Chapter II Analisis Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Keputusan Pembelian Mobil Toyota New Avanza (Studi Kasus Toyota Auto 2000 Sisimangaraja)

BAB II
KERANGKA TEORI

2.1

Ekuitas Merek (Brand equity)

2.1.1. Pengertian Ekuitas Merek ( Brand equity )
Ekuitas berarti nilai. Nilai sebuah merek sebenarnya didapatkan dari
kata-kata dan tindakan konsumennya. Keputusan pembelian konsumen didasarkan
pada faktor-faktor yang menurut merek penting, semakin banyak faktor yang
dinilai penting maka merek tersebut dapat dikatakan sebagai merek yang bernilai.
Ekuitas merek adalah serangkaian aset dan kewajiban merek yang terkait
dengan sebuah merek, nama, dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi
nilai yang diberikan sebuah produk atau jasa kepada perusahaan dan atau
pelanggan perusahaan tersebut (Tjiptono,2004:38).
Aaker dalam Ferrina dewi (2008:169) Brand equity atau ekuitas merek
adalah sejumlah asset dan kewajiban yang berhubungan dengan merek, namanya,
dan simbol, yang menambah atau mengurangi nilai produk atau jasa bagi
perusahaan atau bagi pelanggannya.
Ekuitas merek adalah nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa.

Ekuitas merek dapat tercermin dalam cara konsumen berpikir, merasa, dan
bertindak dalam hubungannya dengan merek, dan juga harga, pangsa pasar, dan
profitabilitas, yang diberikan, merek bagi perusahaan (Kotler, Keller 2009: 26).
Brand Equity (ekuitas merek) adalah serangkaian aset dan kewajiban
(liabilities) merek yang terkait dengan sebuah merek, nama, dan simbolnya, yang

menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa
kepada perusahaan dan/atau pelanggan perusahaan tersebut (Aaker (1991)
dalam Fandy Tjiptono, 2005).
Ekuitas merek adalah efek diferensiasi yang positif yang dapat diketahui
dari respon konsumen terhadap barang atau jasa. Jadi brand equity adalah
kekuatan suatu brand yang dapat menambah atau mengurangi nilai dari brand itu
sendiri yang dapat diketahui dari respon konsumen terhadap barang atau jasa yang
dijual, Kotler dan Armstrong (2004:292).
2.1.2. Membangun Ekuitas Merek (Brand equity)
Kriteria dalam merancang dan memilih elemen-elemen merek untuk
membangun ekuitas merek yaitu :
1. Mudah diingat
2. Memiliki arti tertentu
3. Mengandung daya tarik secara estetika

4. Dapat digunakan baik untuk maupun dalam kategori produk, lintas
geografis dan budaya serta segmen pasar.
5. Mudah diadaptasi dan fleksibel sepanjang waktu
6. Terlindungi secara hukum dari pesaing

2.1.3. Konsep Brand equity
Konsep ekuitas merek mempengaruhi proses keputusan pembelian yaitu
bahwa merek juga membantu meyakinkan konsumen, dimana mereka membeli
produk tersebut. Dengan demikian, merek berkaitan dengan cara konsumen dan
membeli barang-barang bukan sekedar sebuah karakteristik barang-barang
tertentu. Hal tersebut dijelaskan dengan gambar dibawah:

Gambar 2.1
Konsep Ekuitas Merek yang mempengaruhi Proses Keputusan Pembelian
Brand Awareness

Perceived Quality

Brand
Associatiion


Brand Equity

Brand Loyalty

Other Propritary

Sumber : Aaker dalam Durianto (2001:5)

2.1.4. Elemen-elemen Ekuitas Merek (Brand equity)
Elemen-elemen utama dalam ekuitas merek ada empat, yaitu:
1). Kesadaran Merek (Brand awareness)
2). Asosiasi Merek (Brand association)
3). Kesan Kualitas (Perceived quality)
4). Loyalitas Merek (Brand loyalty)

1) Kesadaran Merek (Brand awareness)
Brand awareness adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk
mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori
produk tertentu. Bagian dari suatu kategori produk perlu ditekankan karena

terdapat suatu hubungan yang kuat antara kategori produk dengan merek yang
dilibatkan (Durianto,2001:54).

