BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT JAWA DI KELURAHAN JATI MAKMUR KECAMATAN BINJAI UTARA KOTA BINJAI 2.1 Identifikasi Masyarakat Jawa - Studi Deskriptif Ketoprak Dor oleh Sanggar Langen Setio Budi Lestari pada Upacara Adat Perkawinan Jawa di Kelurahan Jati Ma

BAB II
GAMBARAN UMUM MASYARAKAT JAWA DI KELURAHAN JATI
MAKMUR KECAMATAN BINJAI UTARA KOTA BINJAI

2.1 Identifikasi Masyarakat Jawa
Daerah asal suku Jawa adalah pulau Jawa (terutama Jawa Tengah dan Jawa
Timur). Pulau Jawa terletak di bagian selatan dari Kepulauan Indonesia. Suku Jawa
hanya mendiami bagian tengah dan bagian timur dari pulau Jawa, sementara bagian
baratnya didiami oleh suku Sunda. Pulau Jawa yang luasnya 7% dari seluruh wilayah
Indonesia dan dihuni oleh hampir 60% dari seluruh penduduk Indonesia adalah daerah
asal kebudayaan Jawa (Koentjaraningrat, 1984:3-5). Namun pada masa sekarang ini,
orang-orang Jawa menetap diberbagai kawasan di seluruh pulau di Indonesia, bahkan
sampai ke Malaysia. Begitu juga penyebarannya sampai ke Afrika Selatan, Suriname,
dan Madagaskar.
Kepadatan penduduk yang tinggi dipulau Jawa menyebabkan banyaknya
penduduk pulau ini dibawa dan dipaksa bekerja sebagai budak ke daerah jajahan
Belanda di Suriname pada sekitar abad ke-18. Kemudian pada abad ke-19, banyak
suku Jawa di kirim dan di paksa bekerja pada perkebunan-perkebunan di Kaledonia
Baru

(Perancis)


dan

pada

perkebunan-perkebunan

di

Sumatera

Utara

(Koentjaraningrat, 1985: 5-10). Di Indonesia sendiri selain di Pulau Jawa, suku Jawa
ini tersebar ke berbagai kawasan, dengan tujuan meningkatkan taraf hidup melalui
transmigrasi yang dilakukan sejak zaman Belanda sampai sekarang.

Di antara

kawasan-kawasan yang menjadi tempat tinggal baru suku Jawa adalah Provinsi

Sumatera Selatan, Provinsi Bangka Belitung, Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi
Kalimantan Timur, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Papua Barat, Provinsi Riau,

17
Universitas Sumatera Utara

Provinsi Sumatera Utara, dan diberbagai daerah lainnya. Di antara provinsi, jumlah
yang paling menonjol suku Jawa nya adalah provinsi Sumatera Utara.
Kebudayaan Jawa semula berpusat di Surakarta, tetapi dengan adanya
perjanjian Giyanti 1755, antara raja Surakarta dan Yogyakarta, pusat kebudayaan
Jawa juga terdapat di Yogyakarta. Di berbagai daerah tempat kediaman orang Jawa
terdapat variasi dan perbedaan-perbedaan yang bersifat lokal dalam beberapa unsur
kebudayaan, seperti perbedaan mengenai berbagai istilah teknis, dialek, bahasa, dan
lain sebagainya. Namun jika di teliti lebih jauh hal-hal itu masih merupakan suatu
pola atau sistem dalam kebudayaan Jawa.
Agama yang di anut mayoritas suku Jawa pada umunya adalah agama Islam,
kemudian agam Kristen Katolik, Protestan, Hindu, dan Buddha. Orang Santri adalah
mereka yang secara patuh dan teratur menjalankan ajaran-ajaran Islam. Sedangkan
orang Islam Kejawen biasanya tidak menjalankan shalat, puasa, dan tidak bercita-cita
naik Haji, tetapi mereka mengakui ajaran-ajaran agama Islam pada umumnya.

Kedatangan suku Jawa di Sumatera Utara seperti yang sudah di jelaskan di
atas bermula dari pengiriman suku Jawa yang dipaksa bekerja sebagai budak pada
perkebunan-perkebunan di Sumatera Utara di sebabkan karena pada waktu itu
perkebunan-perkebunan yang di kelola oleh bangsa asing kekurangan tenaga kerja
(Said, 1990:49). Berdasarkan pengiriman inilah awal kedatangan suku Jawa di tanah
Sumatera Utara.
Kemudian seiring perkembangan jaman seperti sekarang ini masyarakat Jawa
di Sumatera Utara khususnya di Binjai kecamatan Binjai Utara mulai berkembang
baik itu dalam segi perekonomian, ilmu pengetahuan, dan teknologinya.

