Analisis Tingkat Kebisingan Terhadap Operator Pada Mesin Pengeringan di PT. Florindo Makmur Chapter III IV

BAB III
LANDASAN TEORI

3.1

Terjadinya Bunyi
1

Bunyi (sound) adalah gelombang getaran mekanis dalam udara atau

benda padat yang masih bisa ditangkap oleh telinga normal manusia, dengan
rentang frekuensi antara 20-20.000 Hz. Kepekaan telinga manusia terhadap
rentang ini semakin menyempit sejalan dengan pertambahan umur. Di bawah
rentang tersebut disebut bunyi infra (infrasound), sedangkan di atas rentang
tersebut

disebut

bunyi

ultra


(ultrasound).Suara

(voice)

adalah

bunyi

manusia.Bunyi udara (airborne sound) adalah bunyi yang merambat lewat
udara.Bunyi struktur adalah (structural sound) adalah bunyi yang merambat
melalui struktur bangunan.
2

Ada 3 aspek yang diperlukandalam waktu bersamaan agar bunyi dapat

didengar manusia, yaitu:
1. Sumber bunyi
2. Medium penghantar gelombang bunyi
3. Telinga dan saraf pendengaran yang sehat


1

Satwiko, Prasasto. 2008.Fisika Bangunan.Yogyakarta: Penerbit Andi. Hal 264
Mediastika, Christina E. 2009. Material Akustik Pengendali Kualitas Bunyi pada Bangunan.
Yogyakarta : Penerbit Andi. Hal 3
2

Universitas Sumatera Utara

3.2

Perambatan Bunyi
3

Kecepatan bunyi (sound velocity) adalah kecepatan rambat bunyi pada

suatu media, diukur dengan meter/detik.Kecepatan bunyi adalah tetap untuk
kepadatan media tertentu, tidak tergantung frekuensinya.
4


Kecepatan rambat bunyi pada medium udara pada suhu berkisar 16 oC

adalah 340 m/detik (Tabel 3.1.).Kecepatan rambat bunyi sangat bergantung pada
jenis/susunan medium perambatan sumber bunyi serta suhu medium tersebut.
Udara mempunyai massa dan digunakan oleh bunyi untuk merambat.
Namun, adanya udara juga sebagai penghambat gelombang bunyi. Gelombang
bunyi akan mengalami gesekan dengan udara. Udara yang kering akan lebih
menyerap bunyi daripada udara lembab, karena adanya uap air akan memperkecil
gesekan antara gelombang bunyi dengan massa udara. Selain itu, udara yang
bersuhu rendah akan lebih menyerap bunyi daripada udara bersuhu tinggi, karena
suhu rendah membuat udara menjadi lebih rapat sehingga gesekan terhadap
gelombang bunyi akan lebih besar.Bunyi merambat lebih cepat pada udara yang
bersuhu tinggi karena molekulnya lebih renggang.Semakin tinggi suhu udara,
semakin tinggi kecepatan bunyi. Pada kondisi lain, udara yang bergerak (angin)
dapat mendistorsi bunyi. Bunyi searah dengan arah angin akan dipercepat,
sedangkan bunyi yang berlawanan dengan arah angin akan diperlambat.

3


Satwiko, Prasasto. 2008.Fisika Bangunan.Yogyakarta: Penerbit Andi. Hal 265
Mediastika, Christina E. 2009. Material Akustik Pengendali Kualitas Bunyi pada Bangunan.
Yogyakarta : Penerbit Andi. Hal 4

4

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3.1 Kecepatan Rambat Bunyi Menurut Medium Rambatnya
Medium
Udara pada Temperatur -20 oC
Udara pada Temperatur 0 oC

331,8

o

337,4

o


343,8

o

349,6

Udara pada Temperatur 10 C
Udara pada Temperatur 20 C
Udara pada Temperatur 30 C
Gas O2

316

Gas CO2

259

Gas Hidrogen


1.284

Air Murni

1.437

Air Laut

1.541

Baja
Sumber: Mediastika, 2009

3.3.

Kecepatan
(meter/detik)
319,3

6.100


Kebisingan5
Kebisingan (noise) adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki atau

mengganggu.Gangguan bunyi hingga tingkat tertentu dapat diadaptasi oleh fisik,
namun syaraf dapat terganggu.Ambang bunyi (threshold of audibility) adalah
intensitas bunyi sangat lemah yang masih dapat didengar telinga manusia,
berenergi 10-12 W/m2.Ambang bunyi ini disepakati mempunyai tingkat bunyi 0
dB.Ambang sakit (threshold of pain) adalah kekuatan bunyi yang menyebabkan
sakit pada telinga manusia, berenergi 1 W/m2.

5

Satwiko, Prasasto.2009.Fisika Bangunan.Yogyakarta: Penerbit Andi. Hal 265-266

Universitas Sumatera Utara

3.4

Jenis-jenis Kebisingan

6

Suma’mur (1967) membagi jenis-jenis kebisingan yang sering ditemukan,

sebagai berikut:
1. Kebisingan yang kontuni dengan spektrum frekwensi yang luas (steady state,
wide band noise), misalnya mesin-mesin, kipas angin, dapur pijar dan lainlain.
2. Kebisingan kontinu dengan spektrum frekwensi sempit (=steady state, narror
band noise) misalnya gergaji sirkuler, katup gas, dan lain-lain.
3. Kebisingan terputus-putus (-intermittent) misalnya lalu-lintas, suara kapalterbang dilapangan udara.
4. Kebisingan impulsif (-impact or impulsive noise), seperti pukulan tukul,
tembakan bedil atau meriam, ledakan.
5. Kebisingan impulsif berulang, misalnya mesin tempa di perusahaan.
Sifat dan spektrum frekuensi bunyi akan mempengaruhi waktu dan derajat
gangguan pendengaran yang ditimbulkan. Berdasarkan atas pengaruhnya terhadap
manusia, bunyi dapat dibagi sebagai berikut:
1. Bising yang mengganggu (irritating noise), intensitasnya tidak keras
(mendengkur).
2. Bising yang menutupi (masking noise)
Merupakan bising yang menutupi pendengaran yang jelas. Secara tidak

langsung bunyi ini akan membahayakan kesehatan dan keselamatan tenaga
kerja, karena teriakan atau isyarat tanda bahaya tenggelam dalam kebisingan.

6

Suma’mur. 1967. Higene Perusahaa dan Kesehatan Kerja. Hal 58-59

Universitas Sumatera Utara

3. Bising yang merusak (damaging/injurious noise)
Merupakan bunyi yang intensitasnya melampaui NAB, bunyi jenis ini akan
merusak atau menurunkan fungsi pendengaran.

3.5

Pengukuran Bunyi
7

Tingkat kekuatan atau kekerasan bunyi diukur dengan alat yang disebut


Sound Level Meter (SLM). Alat ini terdiri dari mikrofon, amplifier, weighting
network, dan layar display dalam satuan decibeldB(A).
8

Tingkat bunyi (sound level) adalah perbandingan logaritmis energi suatu

sumber bunyi dengan energi sumber bunyi acuan, diukur dalam decibel
(dB).Energi sumber bunyi acuan adalah energi sumber bunyi terendah yang masih
dapat didengar manusia, yaitu 10-12 W/m2.Setiap penggandaan jarak, tingkat bunyi
berkurang 6 dB. Setiap penggandaan sumber bunyi, tingkat bunyi akan bertambah
3 dB(A). Setiap penggandaan massa dinding, tingkat bunyi akan berkurang 5
dB(A). Setiap penggandaan luas bidang peredam, tingkat bunyi akan berkurang 3
dB(A). Sound power adalah cara pengukuran kekuatan bunyi berdasarkan jumlah
energi yang diproduksi oleh sumber bunyi. Sound power dinotasikan sebagai P
dalam satuan watt. Pengukuran tingkat kekuatan bunyi juga dapat dilakukan
dengan soundintensity, yaitu sound power per satuan luas (watt/m2).

