LP FRAKTUR INTERTROCHANTER DEKSTRA doc

LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR INTERTROCHANTER DEKSTRA
A. PENGERTIAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan (Black, 2005).
Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang
akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap ( Price &
Wilson, 2006).
Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal
paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi tertentu,
seperti degenerasi tulang atau osteoporosis (Arif. M, Asuhan keperawatan klien
gangguan sistem musculoskeletal, hal 203).
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia
luar.Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana
potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999).
Definisi fraktur intertrochanter femur adalah terputusnya kontinuitas tulang pada
area di antara trochanter mayor dan trochanter minor yang bersifat ekstrakapsular (Apley,
1995)
B. ETIOLOGI FRAKTUR
1. Trauma

Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan otot yang tiba-tiba dan
berlebihan.
a. Trauma

langsung:

dapat

berupa

pemukulan,

penghancuran,

penekukan,

pemuntiran, atau penarikan, benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur pada
tempat tersebut. Bila terkena kekuatan langsung, tulang dapat patah pada tempat
yang terkena; jaringan lunak juga pasti rusak
b. Trauma tidak langsung : Bila terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat

mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu,
kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada
2. Kompresi
Retak dapat terjadi pada tulang, sama halnya seperti pada logam dan benda
lain, akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia

1

atau fibula atau metatarsal, terutama pada atlet, penari, dan calon tentara yang jalan
berbaris dalam jarak jauh.
a. Compresion force: klien yang melompat dari tempat ketinggian dapat
b.

mengakibatkan fraktur kompresi tulang belakang.
Muscle (otot): akibat injuri/sakit terjadi regangan otot yang kuat sehingga dapa

menyebabkan fraktur (misal; elektrik shock dan tetani).
3. Patologik
Fraktur dapat terjadi karena tekanan yang normal apabila tulang itu lemah
(misalnya oleh tumor) atau apabila tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit

paget). Proses penyakit: kanker dan riketsia.
C. PATOFISIOLOGI
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya
gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolic, patologik.
Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup.
Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah
menurun. COP menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan
mengeksedusi plasma dan poliferasi menjadi edem local maka penumpukan di dalam
tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri.
Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi neurovaskuler yang
menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Disamping itu fraktur
terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi
terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan
kerusakan integritas kulit.
Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan
immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan
tetap pada tempatnya sampai sembuh (Sylvia, 2006: 1182).

2


D. ANATOMI FEMUR
Femur, tulang terpanjang dan terberat dalam tubuh, meneruskan berat tubuh dari
os coxae kepada tibia sewaktu kita berdiri. Caput femoris menganjurkan ke arah
craniomedial dan agak ke ventral sewaktu bersendi dengan acetabulum. Ujung proximal
femur terdiri dari sebuah caput femoris, dan 2 trochanter (trochanter mayor dan
trochanter minor).

3

Gambar 1. Anatomi femur
Area intertrochanter dari femur adalah bagian distal dari collum femur dan
proksimal dari batang femur. Area ini terletak di antara trochanter mayor dan trochanter
minor. Caput femoris dan collum femoris membentuk sudut (1150-1400) terhadap poros
panjang corpus femoris; sudut ini bervariasi dengan umur dan jenis kelamin. Corpus
femur berbentuk lengkung, yakni cembung ke arah anterior. Ujung distal femur, berakhir
menjadi 2 condylus, yaitu epicondylus medialis dan epicondylus lateralis yang
melengkung bagaikan ulir.

4


Gambar 2. Pembuluh darah pada femur
E. KLASIFIKASI
Ada 2 tipe fraktur femur, yaitu :
1.



Fraktur intrakapsuler
Terjadi didalam tulang sendi, panggul dan kapsula
Melalui kepala femur
Hanya dibawah kepala femur
Melalui leher dari femur
Fraktur ekstrakapsuler
Terjadi diluar sendi dan kapsul, melalui trochanter femur yang lebih besar atau



yang lebih kecil atau pada daerah intertrochanter.
Terjadi dibagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci dibawah






2.

trochanter kecil.
Sedangkan klasifikasi untuk intertrochanter adalah berdasarkan stabilitas dari
pola fraktur, yaitu fraktur stabil (pola fraktur oblik standar) dan fraktur tidak stabil (pola
fraktur oblik reverse).