18
Universitas Sumatera Utara

2.2 Letak Geografis dan Wilayah Kelurahan Jati Makmur Kecamatan Binjai
Utara Kota Binjai
Kecamatan Binjai Utara secara geografis terletak pada posisi utara dari kota
binjai. Luas wilayah Kecamatan Binjai Utara sebesar 23.59 km2 atau 26,14 persen
dari total luas kota binjai. Di lihat dari topografinya, Kecamatan Binjai Utara terletak
± 30 m di atas permukaan laut. Terletak antara Lintang Utara : 3 31’ 40’’ ̶ 3 40’ 2’’
dan Bujur Timur : 98 27’ 3’’ ̶ 98 32’ 32’’. Dan berdasarkan penggunaanya, maka

luas wilayah untuk tanah di bagi menjadi sebagai berikut :
1. Pertanian Sawah : 1.134,9 Ha
2. Perkebunan : 624,91 Ha
3. Fasilitas umum dan lain-lain : 599,19 Ha
Gambar : 2.2.1
Luas Wilayah Kecamatan Binjai Utara

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Binjai Dalam Angka 2014
Kecamatan Binjai Utara, terdiri atas 9 kelurahan dan 64 lingkungan, terletak di
sebelah Utara Kota Binjai yang berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang,
Kecamatan Binjai Kota, Kecamatan Binjai Barat dan Kecamatan Binjai Timur.

19
Universitas Sumatera Utara

Wilayah-wilayah yang berdekatan yang berbatasan langsung dengan
Kecamatan Binjai Utara adalah :
Sebelah Utara

: Kab. Deli Serdang dan Kab. Langkat


Sebelah Selatan

: Kecamatan Binjai Kota dan Binjai Timur

Sebelah Barat

: Kecamatan Binjai Barat

Sebelah Timur

: Kecamatan Binjai Timur dan Kab. Deli Serdang
Gambar : 2.2.2
Peta Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai

Sumber : Kantor Camat Binjai Utara Kota Binjai

20
Universitas Sumatera Utara


Camat Kecamatan Binjai Utara di pimpin oleh Asri Darmawansyah
Daluminthe,AP.
Kecamatan Binjai Utara juga membawahi 9 Kelurahan yaitu :
Tabel : 2.1
Daftar Nama lurah di Kecamatan Binjai Utara:
No

Kelurahan

Pejabat

1

Kel. Cengkeh Turi

Margono

2

Kel. Damai


Nepi Yanti, A. Md

3

Kel. Jati Karya

Drs. Wakidi

4

Kel. Nangka

Khairil Naini Harahap

5

Kel. Kebun Lada

Erwin Sahputra Harahap,

S.Sos

6

Kel. Jati Makmur

Wira Juwita, SSTP

7

Kel. Jati Negara

Roslina Khairani

8

Kel. Pahlawan

Adri Rivanto, SSTP


9

Kel. Jati Utomo

Sudiono Wage

Sumber : kantor Kecamatan Binjai Utara

2.3 Mata Pencaharian
Orang Jawa meskipun pada umumnya di ketahui sebagai penghuni daerah
agraris, mereka sejak zaman dahulu melakukan perpindahan dalam berbagai bentuk
seperti perdagangan, migrasi secara spontan, dan sebagainya. Sebagai pedagang,
umpamanya, mereka terkenal bergerak antar pulau-pulau di Nusantara, terutama
membawa beras dan tekstil (Sartono Kartodirjo, 1988:10). Seiring perkembangan
zaman, kehidupan ekonomi masayarkat Jawa yang ada di Sumatera Utara mengalami

21
Universitas Sumatera Utara

perkembangan pesat. Kini orang Jawa di Kota Binjai, khususnya di Kecamatan Binjai

Utara banyak yang telah menggeluti berbagai bidang-bidang pekerjaan lainnya seperti
pegawai negeri sipil (PNS), wiraswasta, mekanik, buruh, seniman, tentara dan polisi,
dan lain-lain sebagainya.
Kampung Jawa di sana-sini di bangun sejak zaman dahulu, seperti di daerah
Deli terdapat permukiman orang Jawa kira-kira 500 orang yang disebut kota Jawa
(Luckman Sinar, 1985:6), dan daerah Asahan sekitar Pasir Putih di katakan sebagai
pemukiman orang Jawa beberapa abad sebleum kunjungan John Anderson (John
Anderson, 1971:136). Di Semanjung Malaya juga terdapat sejumlah migrant orang
Jawa yang kini sudah turun temurun dan menetap di situ.
Tabel 2.2
Komposisi Mata Pencaharian di Kecamatan Binjai Utara
No

