Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula (Fma) Indigeneus terhadap Pertumbuhan Semai Jati (Tectona Grandis Linn. F) pada Media Tanah Bekas Tambang Kapur

ISBN: 978-602-72412-0-6

  

Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula (Fma) Indigeneus terhadap

Tectona Grandis

  

Pertumbuhan Semai Jati ( Linn. F) pada Media Tanah

Bekas Tambang Kapur

Retno Prayudyaningsih Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Makassar Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 16,5 Makassar 90243, Sulawesi Selatan. Tel. +62-411-554049, Fax. +62-411-554058 Email: prayudya93@yahoo.com

  Abstrak Tanah bekas tambang kapur mempunyai tingkat kesuburan tanah yang tidak

mendukung pertumbuhan tanaman sehingga kegiatan reklamasi pada lahan tersebut sering

mengalami kegagalan. Teknik penyiapan bibit yang tepat melalui inokulasi Fungi

Mikoriza Arbuskular (FMA) pada jenis tanaman yang sesuai dengan tapak seperti jati

(Tectona grandis) diduga akan menghasilkan bibit dengan pertumbuhan bagus dan daya

hidup di lapangan yang tinggi. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi pengaruh

inokulasi FMA terhadap respon pertumbuhan semai jati. Rancangan percobaan yang

digunakan adalah rancangan acak lengkap. Perlakukan yang diterapkan adalah inokulasi

FMA indigeneus dari lahan bekas tambang kapur (A= Acaulospora sp., G= Gigaspora sp.,

M= campuran Acaulospora sp. dan Gigaspora sp, dan K= tanpa inokulasi FMA).

  

Parameter yang diamati ialah pertumbuhan semai jati meliputi tinggi dan diameter,

biomassa, indeks mutu bibit (IMB) dan tingkat kolonisasi FMA. Hasil penelitian

menunjukkan inokulasi FMA meningkatkan pertumbuhan semai jati dibandingkan semai

yang tidak diinokulasi FMA. Inokulasi FMA indegenus Acaulospora sp menghasilkan

respon terbaik terhadap tinggi, diameter, IMB dan kadar P. Untuk biomassa semai jati,

nilai tertinggi dimiliki oleh semai jati yang diinokulasi FMA Mix. Tingkat kolonisasi

FMA pada semai jati yang tertinggi dimiliki oleh semai jati yang diinokulasi FMA

Gigaspora sp., namun semai jati yang tidak diinokulasi FMA juga menunjukkan adanya

infeksi oleh FMA.

  Kata Kunci: Mikoriza, jati, pertumbuhan, bekas tambang kapur, indigeneus I.

   PENDAHULUAN

  Kegiatan penambangan batu kapur meninggalkan lahan bekas tambang dengan kondisi tanpa top soil hilang, kandungan bahan organik rendah, kandungan unsur hara tersedia rendah, pemadatan tanah, pH tinggi, suhu tanah tinggi dan diversitas mikroba pada lahan yang sudah ditinggalkan (bekas tambang) rendah. Dengan demikian lahan bekas tambang kapur mempunyai karakteristik kesuburan tanah yang rendah baik fisik, kimia dan biologi. Hal tersebut tentu saja merupakan masalah yang harus dihadapi dalam upaya reklamasi lahan bekas tambang kapur terutama dalam kegiatan revegetasi.

  

Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula (Fma) Indigeneus

  Input teknologi yang menghasilkan bibit dengan pertumbuhan bagus dan daya hidup di lapangan yang tinggi diperlukan untuk mendukung keberhasilan reklamasi lahan bekas tambang kapur. Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) pada jenis tanaman yang sesuai untuk lahan bekas tambang kapur diduga merupakan salah satu alternatif yang harus dilakukan. Mosse et al. (1981) menyatakan bahwa fase bibit merupakan fase yang sangat tergantung pada mikoriza. Inokulasi mikoriza pada bibit tanaman terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan bibit. Asosiasi (simbiosis) antara FMA dengan akar tanaman mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman sehingga dapat bertahan hidup pada kondisi lingkungan yang marginal seperti lahan bekas tambang kapur. Namun, inokulum fungi mikoriza yang digunakan sebaiknya merupakan fungi mikoriza yang adaptif di lokasi tersebut. Pfleger et al. (1994) menyatakan fungi mikoriza indigen merupakan kandidat inokulum terbaik untuk reinokulasi dalam upaya reklamasi lahan bekas tambang.