Tabel 3.2 Sumber Bunyi dan Intensitas Bunyi
7


Mediastika, Christina E. 2009. Material Akustik Pengendali Kualitas Bunyi pada Bangunan.
Yogyakarta : Penerbit Andi. Hal 7
8
Satwiko, Prasasto.2009.Fisika Bangunan.Yogyakarta: Penerbit Andi. Hal 272

Universitas Sumatera Utara

Intensitas
(watt/m2)
> 107

Tingkat Bunyi
(dB(A))
> 190

Pesawat jet

104

160

Orkes brass besar

10

130

Mesin besar

10

120

Sumber Bunyi
Roket ruang angkasa

Orkes lengkap

10

-2

100

Mobil penumpang di jalan raya

10-2

100

Percakapan normal
Bisikan lembut
Sumber: Satwiko, 2009

10

-5

70

10

-9

30

Ketika sebuah objek sumber bunyi bergetar dan getarannya merambat ke
segala arah, sebaran ini akan menghasilkan ruang berbentuk seperti bola yang
ditunjukkan pada Gambar 3.1.

2m 4m
90 dB 84 dB

Sumber: Satwiko, 2009

8m
78 dB

16 m
72 dB

32 m
66 dB

Sumber bunyi

Gambar 3.1Pengurangan Tingkat Kebisingan Akibat Jarak

3.6

Pengendalian Kebisingan

Universitas Sumatera Utara

9

Program pencegahan yang dapat dilakukan dalam mengantisipasi tingkat

kebisingan di tempat kerja meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Monitoring paparan bising
2. Kontrol engineering dan administrasif
3. Evaluasi audiometer
4. Penggunaan alat pelindung diri
5. Pendidikan dan motivasi
6. Evaluasi program
7. Audit program.
Pengendalian bising merupakan salah satu kebijakan yang bertujuan
mengurangi noise/bising di sumber atau jalur perambatan suara di area pekerja,
sesuai Undang-Undang No. 1 Tahun 1970, tentang keselamatan kerja.

Sumber

Medium

Penerima

Alternatif Solusi
Structural
Airborne Sound

Airborne Sound

Proses

Manajemen
Pengendalian
Bising

Hasil
Reduksi

Biaya

Kenyamanan

Gambar 3.2. Skema Pengendalian Bising
Sumber :Undang-Undang No. 1 Tahun 1970

3.7.
9

Material Akustik Pengendali Bunyi

Cyril M. Harris. Ph. D. Handbook of Noise Control. Columbia University. 1998

Universitas Sumatera Utara

10

Penyebaran bunyi dari sebuah sumber bunyi di dalam ruang ke seluruh

area yang ada di dalam ruang dapat dilakukan melalui perambatan bunyi secara
langsung dan melalui pemantulan.Pada saat perambatan secara langsung, sangat
dimungkinkan terjadi pelemahan gelombang bunyi setelah menempuh jarak
tertentu.Bunyi langsung dengan tingkat keras dan kejelasan yang cukup yang
dapat diterima telinga manusia sangat dibatasi oleh jarak.Oleh karenanya pada
jarak tertentu ketika bunyi langsung sudah melemah, perlu ada penguatan suara
yang dterima dari pemantulan.
Agar terjadi pantulan di dalam ruang sebagaimana dikehendaki,elemen
pembatas

ruang

perlu

dilapisi

dengan

material-material

yang

mampu

memantulkan. Material pemantul adalah material dengan keadaan permukaan
yang padat dan keras. Pantulan yang sempurna yang mengikuti hukum sudut
pantul = sudut dating akan terjadi pada permukaan padat dan keras, seperti kaca,
akrilik, logam, kayu dan lainya. Arah pantulan selain ditentukan oleh keadaan
permukaan bidang pantul juga ditentukan oleh bentuk permukaan bidang pantul,
pantulan yang terjadi dapat berasal dari dapat berasal dari bidang datar, cekung
dan cembung. Masing-masing bentuk bidang pantul ini memiliki kelebihan dan
kekurangan, yaitu
1.

Bidang datar, ketika seluruh permukaan bidang memberikan kekuatan pantul
yang sama, setiap sebaran gelombang bunyi asli yang mengenainya akan
dipantulkan dengan mengikuti hukum sudut pantul = sudut dating.

10

Mediastika, Christina E. 2009. Material Akustik Pengendali Kualitas Bunyi pada Bangunan.
Yogyakarta : Penerbit Andi.Hal. 96-100.

Universitas Sumatera Utara

2.

Bidang cekung, pantulan yang terjadi pada bidang cekung dianggap
menguntungkan untuk posisi titik tertentu (terjadi penguatan bunyi sebagai
hasil pantulan yang terpusat), namun pada posisi lain terjadi pelemahan
bunyi.

3.

Bidang cembung, meski terjadi secara merata, namun arahnya tidak dapat
diatur sebagaimana dikehendaki, karena sangat tergantung pada busur
kecembungannya.
11

1.

Material-material yang biasa digunakan sebagai peredam kebisingan adalah

Kombinasi bata dan logam, biasa digunakan untuk bangunan, seperti pagar
rumah.

2.

Tanaman merambat, sebagai penghalang kebisingan pada bangunan.

3.

Bata plester, digunakan untuk bangunan.

4.

Kayu kombinasi dengan beton, sebagai penghalang kebisingan di jalan raya
maupun bangunan.

5.

Batu, biasa digunakan pada bangunan pabrik

6.

Logam untuk meredam kebisingan dari peralatan pabrik.

7.

Kaca dan akrilik, yang telah banyak digunakan sebagai pengganti material
dinding yang konvensional, biasanya pada bangunan modern, sifat kaca yang
cenderung halus dan licin memiliki kekurangan sebagai noise barrier,
sehingga sering dipadukan dengan logam.

11

Mediastika, Christina E. 2009. Material Akustik Pengendali Kualitas Bunyi pada Bangunan.
Yogyakarta : Penerbit Andi.34-53

Universitas Sumatera Utara

8.

12

Material berserat (glasswool dan rockwool), penyerap jenis ini mampu

menyerap bunyi dalam jangkauan frekuensi yang lebar dan lebih disukai
karena tidak mudah terbakar. Namun kelemahannya terletak pada model
permukaan yang berserat sehingga harus digunakan dengan hati-hati atau
membutuhkan bahan pelapis agar tidak rusak/cacat dan kemungkinan
terlepasnya serat-serat halus ke udara juga kecil. Kedua lapisan serat ini
memiliki sifat yang hamper sama, perbedaannya ialah ketahanan kelembaban
rockwool hanya sampai 95%, sementara glasswool mencapai hamper 100%.
Penggunaan dinding tebal dapat meningkatkan kemampuan redam, dan
kemampuannya akan meningkat bila ada rongga udara. Semakin tebal rongga
udara, kemampuan redamnya akan semakin baik. Namun kebutuhan luas
ruang tentu membatasi tebal rongga udara.Untuk memperoleh redaman yang
lebih baik juga dapat ditambahkan material pengisi rongga udara. Material
yang ditambahkan biasanya berupa selimut akustik yang terbuat dari serat
kaca (glasswool) .

3.8.

