BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Etika Periklanan Kartu XL Terhadap Persepsi Konsumen Pada Mahasiswa Jurusan Manajemen Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Uraian Teoritis

2.1.1. Bauran Promosi

  Bauran promosi adalah kombinasi alat-alat yang digunakan untuk mempromosikan suatu produk. Komponen bauran pemasaran yang paling terlihat adalah promosi, yang mengacu pada teknik-teknik mengkomunikasikan informasi mengenai suatu produk. Alat-alat promosi adalah sebagai berikut:

  1. Iklan adalah bentuk komunikasi nonpersonal yang digunakan untuk membujuk atau memberi informasi pembeli potensial mengenai produk yang pihak yang bersangkutan.

  2. Penjualan langsung banyak dilakukan untuk barang industri. Banyak produk (seperti asuransi, pakaian, dan perumahan) lebih baik dipromosikan melalui penjualan langsung kepada pembelinya (person to person sales) .

  3. Promosi penjualan. Biasanya barang yang relatif murahsering klai digunakan melalui promosi penjualan, yang biasanya berupa bujukan langsung kepada pembelinya.

  4. Hubungan Masyarakat. Semua bentuk komunikasi bertujuan untuk membentuk citra yang baik sebuah perusahaan termasuk ke dalam hubungan masyarakat. Bauran promosi bergantung pada banyak faktor. Faktor yang paling penting adalah khalayak sasaran. Khalayak sasaran yaitu promosi dan proses keputusan pembelian. Dalam memantapkan bauran promosi, para pemasar harus mencocokkan alat promosi dengan lima tahapan dalam keputusan pembelian:

  1. Pertama-tama pembeli harus mengenal kebutuhannya untuk melakukan pembelian.

  2. Pembeli juga ingin lebih banyak mempelajari produk yang tersedia.

  3. Pembeli mengevaluasi dan membandingkan produk yang bersaing.

  4. Pembeli menentukan produk tertentu dan membelinya.

  5. Pembeli mengevaluasi produk setelah membelinya.

2.1.2. Periklanan

  Periklanan atau reklame adalah bagian yang tak terpisahkan dari bisnis modern. Hal ini berkaitan erat dengan cara berproduksi industri modern yang menghasilkan produk-produk dalam kuantitas besar, sehingga harus mencari pembeli. Kotler dan Keller (2006:496) mendefinisikan periklanan (advertising) sebagai bentuk presentasi dan promosi nonpersonal yang dibayar mengenai ide- ide, barang-barang atau jasa oleh sebuah sponsor yang dikenal . Kemudian membuat lima keputusan utama dalam pembuatan program periklanan yang disebut lima M ( Kotler, 2004: 235) Sebagai berikut:

1. Mission (misi): apakah tujuan periklanan ? 2.

  Money (uang): berapa banyak yang dapat di belanjakan ? 3. Message (pesan): pesan apa yang harus disampaikan ? 4. Media (media): media apa yang digunakan ? 5. Measuremen (pengukuran): bagaimana mengevaluasi hasilnya ? Keputusan keputusan ini akan dijelaskan dalam gambar berikut ini :

MESSAGE MONEY MISSIO

  MEASURE N

MEN MEDIA

  Sumber : Jain (2001:132), diolah Gambar 2.1

  

Lima M dalam periklanan

  Periklanan di butuhkan karena iklan membutuhkan komitmen dana yang besar, biaya iklan yang efektif dan tidak efektif tidak banyak berbeda (Jain, 2001:133).

  Kotler (2004:139) Sebuah perusahaan harus menggunakan media, jika perusahaan tidak menggunakan media, maka semua tujuan perusahaan anda tidak tercapai. Media harus dipilih berdasarkan kemampuannya menggapai target pasar yang efektif tanpa mengabaikan segi biayanya. Dalam perkembangan periklanan, media komunikasi modern yaitu media cetak maupun elektronik, khususnya televisi memegang peranan yang dominan. Televisi adalah medium iklan yang banyak digunakan oleh para produsen karena jangkauannya yang luas dan kemampuan audio dan visualnya dalam menyampaikan iklan (Sumarwan, 2004:184). Sebagai media periklanan, keunikan televisi adalah sangat personal dan demonstratif, tetapi juga mahal dan dianggap sebagai penyebab ketidakteraturan (clutter) dalam persaingan (shimp, 2003:530). Berikut ini tabel profil tipe media utama yang menjelaskan kelebihan dan kekurangan sebagai berikut :

Tabel 2.1 Profil Tipe Media Utama Media KEUNTUNGAN KETERBATASAN

  Surat Kabar Fleksibilitas, ketepatan¸ peliputan pasar lokal, penerimaan luas, sangat dipercaya

  Umur pendek; mutu reproduksi rendah; sedikit pembaca selain pembelinya

  Televisi Peliputan pasar massal bagus, biaya rendah pertayangan, kombinasi suara, gambar, dan gerakan merangsang indera

  Biaya absolut tinggi; kekisruhan tinggi; penayangan terlalu sebentar; selektivitas pemirsa lebih kecil

  Pos Langsung Selektivitas pemirsa tinggi, fleksibilitas; tidak ada kompetisi dan personalisasi

  Harga perpaparannya relatif mahal. Citra “junk mail” Radio Penerimaan lokal bagus; selektivitas geografis dan demografi, tinggi; biaya rendah.

