BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan 2.1.1 Pengertian Pembangunan - Pengaruh Pembangunan Sektor Pesisir dan Laut Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Desa Sorake Kecamatan Maniamolo Kabupaten Nias Selatan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembangunan
2.1.1 Pengertian Pembangunan
Secara etimologis, istilah pembangunan berasal dari kata bangun, diberi
awalan

pem-

dan

akhiran

–an

guna

menunjukkan

perihal


membangun.Pembangunan juga berarti menilai kembali keadaan setiap kelompok
masyarakat dan mengadakan perbaikan kualitatif, baik dalam kelompok maupun
individu. Pembangunan bukanlah tujuan melainkan alat untuk memanusiakan
manusia Ndraha, 1987 : 1 – 2).
Selain itu, pembangunan juga diartikan sebagai suatu proses perubahan
sosial dengan partisipatori yang luas dalam suatu masyarakat yang dimaksudkan
untuk kemajuan sosial dan material (termasuk bertambah besarnya kebebasan,
keadilan dan kualitas lainnya yang dihargai) untuk mayoritas rakyat melalui
kontrol yang lebih besar yang mereka peroleh terhadap lingkungan mereka
(Nasution, 2007).
Lebih luas lagi, pembangunan biasanya didefinisikan sebagai rangkaian
usaha mewujudkan pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar yang
ditempuh oleh suatu negara bangsa menuju modernitas dalam rangka pembinaan
bangsa (nation building) (Siagian, 2000 : 4).

13

Apabila definisi diatas disimak secara cermat, akan muncul 7 (tujuh) ide
pokok. Yaitu :

1. Pembangunan merupakan suatu proses. Berarti pembangunan merupakan
rangkaian kegiatan yang berlangsung secara berkelanjutan dan terdiri dari
tahap – tahap yang di satu pihak bersifat independen akan tetapi di pihak
lain merupakan “bagian” dari sesuatu yang bersifat tanpa akhir.
2. Pembangunan merupakan upaya yang secara sadar ditetapkan sebagai
sesuatu untuk dilaksanakan. Dengan kata lain, jika dalam rangka
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara terdapat kegiatan yang
kelihatannya seperti pembangunan, akan tetapi sebenarnya tidak
ditetapkan secara sadar dan hanya terjadi secara sporadis atau insidental,
kegiatan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai pembangunan.
3. Pembangunan dilakukan secara terencana, baik dalam arti jangka panjang,
jangka sedang, dan jangka pendek. Dan seperti dimaklumi, merencanakan
berarti mengambil keputusan sekarang tentang hal – hal yang akan
dilakukan pada jangka waktu tertentu di masa depan.
4. Rencana pembangunan mengandung makna pertumbuhan dan perubahan.
Pertumbuhan dimaksudkan sebagai peningkatan kemampuan suatu negara
untuk

berkembang


dan

tidak

sekedar

mampu

mempertahankan

kemerdekaan, kedaulatan, dan eksistensinya. Sedangkan perubahan
mengandung makna bahwa suatu negara harus bersikap antisipatif dan
proaktif dalam menghadapi tuntutan situasi yang berbeda dari satu jangka

14

waktu ke jangka waktu yang lain, terlepas apakah situasi yang berbeda itu
dapat diprediksikan sebelumnya atau tidak.
5. Pembangunan mengarah kepada modernitas. Modernitas diartikan sebagai
cara hidup yang baru dan lebih baik daripada sebelumnya, cara berpikir

yang rasional dan sistem budaya yang kuat tetapi fleksibel.
6. Modernitas yang ingin dicapai melalui berbagai kegiatan pembangunan
per definisi bersifat multidimensional. Artinya, modernitas tersebut
mencakup seluruh segi kehidupan berbangsa dan bernegara, yang dapat
mengejawantah dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya, serta
pertahanan dan keamanan.
7. Semua hal yang telah disinggung di atas ditujukan kepada usaha
pembinaan bangsa sehingga suatu bangsa yang bersangkutan semakin
kokoh fondasinya dan semakin mantap keberadaannya sehingga menjadi
negara yang sejajar dengan negara lain di dunia karena mampu
menciptakan situasi yang membuatnya berdiri sama tinggi dan duduk
sama rendah dengan negara lain tersebut (Siagian, 2000 : 5).
2.1.2 Pembangunan Masyarakat
Pembangunan masyarakat pada dasarnya adalah proses perubahan menuju
kondisi yang lebih baik, dan kondisi yang lebih baik tersebut pada umumnya
dinyatakan dalam bentuk peningkatan taraf hidup atau kesejahteraan (Soetomo,
2010 : 25). Walaupun terdapat banyak rumusan tentang kesejahteraan, pada
dasarnya dapat dikatakan bahwa taraf hidup atau kesejahteraan akan meningkat
apabila semakin banyak kebutuhan dapat terpenuhi.


15

Oleh sebab itu, perubahan dalam proses pembangunan masyarakat juga
dapat

berarti

sebagai

perubahan

yang

mengarah

pada

kondisi

yang


memungkinkan semakin banyak kebutuhan dapat dipenuhi. Di lain pihak, dalam
setiap masyarakat tersedia sumber daya yang memiliki potensi dalam rangka
pemenuhan kebutuhan tersebut. Sudah barang tentu agar sumber daya tersebut
dapat secara efektif berdampak pada pemenuhan semakin banyak kebutuhan dan
dengan demikian berarti meningkatkan kesejahteraan, diperlukan pendayagunaan
atau mobilisasi untuk mengubah sumber daya potensial menjadi aktual. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa pendayagunaan sumber daya untuk lebih
memungkinan peningkatan kesejahteraan masyarakat merupakan unsusr pokok
dari pembangunan masyarakat.
Pembangunan masyarakat diartikan sebagai aktivitas yang dilakukan oleh
masyarakat, dimana mereka mampu mengidentifikasikan kebutuhan dan masalah
secara bersama. Ada juga yang mengartikan bahwa pembangunan masyarakat
adalah kegiatan yang terencana untuk menciptakan kondisi – kondisi bagi
kemajuan

sosial

ekonomi


masyarakat

dengan

meningkatkan

partisipasi

masyarakat.
Pakar lain memberikan batasan bahwa pembangunan masyarakat adalah
perpaduan antara pembangunan sosial ekonomi dan pengorganisasian masyarakat.
Pembangunan sektor sosial ekonomi masyarakat perlu diwujudkan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang didukung oleh organisasi dan
partisipasi masyarakat yang memiliki kapasitas, kapabilitas, dan kinerja yang

