Hubungan Negara dan Masyarakat pada

UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM PASCASARJANA ADMINISTRASI KEBIJAKAN PUBLIK
TAKE HOME TEST MATA KULIAH HUBUNGAN NEGARA DAN MASYARAKAT
Mahasiswa
NPM

: Arum Novita Sari
: 1306500214
LATAR BELAKANG

Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan
kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai
pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat,
oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri
dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebutsebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi yang dianut oleh bangsa Indonesia merupakan demokrasi
berdasarkan Pancasila. Namun hingga kini demokrasi di Indonesia masih dalam taraf
perkembangan yang dalam prosesnya masih dipenuhi dengan berbagai tafsiran dan
pandangan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya. Pada intinya demokrasi Pancasila
adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong yang ditujukan

kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-unsur kesadaran religius,
berbudi pekerti luhur, berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan. Dalam
demokrasi Pancasila, sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat sendiri
atau dengan persetujuan rakyat. Keuniversalan cita-cita demokrasi dipadukan dengan
cita-cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan, sehingga
tidak ada dominasi mayoritas atau minoritas.
Berdasarkan prinsip ciri-ciri demokrasi pancasila sendiri yang menyatakan
bahwa kedaulatan ada ditangan rakyat, maka segala bentuk pemilihan umum
seharusnya mengikutsertakan masyarakat didalamnya. Pemilu merupakan sarana
strategis terjadinya rotasi kekuasaan, serta alat untuk membangun legitimasi secara
konstitusional atas kekuasaan. Hanya pemilu yang demokratis, adil, jujur, dan
kompetitif lah yang akan menciptakan proses serta output yang berkualitas dan
bermakna. Oleh karena itu mulai dari pemilihan kepala pemerintahan (Presiden)
sampai kepada kepala daerah (Gubernur, Bupati, Walikota), keputusan ada ditangan
rakyat dalam arti rakyat berhak memilih secara langsung dalam rangka membangun
demokrasi.

Namun berdasarkan dengan berbagai pemikiran dan perhitungan yang telah
diperhitungkan Dewan Perwakilan Rakyat, maka DPR memutuskan adanya
perubahan Undang-Undang mengenai pemilihan kepala daerah (pilkada) secara

langsung menjadi tidak langsung yang tertuang dalam UU No. 22 tahun 2014 yang
berisi tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota dipilih oleh DPRD. Hal
tersebut terjadi berdasarkan pemikiran bahwa dengan adanya pemilihan tidak
langsung maka pemerintah akan lebih menghemat uang yang akan dikeluarkan,
Seperti yang telah dikatakan Ketua DPP Partai Demokrat, Khatibul Umam Wiranu
yang menyatakan bahwa jika pilkada kembali ke DPRD, maka Negara akan
menghemat anggaran sebanyak Rp. 41 triliun dari perhitungan sesuai jumlah
kabupaten/kota di seluruh Indonesia sebanyak 524 daerah dan 33 provinsi. Belum lagi
dengan adanya pemilihan tidak langsung, maka kemungkinan terjadinya money
politic dari para calon Gubernur, Bupati dan Wali Kota akan hilang sehingga tidak
menimbulkan budaya buruk terhadap masyarakat Indonesia. Hal tersebutlah yang
memicu DPR memutuskan adanya UU No. 22 tahun 2014 seperti yang sudah
dijelaskan.
Di satu sisi, berbeda dengan pemikiran DPR sendiri, adanya UU No. 22 tahun
2014 justru menimbulkan pergolakan yang berisi pro dan kontra antara masyarakat
dan pemerintahan. Reaksi dan resistensi publik relatif masif terhadap keputusan
pilkada tidak langsung. Tidak sedikit masyarakat yang tidak setuju akan keputusan
tersebut, menurutnya Indonesia sebagai Negara democratic decentralized state harus
mengikutsertakan masyarakatnya kedalam pemilihan kepala daerah. Masyarakat
daerah merasa memiliki hak untuk mengatur daerahnya sendiri sehingga pemilihan

kepala daerah pun ada ditangan mereka.
Dengan adanya berbagai penolakan dari rakyat, maka Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) pun menanggapi hal tersebut dengan berkomentar “Saya kecewa
dengan proses dan hasil keputusan DPR itu…” (SBY, AS 26 Sept, 2014); “Sebagai
Presiden saya berat untuk tandatangani UU ini, karena merebut hak rakyat dan
berpotensi konflik dengan produk hukum lain, seperti UU Pemda” (Twitt, S.B.
Yudhoyono, 26 Sept, 2014); “SBY bersumpah terus perjuangkan Pilkada langsung
dengan perbaikan” (news.detik.com, 27 Sept, 2014).
Tidak berhenti sampai disitu SBY pun kemudian bergerak dengan berkonsultasi
dengan Mahkamah Konstitusi menanggapi UU No. 22 tahun 2014 yang
mengharuskan adanya kepastian hukum sehingga dikeluarkannya lah peraturan
pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terkait pemilihan kepala daerah pada

