Simulasi Dan Analisis Kinerja Routing Protokol BGP Dan IS-IS Pada Jaringan Metro Ethernet Artikel Ilmiah

  

Simulasi Dan Analisis Kinerja Routing Protokol BGP

Dan IS-IS Pada Jaringan Metro Ethernet

Artikel Ilmiah

  

Peneliti:

  Arkadius Juan Ega (672013146) Wiwin Sulistyo, S.T, M.Kom

  

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

2017

1. Pendahuluan

  Ethernet merupakan salah satu teknologi yang banyak dikenal oleh

  masyarakat luas sebagai interface dalam menghubungkan beberapa perangkat komputer ataupun laptop, seperti di warnet-warnet, bahkan hampir di seluruh jaringan local di dunia. Selain itu, bandwidth yang ditawarkan oleh teknologi

  

ethernet ini juga dapat dengan mudah diperbesar. Hingga kini teknologi ethernet

  yang perangkatnya telah banyak beredar di pasaran telah mencapai bandwidth tertinggi sebesar 10Gbps [1]. Sejalan dengan perkembangan teknologi dan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan layanan komunikasi data akan menjadi permasalahan saat melakukan persediaan layanan baru berbasis data, karena jaringan yang ada sekarang hanya dioptimalkan untuk circuit switch dan tidak

  

scalable untuk trafik data. Oleh karena itu, berbagai riset dan pengembangan

  teknologi dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan suatu teknologi baru yang murah, mudah diimplementasikan, namun tidak harus menjadi repot dan mahal. Semua jenis komunikasi dapat dibawa dalam satu media pembawa, tidak peduli apakah itu suara, video, teks, grafik, data, dan lainnya (kebutuhan seperti ini sering disebut dengan istilah triple play) [2].

  Teknologi tersebut adalah teknologi jaringan metro ethernet, jaringan

  

metro ethernet , secara harfiah berarti jaringan komunikasi data yang berskala

  besar dengan menggunakan teknologi ethernet sebagai protokol transportasi datanya. Dalam implementasinya, jaringan metro ethernet ini akan menggunakan

  

switch multilayer yang cukup banyak untuk memforward packet data yang

  dikirim. Proses routing pada packet di jaringan akan menjadi masalah yang cukup besar bila terlalu lama dan tidak tepat dalam pemilihan jalurnya, sehingga dibutuhkan rekayasa atau perancangan yang dapat mengoptimalkan jaringan yang sudah ada.

  Dalam menganalisa unjuk kerja suatu jaringan, seringkali harus melibatkan banyak node atau sentral, sehingga dalam pelaksanaannya diperlukan protokol routing untuk menentukan jalur terpendek dalam suatu hubungan komunikasi, maka ada dua protokol routing yang dapat digunakan yaitu IS-IS dan BGP. Protokol routing BGP merupakan salah satu dinamis routing yang digunakan untuk menghubungkan jaringan dalam skala besar yang mana menggunakan autonomous system sebagai identitasnya. Sedangkan protokol IS-IS sama halnya dengan OSPF, dimana untuk membentuk network diperlukan linkstate database,

  IS-IS mengkomodasi kebutuhan protocol CLNP (Connectionless Network Protocol) dan IP, didalam IS-IS dibedakan menjadi beberapa area didalam satu area bisa terdiri dari beberapa level. Pemilihan kedua protokol ini juga didasarkan karena kedua protokol routing ini sering digunakan atau pun diimplementasikan pada beberapa router umumnya dan juga mendukung untuk jaringan dengan jumlah host yang sangat besar.

  Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini akan menghasilkan bagaimana routing BGP dan IS-IS dapat digunakan dan bekerja pada jaringan

  

metro ethernet. Kemudian untuk mengetahui hasil dari perbandingan routing

  tersebut, maka dilakukan simulasi dengan membandingkan kinerja antara routing BGP (Border Gate Protokol) dan IS-IS (Intermediate System to Intermediate System ).

2. Tinjauan Pustaka

  Penelitian yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini terdapat tiga penelitian. Penelitian pertama yang berjudul Analisis Kinerja Routing Border

  

Gateway Protokol Pada Jaringan Metropolitan Area Network oleh (Faisal

  Hasibuan, 2016) yang membahas kinerja routing BGP pada jaringan Metropolitan

  

Area Network (MAN) menggunakan IPv4 [3]. Adapun model jaringan MAN yang

  diteliti menggunakan empat jaringan dengan routing berbeda beda di setiap jaringan. Adapun jenis routing yang digunakan adalah routing static, BGP,

  

Routing Information Protokol dan Open Shortest Path First. Kinerja jaringan

  dievaluasi menggunakan aplikasi GNS3 dan aplikasi wireshark dengan parameter throughput , delay, dan packet loss.

  Penelitian kedua berjudul Simulasi dan Analisis Routing Jaringan Metro

  

ethernet dengan Algoritma Backtracking (Hudyani Sofia, 2010) menyimpulkan

  bahwa hasil dari simulasi penambahan user, penggunaan algoritma backtracking pada routing di jaringan metro ethernet mampu meningkatkan throughput sebesar 2%, menurunkan nilai packet loss sebesar 0,153%, menurunkan jitter sebesar 0,001625ms dan nilai routing overhead sebesar 44,9% dibandingkan dengan penggunaan algoritma linkstate [3]. Dan dalam pengiriman data, algoritma backtracking memberikan delay waktu yang lebih lama yaitu 1,53823ms dibandingkan algoritma linkstate dalam pencarian rule karena membutuhkan waktu lebih untuk pengecekan kondisi tiap node.

