Dukungan Keluarga Dalam Proses Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan Narkoba di Panti Pamardi Putra Insyaf Desa Lau Bakeri Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang.

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Narkoba

2.1.1 Defenisi Narkoba

Narkoba atau narkotika dan obat-obatan berbahaya adalah bahan kimia, baik sintetik maupun organik yang merusak kerja saraf. Pengertian narkoba oleh Kementerian Kesehatan diartikan sebagai NAPZA. Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif.

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilankan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam UU No.22 Tahun 1997 tentang Narkotika.

UU No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika menegaskan Pasal 78 ayat (a) dan 1 (b) : barang siapa tanpa hak dan melawan hukum menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki, menyimpan atau menguasai narkotika golongan I dalam bentuk tanaman atau bukan tanaman, dipidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (Lima ratus juta rupiah). Sedangkan Pasal 81 ayat 1 (a) : membawa, mengirim, mengangkut atau mentransit narkotika golongan I dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 750.000.000,- (Tujuh ratus lima puluh juta rupiah).


(2)

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika yang berkhasiat psikoatif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas normal dan perilaku yang digolongkan sebagaimana terlampir dalam UU No.5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.

UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika menegaskan Pasal 60 ayat 1 (a) : memproduksi atau mengedar Psikotropika dalam bentuk obat yang tidak terdaftar pada departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua ratus juta rupiah). Pasal 60 ayat 2: menyalurkan Psykotropika, dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan dipidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (Seratus juta rupiah).

Zat adiktif adalah zat atau obat yang dapat menyebabkan ketagihan (Nikotin, kafein, lem, tiner, bensin, dsb) (Badan Narkotika Nasional, 2009: 13).

Narkoba dapat menyebabkan ketagihan, gangguan pada bagian saraf atau mampu tidak sadarkan diri.Pengertian Narkotika secara umum adalah obat-obatan yang mampu membius. Dengan kata lain, narkotika adalah obat-obatan yang mampu menggangu sistem kerja saraf tubuh untuk tidak merasakan sakit atau rangsangan. Narkotika pada awalnya ada tiga yang terbuat dari bahan organic, yaitu Candu (Papaper Somniferum), kokain (Erythroxyion coca) dan ganja (Cannabis sativa). Sekarang narkoba jenis narkotika adalah Opium atau Opioid atau Opiat atau Candu, Codein, Methadone (MTD), LSD, PC, mescalin, barbiturat, demerol, petidin, dan lainnya (Partodiharjo, 2000: 11).


(3)

2.1.2 Jenis-Jenis Narkoba

Secara umum narkoba dibagi dalam 3 (tiga) jenis, yaitu narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya. Tiap jenis dibagi-bagi lagi ke dalam beberapa kelompok, yaitu:

1. Narkotika

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, narkotika memiliki daya adiksi (ketagihan) yang sangat berat, juga memiliki daya toleran (penyesuaian) dan daya habitual (kebiasaan) yang sangat tinggi, dimana ketiga sifat inilah yang menyebabkan pemakai narkotika sulit untuk melepaskan ketergantungannya. Berdasarkan UU No.22 Tahun 1997 narkotika diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu :

Narkotika Golongan I adalah narkotika yang paling berbahaya dengan daya adiktif yang sangat tinggi. Karenanya tidak diperbolehkan penggunaannya untuk terapi pengobatan, kecuali penelitian dan pengembangan pengetahuan. Narkotika yang termasuk golongan ini adalah ganja, heroin, morfin opium, dan lain sebagainya.

Narkotika Golongan II adalah narkotika yang memiliki daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Meskipun demikian penggunaan narkotika golongan II untuk terapi atau pengobatan sebagai pilihan terakhir jika tidak ada pilihan lain. Contoh dari narkotika golongan II ini adalah benzetidin, betametadol, petidin dan turunannya, dan lain-lain.

Narkotika Golongan III adalah jenis narkotika yang memiliki daya adiktif atau potensi ketergantungan ringan dan dapat dipergunakan secara luas untuk terapi atau pengobatan dan penelitian. Adapun jenis narkoba yang


(4)

termasuk dalam golongan III adalah kodein dan turunannya, metadon dan sebagaimana.

Berdasarkan cara pembuatannya, narkotika dibedakan ke dalam 3 (tiga) jenis yaitu narkotika alami, narkotika semisintesis, dan narkotika sintesis. Narkotika alami adalah narkotika yang zat adiktifnya diambil dari tumbuh-tumbuhan (alam) seperti :

a. Ganja, adalah tanaman dengan daun yang menyerupai daun singkong yang tepinya bergerigi dan berbulu halus dengan jumlah jari yang selalu ganjil (5,7 dan 9), bisa tumbuh di daerah tropis. Di Indonesia tanaman ini banyak tumbuh di beberapa daerah, seperti Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Pulau Jawa, dan lain-lain. Cara penyalahgunaanya adalah dengan dikeringkan dan dijadikan rokok yang dibakar dan dihisap. Nama jalanan yang sering digunakan ialah: grass, cimeng, ganja dan gelek.

b. Hasis, adalah tanaman serupa ganja yang tumbuh di Amerika Latin dan Eropa yang biasanya digunakan para pemadat kelas tinggi. Penyalahgunaannya adalah dengan menyuling daun hasis/ganja untuk diambil sarinya dan digunakan dengan cara dibakar.

c. Koka, adalah tanaman perdu mirip dengan pohon kopi dengan buah yang yang berwarna merah seperti biji kopi. Wilayah kultivasi tumbuhan ini berada di Amerika Latin (Kolombia, Peru dan Brazilia). Koka diolah dan dicampur dengan zat kimia tertentu untuk menjadi kokain yang memiliki daya adiktif yang lebih kuat.

d. Opium, adalah bunga dengan bentuk dan warna yang indah, dimana getahnya dapat menghasilkan candu (opiat). Opium tumbuh didaerah yang disebut dengan Segitiga Emas (Burma-Laos, Thailand). Opium pada


(5)

masa lalu digunakan oleh masyarakat Mesir dan Cina untuk mengobati penyakit, memberikan kekuatan, dan menghilangkan rasa sakit pada tentara yang terluka sewaktu berperang atau berburu.

Narkotika semi-sintesis adalah berbagai jenis narkotika alami yang diolah dan diambil zat adiktifnya agar memiliki khasiat yang lebih kuat sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan kedokteran. Beberapa jenis semi-sintesis yang disalahgunakan adalah sebagai berikut :

a. Kodein, adalah alkaloida yang terkandung dalam opium dan banyak dipergunakan untuk keperluan medis. Dengan khasiat analgesic yang lemah, kodein dipakai untuk obat penghilang (peredam) batu.

b. Morfin, adalah getah opium yang diolah dan dicampur dengan zat kimia tertentu yang memiliki daya analgesic yang berbentuk Kristal, berwarna putih dan berubah menjadi kecoklatan serta tidak berbau. Biasa dipakai di dunia kedokteran sebagai penghilang rasa sakit atau pembiusan pada operasi (pembedahan).

c. Kokain, adalah serbuk kristal berwarna putih yang diperoleh dari sari tumbuhan koka yang memiliki dampak ketergantungan yang tinggi. Cara pemakaiannya dengan membagi setumpuk kokain menjadi beberapa bagian berbaris lurus diatas permukaan kaca atau benda-benda yang mempunyai permukaan datar kemudian dihirup dengan menggunakan penyedot seperti sedotan.

