Tingkat Kecemasan Anak Usia Prasekolah Akibat Hospitalisasi di RSUP Haji Adam Malik Medan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Kecemasan
2.1.1. Defenisi Kecemasan
Kecemasan merupakan kekhawatiran yang tidak jelas atau menyebar,
yang berhubungan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya serta tidak
memiliki objek yang spesifik. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang
spesifik. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup,
tetapi tingkat kecemasan yang parah tidak sejalan dengan kehidupan,
kecemasan dapat terlihat dalam hubungan interpersonal dan memiliki dampak
terhadap kehidupan manusia, baik dampak positif maupun dampak negatif.
Kecemasan akan meningkat pada klien anak yang dirawat, dengan berbagai
kondisi dan situasi di rumah sakit (Asmadi, 2008 dalam Mardaningsih,
2011).
Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang
tidak menyenangkan dan dialami semua makhluk hidup dalam kehidupan
sehari-hari. Kecemasan merupakan pengalaman subjektif dari individu dan
tidak dapat diobservasi secara langsung serta merupakan suatu keadaan emosi
tanpa objek yang spesifik (Suliswati, 2005). Kecemasan merupakan suatu
keadaan yang menggoncangkan karena adanya ancaman terhadap kesehatan

(Sundari, 2005).

7
Universitas Sumatera Utara

8

2.1.2. Penyebab Kecemasan
Penyebab kecemasan menurut Wong (2009), yaitu:
1. Perpisahan dengan keluarga
2. Berada di lingkungan yang asing
3. Ketakutan akan prosedur-prosedur yang akan dilakukan.
2.1.3. Manifestasi Kecemasan
Manifestasi kecemasan terdiri dari beberapa fase, yaitu :
1) Fase Protes. Pada fase ini anak menangis, menjerit/berteriak, mencari
orangtua dengan pandangan mata, memegangi orangtua, menghindari dan
menolak bertemu dengan orang yang tidak dikenal secara verbal
menyerang orang tidak dikenal, berusaha lari untuk mencari orangtuanya,
secara fisik berusaha menahan orangtua agar tetap tinggal. Sikap protes
seperti menangis mungkin akan berlanjut dan akhirnya akan berhenti

karena kelelahan fisik. Pendekatan orang yang tidak dikenal akan memicu
terjadinya sikap protes, 2)Fase Putus Asa. Perilaku yang harus diobservasi
pada fase ini adalah anak tidak aktif, menarik diri dari orang lain, depresi,
sedih, tidak tertarik terhadap lingkungan, tidak komunikatif, perilaku
memburuk, dan menolak untuk makan, minum, dan 3)Fase Menolak.
Pada fase ini secara samar-samar anak menerima perpisahan, tertarik pada
lingkungan sekitar, mulai berinteraksi secara dangkal dengan orang yang
tidak dikenal atau perawat dan terlihat gembira. Fase ini biasanya terjadi
setelah berpisah dengan orangtua dalam jangka waktu yang lama.

Universitas Sumatera Utara

9

2.1.4. Tanda-tanda Kecemasan
Menurut Suliswati (2005), setiap individu berbeda dalam menghadapi
suatu stimulus. Kecemasan memiliki satu gejala utama, yaitu takut atau
timbul perasaan khawatir dalam situasi dimana kebanyakan orang tidak
merasa terancam. Selain gejala yang utama, tanda umum lainnya dari gejala
perasaana gelisah adalah perasaan takut, terganggu berkosentrasi, merasa

tegang dan gelisah, antisipasi yang terburuk, cepat marah, resah, merasakan
adanya tanda-tanda bahaya. Kecemasan tidak hanya menyerang perasaan,
namun juga berdampak terhadap kondisi fisik. Gejala fisik secara umum dari
kecemasan adalah jantung berdebar, berkeringat, mual dan pusing,
peningkatan frekuensi BAB atau diare, sesak nafas, tremors, ketegangan otot,
sakit kepala, kelelahan.
2.1.5. Faktor-faktor yang Dapat Mengurangi Kecemasan, antara lain:
1) Represi. tindakan untuk mengalihkan atau melupakan hal atau
keinginan yang tidak sesuai dengan hati nurani. Represi juga bisa diartikan
sebagai usaha untuk menenangkan atau meredam diri agar tidak timbul
dorongan yang tidak sesuai dengan hatinya (Prasetyono, 2007), 2) Relaksasi.
Mengatur posisi tidur dan tidak memikirkan masalah (Prasetyono, 2007).
Sedangkan Dale Carnegie (2007), menambahkan bahwa relaksasi dan
rekreasi bisa menurunkan kecemasan dengan cara tidur yang cukup,
mendengarkan musik, tertawa dan memperdalam ilmu agama, 3) Komunikasi
perawat. Komunikasi yang disampaikan perawat pada pasien dengan cara
memberi informasi yang lengkap mulai pertama kali pasien masuk dengan