  Selain input teknologi yang menghasilkan bibit berkualitas, pemilihan jenis tanaman yang sesuai dengan tapak juga merupakan faktor pendukung keberhasilan rekalamasi lahan bekas tambang. Salah satu jenis tanaman yang sesuai tumbuh di lahan bekas tambang kapur adalah jati (T. grandis L.). Menurut Koasa-ard (1989), tanaman jati dapat tumbuh pada tanah kapur dengan pH 7,5

  • – 8,5. Hal itu menyebabkan tanaman tersebut merupakan jenis yang tepat untuk dipilih dalam kegiatan reklamasi lahan bekas tambang seperti lahan bekas tambang kapur. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh inokulasi fungi mikoriza arbuskula indigen dari tanah bekas tambang kapur terhadap respon pertumbuhan semai jati (T. grandis L.).

II. METODE PENELITIAN

  Pengambilan tanah untuk media semai dilakukan di lahan bekas tambang kapur PT. Semen Tonasa, Pangkep, Sulawesi Selatan. Perbanyakan isolat FMA indigeneus, penerapan perlakukan dan pengamatan pertumbuhan T. grandis L. dilakukan di rumah kaca Balai Penelitian Kehutanan Makassar. Pengamatan biomassa dan tingkat kolonisasi FMA dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Balai Penelitian Kehutanan Makassar.

  Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah isolat FMA indigeneus dari tanah bekas tambang kapur PT. Semen Tonasa., pasir, tanah dari lahan bekas tambang kapur PT. Semen Tonasa sebagai media semai, benih A. scholaris, A. auriculiformis dan M. calabura. Bahan kimia berupa alkohol 50%, KOH 10%, aquades, larutan HCL 2%, asam laktat, acid fuchsin, larutan hipoklorit 2,5% dan fumigan dengan bahan aktif Dazomet 98%. Alat yang digunakan antara lain gelas plastik, bak plastik, mikroskop, objeck glass dan deck glass, otoclaf, cawan petri, gelas ukur, erlenmeyer, pipet tetes, ayakan tanah, oven listrik, mistar, kaliper dan timbangan digital.

A. Rancangan Percobaan

  Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan yang diterapkan adalah jenis isolat FMA yang diisolasi dari tanah bekas tambang kapur PT. Semen Tonasa. Perlakuan dalam percobaan adalah sebagai berikut:

  K = Tanpa inokulasi FMA Aca = Inokulasi dengan inokulum FMA Acaulospora sp.

ISBN: 978-602-72412-0-6

  Gig = Inokulasi dengan inokulum FMA Gigaspora sp.

  Mix = Inokulasi dengan inokulum campuran Acaulospora sp dan Gigaspora sp. Setiap perlakuan terdiri dari 50 ulangan sehingga untuk setiap jenis tanaman terdapat 250 unit percobaan.

  1. Pertumbuhan tinggi semai. Pengukuran tinggi semai dilakukan mulai dari pangkal batang hingga titik tumbuh pucuk semai dengan menggunakan mistar. Rata- rata tinggi awal bibit pada saat disapih dan diinokulasi adalah 2 cm. Pengukuran dilakukan setiap 2 minggu sekali selama 3 bulan.

  2. Pengukuran diameter batang. Pengukuran diameter batang menggunakan kaliper yang dilakukan pada ketinggian 1 cm di atas pangkal batang. Pengukuran dilakukan sekali saat semai berumur 3 bulan.

  3. Biomassa semai. Biomassa semai dihitung berdasarkan berat kering semai. Semai dioven pada suhu 80 C selama 72 jam.

  4. Indeks mutu bibit Indeks mutu bibit (IMB) dihitung memakai metode Roller (Soedarmo 1993) 5. Persen kolonisasi FMA. Pengamatan kolonisasi FMA dilakukan dengan metode pewarnaan akar (Kormanik dan McGraw, 1982) yang dimodifikasi. Perhitungan persentase kolonisasi akar menggunakan metode panjang akar terkolonisasi (silde) menurut Giovannetti dan Mosse (1980).

