Fungsi Ojk Dalam Melakukan Pengaturan Dan Pengawasan Terhadap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Chapter III V

BAB III

PROGRAM PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL
BIDANG KETENAGAKERJAAN

A. Pengertian Jaminan Sosial
Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk
menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang
layak. Jaminan sosial merupakan suatu sistem untuk mewujudkan kesejahteraan
dan memberikan rasa aman sepanjang hidup. 55Jaminan sosial dapat diartikan
secara luas dan dapat pula diartikan secara sempit. Dalam pengertiannya yang luas
jaminan sosial ini meliputi berbagai usaha yang dapat dilakukan oleh masyarakat
dan/atau pemerintah. 56 Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan
kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui
oleh seluruh bangsa-bangsa di dunia termasuk di Indonesia. Negara ini didirikan
dengan cita-cita untuk mewujudkan kesejahteraan yang berkeadilan sosial.
Kesejahteraan yang berkeadilan sosial itu dapat terwujud melalui pengembangan
sistem jaminan sosial. 57 Usaha ke arah itu sesungguhnya telah dirintis pemerintah
dengan menyelenggarakan beberapa bentuk jaminan sosial dibidang kesehatan
diantaranya adalah melalui PT. Askes (Persero) dan PT. Jamsostek (Persero) yang
melayani antara lain pegawai negeri sipil, penerima pensiun, veteran, pegawai


55

Kementrian Koordinasi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Buku TanyaJawab Seputar Sistem Jaminan Sosial Nasional Bidang Ketenagakerjaan (SJSN-TK), (Jakarta,
2016), hlm.2.
56
H. Zaeni Asyhadie, S.H., M.Hum., Aspek-Aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja
di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm.26.
57
Sulastomo, Sistem Jaminan Sosial Nasional, Mewujudkan Amanat Konstitusi, (Jakarta:
PT. Kompas Media Nusantara, 2011), hlm.11.

Universitas Sumatera Utara

swasta dan masyarakat miskin dan tidak mampu. 58 Usaha-usaha tersebut
seperti yang dikemukakan oleh Sentanoe Kertonegoro dikelompokkan dalam
empat kegiatan usaha utama, yaitu sebagai berikut:
1.

Usaha-usaha yang berupa pencegahan dan pengembangan, yaitu usaha-usaha

di bidang kesehatan, keagamaan, keluarga berencana, pendidikan, bantuan
hukum, dan lain-lain yang dapat dikelompokkan dalam pelayanan sosial
(social service).

2.

Usaha-usaha yang berupa pemulihan dan penyembuhan, seperti bantuan
untuk bencana alam, lanjut usia, yatim piatu, penderita cacat dan berbagai
ketunaan yang dapat disebut sebagai bantuan sosial (social assistance).

3.

Usaha-usaha yang berupa pembinaan, dalam bentuk perbaikan gizi,
perumahan, transmigrasi, koperasi, dan lain-lain yang dapat dikategorikan
sebagai sarana sosial (social infra structure).

4.

Usaha-usaha dibidang perlindungan ketenagakerjaan yang khusus ditujukan
untuk masyarakat tenaga kerja yang merupakan inti tenaga pembangunan dan

selalu menghadapi resiko-resiko sosial ekonomis, digolongkan dalam
asuransi sosial (social insurance).
Keempat

kegiatan usaha utama tersebut, kemudian oleh beliau

diaplikasikan dalam berbagai sistem jaminan sosial untuk mengatasi resiko
ekonomis. Sistem jaminan sosial tersebut adalah berupa:
a.

Pencegahan dan penanggulangan;

b.

Pelayanan dan tunjangan;

c.

Bantuan sosial dan asuransi sosial;


58

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Buku Pegangan Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional, (Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, 2014), hlm.9.

Universitas Sumatera Utara

d.

Asuransi komersial dan asuransi sosial;

e.

Peranggaran dan pendanaan.
Dalam

penguraian

selanjutnya,


khusus

dalam

kaitannya

dengan

ketenagakerjaan, kelima cara mengatasi resiko tersebut akan diuraikan sebagai
berikut:
1.

Pencegahan dan Penanggulangan

a.

Pencegahan
Pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya akibat resiko ekonomis


umumnya dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain sebagai berikut: 59
1)

Menjaga tingkat perekonomian yang tinggi. Artinya, pemerintah harus tetap
menjaga tingkat perekonomian agar tetap stabil guna mempertahankan
pendapatan perkapita penduduk (termasuk pekerja/buruh), atau daya beli
masyarakat. Dengan usaha ini setidak-tidaknya dapat mencegah akibat
resiko ekonomis

2)

Meningkatkan

keterampilan,

keahlian,

movasi,

dan


produktivitas

perorangan yang dalam bidang ketenagakerjaan cara ini termasuk
pembinaan keahlian dan kejuruan tenaga kerja atau pelatihan kerja.
3)

Menghilangkan atau mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan,
seperti pemasangan pagar pengaman pada mesin-mesin, dan upaya-upaya
lain yang berkaitan dengan apa yang tercantum dalam peraturan
perundangan (dalam hal ketenagakerjaan maksudnya adalah UU No.13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).
Pencegahan jenis ini dalam hukum ketenagakerjaan bidang hubungan kerja

(hukum kerja) termasuk dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
59

Ibid, hlm.38

Universitas Sumatera Utara


b.

Penanggulangan
Pencegahan terhadap resiko ekonomis dengan ketiga cara dalam (poin 1

sampai 2) di atas tidak selalu berhasil dengan memuaskan (100%). Karena yang
namanya ketidakpastian murni semuanya tidak pasti, resiko bisa saja datang
dengan sendirinya meskipun sudah ada pencegahan. Oleh karena itu, disamping
upaya pencegahan diperlukan lagi upaya lain yang disebut penanggulangan.
Penanggulangan

dapat

berupa

penggantian

terhadap


biaya

yang

dikeluarkan atau penghasilan yang terputus. Penggantian ini dapat berupa
pembayaran tunjangan, biaya pengobatan, dan pelayanan medis.
2.

Pelayanan dan Tunjangan
Pelayanan dapat dilakukan dengan cara memberikan jasa-jasa dan barang,

misalnya jasa pemeriksaan dokter, perawatan rumah sakit, pemberian obat-obatan
ataupun alat-alat pengganti atau alat bantu dalam hal ada fisik yang cacat atau
berkurang

fungsinya. Sementara itu, tunjangan dilakukan dengan cara

memberikan sejumlah uang tertentu untuk membayar jasa atau membeli barang
yang diperlukan.
3.


Bantuan Sosial dan Asuransi Sosial
Bantuan Sosial adalah pemberian bantuan berupa uang/barang dari

Pemerintah Daerah kepada individu, keluarga, kelompo dan/atau masyarakat yang
sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi
dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. 60 Bantuan sosial juga merupakan usaha
mengatasi resiko ekonomis yang bersifat fundamental melalui pendanaan lewat

60

Pengertian Bantuan Sosial dan Tata Cara Pengajuannya http://www.danasosialssm.com
(diakses tanggal 24 Mei 2017).

Universitas Sumatera Utara

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 61 Dikatakan bersifat
fundamental karena resiko-resiko yang dicoba untuk diatasi melalui bantuan sosial
ini adalah resiko yang dirasakan oleh masyarakat umum (termasuk tenaga kerja
atau pekerja/buruh), seperti bencana alam, kelaparan, dan sebagainya.

