Pola Adaptasi dan Strategi Pengembangan Usaha Pedagang Pasar Pagi Pasca Relokasi Dari Pasar Sentral ke Pasar Induk, Lau Cih, Kecamatan Medan Tuntungan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah
Perkembangan perekonomian kota sangat ditentukan oleh lajunya arus

sistem perdagangan di kota itu sendiri. Salah satu sarana perdagangan yang
sampai saat ini tetap eksis di lingkungan perdesaan maupun perkotaan adalah
pasar tradisional. Sifat khas pasar tradisional memiliki fungsi penting yang
keberadaannya tidak pernah bisa tergantikan oleh pasar modern.
Ada 4 fungsi ekonomi yang dapat diperankan oleh pasar tradisional, yaitu:
1. Pasar tradisional merupakan tempat dimana masyarakat dari berbagai
lapisan memperoleh barang-barang kebutuhan harian dengan harga yang
relatif terjangkau, karena memang seringkali relatif lebih murah
dibandingkan dengan harga yang ditawarkan pasar modern. Dengan kata
lain bahwa pasar tradisional merupakan pilar penyangga ekonomi
masyarakat kecil.
2. Pasar tradisional merupakan tempat yang relatif lebih bisa dimasuki oleh
pelaku ekonomi lemah yang menempati posisi mayoritas, terutama yang

bermodal kecil.
3. Pasar tradisional merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah,
lewat retribusi yang ditarik dari para pedagang.
4. Akumulasi aktivitas jual beli di pasar merupakan faktor penting dalam
perhitungan tingkat pertumbuhan ekonomi baik pada skala lokal, regional
maupun nasional.

Universitas Sumatera Utara

Selain fungsi ekonomi, pasar tradisional juga mempunyai fungsi sosial,
yaitu:
1. Pasar tradisional merupakan ruang untuk saling bertemu muka.
2. Pasar tradisional adalah tempat bagi masyarakat, terutama dari kalangan
bawah, untuk melakukan interaksi sosial dan tukar informasi atas segenap
permasalahan yang mereka hadapi.
Dengan demikian pasar tradisional memiliki multi fungsi, maka di kota
besar seperti Kota Medan, di mana kegiatan perekonomian cukup pesat, namun
keberadaan pasar tradisional tetap eksis dalam memenuhi kebutuhan masyarakat
kota Medan, khususnya kebutuhan pangan. (Dra. Susilo Endrawanti, M.Si dan
Dra. Christine Diah Wahyuningsih, M.Si, 2012)

Dalam pasar tradisional terdapat beberapa elemen pendukung pasar yang
menyokong keberhasilan proses kegiatan dalam pasar tradisional. Elemen-elemen
tersebut tidak dapat terlepas dari actor yang berperan dalam pasar tradisional.
Elemen-elemen tersebut, yaitu :
1. Pedagang, adalah pihak atau aktor yang melakukan kegiatan menjual
barang pada lokasi yang ditetapkan sebagai tempat berdagang.
2. Pembeli/ langganan, adalah pihak yang membeli barang dagangan yang
dijajakan oleh pedagang di pasar.
3. Rentenir/ kredit dana, adalah pihak yang menyedikaan atau meminjamkan
dana kepada pihak-pihak atau aktor

yang berperan di pasar, seperti

pedagang, jasa sorong, jasa becak, juru parkir, dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara

4. Juru Parkir, adalah pihak yang mengelola wilayah parkiran, mengurus
ketertiban dan keamanan kendaraan yang masuk maupun keluar dari lokasi
parkir pasar.

