T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pola Komunikasi dalam Transaksi Jual Beli Tanah Merah: Studi Kasus di Desa Kaligawe Kec. Karangdadap Kab. Pekalongan T1 BAB V

BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan menganalisis data sebagai upaya untuk
menjawab permasalahan penelitian tentang Bagaimana pola komunikasi yang
terjadi antara pembeli tanah dengan calo, pola komunikasi calo dengan pemilik
tanah, serta pola komunikasi calo dengan aparat desa dan warga di Desa Kaligawe
Kec. Karangdadap Kab. Pekalongan ?

5.1

Pengerukkan/Penggalian Tanah Secara Paksa
Tanah merupakan karunia Tuhan yang harus dijaga, dipelihara, dan

dimanfaatkan bagi kelangsungan hidup makhluk hidup di muka bumi ini. Tanah
adalah salah satu faktor yang terpenting bagi kelangsungan hidup manusia. Sejak
lahir hingga meninggal dunia, manusia membutuhkan tanah untuk sumber
kehidupan. Seperti yang kita lihat, segala kebutuhan hidup manusia, bahanbahannya hampir seluruhnya berasal dari tanah. Tanah merupakan sumber daya
penting menyangkut hajat hidup seluruh makhluk yang sangat mendasar. Tanah
menempati sebagian besar dataran di bumi ini. Tanah merupakan tempat
tumbuhnya berbagai macam tanaman dan tentunya sebagai alas kehidupan

manusia dan makhluk hidup lain di muka bumi ini. Di wilayah pedesaan, tanah
dominan digunakan untuk lahan pertanian dan perkebunan, untuk bahan baku
produksi (batu bata, genteng, keramik dan lain sebagainya), bahan peralatan
rumah tangga, sebagai habitat hewan, sumber mata air sumur, keseimbangan
ekologis, pembuatan tanggul, dan lain sebagainya. Sedangkan di wilayah
perkotaan, tanah lebih dominan digunakan sebagai lahan pemukiman, lahan
perkantoran, lahan industri, lahan rekreasi, taman wisata, dan lain-lain.
Dari waktu ke waktu, seiring dengan pertambahan penduduk, kemajuan
teknologi dan industri, serta pergeseran budaya, jumlah kebutuhan akan tanah

54

terus meningkat. Pergeseran budaya misalnya, telah merubah corak/ciri khas
negara Indonesia yang dulunya agraris, menjadi negara yang secara perlahan
mengarah pada negara Industri. Tanah yang dulunya menjadi sumber mata
pencaharian utama sebagian besar rakyat, khususnya di bidang pertanian, kini
pemanfaatannya bergeser sebagai lahan yang diperuntukkan bagi pembangunan,
industri, dan perdagangan. Keadaan ini berpengaruh pada tingkat kesejahteraan
masyarakat, khususnya yang kehidupannya bergantung pada tanah. Tidak heran
jika sejak dulu tanah selalu menjadi obyek yang sering memunculkan konflik.

Seperti yang terjadi di Desa Kaligawe belakangan ini. Konflik terjadi karena
adanya penggalian tanah secara besar-besaran tanpa adanya persetujuan dari
beberapa pemilik tanah dan izin dari warga desa.
Di beberapa lokasi di dalam kampung, dapat dijumpai aktivitas penggalian
tanah yang dilakukan oleh para pekerja yang merupakan karyawan tetap CV.
Ratna Lestari Jaya Pekalongan dan beberapa warga desa. Dengan alasan untuk
tata ruang desa, para pengeruk mengeruk tanah warga secara besar-besaran.
Gambar 5
Foto Pengerukkan tanah di belakang rumah Ibu Mundriyah

Sumber : Foto Pribadi milik Penulis

55

5.2

Penyebab Konflik
Konflik secara umum didefinisikan sebagai suatu pertentangan atau

perbedaan pendapat antara dua orang atau lebih. Konflik selalu ada di setiap

hubungan sosial, karena masyarakat satu sama lain pada dasarnya mempunyai
perbedaan. Perbedaaan ini kemudian menjadikan potensi-potensi konflik di dalam
setiap hubungan sosial.Masalah tentang pertanahan menjadi salah satu isu penting
yang diperbincangkan akhir-akhir ini. Konflik pertanahan masih saja merambah
nusantara, di televisi, di radio, di koran-koran terus saja menjadi berita utama.
Penyebab dari konflik-konflik tersebut tidak lain adalah karena tidak adanya izin
dari para pengeruk terhadap pihak pengurus desa, warga dan aparat setempat.
Tanah adalah salah satu obyek yang sering menjadi rebutan dan perdebatan.37

