Analisis Pengaruh Belanja Daerah dan Jumlah Penduduk terhadap Kemandirian Keuangan Daerah melalui Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Kabupaten Kota di Propinsi Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Undang-Undang
Dasar
Negara
Republik
Indonesia
Tahun
1945
mengamanatkan, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Hakekatnya pemberian otonomi dimaksud untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan
peran serta masyarakat.
Dengan terbukanya pintu kewenangan sesuai konstitusi maka bagi setiap
pemerintah daerah diharapkan mampu menggerakkan sumber daya yang dimiliki
dalam menciptakan serta mendorong peningkatan pendapatan diantaranya
pendapatan asli daerah yang turut andil dalam membiayai pembangunan daerah.
Insukrindro (1994) mengemukakan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD)
dapat dipandang sebagai salah satu indikator atau kriteria untuk mengukur tingkat
ketergantungan suatu daerah kepada pemerintah daerah. Pada prinsipnya, semakin
besar sumbangan pendapatan asli daerah kepada APBD akan menunjukkan
semakin kecilnya tingkat ketergantungan daerah kepada pemerintah daerah.
Dalam rangka implementasi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Daerah, maka bagi
pemerintah daerah untuk mempersiapkan kemampuan keuangan daerah, dengan
1
Universitas Sumatera Utara
2
indikator yang dipergunakan untuk mengukur kemampuan keuangan daerah
tersebut ialah rasio PAD dibandingkan dengan total penerimaan APBD.
Maraknya pembentukan daerah baru hasil pemekaran pasca reformasi
menambah ketertarikan dan menjadi magnet tersendiri dalam membahas
kemandirian
keuangan
daerah,
karena
Indonesia
saat
ini
(https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_kabupaten_dan_kota_di_Indonesia#Daftar_j
umlah_kabupaten_dan_kota_di_Indonesia) terdiri dari 415 kabupaten, dan
1 kabupaten administrasi dengan 93 kota serta 5 kota administrasi. Dengan
demikian
maka
jumlah
kabupaten
kota
di
Indonesia
berjumlah
514
kabupaten/kota, 224 kabupaten/kota diantaranya merupakan daerah baru hasil
pemekaran pasca reformasi, sungguh fantastis (Tabel 1.1).
Tabel 1.1
Kabupaten/Kota di Indonesia
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
Pulau/
Kepulauan
Sumatera
9
10
11
12
13
Jawa
14
15
16
Propinsi
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Kepulauan Riau
Jambi
Bengkulu
Sumatera Selatan
Kepulauan Bangka
Belitung
Lampung
Banten
Jawa Barat
DKI Jakarta
Jawa Tengah
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Kabupaten Kota Total
Daerah yang
terbentuk pasca
reformasi
18
25
12
10
5
9
9
13
5
8
7
2
2
2
1
4
23
33
19
12
7
11
10
17
13
16
5
7
6
5
6
10
6
1
7
4
13
4
18
1
29
29
4
2
4
9
5
6
9
1
15
8
27
6
35
38
5
11
4
7
1
1
-
Universitas Sumatera Utara
3
Lanjutan tabel 1.1
No.
Pulau/
Kepulauan
Propinsi
Bali
Nusa Tenggara Barat
Daerah yang
Kabupaten Kota Total terbentuk pasca
reformasi
8
1
9
1
8
2
10
-
17
18 Nusa
Tenggara
19
Nusa Tenggara Timur
21
2
23
10
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
Kalimantan Barat
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Timur
Kalimantan Utara
Gorontalo
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua
Papua Barat
12
11
13
7
4
5
21
15
12
11
6
9
8
28
12
2
2
1
3
1
1
3
2
1
4
0
2
2
1
1
14
13
14
10
5
6
24
17
13
15
6
11
10
29
13
7
3
8
5
4
4
4
13
9
11
3
8
8
20
10
416
98
514
224
Kalimantan
Sulawesi
Maluku
Papua
Total
Sumber:
https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_kabupaten_dan_kota_di_Indonesia#Daftar_ju
mlah_kabupaten_dan_kota_di_Indonesia diakses pada tanggal 11 Nopember
2015, pukul 20.13 WIB (data diolah)
Faktualnya, bagi daerah kabupaten/kota yang baru terbentuk atau baru
mengalami pemekaran dari kabupaten/kota induk tentunya dengan keterbatasan
sumber daya, ketersediaan sarana prasarana dan infrastruktur daerah akan terasa
gamang dalam melakukan pengelolaan dan peningkatan pendapatan asli daerah.
Hal
ini
sudah
barang
tentu
berpotensi
menumbuhkembangkan
sikap
ketergantungan dengan pemerintah pusat dalam pembiayaan pembangunannya.
Sementara dilain pihak kondisi ini menciderai semangat otonomisasi yang identik
dengan berpijak diatas kaki sendiri.
Universitas Sumatera Utara
4
Sejatinya daerah akan mampu berotonomi apabila memiliki kemampuan
keuangan dalam membiayai penyelenggaraan roda pemerintahan dengan tingkat
ketergantungan kepada pemerintah pusat yang mempunyai kuota semakin kecil.
Oleh karenanya pendapatan asli daerah harus menjadi bagian terbesar dalam
menggerakkan dana penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sehubungan dengan
itu maka kemandirian atau kemampuan keuangan daerah otomatis dicerminkan
dari adanya peningkatan pendapatan asli daerah yang dijadikan salah satu tolok
ukur dalam pelaksanaan otonomi daerah.
