Peran Dan Posisi Serta Perjuangan Perempuan Pada Novel Liang Shanbo Yu Zhu Yingtai Karya Zhang Henshui

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Tinjauan Pustaka
吴 ฀ 敏 (Wú Hóng Mǐn) dan 李 曼 曼 (Li Mànmàn) dalam jurnal yang

berjudul Nǚxìng zhǔyì shìjiǎo xià tuō nī mò lǐ sēn xiǎoshuō liǎngxìng guānxì jiědú
(2016) penelitian ini menganalisis hubungan perkembangan antara perempuan dan
laki-laki dalam novel Toni Morisson. Penelitian ini menggunakan tiga teori
feminis yang berbeda yaitu, feminisme radikal, feminisme lembut,dan feminisme
ekologi. Jurnal tersebut memberi kontribusi mengenai tiga teori feminisme dalam
menganalisis perempuan dan laki-laki pada novel.
Stacy Zheng (2012) dalam tesisnya yang berjudul Zhu Yingtai’s Gender
Fluidity: A Critical and Sochiohistorical Context for The Butterfly Lovers Canon
and Gender Identity and Gender Performance in The Love Eterne. Penelitian ini
memaparkan bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang terjadi pada Zhu Yingtai
dalam The Butterfly Lovers. Penelitian ini menggunakan teori gender yang
dikemukakan

oleh


Judith

Butler.

Berpendapat

bahwa

gender

dapat

diklasifikasikan berdasarkan tindakan dan perilaku seseorang dan bukan sesuatu
yang ditentukan pada identitas biologis seseorang. Tesis ini membantu penulis
untuk mengetahui bentuk-bentuk ketidakadilan gender pada tokoh Zhu Yingtai.
฀฀云(Chí lán yún)dalam jurnalnya yang berjudul Nǚxìng dìwèi hé
nǚxìng yìshí de chéngzhǎng (2011) mendeskripsikan peran perempuan dalam
novel 呼฀山庄 (Hūxiào shānzhuāng ) karya Emily Bronte dalam kajian kritik


Universitas Sumatera Utara

feminis. Penelitian ini juga mendeskripsikan bagaimana perempuan menentang
atau melawan ideologi tradisional untuk memperjuangkan hak-hak yang sama
dengan kaum laki-laki dalam bidang, pendidikan, pekerjaan, dan pernikahan.
Jurnal ini memberi kontribusi pada penulis untuk mengetahui peran perempuan
dalam novel serta perjuangan perempuan dalam melawan ideologi tradisional.
Aileen Yessica Putisari (2010) dalam skripsinya yang berjudul Peran Dan
Kedudukan dalam Novel Nayla Karya Djenar Maesa Ayu. Penelitian ini bertujuan
untuk mendeskripsikan: (1) peran dan kedudukan tokoh perempuan dalam novel
Nayla karya Djenar Maesa Ayu dalam perspektif feminisme, (2) nilai edukatif
yang terdapat dalam novel Nayla karya Djemar Maesa Ayu, (3) keterjalinan
unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu.
Skripsi ini memberi kontribusi pada penulis untuk mengetahui peran dan
kedudukan tokoh perempuan di dalam novel dengan kajian feminisme.
Yayuk Sumarni (2005) dalam skripsinya yang berjudul Perjuangan tokoh
utama dalam novel Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah Ei Khalieqy:
sebuah pendekatan feminis. Penelitian ini memaparkan bentuk-bentuk perjuangan
yang diusahakan tokoh utama untuk melepaskan diri dari dominasi patriarki,
dimana tokoh utama tetap meneruskan sekolah sebagai tahap pematangan

kesadaran dan bercerai dengan Samsudin pria dari perjodohannya yang menandai
pelepasan diri dari dominasi patriarki dan akhir perjuangan tokoh utama menikah
kembali dengan Khudhori pria yang ia cinta. Penulis menemukan teori dalam
skripsi tersebut dapat diterapkan dalam penelitian.