Narkotika sintesis adalah narkotika palsu yang dibuat dari bahan kimia dan digunakan untuk pembiusan atau pengobatan bagi mereka yang mengalami ketergantungan narkoba. Narkotika sintesis berfungsi sebagai pengganti sementara


(6)

untuk mencegah relaps sehingga penyalahguna dapat menghentikan ketergantungannya. Adapun contoh dari narkotika sintesis adalah :

a. Petidin, obat yang digunakan untuk pengobatan rasa sakit tingkat menengah hingga kuat. Petidin adalah obat yang aman untuk digunakan karena memiliki resiko ketergantungan yang rendah.

b. Methadone, adalah opioida sintesis yang digunakan secara medis sebagai analgesic. Metadon juga dapat digunakan untuk terapi rasa sakit yang kronis dalam jangka panjang dengan biaya yang sangat rendah. Kegunaan metadon dalam pengobatan ketergantungan memberikan hasil yang dapat menstabilisasi para pasien dengan menghentikan gejala putus obat (withdrawal syndrome) dan juga pada akhirnya menghentikan ketergantungan mereka terhadap opioida.

2. Psikotropika

Psikotropika adalah obat yang digunakan oleh dokter untuk mengobati gangguan jiwa (psyche) yang menurut UU No.5 Tahun 1997 tentang Psikotropika terbagi menjadi 4 golongan, yaitu :

Golongan Iadalah psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat, dilarang digunakan untuk terapi dan hanya untuk kepentingan pengembangan ilmu penegtahuan.

Golongan II adalah psikotropika dengan daya adiktif kuat, akan tetapi berguna untuk pengobtan dan penelitian, contohnya amfetamin, metilfenidat atau Ritalin.

Golongan III adalah psikotropika dengan daya adiksi sedang dan berguna untuk pengobatan dan penelitian (lumibal, pentobarbital, buprenorsina, dan sebagainya).


(7)

Golongan IV adalah psikotropika yang memiliki daya adiktif ringan serta berguna untuk pengobtan, seperti nitrazepam (BK, mogadon, dumolid), diazepam dan lain sebagainya.

3. Bahan Adiktif

Merupakan zat-zat yang tidak termasuk dalam narkotika dan psikotropika, tetapi memiliki daya adiktif atau dapat menimbulkan ketergantungan. Biasanya ketergantungan seseorang terhadap zat atau bahan adiktif ini merupakan pintu gerbang kemungkinan adiksi mereka terhadap narkotika dan psikotropika. Adapun zat suatu benda yang termasuk dalam kategori bahan adiktif adalah :

a. Rokok, pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di masyarakat. Pada upaya penanggulangan NAPZA di masyarakat, pemakaian rokok dan alkohol terutama pada remaja, harus menjadi bagian dari upaya pencegahan, karena rook dan alcohol sering menjadi pintu masuk penyalahgunaan NAPZA lain lebih berbahaya.

b. Kelompok alkohol, dapat menimbulkan hilangnya kesadaran dan ketagihan karena mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan susunan syaraf pusat dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari-hari dalam kebudayaan tertentu.

c. Thinner dan zat-zat lain yang jika dihirup dapat memabukkan, seperti lem kayu, penghapus cair, aseton, bensin dan lain sebagainya (Badan Narkotika Nasional, 2009: 12-26).


(8)

Penyalahgunaan narkoba bukannya semakin menurun malah sebaliknya, menunujukkan sesuatu yang fantastis, akan berdampak buruk bagi kelangsungan masa depan berbangsa dan bernegara. Penyalahgunaan narkoba merupakan masalah yang kompleks dan memiliki dimensi yang luas, baik dari sudut medis, psikiatrik, kesehatan jiwa, maupun psikososial. Sementara itu Gordon (2000) membedakan pengertian pengguna, penyalahguna, dan pecandu narkoba. Menurutnya, pengguna adalah seseorang yang menggunakan narkoba hanya sekedar untuk bersenang-senang, rileks atau relaksasi, dan hidup mereka tidak berputar di sekitar narkoba. Pengguna jenis ini disebut juga sebagai pengguna sosial rekreasional. Penyalahguna, adalah seseorang yang mempunyai masalah yang secara langsung berhubungan dengan narkoba. Masalah tersebut bisa muncul dalam ranah fisik, mental, emosional maupun spiritual. Sedangkan pacandu adalah seseorang yang sudah mengalami hasrat/obsesi secara mental dan emosional serta fisik. Bagi pecandu, tidak ada hal yang lebih penting selain memperoleh narkoba, sehingga jika tidak mendapatkannya ia akan mengalami gejala-gejala putus obat dan kesakitan (Afiatin, 2008: 12-13).

Terjadinya kecemasan ditengah masyarakat akibat penyalahgunaan narkoba berdampak terhadap meningkatnya angka kriminal, seperti perampokan, pemekorsaan, pembunuhan sadis, tawuran dan lain-lain membuat bangsa ini seolah-olah tak bertuan. Ironisnya wabah yang akan menjerumuskan manusia ini telah memasuki lingkungan lembaga pendidikan. Sasaran utama menjadi prioritas adalah siswa-siswi, mahasiswa/i yang berprestasi disekolah maupun kampus. Ketika kemudian siswa/mahasiswa telah terperangkap oleh bujukan manusia itu maka satu persatu temannya di kelas akan terbawa arus. Inilah asal mula mereka memasuki alam bencana yang membawa mereka ke malapetaka. Fenomena ini terjadi


(9)

dikarenakan dasar agama yang sangat lemah dan pengawasan orang tua yang tidak ada (Tanjung, 2006: 4-5).

2.2.1 Faktor Penyebab Penyalahgunaan Narkoba

Para ahli sepakat bahwa secara garis besar ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya penyalahgunaan narkoba pada remaja, yaitu :

1. Faktor kepribadian, beberapa hal yang termasuk di dalam faktor pribadi adalah genetik, biologis, personal, kesehatan dan gaya hidup yang memiliki pengaruh dalam menentukan seorang remaja terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba.

a. Kurangnya pengendalian diri. Orang yang coba-coba menyalahgunakan narkoba biasanya memiliki sedikit pengetahuan tentang narkoba, bahaya yang ditimbulkan, serta peraturan hukum yang ditimbulkan.

b. Konflik individu/emosi yang belum stabil. Orang yang mengalami konflik akan mengalami frustasi. Bagi individu yang tidak biasa dalam menghadapi penyelesaian masalah cenderung menggunakan narkoba, karena berpikir keliru bahwa cemas yang ditimbulkan olehkonflik individu tersebut dapat dikurangi dengan mengkonsumsi narkoba.

c. Terbiasa hidup senang atau mewah. Orang yang terbiasa hidup mewah kerap berupaya menghindari permasalahan yang lebih rumit. Biasanya mereka lebih menyukai penyelesaian masalah secara instan, praktis, atau membutuhkan waktu yang singkat sehingga akan memilih cara-cara yang sederhana dan mudah, yang dapat


(10)

memberikan kesenangan melalui penyalahgunaan narkoba yang dapat memberikan rasa euphoria secara berlebihan.