Menjadi fenomena bahwa daerah terlalu bergantung pada dana alokasi
umum untuk membiayai belanja daerahnya, tanpa berusaha mengoptimalkan,
mengembangkan serta menggali sumber-sumber potensi pendapatan di daerahnya,
kemudian oleh pemerintah daerah dana transfer (grant) dari pemerintah pusat
dijadikan sebagai dana utama oleh pemerintah daerah untuk membiayai operasi
utamanya sehari-hari, yang oleh pemerintah daerah dilaporkan dan dimasukkan di
perhitungan APBD. Ketika penerimaan daerah berasal dari transfer, maka
stimulasi atas belanja yang ditimbulkannya berbeda dengan stimulasi yang
muncul dari pendapatan daerah (terutama pajak daerah), dan ketika respon belanja
daerah lebih besar terhadap transfer dari pada pendapatannya sendiri, maka
disebut flypaper Effect (Oates,1999).
Propinsi Sumatera Utara termasuk daerah yang paling banyak memiliki
daerah
pemekaran.
Sumatera
Utara
yang
sebelumnya
terdiri
dari
17
kabupaten/kota, berkembang menjadi 33 kabupaten/ kota, atau bertambah hampir
dua kali lipat. Sebelum otonomi daerah menemui bentuk yuridis formalnya
melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah,
Universitas Sumatera Utara
5
yang selanjutnya direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004,
Sumatera Utara bahkan telah menghasilkan daerah otonom baru, yaitu Kabupaten
Mandailing Natal dan Toba Samosir. Setelah itu lahir 14 daerah otonom baru yang
lain. Sumatera Utara merupakan Propinsi yang memiliki kabupaten/kota
terbanyak di luar Pulau Jawa, yaitu terdiri dari 33 (tiga puluh tiga)
kabupaten/kota. Hanya saja banyaknya jumlah kabupaten/kota yang dimiliki tidak
diikuti dengan kemandirian keuangan yang tinggi juga. Realita yang terjadi
umumnya pada kabupaten/kota yang baru terbentuk atau baru mengalami
pemekaran dari kabupaten induk, bahwa sumber daya keuangan yang berasal dari
pendapatan asli daerah yang menjadi sumber pembiayaan bagi daerah cenderung
menunjukkan suatu kondisi yang masih jauh dari yang diharapkan, implikasinya
adalah kemandirian keuangan yang rendah serta ketergantungan terhadap sumber
pembiayaan kepada pemerintah pusat masih tinggi (Lestari, 2015). Kondisi
demikian dijelaskan dalam tabel 1.2.
Tabel 1.2
Kabupaten/Kota di Suamtera Utara, Jumlah Belanja Daerah dan Jumlah
PAD TA. 2014
Status daerah
No
1
2
3
4
5
Kabupaten/
Kota
Nias
Mandailing
Natal
Tapanuli
Selatan
Tapanuli
Tengah
Tapanuli
Utara
Yuridis formil pembentukan
daerah kabupaten/kota
UU Drt No. 7 Tahun 1956 UU
Drt No. 8 Tahun 1956. UU Drt
No. 9 Tahun 1956. Perpu No. 4
Tahun 1964
Undang-Undang No. 12 Tahun
1998
UU Drt No. 9 Tahun 1956.
Perpu No. 4 Tahun 1964
UU Drt No. 9 Tahun 1956.
Perpu No. 4 Tahun 1964
UU Drt No. 9 Tahun 1956.
Perpu No. 4 Tahun 1964
Jumlah
Belanja
Daerah Tahun
Anggaran 2014
(dalam jutaan
rupiah)
Jumlah PAD
Tahun
Anggaran
2014 (dalam
jutaan
rupiah)
513512
44642
876516
50000
√
925363
77253
√
1058016
32447
√
839715
36991
Organik/
induk
daerah baru
terbentuk/
pemekaran
pada
era/pasca
reformasi
√
√
Universitas Sumatera Utara
6
Lanjutan tabel 1.2
No
6
7
Kabupaten/
Kota
Toba
Samosir
Labuhan
Batu
8
Asahan
9
Simalungun
10
Dairi
11
Karo
12
Deli
Serdang
13
Langkat
14
24
25
Nias Selatan
Humbang
Hasundutan
Pakpak
Barat
Samosir
Serdang
Badagai
Batubara
Padang
Lawas Utara
Padang
Lawas
Labuhan
Batu Selatan
Labuhan
Batu Utara
Nias Utara
Nias Barat
26
Sibolga
15
16
17
18
19
20
21
22
23
27
28
29
Tanjung
Balai
Pematang
Siantar
Tebing
Tinggi
30
Medan
31
Binjai
32
33
Padang
Sidimpuan
Gunung
Sitoli
Status daerah
daerah baru
terbentuk/
Organik/
pemekaran
induk
pada
era/pasca
reformasi
Jumlah
Belanja
Daerah Tahun
Anggaran 2014
(dalam jutaan
rupiah)
Jumlah PAD
Tahun
Anggaran
2014 (dalam
jutaan
rupiah)
719339
23409
√
967098
85350
√
1141908
59130
√
1895359
110000
√
753504
24331
√
1037626
67344
√
2818272
566665
√
1787985
114868
√
827114
76560
√
670762
26959
√
476601
10498
√
652425
23773
√
1147820
61004
√
783110
29448
UU No. 37 Tahun 2007
√
583534
23736
UU No. 38 Tahun 2007
√
602472
34251
UU No. 22 Tahun 2008
√
715729
35635
√
711090
28547
√
√
495621
397053
15000
10000
√
570837
36216
√
661874
34409
√
815561
57807
√
656614
47477
√
4366467
1515686
√
902716
68708
Yuridis formil pembentukan
daerah kabupaten/kota
√
UU No. 12 Tahun 1998
UU Drt No. 9 Tahun 1956.
Perpu No. 4 Tahun 1964
UU Drt No. 9 Tahun 1956.
