BAB II LETAK DAN LOKASI PENELITIAN 2.1 Kota Medan - RADIO STREAMING ETNIK ( Studi Etnografi mengenai Siaran Radio Streaming Berbasis Etnik di Kota Medan )

LETAK DAN LOKASI PENELITIAN

2.1 Kota Medan

  Kehadiran Medan sebagai sebentuk wilayah perkotaan telah dimulai sejak

  

  tahun 1590 , dimana pada masa tersebut Guru Patimpus Sembiring Pelawi singgah dan berdiam diwilayah Deli yang kelak menjadi cikal-bakal Kota Medan dengan melakukan kegiatan pengobatan tradisional.

  Sejarah perkembangan Kota Medan semakin mengalami perubahan ketika pada sekitar tahun 1833, John Anderson seorang Eropa mengunjungi tanah Deli dan menemukan wilayah tersebut telah menjadi sebentuk kampung dengan beragam kompleksitas pada masa tersebut.

  Kampung yang diketemukan John Anderson tersebut berpenduduk sekitar 200 orang dan seorang pemimpin bernama Tuanku Pulau Berayan yang sudah sejak beberapa tahun bermukim disana untuk menarik pajak dari sampan-sampan pengangkut lada yang menuruni sungai. Pada tahun 1886, Medan secara resmi memperoleh status sebagai kota, dan tahun berikutnya residen Pesisir Timur serta Sultan Deli pindah ke Medan. Tahun 1909, Medan menjadi kota yang penting di luar Jawa, terutama setelah pemerintah kolonial membuka perusahaan perkebunan secara besar-berosan melalui usaha dagang perkebunan yang dilakukan oleh Jacobus Nienhuys. Dewan kota yang pertama terdiri dari 12 anggota orang Eropa,

  

3 Tahun 1590 dianggap sebagai hari lahir resmi Kota Medan sebagaimana yang ditetapkan oleh

Pemko Medan melalui penelitian sejarah mengenai asal-usul Kota Medan, hingga saat ini usia

Kota Medan adalah 424 Tahun.

  Di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 terdapat dua gelombang migrasi besar ke Medan. Gelombang pertama berupa kedatangan orang Tionghoa dan Jawa sebagai kuli kontrak perkebunan. Tetapi setelah tahun 1880 perusahaan perkebunan berhenti mendatangkan orang Tionghoa, karena sebagian besar dari mereka lari meninggalkan kebun dan sering melakukan kerusuhan. Perusahaan kemudian sepenuhnya mendatangkan orang Jawa sebagai kuli perkebunan.

  Orang-orang Tionghoa bekas buruh perkebunan kemudian didorong untuk mengembangkan sektor perdagangan. Gelombang kedua ialah kedatangan orang Melayu, Minangkabau, Mandailing dan Aceh. Mereka datang ke Medan bukan untuk bekerja sebagai buruh perkebunan, tetapi untuk berdagang, menjadi guru dan ulama.

  Sejak tahun 1950, Medan telah beberapa kali melakukan perluasan areal, dari 1.853 ha menjadi 26.510 ha pada tahun 1974. Dengan demikian dalam tempo 25 tahun setelah penyerahan kedaulatan, kota Medan telah bertambah luas hampir delapan belas kali lipat (http:www.wikipedia.com/Kota_Medan diakses pada 28 September 2014).

  Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 Sumber : data diolah oleh penulis .

  Medan Belawan

  Medan Sunggal

  Medan Marelan

  Medan Deli Medan Labuhan

  Medan Tembung

  Medan Perjuangan

  Medan Petisah Medan Barat Medan Timur

  Medan Helvetia

  Medan Polonia Medan Baru Medan Selayang

  Secara administratif, batas wilayah Medan adalah sebagai berikut: Utara : Selat Malaka Selatan: Kabupaten Deli Serdang Barat : Kabupaten Deli Serdang Timur : Kabupaten Deli Serdang Kota Medan juga memiliki kontur wilayah yang memberikan dampak positif pada perkembangan kota, sebagai daerah pinggiran jalur pelayaran Selat

  Medan Kota Medan Maimun

  Medan Amplas Medan Denai Medan Area

  Medan Johor

  Medan Tuntungan

   Wilayah Kecamatan di Kota Medan

  Wilayah Kota Medan dibagi menjadi 21 kecamatan, yaitu : Tab el 3.

  Malaka, Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun luar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam dua kutub pertumbuhan secara fisik, yaitu daerah Belawan dan pusat Kota Medan saat ini.

Kota Medan sebagai sebentuk wilayah memiliki masyarakat dengan beragam latar belakang etnis, diantaranya : Jawa, Batak Toba, Tionghoa, Mandailing, Minang, Melayu, Karo, Aceh, Simalungun dan Pakpak.