  Penelitian lain yang berjudul Simulasi Perbandingan Protokol Routing IS-

  IS Dan IS-IS Menggunakan GNS 3 (Ade Nurhayati, 2010) Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa routing protokol IS-IS memiliki waktu konvergensi yang lebih cepat dibandingkan IS-IS. Routing protokol IS-IS merupakan routing protokol terbaik pada hasil pengujian penelitian ini karena memiliki waktu routing yang lebih cepat dan nilai delay yang lebih kecil. Namun pada saat ini IS-IS lebih sering digunakan, karena konfigurasi IS-IS memiliki kesulitan yang lebih rumit dibandingkan dengan IS-IS sehingga ketika sedang mengkonfigurasi IS-IS harus dilakukan dengan sangat teliti [4].

  Metro ethernet merupakan jaringan Wide Area Network (WAN) yang

  meliputi area besar dengan protokol utamanya adalah ethernet. Teknologi yang berbasis IP ini adalah alternatif dari teknologi transport SDH berbasis Time

  

Division Multiplexing (TDM) yang mana interface ethernet jauh lebih murah

  dibandingkan dengan SDH/SONET untuk bandwidth yang sama. Sebagai jaringan WAN, metro ethernet dimiliki oleh para service provider yang menyewakan kepada suatu badan, berbeda dengan LAN ethernet yang dimiliki biasanya hanya oleh suatu organisasi [5]. Sebagai teknologi yang menjadi backbone area skala besar, metro ethernet dikembangkan dari ethernet yang semula hanya menyediakan koneksi di level LAN menjadi ethernet berkelas carrier yang mampu memberikan layanan di level WAN sehingga harus memenuhi syarat

  

reliable , scalable, service manageable, dan mendukung Quality of Services

(QoS).

  Pengembangan ethernet optik pada jaringan metropolitan dipromosikan oleh Metro ethernet Forum (MEF) yang didirikan pada bulan Mei tahun 2001 oleh beberapa perusahaan jaringan. Pada mulanya, Metro ethernet Forum didirikan untuk mengembangkan layanan bisnis ubiquitous yang diakses melalui jaringan metro optik untuk menghubungkan beberapa LAN kawasan perkantoran (Enterprise). Namun, dengan suksesnya jaringan metro ethernet dilihat dari penggunaan dan minat pada Gigabit Ethernet untuk jaringan metro, maka MEF memperluas ruang lingkup sasaran sehingga ethernet tidak hanya mencakup area core metro tetapi juga jaringan akses dan jaringan global [8]. MEF mengadopsi program sertifikasi yang terdiri atas sertifikasi layanan, sertifikasi manajemen trafik dan unjuk kerja layanan, serta sertifikasi Circuit Emulation Services Over

  

Ethernet . Sejak diluncurkannya program sertifikasi pada April 2005 hingga

  September 2009, dengan hampir 1300 pengujian yang dilakukan oleh laboratorium Iometrix Inc., MEF telah menyetujui sertifikasi lebih dari 500 sistem, 100 layanan, 78 supplier, dan 35 service provider.

  

Gambar 1 Teknologi LAN dan WAN [6]

Gambar 2 Arsitektur MEN [7]

  Titik T pada Gambar 2 yang disebut juga titik UNI, merupakan daerah perbatasan antara MEN dan jaringan pelanggan, sedangkan titik S merupakan titik yang berhubungan dengan wilayah perbatasan antar perangkat pelanggan. Jika tidak terdapat infrastruktur jaringan lain yang terhubung antar perangkat terminal pelanggan dengan perangkat MEN, maka titik S dan T berhubungan langsung [7].

  Pada saat ini, metro ethernet telah digunakan untuk melayani kebutuhan data broadband untuk corporate customer pada High Rise Building (HRB), Small

  

office Home office (SoHo), dan untuk operator selular sebagai mobile backhauling.

  Pemodelan layer pada jaringan metro ethernet terdiri atas 3 layer yaitu

  

Gambar 3 Pemodelan Metro ethernet Network [8]

1.

  Transport Service Layer (TRAN Layer)

  Transport service layer , yang juga disebut TRAN layer, mendukung

  hubungan antara elemen fungsional ETH Layer dalam hal service. Layer ini berfungsi untuk mengurusi konektivitas antar layer ETH.

  2. Ethernet Service Layer (ETH Layer) ETH Layer bertanggung jawab pada MAC ethernet yang diorientasikan pada layanan dan pengiriman frame ethernet service melalui interface internal dan eksternal. Ethernet layer juga bertanggung jawab pada semua aspek layanan yang berhubungan dengan mac/packet ethernet yang meliputi pengoperasian, administrasi, dan kemampuannya mendukung konektivitas service ethernet.

  3. Application Service Layer (APP Layer)

  Application service layer , yang juga disebut sebagai APP Layer, mendukung aplikasi yang ditransmisikan berdasarkan ethernet service melalui MEN. Ethernet service dapat memberikan aplikasi services yang bermacam-macam melalui layer ethernet service.

  Routing adalah sebuah proses untuk meneruskan paket-paket jaringan dari

  satu jaringan ke jaringan lainnya melalui sebuah internetwork. Routing juga dapat merujuk kepada sebuah metode penggabungan beberapa jaringan sehingga paket- paket data dapat hinggap dari satu jaringan ke jaringan selanjutnya. Untuk melakukan hal ini, digunakanlah sebuah perangkat jaringan yang disebut sebagai router. Router-router tersebut akan menerima paket-paket yang ditujukan ke jaringan di luar jaringan yang pertama, dan akan meneruskan paket yang ia terima kepada router lainnya hingga sampai kepada tujuannya.