Tingkat Bising Sinambung Equivalen (Leq)
Sound Level Setara (LEQ) adalah analog dengan tingkat rata-rata dan

didefinisikan sebagai tingkat suara hipotetis konstan selama periode waktu yang
menghasilkan energi suara yang sama secara keseluruhan sebagai suara waktu
aktual yang bervariasi. Karena energi suara sebanding dengan intensitas, yang
pada gilirannya sebanding dengan kuadrat dari tekanan suara Leq adalah suatu
12

Mediastika, Christina E. 2009. Material Akustik Pengendali Kualitas Bunyi pada Bangunan.
Yogyakarta : Penerbit Andi 118-119

Universitas Sumatera Utara

angka tingkat kebisingan tunggal dalam beban (weighting Network) A, yang
menunjukkan energi bunyi yang equivalen dengan energi yang berubah-ubah
dalam selang waktu tertentu, secara matematis adalah sebagai berikut :
Leq = 10 log[∑ tj10Lj/10]
Dimana

Leq = Tingkat bising sinambung equivalen dalam dB(A)
Lj = Tingkat tekanan suara ke 1
tj = Fraksi waktu

3.9.

Daily Noise Dose (Paparan Bising)
13

Dosis kebisingan menyatakan perbandingan jumlah waktu untuk

kebisingan tertentu dengan lama waktu yang diizinkan untuk tingkat kebisingan
tersebut. Dosis kebisingan dihitung dengan persamaan:
D=

Ci

T
i

dimana:

i

D = dosis kebisingan (harus ≤ 1)
Ci = waktu paparan kebisingan
Ti= waktu yang diizinkan untuk tingkat kebisingan tertentu.

Apabila dosis kebisingan > 1, maka kondisi tersebut sangat berisiko (berbahaya)
bagi pendengaran operator.
Sedangkan Ti dihitung menggunakan rumus berikut :
TI

=

8
2(Leq-85)/3

Dimana :

13

Anonim. Departemen of Occupational Safety and Health Administration (OSHA). Malaysia.
2008

Universitas Sumatera Utara

TI

: Waktu paparan maksimum per hari yang diizinkan (jam)

Leq

: Tingkat kebisingan (dB)

8

: Jumlah jam kerja per hari yang di izinkan 85 dB

3

: Exchange rate (angka yangmenunjukkan hubungan antara intensitas
kebisingan dengan tingkat kebisingan)

3.10. Metode Pengukuran Kebisingan
14

Terdapat dua cara atau metode pengukuran akibat kebisingan di lokasi

kerja, yaitu :
1) Cara Sederhana
Dengan sebuah sound level meter biasa diukur tingkat tekanan bunyi db
(A)selama 10 (sepuluh) menit untuk tiap pengukuran. Pembacaan dilakukansetiap
5 (lima) detik.
2) Cara Langsung
Dengan

sebuah

integrating

sound

level

meter

yang

mempunyai

fasilitaspengukuran LTMS, yaitu Leq dengan waktu ukur setiap 5 detik,
dilakukanpengukuran selama 10 (sepuluh) menit.
Waktu pengukuran dilakukan selama aktifitas 24 jam (LSM) dengan cara pada
sianghari tingkat aktifitas yang paling tinggi selama 10 jam (LS) pada selang
waktu06.00 - 22.00 WIB dan aktifitas dalam hari selama 8 jam (Lm) pada selang
22.00 -06.00 WIB.

14

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996.

Universitas Sumatera Utara

Setiap

pengukuran

harus

dapat

mewakili

selang

waktu

tertentu

denganmenetapkan paling sedikit 4 waktu pengukuran pada siang hari dan pada
malamhari paling sedikit 3 waktu pengukuran, sebagai contoh :
- L1 diambil pada jam 7.00 mewakali jam 06.00 - 09.00
- L2 diambil pada jam 10.00 mewakili jam 09.00 - 11.00
- L3 diambil pada jam 15.00 mewakili jam 14.00 - 17.00
- L4 diambil pada jam 20.00 mewakili jam 17.00.- 22.00
- L5 diambil pada jam 23.00 mewakili jam 22.00 - 24.00
- L6 diambil pada jam 01.00 mewakili jam 24.00 - 03.00
- L7 diambil pada jam 04.00 mewakili jam 03.00 - 06.00
Keterangan :
- Leq :Equivalent Continuous Noise Level atau tingkat kebisingan sinambung
setara ialah nilai tertentu kebisingan dari kebisingan yang berubahubahselamawaktu tertentu, yang setara dengan tingkat kebisingan darikebisingan
yang steady pada selang waktu yang sama.Satuannya adalah dB (A).

3.11.

Penentuan Titik Pengukuran Kebisingan
15

1.

Cara penentuan titik pengukuran adalah sebagai berikut.

Pengukuran langsung
Melakukan pengukuran langsung dari sumber kebisingan dengan jarak
minimal 3 meter.

2.
15

Peta Kontur

David Abbey E. 1972. Some Estimator of Sub Universe Means For Use With Lattice Sampling.
University Of California : Los Angles.

Universitas Sumatera Utara

Pemetaan kontur dan penentuan daerah yang terkena kebisingan oleh titik
tertentu, memerlukan perhitungan ukuran dalam penandaan.Umumnya,
jarak grid harus lebih dari 10 meter di kelompokkan.Sebuah jarak yang
lebih luas di daerah terbuka dapat memberikan akurasi yang dapat diterima
meskipun jarak grid tidak biasanya harus melebihi 30 meter.Beberapa
lokasi, terutama di daerah perkotaan, mungkin dapat disarankan
menggunakan spasi grid kurang dari 10 meter.Secara khusus, hal ini
dikarenkan mungkin posisi bangunan yang saling berhadapan di jalan-jalan
sempit.
Penelitian Muh. Isran Ramli (2015) penentuan titik-titik sampling noise
mapping menggunakan metode kontur yakni melakukan pembagian lokasi
menjadi beberapa kotak yang berukuran sama. Tahap pertama, dengan
menandaititik lokasi pada aplikasi google earth mewakili setiap tempat dengan
jarak titik ±10 meter.

3.12.

Nilai Ambang Batas Kebisingan
Niali ambang batas (NAB) ini akan digunakan sebagai (pedoman)

rekomendasi pada praktek higeneperusahaan dalam melakukan penatalaksanaan
lingkungan kerja sebagai upayauntuk mencegah dampaknya terhadap kesehatan.
Dengan demikian NAB antara laindapat pula digunakan:
1.

Sebagai kadar standar untuk perbandingan.

2.

Sebagai pedoman untuk perencanaan proses produksi dan perencanaan
teknologi pengendalian bahaya-bahaya di lingkungan kerja.

Universitas Sumatera Utara

3.

Menentukan pengendalian bahan proses produksi terhadap bahan yang lebih
beracun dengan bahan yang sangat beracun.

4.

Membantu

menentukan

diagnosis

gangguan

kesehatan,

timbulnya

penyakitpenyakit dan hambatan-hambatan efisiensi kerja akibat faktor
kimiawi dengan bantuan pemeriksaan biologi.
Ketentuan ini membahas jam kerja yang diperkenankan berkaitan dengan
tingkat tekanan bunyi dari lingkungan kerja yang terpapar ke operator, yang
diperlihatkan pada Tabel3.3.
Tabel 3.3 Nilai Ambang Batas Kebisingan
Waktu Paparan
Per Hari
8 Jam

Tingkat Kebisingan
(dB(A))
85

4 Jam

88

2 Jam

91

1 Jam

94

30 Menit

97

15 Menit

100

7,5 Menit

103

3,75 Menit

106

1,88 Menit

109

0,94 Menit

112

28,12 Detik

115

14,06 Detik

118

7,03 Detik

121

3,52 Detik

124

1,76 Detik

127

0,88 Detik

130

0,44 Detik

133

0,22 Detik

136

0,11 Detik
139
Catatan: Tidak boleh terpapar lebih dari 140 dB(A), walaupun sesaat
Sumber: Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.Per.13/MEN/X/2011