Universitas Sumatera Utara


10

menetapkan kontrak untuk hubungan professional mulai dari fase orientasi
sampai dengan terminasi atau yang disebut dengan komunikasi teraupetik
(Tamsuri, 2006), 4) Psikofarmaka. Pengobatan untuk cemas dengan memakai
obat-obatan seperti diazepam, bromazepam dan alprazolam yang berkhasiat
memulihkan fungsi gangguan neurotransmitter (sinyal penghantar saraf) di
susunan saraf pusat otak (lymbic system), dan 5) Psikoterapi. Terapi kejiwaan
dengan memberi motivasi, semangat dan dorongan agar pasien yang
bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta kepercayaan
diri dan Psikoreligius. Dengan doa dan dzikir. Doa adalah mengosongkan
batin dan memohon kepada Tuhan untuk mengisinya dengan segala hal yang
kita butuhkan. Dalam doa umat mencari kekuatan yang dapat melipat
gandakan energi yang hanya terbatas dalam diri sendiri dan melalui hubungan
dengan doa tercipta hubungan yang dalam antara manusia dan Tuhan
(Prasetyono, 2007). Terapi medis tanpa disertai dengan doa dan dzikir
tidaklah lengkap, sebaliknya doa dan dzikir sajatanpa terapi medis tidaklah
efektif.
2.1.6. Tingkat Kecemasan
Stuart dan Sundeen (1995), membagi kecemasan menjadi 4 (empat)

tingkatan, yaitu:
1.

Kecemasan Ringan
Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan

menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan

Universitas Sumatera Utara

11

persepsinya. Kecenasan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan
pertumbuhan dan kreativitas.
2.

Kecemasan Sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting

dan mengesampingkan hal yang lain. Sehingga seseorang mengalami

perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.
3.

Kecemasan Berat
Seseorang akan sangat mengurangi lahan persepsinya. Seseorang

cenderung akan memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak
dapat berpikir tentang hal lain.
4.

Panik
Berhubunga dengan terperangah, ketakutan dan teror. Seseorang

mengalami kehilangan kendali, orang yang mengalami panik tidak mam
Semua perilaku ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut
memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area
lain.Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa
kehidupan sehari-hari. Pada tingkat ini lahan persepsi melebar dan individu
akan berhati-hati dan waspada. Individu terdorong untuk belajar yang akan
menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.

2.1.7. Aspek Kecemasan
Greenberger & Padesky (2004), menyatakan bahwa kecemasan
berasal dari dua aspek, yakni aspek kognitif dan aspek kepanikan yang terjadi
pada seseorang diantaranya adalah:

Universitas Sumatera Utara

12

1. Aspek kognitif, yang meliputi: a) Kecemasan disertai dengan persepsi
bahwa seseorang sedang berada dalam bahaya atau terancam atau rentan
dalam hal tertentu, sehingga gejala fisik kecemasan membuat seseorang siap
merespon bahaya atau ancaman yang menurutnya akan terjadi, b) Ancaman
tersebut bersifat fisik, mental atau sosial, diantaranya adalah: ancaman fisik
terjadi ketika seseorang percaya bahwa ia akan terluka secara fisik.Ancaman
mental terjadi ketika sesuatu membuat khawatir bahwa dia akan menjadi gila
atau hilang igatan.Ancaman sosial terjadi ketika seseorang percaya bahwa ia
akan ditolak, dipermalukan, merasa malu atau dikecewakan, c) Persepsi
ancaman berbeda-beda untuk setiap orang, d) Sebagian orang, karena
pengalaman mereka bisa terancam dengan begitu mudahnya dan akan lebih

sering cemas. Orang lain mungkin akan memiliki rasa aman dan keselamatan
yang lebih besar. Tumbuh dilingkungan yang kacau dan tidak sabil bisa
membuat seseorang menyimpulkan bahwa dunia dan orang lain selalu
berbahaya, dan e) Pemikiran tentang kecemasan berorientasi pada masa
depan dan sering kali memprediksi malapetaka. Pemikiran tentang kecemasan
sering dimulai dengan “Bagaimana kalau…” dan berakhir dengan hal yang
kacau. Pemikiran tentang kecemasan juga sering meliputi citra tentang
bahaya. Pemikiran-pemikiran ini semua adalah masa depan dan semuanya
memprediksi hasil yang buruk.
2. Aspek kepanikanmerupakan perasaan cemas atau takut yang ekstrem.
Rasa panik terdiri atas kombinasi emosi dan gejala fisik yang berbeda.
Seringkali rasa panik ditandai dengan adanya perubahan sensasi fisik atau