5. Jasa Sorong/ Becak (bongkar muat), adalah pihak yang menjadi alat
transportasi barang di dalam pasar. Pihak jasa sorong maupun becak
membantu pedagang dan pembeli untuk mengangkit barang mereka.
6. Petugas jaga malam, adalah pihak yang bertugas untuk menjaga keamanan
barang dagangan pedagang yang ditinggal di pasar pada malam hari atau
pada saat kegiataan pasar sedang tidak berkangsung. Petugas jaga malam
bertanggungjawab pada keamanan barang dagangan pedagang juga pada
keamanan proses berlangsungnya kegiatan jual beli untuk pasar jenis pasar
pagi yang berlangsung pada malam sampai pagi hari.
7. Pemerintah, adalah pihak yang menyediakan fasilitas yang dibutuhkan
masyarakat, dalam hal ini masyarakat yang dimaksud adalah pihak yang
berperan dalam kegiatan perdagangan di pasar dan fasilitas yang dimaksu
adalah pasar. Selain itu, pemerintah juga berperan sebagai pengawas
(kontrol) keamanan dan kenyamanan masyarakat yang memerlukan atau
memakai fasilitas yang diberikan oleh pemerintah
8. Penduduk disekitar lokasi pasar, adalah pihak-pihak yang berdomisili
disekitar lokasi pasar. Mereka adalah masyarakat yang mengalami dampak
dari keberadaan pasar baik berupa dampak positif atau negatif.
Kedelapan elemen pendukung pasar tersebut tidak dapat berdiri sendiri
dalam kegiatan perdagangan di pasar tradisional. Kedelapan elemen tersebut

dibutuhkan satu sama lain untuk mendukung proses kegitan perdagangn.

Universitas Sumatera Utara

Pedagang tidak dapat mempertahankan usahanya tanpa ada pembeli, pedagang
juga tidak bisa mempertahankan usahanya tanpa adanya bantuan dana, tanpa jasa
sorong dan becak, tanpa juru parkir, tanpa adanya kontrol dari pemerintah, dan
juga tanpa adanya penduduk disekitar pasar yang mendukung berlangsungnya
kegiatan perdagangan disekitar pemukiman mereka. Begitu juga dengan pihak
lain, saling memerlukan satu sama lain untuk dapat mendukung kegitan
perdagangan di pasar. Sebuah pasar tradisional dapat terus bertahan dan tetap
eksis di masyarakat apabila elemen-elemen yang berperan dalam berlangsungnya
kegiatan perdagangan berjalan dengan baik dan tidak terputus.
Pasar Sentral adalah salah satu pasar tradisional yang mempunyai peranan
penting bagi masyarakat di kota Medan. Pasar Sentral yang terletak di pusat Kota
Medan yaitu Jl. Sutomo merupakan pusat pasar tradisional yang sudah ada sejak 1
Maret 1933 yang menjadi tempat bergantung para pedagang dan pembeli. Pasar
yang pernah menjadi kebanggaan warga kota Medan ini memang terkenal dengan
keramaiannya dibandingkan pasar lainnya. Hampir semua yang dibutuhkan
tersedia di pasar ini. Mulai dari selera muda hingga selera tua, dari harga rendah

hingga harga tinggi. Berbicara harga, jauh lebih murah dibandingkan dengan
pasar lain. Terlebih lagi jika kita membeli dalam jumlah besar, tentu akan
diberikan potongan harga. Puas dan menguntungkan, mungkin demikian kata
mewakili kesan berbelanja di Pasar Sentral. Beraneka kebutuhan hidup dijajakan
disini seperti dari ikan asin, bumbu-bumbu dapur, sayur-mayur, buah-buahan dan
kebutuhan pangan untuk rumah tangga lainnya. Selain itu juga menyediakan
kebutuhan sandang, seperti : baju, sepatu, alat elektronik yang baru maupun
bekas. Semakin jayanya nama Pasar Sentral, jumlah penjual di pasar ini pun

Universitas Sumatera Utara

semakin bertambah. Hal ini memicu datangnya pedagang-pedagang dari luar kota
Medan berjualan di Pasar Sentral, seperti Berastagi, Kabanjahe, Pakam, Binjai
bahkan pedagang dari Aceh. Begitu juga dengan pembelinya, berasal dari
beragam daerah, baik dari daerah Medan maupun dari luar Kota Medan.
Pada Pasar sentral terjalin hubungan yang baik antar elemen-elemen
pendukung pasar yang menjadi penyokong keberadaan Pasar Sentral sebagai pasar
tradisional yang digemari masyarakat Kota Medan. Pada Pasar Sentral terdapat
elemen pendukung pasar seperti pedagang, pembeli, penyedia dana, jasa sorong
maupun becak, juru parkir, dan pemerintah. Walaupun tidak memiliki semua