Peran Brand awareness dalam brand equity tergantung pada tingkatan akan
pencapaian kesadaran dibenak konsumen. Awareness dikatakan tinggi jika
konsumen dapat mengingat merek, baik sebelum proses pembelian, ketika dalam
proses pembelian, maupun ketika konsumen mengkonsumsi produk pesaing.
Empat tingkatan Brand awareness yaitu:
a. Unawareof brand (Tidak menyadari merek)
Merupakan tingkat yang paling rendah dalam piramida kesadaran merek,
dimana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek.
b. Brand recognition (pengenalan merek)
Tingkat minimal dari kesadaran merek. Hal ini penting pada saat seorang
pembeli memilih suatu merek pada saat melakukan pembelian.
c. Brand recall (Pengingatan kembali terhadap merek)
Pengingatan kembali terhadap merek didasarkan pada permintaan seseorang
untuk menyebutkan merek tertentu dalam suatu kelas produk. Hal ini
diistilahkan dengan pengingatan kembali tanpa bantuan, karena berbeda dari
tugaspengenalan, responden tidak perlu dibantu untuk memunculkan merek
tersebut.

d. Top of mind (Puncak pikiran)
Apabila seseorang ditanya secara langsung tanpa diberi bantuan pengingatan
dan orang tersebut dapat menyebutkan satu nama merek, maka merek yang
paling banyak disebutkan pertama kali merupakan puncak pikiran. Dengan
kata lain, merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang
ada di dalam benak konsumen.

2) Asosiasi Merek (Brand association)
Asosiasi Merek (Brand association) adalah segala kesan yang muncul di
benak seseorang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Kesan-kesan
yang terkait dengan merek akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya
pengalaman konsumen dalam mengonsumsi suatu merek atau dengan semakin
seringnya penampakan suatu merek dalam strategi komunikasinya, ditambah lagi
jika kaitan tersebut didukung oleh suatu jaringan dari kaitan-kaitan lain
(Durianto, 2001:69).
Asosiasi-asosiasi yang terkait dengan suatu merek umumnya dihubungkan dengan
berbagai hal berikut:
a. Atribut produk
Mengasosiasikan atribut atau karakteristik suatu produk merupakan strategi
positioning yang paling sering digunakan. Mengembangkan asosiasi

semacam ini efektif karena jika atribut tersebut bermakna, asosiasi dapat
secara langsung diterjemahkan dalam alasan pembelian suatu merek.
b. Atribut tak berwujud
Suatu faktor tak berwujud merupakan atribut umum, seperti halnya
persepsikualitas, kemajuan teknologi, atau kesan nilai yang mengikhtisarkan
serangkaian atribut yang objektif.
c. Manfaat bagi pelanggan
Karena sebagian besar atribut produk memberikan manfaat bagi pelanggan
maka biasanya terdapat hubungan antara keduanya. Manfaat bagi pelanggan
terbagi menjadi dua, yaitu manfaat rasional dan manfaat psikologis. Manfaat
rasional erat kaitannya dengan atribut dari prouk yang dapat menjadi bagian

dari proses pengambilan keputusan yang rasional. Manfaat psikologis
seringkali merupakan konsekuensi ekstrim dalam proses pembentukan
sikap,berkaitan dengan perasaan yang ditimbulkan ketika membeli atau
menggunakan merek tersebut.
d. Harga relative
Evaluasi terhadap suatu merek di sebagian kelas produk ini diawali dengan
penentuan posisi merek tersebut dalam satu atau dua dari tingkat harga.
e. Penggunaan

Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan merek tersebut dengan suatu
penggunaan atau aplikasi tertentu.
f. Pengguna/pelanggan
Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan sebuah merek dengan sebuah
tipe pengguna atau pelanggan dari produk tersebut.
g. Orang terkenal/khalayak
Mengaitkan orang terkenal atau artis dengan sebuah merek dapat mentransfer
asosiasi kuat yang dimiliki oleh orang terkenal ke merek tersebut.
h. Gaya hidup/kepribadian
Asosiasi sebuah merek dengan suatu gaya hidup dapat diilhami oleh asosiasi
para pelanggan merek tersebut dengan aneka kepribadian dan karakteristik
gaya hidup yang hampir sama.
i.

Kelas produk
Mengasosiasikan sebuah merek menurut kelas produknya.

j.

Para pesaing

Mengetahui pesaing dan berusaha untuk menyamai atau bahkan mengungguli
pesaing.

k. Negara/wilayah geografis.
Sebuah negara dapat menjadi simbol yang kuat asalkan memiliki hubungan
yang erat dengan produk, bahan, dan kemampuan. Disamping beberapa acuan
yang telah disebutkan, beberapa merek juga memiliki asosiasi dengan hal lain
yang belum disebutkan di atas.

