Pengaruh Pemberian Sari Buah Stroberi Terhadap Kerusakan Histologis Sel Ginjal Mencit Akibat Paparan Parasetamol

PENGARUH PEMBERIAN SARI BUAH STROBERI TERHADAP KERUSAKAN HISTOLOGIS SEL GINJAL MENCIT AKIBAT PAPARAN PARASETAMOL SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Pratita Komalasari G.0009168

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan Judul : Pengaruh Pemberian Sari Buah Stroberi terhadap Kerusakan Histologis Sel Ginjal Mencit Akibat Paparan Parasetamol

Pratita Komalasari, NIM : G.0009168, Tahun : 2012

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Pada hari ..… , Tanggal ………... 2012

Pembimbing Utama

Nama

: Muthmainah, dr., M.Kes.

Pembimbing Pendamping

Nama

: Prof. Bhisma Murti, dr., MPH, M.Sc., Ph.D

Penguji Utama

Nama

: E. Listyaningsih S., dr., M.Kes.

Penguji Pendamping

Nama

: Endang Sri Hardjanti, dr., M. Or.PFark.

Surakarta, 31 Juli 2012

Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

Muthmainah, dr., M.Kes Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, …………… 2012

Pratita Komalasari G.0009168

Pratita Komalasari, G0009168, 2012. Pengaruh Pemberian Sari Buah Stroberi terhadap Kerusakan Histologis Sel Ginjal Mencit Akibat Paparan Parasetamol. Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Latar Belakang : Sari buah Stroberi diketahui mengandung vitamin C, antosianin dan asam elagik yang memiliki khasiat sebagai antioksidan kuat dan anti- inflamasi. Penelitian ini bertujuan menguji efek sari buah Stroberi dalam mencegah kerusakan histologis sel ginjal mencit (Mus musculus).

Subyek dan Metode : Penelitian menggunakan rancangan penelitian Randomized Controlled Trial (RCT). Sampel sebanyak 28 ekor mencit (Mus musculus) jantan dengan galur Swiss Webster berusia 2-3 bulan, berat badan ± 20 gram dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu: KK (akuades), KP I (akuades+parasetamol), KP II (Parasetamol+sari buah Stroberi dosis 416 mg/20 g BB), KP III (Parasetamol+sari buah Stroberi dosis 832 mg/20 g BB). Pemberian perlakuan selama 14 hari, parasetamol diberikan pada hari ke-12, 13, 14. Pada hari ke-15 mencit dikorbankan dengan cara neck dislocation. Setiap mencit diambil ginjal kanan dan kirinya, dari tiap ginjal dibuat 2 irisan secara frontal pada daerah pertengahan ginjal. Tiap irisan dibaca dan dihitung jumlah sel yang rusak dari tiap 50 sel di tubulus proksimal ginjal. Preparat ginjal dibuat dengan metode blok parafin dengan pengecatan Hematoksilin Eosin (HE). Pengamatan preparat jaringan ginjal menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 1000 kali. Data yang diperoleh dianalisis dengan Uji One-Way Analysis of Variant (ANOVA) dan Post Hoc test.

Hasil Penelitian : Mean kerusakan ginjal KK = 7,61±1,786, KP I= 37,07±2,905, KP II= 29,64±3,540, KP III=22,39±3,403. Diperoleh perbedaan bermakna dari nilai rerata jumlah kerusakan sel epitel tubulus proksimal ginjal pada semua pasangan antarkelompok data.

Simpulan Penelitian : Pemberian sari buah Stroberi (Fragaria x annanassa) mencegah kerusakan histologis sel ginjal mencit yang dipapar parasetamol, namun belum bisa memberikan efek yang sama seperti kelompok KK (p < 0.001).

Kata kunci : Sari buah Stroberi, parasetamol, kerusakan histologis sel ginjal

Pratita Komalasari, G0009168, 2012. The Influence of Strawberry Essence Toward Histologic Damage Renal Cell of Mice due to Exposure of Paracetamol. Mini Thesis, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta.

Background: Strawberry essence is known to contain vitamin C, anthocyanins and elagic acid that has potent antioxidant properties and anti-inflammatory. This study aims to examine the effects of strawberry essence in preventing histologic damage renal cell of mice (Mus musculus).

Methods: The study used research designs Randomized Controlled Trial (RCT).