  6. Kadar P. Pengukuran kadar P tanaman dilakukan oleh Laboratorium Tanah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Makassar.

  Data pengamatan yang diperoleh dianalisis dengan uji F (analisis varian). Apabila hasil uji F berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (BNJD).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

  Pengamatan terhadap pertambahan tinggi semai jati setiap 2 minggu menujukkan semai jati yang diinokulasi FMA mempunyai pertambahan tinggi yang lebih baik dibanding semai jati yang tidak diinokulasi FMA (kontrol). Pada umur 2

  • – 4 minggu peningkatan pertambahan tinggi semai jati yang diinokulasi FMA hampir sama dengan kontrol. Namun pada umur 6 - 12 minggu pertumbuhan semai jati yang diinokulasi FMA mulai menunjukkan hasil yang lebih baik dibanding yang tidak diinokulasi FMA. Hal ini menunjukkan pengaruh asosiasi FMA pada semai jati mulai terlihat setelah inokulasi lebih dari 6 minggu. Grafik pertumbuhan semai jati setiap 2 minggu ditunjukkan pada Gambar 1.

  

Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula (Fma) Indigeneus

  10

  9

  8

  7

  6 m) i (c

  5 gg in

  4 T

  3

  2

  1 T2 T4 T6 T8 T10 T12 umur semai (minggu)

  ACA Gigas Kontrol (-) Mix

  Gambar 1 . Grafik pengaruh inokulasi FMA terhadap pertambahan tinggi semai jati sampai umur 12 minggu Inokulasi FMA indigeneus mulai berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi semai jati setelah umur 4 minggu (Gambar 1). Pengaruh inokulasi FMA pada tanaman, diantaranya disebabkan 2 hal yaitu pengaturan keseimbangan karbon (karbohidrat) sebagai hasil fotosintat dan kondisi kesuburan media semai. Pada awal pertumbuhan, diduga semai belum mampu mencukupi kebutuhan karbohidrat untuk metabolisme simbiotik. Paul dan Clark (1989) dalam Nusantara (2002) menyatakan 4

  • – 14% karbohidrat hasil fotosintesis akan dialokasikan ke fungi mikoriza yang bersimbiosis dengan tanaman. Pada tanaman jati alokasi karbon ke simbion di akar mulai terjadi setelah semai berumur 4 minggu sehingga inokulasi FMA mulai memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan. Adanya simbiosis FMA pada akar tanaman akan meningkatkan pertumbuhan tanaman karena terjadi peningkatan suplai dan ketersediaan unsur hara bagi tanaman.

  Simbiosis FMA pada akar tanaman ditunjukkan dengan adanya struktur hifa, arbuskula dan vesikula. Adanya hifa FMA terutama hifa eksternal pada akar tanaman akan memperluas permukaan penyerapan nutrien. Menurut Rhodes dan Gerdemann dalam Bowen (1980), luas permukaan penyerapan akar yang berasosiasi dengan FMA mencapai 80 kali lebih luas dibanding akar yang tidak bermikoriza, sedangkan Orcutt dan Nielsen (2000) menyatakan, hifa FMA mampu meningkatkan luas permukaan penyerapan akar lebih dari 1.800 %. Waktu yang diperlukan oleh FMA untuk membentuk struktur hifa, arbuskula dan vesikula tergantung pada kondisi media tanam. Apabila kondisi media tanam tidak menguntungkan maka perkembangan FMA pada akar tanaman juga memerlukan waktu lama. Dengan demikian juga mempengaruhi waktu mulai nampaknya pengaruh inokulasi FMA terhadap pertumbuhan semai. Hasil penelitian inokulasi FMA pada semai sengon yang ditumbuhkan pada media tanam tanah ultisol menunjukkan inokulasi FMA mulai memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan semai setalah

ISBN: 978-602-72412-0-6

  berumur 6 minggu (Subroto, 2002). Sedangkan pada media tanam tanah masam bekas tambang emas, pengaruh inokulasi FMA terhadap peertumbuhan semai sengon mulai nampak pada umur 16 minggu (Suciatmih,dkk., 1997).