Universitas Sumatera Utara

2.2

Konsep
Konsep digunakan sebagai kerangka untuk memaparkan suatu topik

pembahasan. Tantawi (2014: 46) menyatakan konsep adalah penjelasan mengenai
istilah-istilah atau konsep-konsep yang akan digunakan di dalam penelitian.
Dalam hal ini, konsep yang dimaksudkan adalah gambaran objek novel yang
berjudul Liang Shanbo yu Zhu Yingtai karya Zhang Henshui, yang akan dikaji
dalam suatu pembahasan penelitian tentang peran dan posisi serta perjuangan
perempuan.
Penelitian ini akan menggunakan beberapa konsep yang akan menjadi
dasar pembahasan pada bab selanjutnya, yaitu:

2.2.1 Novel
Menurut Alwi, dkk (2007: 788), novel adalah karangan prosa yang
panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang
sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Bahasa yang
digunakan lebih mirip bahasa sehari-hari.
Novel tidak terlepas pada unsur-unsur pembangunnya, yaitu unsur
intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang berada dalam karya
sastra itu sendiri, sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada
diluar karya sastra itu sendiri yang ikut mempengaruhi penciptaan karya sastra
(Nurgiyantoro, 2009: 23). Novel juga merupakan sebuah karya fiksi prosa yang
tertulis dan bersifat naratif.
Menurut Nurgiyantoro (1995: 4), karya sastra digolongkan sebagai fiksi
dan non-fiksi yang terdiri atas :

Universitas Sumatera Utara

1. Fiksi historis atau novel historis, dimana penulis novel berpijak pada
fakta sejarah.
2. Fiksi biografis atau novel biografis, yang menjadi acuan penulisan
adalah fakta biografis.

3. Fiksi sains atau novel sains, jika yang menjadi acuan dasar penulisan
adalah fakta ilmu pengetahuan.

Jika ditelusuri dari penggolongan novel di atas maka objek yang diteliti
oleh penulis dari novel yang berjudul Liang Shanbo yu Zhu Yingtai karya Zhang
Henshui ini termasuk ke dalam kategori novel historis dimana beberapa tokoh dan
latar yang lain terdapat beberapa kesamaan dengan kenyataan sejarah yang ada.

2.2.2 Gender
Merujuk pada karakteristik yang membedakan antara wanita dan pria baik
secara biologis, prilaku, mentalitas, dan sosial budaya. Sudut pandang gender,
perempuan menerima semua aturan-aturan yang dibuat oleh laki-laki. Bentuk
sosial perempuan dikenal sebagai makhluk yang lemah lembut, cantik, emosional,
dan keibuan. Sedangkan laki-laki dianggap kuat, rasional, dan perkasa. Gender
diklasifikasikan sebagai sesuatu yang “maskulin” dan “feminine” (Ann Oakley
dalam Elfira, 2008:42).
Menurut Fakih (2003:8-9) gender adalah suatu sifat yang melekat pada
laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural.
Konstruksi ini melalui jalan yang panjang dan melalui proses sosialisasi yang
secara perlahan melekat pada jenis kelamin tertentu. Pelekatan ini dipelajari dari