  Suara saja; paparan terlalu sebentar; perhatian rendah; pemirsa terfragmentasi

  Majalah Selektivitas gegrafus dan demografis tinggi; kredibilitas dan prestise; reproduksi bermutu tinggi; umur panjang dan banyak pembaca

  Tenggang waktu pembelian iklan lama; harga mahal; tidak ada jaminan posisi

  Alam Terbuka Fleksibilitas; paparan yang kerap berulang; biaya rendah; kompetisi pesan rendah; selektivitas posisi bagus

  Selektivitas audiens kecil; pemmbatasan kreatif Internet Selektivitas tinggi; harga murah; segera; kemampuan interaktif

  Pemirsa kecil, secara demografi terbatas; dampaknya relatif rendah; pemirsa mengontrol paparan

  Sumber : Kotler dan Amstrong (2001:164)

2.1.3. Fungsi dan Tujuan Periklanan

  Langkah pertama dalam membuat program periklanan adalah menetapkan tujuan periklanan. Tujuan perikanan adalah membujuk konsumen untuk melakukan sesuatu, biasanya untuk membeli suatu produk (Lee & Johnson, 2007:108). Tujuan utama dari sebuah iklan bukanlah untuk menyebarkan fakta- fakta yang dimiliki suatu produk melainkan untuk menjual solusi atau mimpi (Kotler, 2004:2).

  Adapun fungsi periklanan menurut Shimp (2003:157) sebagai berikut: a. Informing (memberi informasi)

  Periklanan membuat konsumen sadar (aware) akan merek-merek baru, membidik mereka tentang berbagai fitur dan mamfaat merek, serta memfasilitasi penciptaan citra merek yang positif b. Persuading (mempersuasi)

  Iklan yang efektif akan mampu mempersuasi (membujuk) pelanggan untuk mencoba produk dan jasa yang diiklankan. Terkadang persuasi membentuk dan mempengaruhi permintaan primer yakni menciptakan permintaan bagi keseluruhan kategori produk.

  c.

  Reminding (mengingatkan) Iklan menjaga agar merek perusahaan tetap segar dalam ingatan para konsumen.

  d.

  Adding Value (memberikan nilai tambah) Terdapat tiga cara dimana perusahaan bisa memberi nilai tambah bagi penawaran-penawaran mereka yaitu inovasi, penyempurnaan kualitas, dan mengubah persepsi konsumen. Periklanan memberi nilai tambah pada merek dengan mempengaruhi persepsi konsumen

2.1.4. Periklanan dan Kebenaran

  Pada umunya periklanan tidak mempunyai reputasi baik sebagai pelindung atau pejuang kebenaran. Sebaliknya, kerap sekali iklan terkesan suka membohongi, menyesatkan, dan bahkan menipu publik. Periklanan hampir apriori disamakan dengan tidak bisa di percaya. Tentu saja pembohongan, penyesatan, dan penipuan merupakan perbuatan yang sekurang-kurangnya tidak etis.

  Jika kita ingin menyelidiki moralitas periklanan, perlu kita perhatikan secara khusus unsur “maksud” dalam perbuatan berbohong. Bisa saja iklan mengatakan maksud yang tidak benar, tetapi dalam hal ini tidak ada kesengajaan. Misalnya, tentang obat baru dikatakan dalam iklan bahwa produk itu aman, padahal kemudian tampak efek samping yang tidak terduga sebelumnya. Iklan itu tidak berbohong, karena tidak dengan sengaja mengatakan sesuatu yang tidak benar.

  Disamping itu iklan juga mengandung unsur promosi. Iklan merayu konsumen. Iklan ingin mengiming-iming calon pembeli. Karena itu bahasa periklanan mempergunakan retorika tersendiri. Ia menandaskan bahwa produknya adalah yang terbaik atau nomor satu dibidangnya. mereknya adalah “bintang segala bir”, “detergent ini membersihkan paling bersih”, dan contoh lainnya. Disini si pengiklan tidak bermaksud agar publik percaya begitu saja. Dan publik konsumen tahu bahwa retorika itu tidak perlu di mengerti secara harafiah. Maksudnya bukan memberi informasi yang belum diketahui, melainkan menarik perhatian supaya dapat memikat calon pembeli.

  Iklan tidak hanya menyesatkan dan berbohong, tetapi juga dengan tidak mengatakan seluruh kebenaran, misalnya karena mendiamkan sesuatu yang sebenarnya penting untuk diketahui. Selain karena berbohong, iklan bisa bersifat tidak etis juga karena menipu. Dalam konteks ini berbohong dan menipu itu berbeda. Berbohong selalu berlangsung dalam rangka bahasa, entah lisan maupun tulisan. Cakupan penipuan lebih luas. Penipuan bisa berlangsung dalam rangka bahasa, tetapi juga bisa dilakukan dengan cara lain, yaitu perbuatan.

  Setelah menyelediki masalah sekitar periklanan dan kebenaran, perlu kita simpulkan, sulit sekali dibedakan dengan jelas anatra iklan yang etis dan tidak etis. Sulit untuk ditarik garis perbatasan yang tajam antar “melebih-lebihkan” dan “berbohong”. Masalah kebenaran dalam periklanan tidak bisa di pecahkan dengan cara hitam putih. Tergantung pada situasi konkret dan kesediaan publik untuk menerima atau tidak.

2.1.5. Defenisi Etika

  Menurut Bertens (2000:33) etika dibedakan menjadi dua arti yaitu etika sebagai praksis dan etika sebagai refleksi. Etika sebagai praksis adalah apa yang dilakukan sejauh sesuai atau tidak sesuai dengan nilai dan norma moral. Sedangkan etika sebagai refleksi adalah pemikiran moral dimana kita berpikir tentang apa yang dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Etika memiliki beberapa sifat dasar yang berlaku universal, yaitu:

  1. Punya nilai moral (baik buruk, benar salah).

  2. Punya nilai sosial (melindungi kepentingan orang yang lebih banyak).

  3. Bersifat relatif (sesuatu yang dianggap baik/benar pada kelompok/era tertentu belum tentu baik/benar pada kelompok/era lainnya).

  4. Buatan manusia (dibuat karena suatu kebutuhan untuk mengatur perilaku sesama demi kepentingan masyarakat banyak).

  5. Melestarikan tujuan bersama (kelanggengan eksistensi kebersamaan untuk mencapai tujuan kelompok).

  Etika adalah suatu studi mengenai apa yang benar dan yang salah serta pilihan moral yang dilakukan seseorang (Saiman, 2009:293). Etika (ethics) adalah studi penilaian normatif tentang apa yang benar dan apa yang salah serta apa yang baik dan apa yang buruk secara moral (Mowen & Minor, 2002:22).