  Pengamatan terhadap semai jati (T. grandis) umur 12 minggu menunjukkan inokulasi FMA berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan pertumbuhan tinggi, diameter, biomassa, indeks mutu bibit (IMB), kadar P dan kolonisasi FMA dibanding yang tidak diinokulasi FMA (Tabel 1 dan Gambar 2). Inokulasi dengan FMA indigeneus jenis Acaulospora sp. memberikan pertumbuhan tinggi dan diameter batang semai terbaik. Untuk biomassa dan kadar P, inokulasi dengan FMA mix memberikan hasil terbaik.

  Tabel 1. Pengaruh inokulasi FMA terhadap pertumbuhan tinggi, semai jati (T. grandis) umur 12 minggu.

  Perlakuan Variabel pengamatan (Inokulum FMA) Tinggi Diameter Biomassa Indek mutu Kolonisasi Kadar P (cm) (mm) (gram) bibit FMA (%) (%)

  Kontrol 5,12 a 1,57 a 0,26 a 0,06 a 51,38 a 0,06 a Gig 6,95 b 2,09 b 0,71 b 0,14 b 51,59 a 0,09 b Aca 9,29 c 2,69 c 1,46 c 0,29 c 44,83 a 0,09 b Mix 8,98 c 2,52 c 1,48 c 0,28 c 43,01 a 0,11 b

  

Keterangan: angka yang diikuti huruf sama pada kolom sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf

kepercayaan 95% Gambar 2. Perbedaan pertumbuhan semai jati (T. grandis) akibat inokulasi FMA

Keterangan: Semai jati (T. grandis) umur 12 minggu yang tidak diinokulasi FMA (K (-), diinokulasi FMA

indigeneus jenis Gigaspora sp. (Gig), Acaulospora sp. (Aca) , dan campuran Gigaspora sp dan Acaulospora sp. (Mix)

  Media atau tanah dalam penelitian ini adalah campuran limbah bahan galian dan limbah bahan olahan yang tersebar di lahan bekas tambang kapur PT. Semen Tonasa. Karakter kimia tanah tersebut menunjukkan tingkat kesuburan yang rendah, dimana pH tanah agak basa (8,59), kadar C, N, dan P tersedian sangat randah (0,55%; 0,05% dan 5,2 ppm), demikian juga dengan

  

Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula (Fma) Indigeneus

  kapasitas tukar kationnya (KTK) juga sangat rendah (1,09 me/100g), tetapi kandungan kalsiumnya (Ca) sangat tinggi (147,99 me/100g) (Prayudyaningsih, 2013).

  Rendahnya kandungan unsur hara dalam media semai jati terutama unsur hara makro seperti N dan P menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat. Hal tersebut terbukti pada pertumbuhan semai jati yang tidak diinokulasi FMA (kontrol). Semai jati yang tidak diinokulasi FMA mempunyai pertumbuhan tinggi yang paling rendah yaitu hanya 5,12 cm pada umur 12 minggu (Tabel 1). Menurut Taiz dan Zeiger dalam Setyaningsih (2007) gejala paling menonjol dari defisiensi unsur hara adalah pertumbuhan yang sangat terhambat sehingga tanaman menjadi kerdil.

  Namun demikian, semai jati yang diinokulasi FMA secara umum menunjukkan pertumbuhan tinggi, diameter batang, biomassa, IMB dan kadar P yang lebih baik dari pada semai jati yang tidak diinokulasi FMA. Menurut Setiadi dalam Karepesina (2007), salah satu cara meningkatkan pertumbuhan tanaman adalah dengan cara menginokulasi akar tanaman dengan fungi pembentuk mikoriza. Sebagaimana telah diketahui asosiasi FMA pada akar tanaman mampu meningkatkan penyerapan unsur hara dan air. Peningkatan unsur hara terjadi karena hifa eksternal FMA memperluas jangkauan penyerapan unsur hara dan menyediakan permukaan yang lebih efektif (lebih ekstensif dan lebih baik penyebarannya) dalam menyerap unsur hara dari tanah yang kemudian akan dipindahkan ke akar inang. Selain itu hifa FMA yang berukuran lebih kecil (sepersepuluh) dari rambut akar (Orcutt dan Nielsen, 2000) mampu menjangkau dan menyerap unsur hara yang terdapat dalam pori tanah yang lebih kecil dimana rambut akar tidak mampu menjangkaunya.