Perpu No. 4 Tahun 1964
UU Drt No. 9 Tahun 1956.
Perpu No. 4 Tahun 1964
UU Drt No. 9 Tahun 1956.
Perpu No. 4 Tahun 1964
UU Drt No. 9 Tahun 1956.
Perpu No. 4 Tahun 1964
UU Drt No. 9 Tahun 1956.
Perpu No. 4 Tahun 1964
UU Drt No. 9 Tahun 1956.
Perpu No. 4 Tahun 1964
UU No. 9 Tahun 2003
UU No. 9 Tahun 2003
UU No. 9 Tahun 2003
UU No. 36 Tahun 2003
UU No. 36 Tahun 2003
UU No. 5 Tahun 2007
UU No. 23 Tahun 2008
UU No. 45 Tahun 2008
UU No. 46 Tahun 2008
UU Drt No. 9 Tahun 1956.
Perpu No. 4 Tahun 1964
UU Drt No. 9 Tahun 1956.
Perpu No. 4 Tahun 1964
UU Drt No. 9 Tahun 1956.
Perpu No. 4 Tahun 1964
UU Drt No. 9 Tahun 1956.
Perpu No. 4 Tahun 1964
UU Drt No. 9 Tahun 1956.
Perpu No. 4 Tahun 1964
UU Drt No. 9 Tahun 1956.
Perpu No. 4 Tahun 1964
UU No. 4 Tahun 2001
√
609109
42456
UU No. 47 Tahun 2008
√
506168
28400
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_kabupaten_dan_kota_di_Sumatera_
Utara dan www.djpk.kemenkeu.go.id/ diakses pada tanggal 11 Nopember 2015,
pukul 21.32 WIB (data diolah)
Universitas Sumatera Utara
7
Tabel 1.2 menunjukkan bahwa di era reformasi Tahun 1998 lalu menjadi
pijakan diawalinya pemekaran daerah kabupaten/kota di Sumatera Utara ditandai
dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 12 Tahun 1998 tentang Pembentukan
Kabupaten Mandailing Natal (Madina) dan Kabupaten Toba Samosir (Tobasa).
Oleh karena itu Sumatera Utara dari semula terdiri dari 17 Kabupaten/Kota hingga
saat ini menjadi 33 Kabupaten/Kota. Di samping itu menjelaskan bahwa
pendapatan asli daerah pada daerah baru terbentuk/pemekaran pada era/pasca
reformasi nyata-nyata terbukti perolehan pendapatan asli daerah masih dibawah
daerah-daerah induk.
Peranan Pemerintah Propinsi sebagai koordinator bagi Pemerintah
Kabupaten/Kota
yang
mempunyai
kewenangan
dan
tanggung
jawab
menyelenggarakan kepentingan masyarakat begitu penting dalam pelaksanaan
pembangunan. Idealnya Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari
pembangunan nasional yang dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah
dan pengaturan sumber daya nasional yang memberikan kesempatan bagi
peningkatan demokrasi dan kinerja daerah untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Atau singkatnya penyelenggaraan pemerintah daerah sebagai sub
sistem negara dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna
penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.
Akan halnya pembangunan di Propinsi Sumatera Utara dikualifiseir telah
berlangsung secara menyeluruh dan berkesinambungan dalam meningkatkan
perekonomian masyarakat. Pencapaian hasil-hasil pembangunan merupakan
agregat pembangunan dari 33 Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara. Hal
Universitas Sumatera Utara
8
ini tentunya merupakan karya bersama-sama para pemangku kepentingan dalam
mewujudkan pembangunan di Sumaterara Utara.
Peranan penduduk juga tak kalah penting dalam kegiatan perekonomian dan
pembangunan. Jumlah penduduk biasanya dikaitkan dengan pertumbuhan
“income per capita” suatu negara, yang secara kasar mencerminkan
perekonomian
negara
tersebut.Keberhasilan
pembangunan
nasional
juga
ditentukan oleh penduduk melalui jumlah dan kualitas penduduknya. Karena
jumlah penduduk yang besar merupakan pasar yang potensial untuk memasarkan
hasil-hasil produksi, sedangkan kualitas penduduk menentukan seberapa besar
produktivitas yang ada. Oleh karena itu usaha untuk meningkatkan produksi dan
mengembangkan kegiatan ekonomi sudah barang tentu mengejawantahkan
penduduk sebagai tenaga kerja yang diperlukan untuk menciptakan kegiatan
ekonomi. Sebagai akibat dari fungsinya ini maka penduduk bukan saja merupakan
salah satu faktor produksi, akan tetapi yang lebih penting lagi penduduk
merupakan unsur yang menciptakan dan mengembangkan teknologi dan
mengorganisasikan penggunaan berbagai faktor produksi. (Sukirno,2003).
Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 dan
perubahannya tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah menegaskan
bahwa belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih. Kemudian dalam Pasal 36 ayat (1) Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tersebut ditentukan juga bahwa
Belanja menurut kelompok belanja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat
(2) terdiri dari : belanja tidak langsung dan belanja langsung. Kelompok belanja
tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung
Universitas Sumatera Utara
9
dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Sedangkan Kelompok belanja
langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan
pelaksanaan program dan kegiatan.
Lestari (2015) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa penerimaan pajak
daerah berpengaruh signifikan positif terhadap kemandirian keuangan daerah.
Seterusnya penelitian yang dilakukan Fitriyanti dan Pratolo (2009) menganalisis
Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Pembangunan terhadap Rasio
Kemandirian dan Pertumbuhan Ekonomi dalam Kurun Waktu Tahun 1999-2007
di Beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan
simpulan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara pendapatan asli
daerah terhadap pertumbuhan ekonomi, akan tetapi terdapat pengaruh yang
signifikan antara Pendapatan Asli Daerah terhadap Rasio Kemandirian, serta
pengaruh signifikan antara Belanja Pembangunan terhadap Rasio Kemandirian.