elemen pendukung pasar, namun elemen pendukung pasar yang terjalin di Pasar
Sentral sudah cukup mendukung keberlangsungan kegiatan perdagangan.
Namun, seiring berjalannya waktu, semakin padatnya jumlah pedagang
kaki lima (PKL) menimbulkan konflik atau permasalahan. Mereka meletakan
barang dagangan di sekitaran jalan Pasar Sentral, dengan meja seadanya dan
terpal sebagai alas kerap hingga sampai ke jalan raya. Pedagang terlihat
memaksakan kepentingan mereka sendiri dan mengabaikan kepentingan
masyarakat Medan secara luas yang terganggu dengan keberadaan pasar yang
tidak teratur dan menganggu pengguna jalan raya. Jalan yang terkena dampak dari
keberadaan aktivitas pasar ini adalah sekitaran jalan Sutomo hingga jalan-jalan
lain yang disekitarnya, seperti : Jl. Veteran, Bintang, Fl Tobing, Malaka, dan
jalan-jalan disekitarnya. Jika jam berjualan selesai, sisa-sisa jualan pedagang
berserakan disepanjang jalan dan parit (drainase). Hal ini memicu bau yang tidak
sedap, serta jika hujan turun kerap terjadi genangan air dan banjir. Setelah hujan
reda, jalanan menjadi lumpur di mana-mana. Keadaan ini tidak menyurutkan

Universitas Sumatera Utara

penjual dan pembeli untuk melakukan proses jual beli, sudah menjadi
pemandangan biasa. (Sumber https://bungagereja.wordpress.com/2015/07/15/darisambu-ke-lau-cih/, diakses pada tanggal 12 Mei 2016, pada pukul 19.42 WIB).

Kondisi pasar yang padat dan tidak teratur menimbulkan suasana yang
semeraut. Ditambah kondisi pasar yang terletak didekat pasar protokol jalan raya
menyebabkan kemacetan, khususnya pada jam-jam sepulang sekolah dan jam
pulang kantor. Kemacetan bukan hal yang jarang jika melewati daerah sekitar
Pasar Sentral. Selain itu, permasalahan lainnya adalah dengan keadaan pasar yang
sembraut, tidak sepadan dengan tata letak pasar yang berada di pusat kota. Letak
Pasar Sentral sebagai pasar tradisional dianggap tidak kondusif karena berada di
tengah kota. Maka dari itu pemerintah membuat kebijakan untuk merelokasi Pasar
Sentral ke lokasi yang lebih layak. Lokasi yang cukup luas untuk proses jual beli
oleh pedagang dan pembeli, tidak mengganggu kenyamanan pengguna jalan raya,
serta terciptanya keteraturan lingkungan pasar. Lokasi yang dipilih oleh
pemerintah sebagai tempat relokasi pedagang yang berasal dari Pasar Sentral
adalah Pasar Induk yang berada di daerah Lau Cih, Kecamatan Medan Tuntungan.
Pasar Induk yang berlokasi di Jalan Bunga Turi, Kelurahan Lau Cih,
Kecamatan Medan Tuntungan adalah daerah relokasi pasar tradisonal yang
berasal dari Pajak Sentral, yang berlokasi di Jl. Sutomo. Pasar yang memiliki
lahan seluas sekitar 12 hektar ini mulai dibangun sejak tahun 2009, dan mulai
beroperasi sejak tanggal 28 Maret 2015, namun diresmikan pada hari jumat, 19
Juni 2015 oleh Wali Kota Medan, Drs H T Dzulmi Eldin S, Msi. Pasar Induk ini
memiliki 720 unit grosir, 320 unit sub grosir, serta 56 unit wisata buah. (sumber :

Waspada.co.id, diakses pada tanggal 12 Mei 2016, pukul 18.17 WIB).