Pekerjaan

Jumlah

1

PNS


3,439 Org

2

TNI

395 Org

3

POLRI

197 Org

4

PETANI

2,830 Org

5

PEDAGANG

3,043 Org

6

SUPIR

811 Org

7

BAWA BECAK

567 Org

8

PENGUSAHA

612 Org

9

NELAYAN

-

10

PEKERJA

2,809 Org

BANGUNAN
11

PENAMBANG

15 Org
22
Universitas Sumatera Utara

12

ANYAMAN

210 Org

13

SENIMAN

50 Org

Sumber: Kantor Kecamatan Binjai Utara

Berdasarkan data Kantor Lurah se Kecamatan Binjai Utara tahun 2013 di atas
dapat disimpulkan bahwa mata pencaharian penduduk Kecamatan Binjai Utara
kebanyakan adalah pegawai negeri sipil(PNS), petani dan wiraswasta. Dan untuk
beberapa pemain ketoprak dor ternyata selain berkesenian untuk ketoprak dor mata
pencaharian utamanya ada yang tukang becak, dan petani. Sebab bagi mereka
berkesenian di ketoprak dor hanya sebagai sampingan saja. untuk kategori seniman
dari beberapa orang ada yang tukang ukir, pelukis dan sebagainya.

2.4 Sistem Religi dan Kepercayaan
2.4.1 Agama
Mayoritas penduduk Kecamatan Binjai Utara memeluk agama Islam, yaitu
(89,95persen),dari jumlah keseluruhan dari se-kecamatan.

Sisanya sebanyak

(7,16persen) memeluk agama Kristen, agama Budha sebanyak (2,18 persen),
pemeluk agama Khatolik sebanyak (0,63 persen), dan pemeluk agama Hindu
sebanyak (0,07persen) dan sisanya memeluk agama Khong Hu Chu (0,01 persen).
Dari uraian di atas dapat di ketahui bahwa keberadaan agama Islam sangatlah
besar, sehingga potensi masyarakat suku Jawa dapat di ketahui 50% keberadaannya di
Kecamatan Binjai Utara.

23
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.4.1.1 :
Jumlah Penduduk Kecamatan Binjai Utara Menurut Agama Tahun 2013(%).

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Binjai Dalam Angka 2014

Umumnya masyarakat Jawa yang akan melakukan hajatan, sebelumnya
mereka harus menentukan kapan hajatan itu akan dilaksanakan. Untuk melakukan
hajat terlebih dahulu mereka harus menentukan hari baik, hal ini dilakukan untuk
menghindari naas yaitu hari yang di anggap tidak baik atau pantang. Jika hajat di
lakukan bertepatan dengan geblak yaitu saat meniggalnya salah seorang keluarganya,
maka hari tersebut harus segera di hindari agar tidak ada kejadian buruk yang akan
menimpa mereka.
Berdasarkan tingkat kemurnian dan ketaatan pelaksanaanya ajarannya,
masyarakat Jawa membedakan pemeluk agama menjadi dua kelompok, yaitu: (1)
Wong Putihan, yaitu orang putih yang dimaksud adalah orang-orang Jawa yang Taat
menjalankan ibadah dengan ajaran Islam; (2) Wong Lorek, yaitu orang yang badannya
belang-belang hitam dan putih, maksudnya adalah orang yang meyakini terhadap
ajaran agama Islam tetapi tidak menjalankan ritual peribadatannya terutama shalat,
namun mencampurkan unsur-unsur di luar Islam.

24
Universitas Sumatera Utara

Faktor utama yang menjadi pembeda antara Wong Putihan dan Wong Lorek
adalah ketaatannya menjalankan ajaran agama Islam yaitu berupa shalat, puasa, zakat,
dan naik haji bagi yang mampu. Seseorang yang menjalankan shalat lima waktu
dengan rajin di golongkan ke dalam kelompok Wong Putihan meskipun praktek
kehidupan keagamanaanya mencampur dengan unsur-unsur di luar Islam. Sedangkan
Wong Lorek di berikan kepada orang yang mengaku Islam tetapi tidak mau
menjalankan ritual secara Islam terutama shalat (Nursilah, 2001:51).