A sample of 28 mice (Mus musculus) with male Swiss Webster strain aged 2-3 months, weight 20 grams ± then divided into 4 groups: KK (distilled water), KP I (distilled water+paracetamol), KP II (Paracetamol+Strawberry essence dose 416 mg/20 g BB), KP III (Paracetamol+Strawberry essence dose 832 mg/20 g BB). Providing treatment for 14 days, paracetamol is given on day 12, 13, 14. On day

15 th mice were sacrificed by neck dislocation. Each mouse right and left renal were taken, of each renal is 2 slices of the frontal area of the mid renal. Each slice were readed and counted on the number of damaged cells from each of 50 cells in the renal proximal tubule. Renal preparations made by the method of paraffin blocks with Haematoxylin Eosin staining (HE). Observations preparations renal tissue using a light microscope magnification of 1000 times. Data were analyzed by One-Way Analysis of Variant Test (ANOVA) and Post Hoc test.

Results: Mean renal KK = 7.61 ± 1.786, 2.905 ± KP I = 37.07, KP II = 29.64 ± 3.540, 3.403 ± KP III = 22.39. Retrieved significant difference from the mean number of damage renal proximal tubular epithelial cells in all pairs between groups.

Conclusion: Provision of Strawberry fruit (Fragaria x annanassa) prevents histological damage renal cells of mice exposed to paracetamol, but could not give the same effect as the KK (p < 0.001).

Keywords: Strawberry Essence, paracetamol, histologic damage renal cell

Alhamdulillaah, segala puji syukur bagi Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan taufik, hidayah, dan kekuatan serta kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan laporan penelitian dengan judul “Pengaruh Pemberian Sari Buah Stroberi terhadap Kerusakan Histologis Sel Ginjal Mencit Akibat Paparan Parasetamol”.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kendala dalam penyusunan skripsi ini dapat teratasi atas pertolongan Allah SWT melalui bimbingan dan dukungan banyak pihak. Untuk itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Muthmainah, dr., M.Kes., selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta serta Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan motivasi kepada penulis.

3. Prof. Bhisma Murti, dr., MPH, M.Sc., Ph.D, selaku Pembimbing Pendamping

yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan motivasi kepada penulis.

4. E. Listyaningsih S., dr., M.Kes., selaku Penguji Utama yang telah memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

5. Endang Sri Hardjanti, dr., M. Or. PFark., selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen dan Staf Laboratorium Histologi dan Bagian Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.

7. Papa, Mama, Eyank, Mba Nana, Mba Fitri, Mba Icha, De Ian serta seluruh keluarga besar penulis yang turut memberikan doa, dukungan, dan motivasi, baik material maupun spiritual dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Junn, Prisca, Ratih, Puspa, Sayekti dan teman-teman FK UNS angkatan 2009 yang telah memberikan dukungan dan motivasi dalam penulisan skripsi ini.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang urut membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Surakarta,

2012

Pratita Komalasari

BAB V PEMBAHASAN.. ..................................................................................... ...43 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan............................................................................................ ...48

B. Saran .................................................................................................. ...48

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ ...50 LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kandungan Gizi Setiap 100 g Buah Stroberi

Tabel 4.1. Rerata Jumlah Kerusakan Histologis Sel Epitel Tubulus Proksimal Ginjal pada Masing-masing Kelompok Mencit

Tabel 4.2. Hasil Analisis Uji Normalitas dengan Uji Shapiro-Wilk Tabel 4.3. Hasil Analisis Uji One-Way ANOVA tentang Pengaruh Pemberian

Sari Buah Stroberi terhadap Kerusakan Histologis Sel Ginjal Mencit Akibat Paparan Parasetamol

Tabel 4.4. Hasil Analisis Post Hoc Test Dunnet T3 Tentang Pengaruh

Pemberian Sari Buah Stroberi terhadap Kerusakan Histologis Sel Ginjal Mencit Akibat Paparan Parasetamol

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Buah Stroberi Gambar 2.2. Skema Kerangka Pemikiran

Gambar 3.1. Skema Desain Penelitian Gambar 3.2. Skema Pemberian Perlakuan Gambar 4.1. Histogram Rerata Jumlah Kerusakan Histologis Sel Ginjal Mencit

Keempat Kelompok Perlakuan

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel Konversi Dosis Untuk Manusia dan Hewan Lampiran 2. Tabel Daftar Volume Maksimal pada Pemberian Peroral