Universitas Sumatera Utara

Pasar Induk ini didominasi oleh para pedagang etnis Karo, tetapi ada juga
pedagang lain yang berasal dari luar etnis Karo, seperti etnis Batak Toba, Nias,
dan lain-lain. Dalam kesehariannya masing-masing pedagang menjajakan barang
dagangannya di dalam kios atau lapak yang telah mereka punya. Kios atau lapak
yang mereka dapatkan bukan secara cumacuma, melainkan menyewa atau
membeli dengan harga yang cukup besar, sebagian dari pedagang yang memiliki
modal besar menyewa atau membeli lebih dari satu. Pedagang yang berasal dari
pasar sebelumnya, yaitu Pasar Sentral mendapat dispensasi dalam harga beli lapak
atau kios. Mereka mendapat kartu sebagai bukti bahwa mereka adalah pedagang
dari Pasar Sentral, dan mendapat kortingan harga.
Kegiatan pasar dimulai mulai pukul 21.00 WIB sampai pagi hari sekitar
pukul 09.00 sampai pukul 10.00 WIB, dimana barang dagangan terlihat rapi
disusun dalam kios atau lapak yang ada. Sebagian dari pedagang membawa
barang dagangannya dengan menggunakan mobil truk, mobil pick up, namun ada
juga yang membawa barang dagangannya dengan menaikan barang dagangannya
keatas becak barang. Suasana pasar yang dimulai sejak malam hari relatif ramai

oleh aktivitas pedagang dan pembeli. Tidak terlihat sedikitpun kesan malam pada
saat di pasar. Hiruk pikuk penjual dan pembeli membuat suasana ramai seperti
pada saat siang hari. Letak atau posisi tempat berdagang para pedagang dibedakan
menurut jenis barang yang mereka jual. Pedagang sayur mayur disatukan dalam
sebuah lokasi dagang berupa lahan bangunan berlantai semen yang cukup luas,
tanpa diberi dinding pembatas. Yang menandakan atau yang membatasi kios satu
dengan kios yang lain adalah garis lurus berbentuk persegi yang dibuat di lantai
dengan menggunakan cat.

Universitas Sumatera Utara

Di lokasi pasar yang baru ini (Pasar Induk ) pedagang mengeluhkan
sepinya penjualan di Pasar Induk. Pembeli di Pasar Induk jauh lebih sedikit
dibanding dengan pembeli di Pasar Sentral. Hal ini diakibatkan kurang
lengkapnya komoditaas barang yang dijajakan di Pasar Induk. Di Pasar Induk saat
ini hanya menjajakan sayur-sayuran dan buah-buahan. Sementara untuk barang
sembako seperti beras, gula, minyak, dan lain-lain belum ada pedagang yang
berjualan di pasar Induk, juga pedagang ika dan daging yang belum membuka
kioas di Pasas Induk. Sehingga pembeli merasa rugi jika berbelanja di Pasar Induk
karena semua kebutuhan yang diperlukan tidak lengkap. Selain kurang

lengkapnya komoditas barang, faktor jarak tempuh yang jauh dan kurangnya alat
tarnsportasi umum menjadi penghambat ramainya pembeli di Pasar Induk, Lau
Cih.
Selain itu ada lagi masalah yang menjadi keluhan pedagang, yaitu ukuran
kios atau lapak yang relatif kecil. Pedagang mengeluhkan ukuran kios atau lapak
yang tidak dapat menampung seluruh barang dagangannya. Mereka adalah
pedagang buah-buahan yang memiliki jumlah barang yang relatif banyak, namun
mendapat ukuran kios yang kecil. Kondisi kios yang relatif kecil tersebut
membuat ruang gerak pedagang menjadi sempit dan terbatas. Jika dibanding
dengan ukuran kios yang mereka miliki sebelumnya saat di Pajak Sentral, kios
yang sekarang di Pasar Induk sangat kecil. Sehingga pedagang harus membeli
kios lebih dari satu agar dapat menampung seluruh barang dagangan mereka. Hal
ini dapat terjadi dikarenakan tidak adanya survey oleh pihak pemerintah kepada
pedagang terkait kebutuhan pedagang akan ukuran kios untuk melakukan kegiatan
berdagang. Oknum pemerintah tidak melakukan musyawarah dengan pedagang