tanggal 2 Oktober 2014. Perppu No 1 Tahun 2014 berisi tentang pemilihan Gubernur.
Bupati dan Wali Kota, dimana presiden mencabut UU No. 22 tahun 2014 yang
dikeluarkan DPR mengenai kepala daerah yang dipilih oleh DPRD. Dalam pidato
yang disiarkan langsung di salah satu televisi swasta itu, Presiden menyatakan “Saya
menghormati keputusan DPR soal UU Pilkada. namun izinkan saya berikhtiar untuk
tegaknya demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”. Presiden pun
menyatakan pilkada langsung adalah buah dari perjuangan reformasi, sembari

menambahkan, "Saya jadi Presiden melalui pemilu langsung oleh rakyat pada 2004
dan 2009".
Pro dan kontra mengenai perdebatan pilkada tidak hanya terjadi dikalangan
masyarakat melainkan dikalangan pemerintah. Tidak semua anggota DPRD setuju
terhadap

keputusan

pemilu

tidak

langsung,

salah

satunya

ketua


DPRD Kabupaten Batang, Imam Teguh Raharjo yang mengatakan bahwa dirinya
kecewa dengan hasil sidang paripurna yang dilakukan oleh DPR RI, menurutnya
“pilkada langsung yang dipilih oleh masyarakat, kami nilai lebih demokratis
dibanding hanya dipilih oleh anggota DPRD”.
Berbanding terbalik dengan pernyataan ketua DPRD Kabupaten Batang, politisi
partai demokrat, Syarief Hasan, yang sekaligus Menteri Koperasi dan UKM
menyatakan bahwa urusan pilkada lebih baik diserahkan oleh DPR karena selama 10
tahun ini dianggap banyak terjadi gejala sosial antara satu golongan dengan golongan
lain selain karena biaya pemilu yang tinggi sekali. Bukan hanya itu saja, dengan
adanya pemilihan kepala daerah secara langsung bisa mengakibatkan sumber korupsi
dimana para calon kepala daerah merasa harus membayar kembali biaya investasi
yang telah mereka keluarkan selama masa kampanye. Oleh karena itu beliau
berpendapat agar pilkada lebih baik diurus oleh DPRD.

KERANGKA TEORITIK
Teori Negara Kesatuan
Negara kesatuan adalah Negara berdaulat yang diselenggarakan sebagai satu
kesatuan tunggal, dimana pemerintah pusat adalah yang tertinggi dan satuan
subnasionalnya hanya menjalankan kekuasaan yang dipilih oleh pemerintah pusat
untuk didelegasikan. Negara kesatuan sangat bertentangan dengan Negara federal

dimana di Negara kesatuan, satuan subnasional diciptakan dan dihapus oleh
pemerintah pusat dan kekuasaan subnasional dapat diperluas dan dihapus oleh
pemerintah pusat. Pemerintah pusat memiliki wewenang yang paling berkuasa, dapat
membatalkan peraturan-peraturan daerah atau membatasi kekuasaan mereka.
Menurut C.F. Strong negara kesatuan ialah bentuk negara di mana wewenang
legislatif tertinggi dipusatkan dalam satu badan legislatif nasional/pusat. Kekuasaan
terletak pada pemerintah pusat dan tidak pada pemerintah daerah. Pemerintah pusat
mempunyai wewenang untuk menyerahkan sebagian namun sepenuhnya tetap terletak
pada pemerintah pusat.
Bentuk Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik
atau lebih dikenal dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pernyataan
ini secara tegas tertuang di UUD 45 pasal 1. Indonesia sudah beberapa kali
mengalami perubahan bentuk negara yaitu: bentuk negara Federal, Kesatuan atau
sistem pemerintahan yang parlementer, Semi-Presidensil, dan Presidensil.
Menurut pidato Presiden Republik Indonesia Dr. H. Susilo Bambang
Yudhoyono pada tanggal 17 Agustus 2007 dikatakan bahwa bentuk negara Indonesia
yang paling tepat adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Empat pilar
utama yang menjadi nilai dan konsensus dasar yang selama ini menopang tegaknya
Republik Indonesia adalah: Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Bhinneka
Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Teori Demokratis
Demokrasi merupakan suatu sistem pemerintahan yang dianggap baik untuk
semua sistem organisasi dan juga merupakan sistem organisasi yang paling baik di
antara sistem organisasi lain yang pernah ada. Joseph A. Schmeter mengatakan,
demokrasi merupakan suatu perencaan instutisional untuk mencapai keputusan politik
dimana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan
kompetitif atas suara rakyat. Sedangkan Henry B. Mayo memiliki definisi sendiri
dengan mengatakan demokrasi sebagai sistem politik, merupakan suatu sistem yang

menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas wakil-wakil
yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang
didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana
terjaminnnya kebebasan politik.
Dari sekian banyak teori dan definisi mengenai demokrasi, kita lebih sering
mendengar teori Abraham Lincoln yang mengatakan demokrasi adalah pemerintahan
dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat yang dikemukakan beliau pada tahun 1863.
Yang dimaksud pemerintah dari rakyat disini berarti pemerintahan Negara mendapat
mandat dari rakyat untuk menyelenggarakan pemerintahan, kemudian pemerintahan
oleh rakyat maksudnya pemerintahan Negara dijalankan oleh rakyatnya sendiri dan
yang terakhir pemerintahan untuk rakyat adalah pemerintahan menghasilkan dan

menjalankan

kebijakan-kebijakan

yang

diarahkan

untuk

kepentingan

dan

kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu peran rakyat disini sangat penting dalam konsep
demokrasi itu sendiri.
Berangkat dari asumsi bahwa rakyat Indonesia menganut nilai-nilai dasar
bersama yang terkandung didalam Pancasila sebagai ideologi Negara dan sumber dari
segala sumber bagi segenap tatanan kehidupan yang berwadahkan NKRI, maka
penentuan model demokrasi yang paling sesuai diterapkan adalah demokrasi yang

sesuai dengan nilai-nilai dasar bersama yang terkandung dalam Pancasila, yaitu
Model Demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang
mengutamakan musyawarah untuk mencapai mufakat dengan prinsip pemerintahan
yang dijalankan berdasarkan konstitusi, adanya pemilu secara berkesinambungan dan
penghargaan atas HAM serta perlindungan hak minoritas. Demokrasi Pancasila
merupakan demokrasi konstitusional dengan mekanisme kedaulatan rakyat dalam
penyelenggaraan negara dan penyelengaraan pemerintahan berdasarkan konstitusi
yaitu Undang-undang Dasar 1945.
Dalam negara demokrasi, peran masyarakat amat penting. Masyarakat tidak
dapat mengambil posisi sebagai peminta dan penikmat keadilan. Masyarakat adalah
stakeholder dan harus menjadi aktor yang turut menghidupkan mekanisme checks
and balances. Kita harus gigih memperjuangkan kepentingan yang adil, tetapi tidak
dalam pendekatan pre-mordial sektarian. Ia harus diperjuangkan dalam konteks
kebersamaan dan keluhuran martabat manusia.
Untuk itu kita memang harus terus mengembangkan kehidupan yang inklusif,
kebersamaan dengan seluruh warga masyarakat. Bersama-sama senasib sependeritaan,
saling memberi perhatian dan empati,

saling berbagi dengan sesama rakyat


Indonesia, memerangi kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Dalam kerangka
itu kegiatan yang dilakukan hari ini mempunyai makna yang penting.
Teori Desentralisasi
Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam penyelenggaraan pemerintahannya
menganut asas desentralisasi yang berarti penyerahan kewenangan dari pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri.
Dengan adanya desentralisasi maka muncul pula otonomi bagi suatu pemerintahan
daerah yang diatur pada UU No.32 Tahun 2004 atau yang biasa disebut dengan
otonomi daerah. Otonomi daerah dalam negara kesatuan sebagaimana yang
dimaksudkan di Indonesia adalah kewenangan suatu daerah untuk menyusun,
mengatur, dan mengurus daerahnya sendiri tanpa ada campur tangan serta bantuan
dari pemerintah pusat sebagaimana yang telah ditentukan oleh Undang-undang.
Dengan adanya desentralisasi, diharapkan akan

ada dampak positif pada

pembangunan daerah-daerah yang tertinggal dalam suatu Negara, agar daerah tersebut
dapat mandiri dan secara otomatis dapat memajukan pembangunan nasional.
Bila dilihat dari teori otonomi, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan
satu instrumen untuk memenuhi desentralisasi politik. Desentralisasi Politik,