5

Gambar 3. Klasifikasi fraktur femur
 Fraktur intertrochanter
Pada fracture ini, garis fracture melintang dari trochanter mayor ke trochanter
minor. Tidak seperti fracture intracapsular, salah satu tipe fracture extracapsular ini
dapat menyatu dengan lebih baik. Resiko untuk terjadinya komplikasi non-union dan
nekrosis


avaskular

sangat

kecil

jika

dibandingkan

dengan

resiko

pada

fractureintracapsular.
Fracture dapat terjadi akibat trauma langsung pada trochanter mayor atau
akibat trauma tidak langsung yang menyebabkan twisting pada daerah tersebut.

Berdasarkan klasifikasi Kyle (1994), fracture intertrochanteric dapat dibagi
menjadi 4 tipe menurut kestabilan fragmen-fragmen tulangnya. Fracture dikatakan
tidak stabil jika:
-

Hubungan antarfragmen tulang kurang baik.

-

Terjadi force yang berlangsung terus menerus yang menyebabkan displaced
tulang menjadi semakin parah.

-

Fracture disertai atau disebabkan oleh adanya osteoporosis.

6

Gambar Klasifikasi Kyle Untuk Fracture Intertrochanteric.


Gambar Klasifikasi Evan Untuk Fracture Intertrochanteric.
 Menurut lokasi fraktur
- Colles’ fraktur : jarak bagian distal fraktur ±1 cm dari permukaan sendi.
- Articular fraktur : meliputi permukaan sendi.
- Extracapsular : fraktur dekat sendi tetapi tidak termasuk ke dalam kapsul sendi.
- Intracapsular : fraktur didalam kapsul sendi.
- Apiphyseal : fraktur terjadi kerusakan pada pusat ossifikasi.
F. KOMPLIKASI
1. Komplikasi awal
a. Shock Hipovolemik/traumatic
Fraktur (ekstrimitas, vertebra, pelvis, femur) → perdarahan & kehilangan cairan
b.
c.

ekstrasel ke jaringan yang rusak → shock hipovolemi, Lepuh dan luka akibat gips
Emboli lemak, Cedera saraf, Cedera visceral
Tromboemboli vena
Berhubungan dengan penurunan aktivitas/kontraksi otot/bedrest, Otot dan tendon

d.


robek
Infeksi
Fraktur terbuka: tulang kontaminasi infeksi sehingga perlu monitor tanda infeksi

dan terapi antibiotik.
Sendi : Hemartrosis dan infeksi, Cedera ligament, Algodistrofi
e. Cedera vaskular (termasuk sindroma kompartemen)
2. Komplikasi lambat
a. Tulang
 Nekrosis avaskular : Karena suplai darah menurun sehingga menurunkan
fungsi tulang
 Delayed union : Proses penyembuhan fraktur sangat lambat dari yang
diharapkan biasanya lebih dari 4 bulan. Proses ini berhubungan dengan proses
infeksi. Distraksi/tarikan bagian fragmen tulang.
 Non union : Proses penyembuhan gagal meskipun sudah diberi pengobatan.
Hal ini disebabkan oleh fibrous union atau pseudoarthrosis.