2. Faktor keluarga

a. Kurangnya kontrol keluarga. Orang tua terlalu sibuk sehingga jarang mempunyai waktu mengontrol anggota keluarga. Anak yang kurang perhatian dari orang tuanya cenderung mencari perhatian diluar, biasanya mereka juga mencari kesibukan bersama teman-temanya. b. Kurangnya penerapan disiplin dan tanggung jawab, Tidak semua

penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh remaja dimlai dari keluarga yang broken home, semua anak mempunyai potensi yang sama untuk terlibat dalam penyalahgunaan narkoba. Penerapan disiplin dan tanggung jawab kepada anak akan mengurangi resiko anak terjebak ke dalam penyalahgunaan narkoba. Anak yang mempunyai tanggung jawab terhadap dirinya, orang tua dan masyarakat akan mempertimbangkan beberapa hal sebelum mencoba-coba menggunakan narkoba.

3. Faktor lingkungan

a. Masyarakat yang individualis, Lingkungan yang individualistik dalam kehidupan kota besar cenderung kurang peduli dengan orang lain, sehingga setiap orang hanya memikirkan permasalahan dirinya tanpa peduli dengan orang sekitarnya. Akibatnya banyak individu dalam masyarakat kurang peduli dengan penyalahgunaan narkoba yang semakin meluas di kalangan remaja dan anak-anak.


(11)

b. Pengaruh teman sebaya. Pengaruh teman atau kelompok juga berperan penting terhadap penggunaan narkoba. Hal ini disebabkan antara lain karena menjadi syarat kemudahan untuk dapat diterima oleh anggota kelompok. Kelompok atau Genk mempunyai kebiasaan perilaku yang sama antar sesama anggota. Jadi tidak aneh bila kebiasaan berkumpul ini juga mengarahkan perilaku yang sama untuk mengkonsumsi narkoba.

4. Faktor pendidikan.Pendidikan akan bahaya penyalahgunaan narkoba di sekolah-sekolah juga merupakan salah satu bentuk kampanye anti penyalahgunaan narkoba. Kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh siswa-siswi akan bahaya narkoba juga dapat memberikan andil terhadap meluasnya penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar.

5. Faktor masyarakat dan komunitas social.Faktor yang termasuk dan mempengaruhi kondisi sosial seorang remaja atnara lain hilangnya nilai-nilai dalam sebuah keluarga dan sebuah hubungan, hilangnya perhatian dengan komunitas, dan susahnya berdaptasi dengan (Afiatin, 2008: 16-24).

2.2.2 Dampak Penyalahgunaan Narkkoba

Menurut Rachim (dalam Afiatin, 2008: 9) ancaman penyalahgunaan narkoba bersifat multi dimensional meliputi, kesehatan, ekonomi, sosial dan pendidikan, kemanan dan penegakan hukum. Di lihat dari dimensi kesehatan, penyalahgunaan narkoba dapat menghancurkan dan merusak kesehatan manusia, baik kesehatan jasmani maupun kesehatan rohani. Di lihat dari dimensi ekonomi memerlukan biaya besar. Di lihat dari dimensi sosial dan pendidikan dapat menyebabkan perubahan ke


(12)

arah perilaku asusila dan anti social. Sedangkan dari dimensi keamanan dan penegakan hukum dapat mendorong terjadinya tindakan-tindakan yang mengganggu masyarakat dan pelanggaran hukum lainnya.

Selanjutnya di lihat dari Ogden (dalam Afiatin, 2008: 10) dimensi kesehatan menyatakan bahwa dampak penyalahgunaan narkoba, antara lain meningkatkan kemungkinan terkena sirosis hati, kanker pankreas, gangguan memori otak, dan meningkatkan resiko terjadinya kecelakaan. Singkat kata, penyalahgunaan narkoba dapat menghilangkan potensi dan kapasitas untuk berpikir dan bekerja produktif, dapat mendorong tindak kriminalitas, dapat menyebabkan berbagai jenis penyakit serius bagi penyalahguna, dan bahkan dapat mengakibatkan kematian dini. Dalam catatan Hawari, 17,61% penyalahguna narkoba mati sia-sia dalam usia muda. Belum lagi yang terkena penyakit paru-paru, lever, hepatitis C, dan bahkan 33% di antaranya terjangkit HIV/AIDS yang hingga sekarang ditemukan obat maupun vaksin pencegahnya.

2.2.3 Tanda-Tanda Korban Narkotika

Untuk mengetahui anak yang telah terkontaminasi penyalahgunaan narkoba dapat dilihat tanda-tandanya sebagai berikut :

a. Kalau tadinya anak itu santun, ramah dan periang lalu berubah sikap menjadi pemarah dan berlaku kasar.

b. Berani berbohong dan membohongi.

c. Berani meminjam uang kepada siapa saja yang dikenal namun tidak akan pernah membayarnya

d. Dari rumah pergi ke kampus atau sekolah, ternyata ia masuk kafe bersama teman-teman putus sekolah.


(13)

e. Selalu menyendiri dan berlama-lama dalam kamar mandi. f. Tidak mau mendengarkan nasehat orang tua.

g. Merasa diri lebih dari orang lain. h. Percaya diri berlebihan.

i. Mudah melakukan tindak kriminal (Tanjung, 2006: 28-29).

2.2.4 Aspek-Aspek Pemulihan Penyalahgunaan Narkoba

Pemulihan penyalahgunaan narkoba umumnya mencakup tiga aspek, yaitu terapi, habilitasi, dan rehabilitasi yang mencakup proses berkesinambungan. Selain itu pendekatannya pun harus secara holistik dengan memperhatikan aspek organobiologik, psikoedukatif, dan sosiokultural dari yang bersangkutan/penyalahguna narkoba. Tahap utama proses perawatan dan pemulihan penderita ketergantungan narkoba:

a. Tahap Detoksifikasi

Terapi lepas narkoba (withdrawal syndrome), dan terapi fisik yang ditujukan untuk menurunkan dan menghilangkan racun dari tubuh. b. Tahap Habilitasi

Ditujukan untuk stabilitasi suasana mental dan emosional penderita, sehingga gangguan jiwa yang menyebabkan perbuatan penyalahgunaan narkoba dapat diatasi.

c. Tahap rehabilitasi atau pemulihan keberfungsian fisik, mental dan socsal penderita, seperti bersekolah, belajar, bekerja, serta bergaul secara normal.


(14)

Gangguan penyalahgunaan narkoba pada umumnya bukan merupakan suatu gangguan jiwa yang berdiri sendiri. Bahkan seringkali merupakan manifestasi dari gangguan jiwa lain seperti adanya gangguan penyesuaian dan gangguan skizofrenia. Walaupun jarang, namun gangguan penggunaan narkoba dapat pula diawali dengan adanya penyakit fisik seperti penyakit yang disertai dengan rasa nyeri yang hebat dan kronis.Sebaliknya, gangguan penggunaan narkoba dalam tingkatan yang berbeda-beda dapat menyebabkan berbagai komplikasi medis dan akibat psikologik, selain akibat dalam gangguan kehidupan social penyalahgunaan narkoba beserta keluarganya (Badan Narkotika Nasional, 2013: 48-49).