Akan halnya dengan penelitian Rudiati (2011), dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui pengaruh kemampuan keuangan daerah terhadap belanja
langsung daerah dan bagaimana mendapatkan jalan keluar serta bagaimana
kebijakan yang tepat untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah di
Kabupaten/kota Propinsi Sumatera Utara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pada Retribusi Daerah dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Langsung Daerah. Sedangkan
Pajak Daerah dan Bagian Laba Badan Usaha Milik Daerah tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap Belanja Langsung Daerah.
Penelitian ini dimotivasi oleh penelitian terdahulu yang dilakukan baik di
Indonesia maupun di negara lain, tentunya banyak faktor yang mempengaruhi
Universitas Sumatera Utara
10
kemandirian keuangan daerah namun hasil yang diperoleh masih menunjukkan
banyak perbedaan (inkonsistensi) misalnya pada faktor pendapatan asli daerah dan
belanja daerah. Oleh sebab itu Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
pengembangan dengan judul “Analisis Pengaruh Belanja Daerahdan Jumlah
Pendudukterhadap Kemandirian Keuangan Daerah melalui Pendapatan Asli
Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara”.
1.2
Perumusan Masalah
Sejalan dengan latar belakang yang disampaikan di atas maka perumusan
masalah penelitian tentang pengaruh Belanja Daerah, dan Jumlah Penduduk
terhadap Kemandirian Keuangan Daerah melalui Pendapatan Asli Daerah
Pemerintah Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara adalah sebagai berikut :
1.
Apakah belanja daerah (diproksi dengan belanja langsung dan belanja tidak
langsung), jumlah penduduk dan pendapatan asli daerah secara simultan dan
parsial berpengaruh langsung terhadap kemandirian keuangan daerah pada
Pemerintah Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara?
2.
Apakah belanja daerah (diproksi dengan belanja langsung dan belanja tidak
langsung) dan Jumlah Penduduk berpengaruh tidak langsung terhadap
kemandirian keuangan daerah melalui pendapatan asli daerah sebagai
variabel intervening pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera
Utara?
Universitas Sumatera Utara
11
1.3
Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan penelitian ini
adalah :
1.
Untuk menganalisis belanja daerah (diproksi dengan belanja langsung dan
belanja tidak langsung), jumlah penduduk dan pendapatan asli daerah secara
simultan dan parsial berpengaruh langsung terhadap kemandirian keuangan
daerah pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara.
2.
Untuk menganalisis belanja daerah (diproksi dengan belanja langsung dan
belanja tidak langsung) dan jumlah penduduk berpengaruh tidak langsung
terhadap kemandirian keuangan daerah melalui pendapatan asli daerah
sebagai variabel intervening pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Propinsi
Sumatera Utara.
1.4
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :
1.
Bagi peneliti hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan
pemahaman mengenai pengaruh belanja daerah dan jumlah penduduk
terhadap kemandirian keuangan daerah melalui pendapatan asli daerah
Pemerintah Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara.
2.
Bagi penelitian selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
referensi dan menambah khasanah penelitian selanjutnya terutama pada
bidang yang sejenis.
Universitas Sumatera Utara
12
3.
Bagi praktisi, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pemerintah
daerah pada kabupaten/kota di Sumatera Utara dan dapat menjadi refrensi
dalam perumusan kebijakan dalam pelaksanaan pembangunan.
1.5
Originalitas Penelitian
Penelitian
yang dilakukan oleh Lestari (2015) dengan judul “Analisis
Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita dan Jumlah Penduduk
terhadap Kemandirian Keuangan Daerah melalui Penerimaan Pajak Daerah pada
Kabupaten/Kota di Sumatera Utara” periode 2010-2013, mengilhami peneliti
dalam penelitian ini. Lestari dalam penelitiannya menjadikan pajak daerah untuk
kabupaten/kota sebagai variabel intervening, dengan variabel dependen adalah
kemandirian keuangan daerah dan variabel independen ialah jumlah penduduk
dan PDRB per kapita. Pada penelitian tersebut Lestari menggunakan metode
analisis regresi berganda, metode analisis regresi berganda model Baron Kenny,
serta uji Sobel. Perbedaan penelitian ini terletak pada periode dan kurun waktu
dilakukannya penelitian dan variabel penelitian yaitu variabel independen berupa
belanja langsung, belanja tidak langsung dan jumlah penduduk serta Variabel
Intervening berupa pendapatan asli daerah.
Ikhtisar perbandingan penelitian yang dilakukan oleh Peneliti dengan
Lestari (2015) tercantum pada Tabel 1.3.
Universitas Sumatera Utara
13
Tabel 1.3
Perbandingan Peneliti dengan Peneliti Terdahulu
No
Kriteria
Penelitian Terdahulu
1.
Variabel Independen
2 variabel yaitu :
PDRB Per kapita dan
Jumlah Penduduk
2.
Variabel Dependen
3.
Variabel Intervening
4.
Lokasi Penelitian
5.
Tahun Pengamatan
Kemandirian Keuangan
Daerah
Pajak Daerah
Kabupaten/Kota
Kabupaten/Kota di
Sumatera Utara
2010-2013
6.
Metode Penelitian
Analisis Regresi
Berganda, Analisis
Regresi Berganda
Model Baron Kenny,
Uji Sobel
Penelitian Sekarang
3 variabel yaitu :
Belanja Langsung,
Belanja Tidak Langsung
dan Jumlah Penduduk
Kemandirian Keuangan
Daerah
Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten/Kota
Kabupaten/Kota di
Sumatera Utara
2010-2014
Analisis Linier
Berganda dan Analisis
Jalur (Path Analys)
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Undang-Undang
Dasar
Negara
Republik
Indonesia
Tahun
1945
mengamanatkan, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Hakekatnya pemberian otonomi dimaksud untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan
peran serta masyarakat.