Universitas Sumatera Utara

3.13.Noise Mapping
Noise mapping adalah pemetaan kebisingan yang menggambarkan
distribusi tingkat kebisingan pada suatu lingkungan kerja.Cara pembuatan noise
mapping adalah dengan melakukan pengukuran tingkat kebisingan pada beberapa
titik pengukuran di sekitar sumber bising dimana terdapat pekerja yang terpapar
bising. Titik-titik yang mempunyai tingkat kebisingan yang sama tersebut
dihubungkan sehingga terbentuk suatu garis pada peta yang menunjukkan tempat
dengan tingkat tekanan bunyi yang sama.
Tujuan dari dilakukannya noise mapping adalah:
1. Sebagai pedoman dalam mengambil langkah-langkah SMK3 (sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja) berdasarkan peta yang dibuat.
Contohnya adalah membuat peraturan mengenai keharusan menggunakan alat
pelindung diri berupa earplug maupun earmuff pada daerah tertentu, membuat
batas berupa pengumuman dilarang masuk ke area kerja atau jika masuk ke
area kerja yang tingkat kebisingannya tinggi wajib menggunakan alat
pelindung diri, serta memberikan sanksi kepada operator yang melanggar
ketentuan tersebut.
2. Untuk mengetahui dimana lokasi yang tepat dalam pemakaian alat pelindung
diri berdasarkan sound intensity.
3. Mengetahui jumlah tenaga kerja yang terpapar kebisingan di area kerja
sehingga manajemen dapat mengetahui operator yang berisiko tinggi
menderita gangguan pendengaran, untuk keperluan treatment berupa
pengadaan program konservasi pendengaran, asuransi kesehatan, maupun

Universitas Sumatera Utara

pemberian santunan kepada operator yang mengalami penyakit pendengaran
akibat kerja.
4. Kepentingan

terhadap

uji

audiometri

untuk

mengetahui

gangguan

pendengaran yang dialami operator.

3.14.

Noise Reduction Oleh Penghalang Exterior
16

Pengendalian kebisingan dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti

pada instalasi. Pengendalian kebisingan dilakukan bertujuan untuk mereduksi
tingkat kebisingan itu sendiri.Noise reduction (NR) didefinisikan sebagai
pengurangan kekuatan bunyi, diukur dalam dB.
Adapun pengurangan kebisingan (NR) oleh penghalang atau barrier dapat
dilihat pada persamaan berikut.
NR = 20 log [(2πN)0.5/tan(2πN)0.5] + 5 dB

Dimana,

3.15.

NR

: Pengurangan kebisingan (dB)

N

: 0,006f (A+B-d) (dB)

A+B

: Jarak terdekat melewati penghalang (m)

D

: Jarak lurus antara sumber bunyi dan penerima bunyi (m)

PengenalanSoftwareSurfer
17

Surfer adalah salah satu perangkat lunak yang digunakan untuk

pembuatan peta kontur dan pemodelan tiga dimensi yang berdasarkan pada
grid.Perangkat lunak ini melakukan plotting data tabular XYZ tak beraturan
16
17

Satwiko, Prasasto. 2009. Fisika Bangunan. Andi: Yogyakarta. Hal. 292.
Guide Q.S. 2012. Surfer 11 counturing&3D Surface Mapping For Scientist and Enginers.USA.

Universitas Sumatera Utara

menjadi

lembar

titik-titik

segi empat

(grid)

yang

beraturan.Grid

adalah serangkaian garis vertikal dan horisontal yang dalam Surfer berbentuk segi
empat dan digunakan sebagai dasar pembentuk kontur dan surface tiga dimensi.
Garis vertikal dan horisontal ini memiliki titik-titik perpotongan.Pada titik
perpotongan

ini disimpan

kedalaman.Gridding

nilai

Z

merupakan proses

yang

berupa

pembentukan

titik

ketinggian atau

rangkaian

nilai

Z

yang teratur dari sebuah data XYZ. Hasil dari proses gridding ini adalah file grid
yang tersimpan pada file.grd.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1.

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT Florindo Makmur yang bergerak dalam

memproduksi tepung tapioka. Perusahaan ini berlokasi di Desa Pergulaan,
Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara.

4.2.

Jenis Penelitian18
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian

deskriptif ialah suatu penyelidikan yang dilakukan untuk mendeskripsikan secara
sistematik, faktual dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat suatu objek guna
untuk mencari pemecahan masalah

4.3.

Objek Penelitian
Objek penelitian dilakukan pada stasiun pengeringan di PT. Florindo

Makmur.Pengamatan dilakukan pada mesin pengeringandengan mengukur tingkat
kebisingan, dan durasi kerja.

4.4.

18

Variabel Penelitian19

Sukaria Sinulingga. 2013. Metode Penelitian. Edisi 3. Medan: USU Press. Hal 34
Sukaria Sinulingga. 2013. Metode Penelitian. Edisi 3. Medan: USU Press. Hal 86-87.

19

Universitas Sumatera Utara

Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1.

Variabel bebas, yaitu tingkat kebisingan (dBA), dan durasi kerja yang di
alami operator.

2.

Variabel terikat yaitu paparan bising yang diterima operator.

4.5.

Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:

1.

Sound Level Meter

Gambar 4.1.Sound Level Meter

Merek : OH Test Technologies
Tipe

: ZC207300

Fungsi : Untuk mengukur tingkat kebisingan

Universitas Sumatera Utara

2.

Meteran

Gambar 4.2. Meteran

Fungsi : Untuk mengukur pengambilan jarak setiap titik pengukuran tingkat
kebisingan
3.

Check list

meliputifile record perusahaan seperti data historis mesin

produksi.
4.

Software Microsoft Excel untuk menghitung Leq, intensitas bunyi.

5.

Software AutoCad untuk menggambar layout penentuan titik pengukuran dan
membuat rancangan perbaikan fasilitas.

6.

4.6.

Software Surfer untuk pemetaan kebisingan.

Kerangka Konseptual Penelitian
Kerangka konseptual penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Universitas Sumatera Utara

Jarak Operator ke
Sumber Bising
Tingkat
Kebisingan (dB)

Paparan Bising

Usulan Rancangan
Reduksi Paparan
Bising

Durasi Kerja

Gambar 4.4. Kerangka Konseptual Penelitian

4.7.

Pelaksanaan Penelitian
Pengamatan dan pengumpulan data dilaksanakan dengan urutan kegiatan

sebagai berikut:
1.

Pengamatan pendahuluan dilakukan pada stasiun pengeringanyang memiliki
tingkat kebisingan yang melebihi nilai ambang batas.

2.

Melakukan pengukuran tingkat kebisingan secara langsung pada stasiun
pengeringan

3.

4.8.

Pengumpulan data historis dan data penunjang lainnya dari pihak perusahaan.

Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian untuk melakukan pengumpulan data di PT. Florindo

Makmur adalah sebagai berikut.
1.

Pengamatan pendahuluan di unit produksi PT. Florindo Makmur

2.

Menyiapkan peralatan pengukuran, yaitu Sound Level Meter.

3.

Melakukan pengukuran tingkat kebisingan.

Universitas Sumatera Utara

4.9.

Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari hasil pengukuran maupun dari file record

perusahaan diolah secara kuantitafif agar diperoleh gambaran data yang
representatif untuk mendukung penyelesaian permasalahan kebisingan pada unit
produksi di PT. Florindo Makmur.
Uraian metodologi penelitian disajikan dalam bentuk blok diagram dapat
dilihat pada Gambar 4.6. dan urutan pengerjaan pengolahan data pada Gambar
4.7.

4.10.

Analisis Pemecahan Masalah
Analisis yang dilakukan adalah analisis tingkat kebisingan secara

keseluruhan pada unit produksi stasiun pengeringan dengan standar kebisingan
yang diizinkan oleh pemerintah melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi RI No.Per.13/MEN/X/2011.Apabila tingkat kebisingan berada di
atas ambang batas, maka dapat dilakukan rancangan usulan pengendalian
kebisingan untuk mengurangi resiko penurunan pendengaran operator.