Universitas Sumatera Utara

terkait ukuran, atau bentuk kios atau lapak yang sesuai dengan kebutuhan
pedagang. Sehingga pembangunan kios atau lapak yang dilakukan oleh pihak

pemerintah tidak sesuai dengan kebutuhan pedagang. Hal ini lah yang
menimbulkan kekecewaan bagi para pedagang, khususnya para pedagang buahbuahan.
Selain masalah ukuran kios yang kecil, masalah paling vital yang timbul
adalah masih adanya beberapa pedagang yang masih membuka kios atau tetap
berjualan di Pasar Sentral. Hal ini menimbulkan persaingan antar pedagang Pasar
Sentral dengan pedagang Pasar Induk, Lau Cih. Pedagang yang berjualan di Pasar
Induk kecewa dengan pemerintah yang dinilai tidak konsisten terhadap kebijakan
yang dikeluarkan terkait relokasi pasar. Dengan masih dibukanya Pasar Sentral,
maka pembeli akan terbagi dua, ada yang tetap berbelanja di Pajak Sentral, dan
ada pula yang berbelanja di Pasar Induk, Lau Cih. Hal ini terjadi akibat lokasi
Pasar Induk yang relatif jauh dari jangkauan pembeli yang sudah terbiasa
berbelanja di Pasar Sentral. Sehingga banyak pembeli yang sudah menjadi
langganan pedagang Pasar Sentral enggan berbelanja ke Pasar Induk. Bagaimana
tidak, pembeli harus menambah pengeluaran jika berbelanja di Pasar Induk.
Mereka harus menambah biaya transportasi karena jarak pasar yang semakin jauh,
belum lagi ditambah dengan adanya preman-preman yang mengharuskan pembeli
membayar upeti setiap melakukan bongkar muat barang. Hal inilah yang membuat
minat pembeli berbelanja di Pasar Induk menjadi rendah.
Dengan rendahnya minat pembeli berbelanja di Pasar Induk membuat
pendapatan pedagang turun drastis. Bahkan tidak jarang pedagang mengalami
tidak buka dasar (tidak laku sama sekali) akibat sepinya berjualan. Keadaan yang

Universitas Sumatera Utara

demikian dirasakan pedagang cukup lama, bukan sehari dua hari, namun dalam
hitungan minggu. Kejadian yang demikian membuat pedagang merugi, karena
tidak lakunya barang sementara barang tersebut jika tidak laku akan busuk dan
harus dibuang. Lama kelamaan pedagang tidak sanggup terus menerus
menanggung rugi, ada beberapa pedagang yang nekat berjualan kembali ke Pasar
Sentral. Mereka membuka kembali kios yang sudah mereka tinggalkan. Hal yang
demikian menimbulkan persaingan antar pedagang di Pajak Sentral dan pedagang
Pasar Induk, Lau Cih. Sampai saat ini masih ada pedagang yang tetap berjualan di
Pasar Sentral. Pedagang kecewa dengan sikap pemerintah yang merelokasi pasar,
namun masih memperbolehkan pedagang untuk membuka kios di Pasar sentral.
Pemerintah dianggap tidak konsisten dengan peraturan atau kebijakan yang telah
dikeluarkan.
Situasi yang demikian memaksa pedagang yang berjualan di Pasar Induk
harus beradaptasi dengan situasi pasar yang baru. Beradaptasi dengan lingkungan
pasar yang jaraknya semakin jauh dari pusat kota, beradaptasi dengan persaingan
antara pedagang di Pasar Sentral, serta beradaptasi dengan pengelola pasar yang
ada di Pasar Induk. Adaptasi yang dilakukan oleh pedagang meliputi penyesuaian
terhadap jarak tempuh yang cukup jauh, penyesuaian dengan persaingan antara
pedagang di Pasar Sentral, penyesuaian dengan peraturan yang diberlakukan oleh
pengelola pasar di Pasar Induk, Lau Cih.
Penyesuaian yang dilakukan pedagang terhadap permasalahan yang timbul
akibat adanya pedagang yang masih berjualan di Pasar Sentral menimbulkan
persaingan antara pedagang. Persaingan tersebut membutuhkan kiat khusus atau
strategi pedagang untuk tetap eksis di pasar dan menjaga pelanggan masing-