Dengan terbukanya pintu kewenangan sesuai konstitusi maka bagi setiap
pemerintah daerah diharapkan mampu menggerakkan sumber daya yang dimiliki
dalam menciptakan serta mendorong peningkatan pendapatan diantaranya
pendapatan asli daerah yang turut andil dalam membiayai pembangunan daerah.
Insukrindro (1994) mengemukakan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD)
dapat dipandang sebagai salah satu indikator atau kriteria untuk mengukur tingkat
ketergantungan suatu daerah kepada pemerintah daerah. Pada prinsipnya, semakin
besar sumbangan pendapatan asli daerah kepada APBD akan menunjukkan
semakin kecilnya tingkat ketergantungan daerah kepada pemerintah daerah.
Dalam rangka implementasi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Daerah, maka bagi
pemerintah daerah untuk mempersiapkan kemampuan keuangan daerah, dengan
1
Universitas Sumatera Utara
2
indikator yang dipergunakan untuk mengukur kemampuan keuangan daerah
tersebut ialah rasio PAD dibandingkan dengan total penerimaan APBD.
Maraknya pembentukan daerah baru hasil pemekaran pasca reformasi
menambah ketertarikan dan menjadi magnet tersendiri dalam membahas
kemandirian
keuangan
daerah,
karena
Indonesia
saat
ini
(https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_kabupaten_dan_kota_di_Indonesia#Daftar_j
umlah_kabupaten_dan_kota_di_Indonesia) terdiri dari 415 kabupaten, dan
1 kabupaten administrasi dengan 93 kota serta 5 kota administrasi. Dengan
demikian
maka
jumlah
kabupaten
kota
di
Indonesia
berjumlah
514
kabupaten/kota, 224 kabupaten/kota diantaranya merupakan daerah baru hasil
pemekaran pasca reformasi, sungguh fantastis (Tabel 1.1).
Tabel 1.1
Kabupaten/Kota di Indonesia
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
Pulau/
Kepulauan
Sumatera
9
10
11
12
13
Jawa
14
15
16
Propinsi
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Kepulauan Riau
Jambi
Bengkulu
Sumatera Selatan
Kepulauan Bangka
Belitung
Lampung
Banten
Jawa Barat
DKI Jakarta
Jawa Tengah
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Kabupaten Kota Total
Daerah yang
terbentuk pasca
reformasi
18
25
12
10
5
9
9
13
5
8
7
2
2
2
1
4
23
33
19
12
7
11
10
17
13
16
5
7
6
5
6
10
6
1
7
4
13
4
18
1
29
29
4
2
4
9
5
6
9
1
15
8
27
6
35
38
5
11
4
7
1
1
-
Universitas Sumatera Utara
3
Lanjutan tabel 1.1
No.
Pulau/
Kepulauan
Propinsi
Bali
Nusa Tenggara Barat
Daerah yang
Kabupaten Kota Total terbentuk pasca
reformasi
8
1
9
1
8
2
10
-
17
18 Nusa
Tenggara
19
Nusa Tenggara Timur
21
2
23
10
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
Kalimantan Barat
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Timur
Kalimantan Utara
Gorontalo
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua
Papua Barat
12
11
13
7
4
5
21
15
12
11
6
9
8
28
12
2
2
1
3
1
1
3
2
1
4
0
2
2
1
1
14
13
14
10
5
6
24
17
13
15
6
11
10
29
13
7
3
8
5
4
4
4
13
9
11
3
8
8
20
10
416
98
514
224
Kalimantan
Sulawesi
Maluku
Papua
Total
Sumber:
https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_kabupaten_dan_kota_di_Indonesia#Daftar_ju
mlah_kabupaten_dan_kota_di_Indonesia diakses pada tanggal 11 Nopember
2015, pukul 20.13 WIB (data diolah)
Faktualnya, bagi daerah kabupaten/kota yang baru terbentuk atau baru
mengalami pemekaran dari kabupaten/kota induk tentunya dengan keterbatasan
sumber daya, ketersediaan sarana prasarana dan infrastruktur daerah akan terasa
gamang dalam melakukan pengelolaan dan peningkatan pendapatan asli daerah.
Hal
ini
sudah
barang
tentu
berpotensi
menumbuhkembangkan
sikap
ketergantungan dengan pemerintah pusat dalam pembiayaan pembangunannya.
Sementara dilain pihak kondisi ini menciderai semangat otonomisasi yang identik
dengan berpijak diatas kaki sendiri.
Universitas Sumatera Utara
4
Sejatinya daerah akan mampu berotonomi apabila memiliki kemampuan
keuangan dalam membiayai penyelenggaraan roda pemerintahan dengan tingkat
ketergantungan kepada pemerintah pusat yang mempunyai kuota semakin kecil.
Oleh karenanya pendapatan asli daerah harus menjadi bagian terbesar dalam
menggerakkan dana penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sehubungan dengan
itu maka kemandirian atau kemampuan keuangan daerah otomatis dicerminkan
dari adanya peningkatan pendapatan asli daerah yang dijadikan salah satu tolok
ukur dalam pelaksanaan otonomi daerah.