4.11.

Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan merupakan langkah terakhir dalam merangkum informasi

ataupun data yang didapatkan dari penelitian yang ada dan pemberian saran untuk
penelitian selanjutnya yang bertujuan untuk pengembangan penelitian yang lebih
mendalam.

Universitas Sumatera Utara

Pengamatan Awal :
1. Pengamatan pendahuluan pada Stasiun Pengeringan
2. Studi Literatur

Latar Belakang :
Kebisingan yang terjadi pada unit produksi stasiun pengeringan yang berdampak pada penurunan waktu
produktif operator dan penurunan pendengaran operator. Kondisi tersebut berlangsung selama 8 jam/
hari di setiap hari kerja.

Perumusan Masalah :
Tingginya tingkat kebisingan yang dihasilkan dari unit produksi stasiun pengeringan sebesar 91,5-95,3
dB yang melebihi nilai ambang batas berdasarkan standar Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Republik Indonesia No.Per.13/MEN/X/201.

Tujuan :
1. Analisis tingkat kebisingan
2. Evaluasi tingkat kebisingan yang timbul pada kegiatan operasional pabrik
3. Pemetaan kebisingan pada stasiun pengeringan
4. Usulan rancangan perbaikan fasilitas untuk mereduksi paparan bising

Pengumpulan Data Primer:
1. Tingkat kebisingan

Pengumpulan Data Sekunder:
1. Gambaran umum perusahaan
2. Spesifikasi mesin

Pengolahan Data

Analisis Data :
1. Analisis tingkat kebisingan dengan paparan kebisingan
2. Analisis noise mapping
3. Usulan rancangan reduksi paparan bising

Kesimpulan dan Saran

Gambar 4.6. BlokDiagramMetodologi Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Rekapitulasi tingkat kebisingan (dB)

Perhitungan tingkat kebisingan
ekuivalen (Leq)

Pemetaan kebisingan (Noise
Mapping)

Perhitungan intensitas bunyi

Perhitungan waktu kerja yang
diizinkan

Perhitungan paparan bising dengan
Daily Noise Dose (DND)

Gambar 4.7. Blok Diagram Pengolahan Data

Universitas Sumatera Utara

BAB V
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1.

Layout Pengukuran Tingkat Kebisinganpada Masing-masing Titik
Pengukuran
Penentuan titik pengukuran ialah langkah awal sebelum melakukan

pengukuran tingkat kebisingan pada stasiun pengeringan.Tujuanya agar kondisi
keseluruhan dari stasiun pengeringan dapat dianalisis secara menyeluruh sehingga
didapatkan hasil pengukuran yang merata. Penentuan jumlah titik pengukuran
dengan menggunakan teknik peta kontur berdasarkan European Commission
Working Group Assessment of Exposure to Noise atau WG-AEN

dengan

membuat area pengukuran 3 x 3 m pada denah stasiun pengeringan. Pemilihan
ukuran tersebut bertujuan untuk mempermudah peneliti dalam mengukur tingkat
kebisingan di stasiun pengeringan.
Pengukuran dilakukan pada stasiun pengeringan selama 5 hari mulai
pukul 08.00-16.00.Penentuan area pengukuran dari 9 titik yang telah ditentukan
dengan mengukur 3 x 3 m pada area stasiun pengeringan dapat dilihat pada
Gambar 5.1.Alat yang digunakan dalam pengukuran tingkat kebisingan ialah
sound level meter.

Universitas Sumatera Utara

5.1.1.

Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan
Setelah menentukan titik pengukuran maka dilanjutkan dengan

pengukuran tingkat kebisingan dengan menggunakan

sound level meter.

Pengukuran ini dilakukan selama 5 hari dengan 9 titik pengukuran. Setiap
pengukuran harus dapat mewakili selang waktu tertentu dengan penetapannya
sebagai berikut:
1.

L1 diambil pada jam 08.00 – 10.00

2.

L2 diambil pada jam 10.00 – 12.00

3.

L3 diambil pada jam 14.00 – 16.00
Rekapitulasi hasil pengukuran tingkat kebisingan dari titik 1 sampai titik

9 untuk setiap jam 08.00-10.00 WIB, 10.00-12.00 WIB, 14.00-16.00 WIB selama
5 hari pengamatan dapat dilihat pada Tabel 5.1, 5.2, dan 5.3 dibawah ini.
Tabel 5.4. Tingkat Kebisingan (dB) Rata-rata
Grafik rata-rata tingkat kebisingan terhadap waktu pengukuran dapat

Tingkat Kebisingan (dB)

dilihat pada Gambar 5.2.
100,0
95,0
90,0

Pukul 08 - 10 WIB

85,0

Pukul 10 - 12 WIB

80,0

Pukul 14 - 16 WIB

75,0

NAB
1

2

3

4

5

6

7

8

9

Titik Pengukuran

Gambar 5.2. Rata-rata Tingkat Kebisingan Terhadap Waktu

Universitas Sumatera Utara

Perhitungan Tingkat Kebisingan Equivalen

5.2.

Tingkat kebisingan equivalen adalah kebisingan pada siang dan malam
hari.Namun, pada penelitian ini hanya menghitung tingkat kebisingan pada siang
hari (Ls).Pengukuran tingkat kebisingan dilakukan pada 9 titikpada stasiun
pengeringan selama 5 hari pengamatan. Tingkat kebisingan equivalen adalah
suatu angka tingkat kebisingan tunggal dalam beban (weighting network) A, yang
menunjukkan energi bunyi yang equivalen dengan energi yang berubah-ubah
dalam selang waktu tertentu, secara matematis adalah sebagai berikut :
Leq = 10 log[tj10Lj/10]
Dimana :
Leq = Tingkat bising sinambung equivalen dalam dB(A)
Lj = Tingkat tekanan suara ke-1
tj

= Fraksi waktu

5.2.1.

Tingkat Kebisingan Equivalen Pada Setiap Titik Pengukuran
Data tingkat kebisingan pada setiap titik dan waktu pengukuran selama 5

hari diwakili oleh tingkat kebisingan equivalen. Contoh perhitungan sebagai
berikut:Pada titik 1, untuk Leq Jam08 – 10 WIB
Hari 1 = 91,5 dB
Hari 2 = 91,4 dB
Hari 3 = 91,7 dB
Hari 4 = 91,7 dB
Hari 5 = 91,5 dB

Universitas Sumatera Utara

Perhitungan Leq pada titik 1 dengan tingkat kebisingan (tj1-9) = 91,5; 91,4;
91,7;…..91,5dB pada pengukuran jam 08 - 10 WIB selama 5 hari sebagai berikut:
Leq = 10 log[Ʃtj10Lj/10]
Leq = 10 log ([1/5 x 1091,5/10] + [1/5 x 1091,4/10] + [1/5 x 1091,7/10] +……..+ [1/5 x
1091,5/10])
Leq =91,6 dB
Rekapitulasi perhitungan Leq pada titik ke-1 sampai ke-9 selama 5
hariuntuk semua titik pengukuran dapat dilihat pada Tabel 5.5.sebagai berikut:
Tabel 5.5. Hasil Rekapitulasi Tingkat Kebisingan Equivalen (Leq) pada
Semua Titik Pengukuran

Berdasarkan Tabel 5.5.dapat dibuat grafik yang menunjukkan tingkat
kebisingan equivalendari setiap titik pengukuran pada stasiun pengeringan.
Pembuatan grafik tersebut akan mengetahui titik-titik yang memiliki tingkat
kebisingan tertinggi dan terendah. Grafik tingkat kebisingan equivalendapat

Tingkat Kebisingan (dB)

dilihat pada Gambar 5.3.
100,0
95,0
90,0

Pukul 08 - 10 WIB

85,0

Pukul 10 - 12 WIB

80,0

Pukul 14 - 16 WIB

75,0
1

2

3

4

5

6

7

8

9

"NAB"

Titik Pengukuran

Gambar 5.3. Grafik Tingkat Kebisingan Equivalen
Berdasarkan Gambar 5.3.dapat dilihat bahwa dari titik pengukuran 1
sampai titik 9melebihi nilai ambang batas berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga

Universitas Sumatera Utara

Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No.Per.13/MEN/X/2011 yaitu 85 dB
untuk 8 jam kerja/hari.

