National Committee

Indeks Massa Tubuh Kadar Gula Darah

Low Density Lipoprotein

Laju Filtrasi Glomerulus

Left Ventricular Hypertrophy

21 10 2 11 13 10 1 10 6 10 18 34 1 12 8 6 15 14 23 26 6 4 16 26 26 24 9


(17)

MtCK MLC MLCK MLCP Na+/K+ NHANES

-ATPase

mitochondrial Creatine Kinase Myosin Light Chain

Myosin Light Chain Kinase Myosin Light Chain Phosphatase

Natrium Kalium ATP-ase

National Health and Nutrition Examination Survey 12 14 14 18 16 1 NO OR PCr Pi RAA ROS SB SER SmtCK SR-Ca2+ SV -ATPase TDD TDS THIAZ TPR UmtCK Nitrit Oxyde Odds Ratio Phosphocreatine Phosphate inorganic

Renin Angiotensin Aldosteron

Reactive Oxygen Species

Simpangan Baku

Sarcoplasmic Reticulum

Sarkoplasmic mitochondrial reatin kinase Sarcoplasmic reticulum Calcium ATP-ase Stroke Volume

Tekanan Darah Diastolik Tekanan Darah Sistolik Thiazide

Total Peripheral Resistance

Ubiquitous mitochondrial creatine kinase

17 34 11 1 8 14 28 18 12 12 6 26 26 11 6 12


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 2 3 4 5 6

Persetujuan Komisi Etik Penelitian. ... Lembaran Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian.. Surat Persetujuan Setelah Penjelasan... Kertas Kerja Profil Peserta Penelitian... Lembar Kuesioner Kepatuhan Pengobatan Morisky-8… Master Tabel Hasil Penelitian...

42 43 44 45 46 47 7 Daftar Riwayat Hidup……….. 51


(19)

HUBUNGAN KREATIN KINASE DENGAN KONTROL TEKANAN

DARAH PADA HIPERTENSI

Andy Luman, Abdurrahim Rasyid Lubis

Divisi Nefrologi dan Hipertensi - Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan

ABSTRAK

Latar Belakang: Dijumpai proporsi besar pasien hipertensi primer yang berobat dan tanpa komplikasi mengalami kegagalan pengobatan hipertensi. Enzim kreatin kinase (CK) membentuk adenosine trifosfat pada otot rangka, jantung dan pembuluh darah. Beberapa penelitian menunjukkan CK serum merupakan prediktor tekanan darah pada populasi umum. CK jaringan yang tinggi mencetuskan hipertensi dan dijumpai pada populasi resiko tinggi hipertensi.

Tujuan: Untuk mengetahui hubungan kreatin kinase dengan kontrol tekanan darah pada hipertensi.

Metode: Penelitian potong lintang dari bulan November hingga Desember 2013 terhadap 82 pasien hipertensi dan dilakukan anamnesis, pengukuran tekanan darah dan indeks massa tubuh. Serum diambil dan dilakukan pemeriksaan CK, kadar gula darah sewaktu dan profil lipid. Uji t-independen dan Mann-Whitney menilai perbedaan rerata kadar CK dan variabel lainnya terhadap kategori hipertensi. Uji korelasi Spearman menilai hubungan tekanan darah sistolik dan diastolik dengan CK dan model regresi logistik multivariat menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kontrol tekanan darah pada hipertensi.

Hasil: Dijumpai perbedaan rerata CK yang signifikan (p=0,0001) antara kelompok hipertensi terkontrol (81,83+29,70) dan hipertensi tidak terkontrol (132,17+55,91). Dijumpai hubungan yang signifikan (p=0,0001) antara CK dengan tekanan darah sistolik (r=0,483) dan diastolik (r=0,278). CK berhubungan dengan kontrol tekanan darah (p=0,0001) bersama dengan faktor riwayat DM (p=0,015), jenis kelamin laki-laki (p=0,009) dan golongan obat (p=0,030).

Kesimpulan: Dijumpai kadar CK lebih tinggi pada pasien hipertensi tidak terkontrol dan kadar CK dapat digunakan untuk menilai kontrol tekanan darah pada hipertensi.


(20)

THE CORRELATION BETWEEN CREATINE KINASE WITH

CONTROL OF BLOOD PRESSURE IN HYPERTENSION

Andy Luman, Abdurrahim Rasyid Lubis

Division of Nephrology and Hypertension - Department of Internal Medicine Faculty of Medicine University of Sumatera Utara Medan

ABSTRACT

Background: A substantial proportion of uncomplicated, treated primary hypertensive patients have failure of hypertension treatment. The enzyme creatine kinase (CK) regenerates adenosine triphosphate in striated muscle, myocardium and blood vessels. Several studies showed serum CK was found to be a predictor of blood pressure in the general population. High tissue CK precedes hypertension and is high in population with high hypertension risk.

Objective: To evaluate the association between creatine kinase with control of blood pressure in hypertension.

Methods: A cross sectional study from November until December 2013 had been done in 82 hypertensive patients and had been conducted anamneses, measured for blood pressure and body mass index. Serum was obtained and analyzed for serum CK, random blood glucose and lipid profile. Independent t test and Mann Whitney was used to assess the difference in mean CK and others variable between hypertension categories. Spearman correlation test was used to assess the association between systolic and diastolic blood pressure with CK and multivariat logistic regression model analyzed related factors with control of blood pressure in hypertension.

Results: There was significance difference of mean CK (p=0,0001) in controlled hypertension group (81,83+29,70) compared with uncontrolled hypertension (132,17+55,91). There was significant correlation (p=0,0001) between CK with systolic (r=0,483) and diastolic blood pressure (r=0,278). CK was associated with control of blood pressure (p=0,0001) along with the history of diabetes (p=0,015), male sex (p=0,009) and drug classes (p=0,030).

Conclusion: There was higher CK level in uncontrolled hypertensive patients and CK level can be used to assessing control of blood pressure in hypertension.


(21)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hipertensi merupakan faktor resiko penyebab kejadian penyakit jantung, stroke, dan gagal ginjal. Hipertensi merupakan diagnosis primer yang paling sering di Amerika Serikat, mempengaruhi sekitar 65 juta penduduk berdasarkan laporan pendahuluan Survei Pemeriksaan Kesehatan dan Nutrisi Nasional (NHANES) 2005-2006, maka pengukuran tekanan darah merupakan salah satu dari alasan utama kunjungan ke praktek dokter, dan pengobatan anti-hipertensi merupakan peresepan yang paling sering dijumpai (Blumenfeld, Liu & Laragh 2012; Egan, Zhao & Axon 2010). Tekanan darah dijumpai terkontrol pada sekitar 50.1% seluruh pasien dengan hipertensi pada NHANES 2007-2008. Walaupun dijumpai peningkatan kontrol terhadap hipertensi, namun prevalensi hipertensi total terus meningkat (Olives et al. 2013).

Hipertensi merupakan produk interaksi yang dinamis antara berbagai faktor genetik, fisiologikal, lingkungan, dan psikologis. Di masa lalu, perhatian banyak ditujukan terhadap sistem saraf autonomik dan ginjal sebagai penggerak utama hipertensi. Akhir-akhir ini, sistem imunitas juga telah diimplikasikan pada patofisiologi hipertensi, dengan banyak studi meneliti peran sel-T terhadap perjalanan hipertensi. Proses selular yang dapat mendasari gangguan vaskular termasuk perubahan fungsi sel endotel, pertumbuhan/ apoptosis sel otot polos pembuluh darah, fibrosis, hiperkontraktilitas dan kalsifikasi (Touyz 2012).

Proporsi besar pasien dengan hipertensi yang berobat tidak mencapai kontrol tekanan darah. Secara umum, pasien demikian cenderung obesitas, usia tua, atau memiliki diabetes dan kerusakan akhir organ. Namun demikian, banyak juga dijumpai pada pasien dengan hipertensi primer, tanpa komplikasi dan tidak dijelaskan mengapa pasien tersebut berespon kurang baik terhadap terapi medik (Oudman et al. 2013).

Enzim kreatin kinase (CK) diperkirakan meningkatkan respons kontraksi melalui pembentukan cepat ATP (adenosine trifosfat), dimana enzim ini mengkatalisasi transfer reversibel fosfat inorganik berenergi tinggi (Pi) antara


(22)

kreatin dan ADP (adenosine difosfat). Laju transfer grup fosfat oleh CK lebih besar dari laju maksimum pembentukan ATP oleh fosforilasi oksidatif dan glikolisis, yang menjamin resintesis cepat dari ATP. ATP yang disintesis oleh CK secara khusus digunakan untuk memenuhi proses kebutuhan energi yang tinggi seperti retensi natrium, kontraktilitas kardiovaskular, dan remodeling arteri (Oudman 2013).

Serum CK dijumpai merupakan prediktor utama tekanan darah pada populasi umum, independen terhadap usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh, atau ras, berkisar peningkatan tekanan darah sistolik sebesar 14 mmHg per log peningkatan CK, tanpa adanya bukti kerusakan otot (Brewster et al. 2006). CK jaringan yang tinggi mencetuskan hipertensi, dan terapi antihipertensi menurunkan CK jaringan pada model hewan, dan inkubasi arteri manusia yang resisten dengan inhibitor CK mengurangi kontraktilitas vaskular. CK jaringan yang tinggi juga dijumpai pada subgrup populasi dengan resiko tinggi hipertensi, termasuk otot rangka, otot jantung, dan otot pembuluh darah (Brewster et al. 2012; Oudman et al. 2013).


(23)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

Apakah kreatin kinase lebih tinggi pada pasien dengan hipertensi tidak terkontrol?