Universitas Sumatera Utara

13

mental, dalam diri seseorang yang menderita gangguan panik, terjadi
lingkaran setan saat gejala-gejala fisik, emosi, dan pemikiran saling
berinteraksi dan meningkat dengan cepat. Pemikiran ini menimbulkan

ketakutan dan kecemasan serta merangsang keluarnya adrenalin. Pemikiran
yang katastrofik dan reaksi fisik serta emosional yang lebih intens yang
terjadi bisa menimbulkan dihindarinya aktivitas atau situasi saat kepanikan
telah terjadi sebelumnya

2.2. Konsep Hospitalisasi
2.2.1. Defenisi Hospitalisasi
Hospitalisasi merupakan suatu keadaan krisis pada anak, saat anak
sakit dan dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha
untuk beradaptasi dengan lingkungan baru yaitu rumah sakit, sehingga
kondisi tersebut menjadi factor stressor bagi anak terhadap anak maupun
orangtua dan keluarga yang dapat menimbulkan kecemasan. Berbagai
perasaan yang sering muncul pada anak, yaitu cemas, marah, sedih, takut, dan
rasa bersalah (Wong, 2009).
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang memiliki alasan yang
berencana atau darurat sehingga mengharuskan anak untuk tinggal dirumah
sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali
kerumah (Deslidel, Hasan, Hevrialni, Sartika, 2011).
2.2.2. Stresor Hospitalisasi
Stresor yang dialami anak pada saat mengalami hospitalisasi adalah

cemas akibat perpisahan, kehilangan kendali, cedera tubuh atau nyeri.

Universitas Sumatera Utara

14

1) Cemas

akibat

perpisahan.

Anak-anak

mengatakan

tentang

ketakutan mereka pada saat dirawat dirumah sakit, anak-anak tersebut
menunjukkan bahwa jauh dari keluarga memiliki peringkat yang lebih tinggi

dari pada ketakutan lainnya yang muncul akibat hospitalisasi (Hart & Bossert,
1994, Wilson & Yorker, 1997 dalam Wong, 2009), 2) Anak-anak usia
prasekolah memiliki aktivitas fisik dan mental yang tinggi yang kerap kali
menemukan ketidaksesuaian dengan lingkungan rumah sakit. Kesepian,
bosan, isolasi, dan depresi umum terjadi. Anak usia prasekolah membutuhkan
dan menginginkan dukungan orang tua (Wong, 2009), 3) Kehilangan kendali.
Anak usia prasekolah yang dirawat di rumah sakit menjadi rentan terhadap
kejadian-kejadian yang dapat mengurangi rasa kendali dan kekuatan mereka.
Banyak rutinitas rumah sakit yang mengambil kekuatan dan identitas
individu. Bagi anak usia prasekolah, aktivitas ketergantungan seperti tirah
baring yang dipaksakan, penggunaan pispot, ketidakmampuan memilih menu,
kurangnya privasi, bantuan mandi di tempat tidur, atau berpindah dengan
kursi roda atau brankar dapat menjadi ancaman langsung bagi rasa aman
mereka. Prosedur tersebut tidak memungkinkan kebebasan memilih bagi
anak-anak yang ingin bertindak dewasa. Akan tetapi, jika anak-anak tersebut
diizinkan memegang kendali, tanpa memperhatikan keterbatasannya maka
biasanya mereka akan berespons dengan sangat baik terhadap prosedur
apapun. Selain lingkungan rumah sakit, penyakit juga dapat menyebabkan
perasaan kehilangan kendali. Salah satu masalah yang paling signifikan dari
anak-anak dalam kelompok usia ini berpusat pada kebosanan (Wong, 2009),

Universitas Sumatera Utara

15

dan 4) Cedera tubuh atau nyeri. Ketakutan mendasar terhadap sifat fisik dari
penyakit muncul pada saat ini. Anak usia prasekolah tidak begitu khawatir
terhadap nyeri jika dibandingkan dengan disabilitas, pemulihan yang tidak
pasti,

atau

kemungkinan

kematian.