5.2.2. Perhitungan Tingkat Kebisingan Siang Hari (Ls)
Sesuai ketentuan dari menteri Negara lingkungan hidup data tingkat
kebisingan ekivalen pada setiap titik diklasifikasikan dalam 2 jenis waktu yakni
tingkat kebisingan siang hari dan malam hari.Tingkat kebisingan yang dihitung
hanya pada siang hari karena pengukuran hanya dilakukan pada jam 08.00, 10.00
dan 14.00.Berikut perhitungan tingkat kebisingan pada titik 1. Pada titik 1 :L1
(08-10) = 91,6dB; L2 (10-12) = 91,5dB;L3 (14-16)= 91,5dB
dengan menggunakan formula :
Leq = 10 log[t110L1/10+ t210L2/10+ t310L3/10]
Dimana,

t1 = fraksi waktu mewakili jam 08.00-10.00 (yaitu = 2/8)
t2 = fraksi waktu mewakili jam 10.00-12.00 (yaitu = 2/8)
t3 = fraksi waktu mewakili jam 14.00-16.00 (yaitu = 2/8)
2

2

2

8

8

Maka, Leq = 10 log[ 1091,6/10 + 1091,5/10 + 1091,5/10] Leq = 90,3 dB
8
Dengan rumus yang sama, rekapitulasi tingkat kebisingan siang hari pada
setiap titik pengukuran dapat dilihat pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6. Hasil Rekapitulasi Tingkat Kebisingan Siang Hari (Ls)

Berdasarkan Tabel 5.6.dapat dibuat grafik yang menunjukkan tingkat
kebisingan siang hari (Ls) dari setiap titik pengukuran pada stasiun pengeringan.
Pembuatan grafik tersebut akan mengetahui titik-titik yang memiliki tingkat

Universitas Sumatera Utara

kebisingan tertinggi dan terendah. Grafik tingkat kebisingan siang hari (Ls) dapat

Tingkat Kebisingan (dB)

dilihat pada Gambar 5.4.
95,0
90,0
Tingkat Kebisingan
Siang Hari (Ls)

85,0

NAB
80,0
1

2

3

4

5

6

7

8

9

Titik Pengukuran

Gambar 5.4. Grafik Tingkat Kebisingan Siang Hari (Ls)

5.3.

Pemetaan Kebisingan (Noise Mapping)
Deskripsi arah/pola penyebaran kebisingan pada stasiun pengeringan

dapat dilakukan dengan membuat peta kebisingan (noise mapping) dengan
menggunakan software surfer.Jumlah titik kebisingan yang diambil sebanyak 9
titik. Data yang digunakan adalah total tingkat kebisingan di stasiun pengeringan.
Tabel 5.7.menunjukkan titik koordinat noise mapping stasiun pengeringan
Tabel 5.7. Titik Koordinat Pengukuran Tingkat Kebisingan
No

X (M)

Y (M)

Tingkat Kebisingan Leq
(dB)

1
2
3
4
5
6
7
8
9

8
8
8
12
12
12
15
15
15

9
6
3
9
6
3
9
6
3

90,3
91,4
92
90,2
93
91,4
90,4
94
91

Berdasarkan Tabel 5.7. maka dapat dibuat noise mapping pada stasiun
pengeringan dapat dilihat pada Gambar 5.5.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5.5. Peta Tingkat Kebisingan pada Stasiun Pengeringan
Berdasarkan Gambar 5.8. dapat dilihat secara keseluruhan bahwa area
kerja pada stasiun pengeringan menghasilkan tingkat kebisingan dalam kondisi
berbahaya yang melebihi nilai ambang batas berdasarkan Keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No.Per.13/MEN/X/2011 yaitu
85 dB untuk 8 jam kerja/hari.

5.4.

Perhitungan Intensitas Bunyi
Perhitungan intensitas bunyi pada titik 1 untuk LI (tingkat intensitas

bunyi) = 91,5 dB
LI

= 10 log (I/I0) dB

91,5 dB

= 10 log (I/10-12W/m2) dB

I

= 1,41 x 10-3W/m2

Rekapitulasi intensitas bunyi untuk masing-masing titik dapat dilihat pada
Tabel 5.8.sampai 5.10.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.8. Hasil Perhitungan Intensitas Bunyi Pukul 08.00
di Setiap Titik Pengukuran
Tabel 5.9. Hasil Perhitungan Intensitas Bunyi Pukul 10.00
di Setiap Titik Pengukuran
Tabel 5.10. Hasil Perhitungan Intensitas Bunyi Pukul 14.00
di Setiap Titik Pengukuran
Setelah diketahui intensitas bunyi pada masing-masing titik pengukuran,
maka dapat dihitung w (energi yang dikeluarkan oleh sumber bunyi) yaitu:
I = w/4πD2 W/m2
Dengan

I

= Intensitas bunyi (W/m2)

w

= Energi yang dikeluarkan oleh sumber bunyi (watt)

D

= Jarak (m)

Perhitungan w (energi bunyi yang dikeluarkan oleh sumber bunyi) pada
titik 1 untuk I (intensitas bunyi) adalah1.41 x 10-3W/m2.
I
1.41 x 10-3W/m2
1.41 x 10-3W/m2
w

= w/4πD2 W/m2
= w/4(3,14) (3)2
= w/113,04
= 0,16 watt

Rekapitulasi energi bunyi yang dikeluarkanoleh sumber bunyi untuk
masing-masing titik dapat dilihat pada Tabel 5.11.sampai 5.13.
Tabel 5.11. Hasil Perhitungan Energi Sumber Bunyi Pukul 08.00
di Setiap Titik Pengukuran
Tabel 5.12. Hasil Perhitungan Energi Sumber Bunyi Pukul 10.00
di Setiap Titik Pengukuran
Tabel 5.13. Hasil Perhitungan Energi Sumber Bunyi Pukul 14.00
di Setiap Titik Pengukuran

5.5.

Waktu Paparan Maksimum yang Diizinkan

Universitas Sumatera Utara

Di setiap titik pengukuran memiliki tingkat kebisingan yang berbeda,
sehingga di setiap titik pengukuran juga memilki waktu kerja/paparan maksimum
yang berbeda.
Tingkat kebisingan yang tersedia adalah 85 dB untuk waktu paparan 8
jam per hari, sehingga waktu paparannya dihitung dengan menggunakan rumus
berikut:
TI

=

8
2(Leq-85)/3

Dimana :
TI

: Waktu paparan maksimum per hari yang diizinkan (jam)

Leq

: Tingkat kebisingan (dB)

8

: Jumlah jam kerja per hari yang di izinkan 85 dB

3

: Exchange rate (angka yang menunjukkan hubungan antara intensitas
kebisingan dengan tingkat kebisingan)

Contoh perhitungan:
Lrata-rata : 90,3 dB
Dengan menggunakan formula:
TI =

8
2(90,3-85)/3

T1 = 2,27 jam
Tabel 5.14. Rekapitulasi Waktu Paparan Maksimum yang Diizinkan
Keterangan:

Ls = Tingkat Kebisingan Siang Hari
Ti = Waktu Paparan Maksimum yang Diizinkan

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan Tabel 5.14.dapat dilihat perbandingan waktu kerja aktual dan
waktu kerja ideal terhadap paparan kebisingan di setiap titik pada Gambar 5.6.