Universitas Sumatera Utara

masing. Persaingan yang terjadi karena adanya usaha pedagang menarik perhatian
pembeli untuk menjaga langganan lama dan untuk mendapatkan langganan baru,
dikarenakan berada di lingkungan pasar yang baru sudah pasti ada pelanggan yang
baru. Persaingan tersebut mengharuskan adanya strategi atau kiat yang dilakukan
oleh pedagang untuk mengembangkan usahanya. Dengan adanya persaingan
mempengaruhi kinerja para pedagang dalam melakukan kegiatan dagang.
Persaingan menjadi motivasi pedagang untuk tetap eksis dalam pasar, dan dapat
mempertahankan usahanya. Segala teknik dan cara dilakukan untuk mencapai
target atau untuk mempertahankan usaha.
Dalam menjalankan perannya sebagai pedagang, pedagang Pasar Induk
mempunyai strategi masing-masing dalam menarik minat pembeli, misalnya saja
ada pedagang yang melayani pembeli dengan menggunakan bahasa dari suku si
pembeli meskipun pedagang tidak berasal dari suku yang sama tetapi sebisa
mungkin pedagang menjalankan fungsinya demi mendapatkan pelanggan,
sehingga menimbulkan keakraban antara pembeli dan penjual serta rasa nyaman
yang didapatkan pembeli. Lain lagi dengan pedagang yang menanamkan selogan
bahwa pembeli adalah raja, pedagang mempercayai bahwa apabila mereka
melakukan pelayanan yang dapat memuaskan hati para pembelinya maka peluang
untuk menjadikan pembeli itu menjadi pelanggan lebih besar, sehingga dampak
yang dihasilkan pedagang juga baik untuk keberlangsungan usahanya.
Permasalahan pedagang yang direlokasi perlu untuk diteliti karena
perdagangan pada pasar tradisional terkait langsung dengan masyarakat yang
bertergantungan besar terhadap pasar tradisional dalam pemenuhan kebutuhan
sehari-hari. Pernyataan ini didukung dengan adanya penelitian terdahulu yang

Universitas Sumatera Utara

dilakukan oleh Ayu Setyaningsih dan Y. Sri Susilo dengan judul “Dampak Sosial
Ekonomi Relokasi Pasar Satwa, Kasus Pasar Satwa Dan Tanaman Hias
Yogyakarta (PASTY)”. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa relokasi Pasar
Ngasem ke PASTY memiliki dampak positif yang lebih besar terhadap kondisi
ekonomi pedagang. Hal ini dapat dilihat berdasarkan output pengujian hipotesis
yang menunjukkan bahwa pengaruh positif dari relokasi dialami oleh 41 pedagang
(71%) dari jumlah total sampel 58 pedagang sedangkan yang mengalami
pengaruh negatif hanya sebanyak 17 pedagang (29%). Dapat dikatakan relokasi
efektif meningkatkan pendapatan pedagang. Hasil wawancara dan observasi
terhadap pedagang PASTY menunjukkan dampak sosial yang dialami pedagang
tergolong menjadi dua yaitu dampak positif dan negatif. Dampak positif tersebut
berupa peningkatan kenyamanan yang dialami pedagang ketika melakukan
aktivitas di PASTY sedangkan dampak sosial yang bersifat negatif dari relokasi
ini adalah terjadinya persaingan bahkan konflik antar pedagang serta kurangnya
tingkat keamanan. Hasil survei menunjukkan bahwa pendapat pedagang pasar
tradisional terhadap relokasi ke PASTY sangat bervariasi. Beberapa pedagang
menyatakan senang, tidak senang bahkan biasa saja setelah direlokasi ke PASTY.
Para pedagang memiliki strategi masing-masing yang diterapkan sebagai bentuk
usaha untuk meningkatkan pendapatan.
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan diatas, maka peneliti merasa
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Bagaimana pola adaptasi dan
strategi pengembangan usaha pedagang pasar pagi pasca relokasi dari Pajak
Sentral ke Pasar Induk, Lau Cih, Kecamatan Medan Tuntungan ?

Universitas Sumatera Utara

1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah

yang akan diajukan adalah bagaimana pola adaptasi dan strategi pengembangan
usaha pedagang pasar pagi pasca relokasi dari pajak sentral ke Pasar Induk, Lau
Cih, Kecamatan Medan Tuntungan ?