1.3. Hipotesis Penelitian

Dijumpai kreatin kinase lebih tinggi pada pasien dengan hipertensi tidak terkontrol.

1.4. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan kreatin kinase dengan kontrol tekanan darah pada hipertensi.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Mengetahui kreatin kinase lebih tinggi pada pasien dengan hipertensi tidak terkontrol dibandingkan pasien dengan hipertensi terkontrol. 2. Kreatin kinase dapat menjadi penanda laboratorium alternatif yang

dapat bermanfaat dalam menilai kontrol tekanan darah pada hipertensi. 3. Meningkatkan pengetahuan di bidang Nefrologi-Hipertensi bahwa

kadar kreatin kinase dapat dipakai sebagai prediktor menilai kontrol tekanan darah pada hipertensi.

4. Sebagai data dasar bagi penelitian selanjutnya dalam upaya menurunkan morbiditas dan mortalitas penderita hipertensi.


(24)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. HIPERTENSI 2.1.1. Klasifikasi

Nilai tekanan darah bervariasi luas pada populasi dan cenderung meningkat dengan usia. Resiko komplikasi vaskular meningkat secara progresif dan linear dengan nilai tekanan darah yang tinggi, maka diperlukan nilai cut-off

untuk menentukan tingkat hipertensi (Lee, Williams & Lilly 2011).

Faktor-faktor yang berkontribusi kesulitan dalam mendiagnosis dan pengobatan hipertensi adalah kompleks. Beberapa penyebab hipertensi dapat diidentifikasi, dan beberapa dapat disembuhkan. Berdasarkan definisi, hipertensi berhubungan dengan kondisi-kondisi tersebut dikenal dengan “hipertensi sekunder”. Walaupun aspek patofisiologi hipertensi dapat diidentifikasi pada banyak pasien, penyebab yang tidak diketahui dijumpai pada sekitar 90% populasi hipertensi. Kelompok ini dikenal dengan “hipertensi primer” atau “hipertensi esensial”. Maka diagnosis hipertensi primer dapat ditegakkan setelah penyebab-penyebab yang diketahui untuk hipertensi telah disingkirkan. Proses penyingkiran diagnostik merupakan hal penting, karena penyembuhan atau pengobatan efektif dapat dilakukan pada beberapa penyebab yang diketahui (Blumenfeld, Liu & Laragh 2012).

JNC 7 melaporkan pengenalan baru klasifikasi tekanan darah yang meliputi istilah “prehipertensi” untuk individu dengan tekanan darah sistolik berkisar 120-139 mmHg dan atau diastolik 80-89 mmHg. Klasifikasi baru ini ditujukan untuk mengidentifikasi individu yang menjalani intervensi awal dengan gaya hidup sehat dapat menurunkan tekanan darah, mengurangi laju perjalanan tekanan darah menjadi tingkat hipertensi dengan umur, atau mencegah hipertensi secara keseluruhan. Klasifikasi tekanan darah oleh JNC 7 dapat dilihat pada tabel 2.1.


(25)

Tabel 2.1. Klasifikasi tekanan darah dewasa (JNC 7 2003)

Klasifikasi tekanan darah Tekanan darah sistolik (mmHg)

Tekanan darah diastolik (mmHg)

Normal <120 dan <80

Prehipertensi 120-139 atau 80-89

Hipertensi stage-1 140-159 atau 90-99

Hipertensi stage-2 >160 atau >100

Hipertensi resisten didefinisikan sebagai tekanan darah yang tetap diatas target (140/90 mmHg) disamping penggunaan bersamaan 3 agen anti-hipertensi dari golongan berbeda, salah satunya termasuk diuretik. Hipertensi tidak terkontrol tidak sama dengan hipertensi resisten, dimana hipertensi tidak terkontrol meliputi pasien dengan kontrol tekanan darah yang kurang secara sekunder akibat kurangnya kepatuhan dan atau regimen pengobatan yang inadekuat, seperti pada resistensi pengobatan (Calhoun et al. 2008, Viera 2012).

2.1.2. Prevalensi

Menurut analisis NHANES, partisipan dengan hipertensi yang diobati, hanya 53% terkontrol <140/90 mmHg. Pada analisis potong lintang partisipan studi Framingham, hanya 48% partisipan yang diobati terkontrol <140/90 mmHg dan kurang dari 40% partisipan lanjut usia (>75 tahun) mencapat target tekanan darah. Diantara populasi resiko tinggi dan dengan aplikasi penurunan tekanan darah yang direkomendasikan menurut JNC 7 untuk pasien dengan diabetes mellitus dan gagal ginjal kronik, proporsi pasien tidak terkontrol lebih tinggi. Pada partisipan NHANES dengan gagal ginjal kronik, hanya 37% terkontrol <130/80 mmHg dan hanya 25% partisipan dengan diabetes terkontrol <130/85 mmHg (Calhoun et al. 2008).

2.1.3. Patofisiologi

Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap peningkatan tekanan darah pada pasien hipertensi dan perannya secara relatif dapat berbeda diantara individu dan dijumpai banyak faktor yang berhubungan. Diantara faktor tersebut yang telah secara luas diteliti adalah asupan garam, obesitas dan resistensi insulin, sistem renin-angiotensin, dan sistem saraf simpatik; faktor-faktor lain


(26)

yang telah dievaluasi yaitu genetik, disfungsi endotel (dimanifestasikan dengan perubahan endotelin dan nitrit oksida), berat badan lahir rendah dan nutrisi intrauterin, dan anomali neurovaskular (Beevers, Lip & Brien 2001).

Tekanan darah (BP) merupakan produk dari curah jantung (CO) dan total resistensi perifer (TPR):

BP = CO X TPR

Dan CO adalah produk volume sekuncup jantung (SV) dan denyut jantung (HR):

CO = SV X HR

SV ditentukan oleh kontraktilitas jantung, aliran balik vena ke jantung (preload), dan resistensi ventrikel kiri yang diperlukan untuk memompa darah ke aorta (afterload).

Hal ini mengikuti setidaknya 4 sistem yang secara langsung bertanggung jawab terhadap regulasi tekanan darah: (1) jantung, yang menyediakan tekanan pompa; (2) tonus pembuluh darah, yang secara luas menentukan resistensi sistemik; (3) ginjal, yang meregulasi volume intravaskular; dan (4) hormon, yang memodulasi fungsi ketiga sistem diatas (Lee, Williams & Lilly 2011).

Beberapa patofisiologi mekanisme hipertensi yaitu:

- Remodeling pembuluh darah dan perubahan patologik (Clark & Geithman 2005; Blumenfeld, Liu & Laragh 2012).

Peningkatan resistensi vaskular, yang merupakan karakteristik utama hipertensi diastolik, berhubungan dengan vasokonstriksi otot polos arteriolar secara berlebihan, yang dapat menyebabkan perubahan struktural arteriol ini, peningkatan viskositas darah, atau bahkan meningkatkan tekanan ekstravaskular (interstisial). Pada hipertensi primer, diameter luar dan lumen pembuluh darah lebih kecil, dan rasio media/ lumen bertambah, tetapi area potong lintang media tidak berbeda dengan subjek normotensif. Perubahan patologik ini dikenal dengan remodeling eutropik. Remodeling pembuluh darah, dibandingkan dengan pertumbuhan, merupakan perubahan predominan yang muncul pada pembuluh darah resisten. Peningkatan rasio media/lumen pembuluh darah resisten muncul dengan penambahan material kepada baik permukaan dalam atau luar dinding pembuluh darah. Restrukturisasi dinding pembuluh darah merupakan


(27)

konsekuensi beberapa kejadian, yang timbul untuk meningkatkan vasokonstriksi, meningkatkan deposisi matriks, meningkatkan apoptosis pada perifer pembuluh darah dengan meningkatkan pertumbuhan menuju lumen, dan perubahan motilitas sel otot polos.

- Gangguan tekanan natriuresis (Blumenfeld, Liu & Laragh 2012).

Gangguan hubungan tekanan-natriuresis merupakan aspek fundamental hipertensi. Hubungan mekanisme volume cairan-ginjal dan sistem renin-angiotensin-aldosteron dalam patogenesis hipertensi telah diteliti secara mendalam. Peningkatan tekanan sistemik diakibatkan secara awal oleh retensi natrium karena efek langsung aldosteron ginjal dan dipertahankan oleh terganggunya tekanan natriuresis karena ketidaksanggupan meneruskan peningkatan tekanan kepada sirkulasi ginjal. Ketika konstriksi suprarenal berkurang dan tekanan perfusi ginjal mengijinkan peningkatan nilai tekanan sistemik, natriuresis dan diuresis secara cepat timbul, dan tekanan sistemik berkurang.

- Sistem saraf simpatik (Beevers, Lip & Brien 2001; Blumenfeld, Liu & Laragh 2012).

Rangsangan sistem saraf autonomik dapat menimbulkan baik konstriksi dan dilatasi arteriolar, yang menunjukkan perannya dalam mempertahankan tekanan darah normal. Hipertensi merupakan ekspresi dari gangguan sistem saraf pusat. Studi hewan percobaan menunjukkan hipertensi berat dengan kerusakan ginjal pada tikus yang diberikan stressor psikososial, hal serupa juga dijumpai pada primata dan anjing, dan akan menurun apabila stimulus dihentikan. Pada model eksperimental, kerusakan bilateral nukleus traktus solitarius dapat menimbulkan hipertensi fulminan akut. Namun, kesulitan untuk pengukuran aktivitas saraf simpatik manusia menyebabkan keterbatasan mengidentifikasi kontribusinya terhadap patogenesis hipertensi. Karena itu, kemungkinan gangguan saraf sentral atau perifer dapat terlibat dalam hipertensi pada manusia, walaupun belum terbukti, tetap menjadi subjek yang menarik. Aktivitas saraf simpatik berlebihan merupakan gambaran obesitas dan dilaporkan timbul pada individu dengan obesitas visceral dibandingkan dengan periferal. Irama jantung istirahat yang tinggi berhubungan dengan mortalitas kardiovaskular pada pasien


(28)

hipertensi. Hubungan signifikan yang terbalik antara irama jantung dan tekanan nadi dan sistolik aorta telah dilaporkan pada studi yang menilai pengobatan dengan penghambat beta.