Kasus pengerukkan tanah di Desa Kaligawe, Kabupaten Pekalongan
hanyalah sebagian kecil dari berbagai konflik pertanahan di Indonesia. Beberapa
waktu yang lalu, beberapa kasus pengerukkan secara paksa juga terjadi di
beberapa wilayah di Jawa seperti misalnya kasus galian tanah merah di Desa
Cikeas Bogor, aktivitas galian tanah merah ini semakin meresahkan warga, karena
selain pengerukkan yang tidak berizin, sisa-sisa galian juga berserakan di jalan
yang berakibat jalanan dipenuhi tanah merah setebal 20 sentimeter. Konflik
bermula karena tidak maksimalnya sikap pemerintah desa dalam menertibkan
galian ilegal di Desa Cikeas.38

Kasus galian tanah merah tak berizin juga terjadi di Kampung Sunda, Desa

Sukamulya Kecamatan Cilamaya Kulon, Karawang. Kepala Desa Sukamulya
mengungkapkan bahwa galian tanah merah tersebut belum mengantongi ijin
usaha kegiatan atau aktivitas industri, serta disinyalir dalam pelaksanaan proyek

37
Soerodjo. 2003. Proses Pendaftaran Tanah. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Hal 28
38
Diunduhdari
http://jabar.pojoksatu.id/bogor/2016/05/10/sisa-galian-tanah-merah-di-kabupaten-bogor-ancam-

pengendara/2/ pada hari Senin tanggal 26 September 2016 jam 11.00 WIB

56

tersebut melibatkan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.39Warga
Kampung Panagan RT 01 RW 11, Desa Mekarsari, Kecamatan Rumpin,
Kabupaten Bogor, juga diresahkan dengan adanya aktivitas rutin penggalian tanah
merah yang diduga ilegal atau tidak mengantongi izin. Mereka protes dan
mendesak aparat kecamatan segera mengambil tindakan tegas menutup galian
tanah merah tersebut.40

Kronologis konflik pertanahan di Desa Kaligawe
Konflik di desa Kaligawe bermula pada akhir tahun 2015. Konflik bermula
ketika terjadi pengerukkan tanah secara besar-besaran dan secara paksa di wilayah
mereka, serta tidak adanya pemberitahuan dan permohonan ijin dengan warga
desa yang tinggal di sekitar area pengerukkan. Selain itu, warga juga menerima
harga yang tidak masuk akal untuk ganti rugi tanah mereka. Belum lagi adanya
intimidasi-intimidasi yang dilakukan oleh calo tanah dan preman agar warga mau
menyerahkan tanahnya. Konflik juga muncul ketika limbah pengerukkan
mencemari lingkungan tempat warga tinggal.
5.3

Pola Komunikasi Yang terjadi
Pola komunikasi suatu masyarakat bersifat sangat fleksibel dan luwes.

Secara sederhana, definisi pola komunikasi adalah “siapa berbicara dengan siapa
atau kepada siapa”. De Vito (1997), mendefinisikan pola komunikasi sebagai
suatu saluran atau jalan tertentu yang digunakan untuk meneruskan pesan dari
satu orang ke orang lain. Salah satu cara untuk memahami perilaku manusia
adalah dengan mengamati atau memahami hubungan-hubungan sosial yang
tercipta karena adanya proses komunikasi interpersonal. Ketika dua orang atau

lebih ikut serta dalam pengiriman pesan, mereka terlibat dalam suatu pola

39
Diunduhdarihttp://koran

pembaruan.com/online/1708/2016/04/04/Galian-Tanpa-Izin-Beroperasi.html/pada

hari

Senin tanggal 26 September 2016 jam 11.00 WIB
40
Diunduhdarihttp://www.transbogor.co/read/9270/02/8/2016/warga-mekarsari-rumpin-marah-besar-dengan-galian-

tanah-merah/pada hari Senin tanggal 26 September 2016 jam 11.00 WIB

57

komunikasi. Berikut ini adalah beberapa pengertian pola komunikasi menurut
beberapa ahli:
1. Pengertian pola komunikasi menurut Rogers (1983) adalah suatu pola

yang terdiri atas individu-individu yang saling berhubungan, yang di
hubungkan oleh arus komunikasi yang terpola.
2. Hanneman dan Mc Ever dalam Djamali (1999) menyatakan bahwa pola
komunikasi adalah pertukaran informasi yang terjadi secara teratur antara
dua orang atau lebih.
3. Knoke dan Kuklinski (1982) melihat pola komunikasi sebagai suatu jenis
hubungan yang secara khusus merangkai individu-individu, obyek-obyek
dan peristiwa-peristiwa.
4. Berger dan Chaffee mengutip pendapat Farace (1977) yang melihat pola
komunikasi sebagai suatu pola yang teratur dari kontak antara person yang
dapat diidentifikasi sebagai pertukaran informasi yang dialami seseorang
di dalam sistem sosialnya (Berger dan Chaffee. 1987:239).