Sifat pokok bantuan sosial ini dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Seluruh pembiayaan ditanggung oleh pemerintah.
b. Tidak

ada

iuran

dari

yang

bersangkutan

(masyarakat,

atau

pekerja/buruh).
c. Tidak terbentuk dana karena pembiayaannya selalu dibebankan kepada
anggaran pemerintah.
d. Penerimaan jaminan diberikan sesuai dengan kebutuhan.
Sementara itu, sifat pokok asuransi sosial pada prinsipnya adalah
merupakan suatu usaha untuk mengatasi resiko ekonomis dengan cara
memperalihkan resiko tersebut kepada suatu perusahaan asuransi sosial. 62 Dengan
demikian, jika seseorang mengalami resiko, tanggung jawab untuk mengatasinya
atau setidak-tidaknya umtuk mengurangi akibat resiko tersebut beralih pada
perusahaan asuransi.
4.

Asuransi Komersial dan Asuransi Sosial
Selain melalui bantuan sosial atau dengan pendanaan dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), penanggulangan resiko ekonomis juga
bisa dilakukan oleh yang bersngkutan dengan asuransi komersial, yaitu dengan
mempertanggungkan dirinya pada perusahaan-perusahaan asuransi komersial.
61

H. Zaeni Asyhadie, S.H., M.Hum., Aspek-Aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja
di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm.29
62
H. Zaeni Asyhadie, S.H., M.Hum., Aspek-Aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja
di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm.30

Universitas Sumatera Utara

Perusahaan-perusahaan asuransi komersial umumnya diselenggarakan oleh badan
usaha yang lebih mementingkan profit/keuntungan daripada tujuannya untuk
mengatasi resiko ekonomis masyarakat atau tertanggung. Oleh karena itu,
diperlukan adanya asuransi sosial. Asuransi sosial sebagaimana ditetapkan dalam
Pasal 1 angka 3 UU SJSN, adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang
bersifat wajib dan berasal dari iuran guna memberikan perlindungn atas resiko
sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya. 63
5.

Peranggaran dan Pendanaan
Penyelenggaraan program jaminan sosial sebagai salah satu usaha dalam

mengatasi resiko dapat pula dilakukan melalui penganggaran (penyediaan
anggaran) atau dapat juga melalui pendanaan (pemupukan dana).
Dengan cara penganggaran dananya akan berasal dari pemerintah yang
besarnya disesuaikan dengan jumlah yang diperlukan. Sementara itu, dengan cara
pendanaan, dananya akan berasal dari iuran peserta (berasal dari pekerja/buruh,
pengusaha dan bisa juga dari pemerintah).
Dengan mencakup usaha-usaha tersebut di atas, secara defenitif pengertian
jaminan sosial secara luas dapat dijumpai dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial, Pasal 2 ayat (4)
sebagai berikut:
“Jaminan sosial sebagai perwujudan sekuritas sosial adalah selueuh sistem
perlindungan dan pemeliharaan kesejahteraan sosial bagi warga negara yang
diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau masyarakat guna memelihara taraf
kesejahteraan sosial”. 64

63

Kementrian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Op.Cit,

hlm.iii
64

Undang-Undang Nomor 6 Tahun
Kesejahteraan Sosial, Pasal 2 ayat (4).

1974 tentang

Ketentuan-ketentuan

Pokok

Universitas Sumatera Utara

Kemudian, Kenneth Thomson, seorang tenaga ahli pada Sekretariat
Jenderal International Security Assosiation (ISSA), dalam kuliahnya pada
Regional Training ISSA, Seminar tanggal 16 dan 17 Juni 1980 di Jakarta,
mengemukakan perumusan jaminan sosial sebagai berikut:
“Jaminan sosial dapat diartikan sebagai perlindungan yang diberikan oleh
masyarakat bagi anggota-anggotanya untuk resiko-resiko atau peristiwaperistiwa tertentu dengan tujuan, sejauh mungkin, untuk menghindari
terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut yang dapat mengakibatkan
hilangnya atau turunnya sebagian besar penghasilan, dan untuk
memberikan pelayanan medis dan/atau jaminan keuangan terhadap
konsekuensi ekonomi dari terjadinya peristiwa tersebut, serta jaminan
untuk tunjangan keluarga dan anak. Adapun peristiwa-peristiwa yang
biasanya dijaminkan oleh jaminan sosial adalah:
a. Kebutuhan akan pelayanan medis,
b. Tertundanya, hilangnya atau turunnya sebagian penghasilan yang
disebabkan:
1) Sakit;
2) Hamil;
3) Kecelakaan kerja dan penyakit jabatan;
4) Hari tua;
5) Cacat;
6) Kematian pencari nafkah;
7) Pengangguran.
c. Tanggungjawab untuk keluarga dan anak-anak”. 65

Berkaitan dengan masalah hubungan kerja, jaminan sosial bagi
pekerja/buruh diartikan secara sempit dapat dijumpai dalam berbagai kepustakaan
Hukum Kerja-Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja. Pengertian
jaminan sosial secara sempit dapat dijumpai dalam bukunya Iman Soepomo yang
merumuskan bahwa:
“Jaminan sosial adalah pembayaran yang diterima pihak buruh dalam hal
buruh di luar kesalahannya tidak melakukan pekerjaannya, jadi menjamin

65

Sentanoe Kertonegoro, Introduction to The Principle of Social Scurity, (1986), hlm.29

Universitas Sumatera Utara

kepastian pendapatan (income security) dalam hal buruh kehilangan upahnya
karena alasan di luar kehendaknya.” 66
Kata “pembayaran” dalam defenisi Imam Soepomo di atas mengandung
makna bahwa pengertian yang dikemukakan oleh beliau sangatlah “sempit” jauh
dari apa yang sesungguhnya berkembang dalam praktik pemberian jaminan sosial
di Indonesia saat ini. Dalam perkembangannya sekarang, jaminan sosial bagi
pekerja/buruh bukan hanya berupa pembayaran saja, tetapi juga berupa pelayanan,
bantuan, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, dalam Pedoman Pelaksanaan Hubungan Indutrial
Pancasila (HIP), dirumuskan pengertian jaminan sosial secara luas sebagai
berikut:
“Jaminan Sosial adalah jaminan kemungkinan hilangnya pendapatan
pekerja sebagian atau seluruhnya atau bertambahnya pengeluaran karena resiko
sakit, kecelakaan, hari tua, meninggal dunia atau resiko sosial lainnya.”
Selanjutnya dalam Pasal 1 ke-1 UU Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja, pengertian jaminan sosial tenaga kerja dirumuskan sebagai
berikut:
“Jaminan Sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja
dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari peghasilan
yang hilang atau berkurang dalam pelayanan sebagai akibat peristiwa yang
dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, bersalin, hari tua, dan
meninggal dunia.”

B. Sejarah Terbentuknya Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan Bagi
Pekerja

66

Imam Soepomo, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, (Jakarta: Djambatan,
1983), hlm.136

Universitas Sumatera Utara

Dalam bukunya, Sentanoe Kertonegoro menguraikan sejarah terbentuknya
jaminan sosial bagi pekerja/buruh ini. Uraian tersebut oleh beliau dibagi dalam
beberapa tahap, namun dalam kaitannya dengan sejarah jaminan sosial bagi
pekerja/buruh di Indonesia akan diuraikan tiga tahap secara ringkas sebagai
berikut.
1.