7


 Mal-union : Proses penyembuhan terjadi tetapi tidak memuaskan (ada
b.

c.

perubahan bentuk)
Jaringan lunak
 Ulkus dekubitus
 Miositis osifikans
 Tendinitis dan rupture tendon
 Tekanan dan terjepitnya saraf
 Kontraktur volkmann
Sendi
 Ketidakstabilan
 Kekakuan
 Algodistrofi
Pasien dengan fraktur intertrochanter femur mempunyai resiko menderita

penyakit tromboemboli dan mempunyai resiko kematian, sama halnya pada fraktur
colum femur. Selain itu resiko osteonekrosis dan non-union minimal, karena suplai
darah yang baik pada regiofemur.
G. PEMERIKSAAN
Untuk mendiagnosis fraktur, diperlukan adanya anamnesis, pemeriksaan fisik,
serta pemeriksaan penunjang, sebagai berikut:
1. Anamnesis
Biasanya terdapat riwayat cedera (bagaimana proses cederanya), diikuti dengan
ketidakmampuan menggunakan tungkai yang mengalami cedera. Setelah jatuh tidak
dapat berdiri, kaki lebih pendek dan lebih berotasi keluar dibandingkan pada fraktur
collum (karena fraktur bersifat ekstrakapsular) dan pasien tidak dapat mengangkat
kakinya.
2. Pemeriksaan Fisik
Sedangkan tanda-tanda lokal pada fraktur akan didapatkan, antara lain:
a. Penampilan (look)
Pembengkakan, memar, deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting
b.

adalah apakah kulit itu terlihat utuh atau tidak
Rasa (feel)
Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal dari

c.

fraktur untuk merasakan nadi dan menguji sensasi
Gerakan (movement)
Krepitus dan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih oenting untuk menanyakan
apakah pasien dapat menggerakkan sendi-sendi di bagian distal cedera. Kreatinin:

trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
3. Pemeriksaan Penunjang
8

Pemeriksaan radiologi pada panggul meliputi foto polos pelvis secara
anteroposterior (AP) dan area yang terkena cedera, dan dapat pula foto panggul secara
lateral view.
Pada beberapa kasus, CT scan mungkin diperlukan untuk menentukan
lokasi/luasnya fraktur/trauma.
Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah respons stress normal setelah trauma.

H. TAHAP PENYEMBUHAN TULANG
1. Tahap pembentukan hematoma
Dalam 24 jam pertama mulai terbentuk bekuan darah dan fibrin yang masuk ke area
fraktur. Suplai darah meningkat, terbentuklah hematoma yang berkembang menjadi
jaringan granulasi sampai hari kelima.
2. Tahap proliferasi
Dalam waktu sekitar 5 hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk benangbenang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi dan
invasi fibroblast dan osteoblast yang akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan
sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan
tulang rawan.
3. Tahap pembentukan kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain
sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan
fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur.Perlu waktu 3-4 minggu agar fragmen
tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus.
4. Osifikasi
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah tulang
melalaui proses penulangan endokondrial. Mineral terus menerus ditimbun sampai
tulang benar-benar bersatu. Proses ini memerlukan waktu 3-4 bulan.
5. Konsolidasi (6-8 bulan) dan Remodeling (6-12 bulan)
Tahap akhir dari perbaikan patah tulang.Dengan aktifitas osteoblas dan osteoklas,
kalus mengalami pembentukan tulang sesuai aslinya.
I. PRINSIP PENATALAKSANAAN
1. Rekognisi: menyangkut diagnosa fraktur pada tempat kejadian kecelakaan dan
kemudian dirumah sakit.
a. Riwayat kecelakaan
b. Parah tidaknya luka
c. Diskripsi kejadian oleh pasien
9

d.
e.

Menentukan kemungkinan tulang yang patah
Krepitus

2. Reduksi: reposisi fragmen fraktur sedekat mungkin dengan letak normalnya. Reduksi
terbagi menjadi dua yaitu:
a. Reduksi tertutup: untuk mensejajarkan tulang secara manual dengan traksi atau
b.

gips
Reduksi terbuka: dengan metode insisi dibuat dan diluruskan melalui
pembedahan, biasanyamelalui internal fiksasi dengan alat misalnya; pin, plat

c.

yang langsung kedalam medula tulang.
Retensi: menyatakan metode-metode yang dilaksanakan untuk mempertahankan

d.

fragmen-fragmen tersebut selama penyembuhan (gips/traksi)
Rehabilitasi: langsung dimulai segera dan sudah dilaksanakan bersamaan dengan
pengobatanfraktur karena sering kali pengaruh cedera dan program pengobatan
hasilnya kurang sempurna(latihan gerak dengan kruck).