2.5 Upacara-upacara Tradisional dalam Lingkaran Suku Jawa
Suku Jawa yang terdapat di kota Binjai, khususnya di Kecamatan Binjai Utara
yang mempunyai golongan ekonomi menengah ke atas, sebagian besar masih
melaksanakan berbagai upacara yang terdapat dalam adat-istiadat kebuadayaan
mereka. Upacara-upacara yang masih di laksanakan pada dasarnya hanya besifat
simbolis, artinya upacara-upacara itu hanya menggambarkan suatu tujuan luhur yang
diharapakan oleh pelakunya.

Adapaun upacara-upacara itu adalah seperti yang

disebut dibawah ini, yang mana penjelasannya dari setiap upacara penulis dapatkan
dari berbagai sumber. Sebagai orang Jawa, sebahagian upacara ini pernah penulis
saksikan.
2.5.1 Upacara Kehamilan dan Kelahiran
Upacara pada saat kehamilan ada 2 tahapan, yaitu pada saat kandungan
berusia tujuh bulan (upacara tingkepan). Kemudian diteruskan pada saat kandungan
berusia sembilan bulan (slametan mumuli sedherek).
Upacara tingkeban disebut juga mitoni berasal dari kata pitu yang artinya tujuh
(Bratawidjaja, 1993:21). Upacara tingkeban ini di laksanakan apabila usia kehamilan
seseorang berusia tujuh bulan dan merupakan kehamilan yang pertama kali. Upacara

25
Universitas Sumatera Utara

tingkeban mempunyai makna bahwa pendidikan bukan saja di berikan setelah dewasa,
akan tetapi semenjak benih tertanam di dalam rahim seseorang anak perlu di beri
pendidikan (Bratawidjaja, 1993:21).
Upacara tingkeban ini hanya sebagai pengharapan saja, dan belum merupakan
suatu kepastian. Tujuan dari pelaksanaan upacara tingkeban adalah untuk merayakan
kandungan yang berusia tujuh bulan, memberitahukan tentang bakal adanya suatu
peristiwa kelahiran, mencerminkan perasaan cemas dalam hal menghadapi kelahiran,
serta mengharapakan bayi yang akan lahir dapat dengan mudah dan selamat.
Upacara melahirkan di lakukan setelah jabang bayi sudah lahir, ari-ari
(plasenta) bayi di bersihkan oleh ayahnya. Menurut kepercayaan suku Jawa, ari-ari
di anggap sebagai saudara kembar dari bayi yang menemani bayi selama dalam
kandungan ibunya, sejak janin terbentuk hingga saat dilahirkan (Wardoyo, n.d.:6).
Koentjaraningrat (1984:353) menyebutkan bahwa setelah tali pusat lepas,
maka bagi masyarakat suku Jawa mengadakan upacara pupur puser. Upacara pupur
puser ini di laksanakan pada malam hari setelah tali pusat lepas. Yaitu apabila tali
pusat telah lepas, selanjutnya di bersihkan dan di jemur hingga kering. Setelah itu di
simpan oleh ibu bayi. Sebagian masyarakat suku Jawa yang berada di lingkungan
orang Jawa masih melaksanakan adat dalam melakukan upacara kelahiran tersebut
yang prosesinya di lakukan dengan cara menggendong tali pusat oleh ayah sang bayi
yang telah di letakkan di dalam wadah mangkuk atau piring yang telah di tutup yang
kemudian di kubur di sekitar depan pintu atau samping pintu rumah bagian depan,
yang kemudian setelah di kubur di beri pagar dari bambu-bambu. Pada setiap malam,
kuburan tali pusat tersebut di pasangi lampu teplok selama lebih kurang 30 hari.