2.2.5 Tahap-Tahap Perubahan

Sebagai suatu penyakit kronis, adiksi tidak dapat disembuhkan. Pulih merupakan kata yang lebih tepat dalam menggambarkan upaya seseorang mengatasi penyakit ini.Pemulihan (recovery) seseorang pecandu berlangsung seumur hidup dimana dia dan lingkungannya harus berjalan beriringan dalam mempertahankan pemulihan mereka. Tujuan pemulihan diawali oleh stabilitas fisik penyalahguna. Selanjutnya diarahkan agar penyalahguna memandang dirinya serta lingkungannya melalui sudut pandang yang positif disertai dengan penerimaan diri, sehingga pecandu menyadari dirinya sebagai individu yang memiliki peran, hak serta kewajiban di dalam masyarakat. Dalam proses tersebut penyalahguna tidak akan dapat mempertahankan pemulihannya jika tidak didukung oleh pola interaksi yang sehat dengan lingkungannya.

Pada dasarnya program pemulihan ditargetkan kepada proses reintegrasi penyalahguna ke masyarakat umum dimana dirinya memiliki peran serta kualitas hidup yang memadai untuk hidup wajar sebagai bagian dari masyarakat. Memotovasi individu yang mengalami ketergantungan pada narkoba utnuk mau


(15)

menghentikan pola penggunaan zatnya bukanlah hal mudah. Prochaska dan DiClemente mengatakan bahwa ada tahap-tahap perubahan yang dialami oleh seorang penyalahguna yang mempengaruhi proses pemulihannya. Tahap-tahap perubahan tersebut yaitu:

a. Precontemplation, adalah tahap dimana penyalahguna umumnya belum mau mengakui bahwa perilaku penggunaan narkobanya merugikan dirinya sendiri, keluarga dan lingkungannya. Pada tahap ini seseorang penyalahguna akan menampilkan mekanisme pertahanan diri agar mereka dapat tetap mempertahankan pola ketergantungan narkobany.Jenis mekanisme pertahanan diri yang paling sering muncul adalah penyangkalan (denial) dimana penyalahguna selalu ‘mengelak’ atas kenyataan-kenyataan negatif yang ditimbulkan akibat penggunaan narkobanya. Jenis mekanisme pertahanan diri yang lain adalah mencari pembenaran (rasionalisasi), dimana penyalahguna akan selalu berdalih untuk melindungi perilaku ketergantungannya.

b. Contemplation,adalah tahap dimana penyalahguna mulai menyadari bahwa perilaku penggunaan narkobanya merugikan diri sendiri, keluarga dan lingkungannya, tetapi sering merasa ragu-ragu (ambivalen) untuk menjalani prose pemulihan. Prose wawancara motivasional sangat menetukan apakah penyalahguna kembali pada tahap precontempaltion di aats atau justru semakin terotivasi untuk pulih.

c. Preparation, adalah tahap dimana individu mempersiapkan diri untuk berhenti dari pola penggunaan narkobanya. Umumnya yang bersangkutan mulai mengubah pola fikirnya yang dianggap dapat membantu usahanya untuk dapat membebaskan diri dari narkoba.


(16)

d. Action,adalah tahap dimana seorang penyalahguna dengan kesadaran sendiri mencari pertolongan untuk membantu pemulihannya.

e. Maintenance, adalah tahap dimana seorang penyalahguna berusaha untuk mempertahnkan keadaan bebas narkobanya (abstinensia).

f. Relapse, adalah tahap dimana seseorang penyalahguna kembali pada pola perilaku penggunaan narkobanya yang lama sesudah ia mengalami keadaan bebas narkoba (Badan Narkotika Nasional, 2013: 43-46).

2.3Rehabilitasi

2.3.1 Definisi Rehabilitasi

Rehabilitasi adalah upaya pemulihan kesehatan jiwa dan raga yang ditujukan kepada pemakai narkoba yang sudah menjalani program kuratif. Tujuannya agar ia tidak memakai lagi dan bebas dari penyakit ikutan yang disebabkan oleh bekas pemakaian narkoba. Seperti yang tertulis pada pasal 54 UU Narkotika No.35 tahun 2009 yang berisikan bahwa pecandu narkoba dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Rehabilitasi terhadap pecandu narkotika adalah suatu proses pengobatanuntuk membebaskan pecandu dari ketergantungan, dan masa menjalani rehabilitasi

tersebut diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman.Rehabilitasi terhadappecandu narkotika juga merupakan suatu bentuk perlindungan sosial yangmengintegrasikan pecandu narkotika ke dalam tertib sosial agar dia tidak lagimelakukan penyalahgunaan narkotika.Berdasarkan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika, yangmerupakan pengganti dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentangNarkotika terdapat setidaknya dua jenis rehabilitasi, yaitu rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial :


(17)

Pasal 1 ayat 16 Undang Undang Nomor 35 tahun 2009 menyatakan bahwa: Rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpaduuntuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika.Pasal 1 ayat 17 Undang Undang Nomor 35 tahun 2009 menyatakan bahwa: Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu,baik fisik, mental, maupun sosial, agar bekas pecandu narkotika dapatkembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.

Itulah sebabnya mengapa pengobatan narkoba tanpa upaya pemulihan (rehabilitasi) tidak bermanfaat. Setelah sembuh, masih banyak masalah lain yang akan timbul. Semua dampak negatif tersebut sangat sulit diatasi. Karenanya, banyak pemakai narkotika ketika sudah sadar malah mengalami putus asa, kemudian bunuh diri. Cara bunuh diri pemakai narkoba yang terbanyak adalah dengan menyuntik dirinya sendiri dengan narkoba dosis berlebihan sehingga mengalami overdosis (Partodiharjo, 2000: 105-106).

2.3.2 Tujuan Rehabilitasi

Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 dijelaskan bahwa rehabilitasi diarahkan untuk mengfungsikan kembali dan mengembangkan kemampuan fisik, mental dan sosial penyandang cacat agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar sesuai dengan bakat, kemampuan, pendidikan dan pengalaman. Tujuan utama rehabilitasi adalah membantu mencapai kemandirian optimal secara fisik, mental, sosial, vokasional dan ekonomi sesuai dengan kemampuannya. Jadi tujuan rehabilitasi adalah terwujudnya anak atau peserta didik berkelainan yang berguna.


(18)

Aspek berguna dapat mencakup self realization, human relationship, economic efficiency, dan civic responsibility. Artinya kegiatan-kegiatan rehabilitasi

peserta didik cacat diharapkan :

a. Dapat menyadari kelainan dan dapat menguasai diri sedemikian rupa, sehingga tidak menggantungkan diri kepada orang lain (self realization). b. Dapat bergaul dan bekerja sama dengan orang lain dalam kelompok, tahu

akan perannya, dan dapat menyesuaikan diri dengan perannya di lingkungannya (human relationship).

c. Mempunyai kemampuan dan keterampilan ekonomis produktif tertentu yang dapat menjamin kehidupannya kelak dibidang ekonomi (economic efficiency).

d. Memiliki tanggungjawab dan mampu berpartisipasi terhadap lingkungan masyarakat (civic responsibility).

2.3.3 Sasaran Rehabilitasi

Sasaran rehabilitasi adalah individu sebagai salah satu totalitas yang terdiri dari aspek jasmani, kejiwaan dan sebagai anggota masyarakat. Sasaran rehabilitasi cukup luas, karena tidak hanya berfokus pada penderita cacat saja, tetapi juga pada petugas-petugas panti rehabilitasi, orang tua dan keluarga, masyarakat, lembaga-lembaga pemerintah dan swasta serta organisasi sosial yang terkait.

2.3.4 Fungsi Rehabilitasi

Pada umumnya, rehabilitasi yang diberikan pada peserta didik berkelainan berfungsi utnuk pencegahan, penyembuhan atau pemulihan dan pemeliharaan (Surya, 2011).