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan
pengertian pola komunikasi secara lebih khusus, yaitu suatu rangkaian hubungan
di antara individu-individu dalam suatu sistem sosial sebagai akibat dari
terjadinya pertukaran informasi di antara individu-individu tersebut, sehingga
membentuk pola-pola atau model jaringan komunikasi tertentu.Pola komunikasi
yang digunakan oleh suatu masyarakat berbeda-beda dan sangat dipengaruhi oleh
latar belakang budaya masyarakat tersebut. Masyarakat dipahami sebagai suatu

sistem, dan didalam sistem itu antara satu individu dengan individu lainnya atau
antara satu kelompok dengan kelompok lainnya, atau suatu lembaga dengan
lembaga lainnya terjadi interaksi.41

41
Andrik Purwasito, Op Cit. Hlm 81

58

Pola Komunikasi yang terjadi antara penjual dan pembeli tanah merah :
Pada tanggal 20 September – 24 September 2016, penulis melakukan
wawancara dengan beberapa narasumber di lokasi penelitian, yaitu di Desa
Kaligawe. Walaupun terdapat perbedaan latar belakang, namun penulis tidak
menemui kesulitan yang berarti saat mencari data dan menggali beberapa fakta
yang ada. Berikut akan penulis uraikan hasil wawancara yang berlangsung kurang
lebih selama 5 hari.
1.

Hasil wawancara peneliti dengan Bp. Sukendar
Beliau memiliki tanah seluas 1.200 m3 yang berada di belakang balai desa


Kaligawe. Beliau menjual tanahnya karena tanah beliau berbentuk perbukitan dan
beliau membutuhkan uang untuk membayar hutang dan memperbaiki serta
memperbesar rumahnya. „Karena tanah saya berbentuk perbukitan dan saya butuh uang untuk
membayar hutang dan memperbaiki rumah. Saya memerintahkan seseorang untuk menjualkan
tanah saya.‟Akhirnya

beliau menjual tanahnya kepada CV. Ratna Lestari Jaya

melalui perantara Bp. Fauzan. Dan setelah itu beliau dipertemukan dengan Bp.
Aris untuk negosiasi harga. Tanah milik beliau sepakat dibayar sebesar Rp
9.000,00/ritnya.

2.

Hasil wawancara peneliti dengan Bp. Kholik
Beliau memiliki tanah seluas kurang lebih 2.500 m3 yang berada di belakang

SD Kaligawe, dan memang berencana akan menjual tanah tersebut karena beliau
mempunyai rencana membuat kapling.„Karena saya ingin membuat kapling dengan biaya

yang murah dan saya dapat uang dari penjualannya mbak. Setelah itu saya langsung mencari
informasi mbak, apakah ada perantaranya atau tidak. Dan ternyata ada perantaranya. Sehingga
saya memakai jasa perantara itu.‟Beliau

kemudian menjual tanahnya tesebut kepada

CV. Ratna Lestari Jaya melalui perantara Bp. Fauzan. Setelah dipertemukan
dengan Bp. Aris, beliau melakukan deal harga, dan akhirnya sepakat, tanah beliau
dihargai sebesar Rp 8.000,00/ritnya.

59

3.

Hasil wawancara peneliti dengan Bp. Karmin
Beliau memiliki tanah seluas 5.000 m3 yang bersebelahan dengan tanah milik

Bapak Sukendar dan Bapak Carman, dan memiliki rencana untuk menjualnya
kepada CV. Ratna Lestari Jaya Pekalongan. „Saya butuh biaya untuk membayar sekolah
anak saya mbak, makanya saya menjual tanah saya. Waktu itu Saya dapat informasi kalau ada

perantaranya, yaitu Bapak Busyaeri dan Bapak Fauzan. Pikir saya, kebetulan sekali kalau ada
perantaranya, jadi saya tidak perlu repot mencari pembeli. Kebetulan rumah saya dekat dengan
rumah Bapak Busyaeri.‟Melalui

jasa Bp. Busyaeri, akhirnya beliau bisa bertemu

dengan Bp. Aris selaku orang kepercayaan CV untuk melakukan deal harga. Dan
akhirnya tanah beliau dihargai sebesar Rp. 7.000,00/ritnya.

4.