  Pada dasarnya algoritma routing protocol dapat diklasifikasikan dalam dua jenis algoritma dasar, yaitu: Distance Vector dan Link State (Shotest Path First) Protokol routing yang umum digunakan pada jaringan TCP/IP saat ini adalah

  

Routing Information Protokol (RIP), Open Shortest Path First (OSPF), dan

Border Gateway Protocol (BGP). Protocol-protokol tersebut dimasukkan dalam

  kategori yang berbeda. RIP dan OSPF termasuk kategori Interior Gateway Protocol (IGP) sedangkan BGP termasuk kategori Exterior Gateway Protocol (EGP). IGP adalah protocol yang menangani routing jaringan internet pada sebuah autonomous system sementara EGP menangani routing antar autonomous system.

  Proses pengiriman frame pada ethernet didasarkan pada standar

  IEEE802.3 yang meliputi operasi halfduplex dan fullduplex. Halfduplex berarti MAC dapat mengirimkan dan menerima frame dengan tidak bersamaan, sedangkan untuk full duplex memungkinkan MAC dapat mengirim dan menerima frame secara bersamaan.

  Tabel 1 Frame Ethernet IEE802.3

Preamble SOF Destination Source Type Length FCS

Address Address

  

7 byte 1 byte 6 byte 6 byte 2 byte 46-1500 4 byte

byte SOF = Start-of-Frame Delimiter FCS = Frame Check Sequence

  Jumlah data yang dikirimkan dari satu port ke port yang lain semakin bertambah dan terus berubah. Standar ukuran frame maksimum adalah 1518byte (header18byte payload) tidak mencukupi untuk jumlah data yang besar. Terlalu banyak kebutuhan packet untuk dikirimkan menyebabkan overhead dan beban yang tinggi pada port yang berkomunikasi, hal ini disebabkan karena proses pemotongan dan pengumpulan kembali data ke dalam packet yang kecil, tambahan lagi packet dengan banyak gangguan pada sisi penerima akan menyebabkan bottleneck dalam transaksi jaringan.

  Throughput adalah total packet yang berhasil sampai disisi penerima

  dibagi dengan keseluruhan waktu transmisi. Throughput yang diukur adalah per user dari masing-masing jenis data yang dikirimkan.

  (1)

  loss adalah suatu parameter yang menunjukkan banyaknya packet

  Packet

  yang hilang. Hal ini dapat terjadi karena adanya tubrukan (collision) overload, trafik error yang terjadi pada media fisik, kegagalan pada sisi penerima seperti overflow yang terjadi pada buffer dan kemacetan (congestion) pada jaringan dalam satu kali pengamatan simulasi.

  (2) Delay diartikan sebagai jumlah selisih waktu pengiriman tiap packet data

  sampai packet data tersebut berhasil diterima dirata-rata terhadap total packet yang berhasil dikirimkan. Semakin kecil end-to-end delay semakin bagus performansi sebuah jaringan. Dan tergantung pada banyak faktor, termasuk bandwidth , dan antrian di tiap router.

  (3) Jitter adalah variasi delay yang diakibatkan oleh panjang antrian dalam

  suatu waktu pengolahan data dan reassemble packet-packet data di akhir pengiriman akibat kegagalan sebelumnya. Besarnya nilai jitter akan sangat dipengaruhi oleh variasi beban trafik dan besarnya tumbukan antar packet (congestion) yang ada dalam jaringan IP. Semakin besar beban trafik di dalam jaringan akan menyebabkan semakin besar pula peluang terjadinya congestion dengan demikian nilai jitter-nya akan semakin besar. Semakin besar nilai jitter akan mengakibatkan nilai QoS akan turun.

3. Metode Penelitian

  Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode pengembangan jaringan PPDIOO (Prepare, Plan, Design, Implement, Operate, Optimize). Metode ini digunakan untuk merancang suatu jaringan. Metode ini terdiri dari enam tahap yaitu Prepare, Plan, Design, Implement, Operate, dan Optimize yang dapat digambarkan seperti Gambar 4.

  Gambar 4 Metode PPDIOO [9]

  Tahap PPDIOO dimulai dengan prepare yang merupakan tahapan persiapan yang dibutuhkan. Pada tahap awal (prepare) ini, akan dilakukan pengumpulan data dan informasi, dimana dalam tahapan ini terdapat beberapa hal yang dilakukan yaitu melakukan studi pustaka dan membuat rencana kerja. Studi pustaka dilakukan dengan mencari jurnal - jurnal penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Selain mencari jurnal penelitian sebelumnya hal yang dilakukan dalam melakukan studi pustaka ini adalah melakukan studi lapangan untuk mengetahui permasalahan yang ada. Setelah melakukan studi pustaka selanjutnya membuat perencanaan kerja. Perencanaan kerja perlu dilakukan untuk memudahkan penelitian yang dilakukan.

  Tahapan berikutnya adalah Plan merupakan tahapan rencana yang diperlukan. Dalam tahap ini dilakukan perencaan untuk hardware dan software yang dibutuhkan. Software yang dibutuhkan dalam penelitian ini dengan menggunakan simulator Opnet Modeler 17.5 versi education dibawah sistem operasi Windows. OPNET (Optimation Network Tools) adalah salah satu software untuk network modeling yang sering digunakan dalam mendesain atau optimasi suatu jaringan. OPNET versi edukasi menyediakan fitur-fitur yang digunakan untuk kepentingan educational dan tidak berbayar, meskipun tidak selengkap fitur berbayar, namun sudah cukup untuk belajar mendesaign dan mengoptimasi suatu jaringan, entah itu jaringan telekomunikasi, maupun jaringan packet, wired dan

  . Selain itu kelebihan yang dimiliki oleh simulator ini dibanding yang

  wireless

  lainnya adalah user friendly, tidak membutuhkan coding dari sisi pengguna sehingga hanya memanfaatkan fitur/tools pada opnet tersebut.

