Analisis Semiotik Syi’r الإعتراف (Al-I’tirāf) Karya Abu Nawas

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Karya sastra merupakan hasil eksplorasi dan proses kreatif pengarang dengan
mengeksploitasi rasa, imajinasi, dan logika yang didalamnya terdapat estetika
bahasa, makna, dan segala bentuk penafsiran subjektif pengarang terhadap
pengalaman dan realitanya. Karya sastra juga digunakan sebagai media untuk
menyampaikan aspirasi yang dikemas dengan bahasa yang menarik serta indah.
Karya sastra dibagi menjadi beberapa genre yang terdiri dari teks monolog
seperti sajak-sajak (puisi), drama, dan teks bersifat naratif (prosa). Karya Sastra
merupakan satuan yang dibangun atas hubungan antara tanda dan makna, antara
ekspresi dan pikiran, antara aspek luar dengan aspek dalam. Dalam pengertian
serupa itu, Mukarovsky dalam Faruk (2014:77) menyebutkan karya sastra
khususnya dan karya seni umumnya sebagai fakta semiotik.
Bahasa tidak dapat dilepaskan dari sastra, karena bahasa merupakan media
utama dalam buah karya sastra. Tentu saja terdapat perbedaan yang khas antara
bahasa sebagai media sastra dengan bahasa sebagai media komunikasi yang lain.
Bahasa satra memang mempunyai kekhususan tersendiri. Semua orang mengakui
bahwa kekhasan tersebut merupakan kekuatan karya sastra yang diciptakan oleh
pengarang, penonjolan kekhasan bahasa akan tampak jelas apabila kita menelaah

sebuah karya sastra dalam bentuk puisi (Muzakki, 2011:43).
Menurut Iskandari dan ‘Inani dalam Muzakki (2011 : 42) syi’r adalah:

‫ﺍﻟﺸﻌﺮ ﻫﻮ ﺍﻟﻜﻼﻡ ﺍﻟﻔﺼﻴﺢ ﺍﻟﻤﻮﺯﻭﻥ ﺍﻟﻤﻘﻔﻰ ﺍﻟﻤﻌﺒﺮ ﻏﺎﻟﺒﺎ ﻋﻦ ﺻﻮﺭ ﺍﻟﺨﻴﺎﻝ ﺍﻟﺒﺪﻳﻊ‬
/Asy-syi’ru huwa al-kalāmu al-faṢīḥu al-mauzūna al-muqaffā almu’abbiru ghāliban ‘an Ṣuwari al-khayāli al-badī’i/ “Syair adalah kata-kata fasih
yang berirama dan berqafiah yang mengekspresikan bentuk-bentuk imajinasi yang
indah”.
Rasyiq dalam Muzakki (2011:42) mengatakan bahwa “Syi’r itu terdiri atas
empat hal, yaitu lafadz, wazan, makna dan qafiyah. Inilah batasan syair karena
ada sebuah kalam ungkapan yang berirama tetapi tidak mempunyi qafiyah, tetapi

1
Universitas Sumatera Utara

tidak dikategorikan sebagai Syi’r, karena tidak dibuat dan tidak dimasukkan
kedalam syair, seperti Al-qur’an dan hadis Nabi SAW”.
Syi’r dalam bahasa Arab disebut juga dengan puisi. Puisi merupakan struktur
yang bermakna dan mempunyai sistem tanda yang mempergunakan bahasa
sebagai mediumnya. Adapun bahasa puisi, ia berada pada tataran semiotik yang
membangun makna (significance). Puisi merupakan wacana kebahasaan yang