26
Universitas Sumatera Utara

2.5.2 Upacara Perkawinan
Upacara perkawinan merupakan tahapan penting dan sakral dalam kehidupan
seseorang.

Dalam tradisi budaya Jawa, perkawinan selalu di warnai dengan

serangkaian upacara yang mengandung nilai-nilai luhur, yang mengajarkan perlunya
keseimbangan, keselarasan serta interaksi dengan alam, sosial dan sang Pencipta alam
semesta.
Sebelum pernihakan dimulai, banyak ritual dan upacara yang harus dilakukan.
Mulai dari sebelum di laksanakan akad nikah hingga resepsi pernikahan usai. Begitu
banyak hal-hal yang harus di lengkapi, tata cara yang harus di ikuti sesuai urutannya,
pakaian yang harus di persiapkan, dan lain sebagainya.
Untuk mencapai itu semua, penggambaran secara singkat upacara perkawinan
pada suku Jawa maka di perlukan serangkaian upacara adat, yang di mulai dengan: (1)
lamaran yaitu mengajukan permohonan memperistri seorang anak perempuan untuk
seorang anak laki-laki, (2) srah-srahan yaitu menyerahkan barang-barang kepada
pihak perempuan sebagai tanda ikatan resmi (peningset), (3) pasang tratak yaitu
mendirikan tenda untuk kepentingan upacara perkawinan. (4) siraman yaitu
memandikan kedua calon pengantin dengan air bunga setaman5. agar suci lahir dan
bathin, (5) ngerik dan dodolan dawet yaitu menghilangkan bulu-bulu halus yang ada
di kening pengantin perempuan untuk memudahkan merias wajah dan menjual es
cendol (dawet) khas Suku Jawa yang di lakukan oleh kedua orang tua mempelai calon
pengantin perempuan dengan maksud agar pesta perkawinan yang akan di laksanakan
dapat di hadiri oleh orang banyak, (6) midodareni yaitu secara simbolis malam
menunggu kedatangan Dewi Nawang Wulan untuk merestui perkawinan tersebut, (7)
5

Bunga setaman atau kembang setaman adalah ramuan wewangian yang biasanya terdiri dari
tujuh macam bunga dan dedaunan, seperti bunga mawar, melati, pandan, jeruk nipis, dan lain- lain.
Ketujuh bunga ini dalam kebudayaan masyarakat Jawa biasanya berkaitan dengan dunia supernatural
yang memang dipercayai masyarakatnya.

27
Universitas Sumatera Utara

langkahan yaitu pengantin perempuan meminta izin kepada kakak/abang yang belum
menikah karena pengantin perempuan akan menikah terlebih dahulu, (8) ijab Kabul
yaitu suatu acara yang mensahkan seorang pria dengan seorang perempuan sebagai
suami-istri. (9) panggih yaitu suatu upacara pertemuan pengantin perempuan dengan
pengantin pria melalui serangkaian ritual ataupun prosesi yang di saksikan oleh
seluruh keluarga dan para undangan, (10) kirab pengantin yaitu membawa kedua
pengantin atau arak-arakan menuju ruang ganti pakaian, (11) ngunduh mantu yaitu
membawa pengantin perempuan ketempat kediaman pengantin pria (Harpi,1988:138).
2.5.3 Upacara Selametan
Selamatan atau selametan adalah sebuah tradisi ritual yang di lakukan oleh
masyarakat Jawa dengan tujuan untuk memperoleh keselamatan bagi orang yang
bersangkutan. Clifford Geertz (1969: 126) antara lain menulis tentang selamatan
sebagai upacara kecil di dalam sistem religius Jawa. Acara ini biasanya di hadiri oleh
para tetua desa, tetangga dekat, sanak saudara, dan keluarga inti. Setelah selametan
selesai, tetamu biasanya akan di bawakan aneka penganan basah (nasi, lauk pauk, dan
tambahan snack atau kue-kue) atau makanan kering (mi instan, kecap, minyak goreng,
saus tomat, saus sambal) yang di nama-kan besekan atau berkat.
Upacara selamatan merupakan salah satu tradisi yang di anggap dapat
menjauhkan diri dari mala petaka. Selametan adalah konsep universal, di mana di
setiap tempat pasti ada dengan nama yang berbeda. Hal ini karena kesadaran akan
diri yang lemah di hadapan kekuatan-kekuatan di luar diri manusia. Secara tradisional
acara selamatan di mulai dengan doa bersama, dengan duduk bersila di atas tikar,
melingkari nasi tumpeng dengan lauk pauk dan sesaji ( kalau ada). Sesaji yang di
adakan untuk mengiringi upacara selamatan tersebut, maksud dan tujuannya adalah
seperti doa. Intinya adalah bersyukur kepada Allah Swt(Tuhan) dan semoga dengan

28
Universitas Sumatera Utara

berkah-Nya, segala tugas akan di laksanakan dengan selamat, baik, benar, dan
membawa kesejahteraan dan kemajuan yang lebih baik. Nasi tumpeng komplit
sebenarnya mempunyai makna sebagai doa dan sesaji.
Praktik upacara selametan sebagaimana yang di ungkapkan oleh Hildred
Geertz pada umumnya di anut oleh kaum Islam Abangan, sedangkan bagi kaum Islam
Putihan (santri), praktik selametan tersebut tidak sepenuhnya dapat di terima, kecuali
dengan membuang unsur-unsur syirik yang menyolok seperti sebutan dewa-dewa dan
roh-roh. Karena itu, bagi kaum santri, selametan adalah upacara doa bersama dengan
seorang pemimpin atau modin (pemimpin agama) yang kemudian di teruskan dengan
makan-makan bersama sekadarnya dengan tujuan untuk mendapatkan keselamatan
dan perlindungan dari Allah Yang Maha Kuasa.