Tahap Permulaan
Gerakan jaminan sosial dimulai pada permulaan abad ke-19 di Eropa

Barat. Pada masa itu di negara-negara tersebut diberlakukan suatu peraturan
perundangan kemiskinan (poor laws) bagi orang-orang melarat, yang dengan
peraturan tersebut orang-orang miskin, tanpa penghasilan sama sekali dapat
memperoleh bantuan dari pemerintah.
Peraturan perundangan kemiskinan ini pada mulanya dimaksudkan sebagai
alat untuk mencegah terjadinya kelaparan dan ketelantaran bagi orang-orang
miskin sehingga mengurangi terjadinya gejolak sosial. Namun, karenan
kebersamaan pada waktu itu, terjadi pula proses industrialisasi yang menimbulkan
golongan penduduk baru, yang terdiri dari para pekerja/buruh dengan upah yang
rendah, mengakibatkan peraturan poorlaws itu dituntut pula agar diberlakukan
kepada mereka. Dengan diberlakukannya peraturan kemiskinan bagi kaum
pekerja/buruh ini, dimulailah momentum baru yang mendasari prinsip-prinsip
jaminan sosial bagi pekerja/buruh, yang peraturan perundangannya baru bisa
dibentuk beberapa tahun kemudian.
2.

Masa Sebelum Asuransi Sosial
Dengan dimulainya tahap awal pelaksanaan jaminan sosial bagi

pekerja/buruh, mulai tahun 1880 dikenal beberapa metode untuk memberikan

Universitas Sumatera Utara

jaminan sosial bagi pekerja/buruh. Metode-metode tersebut adalah sebagai
berikut.
a.

Metode Tabungan Kecil
Metode tabugan kecil pada prinsipnya adalah para pekerja/buruh dapat

menabung pada bank-bank pemerintah untuk mengatasi timbulnya resiko
ekonomis yang mungkin saja akan terjadi.
Namun demikian, dengan metode tabungan kecil prinsip jaminan sosial
tidak mencapai sasarannya karena hal-hal berikut:
1)

Upah pekerja/buruh yang pada umumnya demikian kecil sehingga sulit
untuk disisihkan guna ditabung.

2)

Resiko ekonomis sulit untuk diramalkan kapan datangnya sehinga bisa
saja terjadi pekerja/buruh yang baru hanya sedikit tabungannya resiko itu
bisa datang. Dalam keadaan demikian tabungan tidak bisa mengatasi atau
setidak-tidaknya mengurangi akibat resiko tersebut.

b.

Metode Tanggung Jawab Pengusaha
Dengan metode ini, segala resiko kerja yang dialami oleh pekerja/buruh

sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengusaha (employer’s liability). Metode
ini didasari atas prinsip, bahwa barangsiapa yang berani mempekerjakan tenaga
kerja (pekerja/buruh), dia harus berani pula menanggung resiko akibat
keberaniannya itu.
Resiko yang harus ditanggung oleh pengusaha adalah berupa kecelakaan
kerja yang dapat mengakibatkan pekerja/buruh menderita cacat atau meninggal
dunia.

Universitas Sumatera Utara

Metode tanggung jawab pengusaha mempunyai beberapa kelemahan, yaitu
sebagai berikut: 67
1. Kemampuan pengusaha untuk memberikan jaminan sosial kepada
pekerja/buruhnya yang terkena resiko tergantung dari besar kecilnya
perusahaan.
Bagi pengusaha yang memiliki perusahaan yang besar bisa jadi akan
memberikan jaminan sosial yang besar, sedangkan bagi pengusaha
yang memiliki perusahaan yang kecil tentunya akan memberikan
jaminan sosial dari perusahaan yang besar. Hal ini tentunya akan dapat
menimbulkan “kecemburuan sosial” bagi mereka yang bekerja pada
perusahaan yang relatif kecil.
2. Metode tanggung jawab pengusaha umumnya dikaitkan dengan resiko
kecelakaan. Dengan demikian, resiko-resiko sosial dan/atau ekonomis
yang terjadi bukan disebabkan oleh kecelakaan tidak menjadi tanggung
jawab pengusaha.
3. Pekerja/buruh

yang

tertimpa

kecelakaan

biasanya

diharuskan

mengajukan permohonan (klaim) atas tanggung jawab pengusaha.
Pengajuan permohonan bisa jadi akan menimbulkan rasa “segan” pada
pekerja/buruh atau justru karena sifatnya menuntut “hak”, bisa saja akan
menimbulkan keretakan pada hubungan kerja mereka.
Meskipun ada beberapa kelemahan dalam metode tanggung jawab
pengusaha ini, Indonesia pernah mempergunakannya berdasarkan UU Nomor 33
Tahun 1947 tentang Kecelakaan.
67

H. Zaeni Asyhadie, S.H., M.Hum., Aspek-Aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja
di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm.42

Universitas Sumatera Utara

c.

Metode Asuransi Komersial
Untuk meringankan beban pengusaha dalam melaksanakan tanggung

jawabnya (terhadap kewajiban untuk memberikan ganti kerugian atau jaminan)
kepada pekerja/buruhnya yang tertimpa kecelakaan, maka pada akhir abad ke-19
digunakan metode asuransi.
Pada mulanya metode ini hanyalah merupakan metode yang biasa, bahkan
dapat dikatakan primitif karena dengan metode ini awalnya para anggotanya
(pekerja/buruh) secara periodik dan teratur mengumpulkan uang untuk
memberikan bantuan pemeliharaan medis atau penguburan bagi para anggota
yang mengalami resiko.
Metode ini pada awalnya memang berhasil, namun lama kelamaan karena
adanya faktor manajemen yang tak teratur, sering jaminan yang dijanjikan tidak
terpenuhi. Oleh karena itu, pemerintah pada waktu itu turun tangan dengan
memberikan pengaturan, pengawasan dan pembatasan kegiatan pada usaha-usaha
yang dapat diajalankan secara efisien; sampai kemudian jadilah kelompok
masyarakat (pekerja/buruh) tersebut dikelola secara komesial.
Karena sudah bersifat komersial, sulit diharapkan metode ini akan
mencapai sasarannya dalam memberikan jaminan sosial karena hal-hal berikut: 68
1) Besar preminya sudah tentu harus diperhitungkan sehingga dapat
menjaga stabilitas atau kelangsungan perusahaan
2) Tidak semua pekerja/buruh akan dapat dipertanggungkan pada
perusahaan asuransi komersial tersebut karena tertanggung harus
memenuhi syarat-syarat tertentu (tes kebutuhan) yang umumnya

68

Ibid, hlm.43

Universitas Sumatera Utara

menyangkut umur, kesehatan, serta jenis pekerjaan yang tidak
mengandung resiko serta klaim jaminan yang tinggi.
3) Jenis jaminan yang dapat dipertanggungkan tentunya juga terbatas,
dalam arti tidak semua resiko dapat dipertanggungkan, seperti
misalnya hari tua, kehamilan, kesehatan, dan sebagainya.

d.