mengatakan sesuatu dengan maksud yang lain atau secara tidak langsung. Hal
inilah yang membedakan puisi pada bahasa umumnya. Puisi mempunyai cara
yang khusus dalam membawa maknanya ( Faruk, 2014:141).
Menganalisis puisi ini bertujuan memahami makna puisi, menangkap makna
puisi atau memberi makna kepada teks puisi. Akan tetapi, sebelumnya perlu
dikemukakan apa yang dimaksud dengan makna puisi. Makna karya sastra atau
puisi itu bukanlah semata-mata arti bahasanya (arti denotatifnya), melainkan arti
bahasa, suasana, perasaan, intensitas arti, arti tambahan (konotasi), daya liris,
pengertian yang ditimbulkan oleh tanda-tanda kebahasaan atau tanda-tanda lain
yang ditimbulkan oleh konvensi sastra, misalnya sajak (rima, persamaan bunyi),
enjambement, baris sajak, homolog, tipografi, bahkan juga makna seni dan nilai
seninya (Pradopo, 1999:281).
Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menganalisis puisi adalah
teori semiotik. Semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda, tanda mempunyai dua
aspek, yaitu penanda (signifie), dan petanda (signified). Penanda adalah bentuk
formal tanda itu, dalam bahasa berupa satuan bunyi atau huruf dalam sastra tulis,
sedangkan petanda adalah artinya, yaitu apa yang ditandai oleh penandanya itu.
Berdasarkan hubungan antara penanda dan petandanya, ada tiga jenis tanda, yaitu
ikon, indeks, dan symbol (Pradopo, 1999:76).
Semiotika mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensi-konvensi

yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Penelitian semiotik
meliputi analisis sastra sebagai sebuah penggunaan bahasa yang bergantung atau
ditentukan oleh konvensi-konvensi tambahan dan meneliti ciri-ciri (sifat-sifat)
yang

menyebabkan

bermacam-macam

cara/wacana

mempunyai

makna

(Preminger dkk dalam Jabrohim, 2001: 71).

2
Universitas Sumatera Utara


Ada beberapa model teori semiotik, seperti model Saussure, Peirce, dan
Moris. Teori semiotik itu diterapkan untuk menganalisis gejala-gejala dan tandatanda arsitektur. Teori semiotik lain adalah Roland Berthes yang memahami teks
dengan membedah teks, baris demi baris melalui lima sistem kode, dan teori
semiotik Riffatere yang mengemukakan metode pemaknaan yang khusus, yaitu
dengan memberi makna karya sastra sebagai sistem tanda. Semiotik model
Riffatere inilah yang paling tepat digunakan dalam menganalisis sebuah puisi atau
pemberian makna pada sebuah karya sastra (Ratih, 2016:2-5).
Dalam dunia Islam salah satu penyair yang paling terkenal pada masa
Bani Abasyiyah (750 M- 1258 M) adalah Abu Nuwas dengan karyanya Al-i’tirāf.

‫ ﺍﻹﻋﺘﺮﺍﻑ‬/Al-i’tirāf/ berasal dari kata ‫ ﺍﻋﺘﺮﺍﻑ‬- ‫ ﻳﻌﺮﻑ‬- ‫ ﻋﺮﻑ‬/’arafa/ya’rifu/i’tirāf/
yang berarti pengakuan. Abu Nawas merupakan salah satu penyair dari Timur
Tengah tepatnya ketika dipimpin oleh Harun Ar-Rasyid. Abu Nawas digambarkan
sebagai penyair multivisi, penuh canda, berlidah tajam, pengkhayal ulung, dan
tokoh terkemuka sastrawan angkatan baru. Abu Nawas dikenal juga karena
kelihaian dan kecerdikannya melontarkan kritik-kritik yang dibungkus dengan
humor. Kegemarannya bermain kata-kata, gaya bahasanya yang halus dan tinggi
membawanya ke puncak kesusastraan Arab dan menjadi legenda tersendiri dalam
khazanah peradaban dunia (https://id.wikipedia.org/wiki/Abu_Nawas).
Pencapaiannya dalam menulis puisi diilhami kegemarannya melakukan

maksiat. Puisi khumrayat-nya membuat dia dikenal sebagai “penyair khamar”
karena ia yang pertama kali mengangkat khamar sebagai tema puisi. Tetapi pada
masa menjelang akhir hayatnya, puisi-puisi Abu Nawas berubah menjadi religius.
Ia meninggalkan kehidupan mewah duniawi yang disebut dengn zuhud, serta
meninggalkan sesuatu yang dapat melalaikan dan melupakannya terhadap Tuhan.
(Ensiklopedi Islam, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993: 45,46).