  Terdapat dua skenario perancangan yang akan dilakukan dalam selang waktu pengamatan 10 menit, yaitu :

  1. Skenario Background Trafik Skenario ini digunakan untuk melihat kinerja dari routing BGP dan IS-IS dengan adanya penambahan Background trafik. Pengujian ini dilakukan dengan penambahan Background trafik di setiap kanal pada topologi jaringan yang dibangun pada kedua protokol routing. Ada pun jumlah user yang akan disimulasikan yaitu 63 user dengan tiga buah layanan yaitu: voice, video

  

conference dan data/Http. Dimana satu user menangani satu layanan, sehingga

akan ada 21 user disetiap layanan.

  2. Skenario Link Failure Scenario failure link ini dilakukan dengan memutuskan sebuah link pada detik ke 100 saat simulasi dilakukan. Link yang akan diputus yaitu Skenario F1 pemutusan link pada node (node 2

  • – node 9). Skenario F2 pemutusan pada link (node 11 – node 8), ini dilakukan karena sebagai salah satu dari gerbang untuk menuju router sebelah kanan pada topologi, sehingga diharapkan akan memberikan hanya satu jalur untuk pengiriman data yaitu beralih ke (node 6
  • – node 7). Skenario F3 (node

  13

  • – node 14). Skenario F4 (node 3 – node 8), pemilihan pemutusan link ini random khusus untuk router sebelah kanan. Skenario F5 pemutusan link pada (node 9 – node 10.

  Tahap selanjutnya adalah tahap Design, pada tahapan ini terdapat gambaran tentang topologi jaringan yang akan digunakan dalam implementasi sistem, arsitektur jaringan, dan flowchart mengenai cara kerja sistem. Pada Gambar 5 menunjukan peta dari kota Salatiga, dari peta tersebut akan dilakukan pemodelan jaringan metro ethernet yang di buat khusus untuk seluruh kantor dinas yang berada di kota Salatiga. Maka dari itu untuk memenuhi kebutuhan pada perancangan jaringan ini dilakukan sebuah perhitungan trafik untuk mengetahui kinerja jaringan dan mengetahui mutu layanan jaringan dalam memaksimalkan kualitas jaringan. Jaringan ini melibatkan sebanyak 12 kantor dinas yang tersebar di seluruh kota Salatiga termasuk di dalamnya ada rumah sakit. Dari seluruh kantor dinas tersebut dibuat sebuah konsep Point of Protocol (POP) yang bertujuan untuk memudahkan jaringan disetiap kantor dinas terhubung satu dinas dengan dinas lainya.

  

Gambar 5 Map kota Salatiga

Tabel 2 Letak OPD dan Vlan ID yang dipakai

NO OPD/Instansi Alamat

  

workstation yang ada di kantor Diskes, VLAN 11 untuk workstation yang ada di

  8 Kantor Dispora vdispora 101 192.168.101.0/24

  7 Kantor Disperkeb vdisperkeb 102 192.168.102.0/24

  6 Kantor Disperkan vdisperkan 21 192.168.21.0/24

  5 Kantor Disbudpar vdisbudpar 20 192.168.20.0/24

  4 Kantor Diskominfo vdiskominfo 40 192.168.40.0/24

  3 Kantor Disosket vdisosket 22 192.168.22.0/24

  2 Kantor Diskes vdiskes 10 192.168.10.0/24

  1 Kantor Dishub vdishub 12 192.168.12.0/24

  IP Address

  Tabel 3 Segmentasi Jaringan VLAN No Nama Segmen Nama VLAN

  kantor RSUD, VLAN 12 untuk workstation yang ada di kantor Dishub, VLAN 20 untuk workstation yang ada di kantor Disbudpar, VLAN 21 untuk workstation yang ada di kantor Disperkan, VLAN 22 untuk workstation yang ada di kantor Dinsos, VLAN 101 untuk workstation yang ada di kantor Dispora, VLAN 102 untuk workstation yang ada di kantor Disperkeb, VLAN 103 untuk workstation yang ada di Rudin wakil walikota, VLAN 104 untuk workstation yang ada di kantor Sekda, dan VLAN 105 untuk workstation yang ada di Rudin walikota.

  Pada Tabel 2 diatas adalah letak OPD dari kota Salatiga, jaringan usulan pada penelitian ini membagi jaringan menjadi 12 VLAN, yaitu VLAN 10 untuk

  

1 Dinas Perhubungan Jl. Magersari No.166, Tegalrejo

  

12 Rumah Sakit Umum Daerah Jl. Osamaliki No.19, Mangunsari

  11 Dinas Seketariat Daerah Jl. Letjend Sukowati No. 51

  

10 Rumah Dinas Wakil Walikota Jl. Imam Bonjol No.43, Sidorejo

  9 Rumah Dinas Walikota Jl. Diponegoro No.1, Sidorejo

  8 Dinas Pendidikan dan Olahraga Jl. Butuh No.1, Tingkir

  

7 Dinas Pertanian dan Perkebunan Jl. Hasanudin No.833 Mangunsari

  6 Dinas Pertanian dan Perikanan Jl. Menur No.27, Sidorejo Lor

  