16

secara terus menerus tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat
(Adisasmita, 2006 : 115).
Dalam setiap proses pembangunan masyarakat, terdapat tiga unsur

esensial yaitu, adanya proses perubahan, mobilisasi atau pemanfaatan sumber
daya dan pengembangan kapasitas masyarakat. Ketiga unsur tersebut dapat
disebut sebagai konsep dasar pembangunan masyarakat yang dapat digunakan
sebagai basis pemahaman dan penjelasan mengenai pembangunan masyarakat
(Soetomo : 2010 : 31).
Berbagai sumber mengemukakan pemikiran bahwa pembangunan
masyarakat diarahan pada perbaikan kondisi hidup masyarakat. Ruopp (1953)
memberi tekanan pada pembangunan masyarakat sebagai upaya untuk mengubah
keadaan dari yang kurang dikehendaki menuju keadaan yang lebih baik.Milburn
(1954) melaporkan bahwa pembangunan masyarakat di daerah – daerah bekas
jajahan Inggris dititikberatkan pada perbaikan kondisi sosial masyarakat. Dan
sedangkan menurut PBB (1956), tujuan pembangunan masyarakat adalah
perbaikan kondisi ekonomi, sosial dan kebudayaan masyarakat, mengintegrasikan
kehidupan masyarakat – masyarakat itu ke dalam kehidupan bangsa, dan
memampukan mereka untuk memberi sumbangan sepenuhnya bagi kemajuan
nasional. Batten (1960) juga menyetujui pendapat bahwa pembangunan
masyarakat adalah suatu proses di mana masyarakat membahas dan merumuskan
kebutuhan mereka, merencanakan usaha pemenuhannya, dan melaksanakan
rencana itu sebaik – baiknya. Pembangunan masyarakat jelas ditujukan pada


17

upaya untuk mengurangi kemiskinan, kemelaratan, dan kebobrokan lingkungan
hidup masyarakat.
Dalam usaha praktik pembangunan masyarakat, terdapat masalah –
masalah yang dihadapi oleh pembangunan masyarakat (Ndraha, 1987 : 96) yaitu :
1. Terdapat kecenderungan hanya kaum elit komunitas saja yang mampu dan
berkesempatan

untuk

berpartisipasi

dalam

proses

penyusunan

kebijaksanaan dan pengambilan keputusan.

2. Sampai sejauh ini, pembangunan masyarakat belum berhasil sepenuhnya
dalam usahanya mendorong perubahan sosial. Memang terdapat
perubahan, tetapi jarang sekali terjadi perubahan yang mendasar.
3. Dewasa ini pembangunan masyarakat lebih berbau politik, artinya
pembangunan masyarakat dijadikan sebagai alat komunikasi politik dan
simbol politik.
4. Semakin besar komunitas, semakin bervariasi kepentingannya, sehingga
terdapat kepentingan yang saling bersaingan atau kompetitif.
5. Oleh karena itu pembangunan masyarakat cenderung bekerja menurut
“model konsensus”, artinya hanya kepentingan yang sangat umum sifatnya
yang diperhatikan sementara kepentingan lapisan dan kelompok
masyarakat di dalam komunitas, terabaikan atau tersisihkan.

18

2.2 Sektor Pesisir dan Laut
2.2.1 Batasan Wilayah Pesisir
Persepsi dalam menentukan batasan wilayah pesisir sangat sulit ditentukan
karena definisi yang umum dijumpai bersifat imajiner. Pada suatu ekstrim, suatu
batas wilayah pesisir dapat meliputi suatu kawasan yang sangat luas mulai dari

batas lautan (terluar) ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) sampai daratan yang masih
dipengaruhi oleh iklim laut. Pada ekstrim lainnya, suatu wilayah pesisir hanya
meliputi kawasan peralihan antara ekosistem laut dan daratan yang sangat sempit,
yaitu dari garis rata – rata pasang tertinggi sampai 200 meter ke arah darat dan ke
arah laut meliputi garis pantai pada saat rata – rata pasang terendah. Batasan
wilayah pesisir yang sangat sempit ini dianut oleh Costa Rica. Sementara itu,
negara – negara lainnya mengambil batasan wilayah pesisir di antara kedua
ekstrim tersebut (Dahuri, 2013).
Soegiarto (dalam Dahuri, 2013 : 8) menyatakan bahwa definsi wilayah
pesisir yang digunakan di Indonesia adalah daerah pertemuan antara darat dan
laut; ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun
terendam air, yang masih dipengaruhi sifat – sifat laut seperti pasang surut, angin
laut dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup
bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses – proses alami yang terjadi di
darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh
kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.

