Penerapan Prinsip-Prinsip Pekerjaan Sosial Dalam Penanganan Hak Asuh Anak Oleh Pusat Pelayanan Terpaduperempuan Dan Anak Provinsi Sumatera Utara

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pekerjaan Sosial
Pekerjaan Sosial adalah suatu pelayanan yang didalamnya terdapat pekerja
yang profesional yang mempunyai ilmu pengetahuan khusus dalam bidang sosial
yang dapat membantu individu atau pun kelompok untuk dapat kembali kedalam
keberfungsiannya kembali didalam masyarakat.Namun, pada dasarnya, tidak ada
definisi pekerjaan sosial (social work) yang baku karna pekerjaan sosial ini sangat
berkaitan erat dengan waktu, tempat, situasi, sudut pandang, atau perkembangan
masyarakat yang selalu berubah.
Dengan kata lain tidak ada definisi pekerjaan sosial yang dapat diterima
oleh berbagai masyarakat atau negara secara mutlak karena pengertian pekerja
sosial ini sangat ditentukan oleh keadaan, kebudayaan, mau pun perkembangan
kehidupan sosial disuatu negara (Hermawanti, 2001).
MenurutWalterA.Frieddlabder (dalam Hermawati, 2001) mendefinisikan
pekerjaan sosial sebagai suatu pelayanan profesional yang didasarkan pada
pengetahuan ilmiah dan keterampilan dalam hubungan kemanusiaan yang
membantu individu-individu, baik secara perorangan maupun dalam kelompok
untuk pencapaian kepuasan dan kebebasan sosial dan pribadi.
Sedangkan menurut Allan Pincus dan Anne Minahan (dalam Hermawanti,
2001)mengemukakan bahwa pekerjaan sosial menitikberatkan pada permasalahan

interaksi manusia dengan lingkungan sosialnya sehingga mereka mampu
melaksanakan tugas-tugas kehidupan, mengurangi ketegangan, serta mewujudkan
aspirasi dan nilai-nilai mereka.

Universitas Sumatera Utara

Ikatan Pekerjaan Sosial Nasional Indonesia (IPSNI) mendefinisikan
pekerjaan sosial sebagai aktivitas yang ditujukan kepada usaha mempertahankan
dan memperkuat kesanggupan manusia sebagai perseorangan dalam kehidupan
kelompok maupun antar kelompok agar manusia tetap dapat berfungsi dalam tata
kehidupan sosial dan kebudayaan masyarakat yang sedang membangun guna
mencapai kesejahteraan bersama.
Undang-undang No.6 Tahun 1974 Tentang ketentuan-ketentuan pokok
kesejahteraan Sosial, pekerjaan sosial didefinisikan sebagai semua keterampilan
teknis yang dijadikan sebagai wahana bagi pelaksanaan usaha kesejahteraan
sosial. Jika definisi pekerjaan sosial dikaji dengan seksama, maka dapat diperoleh
beberapa pengertiannya yaitu sebagai berikut :
1.

Pekerjaan sosial merupakan kegiatan profesional. Artinya, kegiatan

tersebut berlandaskan pada ilmu pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai
ilmiah.

2.

Kegiatan pekerjaan sosial adalah kegiatan pertolongan atau pelayanan
sosial agar orang yang ditolong dapat menolong dirinya sendiri dan tidak
tergantung pada bantuan yang diterimanya atau pertolongan orang lain
secara terus-menerus.

3.

Sasaran dari pekerjaan sosial adalah seseorang, basik sebagai individu
mau

pun

kolektivitas(keluarga,

kelompok,


organisasi

dan

masyarakat)yang mengalami permasalahan dalam menjalankan interaksi
sosial dengan lingkungannya.

Universitas Sumatera Utara

4.

Dalam menjalankan pekerjaan sosial diperlukan metode tertentu seperti,
social case work, social group work dan community organization yang
merupakan metode pokok.

5.

Dalam pekerjaan sosial mengarahkan untuk meningkatkan kemampuan
dan kemauannya secara optimal.


6.

Pekerjaan sosial selalu mengarahpada terciptanya kesejahteraan sosial,
baik secara khusus (kepada orang yang ditolong dan lingkungan
sosialnya), maupun secara umum (kepada umat manusia secara
keseluruhan) (Hermawati, 2001).

2.2 Prinsip-Prinsip Pekerjaan Sosial
2.2.1 Pengertian Prinsip-prinsip Pekerjaan Sosial
Prinsip-prinsip pekerjaan sosial merupakan pedoman praktek bimbingan
sosial perseorangan, prinsip-prinsip tersebut bersumber pada rumusan dari Walter
A. Friedlender. Prinsip-prinsip ini kiranya demikian penting untuk dipahami dan
di internalisasikan oleh mereka yang ingin mempunyai dasar-dasar pemahaman
dan keterampilan praktek baik dalam bimbingan sosial perseorangan pada
khususnya maupun praktek pekerjaan sosial umumnya. Pemahaman yang
mendalam atas prinsip-prinsip ini akan memberikan bekal bagi pematangan
pribadi maupun professional pada para pekerja sosial yang tugas utamanya adalah
membantu orang untuk dapat melaksanakan fungsi sosialnya, yang secara
khususnya mengacu kepada posisi dan peran orang tersebut, karena seperti telah

dikemukakan bahwa proses pemberian bantuan ditentukan oleh pemberian
bantuan dan bukan oleh teknik-teknik pemberi bantuan. Adapun prinsip-prinsip
dasar Pekerjaan Sosial menurut Henry S Maas :