5 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jl. Diponegoro No.35, Sidorejo

  

4 Dinas Komunikasi dan Informatika Jl. Sukowati No.51, Kalicacing

  3 Dinas Sosial Ketenagakerjaan Jl. Merak No.3, Mangunsari

  2 Kantor Dinas Kesehatan Jl. Hasanudin No. 110 A

VLAN ID

  9 Kantor Walikota vwalikota 105 192.168.105.0/24

  10 Kantor Wakil Walikota vwakil 103 192.168.103.0/24

  11 Kantor Sekda vsekda 104 192.168.104.0/24

  12 Kantor RSUD vrsud 11 192.168.11.0/24

  Lapisan distribusi data pada jaringan usulan VLAN dibagi menjadi dua layer saja, yaitu layer core/distribution dan layer access, mengingat skala jaringan komputer yang masuk dalam kategori small network (jumlah end device < 100). Lapisan core/distribution terdiri tiga unit router dan 12 unit manageable switch. Lapisan akses terdiri dari dua unit manageable switch dan satu unit access point yang berfungsi untuk mendistribusikan bandwidth ke setiap end device pada masing-masing VLAN. Segmentasi jaringan usulan VLAN dan alokasi alamat IP diperlihatkan oleh Tabel 3.

  Gambar 6 Topologi Jaringan ME pada saat simulasi

  Selanjutnya pemodelan dilakukan dengan mengambil dasar topologi jaringan di kota Salatiga dapat dilihat pada Gambar 6. Untuk setiap node switch yang digunakan pada setiap kantor dinas adalah node yang memiliki kemampuan untuk support dengan teknologi VLAN. Kantor dinas yang berada di kota Salatiga akan menerapkan teknologi metro ethernet dimana seluruh kantor dinas dihubungkan menjadi satu jaringan dengan menghubungkan setiap kantor dinas dengan kabel fiber optic dan membagi kantor dinas dalam beberapa cluster dan menempatkan beberapa kantor dinas sebagai POP (Point of Protocol) yang bertujuan supaya jarak antar kantor dinas yang terletak sangat jauh dapat terjangkau dan terhubung. Dengan penerapan teknologi metro ethernet tersebut membuat seluruh kantor dinas yang berada di kota Salatiga memiliki jaringan lokal mandiri dan dapat melakukan penyampaian data secara baik dan akurat.

  Selain itu workstation dalam VLAN yang sama memperoleh sambungan switched dan untuk berkomunikasi antar VLAN dengan jaringan yang berbeda harus membutuhkan routing yang bekerja pada OSI Layer 3 yaitu melalui perangkat khusus router, cara seperti ini sering disebut sebagai Router on Stick. Device router yang digunakan adalah router Cisco CS4500 router ini dipilih untuk simulasi, karena jumlah port yang digunakan pada router ini ada 6 port ethernet, menggunakan ethernet (802.3), mendukung IP, mendukung beberapa routing protokol misalnya BGP dan IS-IS. Dan terdapat 3 buah server yang digunakan sebagai server data, voice, dan video yang berfungsi untuk mengalirkan data dengan distribusi data konstan.

  Jaringan metro ethernet mempunyai karakteristik yaitu menghubungkan LAN yang terpisah jarak geografis. Simulasi mengikuti standar hubungan metro

ethernet untuk Point of Protocol yang menghubungkan dua buah UNI atau lebih.

  Kapasitas link (bandwidth) yang digunakan dalam proses simulasi ini sebesar 10 Gbps untuk link standar metro ethernet dan 100 Mbps untuk link ethernet.

  

Gambar 7 Flowchart Perancangan Penelitian

  Tahap berikutnya adalah tahap implementasi, tahap ini merupakan tahapan membangun sistem yang telah dirancang sebagai penyelesaian terhadap masalah yang ada. Pada Gambar 7 merupakan flowchart perancangan penelitian yang menggambarkan tahapan implementasi sistem. Setelah dilakukan perancangan sistem jaringan yaitu dengan mensimulasikan pemodelan pada jaringan metro

  

ethernet . Tahap pertama dalam implementasi ini adalah melakukan konfigurasi

application dan profile. Pada application config akan mendefinisikan jenis

  aplikasi beserta dengan deskripsi dari aplikasi yang dipergunakan dalam jaringan. Sedangkan pada profile config akan mengatur profil dari aplikasi yang sudah didefinisikan sebelumnya pada application config.

  Gambar 8 Konfigurasi Application Attributes

  Tahap selanjutnya yaitu operate, pada tahap ini dilakukan simulasi terhadap jaringan metro ethernet yang telah dibuat dan juga dilakukan analisa terhadap performa routing protokol yang berjalan. Analisa yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui hasil kinerja dari routing BGP dan IS-IS dan untuk mengetahui apakah sistem telah bekerja sesuai dengan landasan teori yang dibuat. Simulasi dan analisa dilakukan sesuai dengan skenario penelitian yang telah dibuat.

  Tahapan terakhir dalam penelitian ini adalah tahap optimize. Berdasarkan dari tahapan simulasi yang dilakukan, didapatkan beberapa hasil dari analisa mengenai simulasi jaringan yang telah dibuat. Berdasarkan analisa yang didapat maka akan dilakukan perbaikan terhadap sistem, sehingga sistem akan menjadi lebih baik dari sebelumnya.