Gambar 2.1. Abnormalitas primer yang potensial pada hipertensi esensial. CNS, sistem saraf pusat; RAA, sistem renin-angiotensin-aldosteron (Lee, Williams & Lilly 2011).

2.1.4. Komplikasi

Komplikasi target organ akibat hipertensi menggambarkan derajat elevasi tekanan darah kronis. Kerusakan organ tersebut dapat berhubungan dengan (1) peningkatan kerja jantung dan (2) kerusakan arterial menghasilkan efek kombinasi peningkatan tekanan itu sendiri (kelemahan dinding pembuluh darah). Abnormalitas pembuluh darah yang disebabkan peningkatan tekanan termasuk hipertrofi otot polos, disfungsi sel endotel, dan kelelahan serat elastik. Trauma kronik hipertensi terhadap endotelium mencetuskan aterosklerosis dengan mengganggu mekanisme perlindungan normal, seperti sekresi nitrit oksida. Plak aterosklerotik dapat menyumbat ujung pembuluh darah, menyebabkan infark organ (seperti penyumbatan serebrovaskular, menimbulkan stroke). Target organ utama komplikasi hipertensi kronik adalah jantung, sistem serebrovaskular, aorta dan sistem vaskular perifer, ginjal, dan retina. Bila tidak diobati, sekitar 50% pasien hipertensi meninggal akibat penyakit jantung koroner atau gagal jantung


(29)

kongestif, sekitar 33% mengalami stroke, dan 10-15% meninggal dari komplikasi gagal ginjal (Lee, Williams & Lilly 2011).

Gambar 2.2. Patogenesis komplikasi mayor hipertensi arterial. LVH, hipertrofi ventrikel kiri (Lee, Williams & Lilly 2011).

2.1.5. Pengobatan

Pendekatan terapeutik pasien hipertensi dipengaruhi oleh dua pertimbangan. Pertama, peningkatan tekanan darah pada pengukuran tunggal tidak menegakkan diagnosis hipertensi karena tekanan darah bervariasi dari hari ke hari. Pengukuran tekanan darah di rumah sakit atau praktek dokter dapat dipengaruhi juga oleh efek “white coat” karena kecemasan pasien. Rerata pembacaan berulang yang diambil pada dua atau tiga kunjungan lebih dipercaya untuk mendiagnosa pasien sebagai hipertensi. Kedua, walaupun hipertensi ringan merupakan masalah kesehatan publik utama karena tingginya prevalensi, untuk individu dengan hipertensi stage 1, resikonya kecil. Pemantauan berkala untuk menentukan apakah hipertensi ringan menetap, atau perubahan gaya hidup dapat mengurangi tekanan, sering direkomendasikan sebagai alternatif dari terapi obat segera dan hal ini semakin nyata pada ketiadaan faktor resiko kardiovaskular lain seperti merokok, diabetes, atau kolesterol serum tinggi (Lee, Williams & Lilly 2011).

Target pengobatan antihipertensi adalah untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular dan ginjal. Karena kebanyakan individu dengan hipertensi, terutama usia >50 tahun, akan mencapai target tekanan diastolik saat


(30)

target sistolik tercapai, perhatian secara primer untuk memperoleh target tekanan sistolik. Pengobatan tekanan sistolik dan diastolik mencapai target <140/90 mmHg berhubungan dengan penurunan komplikasi penyakit kardiovaskular. Pada pasien dengan hipertensi dan diabetes atau gangguan ginjal, target tekanan darah adalah <130/80 mmHg (JNC 7 2003).

Algoritma pengobatan hipertensi ditunjukkan pada gambar 2.3. Terapi dimulai dengan modifikasi gaya hidup, dan bila target tekanan darah tidak tercapai, diuretik tiazid dapat digunakan sebagai terapi awal pada kebanyakan pasien, baik tersendiri atau dikombinasikan dengan satu dari golongan lain (ACEI, ARB, BB, CCB) (JNC 7 2003).

Gambar 2.3. Algoritma pengobatan hipertensi (JNC 7 2003).

Hipertensi dapat timbul bersamaan dengan kondisi lain, misalnya akibat komplikasi seperti gagal jantung, penyakit jantung iskemik, gagal ginjal kronik;


(31)

atau berhubungan dengan hipertensi seperti diabetes, resiko penyakit jantung koroner tinggi. Keputusan pengobatan pada individu tersebut ditujukan pada mengatasi penyakit tersebut dan penurunan tekanan darah (JNC 7 2003).

Tabel 2.2. Komorbiditas penyakit dan kelas pengobatan individual (JNC 7 2003)

Komorbiditas Pilihan terapi awal

Gagal jantung THIAZ, BB, ACEI, ARB, ALDO ANT

Post infark miokard BB, ACEI, ALDO ANT

Resiko tinggi penyakit kardiovaskular THIAZ, BB, ACEI, CCB

Diabetes THIAZ, BB, ACEI, ARB, CCB

Gagal ginjal kronik ACEI, ARB

Pencegahan stroke berulang THIAZ, ACEI

THIAZ= diuretik thiazide, ACEI= penghambat ACE, ARB= penghambat ARB, BB= penghambat beta, CCB= penghambat saluran kalsium, ALDO ANT = antagonis aldosterone.

2.2. KREATIN KINASE(CK)

Proses produksi dan penggunaan ATP (adenosine trifosfat) intraselular secara dinamis sangat diperlukan dalam bio-energi organisme hidup. Sistem kreatin kinase (CK) memiliki peranan penting dalam homeostasis energi intraselular. Sistem CK menghubungkan proses produksi ATP selular dan proses konsumsi ATP selular, dengan mengkatalisasi transfer fosfat inorganik berenergi tinggi (Pi) antara kreatin dan ADP (adenosine difosfat) (Oudman 2013).

Walaupun ATP merupakan satuan energi universal pada seluruh organisme dan sel, kadar ATP tidak secara mudah diregulasi naik pada sel dengan kebutuhan energi yang tinggi dan berfluktuasi. Peningkatan konsentrasi ATP intraselular, sebagai pemenuhan energi yang segera, diikuti dengan hidrolisisnya, berdampak pada akumulasi ADP dan Pi, dan melepaskan H+, mengasidifikasi sitosol, yang akan menginhibisi ATP-ase, seperti miofibrilar akto-miosin ATP-ase dan berdampak pada kontraksi otot dan banyak proses selular lainnya, maka tubuh memiliki mekanisme untuk mengatasi pemenuhan kembali cadangan ATP dengan segera, yang tidak mengganggu metabolisme primer yaitu fosfokreatin (PCr) bersamaan dengan CK (Wallimann, Schlattner MT & Schlattner U 2011).


(32)

Enzim CK mengkatalisasi transfer reversibel kelompok fosforil-N dari PCr kepada ADP untuk meregenerasi ATP, merupakan peran utama dalam homeostasis energi sel-sel yang memiliki kebutuhan energi yang tinggi dan berfluktuasi, seperti sistem otot rangka, kardiovaskular, ginjal, sel neuron, fotoreseptor retina, dan spermatozoa (Wallimann et al. 1998). CK ditemukan dalam 4 isoform yang berbeda: tiga sitosolik dan satu mitokondrial. Seluruh isoform CK disandikan oleh gen nukleus yang berbeda, dan pada sebagian besar jaringan, isoform tunggal CK sitosolik diekspresikan bersama dengan isoform tunggal CK mitokondrial (MtCK). CK sitosolik tipe muscle (M) dan tipe brain

(B) membentuk homodimer atau heterodimer seperti MM-CK pada otot rangka, MM-, MB-, dan BB-CK pada jantung, atau BB-CK pada otak, ginjal, spermatozoa, kulit, otot polos dan jaringan lain. MtCK terletak pada kompartemen luar mitokondrial dan muncul sebagai sarkomerik mtCK (smtCK) yang diekspresikan terutama pada jaringan otot dan sebagai ubiquitous mtCK (umtCK) yang diekspresikan dalam jumlah besar pada sel dan jaringan lainnya (Clark 1994; Wallimann, Schlattner MT, Schlattner U 2011).