Lampiran 3. Tabel Hasil Pengamatan Preparat Histologis Ginjal Mencit Lampiran 4. Hasil Uji Statistik Data Penelitian Lampiran 5. Gambar Alat dan Bahan Penelitian Lampiran 6. Gambar Foto Preparat (Fotomikograf) Lampiran 7. Ethical clearance

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Secara fisiologis, sel-sel dalam tubuh manusia menghasilkan radikal bebas sebagai hasil dari metabolisme normal. Produksi radikal bebas terus bertambah akibat paparan toksin dari lingkungan atau iradiasi. Radikal bebas adalah bentuk atom yang tidak stabil yang mempunyai kemampuan untuk merusak sel dan merubah gen bila tidak cepat dinetralkan. Keadaan ini lebih dikenal dengan istilah stres oksidatif (Kamau, 2007). Stroberi merupakan sumber sangat baik dari fitokimia, terutama antosianin dan asam elagik, yang memiliki antioksidan kuat dan anti-inflamasi (Basu et al., 2009).

Penelitian tentang Stroberi beberapa tahun belakangan ini sering dilakukan, penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa Stroberi memiliki suatu senyawa antioksidan yaitu asam elagik, merupakan zat fitokemikali yang memiliki daya anti karsinogenik dan anti mutagenik. Asam elagik tersedia dalam bentuk suplemen, sedangkan pada tumbuhan asam elagik berada dalam bentuk elligitanin yaitu bentuk asam elagik yang berikatan dengan molekul gula yang mempunyai kemampuan antioksidan. Kandungan asam elagik dalam buah Stroberi berkisar antara 0,43 – 4,64 mg per gram berat kering (Hannum, 2004).

Antosianin merupakan pigmen yang memberikan warna merah keunguan pada sayur, buah-buahan dan tanaman bunga. Antosianin merupakan senyawa Antosianin merupakan pigmen yang memberikan warna merah keunguan pada sayur, buah-buahan dan tanaman bunga. Antosianin merupakan senyawa

Stroberi mengandung antioksidan. Meningkatkan konsumsi Stroberi merupakan cara yang logis untuk meningkatkan asupan antioksidan dan menurunkan stres oksidatif serta dapat menurunkan risiko kanker (Wolfe et al., 2008).

Parasetamol merupakan obat yang banyak digunakan oleh masyarakat secara bebas dan tidak terkendali. Menurut hasil statistik mortalitas di Inggris tahun 1992, parasetamol menduduki urutan ketiga terbesar penyebab kematian akibat kelebihan dosis. Parasetamol merupakan obat analgesik non narkotik dengan cara kerja menghambat sintesis prostaglandin terutama di Susunan Saraf Pusat (SSP). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara baik dalam bentuk sediaan tunggal sebagai analgetik-antipiretik maupun kombinasi dengan obat lain dalam sediaan obat flu, melalui resep dokter atau yang dijual bebas (Darsono, 2010). Parasetamol yang digunakan dengan dosis berlebihan dapat menyebabkan efek nefrotoksisitas pada ginjal (Parod dan Dolgin, 1992). Dosis toksik parasetamol 140 mg/kg pada anak-anak dan 6 gram pada orang dewasa berpotensi hepatotoksik. Dosis 4 gram pada anak dan 15 gram pada dewasa dapat menyebabkan hepatotoksitas berat sehingga terjadi nekrosis sentrolobuler hati. Dosis lebih dari 20 gram bersifat fatal dan gagal ginjal akut (Darsono, 2010). Toksisitas parasetamol disebabkan senyawa electron N- asetyl-p-benzoquinone imine (NAPQI) yang terbentuk pada metabolisme Parasetamol merupakan obat yang banyak digunakan oleh masyarakat secara bebas dan tidak terkendali. Menurut hasil statistik mortalitas di Inggris tahun 1992, parasetamol menduduki urutan ketiga terbesar penyebab kematian akibat kelebihan dosis. Parasetamol merupakan obat analgesik non narkotik dengan cara kerja menghambat sintesis prostaglandin terutama di Susunan Saraf Pusat (SSP). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara baik dalam bentuk sediaan tunggal sebagai analgetik-antipiretik maupun kombinasi dengan obat lain dalam sediaan obat flu, melalui resep dokter atau yang dijual bebas (Darsono, 2010). Parasetamol yang digunakan dengan dosis berlebihan dapat menyebabkan efek nefrotoksisitas pada ginjal (Parod dan Dolgin, 1992). Dosis toksik parasetamol 140 mg/kg pada anak-anak dan 6 gram pada orang dewasa berpotensi hepatotoksik. Dosis 4 gram pada anak dan 15 gram pada dewasa dapat menyebabkan hepatotoksitas berat sehingga terjadi nekrosis sentrolobuler hati. Dosis lebih dari 20 gram bersifat fatal dan gagal ginjal akut (Darsono, 2010). Toksisitas parasetamol disebabkan senyawa electron N- asetyl-p-benzoquinone imine (NAPQI) yang terbentuk pada metabolisme