Universitas Sumatera Utara

a. Prinsip Penerimaan (acceptance)
Prinsip penerimaan mengandung arti bahwa pekerja sosial harus
merasakan, menyatakan, menerima dan mengadakan hubungan dengan klien
sebagaimana adanya, tidak mengharapkan klien menjadi apa atau memikirkan
klien bagaimana. Ini artinya pekerja sosial tidak mempersoalkan seberapa jauh
klien telah menyimpang dari kenyataan ataupun menerima klien dalam kondisi
cacat contohnya seperti cacat netra, tidak mempersoalkan berapa jauh klien dan
pekerja sosial mengalami perbedaan persepsi atau sangat berbedanya nilai-nilai
yang dianut pekerja sosial dengan klien. Pekerja sosial harus menerima klien apa
adanya.
b. Prinsip Komunikasi (communication)
Agar terjadi hubungan yang baik antara pekerja sosial dengan klien,
prinsip komunikasi ini harus dijalani agar permasalahan yang dihadapi oleh klien
dapat terselesaikan dengan baik. Prinsisp komunikasi dalam bimbingan sosial

perseorangan mencakup klasifikasi, dan jika diperlukan, klasifikasi ulang
mengenai kondisi-kondisi yang ada pada dua orang yang terlibat dalam hubungan
klien-caseworker secara profesional. Dengan demenstrasi dan dengan pernyataan
eksplisit, caseworker menjadikan perasan caseworker menjadi jelas bagi klien.
Pada gilirannya caseworker perlu mengklasifikasikan peranan klien dalam situasi
masalahnya serta dalam interaksi diantara mereka.
c. Prinsip Individualisasi (individualitation)
Individualisasi adalah pemahamandan pengakuan terhadap kwalitas
keunikan setiap klien dan penggunaan prinsip dan metode yang berlainan dalam
setiap klien dan penggunaan prinsip dan metode dalam setiap pemberian bantuan

Universitas Sumatera Utara

untuk tujuan mewujudkan penyesuaian yang lebih baik diantara klien dengan
lingkungan sosialnya. Indivudualisasi di dasarkan atas hak manusia untuk menjadi
indivudu dan untuk diperlakukan tidak hanya sebagai manusia secara umum,
melainkan bagaimana manusia dengan keunikan pribadinya masing – masing.
Agar mempunyai kemampuan untuk memahami dan menerapkan prinsip
ini, maka caseworker harus memenuhi beberapa syarat yaitu :
1.


Bebes dari prasangka

2.

Memiliki pengetahuan mengenai tingkah laku manusia

3.

Memiliki kemapuan untuk mendengar dan mengamati

4.

Memiliki kemampuan untuk menggerakkan tindakan klien

5.

Memiliki kemampuan untuk merasakan perasaan-perasaan klien

6.


Memiliki kemampuan untuk memandang kedepan

d. Prinsip Partisipasi (participation)
Prinsip partisipasi (ikuit serta) ini mengandung pengertian bahwa klien
sendiri yang akan ditolong oleh caseworker dan harus berpatisipasi (ikut serta)
secara aktif dalam usaha-usaha pertolongan karena kemampuan-kemampuan klien
haruslah dapat dipergunakan. Berhasilnya bimbingan perseorangan kepada klien,
tidak hanya terletak pada caseworker yang bersangkutan, tetapi juga tergantung
kepada diri klien itu sendiri yang ikut serta menentukan dan bertanggung jawab
atas langkah-langkah yang akan ditempuhnya, sedangkan caseworker hanya
mengantarkan, memberikan kemungkinan-kemungkinan serta bimbingan yang
diperlukan. Tanpa adanya partisipasi dari klien yang bersangkutan, maka hasilhasil yang mungkin atau diperkirakan baik, hakekatnya adalah cap/dikte

Universitas Sumatera Utara

caseworker itu sendiri yang diwujudkannya dari klien. Hal ini tidak dalam pekerja
sosial karena pengingkaran terhadap martabat manusia/klien yang bersangkutan.
Apabila seorang klien diberikan pelayanan dengan tujuan agar ia dapat
melepaskan dirinya dari situasi yang menekankan, maka klien tersebut haruslah

dilibatkan secara aktif, diikutsertakan dalam kegiatan yang bersifat memperbaiki
atau menyelesaikan masalahnya itu, sebab kita belajar bukan untuk klien, akan
tetepi dengan klien ( not for but with client). Namun demikian caseworker harus
waspada, sebab bila ia hanya menyerahkan begitu saja kepada klien untguk
menyelesaikan masalahnya, maka reaksi klien dapat menyimpang dan bergantung
kepada penyelesaiannya sendiri atas dasar keinginannya yang dominant. Dalam
setiap kasus caseworker berhubungan dengan klien dan menganggap bahwa klien
tidak mampu berbuat untuk dirinya pada saat itu.
Ketidak mampuan klien dalam menghadapi masalahnya itu harusnya
dihilanghkan oleh caseworker, sehingga klien kembali merasa mampu. Dengan
demikian tujuan memberikan pelayanan dalam setiap kasus adalah membangun
dan memperhatikan kemampuan klien. Klien harus didorong dengan

aktif

menyelesaikan masalahnya. Prinsip partisipasi itu selalu membimbing caseworker
untuk dapat menimbulkan dan mendorong klien untuk menetukan situasinya
sendiri, menganalisa sendiri serta memilih sendiri cara-cara menyelesaikan dan
mengadakan kegiatan dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia, tapi
pekerja sisoal perlu selalu membimbing, mendorong dan menimbulkan semangat

klien untuk menentukan situasi dan permasalahannya sendiri, memilih cara-cara
peneyelesaiannya yang sesuai dengan dirinya, serta mendukung kegiatan yang
dilaksanakan. Dengan cara ini klien juga bertanggung atas keberhasilan kegiatan

Universitas Sumatera Utara

pertolongan yang dilaksanakan pekerja sosial karena dirinya selalu dilibatkan
dalam semua proses kegiatan.
Pada prinsip ini praktisi kesejahteraan sosial didorong untuk menjalankan
peran sebagai fasilitator. Dan peran ini, peraktisi akan diharapkan mengajak
kliennya untuk ikut serta berperan aktif dalam menghadapi permasalahan yang
sedang dihadapi klien, karena tanpa peran aktif klien, makan tujuan dan terapi
tersebut sulit untuk dicapai.
e. Prinsip Kerahasiaan (confidentiality)
Jika klien diharapkan berpasrtisipasi secara penuh didalam pemecahan
masalahnya untuk menerima caseworker sebagai orang yang bisa dipercaya dan
berkomponen untuk berkomunikasi dengan pertahanan sosial mengenai peranan
yang dikandungnya membantu untuk mengindividualisasikan yang dihadapinya,
makan apa yang dikatakan klien kepada caseworker tidak pernah dibicarakan
diluar batas-batas hubungan profesional yang ditujukan untuk membatu klien.