(19)

a. Fungsi pencegahan, melalui pogram dan pelaksanaan kegiatan rehabilitasi peserta didik dapat menghindari hal-hal yang dapat menambah kecacatan yang lebih berat/lebih parah. Misalnya melalui terapi, penyebaran kecacatan dapat dicegah dan dibatasi.

b. Fungsi penyembuhan/pemulihan, melalui kegiatan rehabilitasi peserta didik dapat sembuh dari sakit, organ tubuh yang semula tidak kuat menjadi kuat, yang tadinya tidak berfungsi menjadi berfungsi, dan sebagainya. Dengan demikian fungsi penyembuhan dapat berarti pemulihan atau pengembalian atau penyegaran kembali.

c. Fungsi pemeliharaan/penjagaan, bagi peserta didik yang pernah memperoleh layanan rehabilitasi tertentu diharapkan kondisi medis, sosial, dan keterampilan organ gerak/ keterampilan vokasional tertentu yang sudah dimiliki dapat tetap terpelihara/tetap terjadi melalui kegiatan-kegiatan rehabilitasi yang dilakukan.

Ditinjau dari bidang pelayanan, rehabilitasi memiliki fungsi medis, sosial dan keterampilan :

a. Fungsi medis, kegiatan yang dilakukan oleh petugas rehabilitasi medic memiliki fungsi untuk mencegah penyakit, menyembuhkan dan meningkatkan serta memeihara status kesehatan individu/ peserta didik. b. Fungsi sosial, peserta didik yang cacat pada umumnya memiliki masalah

social, baik yang bersifat primer (mislanya : rendah diri, isolasi diri, dan sebagainya). Melalui upaya rehabilitasi dapat berfungsi memupuk kemampuan anak dalam bersosialisasi dengan lingkungannya.

c. Fungsi keterampilan, melalui kegiatan rehabilitasi peserta didik akan memiliki dasar-dasar keterampilan kerja yang akan menjadi fondasi


(20)

dalam memilih dan menekuni keterampilan profesional tertentu di masa depan.

2.3.5 Kode Etik Layanan Rehabilitasi

Tujuan adanya kode etik adalah mengatur tingkah laku para pendukung profesi dalam rehabilitasi. Kode etik dalam rehabilitasi menyangkut masalah-masalah kewajiban tenaga rehabilitasi terhadap:

a. Individu dan keluarga yang direhabilitasi

b. Masyarakat atau pihak yang berkepentingan dalam proses rehabilitasi c. Teman sejawat antar profesi

d. Tanggungjawab professional, dan e. Keterbukaan pribadi

Ada beberapa syarat sebagai pegangan untuk dijadikan kode etik dalam pelayanan rehabilitasi:

a. Memegang teguh rahasia residen dan rahasia-rahasia lain yang berhubungan dengan residen.

b. Menghormati residen punya harga diri dan merupakan pribadi yang berbeda dengan pribadi lain

c. Mengikutsertakan residen dengan masalahnya d. Menerima residen sebagaimana keadaannya

e. Menempatkan kepentingan residen diatas kepentingan pribadi

f. Tidak membedakan pelayanan residen atas dasar syarat dan status tertentu

Dengan demikian pelayanan yang diberikan dalam rehabilitasi bukan berdasarkan atas belas kasihan kepada penyandang cacat dengan segala ketidakmampuannya, tetapi baru berorientasi kepada kemampuan yang masih ada.


(21)

2.3.6 Rehabilitasi Narkoba

Pengertian rehabilitasi narkoba adalah sebuah tindakan represif yang dilakukan bagi pecandu narkoba. Tindakan rehabilitasi ditujukan kepada korban dari penyalahgunaan narkoba untuk memulihkan atau mengembangkan kemampuan fisik, mental, dan sosial penderita yang bersangkutan. Selain untuk memulihkan, rehabilitasi juga sebagai pengobatan atau perawatan bagi para pecandu narkotika, agar para pecandu dapat sembuh dari kecanduannya terhadap narkotika. Bagi pecandu narkoba yang memperoleh keputusan dari hakim untuk menjalani hukuman penjara atau kurungan akan mendapatkan pembinaan maupun pengobatan dalam Lembaga Pemasyarakatan. Dengan semakin meningkatnya bahaya narkotika yang meluas ke seluruh pelosok dunia, maka timbul bermacam-macam cara pembinaan untuk penyembuhan terhadap korban penyalahgunaan narkotika. Dalam ketentuan umum Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, rehabilitasi dibedakan dua macam, yaitu :

a. Rehabilitasi Medis

Rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika. Rehabilitasi medis pecandu narkotika dapat dilakukan di Rumah Sakit yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan, yaitu rumah sakit yang diselenggarakan baik oleh pemerintah, maupun oleh masyarakat. Selain pengobatan atau perawatan melalui rehabilitasi medis, proses penyembuhan pecandu narkotika dapat diselenggarakan oleh masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan tradisional.


(22)

Rehabilitasi social adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu baik secar fisik, mental maupun sosial agar bekas pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat. Yang dimaksud dengan bekas pecandu narkoba disini adalah orang yang telah sembuh dari ketergantungan terhadap narkotika secara fisik dan psikis. Rehabilitasi sosial bekas pecandu narkotika dapat dilakukan di lembaga rehabiliatsi sosial yang ditujukan oleh Menteri Sosial, yaitu lembaga rehabilitasi sosial yang diselenggarkan baik oleh pemerintah, maupun oleh masyarkat. Tindakan rehabilitasi ini merupakan penanggulangan yang bersifat represif yaitu penanggulangan yang dilakukan setelah terjadinya tindak pidana, dalam hal ini narkotika yang berupa pembinaan atau pengobatan terhadap para pengguna narkotika. Dengan upaya-upaya pembinaan dan pengobatan tersebut diharapkan nantinya korban penyalahgunaan narkotika dapat kembali normal dan berperilaku baik dalam kehidupan masyarakat.

2.4Dukungan Keluarga 2.4.1 Defenisi Keluarga

Keluarga merupakan bagian dari manusia yang setiap hari selalu berhubungan dengan kita. Keadaan ini perlu kita sadari sepenuhnya bahwa setiap individu merupakan bagiannya dan di keluarga juga semua dapat diekspresikan tanpa hambatan yang berarti. Tahun 1960, keluarga di Indonesia sekitar 30 juta, tahun 1990-an menjadi 35-40 juta, dan pada awal abad ke-21 diperkirakan berlipat jumlahnya menjadi 60-65 juta. Pengertian keluarga akan berbeda, hal ini bergantung pada orientasi yang digunakan dan orang yang mendefinisikannya. Friedman (1998) mendefinisikan bahwa keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup


(23)

bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga.

Menurut UU No.10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami-istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Ketiga pengertian tersebut mempunyai persamaan bahwa dalam keluarga terdapat ikatan perkawinan dan hubungan darah yang tinggal bersama dalam satu atap (serumah) dengan peran masing-masing serta keterikatan emosional. Indonesia merupakan salah satu negara yang menjunjung tinggi adat ketimuran yang menekankan bahwa keluarga harus dibentuk atas dasar perkawinan, seperti yang tertulis dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 21 tahun 1994 bahwa keluarga dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah.