Dengan menggunakan fraksionasi biokimia dan lokalisasi insitu, CK isoenzim, yang awalnya dipertimbangkan sulit larut, ternyata memiliki terbagi secara subselular dan berpasangan secara fungsional dan atau struktural baik terhadap situs produksi energi (glikolisis dan mitokondria) atau konsumsi energi (ATP-ase selular, seperti akto-miosin ATP-ase dan SR-Ca2+-ATP-ase), yang membentuk jaringan kompleks distribusi energi yang diregulasi secara tinggi, sirkuit PCr. Bagian besar CK sitosolik (CKcyt) yang dapat larut, mengatur keseimbangan ATP/ADP global dan rasio PCr/Cr pada reaksi kesetimbangan. Salah satu fungsi dari CKcyt untuk mempertahankan konsentrasi global ADP bebas agar tetap rendah dan mempertahankan ATP global tetap stabil selama aktivasi sel. Bagian model sirkuit PCr ini merupakan fungsi CK sebagai penyanggah energi sementara, yang didukung oleh adenilat kinase sebagai pelindung kedua melawan penurunan kadar ATP dan peningkatan ADP. Sebagian CKcyt secara fungsional bergandeng terhadap glikolisis dan selama periode kerja anaerobik dan penyembuhan, secara khusus menerima ATP glikolitik untuk mengisi kembali kolam PCr yang besar. Namun, beberapa fraksi


(33)

CKcyt secara spesifik berhubungan (CKa) dengan proses ATP pada situs konsumsi energi, seperti CKa berhubungan dengan apparatus kontraktil dan retikulum sarkoplasma, dimana secara fungsional membentuk mikrokompartemen bergandengan dengan akto-miosin ATP-ase dan SR-Ca2+ -ATP-ase. Disana, ATP secara langsung diregenerasi insitu oleh CKa melalui PCr, yang mempertahankan rasio ATP/ADP lokal tetap tinggi disekitar ATP-ase tersebut. MtCK terikat pada sisi luar membran dalam mitokondria dan terlokalisir disekeliling membran krista, pada daerah kontak mitokondria dimana membran dalam dan membran luar terletak sangat dekat. Pada daerah ini, oktamer MtCK membentuk mikrokompartemen dengan porin dan adenine nukleotid translokase (ANT) untuk transfer energi dari ATP kepada Cr, diikuti dengan transpor vektorial PCr kepada sitosol. ATP yang dibentuk oleh fosforilasi oksidatif secara khusus diterima oleh oktamer MtCK, transfosforilasi kepada Cr, yang masuk melalui pori-pori, untuk membentuk PCr yang kemudian diekspor kedalam sitosol. Dalam kondisi kerja berat, fosfat berenergi tinggi akan dibawa dari mitokondria ke daerah konsumsi energi (ATP-ase), yang menggunakan CKa meregenerasi ATP secara lokal insitu untuk memenuhi kebutuhan ATP dan mempertahankan rasio ATP/ADP lokal tetap tinggi (Wallimann et al. 1998).

Gambar 2.4. Sistem kreatin kinase. CM, membran selular; MEM, membran luar mitokondrial; MIM, membran dalam mitokondrial; Matrix, mitokondrial matriks; Cr; kreatin; CT, kreatin transporter; CKcyt, isoform CK sitosolik; CKmt, isoform CK mitokondrial; SER, retikulum sarkoplasmik (Oudman 2013).


(34)

Pada otot polos, kadar PCr sangat rendah dibandingkan dengan otot lurik, berkisar dari 0.5 hingga 4.4 mM. Karena kadar PCr yang sangat rendah, konsep PCr sebagai kolam energi (untuk menyanggah ATP) mungkin kurang bermanfaat dibandingkan pada otot rangka. Dengan demikian, bila peran utama sistem kreatin kinase untuk menyanggah dan mempertahankan ATP, maka diharapkan tersedianya kolam PCr yang besar. Namun demikian, apabila peran CK pada otot polos secara khusus terlibat dalam kontraksi dan relaksasi, maka dapat diprediksi bahwa CK dapat secara spesifik terikat pada filamen kontraktil dan berhubungan dengan unsur pokok siklus jembatan silang yang menyingkirkan perlunya kadar PCr yang tinggi. Kreatin kinase berperan sebagai transduser energi pada kontraktil protein dengan adanya nukleotid, dimana pada mikrokompartemen ini, kreatin kinase menyediakan ATP kepada rantai ringan miosin kinase (MLCK) untuk memfosforilasi rantai ringan miosin (MLC) dengan memfosforilasi ADP yang diproduksi oleh kontraktil protein. Nukleotid yang terikat dan secara energetic tersedia dapat bermanfaat pada kompartemen ini karena ADP yang diproduksi dapat mengalami refosforilasi dan defosforilasi pada tingkat yang cukup cepat untuk mempertahankan mikrokompartemen fungsional (Clark 1994).

Gambar 2.5. Diagram skematik kreatin kinase sebagai transduser energi pada kontraksi otot polos (Clark 1994).

Kreatin (Cr) diperoleh baik dari sintesis endogen dari tubuh atau dari sumber tambahan, seperti daging dan ikan, ditranspor kedalam otot dan sel target lainnya yang memerlukan energi tinggi dan berfluktuasi oleh kreatin transporter yang spesifik (CRT). Sistem PCr berperan mengurangi pembentukan reaktif oksigen spesies (ROS) dan menginhibisi transisi permeabilitas mitokondria, suatu tanda awal apoptosis. Cr sendiri dapat berperan sebagai anti oksidan


(35)

langsung dan atau tidak langsung, dimana PCr dapat berinteraksi dengan melindungi membran selular. Secara keseluruhan, faktor-faktor ini dapat dapat menjelaskan efek menguntungkan suplementasi Cr. Efek stimulasi Cr untuk otot dan pertumbuhan tulang dan pemeliharaan, dan terutama neuroproteksi, sudah dikenal. Penggunaan aplikasi baru suplementasi Cr yang sedang berkembang seperti untuk orang tua, pasien unit perawatan intensif, dan dialisis, yang dikenal sering kekurangan Cr, dan juga dapat bermanfaat untuk infan prematur, wanita hamil dan menyusui (Wallimann, Schlattner MT, Schlattner U 2011).

Kreatinin (Crn) merupakan produk dari degradasi siklik Cr yang dibentuk dari konversi non-enzimatik Cr, hingga sekitar 2/3-1/3 kesetimbangan kimia antara Crn dan Cr dicapai. Crn diukur sebagai penanda fungsi ginjal dari serum pasien karena mudah diukur secara kimiawi. Akumulasi Crn pada serum secara normal mengindikasikan fungsi ginjal yang terganggu, hal ini tidak berhubungan sama sekali dengan peningkatan konsentrasi serum Cr dan atau konsentrasi Crn selama suplementasi Cr, yang pada kasus ini, tidak mengindikasikan malfungsi ginjal atau toksisitas lainnya. CK dan Cr sangat penting untuk fungsi ginjal. CK diekspresi secara tinggi pada sel epitel ginjal dan sistem CK/PCr mendukung fungsi pompa ion Na+/K+ ATP-ase pada ginjal, dan sel epitel tubulus proksimal ginjal juga mengekspresikan Cr transporter (CRT) yang bertanggung jawab pada resorpsi dan mempertahankan Cr dari urine (Wallimann, Schlattner MT, Schlattner U 2011).

2.3. HUBUNGAN KREATIN KINASE(CK)DENGAN HIPERTENSI

Sistem CK sangat penting pada jaringan yang memiliki tingkat variabel pergantian ATP yang tinggi; termasuk otot rangka, sistem kardiovaskular, otak, dan ginjal. Pada jaringan tersebut enzim CK menyediakan ATP untuk kontraksi otot dan transpor ion. Dijumpai variabilitas interindividual yang luas terhadap aktivitas enzim, dimana aktivitas CK jaringan dan serum relatif tinggi timbul biasanya pada populasi, namun secara tipikal dijumpai pada laki-laki, obesitas, keturunan kulit hitam dari Afrika. Keadaan CK yang tinggi merupakan kondisi menyeluruh dengan efek-efek morfologik dan fungsional pada sistem organ yang berbeda (Brewster et al. 2012; Oudman 2013).


(36)

Aktivitas CK serum yang tinggi sebagai faktor genetik yang dapat menjelaskan tekanan darah lebih tinggi dijumpai pada kulit hitam, suatu subgroup populasi dengan prevalensi hipertensi dan komplikasinya yang lebih besar. Respons kontraksi diperkirakan ditingkatkan melalui peningkatan ketersediaan ATP untuk kontraktilitas kardiovaskular, retensi natrium ginjal, dan penipisan kapiler otot rangka (Brewster, Clark & van Montfrans 2000).

Studi-studi pada populasi menunjukkan bahwa aktivitas CK serum berhubungan dengan tekanan darah, independen terhadap usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh (IMT), dan ras, serta dilaporkan meningkatkan kontraktilitas vaskular (Brewster et al. 2006; Johnsen et al. 2010).

A. PEMBULUH DARAH DAN OTOT POLOS

Peningkatan tekanan darah arterial dicapai dengan konstriksi arteriol menyebabkan turunnya kapasitas volume atau dengan pengisian cairan melebihi kapasitas jaringan arterial, yang menghasilkan peningkatan tekanan melawan dinding arterial. Pada pasien hipertensi, peningkatan tekanan secara predominan merupakan hasil dari peningkatan resistensi perifer total pembuluh darah, yang ditentukan dengan jumlah vasokonstriksi arteri kecil dan arteriol, atau “arteri yang resisten”. Pembuluh darah ini dikarakteristik dengan adanya tonus miogenik, seperti kemampuan intrinsiknya untuk berkontraksi sebagai respon dari peningkatan tekanan transmural yang mendadak dan tonus miogenik ini menjadi lebih hebat dengan penurunan ukuran pembuluh darah. Pada arteri ini, CK secara ketat terikat dekat dengan protein kontraktil otot polos, termasuk miosin ATP-ase dan MLCK, dimana enzim menyediakan ATP untuk kontraksi otot polos. Aktivitas enzim CK yang tinggi diperkirakan mempertahankan kadar ADP sekitar protein kontraktil tetap rendah. Kontraksi otot polos terdiri dari komponen pembentukan yang kuat dan cepat dengan nilai energi yang tinggi, dan tonus lambat pemeliharaan tekanan dengan nilai energi yang rendah yang tergantung pada kemampuan untuk melekat tetapi defosforilasi jembatan silang. Untuk pemeliharaan ini, diperlukan ADP, bila ADP pada protein kontraktil tidak mencapai kadar yang dibutuhkan, pemendekan berlebihan dapat timbul sebelum pembentukan jembatan silang, menyebabkan peningkatan vasokonstriksi, dan


(37)

kontraktilitas mikrovaskular juga dapat mengurangi inhibisi CK intravaskular (Brewster et al. 2006; Oudman 2013).