3) Kesan Kualitas (Perceived quality)
Perceived quality didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap
keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan
berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan. Perceived quality ini
akan membentuk persepsi kualitas dari suatu produk di mata pelanggan
(Durianto,2001:96).
Persepsi terhadap kualitas keseluruhan dari suatu produk atau jasa dapat
menentukan nilai dari produk atau jasa tersebut dan berpengaruh secara
langsung kepada keputusan pembelian konsumen dan loyalitas mereka
terhadap merek. Perceived quality yang positif akan mendorong keputusan
pembelian dan menciptakan loyalitas terhadap produk tersebut. Sebaliknya,

jika Perceived quality pelanggan negatif, produk tidak akan disukai dan tidak
akan bertahan lama di pasar.
Karena Perceived quality merupakan persepsi dari pelanggan maka Perceived
quality tidak dapat ditentukan secara objektif. Persepsi pelanggan akan

melibatkan apa yang penting bagi pelanggan karena setiap pelanggan
memiliki kepentingan (yang diukur secara relatif) yang berbeda-beda
terhadap suatu produk atau jasa.
Menurut Griffin (2005 :98) Perceived quality dibagi dalam tujuh dimensi
yaitu:
a.Kinerja: melibatkan berbagai karakteristik operasional utama. Karena faktor
kepentingan pelanggan berbeda satu sama lain, sering kali pelanggan
mempunyai sikap yang berbeda dalam menilai atribut-atribut kinerja ini.
b.Pelayanan: mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan dalam produk
tersebut.
c. Ketahanan: mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut.
d. Keandalan: konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari satu
pembelian ke pembelian berikutnya.
e. Karakteristik produk: bagian-bagian tambahan dari produk. Penambahan ini
biasanya digunakan sebagai pembeda yang penting ketika dua merek produk

terlihat hampir sama. Bagian-bagian tambahan ini memberi penekanan bahwa
perusahaan memahami kebutuhan pelanggannya yang dinamis sesuai
perkembangan.
f. Kesesuaian dengan spesifikasi: merupakan pandangan mengenai kualitas
proses manufaktur (tidak ada cacat produk) sesuai dengan spesifikasi yang
telah ditentukan dan teruji.
g. Hasil: mengarah kepada kualitas yang dirasakan yang melibatkan enam
dimensi sebelumnya. Jika perusahaan tidak dapat menghasilkan ”hasil akhir”

produk yang baik maka kemungkinan produk tersebut tidak akan mempunyai
atribut kualitas lain yang penting.
4) Loyalitas Merek (Brand loyalty)
Brand loyalty adalah ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu merek.
Kepuasan adalah pengukuran secara langsung bagaimana konsumen tetap
loyal pada suatu merek. Kepuasan terutama menjadi pengukuran di bisnis
jasa. Sementara itu loyalitas merupakan hasil akumulasi pengalaman
penggunaan produk (Durianto,2001:126).
Brand loyalty merupakan salah satu indikator inti dari brand equity yang jelas
terkait dengan peluang penjualan, yang berarti pula jaminan perolehan laba
perusahaan di masa mendatang. Pelanggan yang loyal pada umumnya akan

melanjutkan pembelian merek tersebut walaupun dihadapkan pada banyak
alternatif merek produk pesaing yang menawarkan karakteristik produk yang
lebih unggul dipandang dari berbagai sudut atributnya.

2.2. Keputusan Pembelian
Proses keputusan untuk membeli dipengaruhi oleh bermacam-macam
dorongan. Walaupun keputusan untuk membeli sama sekali tidak bisa dipaksakan
oleh produsen, akan tetapi adanya motif-motif pembelian itu maka para produsen
dapat mempengaruhi atau memperbesar kecenderungan para konsumen tersebut
untuk membeli dengan berbagai cara diantaranya dengan mengadakan promosi
untuk mengkomunikasikan keunggulan-keunggulan produk yang dihasilkan agar
calon pembeli tertarik. Pengambilan keputusan pembelian merupakan bagian

terpenting dalam tingkah laku konsumen secara umum dan merupakan titik awal
dari keseluruhan pola konsumsi konsumen.
Menurut Kotler dan Amstrong (2008:179) keputusan pembelian adalah
hasil dari suatu proses yang terdiri dari lima tahap : pengenalan kebutuhan,
pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan perilaku pasca
pembelian. Setiadi (2003:415) mengatakan bahwa keputusan pembelian adalah
proses pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi
dua atau lebih perilaku alternatif, dan memilih salah satu diantaranya.
Keputusan pembelian adalah tahapan proses akhir dari serangkaian
tahapan proses yang terjadi pada prilaku konsumen, (Nitisusastro 2013:194).
Keputusan pembelian adalah proses interaksi antara sikap afektif, sikap
kognitif, sikap behavioral dengan faktor lingkungan dengan mana manusia
melakukan pertukaran dalam semua aspek kehidupannya, (Peter-Olson (1999:6)
dalam Nitisusastro (2013:195) ).
Dalam mempelajari keputusan pembelian konsumen, seorang pemasar
harus melihat hal-hal yang berpengaruh terhadap keputusan pembelian dan
membuat

suatu

ketetapan

bagaimana

konsumen

membuat

keputusan

pembeliannya. Menurut Kotler dan Armstrong (2008:179) mengemukakan proses
pembelian tersebut melalui 5 (lima) tahapan. Tahapan pembelian konsumen
tersebut antara lain:

Gambar 2.2
Tahapan Pembelian Konsumen
Pengenalan
kebutuhan

Pencarian
informasi

Pengevaluasian
alternatif

Keputusan
pembelian

Perilaku setelah
pembelian

Sumber: Kotler dan Armstrong (2008:179)

Pengenalan masalah kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif,
keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian. Tugas pemasar adalah
memahami perilaku pembeli pada tiap-tiap tahap dan pengaruh apa yang bekerja
pada tahap-tahap itu. Secara rinci tahap-tahap tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut :
1. Pengenalan Masalah
Proses membeli diawali saat pembeli menyadari adanya masalah kebutuhan.
Pembeli menyadari terdapat perbedaan antara kondisi sesungguhnya dengan
kondisi yang diinginkannya. Kebutuhan ini dapat disebabkan oleh rangsangan
internal dalam kasus pertama dari kebutuhan normal seseorang atau
rangsangan eksternal seseorang. Munculnya kebutuhan seringkali terjadi
secara spontan atau pada saat keutuhan disadari. Pengembangan media
suasana di mal atau pusat perbelanjaan sering menimbulkan pembelian
spontan, tanpa perencanaan

sebelumnya. Orang yang sebelumnya tidak

menyadari kebutuhan dan tidak berencana

membeli, menjadi tiba-tiba

membeli.
2. Pencarian Informasi
Informasi adalah hal utama yang akan digunakan konsumen dalam
mengambil keputusan membeli atau tidak membeli suatu produk. Seseorang

konsumen yang mulai timbul minatnya akan terdorong untuk mencari
informasi yang lebih banyak. Salah satu faktor kunci bagi pemasar adalah
sumber-sumber informasi utama yang dipertimbangkan oleh konsumen dan
pengaruh relatif dari masing-masing sumber terhadap keputusan pembelian.
3. Evaluasi Alternatif
Evaluasi alternatif merupakan tahap proses keputusan pembelian dimana
konsumen menggunakan informasi untuk mengevaluasi merek alternatif
dalam sekelompok pilihan.dalam tahapan ini pembeli telah memiliki beberapa
pilihan, dan membandingkan diantara pilihan tersebut dengan kriteria yang
ditentukan secara pribadi. Kriteria perbandingan menyangkut manfaat yang
diperoleh dari masing- masing pilihan misalnya : kesesuaian ukuran,
keawetan, fungsi, gengsi, kemudahan perawatan, harga pasca pembelian,
kualitas dan warna. Harga yang mereka harus bayarkan juga menjadi kriteria
pada masing-masing pilihan dan dibandingkan dengan manfaatnya. Dengan
membandingkan masing-masing pilihan tersebut, akan dapat diperoleh
pilihan-pilihan yang mungkin dari yang paling tinggi hingga yang paling
rendah. Dalam melakukan evaluasi, konsumen dapat melakukan evaluasi
mendalam, namun ada pula yang melakukan evaluasi sederhana. Hal ini
tergantung dengan resiko dan jenis produk.
4. Keputusan Membeli
Tahap ini adalah tahap dimana pembeli telah menentukan pilihannya dan
melakukan pembelian produk. Pembelian sendiri secara fisik bias dilakukan
oleh konsumen, namun bisa juga oleh orang lain. Terdapat perbedaan antara
konsumen dan pembeli. Misalnya pada pembelian sabun mandi keluarga, bisa