  Adapun jumlah masing-masing penduduk berdasarkan persebaran etnis di Kota Medan adalah :

Tab el 4.

  53.011 13.078 13.159 6.509

  0.34 TOTAL 1.904.273 100 Sumber : Medan Dalam Angka, Tahun 2001.

  0.69

  0.70

  2.78

  3.95

  4.10

  6.58

  8.60

  9.36

  10.65

  19.21

  33.03

  628.898 365.758 202.839 178.308 163.774 125.557 78.129 75.253

  

Persebaran Etnis dan Jumlah di Kota Medan

No Suku Bangsa Jumlah (Orang) Persentase (%)

  12 Jawa Batak Toba, Tapanuli Utara Cina Mandailing dan Angkola Minang Melayu Karo Lainnya Aceh Simalungun Nias Pakpak – Dairi

  11

  10

  9

  8

  7

  6

  5

  4

  3

  2

  1

  Dari data persebaran etnis dan jumlah di Kota Medan dapat dilihat bahwa jumlah penduduk suku bangsa Cina (Tionghoa) berada pada jumlah 19.21% dari total jumlah penduduk Kota Medan secara keseluruhan, hal ini mengindikasikan masyarakat Cina (Tionghoa) memegang peran penting dalam proses kehidupan di Kota Medan.

  (Tionghoa) berperan sebagai basis pendengar dan jangkauan siaran radio

  

streaming 95,9 FM City Radio - Medan - Medan yang menyiarkan siaran radio

dengan konten siaran Tionghoa berbahasa Mandarin.

  Sedangkan jumlah masyarakat etnis Karo yang tercatat sebagai bagian dari masyarakat Kota Medan secara menyeluruh adalah sejumlah 78.129 Jiwa atau sekitar 4.10% dari jumlah penduduk Kota Medan secara keseluruhan.

  Jumlah masyarakat etnis Karo di Kota Medan sebanyak 4.10% dipengaruhi faktor commuter, yaitu penduduk berpindah dari wilayah Tanah Karo kearah Kota Medan sebagai wilayah kerja sehingga kehadiran masyarakat etnis Karo di Kota Medan pada umumnya berstatus pendatang dan tidak menetap.

  Etnis Karo di Kota Medan dapat juga disebut sebagai etnis tempatan, yaitu kelompok etnis yang memang mendiami wilayah Kota Medan. Kehadiran dan jumlah etnis Karo di Kota Medan berkaitan dengan penelitian ini, pada aspek pendengar siaran radio streaming 97,10 FM Radio Sikamoni - Medan yang menghadirkan siaran hiburan, adat budaya Karo yang juga mempergunakan bahasa pengantar berupa bahasa Karo.

  Data Kependudukan tersebut dalam penelitian ini juga dapat dibaca bahwa kehadiran etnis dalam komposisi masyarakat Kota Medan membuka peluang tumbuhnya stasiun siaran radio streaming dengan basis etnis di Kota Medan.

  Berdasarkan sensus penduduk Indonesia yang dilakukan tahun 2010 (www.bps.go.id/sensus_penduduk_Kota_Medan_2010 diakses pada 28 September 2014) penduduk Kota Medan berjumlah 2.109.339 jiwa. Penduduk Kota Medan penduduk Medan berasal dari kelompok umur 0-19 dan 20-39 tahun (masing- masing 41% dan 37,8% dari total penduduk).

  

Tab el 5.

Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Kota Medan Tahun 2011

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Medan, Tahun 2011.

  Dilihat dari struktur umur penduduk Kota Medan dihuni lebih kurang 1.424.855 jiwa berusia produktif (15-59 tahun), jumlah tersebut memberikan suatu gambaran terdapat sekitar 1.424.855 jiwa yang menjadi sarosan jangkauan siaran radio streaming etnik (95,9 FM City Radio – Medan dan 97,10 FM Radio Sikamoni - Medan) dikarenakan pada rentang usia 15 hingga 59 tahun tersebut pada umumnya adalah individu yang mulai menggunakan gadget, sekolah, bekerja, mencari hiburan dan sebagainya.

  PT. Radio Mutiara Mandiri Buana Swara atau lebih dikenal dengan 95,9 FM City Radio - Medan, pertama berdiri pada tanggal 17 Juli 2005, dan sejak 1 Agustus 2010 telah bernaung di bawah manajemen baru. 95,9 FM City Radio - Medan yang sejak awal tahun 2013 memiliki tagline baru "The Best Variety

  

Station" , mengubah konsep radio dengan menyuguhkan variasi program acara

  yang tebaik bagi segmen pendengarnya. Variasi tersebut mencakup siaran berbahasa Indonesia dan Mandarin, lagu-lagu dari mancanegara dan Indonesia, serta berbagai program acara pilihan.