Pada hipertensi kronis tonus vaskular hanya modulator jangka pendek, dimana adaptasi struktural pembuluh darah resisten merupakan persyaratan mutlak untuk peningkatan tekanan darah yang didapatkan dalam jangka waktu yang lama. Dengan hipertensi yang berkepanjangan otot polos pembuluh darah mengalami hipertrofi yang menimbulkan peningkatan ketebalan dinding dan penyempitan lumen. Aktivitas CK dilaporkan meningkat pada respon tropik jaringan pembuluh darah untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energi, dan dapat meningkatkan proliferasi otot polos pada hipertensi (Oudman 2013).

Peningkatan aktivitas CK serum yang paling sering adalah latihan fisik. Periode istirahat 3 hari dapat secara cukup mengurangi efek latihan terhadap CK serum, tetapi aktivitas CK dapat meningkat hingga 3 minggu setelah aktivitas muscular eksentrik (dimana otot berkontraksi dan memanjang pada saat bersamaan). Hubungan antara tekanan darah dan aktivitas CK pada istirahat dengan tidak adanya kerusakan jaringan atau disfungsi, aktivitas CK serum merupakan gambaran konsentrasi CK jaringan, pelepasan CK dari jaringan, aliran limfatik, dan pembersihan CK oleh hepar. Jaringan normal kehilangan fraksi kecil CKcys kedalam ruang interstisial, dimana pada keadaan fisiologis dan patofisiologis pelepasan dari jaringan proporsional dengan aktivitas CK jaringan. CK interstisial selanjutnya ditranspor melalui pembuluh limfe dan memasuki aliran darah. Dengan demikian, perbedaan aktivitas CK jaringan yang dijumpai pada subgrup populasi sehat juga terdeteksi pada serum (Brewster et al. 2006).

Pada arteri yang resisten, sedikit peningkatan aktivitas CK dapat menandakan peningkatan kontraktilitas, dengan pengaruh besar yang potensial terhadap nilai tekanan darah. RhoA/Rho kinase bergantung kalsium dan jalur nitrit oksida (NO)- guanosin 3,5- siklik monofosfat, efektor utama intraselular tekanan darah mengatur sistem pada otot polos pembuluh darah yang memusatkan proses metabolik bertenaga CK. Selain efek langsung CK terhadap kontraktilitas, aktivitas CK yang tinggi dapat menghambat fungsi-fungsi bergantung-NO, dengan mengurangi bioavailabilitas L-arginin. CK dan NO


(38)

merupakan sistem antagonistik: CK meningkatkan kapasitas penyanggah ATP dan kontraktilitas, seperti respon pertumbuhan dan retensi natrium, sedangkan NO menghambat fungsi tersebut. Peningkatan kebutuhan kreatin yang bersamaan dengan aktivitas tinggi CK dapat mengurangi ketersediaan L-arginin dan mengurangi laju sintesis NO. Kreatin dan NO keduanya dibentuk dari L-arginin, tetapi sintesis kreatin yang terjadi pada ginjal dan hati, memerlukan lebih dari 10 kali lipat plasma L-arginin yang direpresentasikan oleh sintesis NO. Walaupun konsentrasi L-arginin intraselular yang seharusnya mensaturasi NO-sintase endothelial, laju sintesis NO terbatas oleh laju pengambilan L-arginin endothelial (Brewster et al. 2006; Guoyao & Morris 1998).

Gambar 2.6. CK dan jalur regulasi utama kontraksi otot polos pembuluh darah. cGMP, guanosine siklik 3,5-hidrogen fosfat; MLCP, rantai ringan miosin fosfatase; NO, nitrit oksida; SER, retikulum sarkoplasmik (Brewster et al. 2006).

B. OTOT RANGKA

Resistensi vaskular perifer sebagian berhubungan dengan karakteristik morfologik otot rangka. Otot adalah jaringan heterogenus yang terbuat dari serat yang bervariasi dalam metaboliknya dan kontraktilitas dan terdapat pada proporsi yang bervariasi pada otot individu. Serat otot diklasifikasikan menjadi 2 tipe utama; tipe I dan tipe II. Aktivitas CK tertinggi pada semua jaringan dijumpai pada serat tipe II. Serat ini secara tipikal cocok untuk latihan fisik berat dengan waktu yang singkat untuk mencapai tekanan puncak, dengan CK sebagai


(39)

penyanggah utama ATP. CKcys secara ketat bergandengan dengan glikolisis anaerobik, dimana oksidasi asam lemak mitokondria dan pengambilan glukosa terbatas, dikenal dengan resistensi insulin. Aktivitas tinggi CK pada serat ini berhubungan dengan penipisan kapiler dan resistensi vaskular yang relatif tinggi. Berlawanan dengan ini, serat tipe I atau serat “denyut lambat” memiliki waktu yang lama untuk mencapai tekanan puncak, kaya akan miokondria, memperoleh ATP terutama dari oksidasi asam lemak, dan pengambilan glukosa yang tinggi. Sejalan dengan hal tersebut, aktivitas tinggi CK seperti pada serat tipe II, dapat berkontribusi meningkatkan resistensi perifer dan peningkatan tekanan darah. Lebih lanjut, CK bergandengan dengan glikolisis anaerobik dapat membatasi kapasitas otot untuk mengoksidasi asam lemak dan glukosa, menyebabkan penimbunan lemak. Dengan demikian, fenotip tinggi CK cenderung dapat hipertensi dan obesitas (Brewster et al. 2008; Hernelahti et al. 2005; Oudman 2013).

Hubungan antara tipe serat otot dan hipertensi telah diketahui hampir 30 tahun lalu, tetapi sering diabaikan, walaupun beberapa studi telah menunjukkan dukungan terhadap temuan ini. Perbedaan ini juga berhubungan dengan obesitas dan diabetes tipe-2 membuat hal ini semakin penting. Penentuan variasi genetik pada komposisi serat otot dipertimbangkan untuk memahami kombinasi mematikan dari hipertensi, obesitas, dan diabetes tipe-2 (Pickering 2008).

C. OTOT JANTUNG

Jantung terdiri atas 20-40% aktivitas CK otot rangka. Untuk mempertahankan curah jantung yang adekuat, miokardium mengkonsumsi lebih banyak energi dibandingkan organ lain. Karena jumlah ATP yang sedikit (10 mM, cukup hanya untuk beberapa denyutan) dibandingkan dengan permintaan (10,000 kali lebih besar), sel miokard harus secara terus-menerus mensintesis ulang ATP untuk mempertahankan fungsi pompa jantung. Pada jantung, sistem CK memiliki kepentingan untuk mempertahankan kadar ATP lokal yang konstan dan berkontribusi terhadap kapasitas kontraktil miokard. CK miofibrillar, secara fungsional bergandengan dengan miosin ATP-ase, mempertahankan rasio ATP/ADP tetap tinggi dan membatasi laju pelepasan ADP, yang mencegah penurunan kecepatan pemendekan maksimum myofibril. Aktivitas CK dan


(40)

komponen lain sistem CK berkurang pada gagal jantung, dan intervensi sistem CK diteliti sebagai pengobatan pasien gagal jantung (Oudman 2013).

D. GINJAL

Curah jantung cukup dipengaruhi dan bergantung pada homeostasis natrium dan volume, dengan ginjal sebagai regulator utama. Natrium berperan penting dalam regulasi tekanan darah. Namun dijumpai variabilitas interindividual yang luas perlakuan natrium ginjal dan efek tekanan darah. Jumlah natrium yang diekskresi ginjal bergantung pada keseimbangan antara filtrasi oleh glomeruls dan reabsorpsi di tubulus. Setelah filtrasi lebih dari 99% natrium yang difiltrasi mengalami reabsorpsi. Proses ini diperoleh melalui koordinasi pertukaran, transporter, dan saluran ion pada nefron. Perlakuan natrium di tubulus proksimal berkisar 60-70% dari reabsorpsi keseluruhan natrium yang difiltrasi, 20-30% natrium diabsorbsi pada lengkung asendens Henle, dan 5-10% pada tubulus distal. Pada keseluruhan nefron, Na+/K+ ATP-ase terletak di permukaan basolateral, yang menyediakan kekuatan transpor vektorial natrium dari lumen tubular kepada kompartemen darah, dengan menggandeng hidrolisis ATP kepada perpindahan aktif tiga ion Na+ intraselular untuk dua ion K+. Pada ginjal, CK secara fungsional bergandeng dengan Na+/K+

Studi yang dilakukan Johnsen pada tahun 2010 yang melibatkan 12,776 pasien menunjukkan peningkatan 1 unit log CK berhubungan dengan peningkatan 3.3 mmHg tekanan darah sistolik dan 1.3 mmHg tekanan darah diastolik. Hubungan antara CK dan tekanan darah independen terhadap pengobatan anti-hipertensi dan tetap tidak berubah setelah menyesuaikan dengan obesitas dan eksklusi pasien diabetes mellitus. Bila kreatin kinase secara genetik merupakan penyebab dan bukan respon terhadap peningkatan tekanan darah,

ATP-ase ginjal dan ATP yang diproduksi oleh CK terlokalisir yang secara khusus digunakan untuk transpor natrium yang memerlukan ATP tinggi dan berfluktuasi melintasi sel epitel tubuler. Maka itu, aktivitas CK yang tinggi pada sel tubulus ginjal dapat menyebabkan peningkatan ketersediaan ATP untuk proses aktif reabsorpsi natrium, yang mendasari penurunan kemampuan untuk ekskresi natrium dan prevalensi yang lebih besar dari hipertensi yang sensitif natrium pada kulit hitam (Oudman 2013).