2.1.6. Penilaian Etis Terhadap Iklan

  Etika sebagai refleksi adalah pemikiran moral. Dalam etika sebagai refleksi kita berfikir tentang apa yang dilakukan dan khususnya tentang apa yang harus dilakukan. Etika sebagai refleksi berbicara tentang etika sebagai praksis atau mengambil praksis etis sebagai objeknya. Etika sebagai refleksi menyoroti dan menilai baik buruknya perilaku orang. Etika dalam arti ini dapat dijalankan dalam taraf populer maupun ilmiah.

  Refleksi tentang masalah-masalah etis di sekitar praktek periklanan merupakan contoh bagus mengenai kompleksitas pemikiran moral, disini prinsip- prinsip etis memang penting, tapi tersedianya prinsip-prinsip etis ternyata tidak cukup menilai moralitas sebuah iklan. Dalam penerapannya banyak faktor lain yang ikut berperan. Refleksi tentang etika periklanan ini mengingatkan bahwa penalaran moral selalu harus bernuansa dengan menyimak dan menilai situasi konkret.

  Prinsip-prinsip etis dalam periklanan yakni tidak berbohong dan otonomi manusia harus dihormati. Etika Periklanan adalah Suatu ketentuan normatif yang menyangkut profesi dan usaha periklanan yang telah di sepakati untuk di hormati, ditaati, dan ditegakkan oleh semua asosiasi dan lembaga pegembannya (www.pppi.com). Untuk menerapkan prinsip-prinsip tersebut, jika kita ingin membentuk penilaian etis yang seimbang tentang iklan, maka yang perlu kita perhatikan (Bertens, 2000:277) adalah sebagai berikut : 1.

  Maksud si pengiklan Yaitu apa yang menjadi maksud sipengiklan. Jika maksud si pengiklan tidak baik, dengan sendirinya moralitas iklan itu tidak baik juga. Jika si pengiklan tahu bahwa produk yang diiklankan merugikan konsumen atau dengan sengaja ia menjelekkan produk dari pesaing, iklan menjadi tidak etis. Sebaliknya juga demikian, jika si pengiklan mengeluarkan iklan yang menyesatkan, tetapi maksudnya tidak demikian, iklan itu barangkali tidak profesional tetapi tidak bisa dinyatakan kurang etis.

2. Isi iklan

  Menurut isinya iklan harus benar dan tidak boleh mengandung unsur yang menyesatkan. Misalnya iklan tentang obat di televisi yang pura-pura ditayangkan oleh tenaga medis yang memakai baju putih dan stetoskop.

  Iklan menjadi tidak etis pula, bila mendiamkan sesuatu yang sebenarnya penting. Namun demikian, kita tidak boleh melupakan bahwa iklan diadakan dalam rangka promosi. Karena itu informasinya tidak perlu selengkap dan subyektif seperti laporan dari instansi netral. Bisa dibenarkan, jika sebuah produk dalam iklan dipresentasikan dari segi yang paling menguntungkan.

3. Keadaan publik yang tertuju

  Dalam uraian tentang etika konsumen kita sudah berkenalan dengan pepatah caveat emptor, “Hendaklah si pembeli berhati-hati”. Sikap berhati-hati sebelum membeli memang merupakan sikap dasar bagi calon pembeli. Demikian juga dalam konteks periklanan. Publik sebaliknya mempunyai skepsis yang sehat terhadap persuasi dari periklanan. Keganasan periklanan harus diimbangi dengan sikap kritis publik. Publik dalam hal ini adalah orang dewasa yang normal yang mempunyai informasi yang cukup tentang produk atau jasa yang diiklankan. Dalam setiap masyarakat terdapat orang naif, tetapi janganlah mereka diambil sebagai patokan untuk menilai moralitas periklanan. Namun demikian, perlu diakui juga bahwa mutu publik sebagai keseluruhan bisa sangat berbeda. Dalam masyarakat dimana taraf pendidikan rendah terdapat banyak orang sederhana yang mudah tertipu, tentu harus dipakai standard lebih ketat daripada dalam masyarakat dimana mutu pendidikan rata-rata lebih tinggi atau standard ekonomi lebih maju.

4. Kebiasaan dibidang periklanan

  Periklanan selalu dipraktekkan dalam rangka suatu tradisi. Dalam tradisi itu orang sudah biasa dengan cara tertentu disajikannya iklan. Sudah ada aturan main yang disepakati secara implisit atau eksplisit dan seringkali tidak dapat dipisahkan dari etos yang menandai masyarakat itu. Seperti halnya juga di bidang bidang lain, tradisi itu menentukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan.

2.1.7. Masalah Etika Dalam Periklanan

  Berbagai kritik mengenai iklan telah diarahkan pada periklanan. Seperti kritik kritik yang dijelaskan dalam buku Shimp (2003:99) berikut ini:

1. Iklan dianggap tidak jujur dan menipu.

  Iklan bersifat manipulatif bahwa kritik mengenai manipulasi menunjukkann bahwa iklan mempunyai kekuatan mempengaruhi untuk tidak berperilaku tidak umum, atau melakukan sesuatu yang tidak akan mereka lakukan jika tidak ditunjukkan oleh iklan.

  2. Iklan bersifat otensif dan berselara buruk. Beberapa alasan yang menjadi dasar kritik tersebut : iklan dengan ide-ide yang bodoh, tema seks dalam bentuk eksplisit atau implisit yang digunakan dalam iklan dan iklan televisi uang mengiklankan produk-produk yang kurang menyenangkan.

  3. Iklan menciptakan dan mempertahankan stereotip. Akar dari kritik ini adalah bahwa iklan cenderung menggambarkan kelompok tertentu dengan cara yang amat sempit dan mudah ditebak.

  4. Orang-orang membeli barang yang tidak begitu diperlukan. Kritik yang kerap dilemparkan bahwa iklan menyebabkan orang-orang membeli produk dan jasa yang tidak mereka butuhkan.