Dalam prakteknya, kerahasiaan berarti bahwa isi catatan kasus tidak
pernah dibicarakan didepan umum, misalnya dalam bis, kereta api, dan lain-lain.
Dalam memasuki hubungan profesional diantara klien dengan caseworker, maka
secara umum klien diharapkan untuk tetap dilindungi dalam batas-batas hukum
dari ancaman terhadap dirinya sendiriyang berasal dari keterbukaannya kepada
sang casewporker, inilah sesensi dari prinsip kerahasiaan.
f. Prinsip kesadaran diri dari pekerja sosial (work self awareness)
Pekerja sosial seperti juga kliennya adalah seorang manusia biasa yang
mempunyai motivasi pribadi yang kompleks, caseworker telak belajar dan hidup
dengan keyakinan dan nilai-nilai dari kebudayaan yang dominan dalam

Universitas Sumatera Utara

kehidupannya. Setiap caseworker dalam hubungannya dengan berbagai macam
klien yang mengalami beranekaragam masalah serta mengungkapkan fakta bahwa
mereka mempunyai latar belakang kultur yang sangat berneka ragam pula, akan
menemukan dorongan-dorongan pribadinya atau sikap-sikap pribadinya akan
mewarnai hubungannya dengan klien.
Prinsip kesadaran diri menyatakan bahwa caseworker harus cukup
menyadari

akan

respons-responsnya

terhadap

kliennya,

sehingga

dapat

memisahkan apa yang terjadi dalam hubungan profesional yang dimotivasikan
secara profesionalyaitu ditujukan untuk memenuhi dorongan-dorongan pribadi
caseworker itu sendiri. Dengan berlangsungnya waktu, artinya bertambahnya
pengalaman para caseworker akan mampu memahami dan mengendalikan
kelemahan-kelemahan dan keterbatasan–keterbatasan pribadi mereka yang
mencampuri praktek profesional mereka (Adi, 2004 ).
2.2.2 Nilai- Nilai Dasar Pekerja Sosial
Nilai-nilai dasar pekerjaan sosial berdasarkan pada nilai-nilai masyarakat
demokratis, yang seperti dikemukan oleh Helen Northen, mengandung makna
bahwa :
1. Setiap orang bebas untuk mengungkap dirinya sendiri.
2. Setiap orang bebas untuk menjaga kerhasiaannya sendiri.
3. Setiap orang bebas untuk berpartisipasi di dalam pembuatan keputusan
yang menyangkut kepentingan pribadinya.
4. setiap orang berkewajiban untuk mengarahkan kehidupan pribadinya
secara bertanggung jawab agar dapat bertindak secara konstruktif dalam
kehidupan masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

5. Setiap individu dan kelompok punya tanggung jawab sosial untuk
meningkatkan kehidupan masyarakat.
2.3 Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan

sosial

berasal

dari

kata

”Sejahtera”.Sejahtera

ini

mengandung pengertian dari sansekerta “Cetera”yang berarti payung. Dalam
konteks ini, kesejahteraan yang terkandung arti “Cetera” (payung) adalah orang
yang sejahtera yaitu orang yang dalam hidupnya bebas dari kemiskinan,
kebodohan, ketakutan , atau kekhawatiran sehingga hidupnya aman dan tentra,
baik lahir maupun batin. Sedangkan sosial berasal dari kata “Socius” yang berarti
kawan, teman, dan kerja sama. Orang yang sosial adalah orang yang dapat
berelasi dengan orang lain dan lingkungannya dengan baik. Jadi kesejahteraan
sosial dapat diartikan sebagai sustu kondisi yang mana orang dapat memenuhi
kebutuhannya dan dapat berelasi dengan lingkungan secara baik.
Friedlander (dalam Fahrudin, 2012) mendefinisikan Kesejahteraan Sosial
adalah sistem yang terorganisasi dari pelayanan-pelayanan sosial dan instusiinstusi yang dirancang mencapai standar hidup dan kesehatan yang memadai dan
relasi-relasi persoalan dan sosial sehingga memungkinkan mereka dapat
mengembangkan kemampuan dan kesejahteraan sepenuhnya selaras dengan
kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakatnya.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kesejahteraan sosial merupakan suatu
kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan membangun penyesuaian timbal balik
bersama individu-individu dengan lingkungan sosial mereka.
Undang-undang No.11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial
menyatakan bahwa kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan

Universitas Sumatera Utara

material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu
mengembangkan diri , sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya (Fahrudin,
2012).
Menurut Arthur Durnham (dalam Sumarnonugroho, 1987) kesejahteraan
sosial dapat didefinisikan sebagai : “Kegiatan-kegiatan yang terorganisir dengan
tujuan meningkatkan kesejahteraan dari segi sosial melalui pemberian bantuan
kepada orang untuk memenuhi kebuthankebutuhan di dalam beberapa bidang
seperti kehidupan keluarga dan anak, dan lembaga-lembaga sosial”.
Dari defenisi di atas, dapat diambil pengertian bahwa kesejahteraan sosial
mencakup berbagai usaha yang dikembangkan untuk meningkatkan taraf hidup
manusia, baik di bidang fisik, mental, emosional, sosial, ekonomi, ataupun
kehidupan spritual.
Selanjutnya menurut Abraham Maslow (dalam Suryabrata, 2002),
manusiamerupakan satu kesatuan dalam suatu bio-psiko-sosial-religi yang
mempunyai sejumlah kebutuhan lebih penting dari kebutuhan lainnya. Urutan
hirarki dari ebutuhankebutuhan pokok/dasar manusia adalah :
1. Kebutuhan fisiologis, yaitu : udara, makanan, tidur/istirahat, dsb.
2. Kebutuhan akan rasa aman, yaitu : perlindungan dari udara dingin/panas,
keadilan, hukum, dsb.
3. Kebutuhan akan rasa cinta dan dicintai, yaitu : memilki hubungan yang
penuh arti dan saling memiliki dengan orang lain.
4. Kebutuhan akan harga diri, yaitu : kebutuhan memiliki pekerjaan,
profesi/jabatan yang baik agar dapat diterima oleh masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

5. Kebutuhan aktualisasi diri, yaitu : kebutuhan untuk mengembangkan
seluruh potensi yang dimiliki untuk tujuan-tujan yang produktif.
Selanjutnya menurut Maslow, suatu sifat dapat dipandang sebagai kebutuhan
dasar jika memenuhi syarat-syarat berikut ini :
1. Ketidakhadirannya menimbulkan penyakit.
2. Ketidakhadirannya mencegah timbulnya penyakit.
3. Pemulihannya menyembuhkan penyakit.
4. Dalam situasi-situasi tertentu yang sangat kompleks dan dimana orang
bebas memilih, orang yang sedang berkekurangan ternyata mengutamakan
kebutuhan itu dibandingkan jenis-jenis kepuasaan lainnya.
5. Kebutuhan ini tidak aktif, lemah atau secara fungsional tidak terdapat pada
orang yang sehat. (Goble, 1991)
Apabila kebutuhan-ebutuhan diatas dapat terwujud maka manusia tersebut
dapat dikatakan sejahtera dalam hidupnya. Untuk mencapai kebutuhan kebutuhan tersebut manusia bukan hanya yang tidak normal yang normal pun
akan melakukan segala usaha untuk mewujudkannya.
2.4Anak
Secara umum dikatakan bahwa anak adalah seseorang yang dilahirkan dari
perkawinan antara seorang perempuan dengan seorang laki-laki. Anak juga
merupakan cikal-bakalnya suatu generasi baru yang merupakan penerus cita-cita
perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional.
Konvensi ILO Nomor 182 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera Untuk
Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak Pasal 2, dikatakan

Universitas Sumatera Utara

bahwa yang dikatakan sebagai anak adalah semua orang yang berusia di bawah 18
tahun.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014
tentang Perlindungan anak menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang
belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan.
UNICEF mendefenisikan anak sebagai penduduk yang berusia antara 0
sampai dengan 18 tahun. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun
1979 tentang Kesejahteraan Anak menyebutkan bahwa anak adalah mereka yang
belum berusia 21 tahun dan belum menikah. Sedangkan Undang-undang tentang
Perkawinan menetapkan batas usia menikah adalah 16 tahun.
Maka, secara keseluruhan dapat dilihat bahwa rentang usia anak terletak
pada skala 0 sampai dengan 21 tahun. Penjelasan mengenai batas usia 21 tahun
ditetapkan berdasarkan pertimbangan kepentingan usaha kesejahteraan sosial,
kematangan pribadi dan kematangan mental seseorang yang umumnya dicapai
setelah seseorang melampaui usia 21 tahun.Anak merupakan generasi penerus
bangsa, maka anak juga mempunyai suatu hak-hak yang harus di akui dan
dilindungi oleh Negara, hak anak juga merupakan bagian dari Hak Azasi Manusia
meskipun anak masih dalam kandungan seorang ibu. Yang dimaksud dengan
perlindungan anak adalah segala upaya yang diajukan untuk mencegah,
merehabilitasi dan memberdayakan anak yang mengalami tindakan perlakuan
salah, eksploitasi dan penelantaran agar dapat menjamin kelangsungan hidup dan
tumbuh kembang anak secara wajar, baik fisik maupun sosialnya.

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan menurut Undang-undang No 35 Tahun 2014 tentang
Perlindungan anak, bahwa yang dimaksud perlindungan anak adalah segala
kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.
2.4.1 Kebutuhan Anak
Sebagaimana manusia lainnya, setiap anak memiliki kebutuhan-kebutuhan
dasar yang menuntut untuk dipenuhi sehingga anak dapat tumbuh dan
berkembang secara sehat dan wajar. Menurut Katz (dalam Huraerah, 2007) bahwa
kebutuhan dasar yang sangat penting bagi anak adalah adanya hubungan orang tua
dan anak yang sehat dimana kebutuhan anak seperti perhatian, kasih sayang,
perlindungan, dukungan, dan pemeliharaan dapat terpenuhi. Bown dan Swanson
(dalam Huraerah, 2007) mengatakan bahwa kebutuhan utama anak adalah
perlindungan (keamanan), kasih sayang, pengalaman positif yang dapat
menumbuhkan dan mengembangkan kehidupan mental yang sehat. Sedangkan
menurut Huttman (dalam Huraerah, 2003) ada beberapa kebutuhan anak yang
harus terpenuhi, antara lain:
a. Kasih sayang orang tua;
b. Stabilitas emosional;
c. Pengertian dan perhatian;
d. Pertumbuhan kepribadian;
e. Dorongan kreatif;
f. Pembinaan kemampuan intelektual dan keterampilan dasar;

Universitas Sumatera Utara

g. Pemeliharaan kesehatan;
h. Pemenuhan kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan; dan
i.