Metode Asuransi Sosial
Dengan adanya berbagai kelemahan metode-metode tersebut di atas,

negara Jerman di bawah pimpinan Bismark pada tahun 1880 membentuk suatu
metode baru yang disebut asuransi sosial.
Jerman tampaknya menemukan metode yang tepat untuk meyelenggarakan
jaminan sosial karena tidak begitu terikat pada prinsip liberalisme ekonomi dan
laissez-faire seperti negara Eropa Barat lainnya, tetapi tetap dipengaruhi oleh
tradisi Prusia yang berpaham otoritarian dan paternalistik.
Metode asuransi sosial ini ternyata merupakan metode yang mantap dan
baik dalam penyelenggaraan jaminan sosial bagi pekerja/buruh. Kelebihannya
adalah metode ini mengandung berbagai sifat utama, yaitu sebagai berikut:
a. Dibiayai dari iuran pekerja/buruh, pengusaha dan mungkin juga ada
bantuan iuran dari pemerintah.
b. Jaminan bagi pekerja/buruh dibayarkan berdasarkan iuran tersebut.
c. Hak pekerja/buruh didasarkan atas iurannya.
d. Tidak diperlukan adanya tes kebutuhan. Semua pekerja/buruh
berdasarkan peraturan perundnag-undangan dapat menjadi peserta
tanpa memandang kesehatan, umur, dan besarnya resiko tempatnya
bekerja.

Universitas Sumatera Utara

Menyadari akan kelebihan metode asuransi sosial ini, Pemerintah
Republik

Indonesia

berkali-kali

pernah

mempergunakannya.

Peraturan

perundang-undangan jaminan sosial bagi pekerja/buruh di Indonesia yang
menggunakan metode asuransi sosial adalah:
1. Peraturan Menteri Perburuhan No. 3 Tahun 1964 jo. No. 3 Tahun 1967
tentang Pertanggungan Sakit, Hamil, dan Bersalin (PERSA);
2. Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial
Tenaga Kerja (ASTEK);
3. Undang-undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga
Kerja (JAMSOSTEK).
Memerhatikan pihak yang wajib membayar iuran pada ketiga peraturan
perundangan di atas Peraturan Menteri Perburuhan No. 3 Tahun 1964 jo. No. 3
Tahun 1967 tentang Pertanggungan Sakit, Hamil, dan Bersalin (PERSA),
Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja
(ASTEK), Undang-undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga
Kerja (JAMSOSTEK), yang pada pokoknya sebagian besar iuran/preminya
ditanggung oleh pegusaha, maka dapat disimpulkan bahwa jaminan sosial bagi
pekerja/buruh di Indonesia tetap mengandung asas atau metode “Tanggung Jawab
Pengusaha”. Hanya saja, dengan ketiga peraturan perundang-undanga di atas,
tanggung jawab pengusaha dialihkan kepada badan penyelenggara yang
menyelenggarakan program peraturan tersebut. Artinya pengusaha yang
bertanggung jawab atas pekerja/buruh yang bekerja di perusahaannya diwajibkan
untuk pembayaran iuran/premi kepada badan penyelenggara.

Universitas Sumatera Utara

Dengan demikian, dari berbagai metode yang dijelaskan di atas, pada
prinsipnya Indonesia hanyalah mengenal metode tanggung jawab pengusaha, yang
mana metode ini pada akhirnya dilaksanakan dengan mekanisme asuransi, yaitu
asuransi sosial.
C. Tujuan dan Manfaat Jaminan Sosial Bagi Pekerja/Buruh
1.

Tujuan
Dari beberapa defenisi jaminan sosial di atas dapat ditarik kesimpulan

bahwa tujuan jaminan sosial pada prinsipnya adalah: 69
a. Sebagai

sarana

untuk

memberikan

perlindungan

dasar

bagi

pekerja/buruh guna mengatasi resiko-resiko ekonomis/sosial atau
peristiwa-peristiwa tertentu, seperti:
1) Kebutuhan akan pelayanan medis;
2) Tertundanya, hilangnya atau turunnya sebagian penghasilan yang
disebabkan karena:
a) Sakit;
b) Hamil;
c) Kecelakaan kerja dan penyakit jabatan;
d) Hari tua;
e) Cacat;
f) Kematian pencari nafkah.
3) Tanggung jawab untuk keluarga dan anak-anak.
b. Sebagai sarana untuk mencapai tujuan sosial dengan memberikan
ketenangan kerja bagi pekerja/buruh yang memiliki peranan besar bagi
pelaksana pembangunan.
69

Ibid, hlm.35

Universitas Sumatera Utara

2.

Manfaat
Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dengan dilaksanakannya

jaminan sosial bagi pekerja/buruh, yaitu sebagai berikut:70
a. Jaminan sosial menciptakan ketenangan kerja bagi pekerja/buruh dan
ketenangan berusaha bagi pengusaha sehingga mendorong terciptanya
produktivitas kerja.
b. Dengan adanya program jaminan sosial yang permanen, berarti
pengusaha

dapat

kesejahteraan

melakukan

perencanaan

pekerja/buruhnya,

dimana

yang

biasanya

pasti

untuk

pengeluaran-

pengeluaran untuk jaminan sosial ini bersifat mendadak sehingga tidak
bisa diperhitungkan terlebih dahulu.
c. Dengan adanya jaminan sosial, praktis akan menimbulkan ikatan bagi
pekerja/buruh untuk bekerja di perusahaan tersebut serta tidak
berpindah ke tempat lain.
d. Jaminan sosial juga akan ikut menciptakan ketenangan kerja serta
menciptakan hubungan yang positif antara pekerja/buruh dan
pengusaha. Hubungan yang positif ini sangat diperlukan untuk
kegairahan dan semangat kerja ke arah kenaikan produksi perusahaan
yang pada gilirannya akan menumbuhkan rasa ikut bertanggung jawab
dengan rasa ikut memiliki sebagaimana yang dikehendaki oleh
konsepsi Hubungan Industrial Pancasila.
e. Dengan adanya program jaminan sosial ini, kepastian akan
perlindungan terhadap resiko-resiko dari pekerjaan akan terjamin,
terutama untuk melindungi kelangsungan penghasilan pekerja/buruh
70

Ibid, hlm.36

Universitas Sumatera Utara

yang sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup beserta
keluarganya.
f. Secara nasional jaminan sosial ini akan memberi kontribusi berikut:
1) Iuran selalu diterima beberapa tahun sebelum pembayaran jaminan
yang cukup besar karena adanya program berjangka panjang.
2) Dengan demikian, terjadinya pemupukan dana yang untuk
sementara sebelum digunakan untuk membayar jaminan, bisa
digunakan/dipinjam untuk dana pembangunan, baik sektoral
maupun regional. Pemupukan dana atau cadangan finansial ini
lama kelamaan akan semakin besar disebabkan karena hal-hal
berikut:
a) Pembayaran jaminan dalam jumlah yang besar biasanya baru
terjadi beberapa puluh tahun setelah terbentuknya program
tersebut.
b) Perkembangan industri akan meningkatkan kepesertaan dengan
bertambahnya jumlah perusahaan yang wajib ikut serta dalam
program tersebut.
c) Distribusi penduduk yang cenderung pada umur muda, seperti
di negara berkembang, akan memberikan peserta-peserta muda
yang lebih banyak daripada mereka yang segera berhak untuk
menerima jaminan.
Dengan demikian, tujuan dan manfaat jaminan sosial amat besar, baik bagi
perkerja/buruh maupun bagi pengusaha itu sendiri. Dengan mengikutsertakan