  5. Iklan memamfaatkan rasa takut dan ketidaknyamanan. Beberapa iklan dapat memperlihatkan konsekuensi negatif dari keputusan tidak membeli suatu produk, penolakan dari lawan jenis, nafas tidak sedap, kegagalan memberikan asuransi yang cukup bagi keluarga jika seseorang telah meninggal dan sebagainya.

2.1.8. Etika Pariwara Indonesia (EPI)

  Berikut ini kutipan beberapa etika periklanan yang terdapat dalam kitab EPI (Disepakati Organisasi Periklanan dan Media Massa, 2005). Tata Krama Isi Iklan sebagai berikut: 1.

  Hak Cipta: Penggunaan materi yang bukan milik sendiri, harus atas ijin tertulis dari pemilik atau pemegang merek yang sah.

2. Bahasa: a.

  Iklan harus disajikan dalam bahasa yang bisa dipahami oleh khalayak sasarannya, dan tidak menggunakan persandian yang dapat menimbulkan penafsiran selain dari yang dimaksudkan oleh perancang pesan iklan tersebut.

  b.

  Tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti “paling”, “nomor satu”, ”top”, atau kata-kata berawalan “ter“. c.

  Penggunaan kata ”100%”, ”murni”, ”asli” untuk menyatakan sesuatu kandungan harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang otentik.

  d.

  Penggunaan kata ”halal” dalam iklan hanya dapat dilakukan oleh produk- produk yang sudah memperoleh sertifikat resmi dari Majelis Ulama Indonesia, atau lembaga yang berwenang.

  3. Tanda Asteris (*) a.

  Tanda asteris tidak boleh digunakan untuk menyembunyikan, menyesatkan, membingungkan atau membohongi khalayak tentang kualitas, kinerja, atau harga sebenarnya dari produk yang diiklankan, ataupun tentang ketidaktersediaan sesuatu produk.

  b.

  Tanda asteris hanya boleh digunakan untuk memberi penjelasan lebih rinci atau sumber dari sesuatu pernyataan yang bertanda tersebut.

  4. Penggunaan Kata ”Satu-satunya”: Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata “satusatunya” atau yang bermakna sama, tanpa secara khas menyebutkan dalam hal apa produk tersebut menjadi yang satu-satunya dan hal tersebut harus dapat dibuktikan dan dipertanggungjawabkan.

  5. Pemakaian Kata “Gratis”: Kata “gratis” atau kata lain yang bermakna sama tidak boleh dicantumkan dalam iklan, bila ternyata konsumen harus membayar biaya lain. Biaya pengiriman yang dikenakan kepada konsumen juga harus dicantumkan dengan jelas.

  6. Pencantum Harga: Jika harga sesuatu produk dicantumkan dalam iklan, maka ia harus ditampakkan dengan jelas, sehingga konsumen mengetahui apa yang akan diperolehnya dengan harga tersebut.

  7. Garansi: Jika suatu iklan mencantumkan garansi atau jaminan atas mutu suatu produk, maka dasar-dasar jaminannya harus dapat dipertanggung- jawabkan.

  8. Janji Pengembalian Uang (warranty): a.

  Syarat-syarat pengembalian uang tersebut harus dinyatakan secara jelas dan lengkap, antara lain jenis kerusakan atau kekurangan yang dijamin, dan jangka waktu berlakunya pengembalian uang.

  b. Pengiklan wajib mengembalikan uang konsumen sesuai janji yang telah diiklankannya.

  9. Rasa Takut dan Takhayul: Iklan tidak boleh menimbulkan atau mempermainkan rasa takut, maupun memanfaatkan kepercayaan orang terhadap takhayul, kecuali untuk tujuan positif.

  10. Kekerasan: Iklan tidak boleh – langsung maupun tidak langsung - menampilkan adegan kekerasan yang merangsang atau memberi kesan membenarkan terjadinya tindakan kekerasan.

  11. Keselamatan: Iklan tidak boleh menampilkan adegan yang mengabaikan segi- segi keselamatan, utamanya jika ia tidak berkaitan dengan produk yang diiklankan.

  12. Perlindungan Hak-hak Pribadi: Iklan tidak boleh menampilkan atau melibatkan seseorang tanpa terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari yang bersangkutan, kecuali dalam penampilan yang bersifat massal, atau sekadar sebagai latar, sepanjang penampilan tersebut tidak merugikan yang bersangkutan.

  13. Hiperbolisasi: Boleh dilakukan sepanjang ia semata-mata dimaksudkan sebagai penarik perhatian atau humor yang secara sangat jelas berlebihan atau tidak masuk akal, sehingga tidak menimbulkan salah persepsi dari khalayak yang disasarnya.

  14. Waktu Tenggang (elapse time): Iklan yang menampilkan adegan hasil atau efek dari penggunaan produk dalam jangka waktu tertentu, harus jelas mengungkapkan memadainya rentang waktu tersebut.

  15. Penampilan Pangan: Iklan tidak boleh menampilkan penyia-nyiaan, pemborosan, atau perlakuan yang tidak pantas lain terhadap makanan atau minuman.

16. Penampilan Uang: a.

  Penampilan dan perlakuan terhadap uang dalam iklan haruslah sesuai dengan norma-norma kepatutan, dalam pengertian tidak mengesankan pemujaan ataupun pelecehan yang berlebihan.

  b.

  Iklan tidak boleh menampilkan uang sedemikian rupa sehingga merangsang orang untuk memperolehnya dengan cara-cara yang tidak sah.

  c.

  Iklan pada media cetak tidak boleh menampilkan uang dalam format frontal dan skala 1:1, berwarna ataupun hitam-putih.

  d.

  Penampilan uang pada media visual harus disertai dengan tanda “specimen” yang dapat terlihat Jelas.