Hasil wawancara peneliti dengan Bp. Mohammad Khaeron
Beliau memiliki kebun seluas 1.800 m3 di belakang rumahnya dan memang

memiliki rencana untuk menjualnya untuk memperbesar bengkelnya. „Saya butuh
dana untuk memperbaiki dan memperbesar bengkel mbak, makanya saya jual saja tanah
saya.‟Beliau

mencari informasi pembeli tanah kesana kemari, dan akhirnya

bertemu dengan Bp. Busyaeri. „Awalnya sih saya mencoba mencari pembeli sendiri, tapi
nemunya lama. Terus ada tetangga main ke rumah saya yaitu Bp. Busyaeri, memberi info kalau
ada perusahaan yang butuh tanah. Terus saya tanya-tanya, kalau mau menjual tanah kepada
perusahaan tersebut prosesnya lama atau tidak ? ternyata tidak begitu lama.‟Setelah

bercakap-

cakap dengan Bp. Busyaeri, beliau akhirnya dipertemukan dengan Bp. Aris untuk
tawar menawar harga. Akhirnya tanah beliau sepakat dihargai sebesar Rp.
8.000,00/ritnya.

5.

Hasil wawancara peneliti dengan Bp. Musapak
Beliau memiliki kebun yang berada tidak jauh dengan area pengerukkan

tanah, sehingga tanah beliau pun akhirnya beliau jual dengan sukarela karena
selain kebun milik beliau jauh dari rumah, beliau juga ingin membeli lahan
tambahan di tempat lain yang lebih dekat dengan rumahnya. „Karena lahan milik saya
berada jauh dari rumah mbak. kalau saya ingin berkebun, saya harus menggunakan motor untuk
menuju kesana. saya pikir, saya harus mencari lahan lain yang jangkauannya lebih dekat dari
rumah. Jadi ya saya jual saja tanah saya.‟Tanah

milik Bp. Musapak memiliki luas

60

sekitar 2.700 m3 dan dijual kepada CV. Ratna Lestari Jaya sebesar Rp
8.000,00/ritnya. Beliau menjual tanah tersebut melalui bantuan Bp. Busyaeri
selaku perantara CV. „Saya mencari informasi pembeli pada tetangga sekitar rumah saya, nah
tetangga saya menyarankan untuk menemui Bp. Busyaeri, karena biasanya beliau mempunyai
kenalan pembeli tanah. Tanpa pikir panjang saya langsung menemuinya di rumah beliau.
Kebetulan waktu itu memang sedang ada pembeli tanah dari kota Pekalongan, lalu langsung saja
saya meminta beliau untuk mengurusnya.‟

6.

Hasil wawancara peneliti dengan Bp. Fauzan
Bapak Fauzan adalah salah satu perantara dalam proyek pengerukkan tanah di

Desa Kaligawe. Kegiatan sehari-hari beliau lebih banyak dihabiskan di konveksi
dan bila ada orang yang mencari tanah di wilayah desa Kaligawe, beliau salah
satu orang yang paling sering ikut terlibat dalam mencari penjual. Beliau juga
merupakan salah satu orang kepercayaan CV yang ditugaskan untuk menjaga area
sekitar pengerukan pada pagi hingga sore hari. Selain itu, beliau juga diberi
kepercayaan untuk mengurusi lokasi pengerukkan apabila nantinya ada warga
yang memprotes aktivitas pengerukkan tersebut. „Ya kalau ada warga yang protes, saya
sampaikan kepada mereka bahwa hal ini tidak akan merugikan. Kalau suatu saat terjadi dampak
yang tidak diinginkan dan membuat mereka rugi, saya akan ikut bertanggung jawab. Saya juga
akan turun tangan untuk meminta ganti rugi dan menghentikan pengerukkan ini.‟

7.

Hasil wawancara peneliti dengan Bp. Busyaeri
Bapak Busyaeri adalah seorang pekerja serabutan di Desa Kaligawe

Kecamatan Karangdadap Kabupaten Pekalongan. Pekerjaan sehari-hari beliau
tidak menentu. Di CV. Ratna Lestari Jaya, beliau diberi tugas untuk membujuk
dan meyakinkan orang-orang yang mempunyai tanah, agar mau menjual tanahnya
kepada CV. Ratna Lestari Jaya. „Ya saya meyakinkan mereka secara perorangan mbak. satu
per satu saya datangi ke rumahnya. Saya sampaikan ke mereka bahwa galian ini tidak akan
menimbulkan masalah yang serius. Jadi mereka tidak perlu khawatir. Kalau nantinya muncul
dampak, saya yang akan mempelopori untuk menghentikan usaha pengerukkan tersebut.‟

61

8.

Hasil wawancara peneliti dengan Bp. Amin
Bapak Amin adalah salah satu perantara dan penjaga malam di lokasi

pengerukkan. Pekerjaan sehari-hari beliau adalah buruh serabutan, dan saat ini
beliau sedang dipercaya oleh pihak CV. Ratna Lestari Jaya sebagai penjaga
malam di lokasi pengerukkan, dan jika ada orang yang mencari tanah di Desa
Kaligawe, beliau pun ikut membantu pembeli mencarikan tanah yang ingin di
jual. Selain itu beliau juga diberi tugas untuk meyakinkan warga bahwa aktivitas
pengerukkan tersebut tidak akan menimbulkan masalah di sekitar pemukiman. „Ya
saya bilang sama mereka mbak, tidak perlu khawatir. Pengerukkan ini tidak akan menimbulkan
masalah. Saya bilang ke mereka, nanti kalau terjadi hal buruk, pembelinya mau bertanggung jawab
kok. Tenang saja, jangan kuatir.‟

9.