Menjadi fenomena bahwa daerah terlalu bergantung pada dana alokasi
umum untuk membiayai belanja daerahnya, tanpa berusaha mengoptimalkan,
mengembangkan serta menggali sumber-sumber potensi pendapatan di daerahnya,
kemudian oleh pemerintah daerah dana transfer (grant) dari pemerintah pusat
dijadikan sebagai dana utama oleh pemerintah daerah untuk membiayai operasi
utamanya sehari-hari, yang oleh pemerintah daerah dilaporkan dan dimasukkan di
perhitungan APBD. Ketika penerimaan daerah berasal dari transfer, maka
stimulasi atas belanja yang ditimbulkannya berbeda dengan stimulasi yang
muncul dari pendapatan daerah (terutama pajak daerah), dan ketika respon belanja
daerah lebih besar terhadap transfer dari pada pendapatannya sendiri, maka
disebut flypaper Effect (Oates,1999).
Propinsi Sumatera Utara termasuk daerah yang paling banyak memiliki
daerah
pemekaran.
Sumatera
Utara
yang
sebelumnya
terdiri
dari
17
kabupaten/kota, berkembang menjadi 33 kabupaten/ kota, atau bertambah hampir
dua kali lipat. Sebelum otonomi daerah menemui bentuk yuridis formalnya
melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah,
Universitas Sumatera Utara
5
yang selanjutnya direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004,
Sumatera Utara bahkan telah menghasilkan daerah otonom baru, yaitu Kabupaten
Mandailing Natal dan Toba Samosir. Setelah itu lahir 14 daerah otonom baru yang
lain. Sumatera Utara merupakan Propinsi yang memiliki kabupaten/kota
terbanyak di luar Pulau Jawa, yaitu terdiri dari 33 (tiga puluh tiga)
kabupaten/kota. Hanya saja banyaknya jumlah kabupaten/kota yang dimiliki tidak
diikuti dengan kemandirian keuangan yang tinggi juga. Realita yang terjadi
umumnya pada kabupaten/kota yang baru terbentuk atau baru mengalami
pemekaran dari kabupaten induk, bahwa sumber daya keuangan yang berasal dari
pendapatan asli daerah yang menjadi sumber pembiayaan bagi daerah cenderung
menunjukkan suatu kondisi yang masih jauh dari yang diharapkan, implikasinya
adalah kemandirian keuangan yang rendah serta ketergantungan terhadap sumber
pembiayaan kepada pemerintah pusat masih tinggi (Lestari, 2015). Kondisi
demikian dijelaskan dalam tabel 1.2.
Tabel 1.2
Kabupaten/Kota di Suamtera Utara, Jumlah Belanja Daerah dan Jumlah
PAD TA. 2014
Status daerah
No
1
2
3
4
5
Kabupaten/
Kota
Nias
Mandailing
Natal
Tapanuli
Selatan
Tapanuli
Tengah
Tapanuli
Utara
Yuridis formil pembentukan
daerah kabupaten/kota
UU Drt No. 7 Tahun 1956 UU
Drt No. 8 Tahun 1956. UU Drt
No. 9 Tahun 1956. Perpu No. 4
Tahun 1964
Undang-Undang No. 12 Tahun
1998
UU Drt No. 9 Tahun 1956.
Perpu No. 4 Tahun 1964
UU Drt No. 9 Tahun 1956.
Perpu No. 4 Tahun 1964
UU Drt No. 9 Tahun 1956.
Perpu No. 4 Tahun 1964
Jumlah
Belanja
Daerah Tahun
Anggaran 2014
(dalam jutaan
rupiah)
Jumlah PAD
Tahun
Anggaran
2014 (dalam
jutaan
rupiah)
513512
44642
876516
50000
√
925363
77253
√
1058016
32447
√
839715
36991
Organik/
induk
daerah baru
terbentuk/
pemekaran
pada
era/pasca
reformasi
√
√
Universitas Sumatera Utara
6
Lanjutan tabel 1.2
No
6
7
Kabupaten/
Kota
Toba
Samosir
Labuhan
Batu
8
Asahan
9
Simalungun
10
Dairi
11
Karo
12
Deli
Serdang
13
Langkat
14
24
25
Nias Selatan
Humbang
Hasundutan
Pakpak
Barat
Samosir
Serdang
Badagai
Batubara
Padang
Lawas Utara
Padang
Lawas
Labuhan
Batu Selatan
Labuhan
Batu Utara
Nias Utara
Nias Barat
26
Sibolga
15
16
17
18
19
20
21
22
23
27
28
29
Tanjung
Balai
Pematang
Siantar
Tebing
Tinggi
30
Medan
31
Binjai
32
33
Padang
Sidimpuan
Gunung
Sitoli
Status daerah
daerah baru
terbentuk/
Organik/
pemekaran
induk
pada
era/pasca
reformasi
Jumlah
Belanja
Daerah Tahun
Anggaran 2014
(dalam jutaan
rupiah)
Jumlah PAD
Tahun
Anggaran
2014 (dalam
jutaan
rupiah)
719339
23409
√
967098
85350
√
1141908
59130
√
1895359
110000
√
753504
24331
√
1037626
67344
√
2818272
566665
√
1787985
114868
√
827114
76560
√
670762
26959
√
476601
10498
√
652425
23773
√
1147820
61004
√
783110
29448
UU No. 37 Tahun 2007
√
583534
23736
UU No. 38 Tahun 2007
√
602472
34251
UU No. 22 Tahun 2008
√
715729
35635
√
711090
28547
√
√
495621
397053
15000
10000
√
570837
36216
√
661874
34409
√
815561
57807
√
656614
47477
√
4366467
1515686
√
902716
68708
Yuridis formil pembentukan
daerah kabupaten/kota
√
UU No. 12 Tahun 1998
UU Drt No. 9 Tahun 1956.
Perpu No. 4 Tahun 1964
UU Drt No. 9 Tahun 1956.
Perpu No. 4 Tahun 1964
UU Drt No. 9 Tahun 1956.
Perpu No. 4 Tahun 1964
UU Drt No. 9 Tahun 1956.