19

Dalam Rapat Kerja Nasional Proyek MREP (Marine Resorce Evaluation
and Planning) atau Perencanaan dan Evaluasi Sumber Daya Kelautan di Manado,
1 – 3 Agustus 1994, telah ditetapkan bahwa batas ke arah laut suatu wilayah
pesisir adalah sesuai dengan batas laut yang terdapat dalam Peta Lingkungan
Pantai Indonesia (PLPI) dengan skala 1 : 50.000 yang telah diterbitkan oleh
Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL).
Sedangkan batas ke arah laut adalah mencakup batas administratif seluruh desa
pantai )sesua dengan ketentuan Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum dan
Otonomi Daerah, Departemen Dalam Negeri) yang termasuk ke dalam wilayah
Pesisir MREP.
Definisi wilayah pesisir seperti di atas memberikan suatu pengertian
bahwa ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai
kekayaan habitat yang beragam, di darat maupun di laut, serta saling berinteraksi
antara habitat tersebut. Selain mempunyai potensi yang besar, wilayah pesisir juga
merupakan ekosistem yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia.
Umumnya kegiatan pembangunan, secara langsung maupun tidak langsung
berdampak merugikan terhadap ekosistem pesisir.
2.2.2 Lingkungan dan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Laut
Dalam suatu wilayah pesisir terdapat satu atau lebih sistem lingkungan
(ekosistem) dan sumber daya pesisir. Ekosistem pesisir dapat bersifat alami
ataupun buatan (man – made). Ekosistem alami yang terdapat di wilayah pesisir
antara lain adalah : terumbu karang (coral reefs), hutan mangroves. Padang lamun
(sea grass), pantai berpasir (sandy beach), formasi pes – caprea, formasi
20

baringtonia, estuaria, laguna dan delta. Sedangkan ekosistem buatan antara lain
berupa : tambak, sawah pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan industri,
kawasan agroindustri dan kawasan pemukiman.
Sumber daya di wilayah pesisir terdiri dari sumber daya alam yang dapat
pulih dan sumber daya alam yang tak dapat pulih, sumber daya yang dapat pulih
antara lain, meliputi : sumber daya perikanan (plankton, benthos, ikan, moluska,
krustasea, mamalia laut), rumput laut (seaweed), padang lamun ; hutan mangrove
; dan terumbu karang. Sedangkan sumber daya tak dapat pulih, antara lain,
mencakup : minyak dan gas, biji besi, pasir, timah, bauksit dan mineral serta
bahan tambang lainnya.
2.2.3 Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Secara Terpadu
Pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu adalah suatu
pendekatan pengelolaan wilayah pesisir yang melibatkan dua atau lebih
ekosistem, sumber daya, dan kegiatan pemanfaatan (pembangunan) secara terpadu
(integrated) guna mencapai pembangunan wilayah pesisir dan laut secara
berkelanjutan (Dahuri, 2013 : 12). Dalam konteks ini, keterpaduan (integration)
mengandung tiga dimensi : sektoral, bidang ilmu, dan keterkaitan ekologis.
Keterpaduan secara sektoral berarti bahwa perlu ada koordinasi tugas,
wewenang dan tanggung jawab antar sektor atau instansi pemerintah pada tingkat
pemerintah tertentu (horizontal integration) ; dan antartingkat pemerintahan mulai
dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsim sampai tingkat pusat (vertical
integration).

21

Keterpaduan dari sudut pandang keilmuan mensyaratkan bahwa di dalam
pengelolaan wilayah pesisir hendaknya dilaksanakan atas dasar pendekatan
interdisiplin ilmu (interdisciplinary approaches), yang melibatkan bidang ilmu :
ekonomi, ekologi, teknik, sosiologi, hukum, dan lainnya yang relevan. Ini wajar
karena wilayah pesisir pada dasarnya terdidir dari sistem sosial yang terjalin
secara kompleks dan dinamis.
Wilayah pesisir dan laut tersusun dari berbagai macam ekosistem
(mangroves, terumbu karang, pantai berpasir, dan lainnya) yang satu sama lain
saling terkait. Perubahan atau kerusakan yang menimpa satu ekosistem akan
menimpa pula ekosistem lainnya. Selain itu, wilayah pesisir juga dipengaruhi oleh
berbagai macam kegiatan manusia maupun proses – proses alamiah yang terdapat
di lahan atas (upland areas) maupun laut lepas (oceans). Kondisi empiris
semacam ini mensyaratkan bahwa Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Secara
Terpadu (PWPLT) harus memperhatikan segenap keterkaitan ekologis (ecological
linkages) tersebut, yang dapat mempengaruhi suatu wilayah pesisir.
Berdasarkan karakteristik dan dinamika (the nature) dari kawasan pesisir
dan laut, potensi dan permasalahan pembangunan, dan kebijakan pemerintah
untuk sektor kelautan, maka pencapaian pembangunan kawasan pesisir dan lautan
secara optimal dan berkelanjutan tampaknya hanya dapat dilakukan melalui
pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu (PWPLT) (Dahuri dkk,
2013 : 149). Hal tersebut paling tidak berdasarkan pada empat alasan pokok, yaitu
:

22

1. Secara empiris, terdapat keterkaitan ekologis (hubungan fungsional), baik
antarekosistem di dalam kawasan pesisir maupun antara kawasan pesisir
dengan lahan atas dan laut lepas. Dengan demikian, perubahan yang
terjadi pada suatu ekosistem pesisir (mangrove, misalnya), cepat atau
lambat akan mempengaruhi ekosistem lainnya. Begitu pula halnya jika
pengelolaan kegiatan pembangunan (industri, pertanian, pemukiman, dan
lain – lain) di lahan atas suatu DAS tidak dilakukan secara arif
(berwawasan lingkungan), maka dampak negatifnya akan merusak tatanan
dan fungsi ekologis kawasan pesisir dan lautan. Fenomena inilah yang
kemungkinan besar merupakan faktor penyebab utama bagi kegagalan
panen tambak udang yang khir – akhir ini menimpa kawasan Pantai Utara
Jawa. Karena, untuk kehidupan dan pertumbuhan udang secara optimal
diperlukan kualitas perairan yang bnaik, tidak tercemar seperti Pantai
Utara Jawa.
2. Dalam suatu kawasan pesisir (Kalianda – Bandar Lampung, misalnya),
biasanya terdapat lebih dari dua macam sumber daya alam dan jasa – jasa
lingkungan yang dapat dikembangkan untuk kepentingan pembangunan.
3. Dalam suatu kawasan pesisir, pada umumnya terdapat lebih dari satu
kelompok masyarakat (orang) yang memiliki keterampilan/keahlian dan
kesenangan (preference) bekerja yang berbeda, sebagai petani, nelayan,
petani tambak, petani rumput laut, pendamping pariwisata, industri dan
kerajinan rumah tangga, dan sebagainya. Padahal sangat sukar atau hampir