  Kandungan Ca yang sangat tinggi pada media semai jati menyebabkan rendahnya ketersediaan unsur hara terutama P karena P akan terikat Ca membentuk mineral Kalsium Fosfat (Ca (PO ) ) (Orcutt dan Nielsen, 2000). Fosfat dalam bentuk demikian disebut occluded

  3

  4

  2

phosphate dan merupakan bentuk yang tak tersedia bagi tanaman. Fungi mikoriza mampu

  menghasilkan asam organik tertentu dan mempengaruhi eksudasi akar sehingga meningkatkan keterlarutan P dari Kalsium Fosfat.

  Pengaruh kolonisasi Fungi mikoriza yang sangat besar terhadap pertumbuhan tanaman terutama disebabkan oleh meningkatnya penyerapan P khususnya dari sumber-sumber yang sulit larut (Baon, 1995). Penelitian yang dilakukan Black (1980), menjelaskan pengaruh utama fungi mikoriza pada tanaman inang adalah meningkatkan penyerapan P. Menurut Muin (1993), asosiasi FMA pada akar tanaman mampu meningkatkan konsentrasi P pada semua organ tanaman. Pada

  • – Tabel 1 menunjukkan semai jati yang diinokulasi FMA mempunyai kadar P lebih besar (0,09 0,11 mg) dari pada kontrol (0,06 mg). Dengan demikian inokulasi FMA meningkatkan penyerapan P sebesar 50 – 83,3% dibanding kontrol.

  Unsur P merupakan unsur hara yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Unsur P berperan dalam pembentukan senyawa berenergi tinggi yaitu ATP yang mempunyai peran penting dalam berlangsungnya proses-proses metabolisme dan pertumbuhan tanaman seperti pembelahan dan pemanjangan sel, respirasi dan fotosintesis (Marschner, 1986; Lambers et al., 2000). Dengan demikian meningkatnya penyerapan P dalam jaringan tanaman akan

ISBN: 978-602-72412-0-6

  meningkatkan proses pembelahan dan pemanjangan sel sehingga meningkatkan pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, semai jati yang diinokulasi FMA mempunyai kadar P yang lebih tinggi dibanding semai jati yang tidak diinokulasi FMA.

  • – Akibatnya pertumbuhan tinggi semai jati yang diinokulasi FMA meningkat sebesar 35,7 81,44%, sedang diameter batang meningkat sebesar 33,12
  • – 71,34% dibanding semai jati yang tidak diinokulasi FMA.

  Meningkatnya kadar P tanaman karena pengaruh asosiasi FMA juga menyebabkan meningkatnya biomassa tanaman. Biomassa semai jati yang diinokulasi FMA meningkat sebesar 173,08

  • – 469,23% dibanding biomassa semai jati yang tidak diinokulasi FMA. Biomassa menunjukkan kemampuan tanaman dalam mengambil unsur hara dari media tanam untuk menunjang pertumbuhannya (Karepesina, 2007). Meningkatnya biomassa tanaman berkaitan dengan metabolisme tanaman atau adanya kondisi pertumbuhan tanaman yang lebih baik bagi berlangsungnya aktivitas metabolisme tanaman seperti fotosintesis (Turjaman et al., 2003). Dengan demikian semakin besar biomassa menunjukkan proses foosintesis berlangsung lebih efisien.

  Indek Mutu Bibit (IMB) merupakan indikator untuk menentukan kualitas bibit. Hasil penelitian ini menunjukkan semai jati yang diinokulasi FMA mempunyai nilai IMB lebih dari 0,09, sedangkan semai jati yang tidak diinokulasi FMA (Kontrol) memliki nilai IMB kurang dari 0,09 (Tabel 1). Menurut Mindawati dan Yusnit dalam Junaedi, et al. (2010), bibit yang memiliki nilai IMB ≥ 0,09 sudah memenuhi kriteria untuk siap ditanam di lapangan. Dengan demikian inokulasi FMA indigeneus mampu meningkatkan kualitas bibit/semai jati yang ditumbuhan pada media tanah bekas tambang kapur. Bibit yang bekualitas baik mempunyai daya hidup yang tinggi pula di lapangan. Hal ini tentu saja akan mendukung keberhasilan kegiatan penanaman terutama pada lahan-lahan marginal seperti lahan bekas tambang kapur.