Hasil wawancara peneliti dengan Bp. Daniel Panut
Bp. Daniel Panut memiliki tanah seluas 2.000 m3 yang berada di samping

rumahnya. Bp. Daniel Panut terpaksa menjual tanah miliknya karena posisi tanah
milik Bp. Daniel Panut terjepit (berada di tengah-tengah galian tanah) sehingga
rusak kondisinya. „Sebenarnya saya tidak ingin menjual ke PT Ratna Lestari Jaya mbak, tapi
akhirnya terpaksa saya jual karena tanah milik saya terjepit (berada di tengah-tengah tanah galian)
sehingga rusak kondisinya. Lagipula saya tidak mau berurusan dengan anak buah CV itu. Nanti
bisa repot urusannya.‟

Akhirnya tanah milik beliau dibeli CV. Ratna Lestari Jaya

dengan harga sebesar Rp 7.000,00/rit, tetapi beliau mengajukan harga lain karena
menurut beliau harga tanah seluas itu sangatlah murah, karena jika dijual kepada
orang lain, harga yang ditawarkan bisa mencapai ratusan ribu rupiah per ritnya.
Akhirnya beliau menerima uang sebesar Rp 8.000,00/ritnya. Beliau menjual
tanahnya melalui Bp. Amin selaku penjaga escavator di area pengerukkan.

10. Hasil wawancara peneliti dengan Bp. Amat Waliri
Bp. Amat Waliri memiliki tanah seluas 2.000 m3. Tanah milik beliau berada
di tengah-tengah area pengerukkan yang terpaksa dikeruk karena sudah terlanjur
digali secara diam-diam tanpa sepengetahuan beliau. „Saya sih tidak berniat jual tanah
mbak. karena tanaman sengon saya di hutan cukup banyak, dan tidak ingin saya tebang atau saya
jual. niatnya untuk tabungan saya dan anak istri di masa tua nanti. Tapi karena tanah di hutan
dikeruk orang secara diam-diam, akhirnya beberapa pohon sengon saya jadi rusak. Ya sudah tanah

62

saya yang ada pohon sengonnya tadi saya jual saja.‟Tanah

miliknya dihargai oleh CV.

Ratna Lestari Jaya melalui Bp. Fauzan sebesar Rp 8.000,00/ritnya.
11. Hasil wawancara peneliti dengan Bp. Suwarno
Bp. Suwarno memiliki tanah seluas 1.300 m3 yang berada di belakang Balai
Desa Kaligawe, yang termasuk dalam area pengerukkan yang dilakukan oleh CV.
Ratna Lestari Jaya. Beliau terpaksa menjual tanah miliknya melalui Bp. Amin,
karena tanahnya sudah terlanjur dikeruk oleh orang-orang dari CV. Ratna Lestari
Jaya tanpa sepengetahuan beliau. „Terpaksa saya jual mbak karena tanah milik saya sudah
terlanjur dikeruk sama orang-orang dari CV itu. Tadinya tidak mau saya jual karena itu tabungan
milik saya satu-satunya. Tapi mau gimana lagi mbak, tanahnya sudah terlanjur dikeruk dan rusak,
lagipula saya takut sama orang-orangnya CV (preman) mbak.‟Tanah

milik Bp. Suwarno

tersebut hanya dihargai sebesar Rp 5.000,00/ritnya oleh pihak CV.

12. Hasil wawancara peneliti dengan Ibu Mundriyah
Ibu Mundriyah memiliki tanah seluas 2.500 m3 di dekat makam Desa
Kaligawe. Beliau terpaksa menjual tanahnya kepada CV. Ratna Lestari Jaya
melalui Bp. Fauzan karena dibujuk suami & Bp. Fauzan untuk menjualnya kepada
CV. Ratna Lestari Jaya. „Sebenarnya saya tidak ingin menjual ke PT Ratna Lestari Jaya, tapi
akhirnya terpaksa saya jual karena suami saya menyuruh saya menjualnya ke CV Ratna Lestari
Jaya. Kata suami saya, daripada nantinya berurusan dengan anak buahnya CV (preman) kan malah
repot. Jadi ya saya jual sekalian saja.‟Akhirnya

tanah milik beliau dibeli oleh CV. Ratna

Lestari Jaya seharga Rp 7.000,00/rit.