23

tidak mungkin untuk mengubah kesenangan bekerja (profesi) sekelompok
orang yang sudah secara mentradisi menekuni suatu bidang pekerjaan.
4. Baik secara ekologis maupun ekonomis, pemanfaatan suatu kawsan pesisir
secara monokultur (single use) adalah sangat rentan terhadap perubahan
internal maupun eksternal yang menjurus pada kegagalan usaha.
Contohnya, lagi – lagi pembangunan tambak udang di Pantai Utara Jawa,
yang sejak tahun 1982 mengkonversi hampir semuapesisir termasuk
mangrove (sebagai kawasan lindung) menjadi tambak udang. Sehingga,
pada saat akhir 1980 – an sampai sekarang terjadi peledakan wabah virus,
sebagian besar tambak udang di kawasan ini terserang penyakit yang
merugikan. Kemudian, pada tahun 1988 ketika Jepang memberhentikan
impor udang Indonesia selama 3 bulan, mengakibatkan harga udang turun
secara drastis dari rata – rata Rp. 14.000,00 per kg menjadi Rp. 7.000,00
per kg, sehingga banyak petani tambak yang merugi.
2.2.4 Maksud dan Tujuan Program Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Laut
Pengelolaan wilayah pesisir dan laut dimaksudkan untuk menjamin
pemanfaatan optimum sumber daya pesisir secara kelestarian, pemeliharaan terus
menerus biodiversity tinggi, dan konservasi nyata habitat – habitat kritis. Tujuan
nyata pengelolaan wilayah pesisir misalnya, mendukung perikanan, perlindungan
masyarakat dari badai, daya tarik wisatawan, promosi kesehatan publik, menjaga
hasil dari hutan mangrove, dan melindungi coral reef. Semua hal tersebut
membutuhkan aksi – aksi komunitas terkoordinasi agar tujuan tercapai.

24

Tujuan utama pengelolaan wilayah pesisir dan laut adalah mengkoordinasi
inisiatif berbagai sektor ekonomi pesisir (seperti perkapalan, pertanian, perikanan)
menuju outcomes sosial ekonomi jangka panjang, termasuk penyelesaian konflik
antara sektor – sektor yang terlibat. Keterpaduan pendekatan multi sektor secara
bersama mengarahkan aktivitas – aktivitas sektor ekonomi kunci di bawah sebuah
perencanaan pesisir efekftif dan sistem pengelolaan yang tepat. Misalnya,
pengembangan sektor pariwisata dan perikanan tergantung pada terjaminnya
kualitas lingkunganm termasuk kualitas air pesisir. Kedua sektor tersebut dapat
dipengaruhi oleh efek pencemaran, hilangnya habitat hewan liar dan hilangnya
keindahan karena pembangunan kilang minyak dan gas yang tidak tekendali.
Untuk mewujudkan tujuannya, pengelolaan wilayah pesisir terpadu
membutuhkan beberapa aksi – aksi nasional, termasuk sebagai berikut :
1. Komitmen kebijakan untuk mendukung manajemen sumber daya pesisir
dan konservasi lingkungan.
2. Stakeholder wilayah pesisir mencapai pemahaman jelas atas tujuan –
tujuan pengelolaan sumber daya dan lingkungan.
3. Menetapkan kantor pemerintahan untuk koordinasi urusan pesisir.
4. Inisiasi

sebuah sistem untuk review proyek pembangunan, termasuk

asesmen lingkungan.
5. Akumulasi informasi teknis.
6. Merancang

dan

pembangunan

pengelolaan (Sara, 2014 : 23 – 25).

25

perencanaan

efektif

dan

program

2.2.5 Manfaat Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut
La Sara (2014) menyatakan bahwa pengelolaan wilayah pesisir dan laut
secara terpadu dapat menguntungkan suatu bangsa atau daerah melalui sebagian
atau seluruh hal berikut :
1. Memfasilitasi keberlanjutan pertumbuhan ekonomi berdasarkan sumber
daya alam.
2. Melinfungi habitat alamiah dan species.
3. Mengontrol pencemaran dan perubahan garis pantai dan beachfronts.
4. Mengontrol aktivitas DAS yang memberi efek negatif wilayah pesisir.
5. Mengontrol penggalian, penambangan dan perubahan lain coral reefs,
dasar air, dan dasar laut (sea floors).
6. Merehabilitasi kerusakan sumber daya.
7. Menyediakan sebuah mekanisme dan alat untuk alokasi sumber daya
rasional.
Wilayah pesisir, terutama bagian daratan dan daerah pasang surut, juga
dapat dipengaruhi oleh dampak kegiatan yang terjadi di laut, misalnya tumpahan
minyak dari kapal tanker dan air limbah hasil pencucian kapal yang dibuang ke
laut yang pada gilirannya hanyut sampai ke daerah pasang surut atau daratan.
Menjaga dan memelihara sumber daya yang mampu mempertahankan garis
pantai, seperti pantai (beachs), mangrove, dan coral reef, merupakan sumber daya
penting yang melindungi garis pantai dan pemukiman masyarakat di darat
terhadap gelombang dan erosi.