Perpu No. 4 Tahun 1964
UU Drt No. 9 Tahun 1956.
Perpu No. 4 Tahun 1964
UU Drt No. 9 Tahun 1956.
Perpu No. 4 Tahun 1964
UU Drt No. 9 Tahun 1956.
Perpu No. 4 Tahun 1964
UU No. 9 Tahun 2003
UU No. 9 Tahun 2003
UU No. 9 Tahun 2003
UU No. 36 Tahun 2003
UU No. 36 Tahun 2003
UU No. 5 Tahun 2007
UU No. 23 Tahun 2008
UU No. 45 Tahun 2008
UU No. 46 Tahun 2008
UU Drt No. 9 Tahun 1956.
Perpu No. 4 Tahun 1964
UU Drt No. 9 Tahun 1956.
Perpu No. 4 Tahun 1964
UU Drt No. 9 Tahun 1956.
Perpu No. 4 Tahun 1964
UU Drt No. 9 Tahun 1956.
Perpu No. 4 Tahun 1964
UU Drt No. 9 Tahun 1956.
Perpu No. 4 Tahun 1964
UU Drt No. 9 Tahun 1956.
Perpu No. 4 Tahun 1964
UU No. 4 Tahun 2001
√
609109
42456
UU No. 47 Tahun 2008
√
506168
28400
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_kabupaten_dan_kota_di_Sumatera_
Utara dan www.djpk.kemenkeu.go.id/ diakses pada tanggal 11 Nopember 2015,
pukul 21.32 WIB (data diolah)
Universitas Sumatera Utara
7
Tabel 1.2 menunjukkan bahwa di era reformasi Tahun 1998 lalu menjadi
pijakan diawalinya pemekaran daerah kabupaten/kota di Sumatera Utara ditandai
dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 12 Tahun 1998 tentang Pembentukan
Kabupaten Mandailing Natal (Madina) dan Kabupaten Toba Samosir (Tobasa).
Oleh karena itu Sumatera Utara dari semula terdiri dari 17 Kabupaten/Kota hingga
saat ini menjadi 33 Kabupaten/Kota. Di samping itu menjelaskan bahwa
pendapatan asli daerah pada daerah baru terbentuk/pemekaran pada era/pasca
reformasi nyata-nyata terbukti perolehan pendapatan asli daerah masih dibawah
daerah-daerah induk.
Peranan Pemerintah Propinsi sebagai koordinator bagi Pemerintah
Kabupaten/Kota
yang
mempunyai
kewenangan
dan
tanggung
jawab
menyelenggarakan kepentingan masyarakat begitu penting dalam pelaksanaan
pembangunan. Idealnya Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari
pembangunan nasional yang dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah
dan pengaturan sumber daya nasional yang memberikan kesempatan bagi
peningkatan demokrasi dan kinerja daerah untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Atau singkatnya penyelenggaraan pemerintah daerah sebagai sub
sistem negara dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna
penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.
Akan halnya pembangunan di Propinsi Sumatera Utara dikualifiseir telah
berlangsung secara menyeluruh dan berkesinambungan dalam meningkatkan
perekonomian masyarakat. Pencapaian hasil-hasil pembangunan merupakan
agregat pembangunan dari 33 Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara. Hal
Universitas Sumatera Utara
8
ini tentunya merupakan karya bersama-sama para pemangku kepentingan dalam
mewujudkan pembangunan di Sumaterara Utara.
Peranan penduduk juga tak kalah penting dalam kegiatan perekonomian dan
pembangunan. Jumlah penduduk biasanya dikaitkan dengan pertumbuhan
“income per capita” suatu negara, yang secara kasar mencerminkan
perekonomian
negara
tersebut.Keberhasilan
pembangunan
nasional
juga
ditentukan oleh penduduk melalui jumlah dan kualitas penduduknya. Karena
jumlah penduduk yang besar merupakan pasar yang potensial untuk memasarkan
hasil-hasil produksi, sedangkan kualitas penduduk menentukan seberapa besar
produktivitas yang ada. Oleh karena itu usaha untuk meningkatkan produksi dan
mengembangkan kegiatan ekonomi sudah barang tentu mengejawantahkan
penduduk sebagai tenaga kerja yang diperlukan untuk menciptakan kegiatan
ekonomi. Sebagai akibat dari fungsinya ini maka penduduk bukan saja merupakan
salah satu faktor produksi, akan tetapi yang lebih penting lagi penduduk
merupakan unsur yang menciptakan dan mengembangkan teknologi dan
mengorganisasikan penggunaan berbagai faktor produksi. (Sukirno,2003).
Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 dan
perubahannya tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah menegaskan
bahwa belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih. Kemudian dalam Pasal 36 ayat (1) Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tersebut ditentukan juga bahwa
Belanja menurut kelompok belanja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat
(2) terdiri dari : belanja tidak langsung dan belanja langsung. Kelompok belanja
tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung
Universitas Sumatera Utara
9
dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Sedangkan Kelompok belanja
langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan
pelaksanaan program dan kegiatan.
Lestari (2015) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa penerimaan pajak
daerah berpengaruh signifikan positif terhadap kemandirian keuangan daerah.
Seterusnya penelitian yang dilakukan Fitriyanti dan Pratolo (2009) menganalisis
Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Pembangunan terhadap Rasio
Kemandirian dan Pertumbuhan Ekonomi dalam Kurun Waktu Tahun 1999-2007
di Beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan
simpulan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara pendapatan asli
daerah terhadap pertumbuhan ekonomi, akan tetapi terdapat pengaruh yang
signifikan antara Pendapatan Asli Daerah terhadap Rasio Kemandirian, serta
pengaruh signifikan antara Belanja Pembangunan terhadap Rasio Kemandirian.