Universitas Sumatera Utara

lingkungan sekitar seperti, orang tua, sekolah, budaya, kepercayaan, pendidikan,
dan sebagainya.
Hal ini menunjukkan bahwa gender dipahami sebagai “perbedaan” tidak
hanya terkait dengan hubungan personal tetapi juga struktur sosial karena
perbedaan gender telah melegitimasi ketidaksetaraan sosial yang lebih
menghargai laki-laki daripada perempuan. Menurut Sugihastuti dan Saptiawan
(2007: 82), perempuan memiliki ketergantungan pada laki-laki. Oleh karena itu,
laki-laki memiliki kekuasaan untuk mengontrol perempuan dalam berbagai hal
seperti reproduksi, seksualitas, sistem pembagian kerja, dan sebagainya.
Sifat dan ciri yang melekat sangat dipengaruhi oleh struktur sosial dan
budaya masyarakat di dalamnya, serta perubahan zaman yang terjadi. Pemberian
sifat pada tiap-tiap jenis kelamin ini menimbulkan dominasi laki-laki terhadap
perempuan. Hal ini karena ada anggapan perempuan membutuhkan perlindungan
laki-laki.
2.2.2.1 Peran dalam Pengertian Gender
Pembagian dalam peran gender bersifat kegiatan dan jenis pekerjaan yang
berbeda. Menurut Horton dan Hunt (1993:118), peran adalah perilaku yang

diharapkan dari seseorang yang mempunyai status. Setiap orang memiliki
sejumlah status dan diharapkan mengisi peran sesuai status tersebut. Dalam arti
tertentu, status dan peran adalah dua aspek gejala yang sama.
Setiap orang harus melakukan usaha pembelajarannya untuk mengisi
perannya, misalnya sebagai anak, pelajar, suami atau istri, maupun orang tua. Ada
dua pendukung agar peran dapat dijalankan dengan baik harus melakukan dua

Universitas Sumatera Utara

aspek yaitu, harus belajar untuk melaksanakan kewajiban dan menuntut hak-hak
suatu peran dan harus memiliki sikap, perasaan, dan harapan-harapan yang sesuai
dengan peran tersebut. Peran dapat berguna dan memuaskan untuk diri seseorang
jika perannya dilakukan dengan sukses.
Status seorang wanita yang belum menikah berbeda dengan status seorang
yang sudah bersuami. Dalam beberapa hal, ia akan menjadi seseorang yang
berbeda dalam peranannya. Satu status tidak hanya mempunyai satu peran
tunggal. Contoh peran gender, misalnya laki-laki diperbolehkan bersekolah diluar
rumah, karena laki-laki sebagai pencari nafkah, sedangkan perempuan tidak
diperkenankan bersekolah. Perempuan hanya boleh belajar di rumah dan juga
dipingit, kebiasaan mereka hanya dibatasi pada urusan rumah tangga untuk

mempersiapkan mereka yang berfungsi untuk melayani suami mereka.
2.2.2.2 Posisi dalam Pengertian Gender
Peran dan posisi pada dasarnya merupakan dua aspek yang berkaitan, baik
dari sudut pandang psikologi ataupun sudut pandang soisologi. Heriyanto (2007:
8) menyatakan bahwa status merupakan perwujudan dan pencerminan dari hak
dan kewajiban individu dalam tingkah lakunya. Status sosial sering disebut
sebagai kedudukan, posisi atau peringkat seseorang dalam masyarakat.
Di kehidupan sosial perempuan selalu dinilai sebagai the other sex dan the
second class, yang keberadaannya tidak diperhitungkan. Konsep posisi
perempuan dalam masyarakat memberi kesan bahwa posisi perempuan tidak
penting. Istilah gender juga berguna karena istilah itu mencakup peran sosial

Universitas Sumatera Utara

kaum perempuan dan laki-laki. Hubungan antara laki-laki dan perempuan
menentukan posisi keduanya.
2.2.3 Perjuangan
Menurut Alwi, dkk (2007: 478), perjuangan adalah (1) perkelahian
(merebut sesuatu); peperangan; (2) usaha yang penuh dengan kesukaran dan
bahaya; (3) Pol salah satu wujud interaksi sosial, termasuk persaingan,

pelanggaran, dan konflik. Perjuangan yang dimaksud dalam novel ini adalah
perjuangan perempuan pada novel Liang Shanbo yu Zhu Yingtai untuk menentang
tradisi patriarki yang mendominasi hidupnya.