Perolehan pemeliharaan, perawatan, dan perlindungan (Huraerah, 2007) .
Kegagalan dalam proses pemenuhan kebutuhan dasar tersebut akan

berdampak negatif pada pertumbuhan fisik dan perkembangan intelektual, mental,
dan sosial anak. Anak bukan saja akan mengalami kerentanan fisik akibat gizi dan
kualitas kesehatan yang buruk, melainkan juga akan mengalami hambatan mental,
lemah daya nalar, dan bahkan perilaku-perilaku menyimpang dan mendorong
mereka untuk melakukan indakan kriminal.
Pertumbuhan dan kesejahteraan fisik, intelektual, emosional, dan sosial
anak akan mengalami hambatan jika:
a. Kekurangan gizi dan tanpa perumahan yang layak;
b. Tanpa bimbingan dan asuhan;
c. Mengalami sakit dan tanpa perawatan medis yang tepat;
d. Diperlakukan salah secara fisik;
e. Diperlakukan salah dan dieksploitasi secara seksual;
f. Tidak memperoleh pengalaman normal yang menumbuhkan perasaan
dicintai, diinginkan, aman, dan bermartabat;
g. Terganggu secara emosional karena pertengkaran keluarga yang terus
menerus, perceraian dan mempunyai orang tua yang menderita gangguan
jiwa; dan
h. Dieksploitasi, bekerja berlebihan, terpengaruh okeh kondisi yang tidak
sehat dan demoralisasi (Huraerah, 2007)

Universitas Sumatera Utara

2.4.2 Hak-Hak Anak
Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap
warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap anak yang merupakan Hak
Azasi Manusia. Yang dimaksud sebagai anak adalah amanah dan karunia dari
Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai
manusia yang utuh. Secara hukum, anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda
penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri
dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara di
masa yang akan datang. Setiap anak akan mampu memikul tanggung jawab yang
telah di cita-citakan tersebut, untuk itu maka anak perlu mendapat kesempatan
yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik secara
fisik, mental, maupun sosial serta harus memiliki akhlah yang mulia. Dibutuhkan
suatu perlindungan dalam mewujudkan kesejahteraan anak yaitu dengan
memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan
tanpa deskriminasi.
Dalam mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan terhadap anak, maka
dibutuhkan suatu dukungan dari kelembagaan dan peraturan perundang-undangan
yang dapat menjamin terlaksananya hal-hal di atas. Dalam Undang-undang
Nomor 35 Pasal 2 tahun 2014 tentang Kesejahteraan Anak, menyebutkan bahwa
penyelenggaraan perlindungan anak berdasarkan Pancasila dan berlandaskan
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsipprinsip dasar Konvensi Hak-hak Anak, yang meliputi:
a) Non diskriminasi;
b) Kepentingan yang terbaik bagi anak;

Universitas Sumatera Utara

c) Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan dan hidup; dan
d) Menghargai setiap pendapat anak (Joni dan Tanamas 1999)
Hak anak secara universal telah ditetapkan melalui Sidang Umum PBB
pada tanggal 20 Nopember 1959, dengan memproklamasikan Deklarasi Hak-hak
Anak.Dengan deklarasi tersebut, diharapkan semua pihak baik individu, orang
tua, organisasi sosial, pemerintah, dan masyarakat mengakui hak-hak tersebut dan
mendorong upaya untuk memenuhinya. Ada hak-hak anak yang dimaksud dalam
deklarasi ini adalah sebagai berikut:
1. Setiap anak harus menikmati perlindungan khusus, harus diberikan
kesempatan dan fasilitas oleh hukum, sehingga mereka mampu untuk
berkembang secara fisik, mental, moral, spiritual, dan sosial;
2. Setiap anak sejak lahir harus memiliki nama atau identitas kebangsaan;
3. Setiap anak harus menikmati manfaat dari jaminan sosial;
4. Bagi anak cacat berkah untuk mendapatkan pendidikan dan keterampilan
khusus untuk perkembangan dan kemampuannya dalam masyarakat;
5. Setiap anak berhak untuk mendapatkan kasih sayang dan perhatian penuh;
6. Setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan sampai kejenjang yang
lebih tinggi;
7. Dalam situasi apapun, anak harus menerima perlindungan dan bantuan
yang pertama; dan
8. Setiap anak harus dilindungi dari setiap bentuk diskriminasi baik berupa
keterlantaran, tindak kekerasan, dan eksploitasi (Huraerah, 2007)
Perlindungan terhadap anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hakhak anak agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang, serta turut berpartisipasi

Universitas Sumatera Utara

secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, semua ini
ditujukan agar tercipta anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan
sejahtera. Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Kesejahteraan Anak
menjelaskan tentang hak dan kewajiban anak, yang menyebutkan bahwa:
1) Hak Atas Kelangsungan Hidup Yaitu termasuk di dalamnya adalah hak
atas tingkat hidup yang layak, dan memperoleh pelayanan kesehatan.
Artinya, anak-anak berhak mendapatkan gizi yang baik, tempat tinggal
yang layak dan mendapatkan perawatan kesehatan yang baik apabila anak
mengalami sakit.
2) Hak untuk Berkembang Yaitu yang temasuk di dalamnya adalah hak untuk
mendapatkan pendidikan,

informasi,

waktu

luang,

berkreasi dan

berekspresi. Sama halnya dengan anak penyandang cacat berhak untuk
memperoleh pendidikan dan pelatihan khusus dalam perkembangannya.
3) Hak Memperoleh Kasih Sayang Yaitu termasuk dai dalam cinta kasih dari
kedua orang tua baik berupa perhatian dan rasa kepedulian terhadap anak.
4) Hak Memperoleh Nafkah Yaitu termasuk di dalamnya pemenuhan anak
untuk mendapatkan uang jajan dan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
lainnya seperti kebutuhan sekunder dan primernya.
5) Hak Mendapatkan Identitas Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai
identitas diri dan status kewarganegaraan.
6) Hak dalam Beragama Setiap anak berhak untuk beribadah menurut
kepercayaan yang dianutnya, bebas dalam berpikir, dan bebas dalam
berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dan harus
mendapat pengawasan serta bimbingan orang tuanya.