  17. Kesaksian Konsumen (testimony): a.

  Pemberian kesaksian hanya dapat dilakukan atas nama perorangan, bukan mewakili lembaga, kelompok, golongan, atau masyarakat luas.

  b.

  Kesaksian konsumen harus merupakan kejadian yang benar-benar dialami, tanpa maksud untuk melebih-lebihkannya.

  c.

  Kesaksian konsumen harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang ditanda tangani oleh konsumen tersebut.

  d.

  Identitas dan alamat pemberi kesaksian jika diminta oleh lembaga penegak etika, harus dapat diberikan secara lengkap. Pemberi kesaksian pun harus dapat dihubungi pada hari dan jam kantor biasa.

  18. Anjuran (endorsement): a.

  Pernyataan, klaim atau janji yang diberikan harus terkait dengan kompetensi yang dimiliki oleh penganjur.

  b.

  Pemberian anjuran hanya dapat dilakukan oleh individu, tidak diperbolehkan mewakili lembaga, kelompok, golongan, atau masyarakat luas.

  19. Perbandingan: a.

  Perbandingan langsung dapat dilakukan, namun hanya terhadap aspek- aspek teknis produk, dan dengan kriteria yang tepat sama.

  b.

  Jika perbandingan langsung menampilkan data riset, maka metodologi, sumber dan waktu penelitiannya harus diungkapkan secara jelas.

  Pengggunaan data riset tersebut harus sudah memperoleh persetujuan atau verifikasi dari organisasi penyelenggara riset tersebut. c.

  Perbandingan tak langsung harus didasarkan pada kriteria yang tidak menyesatkan khalayak.

  20. Perbandingan Harga: Hanya dapat dilakukan terhadap efisiensi dan kemanfaatan penggunaan produk, dan harus diserta dengan penjelasan atau penalaran yang memadai.

  21. Merendahkan: Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung.

  22. Peniruan: a.

  Iklan tidak boleh dengan sengaja meniru iklan produk pesaing sedemikian rupa sehingga dapat merendahkan produk pesaing, ataupun menyesatkan atau membingungkan khalayak. Peniruan tersebut meliputi baik ide dasar, konsep atau alur cerita, setting, komposisi musik maupun eksekusi. Dalam pengertian eksekusi termasuk model, kemasan, bentuk merek, logo, judul atau subjudul, slogan, komposisi huruf dan gambar, komposisi musik baik melodi maupun lirik, ikon atau atribut khas lain, dan properti.

  b.

  Iklan tidak boleh meniru ikon atau atribut khas yang telah lebih dulu digunakan oleh sesuatu iklan produk pesaing dan masih digunakan hingga kurun dua tahun terakhir.

  23. Istilah Ilmiah dan Statistik: Iklan tidak boleh menyalahgunakan istilah-istilah ilmiah dan statistik untuk menyesatkan khalayak, atau menciptakan kesan yang berlebihan.

  24. Ketiadaan Produk: Iklan hanya boleh dimediakan jika telah ada kepastian tentang tersedianya produk yang diiklankan tersebut.

  25. Ketaktersediaan Hadiah: Iklan tidak boleh menyatakan “selama persediaan masih ada” atau kata-kata lain yang bermakna sama.

  26. Pornografi dan Pornoaksi: Iklan tidak boleh mengeksploitasi erotisme atau seksualitas dengan cara apa pun, dan untuk tujuan atau alasan apa pun.

  27. Khalayak Anak-anak: a.

  Iklan yang ditujukan kepada khalayak anak-anak tidak boleh menampilkan hal-hal yang dapat mengganggu atau merusak jasmani dan rohani mereka, memanfaatkan kemudahpercayaan, kekurangpengalaman, atau kepolosan mereka.

  b. Film iklan yang ditujukan kepada, atau tampil pada segmen waktu siaran khalayak anakanak dan menampilkan adegan kekerasan, aktivitas seksual, bahasa yang tidak pantas, dan atau dialog yang sulit wajib mencantumkan kata- kata “Bimbingan Orangtua” atau simbol yang bermakna sama. Selain mengatur Tata Krama Isi Iklan EPI juga mengatur hal-hal sebagai berikut:

  1. Tata Krama Ragam Iklan Contoh: Iklan minuman keras maupun gerainya hanya boleh disiarkan di media nonmassa, iklan rokok tidak boleh dimuat pada media periklanan yang sasaran utama khalayaknya berusia di bawah 17 tahun, dll.

  2. Tata Krama Pemeran Iklan Contoh: Iklan tidak boleh memperlihatkan anak-anak dalam adegan-adegan yang berbahaya, iklan tidak boleh melecehkan, mengeksploitasi, mengobyekkan, atau mengornamenkan perempuansehingga memberi kesan yang merendahkan kodrat, harkat, dan martabat mereka,dll.

3. Tata Krama Wahana Iklan

  Contoh: Iklan untuk berlangganan apa pun melalui SMS harus juga mencantumkan cara untuk berhenti berlangganan secara jelas, mudah dan cepat; Iklan-iklan rokok dan produk khusus dewasa hanya boleh disiarkan mulai pukul 21.30 hingga pukul 05.00 waktu setempat, dll.

2.1.9. Pemilihan Media Iklan

  Pemilihan media iklan sangat penting agar pesan yang disampaikan dalam iklan dapat efektif mencapai dan diterima konsumen sasaran. Menurut Kotler dan Amstrong (2001:120), seorang perencana diantara berbagai kategori media harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a.

  Kebiasaan media dari konsumen sasaran, dimana melihat faktor demografi serta jangkauan media terhadap konsumen sasaran.

  b.

  Produk. Merek produk tertentu disesuaikan dengan kebutuhan akan peragaan produk ataupun hanya melalui audio, sehingga ditinjau apakah suatu media tertentu sudah bisa menjangkau dan membawa dampak yang cukup baik.

  c.

  Pesan. Pesan yang disampaikan dalam iklan tersebut apakah berupa pemberitahuan atau pengumuman maka media televisi bisa digunakan namun berisi banyak data teknis maka membutuhkan media surat kabar atau majalah. d.