merupakan Pelimpahan kewenangan yang lebih besar kepada daerah yang
menyangkut aspek pengambilan keputusan, termasuk penetapan standard dan
berbagai peraturan. Desentralisasi juga dapat dikatakan sebagai pelimpahan
wewenang dari Pemerintah Pusat kepada satuan organisasi pemerintahan di wilayah
untuk meyelenggarakan segenap kepentingan setempat dari sekelompok penduduk
yang mendiami wilayah tersebut. Pilkada merupakan inovasi yang bermakna dalam
proses konsolidasi demokrasi di aras lokal. Tanpa ada desentralisasi politik, maka
pilkada yang mengarah pada penguatan demokrasi di tingkat lokal tidak memiliki
wadah untuk proses aktualisasinya.

ANALISIS
Berdasarkan dengan segala teori dan perdebatan yang terjadi antara pro dan
kontra terhadap pemilihan kepala daerah secara langsung dan tidak langsung, penulis
dapat menyimpulkan bahwa pokok persoalan Pilkada tidak terdapat pada konteks
langsung atau tidak langsungnya, melainkan terhadap kesediaan membayar prasyarat
demokrasi. Indonesia sendiri harus menyadari bahwa demokrasi yang bagus itu
apabila masyarakatnya sudah punya pemahaman yg baik, sudah melek secara politik.
Selama Indonesia belum memiliki rakyat yang cerdas dan benar-benar perduli
terhadap kemajuan bangsa maka Pilkada atau Pemilu nasional belum mampu dikelola
secara cerdas.
Tradisi transaksi politik berkaitan erat dengan iklim politik yang kapitalistik.
Pemegang hak pilih dengan sadar menjual hak pilihnya sendiri, sebaliknya pengguna
hak dipilih karena berani dan mampu membeli suara, dalam berbagai cara. Untuk
mengatasinya, harus ada transparasi modal dari para calon kepala agar fenomena
seperti ini tidak terjadi lagi dan lebih dieksplor lagi secara mendalam. Jika tidak,
percuma saja kita berdebat mengenai mana yang lebih baik antara pilkada langsung
atay tidak langsung karena sesungguhnya pilkada langsung dan tidak langsung
hanyalah

persoalan perpindahan lokasi transaksi. Seringnya terjadi pertentangan

terhadap hasil dan pelaksanaan Pilkada ini menunjukkan terjadinya pendangkalan,
atau banalitas pilkada. Pilkada seringkali berakhir dengan sengketa dan pada akhirnya
dibawa ke ranah hukum (persidangan di Mahkamah Konstitusi).
Selama ini demokratisasi hanya ditempatkan sebagai kebijakan pemerintah,
bukan sebagai bentuk gerakan rakyat. Demokratisasi dijabarkan secara yuridis
administrative yang hanya merupakan serangkaian prosedur dan peraturan, bukan
sebagai ekspresi politik, yang pada akhirnya menyebabkan hilangnya nilai-nilai
demokrasi. Alur proses demokratisasi yang terjadi sekarang ini masih top down,
dimana rakyat tidak pernah punya ruang untuk mendesain cara berpemilu. Rakyat
tidak lain hanya sebagai obyek sasaran pemerintah. Berikut merupakan berbagai
pilihan solusi yang bisa diambil terkait pemilihan kepala daerah yang kiranya bisa
menutupi segala kekurangan yang ada;
1.

Tuntaskan demokratisasi sesuai text book (melalui jalur liberal).
 Harus ada regulasi tentang perputaran modal dengan memenuhi seluruh
persyaratan yang melekat di dalamnya.

 Gunakan praktek dan sejarah negeri liberal sebagai acuan. Sesungguhnya
tidak ada negara yang serumit Indonesia dalam konteks keberagaman,
budaya dan geografisnya, sehingga perlu dilakukan pendalaman mengenai
demokratisasi lokal.
 Demokrasi menjadi gerakan (bottom up). Sehingga rakyat bukan lagi hanya
sekedar objek pemerintah melainkan turut ikut serta didalamnya.
 Reorientasi cara kerja pemerintah baik penyelenggara Pilkada maupun
2.

rakyat didalamnya sehingga terbangun rasa saling memiliki.
Kontekstualisasi demokrasi dengan keadaan Indonesia:
 Prinsip asimetrisme. Harus ada pemetaan konteks lokal secara tuntas. Batas
yang esensial dan yang aksesoris itu yg menjadi fokus kita.
 Pemilihan Kepala Daerah dengan berbagai skema.
 Asimetri demokratisasi local; karakterisasi daerah dan identifikasi