Universitas Sumatera Utara

7) Hak Mendapat Pengasuhan Setiap anak berhak untuk mengetahui siapa
orang tuanya, serta berkah untuk mendapatkan pengasuhan dari orang
tuanya.
8) Hak Mendapat Perlindungan Yaitu termasuk di dalamnya adalah
perlindungan dari segala bentuk eksploitasi, perlakuan kejam dan tindak
kekerasan (Joni danTanamas, 1999)
Hak-hak anak sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Konvensi Hak
Anak bukan hanya sekedar hak-hak anak dalam keadaan sulit dan tertindas
sehingga perlu dilindungi, akan tetapi juga termasuk dalam kesejahteraan anak
yang lebih luas, baik secara sosial, ekonomi sosial, budaya dan bahkan politik.
Hak anak untuk menjamin kebebasannya menyatakan pendapat dan memperoleh
informasi merupakan wujud dari perluasan hak-hak anak yang lebih maju (Joni
danTanamas, 1999).
2.5 Hak Asuh Anak
Hak asuh anak selalu menjadi perhatian masyarakat luas. Persoalan hak
asuh anak adalah persoalan krisial yang selalu menjadi perhatian publik dan
sangat terkait dengan masa depan anak, masa depan generasi penerus bangsa.
Menurut Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan . Pasal 45 ayat
(1) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan menegaskan bahwa,
kedua orang tua sama-sama memiliki kewajiban dalam memelihara dan mendidik
anak-anak mereka sebaik-baiknya. Kewajiban kedua orang tua tersebut menurut
ayat (2) berlaku terus meskipun perkawinan antar kedua orang tua putus.
Penegasan hak asuh pasca perceraian juga dicantumkan dalam pasal 41 huruf (a)
Undang-undang No 1 Tahun 1974 yang menegaskan bahwa akibat putusnya

Universitas Sumatera Utara

perkawinan karena perceraian ialah baik bapak atau ibuk tetap berkewajiban
memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan
anak, bila mana ada perselisihan mengenai penguasaan anak, maka pengadilan
memberi keputusannya.
Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 diatas jika terjadi perceraian
memberikan pengasuhan anak tetap menjadi tanggungjawab kedua orang tua dan
tidak memberikan uraian yang tegas jika terjadi sengketa atau berebutan hak asuh
anak, maka hak asuh anak diberikan kepada bapak atau ibu.
Berbeda dengan Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan,
KHI memberikan uraian yang lebih detail tentang hal itu. Dalam KHI setidaknya
ada dua pasal yang menentukan pengasuhan anak yaitu Pasal 105 dan 156. Pasal
105 menentukan tentang pengasuhan anak pada dua keadaan. Pertama ketika anak
masih dalam keadaan belum mumayyiz(kurang dari 12 tahun) pengasuhan anak
ditetapkan pada ibunya. Kedua ketika anak tersebut mumayyiz (usia 12 tahun
keatas) dapat diberikan hak kepada anak untuk memilih diasuh oleh ayah atau
ibunya. Ketentuan hukum hak asuh anak tersebut dinilai problematik dari aspek
keadilan jender karena memberikan hak asuh ank secara otomatis kepada ibu,
berdasarkan jenis kelamin bukan berdasarkan pada kualitas, integritas, moralitas
dan kemampuan dalam mewujudkan kepentingan terbaik anak. Jika ibu yang
seharusnya mendapatkan hak asuh anak meninggal dunia, maka pasal 156 KHI
juga memperincikan siapa saja yang berhak menggantikan kedudukan ibu sebagai
pemegang hak asuh anak.
Urutan pemegang hak asuh anak ketika ibu meninggal adalah sebagai
berikut:

Universitas Sumatera Utara

1. Wanita-wanita dalam garis lurus dari ibu
2. Ayah
3. Wanita dalam garis lurus keatas ayah
4. Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan
5. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu
6. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping ayah
Pada pasal 105 dan 156 KHI menentukan bahwa seorang diberikan hak
asuh anak berdasarkan jenis kelamin, bukan berdasarkan aspek moralitas,
kesehatan dan kemampuan mendidik dan memelihara anak yang ujungnya adalah
terwujudnya kepentingan terbaik anak. Padahal kedudukan sebagai pemegang hak
asuh anak adalah kedudukan yang mempunyai tanggung jawab dan peran penting
bagi masa depan anak. Pemegang hak asuh anak berkewajiban mengasuh,
memelihara dan mendidik anak baik yang terkait dengan pendidikan, agama,
kesehatan, moralitas dan integritas anak.
Anak korban perceraian akan mengalami guncangan psikis, merasa cemas,
sulit bergaul, menyalahkan diri sendiri, yang akan berdampak pada menurunnya
prestasi di sekolah. Dalam rangka mengurangi dampak perceraian terhadap anak
setelah fase berpisahnya orang tua mereka. Erat kaitannya dengan kompetensi
orang tua untuk mengasuh anak, terutama anak yang masih di bawah umur 12
tahun (berdasarkan standar KHI Pasal 105), negara kita cuma dikenal hak asuh
tunggal (legal custody) yakni penetapan hak asuh anak baik pihak ayah maupun
pihak ibu (Damang, 2011)
Pemegang hak asuh anak akan tinggal bersama dengan anak sehingga
setiap hari anak anak akan potensial dipengaruhi oleh akhlak atau moralitas,