4. Hasil dan Pembahasan

  Dari hasil ini akan dijelaskan mengenai simulasi dari protokol routing BGP dan IS-IS pada jaringan metro ethernet dengan menganalisa beberapa parameter QoS seperti throughput, packet loss, delay end to end, dan jitter. Besar jumlah Background trafik yang ditambahkan yaitu: 60%, 70%, 80%, dan 90% dari

  

bandwidth kanal. Sebelum melakukan pengiriman paket-paket data, router - router

  yang berada di dalam jaringan metro ethernet kota Salatiga akan melakukan pengiriman paket-paket data routing yang digunakan dalam melakukan pemilihan rute dari pengirim ke tujuan dalam hal ini mengirimkan paket-paket data routing. Sedangkan switch mem-broadcast paket-paket VLAN ke node sekitarnya (router dan switch) yang mendukung VLAN yang sesuai.

  

Tabel 3 hasil perbandingan untuk layanan voice

BGP

  IS-IS Band Jitter Through Packet Delay Jitter Through Packet Delay widht put Loss put Loss (sec) (bps) (%) (ms) (sec) (bps) (%) (ms)

  

60% 1,1679 4599,090 1,2319 50,252 1,1173 4675,8 2,3431 50,24683

70% 1,3490 4520,356 1,2381 50,308 1,4412 4670,1 2,3525 50,30970

80% 1,7133 4585,675 1,8124 50,405 1,7707 4637,9 2,8610 50,40642

90% 2,5515 4557,623 2,6844 50,667 2,6561 4620,5 3,3324 50,68000

  Dari Tabel 3 terlihat bahwa perbandingan delay untuk layanan voice pada

  

Background trafik 60% menghasilkan 50,252 ms, hingga Background trafik 90%

  yaitu 50,667 ms untuk routing BGP, sedangkan untuk routing IS-IS pada

  

Background trafik 60% menghasilkan 50,246 ms dan Background trafik 90%

delay yang dihasilkan yaitu 50,680 ms. Sedangkan jitter yang dihasilkan pada

Background trafik 60% yaitu 1,11 ms hingga mencapai Background trafik 90%

nilai jitter yang terbaca tidak terlalu besar yaitu 2,65 ms.

  Untuk jaringan metro ethernet, batas jitter yang ditoleransi untuk penyediaan layanan menurut Cisco Metro Ethernet QoS harus dibawah 30ms. Sementara untuk packet loss layanan voice dengan Background trafik 60% yaitu (1,2319% dan 2,3431%) cukup besar perbedaannnya jika diamati dari tabel tersebut, hingga mencapai Background trafik 90% packet loss yang terjadi semakin besar. Hal ini karena semakin padat packet dijaringan maka kemungkinan packet hilang/dibuang dijaringan semakin besar. Sementara hasil

  

throughput per user dengan Background trafik 60% yaitu (4599 bits/sec dan 4675

  bits/sec). Bertambahnya Background trafik mempengaruhi jumlah packet yang diterima, sejalan dengan jumlah packet yang loss. Karena semakin besar

  

Background trafik menyebabkan packet loss semakin tinggi sehingga jumlah

packet yang diterima akan semakin berkurang. Hal ini terbukti dengan

Background trafik 90% jika dibandingkan dengan Background trafik saat 60%

terjadi penurunan drastis jumlah packet yang diterima.

  

Tabel 4 hasil perbandingan untuk layanan video

BGP

  IS-IS Bandwidh Throughput Packet Delay Throughput Packet Delay t

  (bps) Loss (ms) (bps) Loss (ms) (%) (%)

60% 1608396,282 2,343 3,286142 2704417,487 2,701 3,2108377

70% 1464397,491 5,240 220,105 2526059,071 5,520 218,42914

80% 1099824,854 44,57 432,6811 1079106,899 50,45 421,94296

90% 284900,7229 72,81 1365,276 274906,9882 78,73 1379,9948

  Delay pada layanan video untuk Background trafik 60% masih cukup kecil

  pada routing IS-IS (3,2108377 ms) dan BGP (3,286142 ms). Tetapi akan menunujukkan kenaikan delay yang cukup tinggi saat Background trafik 70% hingga mencapai nilai 330 ms untuk BGP dan 338 ms untuk IS-IS, delay yang dapat ditoleransi menurut Cisco Metro Ethernet QoS setidaknya harus dibawah 150 ms. Menunjukkan bahwa delay pada layanan voice masih bisa ditoleransi karena masih berada dibawah standar yang ditetapkan. Sementara delay pada layanan video hanya bisa ditoleransi hingga Background trafik 60%, sementara untuk delay background trafik 70% - 90% sudah tidak dapat ditoleransi. Delay pada BGP dan IS-IS tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.

  Packet loss pada layanan video dengan Background trafik 60% yaitu

  (2,701% dan 2,343%) dan untuk Background trafik 70% terjadi peningkatan

  

packet loss yang cukup besar baik pada IS-IS dan BGP y naitu (6.35% dan 6.63%)

  begitupun dengan peningkatan background trafik hingga 90% menyebabkan

  

packet loss 89.8% pada IS-IS dan BGP 83.9%. Peningkatan packet loss yang

cukup besar tentu akan sangat mempengaruhi besarnya paket yang diterima.

  Karena semakin besar packet loss maka akan semakin kecil jumlah packet yang diterima (throughput). Hal ini menyebabkan besar packet loss yang bisa ditoleransi hanya pada background trafik 60%, menurut standar yang digunakan.

  throughput per user

  Sedangkan untuk layanan video dengan Background trafik 60% yaitu (2708396.282 bit/sec dan 2704417.487 bits/sec).