3.

kerawanan yang mengemuka.
Tinggalkan rekayasa elektoral yang ada. Pilkada tidak langsung.
Demokrasi tetap sama di seluruh Indonesia, kepala Daerah dibawah kendali

langsung pemerintah pusat, dan ruang untuk mengangkat lokalitas tidak ada.
 Konsentrasi pada politik transaksional di DPRD
 KDH akan menjadi bulan2an politisi partai di DPRD
 Birokrat lebih nyaman bekerja
Indonesia seharusnya bukan hanya mempermasalahkan pilkada secara langsung
atau tidak langsung, namun lebih mementingkan derajat legitimasi dari calon
pemimpin yang akan terpilih. Itulah yang seharusnya menjadi dasar pemikiran.
Legitimasi terletak pada sejauh mana masyarakat dapat terlibat secara langsung,
karena pemimpin yang legitimate bersumber dari keterpilihan yang dapat
dipertanggungjawabkan secara moral dan etis. Demokrasi sebuah Negara dapat dilihat
dari representasi partai politik yang ada di Negara tersebut. Namun di Indonesia,
partai politik tidak berjalan sesuai dengan fungsinya karena sesungguhnya
membangun legitimasi diperlukan representasi yang baik, namun kenyataanya Parpol
yang kita miliki tidak representatif.

KESIMPULAN
Demokrasi dan desentralisasi adalah dua konsep yang saat ini tengah populer
dalam wacana publik, khususnya di Indonesia. Pasca reformasi, harapan publik
tertumpu pada demokrasi sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit-penyakit
kronis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Demokratisasi yang berlangsung di
hampir seluruh belahan dunia membawa perubahan dalam berbagai aspek
ketatanegaraan, baik sistem maupun aktor, termasuk dalam pola hubungan pusat dan
daerah. Demokratisasi membawa perubahan dalam sistem pemerintahan daerah yang
semula sentralistis menjadi desentralistis. Implikasinya, terjadi pergeseran lokus
kekuasaan, dari pusat ke daerah.
Demokratisasi dan desentralisasi membawa perubahan signifikan dalam relasi
kekuasaan menjadi lebih berimbang antara pusat dan daerah, maupun antara
suprastruktur politik dengan infrastruktur politik. Peluang partisipasi masyarakat
menjadi lebih besar, termasuk dalam mengontrol kebijakan-kebijakan yang diambil
dan dilaksanakan pemerintah. Peluang ini menjadi lebih besar setelah diterapkannya
sistem pemilihan kepala daerah secara langsung (pilkada), sehingga masyarakat
memiliki akses lebih besar untuk menentukan para pemimpinnya.Pada praktiknya,
sistem pemilihan kepala daerah langsung ini memang tidak secara otomatis membawa
perubahan yang lebih baik dalam tata kelola pemerintahan daerah. Peluang money
politics, manipulasi, politisasi adat dan ikatan primordial, serta mobilisasi massa tetap
berlangsung. Para elit tetap berperan dominan dalam pilkada, minimal dalam
menentukan pasangan calon yang akan berlaga dalam pilkada. Masyarakat hanya
berperan dalam memberikan suara bagi para calon yang telah ditentukan para elit.
Dengan begitu bisa dilihat bahwa pemilihan kepala daerah baik secara langsung
dan tidak langsung memang memiliki positif dan negatifnya masing-masing. Jika
pilkada dilaksanakan secara tidak langsung, maka Negara Indonesia ini tidak lagi
menjadi Negara yang demokratis, karena sesungguhnya dalam Negara yang
demokratis, rakyat menjadi komponen utama didalamnya. Namun jika pemilihan
kepala daerah dilaksanakan secara langsung, rakyat Indonesia sendiri belum paham
betul mengenai demokrasi yang sebenarnya. Sehingga pilkada secara langsung pun
akan menimbulkan banyak kerugian dan tidak akan berjalan dengan baik sesuai yang
diharapkan, seolah demokrasi hanya dijadikan sebagai tameng belaka.

REFERENSI
http://www. Indonesia.go.id
http://www.academia.edu
http://aceh.tribunnews.com - Pilkada berporos pada rakyat atau dewan?
http://news.okezone.com - Pilkada tidak langsung
http://www.republika.co.id - Pro kontra pilkada tidak langsung di DPRD
http://nasional.kompas.com - Perppu pilkada oleh presiden
http://nasional.inilah.com - Pro kontra dan dilemma pilkada langsung
http://www.leimena.org - Indonesia merupakan Negara kesatuan dan demokrasi

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24