Pakar konseling keluarga dari Yogyakarta, Sayekti (dalam Suprajitno, 2004: 1) menulis bahwa keluarga adalah suatu ikatan atau persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga. Freidman (1998) mendefinisikan keluarga sebagai dua atau lebih individu yang bekerja sama dengan ikatan saling berbagi dan kedekatan emosi dan keluarga adalah unit yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak mereka dan memperlihatkan pembagian kerja menurut jenis kelamin Menurut UU No.10 Tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera, keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-istri atau suami-istri dan anak-anaknya, atau ayah dan anak-anaknya, atau ibu dan anaknya.


(24)

Keluarga merupakan lingkungan sosial yang sangat dekat hubungannya dengan seseorang. Keluarga lebih dekat hubungannya dengan anak dibandingkan dengan masyarakat luas. Keluarga juga didefinisikan sebagai suatu ikatan atau persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga (Suprajitno, 2004: 2-4).

2.4.2 Struktur Keluarga

Struktur keluarga dapat menggambarkan bagaimana keluarga melaksanakan fungsi keluarga di masyarakat sekitarnya. Parad dan Caplan (1965) yang diadopsi oleh Friedman mengatakan ada empat elemen struktur keluarga, yaitu:

1. Struktur peran keluarga

Menggambarkan peran masing-masing anggota keluarga dalam keluarga sendiri dan perannya di lingkungan masyarakat atau peran formal dan informal.

2. Nilai atau norma keluarga

Menggambarkan nilai dan norma yang dipelajari dan di yakini oleh keluarga, khususnya yang berhubungan dengan kesehatan.

3. Pola komunikasi keluarga

Menggambarkan bagaimana cara dan pola komunikasi ayah-ibu (orang tua), orang tua dengan anak, anak dengan anak, dan anggota keluarga lain (pada keluarga besar) dengan keluarga inti.


(25)

Menggambarkan kemampuan anggota keluarga untuk mempengaruhi dan mengendalikan orang lain untuk mengubah perilaku keluarga yang mendukung kesehatan (Suprajitno, 2004: 6-7).

2.4.3 Dimensi Dukungan Keluarga

Cara untuk meningkatkan efektivitas keberadaan atau sumber potensial terdapatnya dukungan dari keluarga yang menjadi prioritas penelitian. Komponen-komponen dukungan keluarga menurut Friedman (1998) terdiri dari :

1. Dukungan penilaian

Dukungan penilaian meliputi pertolongan pada individu untuk memahami kejadian depresi dengan baik dan juga sumber depresi dan strategi koping yang dapat digunakan dalam menghadapi stres. Dukungan ini juga merupakan dukungan yang terjadi bila ada ekspresi penilaian yang positif terhadap individu. Individu mempunyai seseorang yang dapat diajak bicara tentang masalah mereka, terjadi melalui ekspresi pengharapan positif individu kepada individu lain, penyemangat, persetujuan terhadap ide-ide atauperasaan seseorang dan perbandingan positif seseorang dengan orang lain, misalnya orang yang kurang mampu. Dukungan keluarga dapat membantu meningkatkan strategi koping individu dengan strategi-strategi alternatif berdasarkan pengalaman yang berfokus pada aspek-aspek yang positif.

2. Dukungan instrumen

Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti pelayanan, bantuan finansial dan material berupa bantuan nyata (instrumental support material support), suatu kondisi dimana benda atau jasa akan


(26)

membantu memecahkan masalah praktis, termasuk di dalamnya bantuan langsung, seperti saat seseorang memberi atau meminjamkan uang, membantu pekerjaan sehari-hari, menyampaikan pesan, menyediakan transportasi, menjaga dan merawat saat sakit ataupun mengalami depresi yang dapat membantu memecahkan masalah. Dukungan nyata paling efektif bila dihargai oleh individu dan mengurangi depresi individu. Pada dukungan nyata keluarga sebagai sumber untuk mencapai tujuan praktis dan tujuan nyata.

3. Dukungan informasi

Jenis dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung jawab bersama, termasuk di dalamnya memberikan solusi dari masalah, memberikan nasehat, pengarahan, saran, atau umpan balik tentang apa yang dilakukan oleh seseorang. Keluarga dapat menyediakan informasi dengan menyarankan tentang dokter, terapi yang baik bagi dirinya, dan tindakan spesifik bagi individu untuk melawan stres. Individu yang mengalami depresi dapat keluar dari masalahnya dan memecahkan masalahnya dengan dukungan dari keluarga dengan menyediakan feed back. Padadukungan informasi ini keluarga sebagai penghimpun informasi dan pemberi informasi.

4. Dukungan emosional

Selama depresi berlangsung, individu sering menderita secara emosional, sedih, cemas, dan kehilangan harga diri. Jika depresi mengurangi perasaan seseorang akan hal dimiliki dan dicintai. Dukungan emosional memberikan individu perasaan nyaman, merasa dicintai saat mengalami depresi, bantuan dalam bentuk semangat, empati, rasa percaya, perhatian sehingga individu yang menerimanya merasa berharga. Pada dukungan


(27)

emosional ini keluarga menyediakan tempat istirahat dan memberikan semangat.

2.4.4 Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga merupakan hasil atau konsekuensi dari struktur keluarga atau sesuatu tentang apa yang dilakukan oleh keluarga. Terdapat beberapa fungsi keluarga menurut Friedman (1998) yaitu:

1. Fungsi afektif

Fungsi afektif merupakan fungsi keluarga dalam memenuhi kebutuhan pemeliharaan kepribadian dari anggota keluarga. Merupakan respon dari keluarga terhadap kondisi dan situasi yang dialami tiap anggota keluarga baik senang maupun sedih, dengan melihat bagaimana cara keluarga mengekspresikan kasih sayang.

2. Fungsi sosialisasi

Fungsi sosialisasi tercermin dalam melakukan pembinaan sosialisasi pada anak, membentuk nilai dan norma yang diyakini anak, memberikan batasan perilaku yang boleh dan tidak boleh pada anak, meneruskan nilai-nilai budaya keluarga. Bagaimana keluarga produktif terhadap sosial dan bagaimana keluarga memperkenalkan anak dengan dunia luar dengan belajar berdisiplin, mengenal budaya dan norma melalui hubungan interaksi dalam keluarga sehingga mampu berperan dalam masyarakat.

3. Fungsi perawatan kesehatan

Fungsi perawatan kesehatan keluarga meruapakan fungsi keluarga dalam melindungi keamanan dan kesehatan seluruh anggota keluarga serta menjamin pemenuhan kebutuhan pengembangan fisik, mental dan spiritual,


(28)

dengan cara memelihara dan merawat anggota keluarga serta mengenali kondisi sakit tiap anggota keluarga.

4. Fungsi ekonomi

Fungsi ekonomi, untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti sandang, pangan, papan dan kebutuhan lainnya melalui keefektifan sumber dana keluarga. Mencari sumber penghasilan guna memenuhi kebutuhan keluarga, pengaturan penghasilan keluarga, menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

5. Fungsi biologis

Fungsi biologis, bukan hanya di tujukan untuk meneruskan keturunan tetapi untuk memelihara dan membesarkan anak untuk kelanjutan generasi selanjutnya.

6. Fungsi psikologis

Fungsi psikologis, terlihat bagaimana keluarga memberikan kasih sayang dan rasa aman, memberikan perhatian diantara anggota keluarga, membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga dan memberikan identitas keluarga.