  Menurut Darwo dan Sugiarto (2008), kegagalan pada kegiatan rehabilitasi diantaranya disebabkan oleh kondisi bibit yang tidak mampu hidup di lahan kritis. Hal ini disebabkan karena bibit tidak cukup memperoleh air dan unsur hara, kondisi fisik tanah yang tidak memungkinkan akar berkembang dan proses infiltrasi air hujan. Kondisi ini menyebabkan bibit sering mengalami kematian setelah dipindah ke lapangan karena daya adaptasinya yang rendah pada lahan kritis. Salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan tanaman untuk hidup di lahan marginal yaitu menyiapkan bibit yang mampu bersimbiosis dengan mikroorganisme tanah seperti fungi mikoriza.

  Simbiosis antara mikoriza dengan tanaman dapat diketahui dengan adanya tingkat infeksi FMA pada akar tanaman. Walaupun, tingginya tingkat infeksi FMA tidak berhubungan dengan peningkatan pertumbuhan tanaman. Pada Tabel 1 menunjukkan semakin tingginya persentase kolonisasi FMA tidak selalu diikuti dengan semakin tingginya respon pertumbuhan tanaman jati. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh pertumbuhan semai mindi yang diinokulasi FMA, dimana besarnya persen kolonisasi FMA tidak menunjukkan pengaruh positif bagi pertumbuhan semai mindi (Elfianti dan Siregar, 2010). Hasil penelitian ini menunjukkan semai jati yang tidak diinoukasi FMA juga menunjukkan adanya kolonisasi FMA pada akarnya. Hal ini menunjukkan

  

Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula (Fma) Indigeneus

  terjadinya kontaminasi. Namun kolonisasi FMA pada tanaman kontrol tidak diikuti peningkatan pertumbuhan semai jati. Hal ini menunjukkan inokulasi FMA indigeneus terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan semai jati yang ditumbuhkan pada media tanah bekas tambang kapur.

IV. KESIMPULAN A.

  Inokulasi FMA indigeneus dari lahan bekas tambang kapur meningkatkan pertumbuhan tinggi, diameter batang, biomassa, indek mutu bibit dan kadar P semai jati (T. grandis).

  B.

  Inokulasi FMA indegenus Acaulospora sp menghasilkan respon terbaik terhadap tinggi, diameter, IMB dan kadar P. Untuk biomassa semai jati, nilai tertinggi dimiliki oleh semai jati yang diinokulasi FMA Mix.

V. DAFTAR PUSTAKA

  

Baon, J.B. 1995. Serapan Hara dan Pertumbuhan Kopi Robusta Bermikoriza, dalam Prosiding Konggres

Seminar Nasional Himpunan Ilmu Tanah Indonesia, Serpong. Vol. 1. 741

  • – 749 Bowen, G.D. 1980. Mycorrhizal Roles in Tropical Plants and Ecosystem. In :Tropical Mycorrhiza
  • – 185

    Darwo dan Sugiarti. 2008. Pengaruh Dosis Serbuk Spora Cendawan Scleroderma citrinum Persoon. Dan

    Komposisi Media terhadap Pertumbuhan Tusam di Persemaian. Jurnal Penelitian Hutan dan

  Research . Ed. Mikola.P. Clarendon Press Oxford. New York. 166

  Konservasi Alam , V(5), 461 – 472.