jadi yang membeli adalah pembantu, sedangkan yang mengkonsumsi
keluarga. Dalam hal ini, konsumen juga melakukan konsumsi produk yang
dibelinya, dan mulai bisa merasakan manfaat yang diterima, dan mulai bisa
membandingkan dengan harapan yang sebelumnya dimiliki. Pada saat ini
pula konsumen akan merasakan kepuasan atau ketidakpuasan.
5. Perilaku Pasca Pembelian
Tahap ini merupakan tahap proses keputusan pembeli dimana konsumen
mengambil tindakan selanjutnya setelah pembelian dan konsumsi dilakukan
dan berdasarkan kepuasan atau ketidakpuasan yang mereka rasakan.
Konsumen tersebut juga akan terlibat dalam tindakan-tindakan sesudah
pembelian dan penggunaan produk yang akan menarik minat pemasar.
Pekerjaan pemasar tidak akan berakhir pada saat suatu produk dibeli, tetapi
akan terus berlangsung hingga periode sesudah pembelian. Kepuasan pembeli
merupakan fungsi dari seberapa dekat harapan pembeli atas produk tersebut
dengan daya guna yang dirasakan dari produk tersebut. Jika daya guna
produk produk tersebut dibawah harapan pelanggan, pelanggan tersebut akan
merasa dikecewakan. Tetapi, jika memenuhi harapan, pelanggan tersebut
akan merasa puas, dan jika melebihi harapan, maka pelanggan tersebut akan
merasa sangat puas.

2.3

Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan Agriani (2012) dengan judul “ Pengaruh Brand

Equity Terhadap Keputusan Pembelian Mobil Toyota Pada PT. HADJI KALLA
Cabang Urip Di Makassar. Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi

linier berganda. Adapun variabel penelitian ini adalah ekuitas merek sebagai
variabel bebas (X) terdiri dari brand awareness, perceived quality, brand
association, brand loyalty, dan keputusan pembelian sebagai variabel terikat (Y).
Hasil penelitian menyatakan bahwa pada mobil merek Toyota keputusan
pembelian konsumen dipengaruhi oleh perceived quality.
Ria Maharani Ridhwan (2010) yang berjudul “Pengaruh Citra Merek dan
Kualitas Produk Terhadap Keputusan Pembelian Mobil Honda All New Jazz di
Kota Malang”. Berdasarkan perhitungan hasil analisis regresi linier berganda,
citra merek memiliki nilai koefisien standardized sebesar 0,383 dan nilai
signifikan sebesar 0,046 (lebih kecil dari 0,05) yang artinya bahwa citra
merek

memiliki

pengaruh signifikan

terhadap

keputusan

pembelian.

Sedangkan kualitas produk, memiliki nilai koefisien standardized sebesar 0,384
dan nilai signifikan sebesar 0,047 (lebih kecil dari 0,05) yang memiliki arti
bahwa kualitas

produk

memiliki

pengaruh signifikan terhadap keputusan

konsumen.
Syaiful Syariffudin (2011) dengan judul

“Pengaruh Ekuitas Merek

Terhadap Pengambilan Keputusan Pembelian Mobil Toyota Avanza (Studi Kasus
Pada Konsumen PT. Hadji Kalla Kantor Cab. Sidrap)”. Hasil perhitungan regresi
dalam penelitian ini menunjukkan bahwa sebesar 62,3% Keputusan Pembelian
konsumen terhadap pembelian mobil Toyota Avanza di PT. Hadji Kalla Cab.
Sidrap dipengaruhi oleh variasi dari keempat variabel independen, yaitu
Kesadaran Merek

(X1),

Asosiasi Merek (X2), Persepsi Kualitas (X3), dan

Loyalitas Merek (X4). Sedangkan sisanya sebesar 37,7% dipengaruhi oleh
variabel-variabel lainnya yang tidak diteliti.

Mohamad Alzamendy (2011) yang berjudul “Analisis Pengaruh Ekuitas
Merek Terhadap Keputusan Pembelian Mobil Suzuki Swift (Studi Kasus pada
Konsumen Suzuki Swift di Semarang)”. Dimana variabel keputusan pembelian
konsumen (Y) , kesadaran merek (X1), persepsi kualitas (X2), asosiasi
merek (X3), dan loyalitas merek (X4). Pengujian hipotesis menggunakan uji t
menunjukkan bahwa tiga variabel independen persepsi kualitas, asosiasi merek,
dan

loyalitas

merek

berpengaruh

positif

signifikan terhadap

keputusan

pembelian konsumen. Sedangkan satu variabel independen lainnya kesadaran
merek berpengaruh positif tidak signifikan terhadap keputusan pembelian
konsumen.
Putu Agus Sumahajaya (2011) yang berjudul “Analisis Pengaruh Ekuitas
Merek Terhadap Minat Beli Mobil Honda Jazz di Surabaya”. Populasi dalam
penelitian ini adalah semua orang calon pembeli mobil yang berada di Surabaya.
Sampel yang diambil adalah sebesar 108 responden. Data yang dipergunakan
adalah data primer yaitu data yang berdasarkan kuisioner hasil jawaban
responden. Sedangkan analisisyang dipergunakan adalah

Structural Equation

Modelling. Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan telah
didapatkan bahwa Ekuitas Merek tidak berpengaruh terhadap Minat Beli
Konsumen.

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65