  95,9 FM City Radio – Medan merupakan siaran radio yang berada di frekuensi 95,9 FM (frequency modulation) dan memancarkan siaran radionya dalam jangkauan Kota Medan dan sekitarnya. Sebagai stasiun radio, 95,9 FM City Radio - Medan memiliki tagline (motto) yang menjadi identitas keberadaan radio tersebut dengan mengusung “The Best Variety Station”, yang bermaksud memperkenalkan dan menguatkan siaran radio yang dilakukan oleh 95,9 FM City Radio - Medan dengan program keberagaman konten siaran, dimana keberagaman dalam hal ini dimaksudkan sebagai konten siaran radio merupakan bentuk percampuran segmentasi pendengar dan memiliki fokus terhadap segmentasi pendengar etnik Tionghoa walaupun tidak menutup kemungkinan terhadap pendengar dengan latar belakang etnik lainnya.

  95,9 FM City Radio - Medan merupakan salah satu stasiun radio di Kota Medan yang mengudara selama 24 jam setiap harinya dengan presentase 40% lagu Mandarin, 40% lagu Barat, 10% lagu Indonesia, dan 10% lagu Korea. Lagu-

  

Hits (era tahun 2000), lagu kenangan (era tahun 1980 dan 1990 yang menjadi

  

  hits), serta lagu-lagu hits terbaru . Khusus lagu Mandarin, 95,9 FM City Radio - Medan merupakan satu-satunya radio di Kota Medan yang memperkenalkan lagu- lagu baru dan mempopulerkannya, walaupun masih tetap memutar lagu yang hits serta lagu-lagu Mandarin Oldies. Selain itu, juga terdapat lagu hits korea yang diputar setiap satu jam sekali selama program acara berbahasa Mandarin.

  

Gambar 2.

  Lokasi 95,9 FM City Radio - Medan di Kota Medan

Lokasi Stasiun 95,9 FM City Radio - Medan di Kota Medan

terdapat di Jalan Pembangunan I No. 6 Medan - 20238

Sumber : googlemaps.com (data diolah penulis).

  Program siaran 95,9 FM City Radio - Medan sangat bervariasi, yang terbagi menjadi dua kelompok, yakni program acara Mandarin, dan Indonesia.

  Untuk program Mandarin dapat di kelompokkan menjadi beberapa kategori, yakni:

4 Data berdasarkan keterangan resmi (company profile) PT. Radio Mutiara Mandiri Buana Swara sebagai unit usaha 95,9 FM City Radio - Medan - Medan.

  Entertainment (Hiburan)

  

Kategori Acara 95,9 FM City Radio - Medan

Kategori Nama Acara

  • 城市排行榜 (Mandarin Music Chart)
  • 城市好音乐(Best Variety Hits)
  • 城市名人堂(Hall of Fame)
  • 城市怀念之夜(Mandarin Oldies Night)
  • 城市娱乐报(City Infotainment)

  Lifestyle (Gaya Hidup)

  • 养生之道(The Way of Health)
  • 时尚女王(Fashion Queen)
  • 听闻天下(World Touring)
  • Buddhaghosa Information (Informasi)
  • 城市多资多彩(Colorful City)

  Family (Keluarga)

  • 城市儿童乐园(Kids Funland)

  Fun (Gembira)

  • 猜歌高手(Song Master)
  • 城市之谜(Brain Teaser)
  • 烦恼回收站(Happy Bin)
  • 城市爱疯狂(Crazy Night) Sumber : Data diolah oleh penulis.

2.2.1 Visi dan Misi City Radio 95,9 FM - Medan

  Adapun visi dan misi 95,9 FM City Radio - Medan sebagai institusi penyiaran gelombang radio (pemancar dan streaming) adalah :

  Visi City Radio 95,9 FM - Medan

  • Menjadi stasiun radio terkemuka dengan layanan prima yang dapat diandalkan oleh masyarakat Medan pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya,
  • Menjadi stasiun radio informasi dan hiburan terdepan bagi pebisnis, eksekutif, dan umum,
  • Menjadi stasiun radio multi-lingual (Indonesia, Mandarin, dan Inggris) terkemuka di Kota Medan.

  Misi City Radio 95,9 FM - Medan

  • Memberikan informasi yang akurat dan menarik bagi para pebisnis, eksekutif, perumah tangga, dan umum.
  • Menyuguhkan program siaran yang kreatif dan menarik, serta menghibur pendengarnya.
  • Membantu perusahaan-perusahaan dalam hal branding dan promosi produk maupun jasa.
  • Membantu pemerintah untuk mensosialisasikan program dan pesan layanan masyarakat. Visi dan misi dari 95,9 FM City Radio - Medan memberikan gambaran bahwa siaran radio terutama siaran streaming tidak mengkhususkan siaran yang dilakukan berbasis pada etnis Tionghoa dan berbahasa Mandarin melainkan membuka peluang jangkauan (pendengar yang luas dengan menggunakan tiga bahasa, yakni : bahasa Indonesia, Mandarin dan Inggris), walaupun konten siaran didominasi oleh siaran berbahasa Mandarin dan kebudayaan Tionghoa.