  Biaya. Pertimbangan biaya sangatlah penting untuk menilai efektifitas iklan dimana dengan biaya tertentu dapat mencapai keberhasilan.

  Media televisi merupakan salah satu media iklan yang efektif untuk menyampaikan pesan iklan kepada konsumen potensial. Media televisi merupakan media yang cukup efektif untuk menyampaikan pesan iklan produk, positioning iklan tersebut dalam sela-sela program siaran televisi. Maka semakin banyak waktu yang dihabiskan pemirsa untuk melihat iklan dalam media tersebut. Bentuk siaran dalam media televisi sangat tergantung dari berbagai bentuk siarannya, apakah merupakan bagian dari suatu sindikat, jaringan lokal, kabel atau bentuk lainnya. Bentuk iklan ditelevisi yaitu: Pensponsoran, partisipasi, pengumuman maupun announcement. Media televisi menimbulkan dampak yang kuat terhadap konsumen dalam hal menciptakan kelenturan dengan mengkombinasikan audio visual sehingga iklan dapat dikemas dalam bentuk yang menarik. Iklan media televisi dapat mempengaruhi sikap dan persepsi konsumen sasaran dimana banyak konsumen potensial meluangkan waktu didepan televisi sebagai sumber berita dan informasi.

2.1.10. Perilaku Konsumen

  Perilaku konsumen adalah dinamis, yang berarti bahwa perilaku seorang konsumen, grup konsumen, ataupun masyarakat luas akan selalu berubah dan bergerak sepanjang waktu (Setiadi, 2003:3).

  Hal ini memiliki implikasi terhadap studi perilaku konsumen, demikian pula pada pengembangan strategi pemasaran. Salah satu implikasinya adalah bahwa generalisasi perilaku konsumen biasanya terbatas untuk jangka waktu tertentu, produk, individu atau grup tertentu.

  Strategi pemasaran terdiri atas unsur-unsur pemasaran yang terpadu yang selalu berkembang sejalan dengan gerak perusahaan dan perubahan-perubahan lingkungan pemasarannya serta perubahan perilaku konsumen. Hal ini disebabkan karena strategi pemasaran menyangkut dua kegiatan pemasaran yang pokok yaitu pemilihan pasar-pasar yang akan dijadikan sasaran pemasaran, merumuskan dan menyusun suatu kombinasi yang tepat dari bauran pemasaran agar kebutuhan para konsumen dapat dipenuhi secara memuaskan.

2.1.11. Persepsi Konsumen

  Menurut Kotler dan Amstrong (2008:174) persepsi (perception) adalah proses dimana orang memilih, mengatur, dan menginterprestasikan informasi untuk membentuk gambaran dunia yang berarti. Stimuli adalah sebuah unit input yang merangsang satu atau lebih dari (lima) panca indera: penglihatan, penciuman, rasa, sentuhan, dan pendengaran (Setiadi, 2003:159). Sodik (2003:138) menyebutkan bahwa persepsi terhadap suatu produk melalui proses itu sendiri terkait dengan komponennya (kemasan, bagian produk, bentuk) serta komunikasi yang ditunjukkan untuk mempengaruhi perilaku konsumen yang mencerminkan produk melalui latar, kata-kata, gambar dan simbolisasi atau melalui stimuli lain yang diasosiasikan dengan produk (harga, tempat, penjualan, dampak dari negara pejualan). Informasi yang diperoleh dan diproses konsumen akan membentuk preferensi (pilihan) seseorang terhadap suatu obyek. Preferensi akan membentuk sikap konsumen terhadap suatu obyek, yang pada gilirannya akan sikap ini seringkali secara langsung akan mempengaruhi apakah konsumen akan membeli suatu produk atau tidak.

  Persepsi setiap orang terhadap suatu objek akan berbeda-beda. Oleh karena itu persepsi memiliki sifat subjektif. Persepsi yang dibentuk oleh seseorang dipengaruhi oleh pikiran dan lingkungan sekitarnya. Selain itu, satu hal yang perlu diperhatikan dari persepsi adalah bahwa persepsi secara subtansil bisa sangat berbeda dengan realitas. Gambar berikut ini menjelaskan bagaimana stimuli ditangkap melalui indera (sensasi) dan kemudian diproses oleh penerima stimulus (persepsi).

  STIMULI Pemberi Arti Sensasi

  Penglihatan

  • Suara -

  Perhatian Indera Interpretasi

  • Penerima

  Bau

  • PERSEPSI Tanggapan

  Rasa

  Sumber: Setiadi (2003:161), diolah

Gambar 2.2 Proses Perseptual

2.1.12. Karasteristik Stimulus Yang Mempengaruhi Persepsi

  Beberapa karasteristik iklan dan stimuli pemasaran lainnya akan membuat pesan lebih dirasakan konsumen seperti yang diharapkan oleh pemasar.

  Karasteristik-karasteristik itu dibagi kedalam dua kelompok, yaitu elemen inderawi (sensory element) seperti bau, rasa, penglihatan, dan pendengaran.

  Kelompok kedua yaitu elemen struktural (strucktural element) seperti ukuran, bentuk dan posisi (Setiadi, 2003:163).

  Kotler dan Amstrong (2008:174) menyebutkan bahwa orang dapat membentuk persepsi yang berbeda dari ransangan yang sama karena tiga proses perseptual yaitu atensi selektif, distorsi selektif, dan retensi selektif yang dijelaskan sebagai berikut :

1. Atensi Selektif (perhatian yang selektif)

  Orang pada umumnya dihadapkan pada sejumlah rangsangan (stimuli) yang sangat banyak setiap hari dan tidak semua rangsangan ini dapat diterima. Perhatian yang selektif berarti harus dapat menarik perhatian konsumen, dimana pesan yang disampaikan akan hilang bagi kebanyakan orang yang berada dalam pasar untuk produk tersebut, kecuali untuk pesan yang cukup menonjol atau dominan yang mengelilingi konsumen pasar tersebut.