J. TINDAKAN PEMBEDAHAN
1. ORIF (OPEN REDUCTION AND INTERNAL FIXATION)
a. Insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang
b.
c.
d.
e.

bidanganatomik menuju tempat yang mengalami fraktur
Fraktur diperiksa dan diteliti
Fragmen yang telah mati dilakukan irigasi dari luka
Fraktur direposisi agar mendapatkan posisi yang normal kembali
Sasudah reduksi fragmen-fragmen tulang dipertahankan dengan alat ortopedik
berupa; pin,sekrup, plate, dan paku

Keuntungan:
a.

Reduksi akurat

b.

Stabilitas reduksi tinggi

c.

Pemeriksaan struktur neurovaskuler

d.

Berkurangnya kebutuhan alat imobilisasi eksternal

e.

Penyatuan sendi yang berdekatan dengan tulang yang patah menjadi lebih cepat

f.

Rawat inap lebih singkat

g.

Dapat lebih cepat kembali ke pola kehidupan normal

Kerugian :
a.

Kemungkinan terjadi infeksi

b.

Osteomielitis

2. EKSTERNAL FIKSASI
Metode alternatif manajemen fraktur dengan fiksasi eksternal, biasanya pada
ekstrimitas dan tidak untuk fraktur lama Post eksternal fiksasi, dianjurkan penggunaan
10

gips. Setelah reduksi, dilakukan insisi perkutan untuk implantasi pen ke tulang
Lubang kecil dibuat dari pen metal melewati tulang dan dikuatkan pennya. Perawatan
1-2 kali sehari secara khusus, antara lain:
 Observasi letak pen dan area
 Observasi kemerahan, basah dan rembes
 Observasi status neurovaskuler distal fraktur
 Fiksasi eksternal Fiksasi Internal Pembidaian
K. TERAPI FRAKTUR
1. Operatif
Open Reduction Internal Fixation (ORIF)
2. Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi medik untuk terapi fraktur intertrochanter meliputi :
Waktu

Treatment
Tindakan pencegahan
Menghindari passive ROM
Range of Motion (ROM)
Active ROM pada hip dan knee dengan fleksi, ekstensi, abduksi dan
adduksi

Hari pertama
sampai 1
minggu

Kekuatan otot
Isometric exercises pada m.gluteus dan m.quadriceps
Aktivitas fungsional
Transfer ke stand-pivot jika non-weight bearing. Jika weight bearing,
ekstremitas yang dipengaruhi, digunakan selama transfer.
Menggunakan alat bantu untuk ambulasi.
Weight bearing
Weight bearing sesuai toleransi untuk fraktur yang stabil. Toe-touch
sampai partial weight bearing atau non-weight bearing untuk fraktur
tidak stabil.

2 Minggu

Tindakan pencegahan
Menghindari berdiri pada kaki yang cedera tanpa bantuan.
Menghindari passive ROM.
Range of Motion
Active ROM pada hip dan knee. Hip difleksikan mencapai 900.
Kekuatan otot
Isometric exercises pada glutei, quadriceps dan hamstrings.
11

Aktivitas fungsional
Tergantung pada weight bearing, patien melakukan tranfer stand-pivot
atau menggunakan ekstremitas tang dterkena selama transfer. Untuk
ambulasi, menggunakan alat bantu.
Weight bearing
Tergantung prosedur, weight bearing sesuai toleransi. Non-weight
bearing sampai partial weight bearing, sampai toe-touch untuk fraktur
yang tidak stabil.
Tindakan pencegahan
Menghindari puntiran atau putaran pada sisi fraktur.
Range of Motion
Active, active-assistive ROM pada hip dan knee.
Kekuatan otot
Isometric exercises pada glutei, quadriceps dan hamstrings. Active
resistive exercise pada quadriceps, glutei dan hamstrings, jika gerak
sendi mempuntai toleransi yang baik.
4 sampai 6
minggu