  

Tabel 5 hasil perbandingan throughput dan packet loss untuk layanan http

BGP

  IS-IS Bandwidht Throughput Packet Loss Throughput Packet Loss (bps) (%) (bps) (%)

  60% 753,8806741 39 778,89701

  35 70% 693,3711385 43 704,5251988

  41 80% 688,141864 45 702,6692552

  43 90% 683,2399122 51 691,672544

  48 Packet loss pada layanan http dengan Background trafik 60% yaitu 35%

  pada IS-IS dan 39% pada BGP. Packet loss pada http juga terus meningkat seiring dengan pertambahan Background trafik yaitu 48% dan 51% saat Background trafik 90%. Berbeda dengan layanan video dan voice, pada http jumlah packet loss yang besar terjadi pada routing BGP. Layanan http juga mengalami penurunan jumlah packet yang diterima, dengan Background trafik 60% yaitu (753.8806741 bits/sec dan 778.89701 bits/sec). Penurunan throughput sejalan dengan peningkatan packet loss yang terlihat pada Tabel 5 tetapi dalam hal ini IS-IS sedikit mengungguli BGP karena memperoleh jumlah throughput yang lebih besar dan juga jumlah packet loss yang lebih kecil. Dari ketiga layanan diatas diperoleh bahwa throughput akan semakin kecil jika packet loss yang diperoleh semakin besar dan Background trafik yang besar. Routing BGP lebih unggul dari

  IS-IS untuk layanan voice dan video dari segi jumlah throughput yang dihasilkan, sedangkan routing IS-IS unggul untuk layanan http.

1. Skenario Failure Link

  Pada skenario ini, disimulasikan dengan melakukan pemutusan link dibeberapa

  

node . Diantaranya, untuk F1, F2, F3, F4, F5. Pemutusan link dilakukan pada

  detik ke 100. Dengan jumlah user 63, dan Background trafik 60%. Ketika terjadi pemutusan link pada saat pengiriman data, protokol routing akan memeriksa semua link yang ada untuk membentuk table routing baru sehingga mencegah banyaknya packet yang hilang. Respon yang diberikan kepada semua node yaitu dengan adanya update table routing. Seberapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membentuk table routing baru akan mempengaruhi jumlah packet yang loss sehingga sangat berpengaruh terhadap throughput yang diperoleh user.

  Gambar 9 Perbandingan Packet loss voice Gambar 10 Perbandingan Packet loss video

  Gambar 11 Perbandingan Packet loss Http

  Pada Failure link pertama (F1) Dari hasil simulasi tiga layanan diatas didapatkan bahwa untuk protokol routing BGP dan IS-IS pada layanan voice (0.34% dan 0.34%), video (9.90294E-05% dan 0.00136%), Http (32% dan 24%). Ini menunjukkan packet loss terbesar terjadi pada layanan Http, dan BGP unggul dalam memberikan packet loss yang kecil pada voice dan video, sementara pada

  Http

  IS-IS lebih bagus. Pada Failure link kedua (F2) packet loss yang dihasilkan hampir sama dengan F1, yang berbeda hanya pada packet loss video yang menurun seiring dengan throughput yang meningkat. Begitupun dengan Failure

  

link F3 dan Failure link F4 tidak terlalu jauh berbeda. Pada link Failure 5 (F5)

  dimana pada link ini tidak mempunyai back up link lainnya untuk meneruskan

  

packet , maka menyebabkan packet loss yang besar untuk ketiga layanan. Packet

loss yang paling besar terjadi pada layanan voice hingga 90%. Ini menyebabkan

  jumlah throughput yang diperoleh akan sangat kecil. Jumlah throughput yang diperoleh tentu dipengaruhi oleh banyaknya jumlah packet loss. Semakin besar

  packet loss/dibuang maka packet yang diterima pun semakin kecil.

  Gambar 12 Perbandingan Throughput Voice Gambar 13 Perbandingan Throughput Video

  Gambar 14 Perbandingan Throughput Http

  Pada Gambar 12, 13, dan 14 merupakan grafik perbandingan hasil simulasi tiga layanan diatas bahwa untuk protokol routing IS-IS dan BGP pada layanan

  

voice F1, F2, F3, F4, cukup bagus, tetapi pada saat Failure ke 5 throughput yang

  dihasilkan sangat kecil. Hal ini disebabkan karena pada Failure link ke 5 tidak ada

  

link lain yang akan menjadi back-up link yang diputus, sehingga packet yang

  dikirim tidak akan sampai. Pada layanan video hampir sama dengan layanan

  

voice , hanya pada F1 dan F3 ada penurunan throughput pada routing BGP. Hal ini

  karena pada link yang diputus didekatnya terdapat client untuk layanan video sehingga tentu pemilihan jalur yang seharusnya dilalui diputus, sehingga harus mencari alternative jalur lainnya. Pada packet Http hampir sama dengan layanan voice , packet throughput yang kecil diperoleh saat Failure link ke 5.

  Pemutusan link ini dipengaruhi juga oleh berapa lama sebuah protokol

  

Routing menemukan jalur baru atau dengan kata lain mengupdate tabel

routing nya. Throughput yang diperoleh dari ketiga layanan menunjukkan bahwa

  dengan menggunakan BGP akan jauh lebih bagus dibanding dengan IS-IS. Hal ini disebabkan karena IS-IS membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengupdate tabel routing. Sehingga terjadi banyak packet loss yang tentu akan mengurangi jumlah throughput yang diperoleh.