Universitas Sumatera Utara

pekerja/buruhnya dalam program jaminan sosial tenaga kerja, berarti pengusaha
telah bertindak: 71
a. Melindungi pekerja/buruhnya sedemikian rupa dalam menghadapi
segala resiko yang mungkin saja terjadi, baik karena adanya peralatan
kerja yang serba modern dan mutakhir maupun karena penempatan
pekerja/buruh yang tidak pada tempatnya atau bukan keahliannya;
b. Mendidik para pekerja/buruhnya untuk berhemat atau menabung yang
dapat dinikmati sewaktu-waktu jika terjadi hal yang tidak diinginkan,
terutama dalam mengahadapi resiko hari tua atau pensiun;
c. Melindugi perusahaan dari keharusan memberikan jaminan sosial
(sesuai

dengan

prinsip

tanggung

jawab

pengusaha)

yang

kemugkinannya akan berjumlah besar karena resiko yang menimpa
beberapa pekerja/buruh sekaligus, dimana resiko ini tidak diharapkan
terjadinya;
d. Memberikan ketenangan kepada pekerja/buruh beserta keluarganya,
karena dengan terjadinya resiko yang tidak diharapkan, mereka akan
memperoleh jaminan yang

memadai yang

tidak sulit

untuk

mengurusnya.
e. Dengan diikutsertakan pekerja/buruh dalam program jaminan sosial
tenaga kerja oleh pengusaha berarti pengusaha telah mencerminkan
iktikad baik untuk melaksanakan suatu hubungan kerja yang
berlandaskan nilai-nilai Pancasila.

71

Ibid, hlm.38

Universitas Sumatera Utara

Dampak semua tindakan pengusaha tersebut, para pekerja/buruh akan
terangsang untuk mewujudkan ketekunan dan kegairahan dalam bekerja sehingga
dengan demikian akan tercapai kelancaran roda perusahaan, keharmonisan dalam
hubungan kerja sebagaimana yang dikehendaki konsepsi “Hubungan Industrial
Pancasila”.
Jika apa yang dikembangkan dalam konsepsi Hubungan Industrial
Pancasila itu benar-benar berjalan dengan baik, pekerja/buruh bersama-sama
dengan pengusaha bisa menyatu sebagai satu kesatuan dan bertekad bersamasama bergotong-royong, bekerja keras dalam suasana kekeluargaan mensukseskan
misi perusahaan yang pada gilirannya akan meningkatkan pula kesejahteraan
pekerja/buruh.
Peranan

pengusaha

dalam

memberikan

atau

mempertanggungkan

pekerja/buruh dalam program jaminan sosial tenaga kerja jelaslah sangat besar
karena pengusaha yang lebih dominan menentukan kebijaksanaanya dalam
menentukan arah jalannya “roda” perusahaan. Pengusaha yang bijaksana, yang
mengerti bahwa pekerja/buruh adalah partnernya dalam berusaha; yang mengerti
bahwa pekerja/buruh adalah “tulang punggung” perusahaan, yang telah
memberikan jasa dan pikirannya pada perusahaan tempatnya bekerja tentunya
akan memberikan penghargaan kepada pekerja/buruh yang bersangkutan dengan
mempertanggungkannya dalam program jaminan sosial tenaga kerja.
D. Mekanisme

Penyelenggaraan

Program

Jaminan

Sosial

Bidang

Ketenagakerjaan
1.

Program

Universitas Sumatera Utara

BPJS Ketenagakerjaan adalah program pemerintah yang memberikan
jaminan sosial ekonomi kepada para pekerja yang bekerja di Indonesia, program
ini sebenarnya bukanlah program baru, tapi merupakan program peralihan dari
progam sebelumnya yaitu Jaminan Sosial Tenaga Kerja atau lebih kita kenal
JAMSOSTEK. 72

dengan

Karena merupakan program peralihan dari jamsostek, program-program
BPJS ketenagakerjaan pun tidak jauh berbeda dengan program yang dimiliki oleh
jamsostek sebelumnya, namun memiliki sedikit perubahan yang meliputi:
a.

Program jaminan hari tua (JHT)

b.

Program Jaminan Pensiun (JP), ini merupakan program baru di bpjs
ketenagakerjaan yang sebelumnya tidak ada di jamsostek.

c.

Program Jaminan Kematian (JKM)

d.

Program jaminan kecelakaan kerja (JKK)

e.

Sedangkan program Jaminan pelayanan kesehatan (JPK) yang sebelumnya
dimiliki oleh jamsostek sudah tidak lagi menjadi bagian dari progam bpjs
ketenagakerjaan, JPK saat ini sudah dialihkan menjadi BPJS kesehatan.
Secara lebih detail berikut adalah 4 program utama dari bpjs

ketenagakerjaan serta manfaat yang dapat diperoleh oleh pesertanya:
a.

Program Jaminan Hari Tua (JHT)
JHT adalah salah satu program yang dimiliki oleh BPJS Ketenagakerjaan

yang dapat memberikan jaminan sosial ekonomi salah satunya untuk pesertanya
ketika mereka menginjak masa tua.

72

Rizqia Khoirunisa, 4 Program Utama BPJS Ketenagakerjaan (BPJS TK) Serta
Manfaatnya,
http://www.pasienbpjs.com/2017/01/4-program-utama-bpjsketenagakerjaan.html?m=1 (diakses pada tanggal 12 Juni 2017).

Universitas Sumatera Utara

Manfaat dari JHT adalah sebagai berikut :73
1) Pemberian uang tunai yang besarnya merupakan nilai akumulasi iuran
ditambah hasil pengembangannya, yang dibayarkan sekaligus apabila:
a) Peserta mencapai usia 56 tahun (usia pensiun)
b) Meninggal dunia
c) Cacat total tetap
d) Peserta resign atau di PHK dan tidak aktif bekerja
Hasil pengembangan JHT paling sedikit sebesar rata-rata bunga deposito
counter rate bank pemerintah.
2) Manfaat JHT sebelum mencapai usia 56 tahun dapat diambil sebagian jika
mencapai kepesertaan 10 tahun dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Diambil max 10 % dari total saldo sebagai persiapan usia pensiun
b) Diambil max 30% dari total saldo untuk uang perumahan
Pengambilan sebagian tersebut hanya dapat dilakukan sekali selama menjadi
peserta. Jika setelah mencapai usia 56 tahun peserta masih bekerja dan
memilih untuk menunda pembayaran JHT maka JHT dibayarkan saat yang
bersangkutan berhenti bekerja.
BPJS Ketenagakerjaan wajib memberikan informasi kepada peserta mengenai
besarnya saldo JHT beserta hasil pengembangannya 1 (satu) kali dalam
setahun.

73

Rizqia Khoirunisa, 4 Program Utama BPJS Ketenagakerjaan (BPJS TK) Serta
Manfaatnya,
http://www.pasienbpjs.com/2017/01/4-program-utama-bpjsketenagakerjaan.html?m=1 (diakses pada tanggal 12 Juni 2017).