Aktivitas fungsional
Tergantung dari weight bearing, transfer stand-pivot atau weight bearing
sesuai toleransi pada ekstremitas yang terkena selama transfer. Ambulasi
dengan alat bantu.
Weight bearing
Weight bearing sesuai toleransi untuk fraktur yang stabil. Partial weight
bearing, non-weight bearing sampai toe-touch untuk fraktur yang tidak
stabil.

8 sampai 12
minggu

Tindakan pencegahan
Tidak ada
Range of Motion
Melanjutkan active, active-asisstive ROM. Memulai passive ROM dan
pemanasan pada hip dan knee.
Kekuatan otot
Progressive resistive exercises pada hip dan knee.
Aktivitas fungsional
Pasien menggunakan ekstremitas yang diliputi dengan weight bearing
sesuai toleransi atau weight bearing yang penuh selama transfer dan
ambulasi. Menghentikan penggunaan alat bantu.
Weight bearing
12

Penuh
12 sampai 16
minggu

Tidak berubah

KONSEP ASUHAN KEPERWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Meliputi usia ( kebanyakan terjadi pada usia muda), jenis kelamin ( kebanyakan
terjadi pada laki-laki biasanya

sering mengebut saat

mengendarai motor tanpa

menggunakan helm).
2. Keluhan utama,
Nyeri akibat dari post operasi fraktur femur dan fraktur antebrachii
3. Riwayat penyakit sekarang.
Biasanya klien datang dengan keluhan jatuh atau trauma lain
4. Riwayat penyakit dahulu.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit Paget menyebabkan
fraktur patologis sehingga tulang sulit menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan
luka dikaki sangat beresiko mengalami osteomilitis akut dan kronis dan penyakit
diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
5. Riwayat penyakit keluarga.
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang adalah faktor predisposisi
terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan
dan kanker tulang yang diturunkan secara genetic
6. Riwayat psikososial spiritual
Takut, cemas, terbatasnya aktivitas.
7. Pemeriksaan Fisik
13

a. Pre Operasi
B1 (breathing), Pada pemeriksaan sistem pernapasan tidak mengalami gangguan
B2 (blood)Pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler, dapat terjadi peningkatan
tekanan darah, peningkatan nadi dan respirasi oleh karena nyeri , peningkatan
suhu tubuh karena terjadi infeksi terutama pada fraktur terbuka
B3 (brain)Tingkat kesadaran biasanya komposmentis
B4 (bladder), Biasanya klien fraktur tidak mengalami kelainan pada sistem ini.
B5 (bowel), Pemenuhan nutrisi dan bising usus biasanya normal, pola defekasi
tidak ada kelainan
B6 (bone), Adanya deformitas, adanya nyeri tekan pada daerah trauma.
b. Post Operasi
B1 (breathing), biasanya terjadi reflek batuk tidak efektif sehingga terjadi
penurunan akumulasi secret, bisa terjadi apneu, lidah kebelakang akibat general
anastesi, RR meningkat karena nyeri
B2 (blood)Pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler, dapat terjadi peningkatan
tekanan darah, peningkatan nadi dan respirasi oleh karena nyeri , peningkatan
suhu tubuh karena terjadi infeksi terutama pada proses pembedahan.
B3 (brain)Dapat terjadi penurunan kesadaran akibat tindakan anastesi, nyeri
akibat pembedahan
B4 (bladder)Biasanya karena general anastesi terjadi retensi urin
B5 (bowel)Akibat dari general anastesi terjadi penurunan peristaltic
B6 (bone)Akibat pembedahan klien mengalami gangguan mobilitas fisik.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG SERING MUNCUL
1. Gangguan rasa nyaman nyeri
2. Hambatan Mobilitas Fisik
3. Ansietas
4. Resiko tinggi infeksi
5. Resiko tinggi cedera
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan pergerakan fragmen tulang, kompresi saraf, cedera
neuromuskular, trauma jaringan, dan refleks spasme otot sekunder.
Tujuan dan kriteria hasil : nyeri berkurang, hilang atau teratasi

14

1)

Evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan
karakteristik, termasuk intensitas (skala 0-10)
Rasional : nyeri merupakan respon subjektif yang dapat dikaji dengan
menggunakan skala nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera.