  Tabel 6 Perbandingan konvergensi update routing table BGP dan IS-IS

Pemutusan Link Protokol BGP Protokol IS-IS

Failure 1 105 117 Failure

  2 105 105 Failure 3 105 127 Failure

  4 105 105 Failure 5 105 108

  Dari hasil yang didapatkan pada Tabel 6 protokol BGP lebih cepat mengupdate tabel routing dibandingkan dengan IS-IS. Hal ini karena IS-IS harus memberitahukan semua informasi yang baru ke semua router lalu meneruskan

  

packet data yang berjalan, berbeda dengan BGP yang hanya memberikan

informasi ke router yang mendapat dampak dari pemutusan link.

  5. Simpulan

  Dari hasil pemodelan, simulasi, dan pengambilan data, serta analisis pada jaringan metro ethernet menggunakan protokol routing BGP dan IS-IS, dapat disimpulkan beberapa hal yaitu : 1.

  Pada layanan voice, video, Http dengan jumlah user 63, dan parameter QoS (throughput, packet loss, delay, jitter) didapatkan hasil dengan background traffik pada ketiga layanan tersebut, diperoleh semakin besar background traffik pada jaringan akan mempengaruhi throughput, paket loss, delay maupun

  jitter . untuk layanan voice dengan menggunakan routing IS-IS diperoleh throughput (4675,8Kbps), paket loss (2,3431%), delay (50,24683ms), jitter

  (1,1173). Sedangkan dengan BGP diperoleh throughput (4599,09 Kbps), paket

  loss (1,2319%), delay (50,252 ms), jitter (2.87 ns). Jika dibandingkan maka

  didapatkan IS-IS untuk kualitas layanan voice unggul dalam throughput paket

  loss dan jitter. Sementara untuk layanan video dengan menggunakan IS-IS diperoleh throughput (2.708 Mbps), paket loss (2,701%) delay (3,210 ms).

  Dengan menggunakan BGP diperoleh throughput (1608 Mbps), paket loss (2,343%), delay(4.3 ms). Jika dibandingkan maka IS-IS lebih unggul pada layanan video dari segi throughput. untuk layanan Http dengan menggunakan

  IS-IS diperoleh throughput (753.88 bps), paket loss (39%). Dengan menggunakan BGP diperoleh throughput (778.897 bps), paket loss (35%). Jika dibandingkan maka untuk layanan http BGP lebih unggul baik dari segi throughput maupun paket loss.

  2. Dengan Link failure pada ketiga layanan tersebut, diperoleh untuk layanan

  voice dan video throughput IS-IS jauh lebih unggul dari BGP. Tetapi untuk

  layanan Http BGP lebih unggul. Paket loss paling besar dihasilkan oleh BGP baik pada layanan voice, video maupun Http. Secara keseluruhan perhitungan QoS rata-rata voice, video, dan data maka routing IS-IS lebih baik jika dibandingkan dengan routing BGP pada jaringan yang disimulasikan pada tugas akhir ini.

  6. Pustaka

  [1] Hudyani, Sofia N.H., 2010., Simulasi dan Analisis Routing Jaringan Metro ethernet dengan Algoritma Backtracking. Bandung: Telkom University. [2] Sugiarto, V. W., Sofia N. H., Asep Mulyana. 2011. Simulasi dan Analisis

  Manajemen Buffer pada Jaringan Metro Ethernet dengan Algoritma Threshold. Bandung: Telkom University. [3] Hasibuan Faisal. 2016. Analisis Kinerja Routing Border Gateway Protokol

  Pada Jaringan Metropolitan Area Network. Jakarta Barat: Universitas Mercu Buana. Vol. 8 No. 2. [4] Rijal Fadilah, Djumhadi, 2010. Konfigurasi Layanan Iptv Pada Metro

  Ethernet Access, Seminar Nasional Informatika 2010 (SEMNASIF 2010), ISBN: 1979-2328. [5] Sitorus Hosea., Sofia N.H., R. Rumani A. 2009. Analisis Perbandingan

  Qos MPLS Dan RPR Pada Jaringan Transport Metro Ethernet. Bandung: Telkom University.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Kinerja Sistem Informasi Manajemen Operasional Pelabuhan Menggunakan COBIT 5 pada PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero) Cabang Panjang, Lampung

0 6 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Audit Teknologi Informasi Pada Biro Penelitian, Publikasi dan Pengabdian Masyarakat Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Menggunakan Framework COBIT 5 Sub Domain APO04

1 3 19

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pemetaan Jaringan Telekomunikasi Base Transceiver Station (BTS) Berbasis Andorid di Kota Salatiga

0 0 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Data Mahasiswa Menggunakan Algoritma K-Means Clustering sebagai Dasar Pelaksanaan Promosi: Studi Kasus Biro Promosi FTI UKSW

0 0 25

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Integrasi Intrusion Detection System Snort dengan Firewall Mikrotik sebagai Sistem Keamanan Jaringan

1 1 20

Perancangan Sistem Informasi Pemasaran Online Dengan Framework Codeigniter Pada Toko Adhi Collection Di Kota Solo Jurnal

1 3 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Hubungan Kehadiran terhadap Tingkat Prestasi Mahasiswa Menggunakan Metode Regresi dan Korelasi: Studi Kasus Kelas Praktikum ALM FTI UKSW

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Pengaruh Penempatan Perangkat Wi-Fi terhadap Persentase Konektifitas Jaringan Indoor dengan Metode RSSI ( Receive Signal Strength Indicator): Studi Kasus FTI UKSW

0 1 25

52 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 4.1 Deskripsi Hasil Penelitian Dan Pengembangan 4.1.1 Hasil Analisis Kebutuhan

0 0 16

Perancangan Dan Implementasi Informasi Inventori Dengan Metode FIFO Berbasis Web Dengan Framework CodeIgniter ARTIKEL ILMIAH

0 3 23