Akan halnya dengan penelitian Rudiati (2011), dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui pengaruh kemampuan keuangan daerah terhadap belanja
langsung daerah dan bagaimana mendapatkan jalan keluar serta bagaimana
kebijakan yang tepat untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah di
Kabupaten/kota Propinsi Sumatera Utara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pada Retribusi Daerah dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Langsung Daerah. Sedangkan
Pajak Daerah dan Bagian Laba Badan Usaha Milik Daerah tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap Belanja Langsung Daerah.
Penelitian ini dimotivasi oleh penelitian terdahulu yang dilakukan baik di
Indonesia maupun di negara lain, tentunya banyak faktor yang mempengaruhi
Universitas Sumatera Utara
10
kemandirian keuangan daerah namun hasil yang diperoleh masih menunjukkan
banyak perbedaan (inkonsistensi) misalnya pada faktor pendapatan asli daerah dan
belanja daerah. Oleh sebab itu Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
pengembangan dengan judul “Analisis Pengaruh Belanja Daerahdan Jumlah
Pendudukterhadap Kemandirian Keuangan Daerah melalui Pendapatan Asli
Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara”.
1.2
Perumusan Masalah
Sejalan dengan latar belakang yang disampaikan di atas maka perumusan
masalah penelitian tentang pengaruh Belanja Daerah, dan Jumlah Penduduk
terhadap Kemandirian Keuangan Daerah melalui Pendapatan Asli Daerah
Pemerintah Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara adalah sebagai berikut :
1.
Apakah belanja daerah (diproksi dengan belanja langsung dan belanja tidak
langsung), jumlah penduduk dan pendapatan asli daerah secara simultan dan
parsial berpengaruh langsung terhadap kemandirian keuangan daerah pada
Pemerintah Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara?
2.
Apakah belanja daerah (diproksi dengan belanja langsung dan belanja tidak
langsung) dan Jumlah Penduduk berpengaruh tidak langsung terhadap
kemandirian keuangan daerah melalui pendapatan asli daerah sebagai
variabel intervening pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera
Utara?
Universitas Sumatera Utara
11
1.3
Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan penelitian ini
adalah :
1.
Untuk menganalisis belanja daerah (diproksi dengan belanja langsung dan
belanja tidak langsung), jumlah penduduk dan pendapatan asli daerah secara
simultan dan parsial berpengaruh langsung terhadap kemandirian keuangan
daerah pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara.
2.
Untuk menganalisis belanja daerah (diproksi dengan belanja langsung dan
belanja tidak langsung) dan jumlah penduduk berpengaruh tidak langsung
terhadap kemandirian keuangan daerah melalui pendapatan asli daerah
sebagai variabel intervening pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Propinsi
Sumatera Utara.
1.4
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :
1.
Bagi peneliti hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan
pemahaman mengenai pengaruh belanja daerah dan jumlah penduduk
terhadap kemandirian keuangan daerah melalui pendapatan asli daerah
Pemerintah Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara.
2.
Bagi penelitian selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
referensi dan menambah khasanah penelitian selanjutnya terutama pada
bidang yang sejenis.
Universitas Sumatera Utara
12
3.
Bagi praktisi, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pemerintah
daerah pada kabupaten/kota di Sumatera Utara dan dapat menjadi refrensi
dalam perumusan kebijakan dalam pelaksanaan pembangunan.
1.5
Originalitas Penelitian
Penelitian
yang dilakukan oleh Lestari (2015) dengan judul “Analisis
Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita dan Jumlah Penduduk
terhadap Kemandirian Keuangan Daerah melalui Penerimaan Pajak Daerah pada
Kabupaten/Kota di Sumatera Utara” periode 2010-2013, mengilhami peneliti
dalam penelitian ini. Lestari dalam penelitiannya menjadikan pajak daerah untuk
kabupaten/kota sebagai variabel intervening, dengan variabel dependen adalah
kemandirian keuangan daerah dan variabel independen ialah jumlah penduduk
dan PDRB per kapita. Pada penelitian tersebut Lestari menggunakan metode
analisis regresi berganda, metode analisis regresi berganda model Baron Kenny,
serta uji Sobel. Perbedaan penelitian ini terletak pada periode dan kurun waktu
dilakukannya penelitian dan variabel penelitian yaitu variabel independen berupa
belanja langsung, belanja tidak langsung dan jumlah penduduk serta Variabel
Intervening berupa pendapatan asli daerah.
Ikhtisar perbandingan penelitian yang dilakukan oleh Peneliti dengan
Lestari (2015) tercantum pada Tabel 1.3.
Universitas Sumatera Utara
13
Tabel 1.3
Perbandingan Peneliti dengan Peneliti Terdahulu
No
Kriteria
Penelitian Terdahulu
1.
Variabel Independen
2 variabel yaitu :
PDRB Per kapita dan
Jumlah Penduduk
2.
Variabel Dependen
3.
Variabel Intervening
4.
Lokasi Penelitian
5.
Tahun Pengamatan
Kemandirian Keuangan
Daerah
Pajak Daerah
Kabupaten/Kota
Kabupaten/Kota di
Sumatera Utara
2010-2013
6.
Metode Penelitian
Analisis Regresi
Berganda, Analisis
Regresi Berganda
Model Baron Kenny,
Uji Sobel
Penelitian Sekarang
3 variabel yaitu :
Belanja Langsung,
Belanja Tidak Langsung
dan Jumlah Penduduk
Kemandirian Keuangan
Daerah
Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten/Kota
Kabupaten/Kota di
Sumatera Utara
2010-2014
Analisis Linier
Berganda dan Analisis
Jalur (Path Analys)
Universitas Sumatera Utara