  

Gambar 3. Ruang Studio 95,9 FM City Radio - Medan Medan

2.3 Sejarah dan Perkembangan Radio 97,10 FM Radio Sikamoni - Medan

  Radio 97,10 FM Radio Sikamoni - Medan berdiri tahun 1981 dengan pelopor pendirinya P. Sitepu dan Drs. Seniwati Br Bangun. Dengan konsep awal sebagai satu-satunya radio berbahasa Karo yang kemudian berkembang juga menjadi sebentuk stasiun radio yang juga menyelipkan program - program acara yang berbahasa Indonesia untuk menjaring pendengar (audience) lebih banyak lagi.

  Kemunculan radio 97,10 FM Radio Sikamoni - Medan juga turut dipengaruhi oleh kondisi siaran radio yang pada masa itu didominasi oleh siaran radio resmi (Radio Republik Indonesia – RRI) dan juga kemunculan televisi (Televisi Republik Indonesia – TVRI), kedua media tersebut melakukan proses siaran secara nasional dengan menggabungkan dua materi siaran acara, yakni materi siaran acara hiburan dan materi siaran acara formal. melakukan siaran (radio dan televisi) menjadi pemicu timbulnya radio berbasis etnik diseluruh Indonesia, salah satunya adalah kemunculan radio 97,10 FM Radio Sikamoni - Medan melalui siaran berbahasa Karo yang mengakomodinir aspirasi masyarakat Karo secara luas mengenai perkembangan dan ikut serta masyarakat Karo dalam arus informasi secara lokal, nasional dan global.

  

Gambar 4. Lokasi Radio 97,10 FM Radio Sikamoni di Kota Medan

Lokasi Stasiun Radio 97,10 FM Radio Sikamoni di Kota Medan

terdapat di Jl Bunga Cempaka Pasar III Nomor 17, Tanjungsari, Medan

  Sumber : googlemaps.com (data diolah penulis).

  Materi siaran radio 97,10 FM Radio Sikamoni - Medan didominasi oleh siaran berbahasa Karo, baik dalam bentuk informasi berita nasional dan global maupun informasi berita lokal, hal ini bertujuan untuk menguatkan identitas etnik Karo dan juga sebagai sarana penyebarluasan kebudayaan Karo bagi masyarakat etnik Karo yang bertempat tinggal di Kota Medan dan sekitarnya.

  Visi

  • Menjadi salah satu radio yang melestarikan kebudayaan Karo di Sumatera Utara.

  Misi

  • Menjadi acuan stasiun radio Karo di kawasan Sumatera Utara, • Menjadi sarana hiburan (entertainment) bagi masyarakat.

  Visi dan misi radio 97,10 FM Radio Sikamoni - Medan secara umum menyiratkan bahwa siaran radio yang dilakukan lebih diutamakan kepada usaha pelestarian kebudayaan Karo di Sumatera Utara secara umum termasuk Kota Medan, selain itu misi yang diemban oleh radio 97,10 FM Radio Sikamoni - Medan juga menggambarkan suatu usaha untuk menjadikannya sebagai acuan dalam siaran radio dengan konten siaran berupa kebudayaan Karo di Sumatera Utara.

  Visi dan misi radio 97,10 FM Radio Sikamoni - Medan, baik dalam bentuk aplikasi pemancar dan streaming membentuk segmentasi untuk menjangkau pendengar pada masyarakat etnis Karo secara luas.

2.4 Etnik Tionghoa di Kota Medan

  Bab ini mendeskripsikan mengenai keberadaan etnis Tionghoa di Kota Medan yang tidak saja berperan dalam hal mengisi kehidupan di Kota Medan melainkan juga sebagai sarosan pendengar dari siaran 95,9 FM City Radio - Medan.

  Mengutip sejarah Kota Medan (pemkomedan.go.id diakses pada 23 November 2014) mengenai sejarah kedatangan dan perkembangan etnis Keberadaan etnis Cina di Kota Medan di mulai pada abad ke-15, dimana ketika armada pedagang Cina datang mengunjungi pelabuhan Sumatera Timur untuk berdagang dengan cara barter. Hubungan dagang tersebut berlangsung dalam waktu lama sehingga sebagian pedagang tersebut menetap di Sumatera Timur.

  Ketika usaha perkebunan tembakau kolonial Belanda di Deli terus berkembang maka pengusaha kolonial Belanda mendatangkan tenga kerja dari daratan Cina karena mereka tidak cocok dengan sistem kerja dan perilaku buruh pribumi. Pada tahun 1879 tercatat 4.000 orang kuli Cina, dan pada tahun 1888 tercatat 18.352 orang kuli Cina. Setelah kontrak mereka habis, para buruh Cina banyak bermukim di kota-kota, dan bekerja sebagai pedagang, pemilik toko, petani kecil, nelayan dan penjual barang bekas.