3
Universitas Sumatera Utara

Adapun alasan peneliti mengkaji masalah ini adalah Syi’r Al-i’tirāf karya Abu
Nawas merupakan salah satu Syi’r yang identik dengan sastra sufi yaitu bait-bait
syair yang memiliki unsur bathiniyah mendalam terhadap Sang Ilahi. Syi’r ini
menunjukkan kepiawaian penyair dalam mengolah kata-kata berbentuk rayuan
kepada sang pencipta, sehingga seolah-olah berdialog dengan seorang kekasih.
Syi’r Al-i’tirāf

karya Abu Nawas ini termasuk ke dalam puisi zuhdiyat

(kehidupan zuhud). Syi’r ini terlahir dari tangan kreatif seseorang yang memiliki

masa kelam dalam lembah dosa yang kemudian bertaubat di akhir-akhir hayatnya.
Syi’r Al-i’tirāf karya Abu Nawas ini mempunyai sifat objektif yang mengajak
kita agar tidak beranggapan pesimis kepada Tuhan, karena Tuhan akan selalu
memafkan hamba-Nya yang berbuat dosa.
Syi’r Al-i’tirāf karya Abu Nawas tersebut banyak menggunakan kata-kata
yang indah, mempesona, mengandung daya khayal yang tinggi dan mengandung
banyak hikmah. Selanjutnya puisi mengekspresikan konsep-konsep dan bendabenda secara tidak langsung, melalui pendekatan semiotik Riffatere ini, dapat
dipahami banyak aspek dari suatu teks puisi, seperti ketaklangsungan ekspresi
yang disebabkan oleh tiga hal, yaitu penggantian arti (displacing of meaning),
penyimpangan arti (distorsing of meaning), penciptaan arti (creating of meaning)
dan menemukan makna berdasarkan pembacaan semiotik yaitu heuristik dan
hermeneutik yang dapat membawa pembaca pada pemahaman secara menyeluruh
tentang puisi.

4
Universitas Sumatera Utara

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, peneliti
merumuskan dan membatasi masalah sebagai berikut :

1. Apa tema yang ditemukan dalam syi’r al-i’tirāf karya Abu Nawas?
2. Bagaimanakah ketaklangsungan ekspresi yang terdapat dari syi’r al-i’tirāf
karya Abu Nawas?
3. Bagaimanakah makna yang terdapat dalam syi’r

al-i’tirāf

karya Abu

Nawas berdasarkan pembacaan semiotik (heuristik dan hermeneutik) ?

1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui tema yang ditemukan dalam syi’r al-i’tirāf karya Abu
Nawas
2. Untuk mengetahui ketaklangsungan ekspresi yang terdapat dalam syi’r ali’tirāf karya Abu Nawas
3. Untuk mendapatkan makna yang terdapat dalam syi’r al-i’tirāf karya Abu
Nawas tersebut berdasarkan

pembacaan semiotik (heuristik dan


hermeneutik)

5
Universitas Sumatera Utara

1.4 Manfaat Penelitian
Adanya kegiatan penelitian terhadap karya sastra diharapkan mampu
menjembatani pemahaman antar karya sastra dan pembacanya. Oleh karena itu,
ada beberapa manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini, diantaranya sebagai
berikut.
1. Manfaat Teoritis
a. Menambah khazanah ilmu pengetahuan khususnya puisi dengan
pendekatan semiotik pada mahasiswa Program Bahasa Arab Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian

ini


dapat

menambah

referensi

ilmiah

atau

bahan

perbandingan pada akademisi khususnya pada program sarjana jurusan
Bahasa Arab fakultas ilmu budaya Universitas Sumatera Utara

b. Dengan mengenal syi’r al-i’tirāf karya Abu Nawas ini menambah
semangat dalam hal keimanan, kita belajar mengkoreksi diri, bahwa
hidup didunia ini adalah fatamorgana, tidak ada yang abadi dan juga
mengenalkan kita bagaimana seorang hamba mengagungkan Tuhan
dengan segenap jiwa dan raga.