Perjuangan adalah suatu usaha yang penuh dengan kesukaran untuk
mendapatkan sesuatu yang lebih baik. Selain mengandung pengertian formal,
istilah perjuangan ini juga mengandung makna aktivitas, maksudnya adalah
aktivitas memperebutkan dan mengusahakan tercapainya sesuatu tujuan dengan
menggunakan tenaga, pikiran dan kemauan yang keras, bahkan jika perlu dengan
cara berkelahi atau bahkan berperang, sebagaimana disebut di dalam Kamus
Umum karangan Poerwodarminto (dalam Joyomartono, 1990: 4).
2.3

Landasan Teori
Dalam penelitian ini membutuhkan landasan teori yang mendasari, karena

landasan teori merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Landasan teori yang
digunakan hendaknya mampu menjadi tumpuan seluruh pembahasan.

Universitas Sumatera Utara


2.3.1 Feminisme Patriarkhal
Secara etimologis feminis berasal dari kata femme (woman), berarti
perempuan (tunggal) yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak kaum
perempuan, sebagai kelas sosial (Ratna, 2004: 184). Feminisme merupakan
gerakan yang dilakukan oleh kaum perempuan untuk menolak segala sesuatu yang
dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan yang
dominan, baik dalam tataran politik, ekonomi, maupun kehidupan sosial lainnya
(Sugihastuti dan Suharto, 2002: 18). Dalam arti leksikal, feminisme ialah gerakan
perempuan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan
pria. Feminisme ialah teori tentang persamaan antara laki-laki dan perempuan di
bidang politik, ekonomi, sosial atau kegiatan terorganisasi yang memperjuangkan
hak-hak serta kepentingan wanita (Rokhmansyah, 2016 : 64).
Sebagai gerakan modern, feminisme lahir awal abad ke-20, yang
dipelopori oleh Virginia Woolf dalam bukunya yang berjudul A Room of one’s
own (1929). Terdapat komentar miring dari kaum pria terhadap buku tersebut
yang semakin menguatkan kesimpulan bahwa wanita adalah sebuah produk dari
budaya yang mementingkan nilai-nilai pria dan tentunya sastra ikut membentuk
dan merespon nilai-nilai patriarki, melalui representasi wanita untuk kepentingan
budaya pria dan mengesampingkan pengalaman wanita, Virginia Woolf telah

mengilhami para feminis agar menggunakan sastra sebagai medium perlawanan
terhadap budaya patriarki, sehingga terbukalah kran bagi sastra bergenre
feminisme (Ratna, 2004: 184).

Universitas Sumatera Utara

Dalam ilmu sastra, feminisme ini berhubungan dengan konsep kritik sastra
feminis, yaitu studi sastra yang mengarahkan fokus analisis kepada wanita. Kritik
sastra feminis bukan berarti pengeritik wanita, atau keritik tentang wanita, atau
kritik tentang pengarang wanita. Arti sederhana yang dikandung adalah pengeritik
memandang sastra dengan kesadaran khusus; kesadaran bahwa ada jenis kelamin
yang banyak berhubungan dengan budaya, sastra, dan kehidupan. Culler (dalam
Endraswara, 2008: 149) kritik sastra feminis adalah “reading as woman”
membaca sebagai wanita berarti membaca dengan kesadaran membongkar
praduga dan ideologi kekuasaan laki-laki yang androsentris atau patriarkhal.
Pendekatan feminisme adalah pendekatan terhadap karya sastra dengan
fokus perhatian pada relasi gender yang timpang dan mempromosikan pada
tataran yang seimbang antar laki-laki dan perempuan (Djajanegara, 2000: 27).
Djajanegara (2000: 51-54) mengungkapkan bahwa dalam menganalisis
karya sastra dalam kajian feminisme yang difokuskan adalah:
1. Peneliti mengidentifikasi satu atau beberapa tokoh perempuan di
dalam sebuah karya yang di lanjutkan dengan mencari kedudukan
tokoh-tokoh tersebut di dalam keluarga atau masyarakat. Misalnya,
jika kedudukannya sebagai seorang istri atau ibu, maka dia akan
bersifat inferior dan berposisi lebih rendah dari pada kedudukan lakilaki di dalam suatu masyarakat tradisional. Hal ini disebabkan karena
tradisi menghendaki dia berperan sebagai orang yang hanya mengurus
rumah tangga dan tidak layak mencari nafkah sendiri. Di dakam rumah