Berdasarkan uraian di atas di mana buah Stroberi mengandung berbagai antioksidan dan penggunaan parasetamol dosis yang berlebihan dapat menimbulkan radikal bebas, maka peneliti ingin mengetahui pengaruh pemberian sari buah Stroberi dalam melindungi ginjal mencit dari radikal bebas yang disebabkan oleh pemberian parasetamol dosis toksik pada mencit.

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Apakah pemberian sari buah Stroberi dapat mencegah kerusakan histologis sel ginjal mencit (Mus musculus) akibat paparan parasetamol?

2. Apakah peningkatan dosis sari buah Stroberi dapat meningkatkan efek pencegahan terhadap kerusakan histologis sel ginjal mencit (Mus musculus) akibat paparan parasetamol?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Membuktikan apakah pemberian sari buah Stroberi dapat mencegah kerusakan histologis sel ginjal mencit (Mus musculus) akibat paparan parasetamol.

meningkatkan efek pencegahan terhadap kerusakan histologis sel ginjal mencit (Mus musculus) akibat paparan parasetamol.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai pengaruh sari buah Stroberi terhadap kerusakan histologis sel ginjal mencit (Mus musculus) akibat paparan parasetamol, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat aplikatif

a. Penelitian ini diharapkan dapat lebih mengenalkan manfaat buah Stroberi sebagai antioksidan pada masyarakat luas, setelah dilakukan penelitian lebih lanjut dengan uji klinis.

b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengembangkan buah Stroberi menjadi obat (fitofarmaka) yang berkhasiat antioksidan, setelah dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan uji klinis.

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Tanaman Stroberi

Gambar 2.1. Buah Stroberi segar berwarna merah pada bagian luar buah dikelilingi biji dan daunnya berwarna hijau (Harsi, 2012)

Klasifikasi botani tanaman Stroberi adalah sebagai berikut (Kamaluddin, 2009) :

Divisi :Spermatophyta

:Fragaria spp.

Tanaman yang tergolong sebagai tanaman buah herba ini pertama kali ditemukan di negara Chili, Amerika. Salah satu spesiesnya yang terkenal Tanaman yang tergolong sebagai tanaman buah herba ini pertama kali ditemukan di negara Chili, Amerika. Salah satu spesiesnya yang terkenal

Sekarang ini ada lebih dari 700 macam buah Stroberi yang menyebar di seluruh penjuru dunia dan yang banyak di temukan di pasar swalayan di Indonesia adalah Stroberi modern (komersil) Fragaria x annanassa var Duchesne yang dihasilkan dari persilangan F. virgina L var Duchesne asal Amerika Utara dengan F. Chilioensis L. Var Duchesne asal Chili (Kamaluddin, 2009).

2. Kandungan Antioksidan Buah Stroberi

Buahnya yang berwarna merah menandakan bahwa buah ini kaya akan pigmen warna antosianin dan mengandung antioksidan yang tinggi. Karena kandungan antioksidannya yang tinggi itulah Stroberi mempunyai khasiat yang sangat banyak. Selain itu Stroberi ternyata kaya vitamin C, serat, rendah kalori, folat, potasium, serta asam elagik (Kamaluddin, 2009).

Antosianin adalah pigmen yang memberi warna merah, biru, ungu, violet dan merah keunguan pada buah beri juga pada buah lain, sayuran dan biji (Seeram, 2006). Antosianin tergolong dalam komponen flavonoid. Senyawa ini merupakan pigmen pemberi warna merah pada Stroberi. Antosianin memiliki efek dalam menurunkan tekanan darah (Tim Karya Tani Mandiri, 2010). Seperti flavonoid yang lain, antosianin terdapat secara alami dalam buah dan sayuran sebagai glikosid (Seeram, 2006).