13. Hasil wawancara peneliti dengan Ibu Wasniah
Ibu Wasniah memiliki tanah yang berada di belakang masjid Desa Kaligawe
dengan luas mencapai kurang lebih 5.000 m3. Tanah milik beliau terpaksa dijual
kepada CV. Ratna Lestari Jaya melalui Bp. Fauzan karena tanahnya ikut dikeruk
secara paksa oleh escavator sewaan CV, sehingga kondisi tanahnya menjadi rusak
dan berkurang. „Saya sebenarnya memang punya rencana jual tanah mbak, untuk memperbaiki
dan memperbesar rumah saya. Tapi saya tidak mempunyai rencana untuk menjualnya ke CV itu.
Karena sebenarnya ya saya sudah menawarkannya ke teman saya, dan teman saya sudah setuju
dengan harga yang saya tawarkan. Tapi belum sampai selesai saya mengurus surat jual beli tanah,

63

saya dapat kabar kalau tanah milik saya ikut terkeruk mbak. Saya jengkel dan sempat marahmarah sama pengeruknya, tapi pengeruknya bilang kalau dia tidak tahu. Katanya saya disuruh
menemui Bp. Fauzan saja karena yang mengurusi Bp. Fauzan.‟Akhirnya

saya menemui Bp.

Fauzan dan minta penjelasan Bp. Fauzan. Akhirnya setelah mendapat penjelasan
dari Bp. Fauzan, saya terpaksa menyetujuinya. Bp. Fauzan akhirnya membayar
tanah Ibu Wasniah seharga Rp 8.000,00/rit

14. Hasil wawancara peneliti dengan Bp. Carman
Tanah milik Bp. Carman berada bersebelahan dengan tanah milik Bapak
Sukendar (penjual tanah sukarela), yang secara otomatis ikut terkeruk secara
paksa. Tanah milik beliau luasnya mencapai 1.800 m3. Beliau akhirnya terpaksa
menjual tanah miliknya melalui Bp. Amin, karena tanahnya sudah terlanjur
dikeruk oleh orang-orang dari CV. Ratna Lestari Jaya tanpa sepengetahuan beliau.
„Soalnya orang CV itu mengeruk tanah milik saya tanpa sepengetahuan saya mbak. tadinya ya
tanah saya tidak mau saya jual, karena itu sebenarnya mau saya wariskan ke anak bungsu
saya.‟Tanah

milik Bp. Carman tersebut hanya dihargai sebesar Rp 5.000,00/ritnya

oleh pihak CV.

15. Hasil wawancara peneliti dengan Bp. Nahrowi
Bp. Nahrowi memiliki tanah seluas 2.500 m3 yang dibeli oleh CV. Ratna
Lestari Jaya seharga Rp 9.000,00/ritnya melalui Bp. Amin. Awalnya beliau tidak
berniat menjual tanah miliknya, tetapi karena dibujuk terus menerus oleh Bp.
Amin, mau tidak mau akhirnya beliau menjual tanah miliknya kepada CV
tersebut. „Terpaksa saya jual mbak. soalnya saya dibujuk-bujuk terus sama Bp. Amin. Katanya
percuma saja saya pertahankan tanah saya, toh nantinya juga akan ikut terkeruk.‟

16. Hasil wawancara peneliti dengan Bp. Imron
Bapak Imron memiliki tanah seluas 2.000 m3 yang berada di tengah-tengah
area pengerukkan yang berdekatan dengan kebun milik Bp. Kholik. Tanah
miliknya dijual kepada CV. Ratna Lestari Jaya melalui Bp. Amin sebesar Rp
8.000,00/ritnya. „Tanahnya terpaksa saya jual ke CV. Ratna Jaya mbak, soalnya sudah terlanjur
dikeruk. Lagipula posisinya memang ada ditengah-tengah tanah yang dikeruk. Jadi ya ikut

64

terkeruk juga tanah milik saya. Waktu itu ada seseorang yang mendatangi saya saat saya sedang di
sawah. Orang itu bilang kalau ada yang mau membeli tanah saya. Dan tanah milik saya sudah
terlanjur ikut dikeruk sebagian. Jadi ya terpaksa saya jual saja. Saya langsung saja menemui Bp.
Amin untuk mencari tahu kebenarannya, dan menurut Bp. Amin, tanah saya memang sudah
terlanjur ikut terkeruk. Akhirnya, saya pasrahkan sekalian saja sama Bp. Amin untuk menjualnya.‟