Universitas Sumatera Utara

Apabila peserta meninggal dunia, urutan ahli waris yang berhak atas manfaat
JHT sbb : 74
a) Janda/duda
b) Anak
c) Orang tua, cucu
d) Saudara Kandung
e) Mertua
f) Pihak yang ditunjuk dalam wasiat
g) Apabila tidak ada ahli waris dan wasiat maka JHT dikembalikan ke Balai
Harta Peninggalan
Jika terjadi JHT kurang bayar akibat pelaporan upah yang tidak sesuai,
menjadi tanggungjawab perusahaan.
b.

Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
JKK adalah salah satau program yang dimiliki oleh BPJS Ketenagakerjaan

yang dapat memberikan perlindungan atas risiko-risiko kecelakaan yang terjadi
dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari
rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya dan penyakit yang disebabkan oleh
lingkungan kerja.
Manfaat yang diberikan oleh jaminan kecelakaan kerja (JKK) antara lain
adalah sebagai berikut: 75
1) Pelayanan Kesehatan Karena Resiko Kecelakaan
Pelayanan kesehatan (perawatan dan pengobatan), antara lain:
74

Rizqia Khoirunisa, 4 Program Utama BPJS Ketenagakerjaan (BPJS TK) Serta
Manfaatnya,
http://www.pasienbpjs.com/2017/01/4-program-utama-bpjsketenagakerjaan.html?m=1 (diakses pada tanggal 12 Juni 2017).
75
Rizqia Khoirunisa, 4 Program Utama BPJS Ketenagakerjaan (BPJS TK) Serta
Manfaatnya,
http://www.pasienbpjs.com/2017/01/4-program-utama-bpjsketenagakerjaan.html?m=1 (diakses pada tanggal 12 Juni 2017).

Universitas Sumatera Utara

a) pemeriksaan dasar dan penunjang;
b) perawatan tingkat pertama dan lanjutan;
c) rawat inap dengan kelas ruang perawatan yang setara dengan kelas I
rumah sakit pemerintah;
d) perawatan intensif (HCU, ICCU, ICU);
e) penunjang diagnostic;
f) pengobatan dengan obat generik (diutamakan) dan/atau obat bermerk
(paten)
g) pelayanan khusus;
h) alat kesehatan dan implant;
i) jasa dokter/medis;
j) operasi;
k) transfusi darah (pelayanan darah); dan
l) rehabilitasi medik.

2) Santunan penggantian biaya pengangkutan
Perhitungan biaya transportasi untuk kasus kecelakaan kerja yang
menggunakan lebih dari satu jenis transportasi berhak atas biaya maksimal
dari

masing-masing

angkutan

yang

digunakan

dan

diganti

sesuai

bukti/kuitansi dengan penjumlahan batasan maksimal dari semua jenis
transportasi yang digunakan.
Peserta yang mengalami kecelakaan kerja/penyakit akibat kerja, ke rumah
sakit dan/atau kerumahnya, termasuk biaya pertolongan pertama pada
kecelakaan:

Universitas Sumatera Utara

a) Angkutan darat/sungai/danau diganti maksimal Rp1.000.000,- (satu juta
rupiah).
b) Angkutan laut diganti maksimal Rp1.500.000 (satu setengah juta rupiah).
c) Angkutan udara diganti maksimal Rp2.500.000 (dua setengah juta rupiah).
3) Santunan Sementara Tidak Mampu Bekerja (SSTMB)
Dibayarkan kepada pemberi kerja (sebagai pengganti upah yang diberikan
kepada tenaga kerja) selama peserta tidak mampu bekerja sampai peserta
dinyatakan sembuh atau cacat sebagian anatomis atau cacat sebagian fungsi
atau cacat total tetap atau meninggal dunia berdasarkan surat keterangan
dokter yang merawat dan/atau dokter penasehat.
Dengan perincian penggantian, sebagai berikut:
a) 6 (enam) bulan pertama diberikan sebesar 100% dari upah.
b) 6 (enam) bulan kedua diberikan sebesar 75% dari upah.
c) 6 (enam) bulan ketiga dan seterusnya diberikan sebesar 50% dari upah.

4) Santunan Kecelakaan
a) Cacat Sebagian Anatomis sebesar = % sesuai tabel x 80 x upah sebulan.
b) Cacat Sebagian Fungsi = % berkurangnya fungsi x % sesuai tabel x 80 x
upah sebulan.
c) Cacat Total Tetap = 70% x 80 x upah sebulan.
Dengan ketentuan:
a) Jenis dan besar persentase kecacatan dinyatakan oleh dokter yang merawat
atau dokter penasehat yang ditunjuk oleh Kementerian Ketenagakerjaan
RI, setelah peserta selesai menjalani perawatan dan pengobatan.

Universitas Sumatera Utara

b) Tabel kecacatan diatur dalam Lampiran III Peraturan Pemerintah No. 44
Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja
dan Jaminan Kematian.
5) Santunan kematian dan biaya pemakaman
a) Santunan Kematian sebesar = 60 % x 80 x upah sebulan, sekurang
kurangnya sebesar Jaminan Kematian.
b) Biaya Pemakaman Rp3.000.000,-.
c) Santunan berkala selama 24 bulan yang dapat dibayar sekaligus= 24 x
Rp200.000,- = Rp4.800.000,-.
6) Program Kembali Bekerja (Return to Work)
Berupa pendampingan kepada peserta yang mengalami kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang berpotensi mengalami kecacatan, mulai dari
peserta masuk perawatan di rumah sakit sampai peserta tersebut dapat
kembali bekerja.
Kegiatan Promotif dan Preventif untuk mendukung terwujudnya keselamatan
dan kesehatan kerja sehingga dapat menurunkan angka kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja.
7) Rehabilitasi berupa alat bantu (Orthese)
dan/atau alat ganti (prothese) bagi Peserta yang anggota badannya hilang atau
tidak berfungsi akibat Kecelakaan Kerja untuk setiap kasus dengan patokan
harga yang ditetapkan oleh Pusat Rehabilitasi Rumah Sakit Umum
Pemerintah ditambah 40% (empat puluh persen) dari harga tersebut serta
biaya rehabilitasi medik.
8) Beasiswa Pendidikan Anak

Universitas Sumatera Utara

bagi setiap peserta yang meninggal dunia atau mengalami cacat total tetap
akibat kecelakaan kerja sebesar Rp12.000.000,- (dua belas juta rupiah) untuk
setiap peserta.Terdapat masa kadaluarsa klaim 2 tahun sejak kecelakaan
terjadi dan tidak dilaporkan oleh perusahaan.
c.

Program Jaminan Kematian (JKM)
Salah satu program BPJS Ketenagakerjaan yang memberikan jaminan

kematian kepada setiap pesertanya jika meninggal dunia. Beberapa manfaat dari
JKM meliputi: 76
1) Memberikan manfaat uang tunai yang diberikan kepada ahli waris ketika
peserta meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja.
2) Manfaat jaminan kematian dibayarkan kepada ahli waris peserta, apabila
peserta meninggal dunia dalam masa aktif (manfaat perlindungan 6 bulan
tidak berlaku lagi), terdiri atas:
a) Santunan sekaligus Rp16.200.000,00 (enam belas juta dua ratus ribu
rupiah);
b) Santunan berkala 24 x Rp200.000,00 = Rp4.800.000,00 (empat juta
delapan ratus ribu rupiah) yang dibayar sekaligus;
c) Biaya pemakaman sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah); dan
d) Beasiswa pendidikan anak diberikan kepada setiap peserta yang meninggal
dunia bukan akibat kecelakaan kerja dan telah memiliki masa iur paling
singkat 5 (lima) tahun yang diberikan sebanyak Rp12.000.000,00 (dua
belas juta rupiah) untuk setiap peserta.