Anak

perempuan

cenderung

mengekspresikan ketakutan yang lebih banyak dan lebih kuat dibandingkan
dengan anak laki-laki, dan hospitalisasi sebelumnya tidak berdampak pada
frekuensi atau intensitas kecemasn karena kemampuan kognitif mereka
sedang berkembang, anak usia prasekolah waspada terhadap pentingnya
berbagai penyakit yang berbeda. Pentingnya anggota tubuh tertentu, bahaya
pengobatan, dan makna kematian (Wong, 2009).
2.2.3. Manfaat Hospitalisasi
Meskipun hospitalisasi dapat dan biasanya menimbulkan stress bagi
anak-anak, tetapi hospitalisasi juga dapat bermanfaat. Manfaat yang paling
nyata adalah pulih dari sakit, hospitalisasi juga dapat memberi kesempatan
pada anak-anak untuk mengatasi stress dan merasa kompeten dalam
kemampuan koping mereka. Lingkungan rumah sakit dapat memberikan
pengalaman sosialisasi yang baru bagi anak yang dapat memperluas
hubungan interpersonal mereka (Wong, 2009).
Menurut Deslidel (2011), manfaat hospitalisasi pada anak yaitu
membantu orang tua dan anak dengan cara memberikan kesempatan pada
orang tua untuk mempelajari tumbuh kembang anak, dapat dijadikan sebagai
media belajar bagi orang tua, sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan
kontrol diri dapat dilakukan dengan memberi kesempatan bagi anak untuk

Universitas Sumatera Utara

16

mengambil keputusan, tidak terlalu bergantung pada orang lain dan percaya
diri.

2.3. Anak Usia Prasekolah
2.3.1. Tahap Perkembangan Anak Usia Prasekolah
Menurut Wong (2009), periode prasekolah dimulai usia 3-6 tahun
periode ini dimulai dari waktu anak bergerak sambil berdiri sampai mereka
masuk sekolah, dicirikan dengan aktivitas yang tinggi. Pada masa ini
merupakan perkembangan fisik dan kepribadian yang pesat, kemampuan
interaksi sosial lebih luas, memulai konsep diri, perkembangan motorik
berlangsung terus menerus ditandai keterampilan motorik seperti berjalan,
berlari, dan melompat.
2.3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak
Prasekolah
Menurut Hidayat (2009), Proses percepatan dan perlambatan tumbuh
kembang anak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: 1) Faktor
Herediter. Faktor herediter merupakan faktor dapat diturunkan sebagai dasar
dalam mencapai tumbuh kembang. Yang termasuk faktor herediter adalah
bawaan, lingkungan postnatal, dan faktor hormonal. Faktor prenatal
merupakan lingkungan dalam kandungan, mulai dari konsepsi jenis kelamin,
ras, suku bangsa. Faktor ini dapat ditentukan dengan intensitas dan kecepatan
alam pembelahan sel telur, tingkat sensitifitas jaringan terhadap rangsangan,
umur puberitas, dan berhentinya pertumbuhan tulang, 2) Faktor Lingkungan.
Faktor lingkungan ini dapat meliputi lingkungan prenatal, sampai lahir yang

Universitas Sumatera Utara

17

meliputi gizi pada waktu ibu hamil, posisi janin, penggunaan obat-obatan,
alkohol atau kebiasaan merokok.Fakptor lingkungan pacsa lahir yang
mempengaruhi tumbuh kembang anak meliputi budaya lingkungan, sosial
ekonomi, keluarga, nutrisi, posisi anak dalam keluarga dan status kesehatan.
2.3.3. Prinsip Pertumbuhan dan Perkembangan
Menurut Santrock (2011), perkembangan dan pertumbuhan mengikuti
prinsip cephalocaudal dan proximodistal. Prinsip cephalocaudal merupakan
rangkaian dimana pertimbuhan yang tercepat selalu jadi diatas, yaitu di
kepala. Pertumbuhan fisik dan ukuran secara bertahap bekerja dari atas ke
bawah, perkembangan sensorik dan motorik juga berkembang menurut
prinsip ini, contohnya bayi biasanya menggunakan bagian atas sebelum
mereka menggunakan tubuh bagian bawahnya.
Prinsip proximodistal (dari dalam ke luar) yaitu pertumbuhan dan
perkembangan bergerak dari tubuh bagian dalam ke luar. Anak-anak belajar
mengembangkan kemampuan tangan dan kaki bagian atas (yang lebih dekat
dengan bagian tengah tubuh) kemudian bagian yang lebih jauh, dilanjutkan
dengan kemampuan menggunakan telapak tangan dan kaki dan akhirnya jarijari tangan dan kaki (Papalia,dkk, 2010).

Universitas Sumatera Utara