26

Oleh karena wilayah pesisir dan sumber dayanya memberi manfaat besar
dari aspek sosial, ekonomi, biologi, dan ekologi kepada kehidupan manusia dalam
skala luas dan saat ini berbagai negara menggantungkan sebagian kebutuhan
pembangunan ekonominya pada wilayah pesisir dan sumber dayanya, maka
kesadaran

dan

partisipasi

semua

stakeholder

memanfaatkan

atau

mengeksploitasinya harus lebih bijaksana dan selalu mempertimbangkan
keberlanjutan sumber daya tersebut (Sara, 2014).
Meskipun memiliki potensi yang besar dan tidak terbatas dalam sumber
daya, tetap saja pemerintah dan segenap stakeholder harus waspada terhadap
pemanfaatan yang berlebih. Eksploitasi atau pemanfaatan yang berkelanjutan
menjelaskan pemanfaatan bijaksana dan pengelolaan hati – hati (konservasi)
individu spesies dan komunitas, bersama habitat dan ekosistemnya sehingga
potensi kemanfaatannya saat ini kepada masyarakat tidak rusak. Dengan
demikian, sumber daya harus selalu dijaga sehingga kemampuan sumber daya
untuk selalu memperbaharui dirinya tidak rusak.
Kriteria pemanfaatan berkelanjutan adalah bahwa sumber daya tidak
dipanen, diekstraksi atau digunakan dalam jumlah berlebih. Dengan kata lain,
sumber daya yang tidak dipanen mempunyai kemampuan lebih cepat atau
minimal sama melakukan regenerasi sehingga jumlah populasi dalam lingkungan
yang terjaga tetap stabil atau bahkan terus bertambah sesuai dengan daya dukung
lingkungan (carrying capacity).

27

2.3 Masyarakat Pesisir
2.3.1 Pengertian Masyarakat Pesisir
Masyarakat pesisir sering didefinisikan sebagai suatu masyarakat yang
tinggal di pinggir pantai dan menggantungkan hidupnya pada hasil sumber daya
laut, tetapi memiliki karakteristik yang berbeda dengan masyarakat petani. Selain
itu, konsentrasi pola hidup masyarakat pesisir yang berhubungan langsung dengan
sumber daya alam yang ada di sekitar mereka, menyebabkan kondisi mereka
terisolasi dalam satu daerah saja.
Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang bertempat tinggal di
lingkungan pesisir pantai. Karena masyarakat ini hidup di lingkungan pesisir
pantai maka masyarakat ini menggantungkan hidupnya pada kekayaan alam yang
ada di laut. Pekerjaan masyarakat pesisisr ini secara umum adalah sebagai
nelayan. Para nelayan ini ada yang menggunakan tek nologi sederhana atau
disebut dengan nelayan tradisonal. Namun, ada juga nelayan yang menggunakan
teknologi yang berbeda yang disebut dengan nelayan modern, hanya saja
jumlahnya tidak terlalu banyak (Chozin dkk, 2010 : 222 – 223).
2.3.2 Struktur Sosial Masyarakat Pesisir
Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, masyarakat pesisir
merupakan masyarakat yang bertempat tinggal di lungkangan pesisir pantai,
sehingga pada umumnya mayoritas masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan dan
menggantungkan hidup dari kekayaan alam pesisir maupun lautan.

28

Pekerjaan lain yang ada di kawasan pesisir adalah sewa – menyewa kapal.
Ada juga kalangan masyarakat yang membuat garam. Pada umumnya
ketergantungan masyarakat pesisir pada sektor kelautan menjadi kendala bagi
masyarakat untuk berhasil keluar dari garis kemiskinan. Hal ini karena terdapat
banyak faktor yang mempengaruhi penghasilan masyarakat pesisir, sehingga
pekerjaan ini tidak menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan para keluarga yang
tergolong masyarakat pesisir. Hal tersebutlah alasan mengapa dikatakan bahwa
masyarakat pesisir memiliki variasi hidup yang kompleks.
Selain menangkap ikan, masyarakat pesisir juga mengolah kebun kelapa.
Terutama karena di dekat pantai biasanya pohon kelapa mudah tumbuh. Namun,
jika memiliki tanah maka tanah tersebut dikelola secara optimal. Pada saat musim
padi maka tanah akan berfungsi menjadi sawah dan pada saat yang lain akan
dikelola menjadi kebun. Selain itu, kolektifitas masyarakat maritim masih banyak
sebagai pelayar dan pedagang antar pulau (Chozin dkk, 2010 : 223).
2.3.3 Karakteristik Masyarakat Pesisir
Adapun karakteristik atau ciri – ciri yang dipantulkan oleh komunitas atau
masyarakat pesisir di Indonesia adalah :
1. Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang tergantung pada alam laut.
Ketergantungan masyarakat pesisir terhadap alam laut itu dalam bentuk
fisik

maupun

emosional

sesuai

dengan

kondisi

alam

yang

mempengaruhinya. Masyarakat pesisir dengan demikiain menggantungkan

29

hidupnya dengan cuaca, iklim, dan pergantian musim terutama masyarakat
pesisir yang bekerja sebagai nelayan.
2. Masyarakat pesisir sangat tergantung pada sumber daya energi yang
murah dan konvensional untuk dapat menggali kekayaan alam laut yang
merupakan tempat pencarian kebutuhan hidup.
3. Masyarakat pesisir sangat tergantung pada modal tunai untuk dapat
memenuhi kebutuhan hidup sehari – hari terutama untuk modal kegiatan
pelayanan dan konsumsi.
4. Masyarakat pesisir sangat bergantung kepada pihak lain baik secara
individual maupun berkelompok dalam sistem jaringan kerja, baik
penangkapan ikan, jasa pelelangan ikan maupun terhadap para pemilik
modal.
5. Masyarakat

pesisir

sangat

membutuhkan

program



program

pemberdayaan yang dapat mengeluarkan masyarakat pesisir dari jerat
kehidupan yang sangat tajam dan tidak mengenal kompromi (Chozin dkk,
2010).
2.3.4 Upaya Memajukan Masyarakat Pesisir
Salah satu upaya memajukan masyarakat pesisir adalah melalui
pembangunan infrastruktur. Adapun infrastruktur yang utama adalah jalan. Jalan
yang dimaksudkan di sini adalah fasilitas untuk sarana transportasi. Sarana
transportasi yang baik akan memberi kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi dan
pengurangan kemiskinan. Alasannya, karena keberadaan sarana transportasi
meningkatkan efisiensi, alokasi sumber daya, meningkatkan kinerja pasar dan