Sebuah penelitian yang dilakukan di Universitas Michiagan Amerika Serikat menunjukkan bahwa anthosianin dapat menghancurkan radikal bebas, lebih efektif daripada vitamin E yang selama ini telah dikenal sebagai antioksidan kuat. Sebuah penelitian di Amerika Serikat membuktikan bahwa anthosianin merupakan antioksidan yang paling kuat di antara kelas flavonoid lainnya (Astawan dan Leomitro, 2008).

Antioksidan (termasuk vitamin C) merupakan kunci untuk menangkal penyakit kronis dan mempromosikan kesehatan optimal. Stroberi merupakan sumber vitamin C. Penelitian menunjukkan bahwa antioksidan dalam Stroberi secara efisien diserap dalam waktu satu jam setelah dimakan. Setelah diserap, antioksidan melawan senyawa radikal bebas yang dapat menyebabkan penyakit kronis (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

Vitamin C adalah vitamin larut air yang mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh, sebagai koenzim atau kofaktor. Angka kecukupan vitamin C sehari adalah 75 mg untuk wanita usia 16 tahun ke atas dan 90 mg untuk pria 16 tahun ke atas (Almatsier, 2009).

Dengan mengkonsumsi delapan buah Stroberi setiap hari, maka kebutuhan vitamin C dan serat orang dewasa sudah tercukupi. Stroberi memiliki kandugan vitamin C sebanyak 56,7 mg per 100 gram. Dengan kandungan vitamin C-nya tersebut diyakini Stroberi mampu mengurangi risiko terserang penyakit kanker hingga 37% seperti yang dirilis the Iowa Dengan mengkonsumsi delapan buah Stroberi setiap hari, maka kebutuhan vitamin C dan serat orang dewasa sudah tercukupi. Stroberi memiliki kandugan vitamin C sebanyak 56,7 mg per 100 gram. Dengan kandungan vitamin C-nya tersebut diyakini Stroberi mampu mengurangi risiko terserang penyakit kanker hingga 37% seperti yang dirilis the Iowa

Selain zat gizi, Stroberi juga mengandung senyawa fitokimia yang disebut asam elagik, yaitu suatu persenyawaan fenol yang berpotensi sebagai antikarsinogen dan antimutagen (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

Asam elagik adalah bahan kimia fitokimia atau tumbuhan, ditemukan di raspberry, Stroberi, cranberry, delima dan makanan nabati lainnya. Asam elagik memiliki sifat anti-kanker. Hal ini dapat bertindak sebagai anti oksidan dan menyebabkan kematian sel pada sel kanker (Wolfe et al., 2008).

Asam elagik merupakan persenyawaan fenolik alamiah yang ditemukan pada beberapa famili tanaman, seperti Rosaceae, Fagaceae, Saxifragaceae , Cunomirutceae dan Myrotharnnaceae. Jenis tanaman dan famili Rosaceae yang banyak mengandung asam elagik di antaranya Stroberi dan apel. Pada Stroberi, senyawa tersebut terdapat pada bagian biji, daun dan daging buah (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

Kandungan Gizi

Nilai Satuan

Lipid (total)

Vitamin C

56,7 mg

Lemak jenuh

0,02 mg

Lemak tidak jenuh monolipid

0,052 mg

Lemak tidak jenuh polilipid

0,186 mg

Kolestrol Fitasterol

12 mg

Asam amino

522 mg

Sumber: Tim Karya Tani Mandiri (2010)

Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk kacang yang terletak pada bagian ventral dinding abdomen bagian dorsal, di bawah diafragma dan masing-masing terletak pada kedua sisi kolom tulang belakang. Bagian cembungnya mengarah ke lateral, sedangkan bagian cekungnya ke medial (Mutschler, 1991). Pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat struktur- struktur pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf, dan ureter menuju dan meninggalkan ginjal (Purnomo, 2008).

Besar dan berat ginjal sangat bervariasi hal ini tergantung pada jenis kelamin, umur serta ada tidaknya ginjal pada sisi yang lain. Pada autopsi klinis didapatkan bahwa ukuran ginjal orang dewasa rata-rata adalah 11,5 cm (panjang) x 6 cm (lebar) x 3,5 cm (tebal). Beratnya bervariasi antara 120-170 gram, atau kurang lebih 0,4% dari berat badan (Purnomo, 2008).