2.6 Sistem Kekerabatan
Sebelum penulis menguraikan tentang sistem kekerabatan pada masyarakat
Jawa secara umum, terlebih dahulu akan penulis kemukakan defenisi masyarakat
menurut Koentjaraningrat (1977:103) yang mengatakan bahwa masayarakat adalah
kesatuan hidup manusia yang terikat oleh suatu sistem adat-istiadat tertentu.
Orang-orang Jawa memiliki sistem kekerabatan, yang disebut bebrayat.
Menurut Bapak Subanindyo Hadiluwih, seorang tokoh masyarakat Jawa di Sumatera
Utara, bebrayat berasal dari kata brayat berarti sistem berkeluarga dalam arti luas,
yaitu keluarga inti, batih, atau keluarga budaya. Sistem kekerabatan ini di landasi oleh
sikap gotong royong, dengan konsep sepi ing pamrih, rame ing gawe, artinya tidak
mengharapkan balasan pamrih, dan mengutamakan kerja bersama-sama.

Dengan

menggunakan sistem ini, mereka meyakini bahwa semua manusia adalah keluarga,
namun dalam penjabaran tanggung jawab selalu di konsepkan dengan paseduluran:

29
Universitas Sumatera Utara

sedulur tunggal kringkel merupakan saudara lahir daripada ibu dan ayah yang sama;
sedulur kuwalon yaitu saudara lain ayah tetapi ibunya sama, atau sebaliknya saudara
lain ibu namun ayahnya sama, dan saudara tiri; sedulur misanan merupakan saudara
satu nenek atau satu kakek, yang mencakup kandung atau tiri; sedulur mindoan adalah
saudara satu buyut (orang atau kakek atau nenek) berlaku baik untuk saudara kandung
atau tiri; sedulur mentelu yaitu saudara canggah (buyutnya ayah dan ibu) baik saudara
kandung atau tiri; bala yaitu menurut anggapan mereka masih saudara, namun dari
silsilah sudah tidak terlacak kedudukannya, dan di sebabkan oleh interaksi mereka,
karena kebutuhan yang erat, misalnya pekerjaan yang sama, sering berkomunikasi,
dan sejenisnya; tangga yang konsepnya tidak terbatas pada letak rumah yang
berdekatan saja, tetapi dalam kepentingan tertentu mereka saling membutuhkan.
Orang-orang Jawa yang ada di Sumatera Utara sekarang, secara umum
mengalami

transformasi-transformasi

budaya.

Di

satu

sisi

mereka

ingin

mempertahankan budaya leluhurnya yang berasal daripada pulau Jawa, di sisi lain
mereka juga harus berinteraksi dengan berbagai etnik setempat dan pendatang lainnya
di Sumatera Utara yang pesat perkembangan ekonominya. Orang-orang Jawa ini
mata pencaharian utamanya adalah bertani dengan menggarap lahan untuk
perkebunan kelapa sawit, getah karet, dan kopra.
Sistem kekerabatan masyarakat Jawa berdasarkan prinsip keturunan bilateral.
Semua kakak laki-laki serta kakak perempuan ayah dan ibu, beserta istri dan suami
mereka masing-masing di klarifikasikan menjadi satu, yaitu dengan istilah siwa atau
uwa. Sedangkan adik-adik dari ayah atau ibu diklarifikasikan kedala dua golongan
yang berbeda menurut jenis kelamin, yaitu paman bagi adik laki-laki dan bibi bagi
adik perempuan.

30
Universitas Sumatera Utara

Pada masyarakat berlaku adat-adat yang menentukan bahwa dua orang tidak
boleh saling menikah apabila: saudara kandung, yaitu anak dari dua orang saudara
sekandung laki-laki, pancer lanang, yaitu: pihak laki-laki lebih muda menurut ibunya
dari pihak perempuan. Adapun perkawinan yang di perbolehkan adalah perkawinan
antara dua orang yang tidak terikat karena hubungan-hubungan kekerabatan seperti
tersebut di atas. Dalam perkawinan masyarakat Jawa dikenal beberapa istilah sebagai
berikut: ngarang wulu, yaitu perkawinan seorang duda dengan seorang wanita salah
satu adik almarhum istrinya, wayuh, yaitu perkawinan lebih dari seorang istri
(poligami), kumpul kebo, yaitu laki-laki dan perempuan yang tinggal dalam satu
rumah, sudah atau belum mempunyai anak dalam kurun waktu tertentu tetapi belum
menikah secara agama dan sosial.