(41)

maka dapat diperkirakan aktivitas tinggi CK tetap bertahan walaupun setelah penurunan tekanan darah. Pada kelompok dengan pengobatan anti-hipertensi tidak dijumpai perbedaan kadar CK antara pasien dengan tekanan darah terkontrol (<140/90 mmHg) dan dengan tekanan darah melebihi target.

Peningkatan resistensi vaskular perifer merupakan metode utama dimana tekanan darah dipertahankan selama stress ortostatik, dan kemampuan mentoleransi stress ortostatik secara langsung berhubungan dengan kemampuan untuk meningkatkan resistensi vaskular, yang kontraktilitasnya bergantung-CK. CK jaringan yang tinggi dapat menambah kapasitas energetik selular untuk melawan gravitasional dan stress lainnya yang dapat menyebabkan sinkop, melalui peningkatan tonus vaskular dan pencapaian vasokonstriksi. Subjek dengan CK yang tinggi dapat memiliki cadangan energi yang lebih besar yang secara cepat berespon dari hipotensi, terutama melalui kemampuan yang lebih baik untuk meningkatkan resistensi vaskular perifer secara mendadak, menghasilkan proteksi yang lebih baik terhadap tekanan perfusi serebral. Karena itu, CK dapat meningkatkan kontraktilitas kardiovaskular dan otot rangka dan retensi garam yang ditunjukkan dengan studi bahwa aktivitas CK yang rendah merupakan faktor resiko baru yang potensial untuk sinkop vasovagal (Brewster et al. 2009).

Pemberian suatu analog kreatin asam beta-guanidinopropionik (β-GDPA) yang menginhibisi sistem CK secara reversibel pada studi hewan percobaan memodulasi metabolisme terhadap peningkatan fungsi mitokondria dan kapasitas oksidatif di otot rangka, dengan perubahan yang dapat dijumpai pada otot jantung, diakibatkan karena β-GDPA tidak digunakan oleh mitokondria CK di miokard. Modulasi ini mengakibatkan peningkatan kapasitas ketahanan dan sensitivitas insulin di otot rangka, mengubah kontraktilitas jantung secara minimal, dan toleransi yang lebih besar terhadap kekurangan energi serebral selama kejang dan hipoksia. Variasi adaptasi metabolik dan fungsional pada jaringan menunjukkan regulasi metabolisme energi spesifik jaringan dan reaksi fisiologis CK (Oudman, Clark & Brewster 2013).


(42)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Gambar 3. Kerangka konsep penelitian

3.2. Definisi Operasional

1. Usia adalah berdasarkan yang tertera pada rekam medis dalam satuan tahun.

2. Jenis kelamin adalah berdasarkan yang tertera pada rekam medis dikategorikan menjadi pria dan wanita.

3. Tingkat kepatuhan pengobatan adalah penilaian derajat kepatuhan penderita hipertensi mengkonsumsi obat anti-hipertensi menggunakan kuesioner Morisky-8 yang terdiri atas 8 pertanyaan masing-masing dengan nilai 0-1 dan dikategorikan menjadi tingkat kepatuhan rendah (nilai <6), sedang (nilai 6-7), dan tinggi (nilai 8).

4. Indeks massa tubuh (IMT) adalah pengukuran berat badan per tinggi badan dalam satuan kg/m2

5. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah melebihi nilai normal (tekanan darah sistolik >140 mmHg dan atau diastolik >90 mmHg) (JNC 7 2003).

.

6. Kontrol tekanan darah adalah status tekanan darah pada pengobatan hipertensi yang dibagi atas hipertensi terkontrol dan hipertensi tidak terkontrol.

Hipertensi

Kreatin kinase

Kontrol tekanan darah pada

hipertensi


(43)

7. Hipertensi terkontrol adalah pasien yang mendapat obat anti-hipertensi lebih dari 1 bulan dengan tekanan darah sistolik <140 mmHg (<130 mmHg dengan DM) dan diastolik <90 mmHg (<80 mmHg dengan DM) (JNC 7 2003).

8. Hipertensi tidak terkontrol adalah pasien yang mendapat obat anti-hipertensi lebih dari 1 bulan dengan tekanan darah sistolik >140 mmHg (>130 mmHg dengan DM) dan atau diastolik >90 mmHg (>80 mmHg dengan DM) (JNC 7 2003).

9. Kreatin kinase adalah enzim yang mengkatalisasi secara reversibel transfer fosfat inorganik berenergi tinggi (Pi) antara kreatin dan ADP untuk memenuhi kebutuhan ATP selular. Nilai normal kreatin kinase serum adalah 26-192 U/L.


(44)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Penelitian dilakukan secara observasional dengan metode pengukuran data secara potong lintang.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dimulai pada bulan November – Desember 2013, atau hingga jumlah sampel memenuhi target di poliklinik dan ruang rawat inap Penyakit Dalam RSUP. H. Adam Malik dan RS. Dr. Pirngadi Medan dengan persetujuan Komisi Etik Penelitian FK USU.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi adalah semua pasien hipertensi yang mendapat pengobatan anti-hipertensi yang berobat di poliklinik dan ruang rawat inap Penyakit Dalam RSUP. H. Adam Malik dan RS. Dr. Pirngadi Medan selama bulan November – Desember 2013.

4.3.2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:

a. Pria atau wanita usia >18 tahun. - Kriteria Inklusi:

b. Mendapat informasi serta memberikan persetujuan ikut serta dalam penelitian secara sukarela dan tertulis (informed concent).

a. Penderita penyakit neuromuskular. - Kriteria Eksklusi:

b. Penderita gangguan ginjal dengan LFG <60 ml/ menit/ 1,73 m2 c. Mendapat pengobatan golongan statin.


(45)

4.3.2.1. Besar Sampel

Sampel penelitian ditentukan sesuai rumus untuk penelitian ini, yaitu (Sastroasmoro & Ismael 2011):

Zα = derivat baku alpha, untuk α = 95%  Zα Z

= 1.96 β = power penelitian 80% Zβ

P

= 0.842 1-P2

P

= beda proporsi yang bermakna ditetapkan sebesar = 0.3 1

Berdasarkan rumus diatas, maka diperoleh besar sampel sejumlah 82 pasien. = proporsi hipertensi pada kelompok populasi dengan kreatin

kinase rendah  26.8% = 0.268 (Oudman et al. 2013)

4.3.2.2. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dengan cara consecutive sampling dimana jumlah sampel dibatasi minimal sesuai perkiraan jumlah sampel.

4.4. Cara Kerja dan Alur Penelitian

Subjek diberikan penjelasan dan diminta persetujuan tertulis (informed consent). Kemudian dilakukan anamnese dan pemeriksaan sebagai berikut :

a. Dilakukan anamnesis untuk mendapatkan data : umur, jenis kelamin, dan data pribadi lainnya, faktor resiko kardiovaskular, lamanya menderita hipertensi, penggunaan obat anti-hipertensi, dan tingkat kepatuhan pengobatan.

b. Dilakukan pengukuran Tinggi Badan (TB) dengan posisi tegak lurus tanpa alas kaki. Pengukuran diukur mulai dari telapak kaki hingga puncak kepala dengan menggunakan statuemeter merek GEA. Hasil pengukuran dinyatakan dalam satuan meter (m), Berat Badan (BB) diukur dengan posisi tegak lurus menggunakan timbangan digital merek Camry, hasil pengukuran dinyatakan dalam satuan kilogram (kg) serta dilakukan penilaian Indeks Massa Tubuh (IMT) dalam satuan kg/m2

n

1

= n

2

= (Z

α

√2PQ + Z

β

√P

1

Q

1

+ P

2

Q

2

)

2

. Pengukuran dilakukan pada saat pemeriksaan subjek. Keseluruhan pengukuran dilakukan oleh peneliti.

(P

1

-P

2

)

2


(46)

c. Dilakukan pengukuran Tekanan Darah (TD) pada ruangan pemeriksaan menggunakan sphygmomanometermerek Nova, pasien pada posisi duduk nyaman, cuff dipasang pada lengan non-dominan yang terletak sejajar dengan jantung dan dihitung sebagai nilai rerata dari hasil pembacaan dua pengukuran pertama dengan selisih waktu pengukuran 15 menit.

d. Dilakukan pengambilan sampel darah pada daerah fossa cubiti subjek penelitian untuk dilakukan pemeriksaan kreatin kinase, KGD sewaktu, dan profil lipid (total kolesterol, LDL kolesterol, dan HDL kolesterol) menggunakan alat merek COBAS oleh analis laboratorium dan diperiksa di Laboratorium Patologi Klinik RSUP. H. Adam Malik Medan atau RS. Dr. Pirngadi Medan.

4.5. Identifikasi Variabel

a. Variabel bebas

• Kreatin Kinase: skala numerik b. Variabel tergantung

• Kontrol tekanan darah pada hipertensi: skala kategorik

4.6. Analisis Data

- Uji Kolmogorov Smirnov digunakan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak.

- Untuk mengetahui adanya perbedaan rerata kadar CK dan variabel lainnya terhadap kategori hipertensi dilakukan uji t independen. Jika data tidak terdistribusi normal dilakukan uji Mann-Whitney.