7. Fungsi pendidikan

Fungsi pendidikan diberikan keluarga dalam rangka memberikan pengetahuan, ketrampilan, membentuk perilaku anak, mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa, mendidik anak sesuai dengan tingkatan perkembangannya (Achjar, 2010: 5-6).


(29)

Menurut Gottlieb (dalam Smet: 1983), Dukungan keluarga didefinisikan sebagai informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungannya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional dan berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya. Pecandu narkkoba dapat dipulihkan melalui rehabilitasi yang panjang dan dukungan keluarga.

Keluarga harus mampu membuat gerakan anti penyalahgunaan narkoba, dengan demikian diharapkan dapat menurunkan tingkat resiko mereka terhadap penyalahgunaan narkoba. Upaya paling efektif untuk mencegah penyalahgunaan narkoba adalah melalui komunikasi dan dukungan keluarga, berkat dukungan dari keluarga para penyalahguna akan memiliki tekat besar untuk untuk sembuh dari kambuh (replase). Dukungan keluarga tidak bisa berhenti setelah pecandu berhasil melewati proses rehabilitasi.

2.5 Konsep Penelitian

Seperti yang kita ketahui narkoba adalah masalah yang sedang gencar-gencarnya dibicarakan, baik itu pencegah dan pemulihan. Khususnya dibidang pemulihan, banyak lembaga yang membuat program-program pemulihan pecandu narkoba. Dilihat dari sudut pandang kesejahteraan sosial pecandu narkoba bukanlah tersangka, melainkan korban yang didasari oleh berbagai faktor. Dalam memerangi pengaruh buruk narkoba dilakukanlah beberapa usaha, salah satunya adalah upaya penyembuhan bagi penyalahgunaan narkoba seperti yang dilakukan oleh pusat rehabilitasi sosial Panti Parmadi Putra Insyaf.


(30)

Pusat rehabilitasi ini memiliki beberapa program dalam penyembuhan pecandu narkoba yang ada didalamnya, program-program tersebut antara lain bimbingan medis, bimbingan rohani (spiritual), bimbingan fisik dan psikis, serta bimbingan social.

Bimbingan medis yaitu dengan melibatkan dokter khusus yang rutin memeriksa keadaan tubuh pasien, penyakit bawaan yang dimiliki pasien sehingga dapat diberikan perawatan lanjut. Bimbingan rohani dan spiritual yaitu dengan mengajarkan pengetahuan agama kepada pasien sesuai dengan agamanya masing-masing, pengobatan spiritual ini dilakukan agar pasien mendekatkan dirinya kepada allah, bimbingan fisik dilakukan untuk menyehatkan kembali kondisi tubuh mereka dengan berolahraga dan lintas alam ditujukan agara pasien dapat membuka pikiran mereka tentang lingkungan sekitar dan bahwa mereka juga merupakan bagian dari masyarakat, sedangkan bimbingan psikis yaitu dengan mendatangkan psikolog yang tidak hanya melakukan konseling dengan pasien saja melainkan dengan keluarganya juga, bimbingan sosial yaitu memulihkan dan mengembangkan tingkah laku yang positif, kemauan dan kemampuan klien dalam penyesuaian diri dengan lingkungan sosialnya, sedangkan bimbingan keterampilan yaitu serangkaiann kegiatan yang terencana memberikan bekal keterampilan kerja bagi klien untuk menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan keterampilannya.

Upaya penyembuhan itu sendiri akan berhasil jika didukung oleh setiap pihak yang ada di dalamnya, termasuk yang terpenting adalah dukungan dari keluarga penyalahgunaan narkoba. Pusat rehabilitasi Parmadi Putra Insyaf Desa Lau Bakeri mengadakan diskusi dan tukar pikiran (sharing) dengan keluarga korban penyalahgnaan narkoba yang diadakan setiap minggu. Kegiatan ini dilakukan supaya keluarga memahami bagaimana cara menyikapi anggota keluarga yang memakai


(31)

narkoba. Selain itu keluarga sebagai wadah utama dan pertama yang menampung mantan penyalahgunaan narkoba nantinya mengerti peran dan cara membimbing agar mereka tidak kambuh kembali. Serta menjaga komunikasi yang baik antar anggota keluarga terutama bagi mantan pecandu narkoba, sehingga dapat terjalin hubungan emosional yang baik pula.

Upaya-upaya yang telah dilaksanakan diharapkan dapat meninggkatkan hasil yang maksimal tentunya, yaitu mantan pecandu narkoba dapat terbebas dari dorongan kecanduan narkoba, bisa bertangug jawab terhadap diri dan keluarganya, dan akhirnya mantan pecandu narkoba dapat kembali bersosialisasi di tengah-tengah masyarakat.

Gambar 2.1 Bagan Alur Pikir

Dukungan Keluarga : 1. Dukungan Penilaian

2. Dukungan Instrumen 3. Dukungan Informasi 4. Dukungan Emosional


(32)

Program Pusat Rehabilitasi Sosial Panti Pamardi Putra Insyaf :

1. Bimbingan Medis

2. Bimbingan Rohani (spiritual) 3. Bimbingan Fisik dan Psikis

4. Bimbingan Sosial

5. Bimbingan Keterampilan

Tercapainya Tujuan Rehabilitasi : 1. Terbebas dari dorongan kecanduan narkoba 2. Menambahkan tanggung jawab mantan pecandu

narkoba terhadap diri dan keluarga

3. Dapat bersosialisasi kembali di tengah-tengah masyarakat


(1)

emosional ini keluarga menyediakan tempat istirahat dan memberikan semangat.

2.4.4 Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga merupakan hasil atau konsekuensi dari struktur keluarga atau sesuatu tentang apa yang dilakukan oleh keluarga. Terdapat beberapa fungsi keluarga menurut Friedman (1998) yaitu:

1. Fungsi afektif

Fungsi afektif merupakan fungsi keluarga dalam memenuhi kebutuhan pemeliharaan kepribadian dari anggota keluarga. Merupakan respon dari keluarga terhadap kondisi dan situasi yang dialami tiap anggota keluarga baik senang maupun sedih, dengan melihat bagaimana cara keluarga mengekspresikan kasih sayang.

2. Fungsi sosialisasi

Fungsi sosialisasi tercermin dalam melakukan pembinaan sosialisasi pada anak, membentuk nilai dan norma yang diyakini anak, memberikan batasan perilaku yang boleh dan tidak boleh pada anak, meneruskan nilai-nilai budaya keluarga. Bagaimana keluarga produktif terhadap sosial dan bagaimana keluarga memperkenalkan anak dengan dunia luar dengan belajar berdisiplin, mengenal budaya dan norma melalui hubungan interaksi dalam keluarga sehingga mampu berperan dalam masyarakat.

3. Fungsi perawatan kesehatan

Fungsi perawatan kesehatan keluarga meruapakan fungsi keluarga dalam melindungi keamanan dan kesehatan seluruh anggota keluarga serta menjamin pemenuhan kebutuhan pengembangan fisik, mental dan spiritual,


(2)

dengan cara memelihara dan merawat anggota keluarga serta mengenali kondisi sakit tiap anggota keluarga.

4. Fungsi ekonomi

Fungsi ekonomi, untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti sandang, pangan, papan dan kebutuhan lainnya melalui keefektifan sumber dana keluarga. Mencari sumber penghasilan guna memenuhi kebutuhan keluarga, pengaturan penghasilan keluarga, menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

5. Fungsi biologis

Fungsi biologis, bukan hanya di tujukan untuk meneruskan keturunan tetapi untuk memelihara dan membesarkan anak untuk kelanjutan generasi selanjutnya.