76

Rizqia Khoirunisa, 4 Program Utama BPJS Ketenagakerjaan (BPJS TK) Serta
Manfaatnya,
http://www.pasienbpjs.com/2017/01/4-program-utama-bpjsketenagakerjaan.html?m=1 (diakses pada tanggal 12 Juni 2017).

Universitas Sumatera Utara

Besarnya iuran dan manfaat program JKM bagi peserta dilakukan evaluasi
secara berkala paling lama setiap 2 (dua) tahun.
d.

Program Jaminan Pensiun (JP)
Jaminan

pensiun

adalah

jaminan

sosial

yang

bertujuan

untuk

mempertahankan derajat kehidupan yang layak bagi peserta dan/atau ahli
warisnya dengan memberikan penghasilan setelah peserta memasuki usia pensiun,
mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.
Manfaat pensiun adalah sejumlah uang yang dibayarkan setiap bulan
kepada peserta yang memasuki usia pensiun, mengalami cacat total tetap, atau
kepada ahli waris bagi peserta yang meninggal dunia, yang meliputi:
1) Manfaat Pensiun Hari Tua (MPHT)
Berupa Uang tunai bulanan yang diberikan kepada peserta (yang memenuhi masa
iuran minimum 15 tahun yang setara dengan 180 bulan) saat memasuki usia
pensiun sampai dengan meninggal dunia;
2) Manfaat Pensiun Cacat (MPC)
Berupa Uang tunai bulanan yang diberikan kepada peserta (kejadian yang
menyebabkan cacat total tetap terjadi paling sedikit 1 bulan menjadi peserta dan
density rate minimal 80%) yang mengalami cacat total tetap akibat kecelakaan
tidak dapat bekerja kembali atau akibat penyakit sampai meninggal dunia.
Manfaat pensiun cacat ini diberikan sampai dengan meninggal dunia atau peserta
bekerja kembali;
3) Manfaat Pensiun Janda/Duda (MPJD)
Berupa Uang tunai bulanan yang diberikan kepada janda/duda yang menjadi ahli
waris (terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan) sampai dengan meninggal dunia atau
menikah lagi, dengan kondisi peserta:

Universitas Sumatera Utara

a) meninggal dunia bila masa iur kurang dari 15 tahun, dimana masa iur yang
digunakan dalam menghitung manfaat adalah 15 tahun dengan ketentuan
memenuhi minimal 1 tahun kepesertaan dan density rate 80% atau
b) meninggal dunia pada saat memperoleh manfaat pensiun MPHT.
4) Manfaat Pensiun Anak (MPA)
Berupa Uang tunai bulanan yang diberikan kepada anak yang menjadi ahli
waris peserta (maksimal 2 orang anak yang didaftarkan pada program pensiun)
sampai dengan usia anak mencapai usia 23 (dua puluh tiga) tahun, atau bekerja,
atau menikah dengan kondisi peserta;
a) meninggal dunia sebelum masa usia pensiun bila masa iur kurang dari 15
tahun, masa iur yang digunakan dalam menghitung manfaat adalah 15
tahun dengan ketentuan minimal kepesertaan 1 tahun dan memenuhi
density rate 80% dan tidak memiliki ahli waris janda/duda atau
b) meninggal dunia pada saat memperoleh manfaat pensiun MPHT dan tidak
memiliki ahli waris janda/duda atau
c) Janda/duda yang memperoleh manfaat pensiun MPHT meninggal dunia.
5) Manfaat Pensiun Orang Tua (MPOT)
Manfaat yang diberikan kepada orang tua (bapak / ibu) yang menjadi ahli
waris peserta lajang, bila masa iur peserta lajang kurang dari 15 tahun, masa iur
yang digunakan dalam menghitung manfaat adalah 15 tahun dengan ketentuan
memenuhi minimal kepesertaan 1 tahun dan memenuhi density rate 80%.
6) Manfaat Lumpsum

Universitas Sumatera Utara

Peserta tidak berhak atas manfaat pensiun bulanan, akan tetapi berhak
mendapatkan

manfaat

berupa

akumulasi

iurannya

ditambah

hasil

pengembangannya apabila: 77
a) Peserta memasuki Usia Pensiun dan tidak memenuhi masa iur minimum
15 tahun
b) Mengalami cacat total tetap dan tidak memenuhi kejadian cacat setelah
minimal 1 bulan menjadi peserta dan minimal density rate 80%.
c) Peserta meninggal dunia dan tidak memenuhi masa kepesertaan minimal 1
tahun menjadi peserta dan minimal density rate 80%.
7) Manfaat Pensiun diberikan berupa manfaat pasti yang ditetapkan sebagai
berikut:
a) Untuk 1 (satu) tahun pertama, Manfaat Pensiun dihitung berdasarkan
formula Manfaat Pensiun; dan
b) Untuk setiap 1 (satu) tahun selanjutnya, Manfaat Pensiun dihitung sebesar
Manfaat Pensiun dihitung sebesar Manfaat Pensiun tahun sebelumnya
dikali faktor indeksasi.
8) Formula Manfaat Pensiun adalah 1% (satu persen) dikali Masa iur dibagi 12
(dua belas) bulan dikali rata-rata upah tahunan tertimbang selama Masa Iur
dibagi 12 (dua belas).
9) Pembayaran Manfaat Pensiun dibayarkan untuk pertama kali setelah
dokumen pendukung secara lengkap dan pembayaran Manfaat Pensiun bulan
berikutnya setiap tanggal 1 bulan berjalan dan apabila tanggal 1 jatuh pada
hari libur, pembayaran dilaksanakan pada hari kerja berikutnya.

77

Rizqia Khoirunisa, 4 Program Utama BPJS Ketenagakerjaan (BPJS TK) Serta
Manfaatnya,
http://www.pasienbpjs.com/2017/01/4-program-utama-bpjsketenagakerjaan.html?m=1 (diakses pada tanggal 12 Juni 2017).

Universitas Sumatera Utara

10) Dalam hal peserta telah memasuki Usia Pensiun tetapi yang bersangkutan
diperkerjakan, Peserta dapat memilih untuk menerima Manfaat Pensiun pada
saat mencapai Usia Pensiun atau pada saat berhenti bekerja dengan ketentuan
paling lama 3 (tiga) tahun setelah Usia Pensiun.
11) Penerima manfaat pensiun adalah peserta atau ahli waris peserta yang berhak
menerima manfaat pensiun.
2.

Kepesertaan
Peserta adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya

dibayar oleh pemerintah. 78 Undang-undang SJSN menyatakan bahwa program
Jaminan Sosial bersifat wajib mencakup seluruh penduduk yang pencapaiannya
dilakukan secara bertahap. Seluruh rakyat wajib menjadi peserta tanpa terkecuali.
Program jaminan sosial ini diprioritaskan untuk mencakup seluruh penduduk
terlebih dahulu adalah program Jaminan Kesehatan. 79 Undang-undang SJSN juga
menetapkan Jaminan Sosial Nasional akan diselenggarakan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial, yang terdiri atas BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan.