- Untuk mengetahui korelasi antara tekanan darah sistolik (TDS) dan tekanan darah diastolik (TDD) terhadap kadar CK digunakan uji korelasi Pearson. Jika data tidak terdistribusi normal dilakukan uji korelasi Spearman.

- Model regresi logistik multivariat digunakan untuk menganalisis apakah peningkatan kadar CK meningkatkan kecenderungan hipertensi tidak terkontrol, independen terhadap faktor prediktor lain.


(47)

- Data dianalisa dengan menggunakan program statistik SPSS untuk Windows, versi 17.0 (SPSS Inc., Chicago, Illinois, USA); dengan p value

<0.05 dianggap secara statistik bermakna.

4.7. Ethical Clearance dan Informed Consent

Ethical Clearance (izin untuk melakukan penelitian) diperoleh dari Komite Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang ditanda tangani oleh Prof. Dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP(K) pada tanggal 12 November 2013 dengan nomor 409/KOMET/FK USU/2013.

Informed consent diminta secara tertulis dari subjek penelitian yang bersedia untuk ikut dalam penelitian setelah mendapatkan penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian.

4.8. Kerangka Operasional

Gambar 4. Kerangka operasional

Inklusi:

- Pria atau wanita usia >18 tahun.

- Mendapat informed consent. Pasien hipertensi

Anamnese

Pemeriksaan Fisik

- Pengukuran tinggi badan - Pengukuran berat badan - Pengukuran tekanan darah Pemeriksaan Laboratorium

- Kreatin kinase - KGD sewaktu

- Profil lipid (total kolesterol, LDL, HDL)

Hipertensi terkontrol Hipertensi tidak terkontrol

Eksklusi:

- Penyakit neuromuskular.

- Gangguan ginjal (LFG <60 ml/mnt/1,73m2).


(48)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Karakteristik Dasar Subjek Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara potong lintang di poliklinik dan ruang rawat inap Penyakit Dalam RSUP. H. Adam Malik dan RS. Dr. Pirngadi Medan selama bulan November – Desember 2013. Data penelitian yang diperoleh meliputi: identitas pribadi, riwayat DM, pemakaian obat hipertensi, tingkat kepatuhan pengobatan, pemeriksaan tekanan darah, dan indeks massa tubuh. Selama periode penelitian diperoleh 82 subjek penelitian yang terdiri dari 34 pria (41,5%) dan 48 wanita (58,5%), dengan usia rerata (+SB) 61,96 + 10,76 tahun.

Kemudian pada 82 subjek penelitian ini dilakukan pemeriksaan kadar kreatin kinase, kadar glukosa darah, total kolesterol, LDL kolesterol, dan HDL kolesterol. Rerata kadar kreatin kinase adalah 107,61 + 53,03 U/L, rerata kadar glukosa darah adalah 119,35 + 59,60 mg/dL. Untuk pemeriksaan profil lipid, didapatkan rerata kolesterol total 192,69 + 39,53 mg/dL, LDL kolesterol 122,03 + 32,90 mg/dL, dan HDL kolesterol 43,15 + 11,12 mg/dL (Tabel 5.1).


(49)

Tabel 5.1. Karakteristik Responden Penelitian

Karakteristik n= 82

Jenis kelamin

Laki-laki 34 (41,5)

Perempuan 48 (58,5)

Usia, rerata (SB), tahun 61,96 (10,76) Riwayat diabetes mellitus, n (%)

Ya 14 (17,1)

Tidak 68 (82,9)

Banyak rokok yang dihisap per hari, rerata (SB), batang/hari 0,09 (0,30) Lama menderita hipertensi, rerata (SB), tahun 8,01 (6,40) Jumlah obat hipertensi

1 13 (15,8)

2 60 (73,2)

3 9 (11)

Golongan obat hipertensi, n (%)

ARB 10 (12,2)

CCB 3 (3,7)

ARB + Penghambat beta 3 (3,7)

ARB + CCB 49 (59,8)

ARB + Diuretik 1 (1,2)

Penghambat ACE + Diuretik 3 (3,7)

Penghambat ACE + CCB 4 (4,9)

ARB + CCB + Diuretik 5 (6,1)

ARB + CCB + Penghambat beta 2 (2,4) Penghambat ACE + CCB + Diuretik 2 (2,4) Kepatuhan, n (%)

Rendah 7 (8,5)

Sedang 37 (45,1)

Tinggi 38 (46,4)

Tekanan darah sistolik, rerata (SB), mmHg 138,34 (16,98) Tekanan darah diastolik, rerata (SB), mmHg 83,75 (8,89) Kategori hipertensi, n (%)

Terkontrol 41 (50)

Tidak terkontrol 41 (50)

IMT, rerata (SB) 27,38 (3,74)

CK, rerata (SB), U/L 107,61 (53,03) KGD, rerata (SB), mg/dL 119,35 (59,60) Kolesterol total, rerata (SB), mg/dL 192,69 (39,53) LDL, rerata (SB), mg/dL 122,03 (32,90) HDL, rerata (SB), mg/dL 43,15 (11,12)


(50)

5.1.2. Karakteristik Responden berdasarkan Kelompok Hipertensi Terkontrol dan Hipertensi Tidak Terkontrol

Dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov, dijumpai data usia, lama menderita hipertensi, kadar kreatin kinase, glukosa darah sewaktu, kolesterol total, dan LDL tidak berdistribusi normal; sedangkan data indeks massa tubuh dan kadar HDL berdistribusi normal.

Berdasarkan status hipertensi, didapatkan perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin (p=0,002) dan jumlah obat hipertensi (p=0,015) dengan status hipertensi dengan menggunakan uji chi square. Dari hasil analisis menggunakan uji Mann Whitney diperoleh perbedaan rerata kreatin kinase yang signifikan antara kelompok hipertensi terkontrol dan kelompok hipertensi tidak terkontrol (p=0,0001). Tidak dijumpai perbedaan yang signifikan terhadap usia, riwayat DM, lama menderita hipertensi, tingkat kepatuhan pengobatan, indeks massa tubuh, KGD, kolesterol total, LDL, dan HDL antara kelompok hipertensi terkontrol dan hipertensi tidak terkontrol (Tabel 5.2).


(51)

Tabel 5.2. Karakteristik Responden berdasarkan Kelompok Hipertensi Terkontrol dan Hipertensi Tidak Terkontrol

Karakteristik Hipertensi Terkontrol

Hipertensi Tidak

Terkontrol p

Jenis kelamin, n (%)

Perempuan 31 (75,6) 17 (41,5) 0,002

Laki-Laki

a 10 (24,4) 24 (58,5)

Usia, mean (SD), tahun 61,49 (12,42) 62,24 (8,79) 0,930b Riwayat DM, n (%)

Ya 4 (9,8) 10 (24,4) 0,078

Tidak

a 37 (90,2) 31 (75,6)

Rokok, mean (SD), batang/hari 0,07 (0,23) 0,11 (0,35)

Lama hipertensi 7,41 (5,91) 8,62 (6,86) 0,468b Jumlah obat hipertensi, n (%)

1 10 (24,4) 3 (7,3) 0,015

2

a 30 (73,2) 30 (73,2)

3 1 (2,4) 8 (19,5)

Golongan obat hipertensi, n (%)

ARB 8 (19,5) 2 (4,9) 0,181

CCB

a 2 (4,9) 1 (2,4)

ARB + Penghambat beta 2 (4,9) 1 (2,4) ARB + CCB 24 (58,5) 25 (61)

ARB + Diuretik 1 (2,4) 0

Penghambat ACE + Diuretik 1 (2,4) 2 (4,9) Penghambat ACE + CCB 2 (4,9) 2 (4,9) ARB + CCB + Diuretik 0 5 (12,2) ARB + CCB + Penghambat beta 1 (2,4) 1 (2,4) Penghambat ACE + CCB + Diuretik 0 2 (4,9) Kepatuhan, n (%)

Rendah 3 (7,3) 4 (9,8) 0,538

Sedang

a 21 (51,2) 16 (39)

Tinggi 17 (41,5) 21 (51,2)

IMT, mean (SD) 27,46 (3,95) 27,20 (3,47) 0,751c CK, mean (SD), U/L 81,83 (29,70) 132,17 (55,91) 0,0001b

KGD, mean (SD), mg/dL 117,88 (72,70) 127,66 (64,3) 0,174b Kolesterol total, mean (SD), mg/dL 194,02 (40,52) 187,51 (37,68) 0,663b LDL, mean (SD), mg/dL 121,07 (32,11) 119,17 (33,21) 0,795b HDL, mean (SD), mg/dL 44,17 (12,08) 41,02 (9,36) 0,191c

a


(52)

Kelompok hipertensi tidak terkontrol memiliki rerata kadar CK yang lebih tinggi yaitu 132,17 + 55,91 U/L dibandingkan rerata kadar CK kelompok hipertensi terkontrol yaitu 81,83 + 29,70 U/L (p=0,0001) (Gambar 5.1).

Gambar 5.1. Grafik Box Plot Kadar Kreatin Kinase berdasarkan Kelompok Hipertensi Terkontrol dan Tidak Terkontrol

Dengan menggunakan uji chi square ditemukan perbedaan yang signifikan antara kadar kreatin kinase dengan status hipertensi (p=0,0001) (Tabel 5.3). Pada kelompok dengan hipertensi terkontrol diperoleh jumlah subjek terbanyak adalah dengan kadar kreatin kinase < 78 U/L sebanyak 22 responden (53,7%). Sebaliknya pada kelompok dengan hipertensi tidak terkontrol, jumlah terbanyak adalah subjek dengan kadar kreatin kinase > 109,33 U/L sebanyak 22 responden (53,7%) (Gambar 5.2).