  2. Distorsi Selektif (gangguan yang selektif) Rangsangan (stimuli) yang diperhatikan konsumen pun tidak selalu seperti apa yang dimaksud. Setiap orang berusaha menyesuaikan informasi yang masuk dengan pandangannya. Distorsi selektif menggambarkan kecenderungann orang untuk meramu informasi kedalam pengertian pribadi. Orang cenderung menafsirkan informasi dengan cara yang lebih mendukung daripada menentang konsepsi-konsepsi yang telah dimilikinya.

  3. Retensi Selektif (mengingat kembali yang selektif) Orang cenderung melupakan apa yang mereka pelajari dan menahan informasi yang mendukung sikap dan kepercayaan mereka. Mengingat yang selektif berarti mereka akan mengingat apa yang dikatakan sebagai keunggulan suatu produk dan melupakan apa yang dikatakan pesaing.

  Konsumen akan mengingat pada saat ia akan mengingat tentang pemilihan suatu produk.

  Faktor – faktor sensori mempengaruhi bagaimana suatu produk dirasakan. hal itu sangat penting dalam desain produk. Adapun faktor-faktor sensori adalah sebagai berikut :

  1. Warna Tanggapan yang berbeda atas penggunaan warna kemasan memungkinkan pemasar memperhatikan warna kemasan produk sedemikian rupa agar konsumen mempunyai persepsi yang baik terhadap produk itu.

  2. Bau Bau suatu produk turut menentukan persepsi konsumen terhadap produk tersebut.

  3. Rasa Rasa akan mempengaruhi persepsi terhadap suatu objek.

  Selain itu juga faktor-faktor struktural dari iklan cetak, mempengaruhi persepsi konsumen. Beberapa hasil penelitian dalam buku Setiadi (2003:162) yang menunjukkan hal itu sebagai berikut : 1.

  Ukuran Ukuran iklan cetak yang lebih besar, lebih memungkinkan untuk diperhatikan.

  2. Posisi Akan ada perhatian yang lebih besar pada iklan 10% pertama halaman majalah. Melewati batas 10% posisi mempunyai pengaruh yang kecil.

  3. Warna Warna dalam iklan cetak telah diteliti sebagai faktor struktural. Secara umum iklan berwarna menghasilkan perhatian lebih daripada iklan cetak hitam putih.

  4. Kontras Kontras memungkinkan untuk mendapatkan perhatian. Gambar sebuah produk diatas latar belakang yang putih mungkin akan dapat perhatian, tetapi tidak menjamin pemahaman dan ingatan. Karasteristik konsumen juga mempengaruhi persepsi. Persepsi seorang konsumen atas berbagai stimulus yang diterimanya dipengaruhi oleh karasteristik yang diterimanya.

  Beberapa karasteristik konsumen yang mempengaruhi persepsi adalah sebagai berikut (Setiadi, 2003:165) :

  1. Membedakan Stimulus Satu hal yang sangat penting bagi pemasar adalah mengetahui bagaimana konsumen bisa membedakan perbedaan antara dua stimuli atau lebih.

  Apakah konsumen merasakan perbedaan merek berdasarkan rasa, perabaan, harga, dan bentuk kemasan produk. Pada kenyataanya, terdapat banyak konsumen yang bisa membedakan merek produk berdasarkan rasa. Tetapi terdapat juga konsumen yang agak sulit membedakan merek berdasarkan rasa atau bau. Oleh karena itu, pemasar sering menggunakan iklan sebagai cara agar konsumen mampu membedakan merek. Mereka berusaha menciptakan merek yang lebih baik dari yang lain.

  2. Tingkat Ambang Batas (Threshold Level) Kemampuan konsumen untuk mendeteksi perbedaan dalam suara, cahaya, bau atau stimuli lainnya, ditentukan oleh tingkat ambang batasnya (Threshold Level). Ada dua jenis threshold level yaitu absolute threshold dan differential threshold level. Absolute threshold merupakan jumlah rangsangan minimum yang dapat dideteksi oleh chanel inderawi. Sedangkan diferential threshold merupakan kemampuan sistem inderawi untuk mendeteksi dan membedakan antara dua stimuli. Itu berarti bahwa

  

differential threshold menentukan tingkat ambang batas dua stimuli yang

bisa ditangkap oleh konsumen.

  3. Subliminal Perception (Persepsi bawah sadar) Usaha-usaha para pemasar sampai saat ini selalu menekankan pada penciptaan iklan atau pesan yang dideteksi atau bisa disadari oleh konsumen. Artinya, pemasar selalu berusaha menciptakan iklan atau pesan diatas tingkat ambang batas kesadaran konsumen (costumer level

  

threshold). Hal itu bisa dimengerti karena para pemasar tidak ingin

  berspekulasi dengan biaya yang dikeluarkan. Namun demikian, para peneliti menemukan bahwa konsumen sebenarnya mampu memberikan respon atas informasi atau pesan yang datang pada bawah sadarnya. Artinya ketika konsumen dirangsang oleh iklan atau pesan, sebenarnya konsumen tidak menyadari akan keberadaan iklan atau pesan itu, namun alam bawah sadarnya mampu menangkap iklan atau pesan tersebut.

  4. Tingkat Adaptasi Tingkat adaptasi ini merupakan salah satu konsep yang berkaitan dengan ambang batas absolut (absolute threshold). Dimana konsumen sudah merasa terbiasa dan tidak lagi mampu memperhatikan stimulus maka ketika itu pula absolute theresholdnya berubah. Tingkat adaptasi terjadi ketika konsumen tidak lagi memperhatikan stimulus yang berulang-ulang.

5. Generalisasi Stimulus.

  Proses persepsi yang terjadi pada konsumen sebenarnya tidak hanya membedakan satu stimulus dengan stimulus yang lainnya, tetapi konsumen juga berusaha menggeneralisasikan stimulus. Jadi generalisasi terjadi ketika konsumen melihat dua stimulus atau lebih mempunyai kesamaan dan saling mempengaruhi satu sama lainnya, oleh karena itu dapat disubsitusikan.