30

memacu perumbuhan ekonomi. Meningkatkan akses pelayanan dasar baik itu
kesehatan, pendidikan, dan meningkatkan peluang ekonomi karena berhasil
menurunkan biaya.
Dengan adanya jalan, maka mobilitas masyarakat menjadi tidak terbatas.
Masyarakat pesisir dapat membuka akses ke wilayah lain yang menjadi sentra –
sentra ekonomi. Dapat membina hubungan dengan masyarakat lain yang ada di
luar wilayah pesisir. Mobilitas manusia, barang, jasa, dan modal akan bertambah
juga dengan adanya transportasi yang baik. Mobilitas dan hubungan dengan
masyarakat luar pada akhirnya akan menambah wawasan masyarakat pesisir
(Chozin dkk, 2010).
Infrastruktur lain adalah fasilitas air, listrik, dan telekomunikasi. Fasilitas –
fasilitas ini diperlukan dalam menunjang produktivitas masyarkat pesisir. Di
malam hari masyarkat dapat menggunakan listrik untuk penerangan. Keberadaan
listrik ini akan mengurangi pengeluaran masyarakat untuk penerangan. Apalagi
jika masih menggunakan minyak lampu yang harganya sudah sangat mahal,
demikian pula dengan fasilitas air.
Kemudahan akan fasilitas air dan listrik akan memudahkan masyarakat
pesisir untuk dapat lebih fokus dalam bekerja dan memnuhi kebutuhan hidup
sehari – hari. Untuk air bersih, masyarakat pesisir sudah tidak perlu mengangkut
air dari tempat sumber air kempat penampungan air keluarga. Ataupun jika
fasilitas air bersih tersebut masih berupa sumber air umum, maka pengangkutan
air bersih dari sumber air ketempat penampungan air keluarga tidak terlalu jauh.

31

Akses yang baik ke wilayah pesisir merupakan pintu bagi terbukanya
orang luar untuk masuk ke wilayah pesisir. Keberadaan orang luar di wilayah
pesisir akan membuka peluang munculnya investasi, dan yang paling penting
adalah masyarakat pesisir dapat memikirkan peluang untuk membenahi
wilayahnya. Apakah itu dengan menyediakan tempat untuk masyarakat luar yang
datang untuk menikmati keindahan alam (wisatawan) berupa sarana dan pra –
sarana umum seperti penginapan, rumah makan, toilet umum dan lain – lain.
Kendala mengenai sikap masyarkat yang menganggap pendatang baru
sebagai ancaman bagi persatuan dan kesatuan masyarakat dapat diatasi dengan
memberikan pemahaman tentang keuntungan dan kerugian yang diperoleh
masyarakat pesisir jika terdapat masyarakat pendatang/luar.
Segala upaya tersebut tentu akan membawa perubahan masyarakat pesisir
menjadi lebih baik lagi dalam berbagai aspek. Kondisi yang semakin baik tersebut
dapat mendorong kreativitas masyarakat untuk meningkatkan pendapatan
keluarga. Kewirausahaan masyarkat dalam bentuk pembuatan kerajinan tangan
yang dapat dijual kepada pendatang/wisatawan adalh potensi yang besar. Selain
itu, kendala yang didapat dari ketergantungan nelayan pada hasil tangkapan ikan
di laut tentu dapat diatasi melalui peningkatan keterampilan dan kreativitas
masyarakat, serta kejelian dalam membuka usaha baru.

32

2.4 Konsep Kesejahteraan
2.4.1 Pengertian Kesejahteraan
Kesejahteraan adalah salah satu aspek yang cukup penting untuk menjaga
dan membina terjadinya stabilitas sosial dan ekonomi. Kondisi tersebut juga
diperlukan

untuk

meminimalkan

terjadinya

kecemburuan

sosial

dalam

masyarakat. Selanjutnya percepatan ekonomi masyarakat memerlukan kebijakan
ekonomi atau peranan pemerintah dalam mengatur perekonomian sebagai upaya
menjaga stabilitas perekonomian.
2.4.2 Kesejahteraan Masyarakat
Pembangunan merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan
masyarkat yang dilakukan secara berkelanjutan berdasarkan kemampuan dengan
memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan tujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dalam berbagai bidang, khususnya dalam bidang
ekonomi dan sosial.
Dalam UU No. 9 Tahun 2009, kesejahteraan sosial adalah kondisi
terpenuhinya kebutuhan material, spirituil, dan sosial warga negara agar dapat
hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan
fungsi sosialnya. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara umum
kesejahteraan sosial dapat diartikan sebagai suatu keadaan dan gerakan yang
bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup, memecahkan masalah sosial,
memperkuat struktur sosial masyarakat, memenuhi kebutuhan dasar dan menjaga
ketentraman masyarakat, serta memungkinkan setiap warganegara mengadakan

33

usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial secara sebaik – baiknya
bagi dirinya, keluarga, dan masyarakat. Dan pada umumnya, usaha – usaha yang
dilakukan oleh masyarakat dalam proses pemenuhan kebutuhannya tersebut akan
merujuk pada kesejahteraan masyarakat itu sendiri.
2.4.3 Tingkat Kesejahteraan Masyarakat
Dalam menilai kesejahteraan suatu masyarakat, maka tentu dibutuhkan
berbagai standar sebagai pedoman, agar terdapat kejelasan dan batasan dalam
mengukur kesejahteraan dalam masyarakat, yaitu indikator kesejahteraan
masyarakat. Badan Pusat Statistik menetapkan indikator tersebut meliputi :
1. Kesehatan
Dimana pelayanan kesehatan masyarakat ini merupakanbentuk pelayanan
kesejahteraan yang dilaksanakan melalui berbagai lembaga seperti
puskesmas, posyandu, poliklinik, dan lain – lain yang disertai penempatan
tenaga medis dan paramedis. Dengan adanya peningkatan pelayanan
kesehatan

maka

diharapkan

derajat

kesehatan

masyarakat

dapat

meningkat. Hal ini dapat dilihat dari angka harapan hidup masyarakat.
Dengan asumsi bahwa semakin tinggi umur seseorang maka tingkat
kesejahteraan dan kesehatan orang tersebut semakin baik pula.Dapat dilhat
juga dari jumlah lembaga – lembaga kesehatan di daerah tersebut. Selain
itu, hal lain yang perlu diperhatikan dalam indikator ini adalah angka
kematian ibu, karena angka kematian ibu akan menunjukkan kemampuan
dan kualitas pelayanan kesehatan di daerah terkait.