  Keberadaan etnis Tionghoa di Kota Medan secara singkat dapat dilihat dari kedatangan etnis Tionghoa sebagai pedagang di Kota Medan pada masa kolonial Belanda. Pihak kolonial Belanda pada masa itu secara sengaja memasukkan keberadaan etnis Tionghoa untuk mengisi struktur kehidupan masyarakat Medan yang bergerak menuju perkembangan sebuah perkotaan.

2.4.2 Jumlah Penduduk Etnik Tionghoa di Kota Medan

  Berdasarkan hasil Sensus Penduduk yang dilaksanakan pada tahun 2000, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sebanyak 2.030.000 jiwa warga Kota

  216.195 jiwa (10,65 persen) setelah etnis Jawa 670.509 jiwa (33,03 persen) dan etnis Batak (Simalungun, Tapanuli, Pakpak dan Nias) 424.879 jiwa (20,93 persen). Pada tahun 2010, Dinas Kependudukan (Disduk) melaporkan jumlah penduduk Kota Medan sudah mencapai 2.721.789 jiwa. Diperkirakan pertambahan penduduk dari etnis Tionghoa mengalami peningkatan yang pesat. Sebab, di beberapa kecamatan terdapat penduduk etnis Tionghoa dalam jumlah relatif besar.

  Keberadaan etnis Tionghoa sebagai bagian dari komposisi masyarakat Kota Medan dan Indonesia tidak dilalui dengan mudah melainkan melalui jalan yang sulit, hal ini setidaknya dapat dibagi pada dua periode sulit terhadap keberadaan etnis Tionghoa di Kota Medan dan Indonesia, yakni masa 1965 ketika terjadi pergolakan yang berujung pada pemberontakan dimana paham komunisme yang pada masa itu berkembang di Indonesia turut menyeret peran dan keberadaan Tionghoa sebagai negara dengan paham komunis terbesar di dunia.

  Selain tahun 1965, periode lainnya adalah tahun 1998 dimana terjadi pergolakan politik yang disebabkan oleh sikap otoriter rezim yang berkuasa.

  Periode kelam 1998 bagi keberadaan etnis Tionghoa dikenal sebagai “mei berdarah” ataupun “kerusuhan mei '98.” Kedua periodesasi pergolakan politik yang menyeret etnis Tionghoa dalam purosan politik kekuasaan di Indonesia disebabkan oleh ketimpangan sosial dan posisi beberapa individu etnis Tionghoa yang memegang posisi penting dalam struktur ekonomi, bisnis di Indonesia. Hal itulah yang kemudian menjadikan menjadi bagian dari komposisi masyarakat melainkan membutuhkan proses yang panjang.

  Perkembangan selanjutnya, di masa pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid, Instruksi Presiden (Inpres) No 14/1967 yang melarang etnis Tionghoa merayakan pesta agama dan penggunaan huruf-huruf China dicabut. Selain itu juga ada Keppres yang dikeluarkan Presiden Abdurrahman Wahid memberi kebebasan ritual keagamaan, tradisi dan budaya kepada etnis Tionghoa; Imlek menjadi hari libur nasional berkat Keppres yang dikeluarkan pada masa Presiden Megawati Soekarnoputri. Di bawah kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono, agama Khonghucu diakui sebagai agama resmi dan sah. Pelbagai kalangan etnis Tionghoa mendirikan partai politik, LSM dan ormas.

2.4.3 Kegiatan Etnik Tionghoa di Kota Medan

  Saat ini etnis Tionghoa di Kota Medan merupakan etnis yang paling dominan dalam penguasaan sumber daya ekonomi dan orang-orang kaya di Medan merupakan orang dari etnis Tionghoa. Hal ini tidak terbatas saja pada etnis Tionghoa di Kota Medan tetapi juga etnis Tionghoa yang ada di Indonesia secara umumnya merupakan pemilik dan pebisnis-pebisnis yang menguasai dan mengendalikan ekonomi.

  Mengutip Badaruddin (2013:6) bahwa etnik Tionghoa atau Cina memiliki kekuatan pada sektor ekonomi dan sukses pada bidang tersebut, walapun hal tersebut menjadi pemicu konflik yang dilatar-belakangi oleh kecemburuan komposisi masyarakat etnik di Kota Medan yang memiliki kekuatan dan kesuksesan dalam bidang perekonomian.

  Keunggulan etnis Tionghoa dalam bidang ekonomi tidak terlepas dari budaya mereka dalam berdagang yang mereka rintis sejak mereka tiba ke Medan.