2.2. Penelitian Terdahulu

  Penelitian tentang etika dalam periklanan sudah pernah di lakukan, diantaranya Nony (2011) dengan judul “Pengaruh Etika Dalam Periklanan Kartu As Terhadap Persepsi Konsumen Pada Mahasiswa Reguler S-1 Departemen Manajemen fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara”. Sampel dalam penelitian ini adalah konsumen yang menggunakan kartu AS pada mahasiswa departemen manajemen fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang meneliti sebanyak 96 orang. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner.

  Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif dan rata-rata hitung (mean

  

score ). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif

  dan signifikan antara variabel etika dalam periklanan kartu As terhadap variabel persepsi konsumen, karena berdasarkan hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa pandangan konsumen akan iklan tersebut positif (baik).

  Ritonga (2007) dengan judul “(Analisis Persepsi Konsumen Terhadap

  Brand Equity Nokia dan Sony Ericson (studi kasus pada mahasiswa/I fakultas

  Ekonomi Universitas Islam sumatera Utara)”. Teknik analisis data yang menggunakan rata-rata hitung (mean aritmathic). Hasil penelitian diperoleh dimensi brand equity Nokia memiliki nilai yang lebih positif. Dimensi brand equity Nokia berupa brand awareness, brand association, dan brand royalty mendapat persepsi yang sangat baik, sedangkan dimensi brand equity Sony ericson hanya berupa brand awareness, dan brand royalty mendapat persepsi yang sangat baik.

2.3. Kerangka Konseptual

  Kerangka konseptual atau kerangka pemikiran merupakan sintesa tentang hubungan beberapa variabel yang diteliti, yang disusun dari berbagai teori yang di deskripsikan. Kerangka konseptual merupakan dasar dalam pembuatan hipotesis (Sugiyono, 2005:49).

  Melihat perkembangan jaman sekarang ini perusahaan harus terus mempromosikan produknya dengan ide-ide baru yang mendukung perusahaannya untuk dapat bertahan. Salah satunya adalah melakukan peningkatan promosi khususnya periklanan. Tetapi agar pesan yang disampaikan melalui iklan dapat diingat oleh konsumen, maka perusahaan harus mematuhi etika periklanan yang berlaku .

  Selain harus berdasarkan etika yang ada, sebuah iklan juga harus di buat sedemikian rupa agar dapat menimbulkan persepsi yang positif dari setiap kalangan. Menurut Kotler dan Amstrong (2008:174) orang dapat membentuk persepsi yang berbeda dari rangsangan yang sama karena tiga proses perseptual seperti atensi selektif (perhatian yang selektif), distorsi selektif (gangguan yang selektif), dan retensi selektif (mengingat kembali yang selektif). Disamping itu, terdapat juga pedoman dalam etika periklanan seperti tata krama isi iklan, dan maksud si pengiklan.

  Etis tidaknya sebuah iklan akan menentukan dan mempengaruhi persepsi konsumen terhadap iklan tersebut yaitu iklan kartu XL yang menawarkan produk yang sesuai dengan etika periklanan.

  Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang ada maka dapat digambarkan model kerangka konseptual etika periklanan kartu XL terhadap persepsi konsumen sebagai berikut:

  Etika Periklanan Kartu Persepsi Konsumen (Y)

  XL (X)

  Sumber : Kotler dan Armstrong (2008:174)

Gambar 2.3 Kerangka Konseptual

2.4. Hipotesis

  Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena, atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi. Peneliti tidak hanya bertahan kepada hipotesis yang telah disusun melainkan mengumpulkan data untuk mendukung atau justru menolak hipotesis tersebut. Dengan kata lain, hipotesis merupakan jawaban sementara yang telah disusun Peneliti, yang kemudian akan diuji kebenarannya melalui peneliti yang dilakukan (Kuncoro, 2009:48).

  Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan diatas maka hipotesis penelitian ini adalah

  “Etika Periklanan Kartu XL Berpengaruh Positif dan signifikan terhadap Persepsi Konsumen pada Mahasiswa Jurusan Manajemen Universitas Sumatera Utara.

Dokumen yang terkait

BAB II PEMBINAAN KARIR PEGAWAI NEGERI SIPIL DI INDONESIA A. Pengertian Pembinaan dan Konsep Pembinaan - Mekanisme Jabatan Struktural Dan Manajemen Pengembangan Karir Pegawai Dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara(Studi Pada Lingkungan Sekretariat Daer

0 0 7

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Mekanisme Jabatan Struktural Dan Manajemen Pengembangan Karir Pegawai Dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara(Studi Pada Lingkungan Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara)

0 1 19

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN - Analisis Kebutuhan Kapasitas Produksi Jangka Menengah (RCCP) Dalam Sistem Make To Order di PT. Growth Sumatera Industry

0 0 34

Analisis Kebutuhan Kapasitas Produksi Jangka Menengah (RCCP) Dalam Sistem Make To Order di PT. Growth Sumatera Industry

0 0 15

2. REVIEW OF RELATED LITERATURE 2.1 What’s Gerund - The Analysis Of Gerund Used In The Tempo Magazine

0 1 17

BAB II LETAK DAN LOKASI PENELITIAN 2.1 Kota Medan - RADIO STREAMING ETNIK ( Studi Etnografi mengenai Siaran Radio Streaming Berbasis Etnik di Kota Medan )

0 0 24

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - RADIO STREAMING ETNIK ( Studi Etnografi mengenai Siaran Radio Streaming Berbasis Etnik di Kota Medan )

0 0 29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Dividen - Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dividend Payout Ratio Saham LQ45 Di Bursa Efek Indonesia

0 2 22

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dividend Payout Ratio Saham LQ45 Di Bursa Efek Indonesia

0 0 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) 2.1.1. Definisi - Pengaruh Perilaku Ibu dan Kondisi Fisik Rumah Terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 201

0 1 40