Peserta

dalam

program

Jaminan

Nasional

Bidang

Ketenagakerjaan adalah setiap pekerja termasuk pekerja asing yang bekerja paling
singkat 6 (enam) bulan di indonesia yang telah membayar iuran, meliputi:
a. Penerima Bantuan Iuran (selanjutnya disebut PBI) kesehatan yaitu fakir
miskin dan orang tidak mampu, dimana iurannya dibayarkan oleh

78

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN, Pasal 20
ayat (1) UU SJSN.
79
Hadi Setia Tunggal, Tanya-Jawab SJSN dan BPJS, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010),
hlm.88.

Universitas Sumatera Utara

pemerintah ke BPJS ketenagakerjaan dan bukan PBI ketenagakerjaan
dengan rincian sebagai berikut: 80
1) Peserta PBI jaminan sosial bidang ketenagakerjaan meliputi orang
yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu.
2) Peserta bukan PBI adalah peserta yang tidak tergolong fakir miskin
dan orang tidak mampu yang terdiri atas:
a)Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu:
(1) Pegawai Negeri Sipil (PNS);
(2) anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI);
(3) anggota Polisi Republik Indonesia (POLRI);
(4) pejabat negara;
(5) pegawai pemerintah non pegawai negeri;
(6) pegawai swasta;
(7) pekerja yang tidak termasuk huruf angka (1) - (6) yang
menerima upah.
b) Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu: 81
(1) pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri;

80

Paulus Ramotan Sibarani, “Wewenang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sebagai
Pengawas Dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional BPJS Kesehatan” Skripsi Sarjana,
(Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2016.), hlm.54
81
Ibid, hlm.55

Universitas Sumatera Utara

(2) pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima
upah;
(3) pekerja sebagaimana dimaksud angka (1) dan angka (2),
termasuk

warga negara asing yang bekerja di Indonesia

paling singkat 6 (enam) bulan.
c)

Bukan pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas: 82
(1) investor;
(2) pemberi kerja;
(3) penerima pensiun;
(4) veteran;
(5) perintis kemerdekaan;
(6) bukan pekerja yang tidak termasuk angka (1)-angka (5)
yang mampu membayar iuran.

d) Penerima pensiun terdiri atas:
(1) PNS yang berhenti dengan hak pensiun;
(2) anggota TNI dan anggota POLRI yang berhenti dengan hak
pensiun;
(3) pejabat negara yang berhenti dengan hak pensiun;
(4) penerima pensiun lain;
82

Ibid, hlm.55

Universitas Sumatera Utara

(5) janda, duda atau anak yatim piatu dari penerima pensiun
sebagaimana dimaksud pada angka (1)-angka (5) yang
mendapat hak pensiun. 83
Kepesertaan bersifat wajib dan mengikat dengan membayar iuran berkala
seumur hidup. 84 Kepesertaan wajib dilaksanakan secara bertahap hingga
menjangkau seluruh penduduk Indonesia. 85Kepesertaan mengacu pada konsep
penduduk dengan mewajibkan warga negara asing yang bekerja paling singkat
enam bulan diIndonesia untuk ikut serta. 86 Kepesertaan berkesinambungan sesuai
prinsip portabilitas dengan memberlakukan program di seluruh wilayah Indonesia
dan menjamin keberlangsungan manfaat bagi peserta dan keluarganya hingga
enam bulan pasca Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Selanjutnya, pekerja yang
tidak memiliki pekerjaan setelah enam bulan PHK atau mengalami cacat tetap
total dan tidak memiliki kemampuan ekonomi tetap menjadi peserta dan iurannya
dibayar oleh pemerintah. 87
Kesinambungan kepesertaan bagi pensiunan dan ahli warisnya akan dapat
dipenuhi dengan melanjutkan pembayaran iuran jaminan kesehatan oleh manfaat
program jaminan pensiun. Setiap peserta yang telah terdaftar di BPJS
Ketenagakerjaan berhak mendapatkan identitas peserta yang merupakan
identitas tunggal yang berlaku untuk semua program jaminan sosial. Pemutahiran
data kepesertaan menjadi kewajiban peserta untuk melaporkannya kepada BPJS
ketenagakerjaan.
83

BPJS Kesehatan, Buku Panduan Layanan Bagi Peserta BPJS Kesehatan 2015, hlm. 2.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN, Bab V.
85
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN, Bab V.
86
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN, Pasal 1

84

angka 8.
87

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN,Pasal 21

ayat 1,2,3.

Universitas Sumatera Utara

3.

Iuran Jaminan Sosial Bidang Ketengakerjaan
Iuran Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan adalah sejumlah uang yang

harus dibayarkan dibayarkan secara teratur oleh peserta, pemberi kerja dan/atau
pemerintah untuk program Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan. Ketentuan
iuran Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan ini diatur dalam: 88
a.

UU SJSN Pasal 17, 34, 38 dan 46.

b.

UU BPJS Pasal 19.

c.

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia No 1 Tahun
2016 Pasal 9 dan 10.

d.

Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 Pasal 16, 17, 18, 19, dan
20.

e.

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 Pasal 16, 17, dan 18.

f. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015 Pasal 28, dan 29.
g.

Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2013 Pasal 16, 17 dan 18. Kewajiban
membayar iuran Jaminan Sosial diatur sebagai berikut:
1) setiap peserta wajib membayar iuran;
2) setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya,
menambahkan iuran yang menjadi kewajibannya dan membayarkan
iuran tersebut kepada BPJS secara berkala;

88

Paulus Ramotan Sibarani, Op.Cit., hlm.57

Universitas Sumatera Utara

3) iuran program jaminan sosial bagi fakir miskin dan orang yang tidak
mampu dibayar oleh pemerintah, pada tahap pertama iuran yang
dibayar oleh pemerintah adalah untuk program jaminan kesehatan. 89
Ketentuan umum mengenai besaran iuran adalah: 90
a)

besaran iuran dihitung berdasarkan persentase upah/penghasilan
untuk peserta penerima upah atau berdasarkan suatu jumlah
nominal tertentu untuk peserta yang tidak menerima upah (lihat
tabel iuran);

b) besarnya iuran yang ditanggung oleh pekerja dan pemberi kerja
ditetapkan untuk setiap jenis program secara berkala sesuai
dengan perkembangan sosial, ekonomi dan kebutuhan dasar
hidup yang layak;
c)

iuran

tambahan

yang

dikenakan

kepada

peserta

yang

mengikutsertakan anggota keluarga yang lain, yaitu anak
keempat dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua;
d) Iuran Jaminan sosial ketenagakerjaan bagi anggota keluarga
yang lain dibayar oleh peserta:
(1) sebesar 3% (tiga persen) dari gaji/upah peserta pekerja
penerima upah per orang per bulan;

89

Asih Eka Putri dan A.A Oka Mahendra, Himpunan Lengkap Peraturan PerundangUndangan Jaminan Kesehatan Di Indonesia, (Tangerang Selatan:Martabat, 2014). Hlm. 72
90

Paulus Ramotan Sibarani, Op.Cit., hlm.57

Universitas Sumatera Utara

(2) sesuai manfaat yang dipilih peserta pekerja bukan penerima
upah dan peserta bukan pekerja.
Ketentuan mengenai tata cara pembayaran iuran Jaminan Sosial Nasional
Bidang Ketenagakerjaan adalah sebagai berikut:
1.

Iuran jaminan kesehatan bagi peserta PBI J