Ginjal diliputi oleh kapsula ginjal yang terdiri atas jaringan penyambung padat, mempunyai bagian luar (korteks) dan bagian dalam (medulla) (Junqueira dan Carneiro, 1982).

Fungsi ginjal selain membuang sisa-sisa metabolisme tubuh melalui urine, ginjal berfungsi juga dalam mengontrol sekresi hormon-hormon aldosteron dan Anti Diuretic Hormone (ADH) dalam mengatur jumlah cairan tubuh, mengatur metabolisme ion kalsium dan vitamin D, menghasilkan beberapa hormon, antara lain: aritropoetin yang berperan dalam pembentukan sel darah merah, rennin yang berperan dalam mengatur tekanan darah, serta hormone prostaglandin (Purnomo, 2008).

dan medulla ginjal. Di dalam korteks terdapat berjuta-juta nefron sedangkan di dalam medulla banyak terdapat duktuli ginjal. Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas, tubulus kontortus proksimalis, tubulus kontortus distalis, dan duktus kolegentes (Purnomo, 2008).

Korteks menduduki ruang antara malphigi piramid dan antara dasar piramid dan kapsul ginjal. Jaringan korteks pada daerah antara piramid- piramid membentuk kolum bertini ginjal. Pada potongan ginjal segar, korteks menunjukkan bercak-bercak merah kecil yang sesuai dengan kelompoknya vaskuler kusus yang dinamakan renal corpuscles atau badan malfigi (Junqueira dan Carneiro, 1982).

Pada manusia, medulla ginjal terdiri atas 10-18 struktur yang berbentuk kerucut atau piramida, malphigi atau piramid medulla, yang dasar dan pinggir-pingginya berada di dalam zona korteks dan puncaknya menonjol ke dalam kaliks. Penonjolan ini adalah papila ginjal. Permukaan tiap-tiap papila ditembus oleh 10-12 lubang-lubang, muara duktus koligents, membentuk area kribrosa (Junqueira dan Carneiro, 1982).

Dari dasar piramid medulla, tersusun paralel 400-500 tubulus-tubulus yang panjang, dinamakan medullary rays, menembus korteks. Tiap-tiap medullary ray terdiri atas duktus koligens yang lurus dikelilingi oleh banyak bagian tubulus nefron yang sejajar, merupakan unit filtrasi ginjal (Junqueira dan Carneiro, 1982).

dan fungsional ini yang bertanggung jawab dalam pembentukan urin, terdapat sekitar 1 sampai 1,2 juta dalam tiap ginjal manusia (Mutschler, 1991). Setiap nefron terdiri atas bagian yang melebar, korpuskulus renal, tubulus kontortus proksimal, segmen tebal dan tipis, ansa (lengkung) Henle dan tubulus kontortus distal (Paulsen, 2000). Terdapat dua jenis nefron yaitu nefron korteks dan nefron jukstamedula. Nefron jukstamedula merupakan nefron berlengkung panjang yang penting dalam pembentukan gradien osmotik vertikal medula (Sherwood, 2001).

Pada potongan histologis, perbedaan antara tubulus kontortus proksimal dan distal, keduanya terdapat dalam korteks dan mempunyai epitel kubis, didasarkan pada sifat-sifat berikut: Sel-sel tubulus proksimal lebih besar, mempunyai brush border, dan lebih asidofil karena banyak mengandung mitokondria. Lumen tubulus distal lebih besar dan karena sel- sel tubulus distal lebih pendek dan lebih kecil daripada sel-sel tubulus proksimal, pada potongan yang sama dinding tubulus distal terlihat lebih banyak sel dan lebih banyak inti. Sel-sel tubulus distal kurang asidofil daripada sel-sel tubulus proksimal, dan tidak menunjukkan brush border atau mikrovili yang banyak. Sel-sel tubulus kontortus distal mempunyai tonjolan-tonjolan lateral, seperti yang terdapat pada bagian basal sel-sel tubulus proksimal, dan tubulus menunjukkan lamina basalis. Seperti halnya pada tubulus proksimal, tidak ada batas-batas sel ditemukan pada mikroskop

Carneiro, 1982). Ginjal merupakan organ yang rentan terhadap efek toksik zat-zat kimia dan obat- obatan. Hal tersebut karena, ginjal menerima 25 persen dari curah jantung, sehingga sering dan mudah kontak dengan zat kimia dalam jumlah besar. Selain itu, ginjal merupakan jalur ekskresi obligatorik untuk kebanyakan obat, sehingga insufisiensi ginjal mengakibatkan penimbunan obat dan peningkatan konsentrasi dalam cairan tubulus (Price dan Wilson, 1994).