1.3

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dibuat untuk mengungkap keinginan peneliti dalam

suatu penelitian (Bungin, 2007: 77). Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui “Pola Adaptasi Dan Strategi Pengembangan Usaha
Pedagang Pasar Pagi Pasca Relokasi Dari Pajak Sentral Ke Pasar Induk, Lau Cih,
Kecamatan Medan Tuntungan”.

1.4

Manfaat Penelitian
Setiap penelitian diharapkan memiliki manfaat maupun sumbangsihnya

bagi diri penulis sendiri khususnya, maupun bagi masyarakat pada umumnya.
Terutama bagi perkembangan ilmu pengetahuan social. Adapun manfaat yang
diharapkan dalam pene;litian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
1.

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan pemanfaatannya bagi instansi yang terkait pada
pengetahuan sosial.

Universitas Sumatera Utara

2.

Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa sebagai
rujukan untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian
ini.

3.

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi baik secara
langsung ataupun tidak langsung bagi kepustakan Departemen Sosiologi.

2. Manfaat Praktis
1.

Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis
dalam membuat suatu karya ilmiah khususnya yang berkaitan dengan etos
kerja pedagang.

2.

Diharapkan mampu menjawab persoalan-persoalan yang terjadi didalam
masyarakat luas dan khususnya bagi pedagang Pasar Induk, Lau Cih.

1.5

Defenisi Konsep
Dalam sebuah penelitian ilmiah, defenisi konsep sangat diperlukan untuk

mempermudah dan memfokuskan penelitian. Konsep-konsep yang penting dalam
penelitian ini adalah :
1. Pola adaptasi pedagang, adalah unsur-unsur yang sudah menetap dalam
proses adaptasi yang dapat menggambarkan proses adaptasi dalam
kehidupan sehari-hari, baik dalam interaksi, tingkah laku maupun dari
masing-masing adat- istiadat kebudayaan yang ada. Pola adaptasi
pedagang merupakan berbagai cara atau tindakan yang dilakukan
pedagang pasar pagi dalam menghadapi situasi dan segala bentuk
perubahan yang terjadi dalam pasar dengan tujuan dapat bertahan dan
berhasil menyesuaikan diri dengan lingkungan pasar.

Universitas Sumatera Utara

2. Strategi pengembangan usaha, adalah suatu proses penentuan rencana
yang dilakukan oleh pedagang yang berfokus pada tujuan jangka panjang,
disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar dapat mencapai
suatu tujuan, yaitu mengembangkan usaha.
3. Pedagang, adalah aktor yang berperan dalam proses menjual barang
maupun jasa dan memiliki tempat dalam melakukan perannya, serta
berinteraksi langsung dengan pembeli.
4. Pasar pagi, adalah tempat atau wadah bertemunya pedagang dan pembeli
serta melakukan kegiatan transaksi jual dan beli baik barang maupun jasa
yang berlangsung pada tengah malam sampai pagi hari.
5. Relokasi pasar, adalah perpindahan atau pemindahan lokasi, baik suatu
industri ataupun tempat berdagang dari satu tempat ke tempat lainnya
dengan alasan-alasan tertentu. Relokasi pasar yang dimaksudkan dalam
pembahasan ini adalah tindakan pengalihan lokasi Pasar Sentral Ke Pasar
induk, Lau Cih.
6. Jaringan sosial, adalah hubungan antar individu yang memiliki makna
subyektif yang berhubungan dengan atau dikaitkan dengan sesuatu sebagai
simpul dan ikatan. Jaringan sosial dalam mengembangkan usaha pedagang
pasar pagi terbentuk antara pedagang, pembeli, jasa becak, dan pengelola
pasar induk.
7. Kepercayaan (Trust), adalah keyakinan seseorang terhadap berbagai hasil
dan peristiwa. Kepercayaan dapat meningkatkan toleransi terhadap
ketidapastian. Usaha yang dapat bertahan lama tidak terlepas dari adanya

Universitas Sumatera Utara

rasa saling percaya antara pedagang dengan pihak-pihak lain seperti jasa
becak dan pembeli (konsumen).

Universitas Sumatera Utara