  Elfianti D. dan E.B.M. Siregar. 2010. Pemanfaatan Kompos TAndan Kosong Sawit Sebagai Campuran Media Tumbuh dan Pemberian Mikoriza Pada Bibit Mindi (Melia azedarach, L). Jurnal Hidrolotan, Vol.1:3, 11 - 12 Giovannetti, M dan B. Mosse. 1980. An Evaluation of Tecnique for Measuring Vesicular Arbuscular Mycorrhizal Infection in Roots. New. Phytol. 84: 489 – 500. Junaedi, A., A. Hidayat, dan D. Frianto. 2010. Kualitas Fisik Bibit Meranti Tembaga (Shorea leprosula Miq.) Asal Stek Pucuk pada Tingkat Umur. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, VII(3),

  281 – 288. Karepesina, S. 2007. Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula dari Bawah Tegakan Jati Ambon

(Tectona grandis Linn.f.) dan Potensi Pemanfaatannya. Tesis. Institut Pertanian Bogor. (tidak

dipublikasikan). Koasa-ard. 1989. Teak (Tectona grandis Linn.f) Its Natural Distribution and Related Factors. Nat.Hist.

  Bull. Siam Soc (29). 55 – 74.

  Kormanik, P.P dan A. C. McGraw. 1982. Quantification of Vesicular-Arbuscular Mycorrhizae in Plant

Roots. dalam: Schenk, N.C, Penyunting. Methods and Principles of Mycorrhizal Research. The

American Phytopathological Society. Minnesota.

Lambers, H., F.S. Chapin dan T.L. Pons. 2000. Plant Physiological Ecology. New York. Springer-Verlag.

  Inc. p. 378 – 392. Marschner, H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plants. Ed ke-2. London. Academic Press.

ISBN: 978-602-72412-0-6

  Mosse, B., D.P.Stribley dan F. Le-Tucon.1981. Ecology of Mycorrhizae and Mycorrhizal Fungi. Adv.

  Microb. Ecology . 5 : 137 -210 Muin, A. 1993. Pertumbuhan Anakan Ramin (Gonystylus bacanus (Miq). Kurz) Dengan Inokulasi Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) pada Berbagai Intensitas Cahaya dan Dosis Fosfat Alam .

  Disertasi. Institut Pertanian Bogor (tidak dipublikasikan).

Nusantara, AD. 2002. Tanggapan Semai Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) terhadap Inokulasi

Ganda Cendawan Mikoriza Arbuskula dan Rhizobium sp. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia 4

  (2), 62 – 70. Orcutt, D.M dan E.T. Nielsen. 2000. Physiology of Plants Under Stress: Biotic Factor. John wiley & Sons, Inc. Canada.

  Pfleger, F.L., E.L. Stewart dan R.K. Noyd. 1994. Role VAM Fungi in Mine Land Revegetation. dalam:

Pfleger, F.L dan R.G. Linderman. Penyunting. Mycorrhizae and Plant Health. The American

Phytopatological Society. Minnesota.

Prayudyaningsih, R. 2013. Pertumbuhan Semai Alstonia scholaris, Acacia auriculiformis dan Muntingia

calabura Yang diinokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Media Tanah Bekas Tambang Kapur.

  Jurnal Wallaceae , Vol. 3 No.1. 13 – 23.

  Soedarmo, S.P.K. 1993. Pengaruh Jenis Media dan Naungan serta Inokulasi Mikoriza Terhadap

Pertumbuhan Semai Ulin (Eusideroxylon zwageri T et B). (Tesis S-2). Pasca Sarjana, Program

Studi Ilmu Kehutanan. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. (Tidak Diterbitkan) Setyaningsih, L. 2007. Pemanfaatan Cendawan Mikoriza Arbuskula dan Kompos Aktif Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Semai Mindi (Melia azerdarach Linn.) pada Media Tailing Tambang Emas Pongkor . Tesis. Institut Pertanian Bogor. (tidak dipublikasi).

  Subroto. 2002. Pengaruh Faktor Tunggal Inokulasi CMA, Vermikompos dan Pupuk NPK terhadap Pertumbuhan Semai Sengon pada Tanah PMK. Bengkulu : Jurusan Kehutanan. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Tidak dipublikasikan.

  Turjaman, M.,R.S.B. Iriyanto, I.R. Sitepu, E. Widyanti, E.Santoso dan A. Mas’ud. 2003. Aplikasi

Bioteknologi Cendawan Mikoriza Arbuskula Glomus manihotis dan Glomus ageratum sebagai

Pemacu Pertumbuhan Semai Jati (Tectona grandis Linn.f) Asal Jatirogo di Persemaian . Dalam : Prosiding Nasional Jati. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Hutan Tanaman.