Universitas Sumatera Utara

tangga yang konservatif, suami adalah pencari nafkah tunggal. Sebagai
orang yang memiliki dan menguasai uang, suamilah yang memegang
kekuasaan dan hidup seorang istri tergantung pada suaminya.

2. Peneliti mencari tahu tujuan hidup tokoh perempuan dari gambaran
lamgsung yang di berikan penulis. Misalnya, menulis melukiskan
tokoh perempuan sebagai pribadi yang haus pendidikan atau
pengetahuan.
3. Peneliti mengamati siakp penulis yang mungkin menulis dengan katakata menyindir atau ironis, nada komik atau memperolok-olok,
mengkritik atau mendukung, optimistik atau pesimistik. Nada dan
suasana cerita pada umumnya mampu mengungkapkan maksud penulis
dalam menghadirkan tokoh yang akan di tentang atau di dukung para
feminis. Untuk mengetahui pandangan serta sikap penulis, sebaiknya
peneliti juga memperhatikan latar belakangnya karena tempat dan
waktu penulisan sebuah karya sastra banyak mempengaruhi pendirian
dan sikap seorang penulis.
Endraswara (2003: 146) mengungkapkan bahwa dalam menganalisis karya
sastra dalam kajian feminisme yang difokuskan adalah:
1. Kedudukan peran dan tokoh perempuan dalam sastra.
2. Ketertinggalan kaum perempuan dalam segala aspek kehidupan,
termasuk pendidikan dan aktivitas kemasyarakatan.

Universitas Sumatera Utara

3. Memperhatikan faktor pembaca sastra, bagaimana tanggapan
pembaca terhadap emansipasi wanita dalam sastra.

Sugihastuti dan Suharto (2000: 118-119) ada beberapa macam cara
pendekatan analisis sastra (teks) yaitu:
1. Kritisisme dengan perskriptif menawarkan sebuah cara untuk
menentukan peran pembebasan yang dapat dimainkan kesusastraan
dan kritik feminis.

2. Kritik sastra gynocritics adalah mengkonstruksi suatu bingkai kerja
yang akan menganalisis perempuan dalam karya sastra berdasarkan
pengalaman perempuan, dan bukan mengadaptasi model serta teori
laki-laki.

3. Kritik sastra feminis sosial atau kritik sastra marxis: kritik sastra
feminis yang meneliti tokoh-tokoh perempuan dari sudut pandang
sosialis, yaitu kelas-kelas masyarakat.

4. Kritik sastra gynesis, teori ini dilandaskan pada pemikiran bahwa
perempuan bisa sangat patriarkhal dan laki-laki pun bisa
memberikan efek feminis dan seksis; atau menunjukkan bahwa
pengalaman perempuan adalah milik perempuan namun seorang
laki-laki sebenarnya dapat menginternalisasikan suara perempuan
dan bersimpati terhadap perempuan.

Universitas Sumatera Utara

5. Kritik sastra feminis psikoanalisis: kritik sastra yang cenderung
diterapkan pada tulisan-tulisan perempuan yang menampilkan
tokoh-tokoh perempuan.
Karya sastra yang bernuansa feminis, dengan sendirinya akan bergerak
pada sebuah emansipasi. Kegiatan akhir dari sebuah perjuangan feminis adalah
persamaan derajat, yang hendak mendudukan wanita tidak sebagai obyek. Oleh
karena itu, kajian feminisme sastra tetap memperhatikan masalah gender.

Universitas Sumatera Utara