34

2. Pendidikan
Menjadikan masyarakat yang sehat dan sejahtera harus memiliki
kecerdasan dan keterampilan. Maka, indikator pendidikan sangat penting
dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari
angka melek huruf yang menggambarkan jumlah masyarakat sudah dapat
membaca dan menulis huruf latin, hal ini juga disertai dengan
pembangunan sarana dan prasaran seperti gedung sekolah dan program –
program pendidikan oleh instansi terkait dengan kerjasama dengan
masyarakat setempat.
3. Pekerjaan.
Yaitu kategori profesi yang dilakukan oleh masyarakat dalam mencari
penghasilan untuk mendapatkan pendapatan rumah tangga, dengan
indikator : jenis pekerjaan dan jenis usaha yang dilakukan/dikembangkan.
4. Pendapatan/Penghasilan.
Yaitu jumlah penghasilan riil yang disumbangkan untuk memenuhi
kebutuhan bersama di dalam keluarga, dengan indikator : pendapatan dari
hasil usaha, tanggungan dalam keluarga, tabungan, serta pemenuhan
kebutuhan pokok sehari – hari berupa pemenuhan kebutuhan sandang
pangan, dan papan.
2.5 Kerangka Pemikiran
Sehubungan dengan keanekaragaman dan produktivitas sumber daya alam
dan jasa – jasa lingkungan yang pada umumnya terdapat di kawasan pesisir dan

35

laut, kawasan ini menjadi tempat berlangsungnya berbagai macam kegiatan
pembangunan yang paling intensif.
Oleh karena itu, selain karena kawasan pesisir dan lautan memiliki potensi
pembangunan yang sangat tinggi, kawasan ini juga rentan terhadap berbagai rupa
dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan – kegiatan pembangunan yang
berlangsung di dalam wilayah pesisir maupun di lahan atas dan laut lepas. Selain
itu, kawasan pesisir, terutama yang tidak memiliki sistem pelindung alamiah
seperti hutan mangrove, terumbu karang, dan gundukan pasir juga rentan terhadap
bencana alam berupa tsunami, angin taufan dan lain sebagainya.
Dengan demikian, tantangan mendasar dalam pembangunan wilayah
pesisir dan lautan adalah bagaimana memfasilitasi pembangunan ekonomi
masyarakat pesisir, dan pada saat yang sama meminimalkan dampak negatif dari
segenap kegiatan pembangunan, sehingga proses pembangunan wilayah pesisir
dan lautan dapat berlangsung secara berkelanjutan.
Di provinsi Sumatera Utara, khususnya kabupaten Nias Selatan,
merupakan salah satu daerah yang memiliki daerah pesisir dan laut yang
melakukan pembangunan kawasan pesisir dan laut secara berkala dan
berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan di salah satu wilayah pesisir di Kabupaten
Nias Selatan, yakni berlokasi di Desa Sorake Kecamatan Maniamolo Kabupaten
Nias Selatan. Yang menjadi sasaran penelitian adalah untuk melihat bagaimana
peran pemerintah lokal dalam membangun wilayah pesisir dan laut di daerah
tersebut, dan apakah pembangunan tersebut berdampak positif atau negatif

36

terhadap kelangsungan hidup berbagai ekosistem yang terdapat di kawasan pesisir
dan laut lokasi penelitian, dan tentunya untuk menilai pengaruh pembangunan
dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa Sorake Kecamatan Maniamolo
Kabupaten Nias Selatan.
Untuk menjelaskan alur penelitian ini, maka penulis menuangkan
kerangka pemikiran dalam bagan berikut :

37

Bagan Alur Pemikiran

Pembangunan Sektor
Pesisir dan Laut

Masyarakat Desa Sorake
Kec. Maniamolo Kab. Nias
Selatan

Kesehatan

Ketenagakerja
an

Pendidikan

Kesejahteraan Masyarakat

1. Pengaruh Positif
2. Pengaruh Negatif

38

Perumahan
dan

2.6 Definisi Konsep dan Definisi Operasional
2.6.1 Definisi Konsep
Konsep adalah suatu makna yang berbeda di alam pikiran atau di dunia
kepahaman manusia yang dinyatakan kembali dengan sarana lambang atau kata –
kata. Dengan demikian, konsep bukanlah objek gejalanya itu sendiri, konsep
adalah suatu hasil pemaknaan di dalam intelektual manusia yang memang
merujuk ke gejala nyata ke alam empiris (Suyanto, 2005 : 49).
Perumusan definisi konsep dalam suatu penelitian ilmiah menunjukkan
bahwa untuk mencegah salah pengertian atas konsep yang diteliti oleh peneliti.
Peneliti berupaya menggiring para pembaca hasil penelitian itu memaknai konsep
itu sesuai dengan yang diinginkan dan dimaksudkan oleh si peneliti. Jadi definisi
konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu
penelitian (Siagian, 2011 : 136 – 138).
Adapun yang menjadi batasan konsep dalam penelitian ini adalah :
1. Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut; ke arah
darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun
terendam air, yang masih dipengaruhi sifat – sifat laut seperti pasang surut,
angin laut dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut wilayah pesisir
mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses – proses alami
yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang
disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan
pencemaran.