17. Hasil wawancara peneliti dengan Bp. Taryadi
Beliau memiliki tanah seluas 1.800 m3 yang berada bersebelahan dengan
kebun milik Bapak Daniel Panut. Tanah miliknya dijual kepada CV. Ratna Lestari
Jaya melalui Bp. Fauzan sebesar Rp 8.000,00/ritnya karena sudah ikut terkeruk
oleh buldozer sewaan CV. Ratna Lestari Jaya. „saya terpaksa menjualnya mbak, karena
tanah milik saya sudah terlanjur dikeruk. Jadi ya saya tidak punya pilihan lain, saya jual saja
sekalian. Waktu itu saya langsung datang ke lokasi pengerukkan untuk menemui Bapak Amin
selaku penjaga lokasi, Beliau berkata kalau tanah saya memang sudah terlanjur ikut dikeruk, dan
saya disuruh langsung menemui Bapak Fauzan saja untuk nego harga. Dan akhirnya saya cuma
mendapatkan ganti rugi sebesar Rp 8.000,00/rit saja mbak.‟

18. Hasil wawancara peneliti dengan Pak lurah
Bapak Patikin merupakan warga desa Kaligawe yang menjabat sebagai
Kepala Desa. Beliau merupakan salah satu orang yang ikut bertanggung jawab
dalam kasus pengerukkan tanah di Desa Kaligawe selain dari pihak Kecamatan
dan Kabupaten, karena beliau adalah orang yang memberikan ijin itu dan
diketahui oleh pemerintah kecamatan dan kabupaten. Beliau mengutarakan bahwa
tanah hasil pengerukkan tersebut nantinya akan dijual ke kota untuk menimbun
lahan pertanian dan rawa-rawa, serta untuk meninggikan jalan di wilayah yang
terkena rob. Beliau mengatakan bahwa pihak CV bisa sampai melakukan usaha
penggalian di desa ini karena adanya perantara yang menghubungkan antara
warga yang punya keinginan untuk meratakan tanahnya dengan menggunakan alat
berat yang dimiliki CV. „mereka bilang, awalnya bertemu dengan Bapak Busyaeri di warung
Kopi mbak. terus mereka ngobrol-ngobrol, dan Bapak Busyaeri mempertemukan mereka dengan
perantara yang lain yaitu Bapak Fauzan.‟Akhirnya

Bapak Busyaeri mempertemukan

Bapak Aris dengan Bapak Fauzan, dan mereka membahas seputar tentang namanama pemilik tanah yang nantinya akan dikeruk. Dan begitu aktivitas

65

pengerukkan sudah berlangsung, tidak semua warga menanggapinya dengan baik.
Tidak semua warga setuju dengan adanya aktivitas tersebut. „Ya yang setuju itu ratarata adalah orang yang memiliki lahan berupa perbukitan yang menginginkan tanahnya menjadi
rata, walaupun ada satu dua warga yang memiliki lahan tapi tidak setuju. Adapun warga yang
tidak setuju sebagian besar adalah warga yang rumahnya berada berdekatan dengan lokasi
penggalian dan yang berada di sepanjang tepi jalan yang dilalui oleh armada pengangkut
tanah.‟Beliau

juga mengatakan bahwa dalam proyek pengerukkan ini memiliki

nilai-nilai positif untuk warga maupun desa seperti : 1. Menambah pendapatan
warga, 2. Memberikan lapangan pekerjaan, 3. Memperluas wilayah pemukiman
karena setelah pengerukkan nanti diharapkan semakin luas area yang rata
sehingga kedepannya dapat dimanfaatkan untuk perumahan atau yang lainnya, 4.
Menambah pendapatan asli desa karena dalam perjanjiannya setiap 1 rit, desa
memperoleh dana Rp 2.500,-.
19. Hasil wawancara peneliti dengan AKP. Kompol Abu Umar
AKP. Kompol Abu Umar merupakan Polisi Kanit Serse di wilayah Talun
Kabupaten Pekalongan yang ikut menangani konflik jual beli tanah merah di Desa
Kaligawe. Beliau juga mengungkapkan hal yang sama dengan Bapak Kepala Desa
Kaligawe bahwa dalam proyek pengerukkan ini terdapat nilai-nilai positif untuk
warga maupun desa. Adapun nilai positifnya seperti menambah pendapatan
warga, membuka lapangan pekerjaan bagi warga sekitar yang tertarik untuk
bergabung/membantu, serta untuk memperluas wilayah pemukiman karena
setelah pengerukkan nanti diharapkan semakin luas area yang rata sehingga
kedepannya dapat dimanfaatkan untuk perumahan atau yang lainnya. Selain itu
beliau juga mengungkapkan bahwa kegiatan pengerukkan ini bisa menambah
pendapatan desa. Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, beliau
bersama tim melakukan patroli rutin sekitar seminggu sekali. „Untuk mengantisipasi
hal-hal yang tidak kita inginkan, kami selaku pihak keamanan mengadakan patroli rutin sekitar
seminggu sekali mbak, di sekitar area dan menjalin komunikasi dengan pemerintah desa jika
terjadi konflik. Kami memediasi komunikasi antar pihak-pihak yang berkonflik dengan
mengadakan dialog.‟