  Keunggulan etnis Tionghoa pada bidang ekonomi tidak terlepas pada ikatan kekerabatan yang menyadiakan jaringan sosial dikalangan mereka. Jaringan sosial terbentuk dimulai dari ikatan-ikatan kekeluargaan dan ikatan-ikatan pertemanan yang terjalin dalam komunitas etnis Tionghoa.

2.4.4 Organisasi Masyarakat Tionghoa di Kota Medan

  Kehidupan masyarakat Tionghoa di Kota Medan terangkum dalam beberapa bentuk ikatan sosial (organisasi masyarakat, kelompok, dan lain sebagainya) sebagai bentuk lembaga yang mewadahi hubungan antar masyarakat Tionghoa di Kota Medan.

  Adapun bentuk-bentuk ikatan sosial masyarakat Tionghoa di Kota Medan meliput i ikatan sosial yang didasarkan oleh marga (klan), ikatan sosial ini diberi nama PSMTI atau Perhimpunan Sosial Marga Tionghoa Indonesia, keanggotaan berdasarkan marga (klan) yang turut serta dalam penulisan nama pada masing- masing individu masyarakat Tionghoa.

  Ikatan sosial lainnya adalah perhimpunan INTI yaitu organisasi kemasyarakatan untuk kaum keturunan Tionghoa yang bersifat kebangsaan, bebas, mandiri dan bertujuan menyelesaikan masalah Tionghoa di Indonesia. dan ikatan sosial lain yang berlatar-belakang etnik Tionghoa di Kota Medan, baik yang disatukan oleh daerah asal, satu persaudaraan (klan atau marga), satu pekerjaan maupun satu afiliasi yang sama dalam kehidupan bermasyarakat.

  Secara umum keberadaan organisasi masyarakat Tionghoa di Kota Medan selain sebagai institusi yang menghimpun individu Tionghoa yang berada di Kota Medan, juga sebagai media komunikasi diantara individu Tionghoa yang bermukim di Kota Medan. Keberadaan organisasi masyarakat dan ikatan sosial juga dapat dipandang sebagai basis etnik serta institusi representatif terhadap keberadaan suatu etnik di wilayah tertentu.

2.5 Etnik Karo di Kota Medan

  Secara umum dalam deskripsi mengenai Kota Medan (pemkomedan.go.id/home diakses pada 23 November 2014) dikatakan bahwa masyarakat Karo merupakan salah satu ragam suku bangsa Indonesia merupakan bagian dari komposisi etnik yang ada di Sumatera Utara terutama Kota Medan, Kota Medan sendiri dapat disebut sebagai daerah yang memiliki heterogenitas dalam hal kebudayaan, karena terdiri dari beragam suku bangsa (etnis) yakni, Melayu Pesisir, Batak Toba, Karo, Pakpak, Dairi, Simalungun, Angkola, Mandailing dan Nias. Selain suku bangsa tersebut terdapat juga suku bangsa lainnya yang tinggal dan menetap di Kota Medan, seperti etnis Tamil, Cina (Tionghoa) dan Arab yang turut pula mengisi komposisi etnik di Kota Medan.

  Keberadaan etnik Karo di Kota Medan tidak lepas dari sejarah panjang terbentuknya Medan sebagai wilayah, pada lintasan sejarah perkembangan Kota Medan dikenal nama Guru Patimpus Sembiring Pelawi yang dianggap sebagai tokoh penemu cikal-bakal wilayah Medan dan berkembang menjadi kota seperti saat sekarang ini.

  Kota Medan yang secara administratif merupakan ibukota dari propinsi Sumatera Utara berbatasan langsung dengan daerah asal etnik Karo, yaitu tanah Karo yang meliputi wilayah pegunungan di Brastagi. Walaupun terdapat juga wilayah asal etnik Karo lainnya, seperti wilayah Deli Tua dan wilayah Langkat.

  Berbatasan secara langsung antara Kota Medan dan wilayah asal etnis Karo menjadikan proses pencampuran antara wilayah dan etnisitas telah terbentuk secara alami sejak waktu yang lama, dan Kota Medan juga memiliki daerah dominan tempat tinggal masyarakat etnis Karo, yaitu daerah Padang Bulan, Pancur Batu dan sekitarnya.

  Secara geografis wilayah, suku Karo adalah suku yang mendiami Dataran Tinggi Karo, Sumatera Utara. Etnis Karo merupakan percampuran dari ras proto Melayu dengan ras Negroid (negrito) dan dalam kognisi folklor masyarakat Karo percampuran ras tersebut dikenal dengan istilah umang (Ginting, 2011:33).

2.5.2 Kehidupan Sosial-Budaya dan Ekonomi Etnik Karo di Kota Medan

  Masyarakat Karo berdasarkan etnis mereka membagi wilayah budayanya

  1. Karo Gugung, yaitu masyarakat Karo yang pada umumnya berada di wilayah pegunungan terutama mereka yang berada di kawasan Kabupaten Karo.