6. Fungsi psikologis

Fungsi psikologis, terlihat bagaimana keluarga memberikan kasih sayang dan rasa aman, memberikan perhatian diantara anggota keluarga, membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga dan memberikan identitas keluarga.

7. Fungsi pendidikan

Fungsi pendidikan diberikan keluarga dalam rangka memberikan pengetahuan, ketrampilan, membentuk perilaku anak, mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa, mendidik anak sesuai dengan tingkatan perkembangannya (Achjar, 2010: 5-6).


(3)

Menurut Gottlieb (dalam Smet: 1983), Dukungan keluarga didefinisikan sebagai informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungannya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional dan berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya. Pecandu narkkoba dapat dipulihkan melalui rehabilitasi yang panjang dan dukungan keluarga.

Keluarga harus mampu membuat gerakan anti penyalahgunaan narkoba, dengan demikian diharapkan dapat menurunkan tingkat resiko mereka terhadap penyalahgunaan narkoba. Upaya paling efektif untuk mencegah penyalahgunaan narkoba adalah melalui komunikasi dan dukungan keluarga, berkat dukungan dari keluarga para penyalahguna akan memiliki tekat besar untuk untuk sembuh dari kambuh (replase). Dukungan keluarga tidak bisa berhenti setelah pecandu berhasil melewati proses rehabilitasi.

2.5 Konsep Penelitian

Seperti yang kita ketahui narkoba adalah masalah yang sedang gencar-gencarnya dibicarakan, baik itu pencegah dan pemulihan. Khususnya dibidang pemulihan, banyak lembaga yang membuat program-program pemulihan pecandu narkoba. Dilihat dari sudut pandang kesejahteraan sosial pecandu narkoba bukanlah tersangka, melainkan korban yang didasari oleh berbagai faktor. Dalam memerangi pengaruh buruk narkoba dilakukanlah beberapa usaha, salah satunya adalah upaya penyembuhan bagi penyalahgunaan narkoba seperti yang dilakukan oleh pusat rehabilitasi sosial Panti Parmadi Putra Insyaf.


(4)

Pusat rehabilitasi ini memiliki beberapa program dalam penyembuhan pecandu narkoba yang ada didalamnya, program-program tersebut antara lain bimbingan medis, bimbingan rohani (spiritual), bimbingan fisik dan psikis, serta bimbingan social.

Bimbingan medis yaitu dengan melibatkan dokter khusus yang rutin memeriksa keadaan tubuh pasien, penyakit bawaan yang dimiliki pasien sehingga dapat diberikan perawatan lanjut. Bimbingan rohani dan spiritual yaitu dengan mengajarkan pengetahuan agama kepada pasien sesuai dengan agamanya masing-masing, pengobatan spiritual ini dilakukan agar pasien mendekatkan dirinya kepada allah, bimbingan fisik dilakukan untuk menyehatkan kembali kondisi tubuh mereka dengan berolahraga dan lintas alam ditujukan agara pasien dapat membuka pikiran mereka tentang lingkungan sekitar dan bahwa mereka juga merupakan bagian dari masyarakat, sedangkan bimbingan psikis yaitu dengan mendatangkan psikolog yang tidak hanya melakukan konseling dengan pasien saja melainkan dengan keluarganya juga, bimbingan sosial yaitu memulihkan dan mengembangkan tingkah laku yang positif, kemauan dan kemampuan klien dalam penyesuaian diri dengan lingkungan sosialnya, sedangkan bimbingan keterampilan yaitu serangkaiann kegiatan yang terencana memberikan bekal keterampilan kerja bagi klien untuk menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan keterampilannya.

Upaya penyembuhan itu sendiri akan berhasil jika didukung oleh setiap pihak yang ada di dalamnya, termasuk yang terpenting adalah dukungan dari keluarga penyalahgunaan narkoba. Pusat rehabilitasi Parmadi Putra Insyaf Desa Lau Bakeri mengadakan diskusi dan tukar pikiran (sharing) dengan keluarga korban penyalahgnaan narkoba yang diadakan setiap minggu. Kegiatan ini dilakukan supaya keluarga memahami bagaimana cara menyikapi anggota keluarga yang memakai


(5)

narkoba. Selain itu keluarga sebagai wadah utama dan pertama yang menampung mantan penyalahgunaan narkoba nantinya mengerti peran dan cara membimbing agar mereka tidak kambuh kembali. Serta menjaga komunikasi yang baik antar anggota keluarga terutama bagi mantan pecandu narkoba, sehingga dapat terjalin hubungan emosional yang baik pula.

Upaya-upaya yang telah dilaksanakan diharapkan dapat meninggkatkan hasil yang maksimal tentunya, yaitu mantan pecandu narkoba dapat terbebas dari dorongan kecanduan narkoba, bisa bertangug jawab terhadap diri dan keluarganya, dan akhirnya mantan pecandu narkoba dapat kembali bersosialisasi di tengah-tengah masyarakat.

Gambar 2.1 Bagan Alur Pikir

Dukungan Keluarga : 1. Dukungan Penilaian

2. Dukungan Instrumen

3. Dukungan Informasi


(6)

Program Pusat Rehabilitasi Sosial Panti Pamardi Putra Insyaf :

1. Bimbingan Medis

2. Bimbingan Rohani (spiritual) 3. Bimbingan Fisik dan Psikis

4. Bimbingan Sosial

5. Bimbingan Keterampilan

Tercapainya Tujuan Rehabilitasi : 1. Terbebas dari dorongan kecanduan narkoba

2. Menambahkan tanggung jawab mantan pecandu

narkoba terhadap diri dan keluarga

3. Dapat bersosialisasi kembali di tengah-tengah masyarakat


Dokumen yang terkait

Gambaran Dukungan Keluarga pada Klien Pengguna Napza di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara

15 116 82

Implementasi Teknologi Pelayanan Sosial bagi Korban Penyalahgunaan Narkoba Di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Medan

0 43 248

Dukungan Keluarga Dalam Proses Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan Narkoba di Panti Pamardi Putra Insyaf Desa Lau Bakeri Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang.

18 140 138

Dukungan Keluarga Dalam Proses Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan Narkoba di Panti Pamardi Putra Insyaf Desa Lau Bakeri Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang.

1 46 138

PEMBERDAYAAN PEMUDA MELALUI PROSES REHABILITASI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI LEMBAGA PANTI SOSIAL PAMARDI PUTRA (PSPP) YOGYAKARTA.

0 2 154

Dukungan Keluarga Dalam Proses Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan Narkoba di Panti Pamardi Putra Insyaf Desa Lau Bakeri Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang.

0 0 2

Dukungan Keluarga Dalam Proses Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan Narkoba di Panti Pamardi Putra Insyaf Desa Lau Bakeri Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang.

0 0 12

Dukungan Keluarga Dalam Proses Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan Narkoba di Panti Pamardi Putra Insyaf Desa Lau Bakeri Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang.

0 0 2

Dukungan Keluarga Dalam Proses Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan Narkoba di Panti Pamardi Putra Insyaf Desa Lau Bakeri Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang.

0 0 4

Gambaran Dukungan Keluarga pada Klien Pengguna Napza di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara

0 0 21