Universitas Sumatera Utara

perilaku, dan kesehatan pemegang hak asuh anak. Jika moralitas, kesehatan
danprilaku

pemegang

hak

asuh

buruk,

maka potensial

mempengaruhi

perkembangan akhlak atau moralitas, kesehatan dan perilaku anak menjadi
buruk.begitu juga sebaliknya jika moralitas, ;perilaku dan kesehatan pemegang
hak asuh anak baik, maka akan potensial mempengaruhi perkembangan moralitas,
perilaku, dan kesehatan anak menjadi baik. Pemegang hak asuh anak akan
menjadi panutan dan contoh sehari-hari dilihat oleh anak dan tentu akan sangat
mempengaruhi moralitas, perilaku, dan kesehatan anak.(Fanani, 2015)
Menurut Bowlby dalam The Nature Of Childs Tie To His Mother(1990),
sikap ketergantungan anak-anak pada ibu terbentuk karena ibu peka menanggapi
setiap aktivitas bayi seperti menangis, senyum, menyusu dan manja. Ibu adalah
orang yang pertama dan utama yang menjalin ikatan batin dan emosional dengan
anak. Hanya ibulah yang bisa dengan cepat mengerti dan mampu menanggapi
setiap gerak-gerik bayi. Ibu segera tahu kalau anaknya hendak menangis, senyum
atau lapar (Damang, 2011).
Doktrin dalam aliran psikoanalisis mempengaruhi perkembangan ilmu
pengetahuan dan tindakannya sebagai solusi untuk memenuhi kepentingan,
mencegah terjadinya tumpang tindih kepentingan. Pengaruh hasil penelitian
psikologi menjadi acuan bagi lembaga yang ingin meyelesaikan sengketa hak
asuh dengan memberikan kewenangan yang lebih besar pada pihak ibu (Damang,
2011).
Selain hak asuh anak oleh ibu, juga dimungkinkan hak asuh anak oleh
ayah. Watson Robert dan Henry Clay Lindgren dalam psychology of the child
(1974: 138) menguraikan bahwa ilmu psikologi dalam sejarahnya hampir tidak

Universitas Sumatera Utara

pernah mengulas secara khusus masalah keayahan (fatherhood). Malah cenderung
mengabaikannya. Posisi ayah akhirnya menjadi tidak begitu menarik dan penting
dalam setiap uraian ilmu psikologi. Secara terbatas sekali, ilmu psikologi
menyebut peran ayah dalam fungsinya sebagai orang tua, tetapi sebaliknya sangat
menekankan pentingnya tokoh ibu dalam perkembangan anak (Damang, 2011).
Teori tentang keayahan baru muncul dan berkembang pada tahun 1970-an
dan hasil penelitian banyak mengubah secara drastis konsep dan anggapan tentang
keayahan. Analisis dan anggapan bahwa faktor biologis yang membedakan peran
ayah dengan ibu, kini tidak dianggap serius lagi dan hanya sebagai mitos saja.
Ross De Parke (1981: 15) bahkan menegaskan Faktor biologis itu tidak dapat lagi
digunakan sebagai argumentasi untuk menjelaskan perbedaan ayah dan ibu dalam
kehidupan keluarga. Pandangan lama tentang ayah dan perannya hanyalah suatu
penyimpangan pikiran zaman. Sudah muncul revolusi pemikiran yang
menempatkan tokoh ayah penting dalam proses dan pengasuhan dan
perkembangan anak. Tidak ada alasan yang kuat pula untuk menempatkan terlalu
tinggi posisi ibu dalam perkembangan anak (Damang, 2011)
Kini sudah sangat diragukan kesahihan pandangan yang membedabedakan posisi ayah dan ibu terhadap anak. Tidak diragukan lagi bahwa ayah itu
berperan penting dalam perkembangan anaknya secara langsung. Mereka dapat
membelai, mengadakan kontak bahasa, berbicara, atau bercanda dengan anaknya.
Semua itu akan sangat mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya. Ayah juga
dapat mengatur serta mengarahkan aktivitas anak. Misalnya menyadarkan anak
bagaimana menghadapi lingkungan dan situasi di luar rumah. Ia memberi
dorongan, membiarkan anak mengenal lebih banyak, melangkah lebih jauh,

Universitas Sumatera Utara

menyediakan perlengkapan permainan yang menarik, mengajar mereka membaca,
mengajak anak untuk memperhatikan kejadian dan hal-hal yang menarik di luar
rumah, serta mengajak anak berdiskusi (Damang, 2011)
2.5.1 Syarat- Syarat Pengasuhan
Pemeliharan atau pengasuhan anak itu berlaku antara dua unsur yang
menjadi rukun dalam hukumnya, yaitu orang tua yang mengasuh yang disebut
hadin dan anak yang diasuh disebut mahdun. Keduanya harus memenuhi syarat
yang ditentukan untuk wajib dan sahnya tugas pengasuhan itu. Dalam ikatan
perkawinan ibu dan ayah secara bersama berkewajiban untuk memelihara anak
hasil dari perkawinan itu. Setelah terjadinya perceraian dan keduanya harus
berpisah, maka ibu dan atau ayah berkewajiban memelihara anaknya secara
sendiri-sendiri. Ibu atau penggantinya yang dinyatakan lebih berhak mengasuh
anak itu harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1) Berakal sehat
2) Telah balig
3) Mampu mendidik
4) Dapat dipercaya dan berakhlak mulia
5) Beragama Islam
6) Belum kawin dengan laki-laki lain
Mengenai syarat yang disebutkan terakhir, ada pendapat yang mengatakan
bahwa apabila suami ibu anak (ayah tiri) yang baru adalah kerabat mahram anak,
misalnya pamannya yang cukup mempunyai perhatian besar terhadap pendidikan
kemenakan yang kemudian menjadi anak tirinya itu, maka hak ibu untuk
mengasuh anak tidak menjadi gugur; sebab paman termasuk yang mempunyai hak