c. Dengan mengetahui karya sastra yang biasanya dipengaruhi oleh
pemikiran atau pengalaman pengarangnya, maka di harapkan
penelitian dalam menganalisis Syi’r secara semiotik ini dapat
bermanfaat bagi pembangunan moral dan karakter pada diri dan
masyarakat.

6
Universitas Sumatera Utara

1.5 Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (Library Research). Menurut
Faruk (2014:56) penelitian kepustakaan adalah penemuan segala sumber yang
terkait dengan objek penelitian. Data premier penelitian ini bersumber dari syi’r
al-i’tirāf karya Abu Nawas dalam “Diwan Abu Nuwas” yang terdiri dari 6 bait
dalam syi’r al-i’tirāf karya Abu Nawas, sedangkan data sekunder terdiri dari
referensi, buku, jurnal, ataupun dokumen yang terkait dengan penelitian.
Metode penelitian yang digunakan untuk meneliti syi’r al-i’tirāf karya Abu
Nawas adalah dengan menggunakan pendekatan semiotik dengan teori semiotik
Riffatere (Jabrohim, 2001:74).
Pengumpulan data penelitian ini menggunakan metode simak, karena cara

yang dilakukan untuk memperoleh data dilakukan dengan cara menyimak teks
atau secara tertulis, metode simak ini memiliki tekhnik dasar yang berwujud
tekhnik sadap yaitu menyimak mendengarkan/membaca teks tertulis dengan
mengamati dan menentukan konvensi yang terdapat didalam teks yang diteliti dan
mencatat beberapa bentuk yang relavan secara tertulis (Sudariyanto, 1993:133).
Analisis data dilakukan dengan pendekatan semiotik yaitu dengan
memperhatikan ketaklangsungan ekspresi, pembacaan heuristik dan hermeneutik
dan dilanjutkan dengan pemberian tema syi’r.
Adapun tahap-tahap yang dilakukan untuk menganalisis data dari syi’r ali’tirāf karya Abu Nawas yaitu:
1. Mencari konvensi ketidaklangsungan ekspresi yaitu penggantian arti
(displacing of meaning), penyimpangan arti (distorting of meaning),
dan penciptaan arti (creating of meaning) dari syi’r al-i’tirāf karya
Abu Nawas.
2. Pembacaan secara heuristik yaitu pembacaan semiotik tingkat pertama.
Pembacaan heuristik ini adalah penerangan kepada bagian-bagian
cerita secara berurutan atau pembacaan dari awal sampai akhir cerita
secara berurutan. Untuk mempermudah, pembacaan ini dapat berupa
pembuatan synopsis cerita, cerita yang beralur sorot balik dapat dibaca
secara alur lurus. Pembacaan secara hermeneutik yaitu pembacaan

7
Universitas Sumatera Utara

semiotik tingkat kedua yang dilakukan secara bergerak bolak-balik
dari bagian ke keseluruhan dan kembali ke bagian dan seterusnya.
Hasil yang diperoleh dari pembacaan atas kalimat pertama puisi,
misalnya, dapat direvisi, diulas kembali, setelah proses pembacaan
berlangsung ke bagian berikutnya dan dengan masukan dari hasil
pembacaan atas bagian yang kemudian tersebut.
3. Menentukan tema yang tersirat dibalik syi’r al-i’tirāf

karya Abu

Nawas.
4. Langkah terakhir dalam penelitian ini adalah pengambilan kesimpulan.
Simpulan

diambil

setelah

dilakukan

pembahasan

menyeluruh

mengenai aspek-aspek yang diteliti dalam puisi untuk dijadikan
laporan dalam bentuk skripsi.

8
Universitas Sumatera Utara