2)

Atur posisi imobilisasi pada paha
Rasional : imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan fragmen tulang

3)

yang menjadi unsur utama penyebab nyeri pada daerah paha
klien dalam mengidentifikasi factor pencetus
Rasional : nyeri dipengaruhi factor kecemasan, ketegangan, suhu, distensi

4)

kandung kemih, dan berbaring lama
Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut
Rasional : mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri ke hal-hal yang

5)

menyenangkan
Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi
yang nyaman, misalnya waktu tidur, belakang tubuh klien dipasang bantal kecil
Rasional : istirahat merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan

6)

kenyamanan
Jelaskan dan bantu klien terkait dengan tindakan pereda nyeri
nonfarmakologi dan nonpasif
Rasional : pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmkologi lainnya

efektif dalam mengurangi nyeri
7)
Tingkatkan pngetahuan tentang sebab-sebab nyeri dan hubungan
dengan berapa lama nyeri akan berlangsung
Rasional : pengetahuan tentang sebab-sebab nyeri membantu mengurangi nyeri,
hal ini dapat membantu meningkatkan kepatuhan klien terhadap rencana
terapeutik
8)

Kolaborasi pemberian analgesik
Rasional : analgesic memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang

b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan diskontinuitas jaringan tulang, nyeri
sekunder akibat pergerakan fragmen tulang, dan pemasangan traksi.
Tujuan dan kriteria hasil : klien mampu melaksanakan aktifitas fisik sesuai dengan
kemampuan.
1) Kaji mobilitas yang ada dan observasi adanya peningkatan kerusakan. Kaji secara
teratur fungsi motorik.
Rasional : mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas
2) Atur posisi imobilisasi pada paha
Rasional : imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan fragmen tulang
yang menjadi unsur utama penyebab nyeri pada paha
3) Ajarkan klien melakukan latihan gerak aktif apa ektremitas yang tidak sakit.
15

Rasional : gerakan aktif memberikan massa, tonus, dan kekuatan otot, serta
memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan
4) Bantu klien melakukan latihan ROM dan perawatan diri sesuai toleransi
Rasional : untuk mempertahankan fleksibilitas sendi sesuai kemampuan
5) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
Rasional : kemampuan mobilisasi ekstremitas dapat ditingkatkan dengan latihan
fisik dari tim fisioterapi.
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuscular dan penurunan
kekuatan paha.
Tujuan dan kriteria hasil : klien dapat melakukan perawatan diri secara mandiri
1) Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0-4 untuk melakukan
aktifitas hidup sehari-hari
Rasional : membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan untuk
kebutuhan individual
2) Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu
Rasional : hal ini dilakukan untuk menceegah frustasi dan menjaga harga diri
klien
3) Ajarkan klien untuk berpikir

positif terhadap kelemahan yang dimilikinya.