Waktu (Jam)

10,0
8,0
6,0
Waktu Kerja Ideal

4,0
2,0

Waktu Kerja
Aktual

0,0
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Titik Pengukuran

Gambar 5.6. Waktu Paparan Maksimum yang Diizinkan

Berdasarkan grafik pada Gambar 5.6, dapat dilihat bahwa tingginya
tingkat kebisingan sangat mempengaruhi waktu paparan maksimum yang
diizinkan, sehingga operator tidak dapat bekerja secara produktif selama 8 jam
kerja/per hari.

5.6.

Daily Noise Dose (DND)
Perhitungan paparan bising yang disamakan dengan Daily Noise Dose

(DND) adalah sebagai berikut:
D=

C
Ti

x 100%

Dimana :
DND : Daily Noise Dose
C

: Waktu paparan aktual (jam)

Ti

: waktu paparan maksimum per hari yang diizinkan (jam)
Sebagai contoh untuk operator 1 pada hari 1 adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

DiketahuiC = 8 jam dan Ti = 2,27 jam, makaD =

8
2,27

x 100 % = 352 %

Menurut NIOSH kriteria dosis aman adalah tidak lebih dari 100%
sedangkan dari hasil perhitungan Daily Noise Dose yang diperoleh mencapai
597%, dengan rumus yang sama diperoleh rekapitulasi perhitungan daily noise
dose dalam Tabel 5.15.dan Gambar 5.7.
Tabel 5.15. Rekapitulasi Perhitungan Daily Noise Dose/DND

Penetuan DND (%)

Keterangan: Ls = Tingkat Kebisingan Siang HariTi = Waktu Paparan Maksimum yang
DiizinkanDND/Daily Noise Dose (Menurut NIOSH kriteria dosis aman adalah tidak
lebih dari 100%)

700
600
500
400
300
200
100
0

Daily Noise Dose
(DND) Aktual
Daily Noise Dose
(DND) Normal
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Titik Pengukuran

Gambar 5.7. Grafik Hasil Perhitungan Daily Noise Dose (DND)

Berdasarkan Gambar 5.7.dapat dilihat bahwa hasil persentase daily noise
dose (DND) pada setiap titik pengukuran berada di atas DND normal dan
dikatakan tidak aman, dimana menurut NIOSH kriteria dosis aman adalah tidak
lebih dari 100%.

Universitas Sumatera Utara

BAB VI
ANALISIS DAN PEMBAHASAN HASIL

6.1.

Analisis

6.1.1. Analisis Tingkat Kebisingan dengan Paparan Bising
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia No.Per.13/MEN/X/2011 yaitu untuk nilai ambang batas tingkat
kebisingan 85 dB dengan 8 jam kerja/hari, sedangkan hasil pengolahan data yang
diperoleh bahwa seluruh area stasiun pengeringanmemiliki waktu kerja
maksimum di bawah 8 jam kerja/hari. Bila dibandingkan dengan waktu kerja
aktual saat ini, dosis kebisingan telah melebihi nilai ambang batas yang ditetapkan
oleh OSHA (Occupational Safety and Health), yaitu DND ≤ 1 atau 100%.Dosis
kebisingan yang melebihi 1 atau 100% adalah kondisi kebisingan yang dapat
membahayakan

bagi

kesehatan

dan

keselamatan

operator

dalam

bekerja.Berdasarkan pengolahan yang dilakukan diperoleh persentase nilai DND
sebesar 349% - 597%.Hal ini menandakan bahwa dosis kebisingan telah melebihi
standar yang telah ditetapkan.Grafik perbandingan nilai DND (%) aktual dengan
ambang batas nilai DND (%) dapat dilihat pada Gambar 6.1.

Universitas Sumatera Utara

Penetuan DND (%)

700
600
500
400
300
200
100
0

Daily Noise Dose
(DND) Aktual
Daily Noise Dose
(DND) Normal
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Titik Pengukuran

Gambar 6.1. Perbandingan Nilai Daily Noise Dose
Berdasarkan data yang diperoleh bahwa paparan kebisingan di area kerja
mesin pengeringantelah melebihi standar yang telah ditetapkan Keputusan
Menteri

Tenaga

Kerja

dan

Transmigrasi

Republik

Indonesia

No.Per.13/MEN/X/2011 yaitu untuk nilai ambang batas tingkat kebisingan 85 dB
dengan 8 jam kerja/hari.Rekapitulasi perhitungan Daily Noise Dose/DND dapat
dilihat pada Tabel 6.1.
Tabel 6.1. Rekapitulasi Daily Noise Dose/DND
Berdasarkan Tabel 6.1. dapat dilihat bahwa seluruh area kerja mesin
pengeringan berada dalam kondisi tidak aman, karena Ls (tingkat kebisingan
siang hari) telah melebihi standar yaitu 85 dB dan pada Daily Noises Dose/DND
yang telah ditetapkan oleh OSHA (Occupational Safety and Health), yaitu DND ≤
1 atau 100% dimana terlihat pada tabel dimulai dari titik pengukuran 1 - 9 semua
berada diatas standar.
Grafik perbandingan waktu kerja aktual dengan waktu kerja ideal dapat
dilihat pada gambar 6.2.di bawah.

Universitas Sumatera Utara

Waktu (Jam)

10,0
8,0
6,0
Waktu Kerja Ideal

4,0
2,0

Waktu Kerja
Aktual

0,0
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Titik Pengukuran

.
Gambar 6.2. Perbandingan Waktu Kerja Aktual dengan Waktu Kerja Ideal
Berdasarkan Gambar 6.2. terlihat bahwa waktu kerja aktual lebih besar
dibandingkan dengan waktu kerja ideal. Karena bila operator terus menerus
bekerja dalam waktu kerja aktual maka dapat menyebabkan gangguan
pendengaran pada operator dan bila operator bekerja dalam waktu kerja ideal
maka gangguan pendengaran dapat terhindari. Hal ini dikarenakan tingginya
tingkat paparan kebisingan yang membuat operator tidak memungkinkan bekerja
dalam waktu kerja aktual. Semakin tinggi tingkat kebisingan maka semakin
rendah pula waktu maksimum yang diizinkan oleh Keputusan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No.Per.13/MEN/X/2011.

6.1.2. Analisis Noise Mapping
Berdasarkan hasil pengolahan data yang diambil dari 9 titik pengukuran,
nilai equivalen dari setiap titik yang mewakili dari setiap bagian waktu
pengukuran kemudian digunakan untuk membuat peta kebisingan dengan
menggunakan SoftwareSurfer.Berdasarkan pemetaan ruang dikatakan bahwa
seluruh bagian stasiun pengeringan dalam kondisi yang tidak aman bagi operator.
Karena bila operator terus menerus terpapar pada kondisi bising yang melebihi

Universitas Sumatera Utara

ambang batas maka dipastikan operator akan terkena gangguan pada pendengaran.
Hal ini dipengaruhi karena tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin
pengeringan dapat dilihat pada Tabel 6.2.
Tabel 6.2. Kebisingan Mesin Pengeringan
Tabel diatas menunjukkan bahwa kebisingan yang disebabkan oleh mesin
pengeringan telah melebihi ambang batas berdasarkan standar Keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No.Per.13/MEN/X/2011 yaitu
85 dB, sehingga mengakibatkan kondisi tidak aman bagi pekerja pada stasiun
pengeringan yang terpapar selama 8 jam kerja/per hari.

6.2.