Hal ini merupakan suatu bentuk perkawinan

menyimpang dari tradisi dan ajaran agama, pisah kebo, yaitu berpisahnya suami-istri
tetapi tidak diikuti oleh perceraian secara resmi.
Sistem istilah panggilan kekerabatan suku Jawa biasanya dibatasi oleh
kedudukan seorang sebagai anggota kelompok kerabatnya, yang dapat di mengerti
dari sebutan atau istilah-istilah yang di gunakan dalam kelompok kerabatnya. Hal ini
dapat di lihat dalam kehidupan sehari-hari untuk menyapa seseorang. Untuk istilah
panggilan kekerabatan pada suku Jawa, penulis melihat tulisan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan (1977:16-20) seperti berikut:
1. Mbah canggah/eyang canggah: orang tua laki-laki atau perempuan yang berada
tiga tingkat di atas ayah atau ibu.
2. Mbah buyut : orang tua laki-laki atau perempuan yang berada dua tingkat di atas
ayah atau ibu.
3. Mbah eyang: orang tua kandung ayah atau ibu.
4. Bapak/rama: ayah kandung, mertua laki-laki, besan (orang tua laki-laki menantu).

31
Universitas Sumatera Utara

5. Ibu/si mbok : ibu kandung, mertua perempuan, besan (orang tua permpuan
menantu).
6. Pakde: saudara laki-laki kandung/sepupu ayah atau ibu yang umur lebih tua, suami
bude.
7. Bude: saudara perempuan kandung/ sepupu ayah atau ibu yang umurnya lebih tua,
istri pakde.
8. Paman/paklik: saudara laki-lai kandung/sepupu ayah atau ibu yang umurnya lebih
muda, suami buklik.
9. Bibi/buklik: saudara perempuan kandung/sepupu ayah atau ibu yang umurnya lebih
muda, istri paklik.
10. Mas/kakang mas: abang kandung, abang ipar, anak laki-laki pakde/bukde
(walaupun umurnya lebih muda).
11. Mbak/mbakyu: kakak kandung, kakak ipar, anak perempuan pakde/bude
(walaupun umurnya masih muda).
12. Adhi/dhimas: adik kandung laki-laki, adik ipar laki-laki, anak laki-laki
paklik/buklik (walaupun umurnya lebih tua).
13. Adhi/dhiajeng: adik kandung perempuan, adik ipar perempuan, anak perempuan
paklik/buklik (walaupun umurnya lebih tua).

2.7 Kesenian
Berbicara mengenai kesenian tradisonal masyarkat Jawa, kesenian di Sumatera
Utara khususnya di Kecamatan Binjai Utara yaitu Ketoprak Dor dan Kuda Lumping,
merupakan salah satu warisan budaya peninggalan nenek moyang masyakarat Jawa
dalam bentuk kesenian tradisional. Kesenian ini juga terdapat di berbagai daerah di
Indonesia, dengan versi yang berbeda-beda terutama yang ada di Sumatera Utara,

32
Universitas Sumatera Utara

Kesenian Kuda Lumping menampilkan sekelompok prajurit tengah menunggah kuda
yang terbuat dari bambu yang di anyam dan dipotong menyerupai bentuk kuda.
Anyaman kuda ini dihias dengan cat dan kain beraneka warna. Tarian kuda lumping
biasanya hanya menampilkan adegan prajurit berkuda, akan tetapi beberapa
penampilan kuda lumping juga menyuguhkan atraksi kesurupan, kekebalan, dan
kekuatan magis. Seperti aktraksi memakan beling kaca dan kekebalan tubuh terhadap
deraan pecut (Purwadi, 2005:33).
Alat musik yang di pakai lebih sederhana dari seni karawitan, hanya terdiri
dari kendhang, gong, gamelan pelog, dan kenong yang bahan materialnya berasal dari
sisa drum yang telah di olah melalui sistematika pembuatannya, dan selompret
(terompet khas kuda lumping).