  2. Karo Jahe, yaitu masyarakat karo yang pada umumnya yang berada di kawasan Kabupaten Deli Serdang, Langkat dan Kota Medan.

  Sebenarnya istilah Karo Gugung dan Karo Jahe ini bukan menunjukkan suatu etnis tersendiri, melainkan menunjukkan perbedaan geografis antara dua kelompok masyarakat Karo itu dimana, masyarakat Karo Gugung tinggal di daerah dataran tinggi bukit barisan dan masyarakat Karo Jahe bermukim di dataran rendah. Secara adat istiadat dan budaya tidak ada perbedaan antara dua kelompok masyarakat Karo ini. Hanya saja masyarakat Karo Gugung dianggap lebih murni menerapkan kebudayaan Karo sedangkan Karo Jahe lebih banyak

  

  mengalami adaptasi dengan kebudayaan sekitarnya . Walaupun terjadi perbedaan dialek, komunikasi diantara dua kelompok masyarakat ini terjalin dengan baik.

  Bahasa dan dialek masyarakat Karo Gugung dianggap lebih lembut intonasinya dibandingkan bahasa Karo Jahe.

  Masyarakat Karo Gugung dibagi lagi menjadi beberapa kelompok kecil seperti Karo Julu, Karo Gerneh, Karo Singalorlau dan Karo Baluren. Pembagian ini sebenarnya hanya berdasarkan wilayah pemukiman saja, suku Karo memiliki sistem kemasyarakatan atau adat yang dikenal dengan nama merga silima, tutur

  siwaluh , dan rakut sitelu.

5 Bangun Teridah, 1986. Manusia Batak Karo, Jakarta : Idayu Press, Hal. 15

  laki-laki, sedangkan untuk perempuan yang disebut beru. Merga atau beru ini disandang di belakang nama seseorang, merga dalam masyarakat Karo terdiri dari lima kelompok, yang disebut dengan merga silima, yang berarti marga yang lima. Kelima marga tersebut adalah :

  1. Karo-karo

  2. Tarigan

  3. Ginting

  4. Sembiring

  5. Perangin-angin Kelima marga ini masih mempunyai submarga masing-masing, setiap orang Karo mempunyai salah satu dari marga tersebut, merga diperoleh secara otomatis dari ayah. Merga ayah juga marga anak, orang yang mempunyai merga atau beru yang sama dianggap bersaudara dalam arti mempunyai nenek moyang yang sama. Kalau laki-laki bermerga sama, maka mereka disebut ersenina, demikian juga antara perempuan dengan perempuan yang mempunyai beru sama maka mereka disebut juga ersenina. Namun antara seorang laki-laki dengan perempuan yang bermerga sama, mereka disebut erturang sehingga dilarang melakukan perkawinan, kecuali pada merga Sembiring dan Perangin-angin ada yang dapat menikah diantara mereka.

  Masyarakat Karo pada umumnya memiliki mata pencaharian sebagai petani, hal ini didukung oleh kondisi geografis wilayah Karo yang didominasi oleh wilayah pegunungan. Di Kota Medan, masyarakat Karo masih memiliki dari kesinambungan kebudayaan yang tidak terpisahkan oleh batas-batas wilayah secara geografis.

  Kondisi kehidupan sebagai petani yang dilakukan oleh masyarakat Karo juga dilakukan oleh masyarakat Karo di Kota Medan, pada umumnya mereka bertani, berladang dan berternak sesuai dengan kehidupan masyarakat Karo di daerah asal. Di Kota Medan sudah lazim diketahui bahwa masyarakat Karo memiliki kemampuan dan pengetahuan bertani yang mumpuni, hal ini dapat dilihat oleh beragam hasil alam, seperti sayuran dan buah-buahan yang dijual diparosan merupakan hasil alam dari wilayah Karo.

  Hasil sensus penduduk yang dilakukan pada tahun 2012 oleh pemerintahan Kota Medan didapatkan hasil bahwa masyarakat etnik Karo merupakan etnik dengan jumlah populasi sebanyak 87.129 Jiwa di Kota Medan, selengkapnya data sensus penduduk tersebut adalah :

  

Komposisi Masyarakat Kota Medan Berdasarkan Etnis

No Etnis/Suku Jumlah Penduduk

  9 Nias 13.159 Jiwa

  Sebagai etnik tempatan, etnis Karo memiliki beragam organisasi masyarakat yang disatukan dalam satu dasar yaitu suku Karo, seperti organisasi

  Selain diatur oleh tatanan Merga Silima, masyarakat etnis Karo juga terikat pada sistem kekerabatan yang disebut Rakut Sitelu atau ikatan yang tiga. Kedua hal tersebut, yakni Merga Silima dan Rakut Sitelu memiliki peran penting dalam proses keberlangsungan organisasi masyarakat Karo secara umum.