66

20. Hasil wawancara peneliti dengan Bp. Aris
Bapak Aris merupakan seorang pegawai swasta yang dipercaya oleh Bp. H.
Rozikin sebagai penanggung jawab di lokasi pengerukkan. Kegiatan sehari-hari
beliau adalah bekerja di kantor Koperasi Simpan Pinjam pada pagi hingga siang
hari, dan selanjutnya beliau melanjutkan pekerjaannya di lokasi pengerukkan
sebagai pengawas dan orang yang mengurusi pembayaran tanah warga. Pekerjaan
beliau selama di lokasi pengerukkan, beliau tangani dan beliau percayakan pada
beberapa orang pilihan juga. Beliau mengatakan bahwa kegiatan penggalian tanah
tersebut dilakukan di Desa Kaligawe karena kualitas tanah di sini masih lebih baik
daripada di daerah lain. Selain itu harganya juga masih murah. Saat penulis
bertanya apakah sempat ada warga yang memprotes aktivitas pengerukkan ini ?
Beliau menjawab bahwa memang sempat ada penolakan dari warga di sekitar
lokasi

dan

beliau

juga

mengatakan

bahwa

konflik

tersebut

sudah

dimusyawarahkan dengan warga desa. „Konflik sih pasti ada, tapi tidak sampai ada korban
kok. Dan kemarin sudah kami musyawarahkan dengan aparat dan warga desa juga. Lagipula sudah
kami antisipasi juga dengan memberi kompensasi untuk warga yang terkena dampak penggalian
kok mbak. kami juga sudah memperdalam penggalian sumur apabila ada sumur warga yang airnya
surut akibat penggalian ini.‟

Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan narasumber,
dapat dilihat bahwa sebagian besar penjual tanah terpaksa menjual tanah miliknya
karena tanah milik mereka sudah terlanjur dikeruk oleh anak buah CV. Ratna
Lestari Jaya tanpa sepengetahuan dan seijin pemilik. Selain itu, mereka juga
mendapatkan harga tanah yang tidak wajar dari pihak pembeli. Namun, pada
akhirnya para pemilik tanah merelakan tanah milik mereka demi menghindari
permasalahan-permasalahan atau intimidasi dari anak buah CV (preman). Dan
hingga saat ini warga masih belum bisa menyelesaikan konflik yang terjadi
diantara mereka yang terlibat dalam proyek pengerukan ini. Konflik merupakan
sebuah fenomena sosial yang terjadi di masyarakat dan itu merupakan kenyataan
bagi setiap masyarakat. Dan merupakan gejala sosial yang akan hadir dalam
kehidupan sosial. Penyebab terjadinya konflik menurut Marx yaitu, sejarah
kehidupan masyarakat ditentukan oleh sebuah materi atau benda yang berbentuk

67

alat produksi, dan alat produksi ini menguasai kehidupan masyarakat. Alat
produksi ini digunakan untuk industri dan konflik terjadi antara kelas borjuis dan
buruh/kelas proletar.42 Dalam hal ini alat produksi yang digunakan berupa bego
dan truk sebagai pengangkut tanah.
Selain itu dalam kasus jual beli tanah ini, dapat diketahui bahwa pola
komunikasi yang terjadi antara pembeli tanah dengan calo, calo dengan penjual,
serta pola komunikasi calo dengan aparat dan warga desa yaitu: Pola komunikasi
yang terjadi antara pembeli tanah dengan calo yaitu pola komunikasi beroda
dimana dalam menyampaikan pesan, langsung terjadi feedback/umpan balik dari
calo yang berupa persetujuan kerja sama. Begitu juga pola komunikasi yang
terjadi antara calo dengan penjual tanah yaitu pola komunikasi beroda dimana
feedback langsung yang didapatkan calo tersebut berupa penolakan pembelian
dan pengerukkan tanah. Dan pola komunikasi yang terjadi antara calo dengan
aparat dan warga desa adalah pola komunikasi primer dimana pola komunikasi
primer ini dikenal dengan komunikasi publik atau pidato. Dalam komunikasi
publik ini melibatkan unsur persuasif dimana calo berusaha mempengaruhi warga
untuk menjual tanahnya melalui kepala desa sebagai penyalur penyampaian
pesan.
5.4

Peran Pemerintah
Sejauh ini peran pemerintah desa adalah mengajak warga desa untuk

menjalankan aksi damai dengan pembeli.Selain itu mereka juga selalu mengontrol
kegiatan penggalian untuk meminimalkan timbulnya dampak yang merugikan
bagi warga sekitar, terutama mengontrol kebersihan jalan dari tanah yang
berceceran yang merupakan permasalahan yang sangat dikhawatirkan oleh
masyarakat yang tinggal di tepi jalan desa.

42
George Ritzer and Doughlass J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta : Kencana, 2003) 185

68