Universitas Sumatera Utara

mengasuh juga. Berbeda halnya apabila ibu anak kawin dengan laki-laki lain yang
tidak mempunyai hubungan kerabat dengan anak.
Dalam hal yang akhir ini hak mengasuh anak terlepas dari ibu,
dipindahkan kepada ayah atau lainnya yang lebih mampu mendidik anak
bersangkutan .Tetapi inipun tidak mutlak, dimugkinkan juga suami yang baru,
ayah tiri anak, justru menunjukkan perhatiannya yang amat besar untuk suksesnya
pendidikan anak. Apabila hal ini terjadi, maka hak ibu mengasuh anak tetap ada.
2.6 Kerangka Pemikiran
Anak merupakan generasi penerus bangsa, maka anak juga mempunyai
suatu hak-hak yang harus di akui dan dilindungi oleh Negara, hak anak juga
merupakan bagian dari Hak Azasi Manusia meskipun anak masih dalam
kandungan seorang ibu. Yang dimaksud dengan perlindungan anak adalah segala
upaya yang diajukan untuk mencegah, merehabilitasi dan memberdayakan anak
yang mengalami tindakan perlakuan salah, eksploitasi dan penelantaran agar dapat
menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak secara wajar, baik fisik
maupun sosialnya. Anak adalah harta yang paling berharga bagi setiap orang tua,
anak sangat berhak memproleh kasih sayang seutuhnya dan sepenuhnya dari
orang tua kandungnya, tetapi tidak banyak anak yang kekurangan kasih sayang
ayah atau ibunya setelah orang tua berpisah, perebutan hak asuh anak selalu
menjadi hal yang sangat menyedihkan untuk anak, karena anak harus berpisah
dari salah satu orang tuanya.
Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak sebagai salah satu lembaga
sosial yang menangani masalah penanganan hak asuh anak. Penyelesaian masalah
yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan penanganan hak asuh anak ini

Universitas Sumatera Utara

dilakukan dengan cara Mediasi, yang turut serta ikut melakukan mediasi yaitu
orang tua sianak yaitu ibu dan ayahnya, guna untuk mendapatkan penyelesaian
masalah dari kasus perebutan hak asuh anak.

Gambar 2.1 Bagan Alur Pemikiran

Penerapan Prinsip-prinsip Pekerjaan Sosial

Penanganan Hak Asuh Anak

Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak
Provinsi Sumatera Utara

2.7 Defenisi Konsep
Defenisi konsep merupakan upaya dan penegasan dan pembatasan makna
konsep dalam suatu penelitian. Untuk menghindari salah pengertian atas makna
konsep yang dijadikan objek penelitian, maka seorang peneliti harus menegaskan
dan membatasi makna konsep yang akan diteliti. Dengan kata lain, peneliti
berupaya mengiring para pembaca hasil peneliti untuk memaknai konsep sesuai
dengan yang diinginkan dan dimaksudkan oleh peneliti. Defenisi konsep adalah

Universitas Sumatera Utara

pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian
(Siagian, 2011).
Untuk lebih memahami konsep yang digunakan, maka peneliti membatasi
konsep yang digunakan sebagai berikut :
1. Penerapan prinsip-prinsip pekerjaan sosial ini digunakan untuk
penanganan hak anak dalam kasus perebutan hak asuh anak yang
dilakukan orang tua anak, baik ayah mau pun ibu sang anak. Penerapan
prinsip ini dilakukan di pusat pelayanan terpadu perempuan dan anak
provinsi sumatera utara.
2. Anak yang mengalami perebutan hak asuh oleh kedua orang tuanya
berada dalam naungan Pusat pelayanan terpadu perempuan dan anak
provinsi sumatera utara.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Penerapan Prinsip Transparansi Dalam Pelayanan Informasi Publik (Studi Kantor Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Sumatera Utara)

0 5 91

Efektivitas Pelayanan Sosial Anak Di Panti Sosial Perpulungen Wilayah Sidikalang Oleh Dinas Kesejahteraan Dan Sosial Provinsi Sumatera Utara

0 0 17

Penerapan Prinsip Transparansi Dalam Pelayanan Informasi Publik (Studi Kantor Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Sumatera Utara)

0 0 10

Penerapan Prinsip Transparansi Dalam Pelayanan Informasi Publik (Studi Kantor Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Sumatera Utara)

0 0 1

Penerapan Prinsip-Prinsip Pekerjaan Sosial Dalam Penanganan Hak Asuh Anak Oleh Pusat Pelayanan Terpaduperempuan Dan Anak Provinsi Sumatera Utara

0 0 10

Penerapan Prinsip-Prinsip Pekerjaan Sosial Dalam Penanganan Hak Asuh Anak Oleh Pusat Pelayanan Terpaduperempuan Dan Anak Provinsi Sumatera Utara

0 0 2

Penerapan Prinsip-Prinsip Pekerjaan Sosial Dalam Penanganan Hak Asuh Anak Oleh Pusat Pelayanan Terpaduperempuan Dan Anak Provinsi Sumatera Utara

0 0 10

Penerapan Prinsip-Prinsip Pekerjaan Sosial Dalam Penanganan Hak Asuh Anak Oleh Pusat Pelayanan Terpaduperempuan Dan Anak Provinsi Sumatera Utara Chapter III VI

0 0 51

Penerapan Prinsip-Prinsip Pekerjaan Sosial Dalam Penanganan Hak Asuh Anak Oleh Pusat Pelayanan Terpaduperempuan Dan Anak Provinsi Sumatera Utara

0 0 2

Penerapan Prinsip-Prinsip Pekerjaan Sosial Dalam Penanganan Hak Asuh Anak Oleh Pusat Pelayanan Terpaduperempuan Dan Anak Provinsi Sumatera Utara

0 0 3