  Secara umum kehidupan organisasi masyarakat Karo diatur berdasarkan tatanan kehidupan bermasyarakat yang dikenal dengan sebutan Merga Silima, dimana Merga berarti sebagai marga (klan) dan Lima yang berarti sebagai jumlah lima marga, yaitu : Ginting, Karo-karo, Tarigan, Sembiring dan Perangin-angin.

  12 Lainnya 75.253 Jiwa Sumber : BPS Kota Medan Tahun 2012.

  11 Pakpak 6.509 Jiwa

  10 Simalungun 13.078 Jiwa

  8 Aceh 53.011 Jiwa

  1 Jawa 828.989 Jiwa

  7 Karo 87.129 Jiwa

  6 Melayu 125.557 Jiwa

  5 Minang 163.774 Jiwa

  4 Mandailing 178.308 Jiwa

  3 Cina/Tionghoa 202.839 Jiwa

  2 Toba 365.758 Jiwa

2.5.3 Organisasi Masyarakat Karo di Kota Medan

  Diantara organisasi masyarakat tersebut adalah : Permaska (Persatuan Masyarakat Karo), IMKA (Ikatan Mahasiswa Karo) dan lain sebagainya. Keberadaan organisasi masyarakat Karo di Kota Medan memiliki peran penting sebagai wadah yang menyatukan keberadaan masyarakat Karo di Kota Medan.

  Keberadaan etnik Karo beserta kelengkapan adat budaya di Kota Medan telah memberikan suatu komposisi yang menarik dalam hal komposisi etnik di Kota Medan secara umum, hal ini memberikan suatu pemahaman bahwa Kota Medan merupakan sebentuk kota yang dihuni oleh latar belakang etnis, agama dan hal lainnya yang mendukung suatu usaha kehidupan yang multikultural.

  Masyarakat Karo di Kota Medan secara sederhana juga dapat dikatakan sebagai masyarakat yang merupakan etnis tempatan, dari sisi sejarah pembentukan Kota Medan diyakini bahwa penemu dan pembentuk wilayah Medan menjadi kota seperti saat ini dilakukan oleh individu Karo bernama Guru Pattimpus. Selain itu keberadaan etnis Karo juga tidak terbatas sebagai bagian dari komposisi masyarakat Kota Medan melainkan juga memiliki peran secara sosio- kultural dengan pemahaman dan pengetahuan yang mereka miliki dalam hal ini contohnya, seperti pengetahuan akan pertanian, pengolahan hasil alam (buah- buahan dan sayuran) dan juga nilai ada budaya yang turut diserap dan diadaptasi dalam kehidupan masyarakat di Kota Medan secara luas.

Dokumen yang terkait

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Rumah Tangga 2.1.1 Definisi Limbah Rumah Tangga - Fitoremediasi Limbah Rumah Tangga oleh Tanaman Wlingen (Scirpus grossus), Kiapu (Pistia stratiotes), dan Teratai (Nymphea firecrest)

0 1 33

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang pesat khususnya di kota-kota - Fitoremediasi Limbah Rumah Tangga oleh Tanaman Wlingen (Scirpus grossus), Kiapu (Pistia stratiotes), dan Teratai (Nymphea firecrest)

0 0 8

Gambaran Pola Asuh Orang Tua Pada Remaja di Desa Lidah Tanah Kecamatan Perbaungan

0 0 44

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh - Gambaran Pola Asuh Orang Tua Pada Remaja di Desa Lidah Tanah Kecamatan Perbaungan

0 0 11

Perbaikan Rancangan Infant Incubator dengan Mengintegrasikan Metode Kano, Quality Function Deployment dan Value Engineering di RSU Kabanjahe

0 0 24

BAB II PEMBINAAN KARIR PEGAWAI NEGERI SIPIL DI INDONESIA A. Pengertian Pembinaan dan Konsep Pembinaan - Mekanisme Jabatan Struktural Dan Manajemen Pengembangan Karir Pegawai Dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara(Studi Pada Lingkungan Sekretariat Daer

0 0 7

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Mekanisme Jabatan Struktural Dan Manajemen Pengembangan Karir Pegawai Dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara(Studi Pada Lingkungan Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara)

0 1 19

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN - Analisis Kebutuhan Kapasitas Produksi Jangka Menengah (RCCP) Dalam Sistem Make To Order di PT. Growth Sumatera Industry

0 0 34

Analisis Kebutuhan Kapasitas Produksi Jangka Menengah (RCCP) Dalam Sistem Make To Order di PT. Growth Sumatera Industry

0 0 15

2. REVIEW OF RELATED LITERATURE 2.1 What’s Gerund - The Analysis Of Gerund Used In The Tempo Magazine

0 1 17