Tabel 5.3. Kadar Kreatin Kinase Responden berdasarkan Kelompok Hipertensi Terkontrol dan Hipertensi Tidak Terkontrol

Hipertensi Terkontrol

Hipertensi Tidak

Terkontrol P

Kreatin Kinase (U/L), n (%)

< 78 22 (53,7) 4 (9,8) 0,0001

78 - 109,33 14 (34,1) 15 (36,6) > 109,33 5 (12,2) 22 (53,7)

81,83 + 29,70

132,17 + 55,91


(53)

Gambar 5.2. Grafik Histogram Jumlah Responden berdasarkan Kadar Kreatin Kinase menurut Kelompok Hipertensi Terkontrol dan Tidak Terkontrol

5.1.3. Hubungan antara Tekanan Darah dengan Kadar Kreatin Kinase

Untuk mengetahui hubungan antara tekanan darah dengan kadar kreatin kinase digunakan uji korelasi Spearman. Tabel 5.4 menunjukkan hubungan yang signifikan antara tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik dengan kadar kreatin kinase (p=0,0001). Dijumpai korelasi positif sedang antara tekanan darah sistolik dengan kreatin kinase (r=0,483), sedangkan tekanan darah diastolik memiliki korelasi positif yang lemah dengan kadar kreatin kinase (r=0,278).

Tabel 5.4. Korelasi Tekanan Darah Sistolik, Tekanan Darah Diastolik dengan Kadar Kreatin Kinase

Variabel p R

Tekanan darah sistolik 0,0001 0,483 Tekanan darah diastolik 0,0001 0,278


(54)

Gambar 5.3. Grafik Scatter Plot Korelasi Tekanan Darah Sistolik dengan Kreatin Kinase

Gambar 5.4. Grafik Scatter Plot Korelasi Tekanan Darah Diastolik dengan Kreatin Kinase

n = 82 r = 0,483 p = 0,0001

n = 82 r = 0,278 p = 0,0001


(55)

5.1.4. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kontrol Tekanan Darah pada Hipertensi

Dari hasil analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik berganda menunjukkan variabel yang berhubungan secara bermakna dengan kontrol tekanan darah adalah riwayat DM (p=0,015), jenis kelamin laki-laki (p=0,009), golongan obat hipertensi (p=0,030), dan kadar kreatin kinase (p=0,0001) (Tabel 5.5).

Tabel 5.5. Analisis Multivariat Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kontrol Tekanan Darah pada Hipertensi

Variabel B SE p OR 95% CI

Lower Upper

Riwayat DM 1,991 0,819 0,015 7,322 1,469 36,493 Golongan obat 0,395 0,182 0,030 1,484 1,040 2,119 CK 0,039 0,010 0,0001 1,040 1,019 1,062 Jenis kelamin laki-laki 1,614 0,619 0,009 5,024 1,493 16,911 Konstanta -8,309 1,929 0,0001 0,000

5.2. Pembahasan

Sistem kreatin kinase berperan penting pada jaringan yang memiliki tingkat variabel pergantian ATP yang tinggi; termasuk otot rangka, sistem kardiovaskular, otak, dan ginjal. Pada jaringan tersebut enzim CK menyediakan ATP untuk kontraksi otot dan transpor ion (Brewster et al. 2012). Aktivitas CK serum yang tinggi merupakan faktor genetik yang menjelaskan tekanan darah lebih tinggi dijumpai pada kulit hitam, suatu subgroup populasi dengan prevalensi hipertensi dan komplikasi yang lebih besar. Respons kontraksi diperkirakan ditingkatkan melalui peningkatan ketersediaan ATP untuk kontraktilitas kardiovaskular, retensi natrium ginjal, dan penipisan kapiler otot rangka (Brewster, Clark & van Montfrans 2000).

Enzim CK diekspresi dalam jumlah berlimpah pada mitokondria dan sitosol. Pada mitokondria, CK memfasilitasi pembentukan kreatin fosfat, yang ditransfer oleh CK menuju lokasi subselular yang memerlukan kebutuhan energi


(1)

Missing Cases 0 .0

Total 82 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 82 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value

terkontrol 0

tidak terkontrol 1

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Observed

Predicted Kategori Hipertensi

Percentage Correct terkontrol tidak terkontrol

Step 0 Kategori Hipertensi terkontrol 0 41 .0

tidak terkontrol 0 41 100.0

Overall Percentage 50.0

a. Constant is included in the model. b. The cut value is ,500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant .000 .221 .000 1 1.000 1.000

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables dm 3.101 1 .078

gol_obat 8.329 1 .004

imt .104 1 .748

ck_kreatinkinase 20.068 1 .000

kolesterol .578 1 .447

kelamin2 9.848 1 .002

Overall Statistics 33.063 6 .000

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients


(2)

Step 1 Step 46.371 6 .000

Block 46.371 6 .000

Model 46.371 6 .000

Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 67.305a .432 .576

a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than ,001.

Classification Tablea

Observed

Predicted Kategori Hipertensi

Percentage Correct terkontrol tidak terkontrol

Step 1 Kategori Hipertensi terkontrol 32 9 78.0

tidak terkontrol 7 34 82.9

Overall Percentage 80.5

a. The cut value is ,500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95% C.I.for EXP(B) Lower Upper

Step 1a dm 2.102 .847 6.158 1 .013 8.179 1.555 43.012

gol_obat .394 .185 4.514 1 .034 1.483 1.031 2.133

imt .085 .092 .857 1 .355 1.089 .909 1.303

ck_kreatinkinase .040 .011 13.690 1 .000 1.041 1.019 1.063

kolesterol -.004 .010 .131 1 .717 .996 .977 1.016

kelamin2 1.720 .722 5.671 1 .017 5.584 1.356 22.995

Constant -10.190 4.175 5.959 1 .015 .000 a. Variable(s) entered on step 1: dm, gol_obat, imt, ck_kreatinkinase, kolesterol, kelamin2.

Logistic Regression

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 82 100.0

Missing Cases 0 .0


(3)

Unselected Cases 0 .0

Total 82 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value

terkontrol 0

tidak terkontrol 1

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Observed

Predicted Kategori Hipertensi

Percentage Correct terkontrol tidak terkontrol

Step 0 Kategori Hipertensi terkontrol 0 41 .0

tidak terkontrol 0 41 100.0

Overall Percentage 50.0

a. Constant is included in the model. b. The cut value is ,500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant .000 .221 .000 1 1.000 1.000

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables dm 3.101 1 .078

gol_obat 8.329 1 .004

imt .104 1 .748

ck_kreatinkinase 20.068 1 .000

kelamin2 9.848 1 .002

Overall Statistics 32.911 5 .000


(4)

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 46.238 5 .000

Block 46.238 5 .000

Model 46.238 5 .000

Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 67.438a .431 .575

a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than ,001.

Classification Tablea

Observed

Predicted Kategori Hipertensi

Percentage Correct terkontrol tidak terkontrol

Step 1 Kategori Hipertensi terkontrol 33 8 80.5

tidak terkontrol 7 34 82.9

Overall Percentage 81.7

a. The cut value is ,500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95% C.I.for EXP(B) Lower Upper

Step 1a dm 2.137 .845 6.396 1 .011 8.470 1.617 44.358

gol_obat .389 .184 4.481 1 .034 1.475 1.029 2.114

imt .089 .091 .965 1 .326 1.093 .915 1.306

ck_kreatinkinase .039 .011 13.925 1 .000 1.040 1.019 1.062

kelamin2 1.824 .666 7.489 1 .006 6.194 1.678 22.868

Constant -11.037 3.493 9.984 1 .002 .000 a. Variable(s) entered on step 1: dm, gol_obat, imt, ck_kreatinkinase, kelamin2.

Logistic Regression

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 82 100.0


(5)

Total 82 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 82 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value

terkontrol 0

tidak terkontrol 1

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Observed

Predicted Kategori Hipertensi

Percentage Correct terkontrol tidak terkontrol

Step 0 Kategori Hipertensi terkontrol 0 41 .0

tidak terkontrol 0 41 100.0

Overall Percentage 50.0

a. Constant is included in the model. b. The cut value is ,500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant .000 .221 .000 1 1.000 1.000

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables dm 3.101 1 .078

gol_obat 8.329 1 .004

ck_kreatinkinase 20.068 1 .000

kelamin2 9.848 1 .002

Overall Statistics 31.991 4 .000

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 45.229 4 .000

Block 45.229 4 .000

Model 45.229 4 .000

Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square


(6)

Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 68.447a .424 .565

a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than ,001.

Classification Tablea

Observed

Predicted Kategori Hipertensi

Percentage Correct terkontrol tidak terkontrol

Step 1 Kategori Hipertensi terkontrol 31 10 75.6

tidak terkontrol 7 34 82.9

Overall Percentage 79.3

a. The cut value is ,500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95% C.I.for EXP(B) Lower Upper

Step 1a dm 1.991 .819 5.902 1 .015 7.322 1.469 36.493

gol_obat .395 .182 4.732 1 .030 1.484 1.040 2.119

ck_kreatinkinase .039 .010 13.899 1 .000 1.040 1.019 1.062

kelamin2 1.614 .619 6.795 1 .009 5.024 1.493 16.911

Constant -8.309 1.929 18.560 1 .000 .000 a. Variable(s) entered on step 1: dm, gol_obat, ck_kreatinkinase, kelamin2.