Pembahasan Hasil

6.2.1. Penanggulangan Kebisingan Secara Engineering Control
Menurut National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH)
proses penanggulangan kebisingan dapat dilakukan secara engineering control.
Salah satu metode dalam engineering control adalah dengan menambahkan
barrier.Penelitian yang dilakukan Branko Redicevic berjudulDesign of Noise
Protection

Of

Industrial

mendeskripsikan bahwa

Plants-Case

Study

Of

A

Plywood

Factory

menambahkanbarrier antara sumber bunyi dan

pendengar dapat mereduksi tingkat kebisingan.
Beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam perancangan barrier di
lantai produksi adalah:

Universitas Sumatera Utara

1. Material barrier
Pemilihan material barrier harus dilakukan dengan baik yaitu memiliki
kriteria kedap suara.Material yang biasa digunakan sebagai barrier untuk
meredam kebisingan adalah kombinasi bata dan logam, bata plester, batu, kayu,
kaca dan akrilik, logam serta material berserat (glasswool dan rockwool).Material
yang dipilih untuk pembuatan barrier ini adalah material berserat, karena material
lainnya biasa digunakan untuk bangunan sebagai penghalang kebisingan,
sementara material berserat digunakan untuk menyerap kebisingan. Menurut
Christina (2009) Penyerap jenisglasswool dan rockwool ini mampu menyerap
bunyi dalam jangkauan frekuensi yang lebar dan lebih disukai karena tidak mudah
terbakar. Namun kelemahannya terletak pada model permukaan yang berserat
sehingga harus digunakan dengan hati-hati atau membutuhkan bahan pelapis agar
tidak rusak/cacat dan kemungkinan terlepasnya serat-serat halus ke udara juga
kecil. Kedua lapisan serat ini memiliki sifat yang hampir sama, perbedaannya
ialah ketahanan kelembaban rockwool hanya sampai 95%, sementara glasswool
mencapai hamper 100%.Penelitian Ainie (2006) tentang desain peredam suara
berbahan dasar serat menunjukkan bahwa glasswool dan rockwool merupakan
bahan peredam yang baik.Pelapisan aluminium foil pada busa peredam dapat
meningkatkan koefisien penyerapan.
Berdasarkan sifat dari material barrier maka dipilih material berbahan serat
yaitu glasswool yang dilapisi dengan aluminium foil sebagai bahan yang paling
baik untuk perancangan barrier

Universitas Sumatera Utara

2. Bentuk barrier
Perancangan bentuk barrier di rancang dengan menutupi keseluruhan mesin,
dimodifikasi dengan bentuk portable untuk mempermudah operator dalam
melakukan maintanance. Menurut Christina (2009) Barrier dengan bidang
cekung dianggap menguntungkan karena untuk posisi titik tertentu (terjadi
penguatan bunyi sebagai hasil pantulan yang terpusat), namun pada posisi
lain terjadi pelemahan bunyi.
3.

Posisi barrier
Posisi barrier disesuaikan dengan bentuk mesin untuk menutupi seluruh
bagian mesin dan pada bagian depan barrier dibuat pintu untuk memudahkan
operator mengecek kondisi tepung pada saat mesin berproduksi tanpa harus
mengganggu jalannya proses produksi

4.

Dimensi barrier
Perancangan yang dilakukan juga memperhatikan dimensi barrier.Dimensi
barrier disesuaikan dengan ukuran mesin dan diberikan allowance.
Penentuan allowance didasarkan pada luas area mesin karena disekitar mesin
ada peralatan lain. Menurut Christina (2009) penggunaan dinding tebal dapat
meningkatkan kemampuan meredam.Semakin tebal barrier, kemampuan
redamnya akan semakin baik. Namun kebutuhan luas ruang tentu membatasi
ketebalan barrier.
Dimensi barrier yang dirancang yaitu panjang ±140cm, lebar ±120cm, tinggi
±150cm dan ketebalan 5cm. Mesin pengeringan, dimensi rancangan barrier
dan mesin pengeringan setelah penambahan barrier dapat dilihat pada Gambar

Universitas Sumatera Utara

6.3., 6.4., dan 6.5.Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung nilai
noise reduction yaitu:
NR
Sehingga: N

= 20 log [(2.π.N)0.5/tan(2.π.N)0.5] + 5 dB
= 0,006f(A+B-d)
= 0,006(1000)(0.65+0.35-0.50) = 3

NR

= 20 log [(2.π.N)0.5/tan(2.π.N)0.5] + 5 dB
= 20 log [(2x 3,14x 3)0.5/tan(2 x 3,14x 3)0.5] + 5 dB
= 20 log [4,34/0,75] + 5 dB
= 20 log 5,78 + 5 dB
= 20 (0,76) + 5 dB
= 20,2 dB

6.2.2. Usulan Jam Kerja Operator di Setiap Titik
Berdasarkan lama paparan bising maksimum operator, maka diusulkan jam
kerja operator di setiap titik sehingga operator tidak terpapar kebisingan melebihi
dosis paparan bising maksimum. Lama paparan maksimum operator dan tingkat
kebisingan di setiap titik dapat dilihat pada Tabel 6.3.
Tabel 6.3. Tingkat Kebisingan dan Lama Paparan Bising Maksimum di
Setiap Titik
Keterangan:

Ls = Tingkat Kebisingan Siang Hari
Ti = Waktu Paparan Maksimum yang Diizinkan

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan Tabel 6.3. diusulkan jam kerja operator yang sudah sesuai
dengan lamanya paparan bising maksimum operator. Usulan jam kerja operator
dapat dilihat pada Tabel 6.4.
Tabel 6.4. Usulan Jam Kerja Operator di Setiap Titik Pengukuran

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Fredianta pemakaian sumbat
telinga (earplug) dapat mengurangi kebisingan sebesar ± 30 dBA, sedangkan
tutup telinga (earmuff) dapat mengurangi kebisingan sedikit lebih besar yaitu
antara 40 dBA - 50 dBA. Dengan demikian, tingkat kebisingan yang dialami oleh
operator sudah dalam kondisi aman.

Gambar 6.3.Mesin Pengeringan

Universitas Sumatera Utara

Gambar 6.4. Rancangan Barrier

Gambar 6.5. Mesin PengeringanSetelah Penambahan Barrier

Universitas Sumatera Utara

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1.

Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil analisis dan pembahasan

yang telah dilakukan adalah sebagai berikut :
1.

Tingkat kebisingan pada mesin pengeringan pada siang hari telah melebihi
standar

Keputusan

Menteri

Tenaga

Kerja

dan

Transmigrasi

RI

No.Per.13/MEN/X/2011 yaitu 85 dB untuk 8 jam kerja/hari.
2.

Pemetaan kebisingan menggunakan software surfermenujukkan bahwa
kondisi lingkungan kerja stasiun pengeringan tidak amandari 9 titik
pengukuran.

3.

Usulan perbaikan untuk mereduksi kebisingan di lantai produksi adalah
secara engineering control dengan pemasangan barrier yang mampu
mereduksi kebisingan hingga 20,2 dB. Barrier dipasang pada mesin
pengeringanyang merupakan sumber bising. Usulan lainnya ialah usulan jam
kerja operator berdasarkan lama paparan bising maksimum .

7.2.

Saran
Saran yang diberikan adalah sebagai berikut:

1.

Bagi perusahaan, apabila hendak menerapkan pemasangan barrier pada
sumber bising di mesin pengeringanmaka perlu dilakukan penelitian

Universitas Sumatera Utara

lanjutan mengenai bahanbarrier, bentuk barrier, dan posisi barrier untuk
mendapatkan hasil reduksi yang lebih maksimal.
2.

Bagi

karyawan

PT.

Florindo

Makmur

khususnya

pada

stasiun

pengeringanagar lebih disiplin untuk menggunakan APD (