Kesenian tari kuda lumping ini yang di ketahui

berasal dari Jawa Timur sangat popular di Sumatera Utara khususnya di Kecamatan
Binjai Utara. Biasanya kuda lumping ini di tampilkan dalam acara-acara tertentu
misalnya menyambut tamu kehormatan, pesta sunatan, acara khusus misalnya pada
hari kemerdekaan, sebagai acara syukuran atas doa yang di kabulkan Yang Maha
Kuasa.
Dengan demikian masyarakat Jawa yang ada di Sumatera Utara, termasuk
yang ada di Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai, dalam proses strategi budayanya
adalah tetap mempertahankan budaya Jawa, sebagai budaya leluhurnya di satu sisi.
Namun di sisi lainnya, mereka juga berusaha untuk beradaptasi dengan situasi sosial
dan budaya yang terdapat di Sumatera Utara. Konteks yang sedemikian rupa ini
adalah sebagai sebuah upaya mempertahankan identitas etnik dan juga sekaligus
sebagai bagian dari masyarakat Sumatera Utara yang heterogen secara etnik tersebut.
Termasuk juga dalam penyelenggaraan upacara pesta perkawinan adat jawa yang
penulis teliti ini.

33
Universitas Sumatera Utara

2.8 Bahasa
Bahasa pengantar dikalangan masyarakat Jawa Kecamatan Binjai Utara adalah
bahasa Jawa. Namun, sebagian besar masyarakat Jawa Kecamatan Binjai Utara
menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi dengan etnis lain. Para pemain
kesenian ketoprak dor memakai bahasa Jawa Ngoko dan bahasa Indonesia. Kromo
inggil merupakan tata cara berbahasa paling tinggi atau dengan kata lain yang paling
halus. Bahasa kromo ini sering digunakan oleh orang- orang yang berpangkat, orangorang sederajat, anak terhadap orang tuanya, murid terhadap guru, bawahan terhadap
atasan, dan buruh terhadap majikan. Bahasa sehari- hari yang dipergunakan oleh
penduduk Kecamatan Binjai Utara adalah bahasa Ngoko karena merupakan bahasa
Jawa biasa yang sering dipergunakan oleh orang tua terhadap anak, antar teman
sebaya, atasan terhadap bawahan, dan majikan terhadap kuli.

34
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pasar Modal - Analisis Tingkat Underpricing Saham Pada Saat Penawaran Umum Perdana Di Bursa Efek Indonesia

0 0 29

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Tingkat Underpricing Saham Pada Saat Penawaran Umum Perdana Di Bursa Efek Indonesia

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Studi Perbandingan Faktor-faktor (Leverage, Likuiditas, dan Profitabilitas) Pada Perusahaan yang Menerima Opini Audit Wajar Tanpa Pengecualian dan Perusahaan yang Menerima Opini Audit Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Bahasa Penjel

0 0 23

BAB I PENDAHULUAN - Studi Perbandingan Faktor-faktor (Leverage, Likuiditas, dan Profitabilitas) Pada Perusahaan yang Menerima Opini Audit Wajar Tanpa Pengecualian dan Perusahaan yang Menerima Opini Audit Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Bahasa Penjelas, St

0 0 8

Studi Perbandingan Faktor-faktor (Leverage, Likuiditas, dan Profitabilitas) Pada Perusahaan yang Menerima Opini Audit Wajar Tanpa Pengecualian dan Perusahaan yang Menerima Opini Audit Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Bahasa Penjelas, Studi Empiris pada Per

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku 2.1.1 Konsep Perilaku - Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap dengan Tindakan Mahasiswi Akademi Kesehatan Pemerintah Kabupaten Langkat Tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Tahun 2015

0 1 28

BAB II PROFIL PT . PLN (PERSERO) A. SEJARAH RINGKAS Listrik Sebelum Kemerdekaan dan di Awal kemerdekaan sampai 1965 - Fungsi Anggaran Sebagai Alat Perencanaan dan Pengawasan Biaya Operasional Pada Yayasan Kesehatan Telkom Area I Sumatera

2 4 12

BAB II PROFIL INSTANSI 2.1 Sejarah Kantor Gubernur Provinsi Sumatera Utara 2.1.1 Sejarah Berdirinya Kantor Gubernur Provinsi Sumatera Utara - Efektivitas Penggunaan Fasilitas pada Biro Umum Kantor Gubernur Provinsi Sumatera Utara

0 1 29

Efektivitas Penggunaan Fasilitas pada Biro Umum Kantor Gubernur Provinsi Sumatera Utara

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nugget - Pemeriksaan Bakteri Salmonella Pada Makanan Padat (Nugget Ayam)

1 4 15