Berikan klien motivasi dan izikan klien melakukan tugas, dan berikan umpan
balik positif atas usahanya
Rasional : klien memerlukan empati. Perawat perlu mengetahui perawatan yang
konsisten dalam menangani klien.
4) Rencanakan tindakan untuk mengurangi pergerakan pada sisi paha yang sakit,
seperti tempatkan makanan dan peralatan dekat dengan klien.
Rasional : klien akan lebih muda mengambi peralatan yang diperlukan karena
lebih dekat dengan paha yang sakit
5) Identifikasi kebiasaan BAB. Anjurkan minum dan meningkatkan latihan
Rasional : meningkatkan laihan dapat membantu mencegah konstipasi
d. Resiko tinggi trauma berhubungan dengan hambatan mobilitas fisik dan pemasangan
traksi
Tujuan dan kreria hasil : resiko trauma tidak terjadi dan klien mau berpartisipasi
dalam pencegahan trauma
1) Pertahankan imobilisasi pada daerah paha
Rasional : meminimalkan rangsangan nyeri akibat gesekan antara fragmen tulang
dengan jaringan lunak di sekitarnya
2) Bila terpasang bebat, sokong fraktur dengan bantal atau gulungan selimut untuk
mempertahankan posisi yang netral
Rasional : mencegah perubahan posisi dengan tetap mempertahankan
kenyamanan dan keamanan
3) Keadaan kontratraksi
16

Rasional : kontratraksi harus dipertahankan agar traksi tetap efektif. Umumnya
berat badan klien dan pengaturan posisi tempat tidur mampu memberikan
kontratraksi
e. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi pada paha
Tujuan dan kriteria hasil : infeksi tidak terjadi selama perawatan
1) Kaji dan pantau luka operasi setiap hari
Rasional : mendeteksi secara dini gejala-gejala inlamasi yang mungkin timbul
sekunder akibat adanya luka pasca operasi
2) Lakukan perawatan luka secara steril
Rasional : teknik perawatan luka secara steril dapat mengurangi kontaminasi
kuman
f. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, akan menjalani operasi, status
ekonomi dan perubahan fungsi peran
Tujuan dan kiteria hasil : ansietas hilang atau berkurang
1) Kaji tanda verbal dan nonverbal ansietas, dampingi klien dan lakukan tindakan
bila klien menunjukan perilaku merusak
Rasional : reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukkan rasa agitasi, marah dan
gelisah
2) Hindari konfrontasi
Rasional : konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja sama,
dan mungkin memperlambat penyembuhan
3) Mulai lakukan tindakan untuk mengurangi ansietas. Beri lingkungan yang tenang
dan suasana yang penuh istirahat
Rasional : mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu
4) Tingkatkan kontrol sensasi klien
Rasional : kontrol sensasi klien ( dalam mengurangi ketakutan) dengan cara
memberikan informasi tentang keadaan klien, membantu latihan relaksasi dan
teknik-teknik pengalihan, serta memberikan umpan balik yang positif
5) Orientasikan klien terhadap tahap-tahap prosedur operasi dan aktfitas yang
diharapkan
Rasional : oreentasi tahap-tahap prosedur operasi dapat mengurangi ansietas.

17

DAFTAR PUSTAKA
-

Black and Hawks. (2005). Medical surgical nursing: clinical management for positive
outcomes. 7th edition. United States: Elsevier

-

Buku ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskletal, Hal 203222. Tahun 2009

-

Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6. Jakarta:EGC

-

Evans, P.J., B.J McGrory. (2001). Fracture of The Proximal Femur. ME: Orthopaedic
Associates of Portland.

-

Hidayat, A. A. (2002). Pengantar Dokumentasi Proses Keperawatan.Jakarta : EGC.

-

Jakarta:EGC

-

Johnson,

M., et

all. 2000. Nursing

Edition. New Jersey: Upper Saddle River

18

Outcomes

Classification

(NOC) Second

-

Mansjoer, Arif (et. al). (2000). Kapita Selekta Kedokteran. (edisi 3).Jakarta : Media
Aesculapius.

-

Muttaqim, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta.EGC

-

NANDA International. (2012). Nursing Diagnosis: Definitions & Classifications
2012-2014.

-

Potter & Perry. (2005). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik Edisi
4 vol 1. Jakarta: EGC

-

Sjamsuhidajat, R, dkk. (2004). Buku Ajar: Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

-

Sjamsuhidajat, R., de Jong, Wim. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. (2002).Buku Ajar Keperawataan Medikal Bedah Brunner
Wilkinson, Judith.M, 2006, Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi
NIC dan Kriteria Hasil Noc. Jakarta: EGC

19