39

2. Masyarakat Pesisir adalah suatu masyarakat yang tinggal di pinggir pantai
dan menggantungkan hidupnya pada hasil sumber daya laut, tetapi
memiliki karakteristik yang berbeda dengan masyarakat petani.
3. Pembangunan adalah suatu proses perubahan sosial dengan partisipatori
yang luas dalam suatu masyarakat yang dimaksudkan untuk kemajuan
sosial dan material (termasuk bertambah besarnya kebebasan, keadilan dan
kualitas lainnya yang dihargai) untuk mayoritas rakyat melalui kontrol
yang lebih besar yang mereka peroleh terhadap lingkungan mereka
(Nasution, 2007).
4. Kesejahteraan Masyarakat adalah suatu keadaan dan gerakan yang
bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup, memecahkan masalah sosial,
memperkuat struktur sosial masyarakat, memenuhi kebutuhan dasar dan
menjaga

ketentraman

masyarakat,

serta

memungkinkan

setiap

warganegara mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani,
dan sosial secara sebaik – baiknya bagi dirinya, keluarga, dan masyarakat.
Dan pada umumnya, usaha – usaha yang dilakukan oleh masyarakat dalam
proses

pemenuhan

kebutuhannya

tersebut

akan

merujuk

pada

kesejahteraan masyarakat itu sendiri.
5. Desa Sorake Kecamatan Maniamolo Kabupaten Nias Selatan adalah salah
satu lokasi di Kabupaten Nias Selatan yang memiliki wilayah pesisir dan
laut dan merupakan salah satu daerah yang termasuk dalam daerah
pembangunan sektor pesisir dan laut oleh pemerintah Kabupaten Nias
Selatan.

40

2.6.2 Definisi Operasional
Ditinjau dari proses atau langkah-langkah penelitian, dapat dikemukakan
bahwa perumusan definisi operasional adalah langkah lanjutan dari perumusan
definisi konsep. Jika definisi konsep ditujukan untuk mencapai keseragaman
pemahaman tentang konsep-konsep, baik berupa objek, peristiwa maupun
fenomena yang diteliti, maka perumusan operasional ditujukan dalam upaya
transfornasi konsep kedunia nyata sehingga konsep-konsep penelitian dapat
diobservasi (Siagian, 2011 : 141).
Definisi operasional tidaklah mungkin ditetapkan jika konsep itu tidak
merujuk sama sekali pada suatu realitas tertentu. Harus diingat bahwa konsep
yang mempunyai rujukan empiris ini masih harus dipandang sebagai konsep yang
belum sepenuhnya operasional. Oleh karena itu, menurut Bernard S. Philips
sebuah konsep baru akan disebut konsep yang operasioanl jika konsep itu sudah
menyatakan secara eksplisit konsekuensi metode operasinya (Suyanto, 2005 : 51).
Adapun yang menjadi defenisi operasional dalam penelitian Pengaruh
Pembangunan Sektor Pesisir dan Laut Terhadap Kesejahteraan Ekonomi
Masyarakat Desa Sorake Kecamatan Maniamolo Kabupaten Nias Selatan adalah
sebagai berikut :
A. Variabel bebas atau disebut juga X adalah segala gejala, faktor, atau
unsur yang menentukan atau mempengaruhi munculnya variable kedua
(Nawawi, 1998 : 57). Dalam penelitian ini, yang menjadi variable X
adalah pembangunan sektor pesisir dan laut di salah satu daerah pesisir
41

pantai di Kabupaten Nias Selatan, tepatnya di Desa Sorake Kecamatan
Maniamolo.
B. Variabel terikat atau disebut juga Y adalah sejumlah gejala atau faktor
maupun unsur yang ada atau muncul dipengaruhi atau ditentukan
dengan adanya variabel bebas dan bukan karena adanya variabel lain
(Nawawi, 1998 : 57). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel Y
adalah kesejahteraan masyarakat pesisir, sebelum dan sesudah
dilakukannya pembangunan sektor pesisir dan laut di Desa Sorake
Kecamatan Maniamolo Kabupaten Nias Selatan. Ukuran tingkat
kesejahteraan masyarakat tersebut meliputi :
1. Kesehatan
Dimana pelayanan kesehatan masyarakat ini merupakan bentuk
pelayanan kesejahteraan yang dilaksanakan melalui berbagai
lembaga seperti puskesmas, posyandu, poliklinik, dan lain – lain
yang disertai penempatan tenaga medis dan paramedis. Dengan
adanya peningkatan pelayanan kesehatan maka diharapkan derajat
kesehatan masyarakat dapat meningkat. Hal ini dapat dilihat dari
angka harapan hidup masyarakat. Dengan asumsi bahwa semakin
tinggi umur seseorang maka tingkat kesejahteraan dan kesehatan
orang tersebut semakin baik pula. Dapat dilhat juga dari jumlah
lembaga – lembaga kesehatan di daerah tersebut. Selain itu, hal
lain yang perlu diperhatikan dalam indikator ini adalah angka

42

kematian ibu, karena angka kematian ibu akan menunjukkan
kemampuan dan kualitas pelayanan kesehatan di daerah terkait.
2. Pendidikan.
Yaitu indikator tingkat pendidikan yang dapat dilihat dari angka
melek huruf yang menggambarkan jumlah masyarakat sudah dapat
membaca dan menulis huruf latin, hal ini juga disertai dengan
pembangunan sarana dan prasaran seperti gedung sekolah dan
program – program pendidikan oleh instansi terkait dengan kerjasa
dengan masyarakat setempat.
3. Pekerjaan
Yaitu kategori profesi yang dilakukan oleh masyarakat dalam
mencari penghasilan untuk mendapatkan pendapatan rumah
tangga, dengan indikator :jenis pekerjaan dan jenis usaha yang
dilakukan/dikembangkan
4. Pendapatan/Penghasilan
Yaitu jumlah penghasilan riil yang disumbangkan untuk memenuhi
kebutuhan bersama di dalam keluarga, dengan indikator :
pendapatan dari hasil usaha, tanggungan dalam keluarga, tabungan,
serta pemenuhan kebutuhan pokok sehari – hari berupa pemenuhan
kebutuhan sandang pangan, dan papan.

43

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24