Darah yang membawa sisa-sisa metabolisme tubuh difiltrasi (disaring) di dalam glomeruli kemudian di tubuli ginjal, beberapa zat yang masih diperlukan tubuh mengalami reabsobsi dan zat-zat hasil sisa metabolisme mengalami sekresi bersama air membentuk urin. Setiap hari tidak kurang 180 liter cairan tubuh difiltrasi di glomerulus dan menghasilkan urin 1-2 liter. Urin yang terbentuk di dalam nefron disalurkan melalui piramida ke sistem pelvikalises ginjal untuk kemudian disalurkan ke dalam ureter (Purnomo, 2008). Sistem pelvikalises ginjal terdiri atas kaliks minor, infundibulum, kaliks major, dan pielum/renalis. Mukosa sistem pelvikalises terdiri atas epitel transisional dan dindingnya terdiri atas otot polos yang berkontraksi untuk mengalirkan urin sampai ke ureter (Purnomo, 2008).

Korpuskulus ginjal terdiri dari kapsula Bowman dan rumbai kapiler glomerulus. Kapsula Bowman merupakan suatu invaginasi dari tubulus proksimal yang dilapisi oleh sel-sel epitel. Sel-sel epitel parietal berbentuk

viseral jauh lebih besar dan membentuk bagian dalam kapsula dan melapisi bagian luar dari rumbai kapiler. Membrana basalis membentuk lapisan tengah dinding kapiler, terjepit di antara sel-sel endotel membentuk bagian terdalam dari rumbai kapiler. Tidak seperti sel-sel epitel, sel endotel berkontak kontinyu dengan membrana basalis. Sel-sel endotel, membrana basalis, dan sel-sel viseral merupakan tiga lapisan yang membentuk membrana filtrasi glomerulus. Sel-sel mesangial adalah sel-sel endotel yang membentuk suatu jaringan kontinyu antara lengkung-lengkung kapiler glomerulus dan diduga juga berfungsi sebagai jaringan penyokong. Sel-sel mesangial ini bukan merupakan bagian dari membrana filtrasi (Price dan Wilson, 1994).

Aparatus jukstaglomerulus merupakan sel-sel otot polos yang dimodifikasi dengan inti lonjong dan sitoplasma penuh granula sekretorik. Sekret sel jukstaglomerulus berperan dalam mempertahankan tekanan darah (Paulsen, 2000). Aparatus jukstaglomerulus terdiri atas tiga macam sel: (1) sel granuler yang memproduksi dan menyimpan renin, (2) makula densa yang berisi sel lacis dan sel jukstaglomelurus yang mensekresi renin, (3) mesangial ekstraglomerular atau sel lacis (Price dan Wilson, 1994).

Ginjal mendapatkan aliran darah dari arteri renalis yang merupakan cabang langsung dari aorta abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan melalui vena renalis yang bermuara ke dalam vena kava inferior. Sistem arteri ginjal adalah end arteries yaitu arteri yang tidak mempunyai Ginjal mendapatkan aliran darah dari arteri renalis yang merupakan cabang langsung dari aorta abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan melalui vena renalis yang bermuara ke dalam vena kava inferior. Sistem arteri ginjal adalah end arteries yaitu arteri yang tidak mempunyai

Darah yang mengalir ke kedua ginjal normalnya merupakan 21% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Arteri renalis memasuki ginjal melalui hilus bersama dengan ureter dan vena renalis, kemudian bercabang secara progresif membentuk arteri interlobaris, arteri arkuata, arteri interlobularis (juga disebut arteri radialis), dan arteriol aferen yang menuju ke kapiler glomerulus dalam glomerulus di mana sejumlah besar cairan dan zat terlarut (kecuali protein plasma) difiltrasi untuk memulai pembentukan urin. Ujung distal kapiler dari setiap glomerulus bergabung untuk membentuk arteriol efferen yang menuju jaringan kapiler kedua yaitu kapiler peritubular (Guyton and Hall, 1997). Oleh suatu sistem vena yang analog dengan sistem arteri, darah vena akan dibawa ke vena renalis (Mutschler, 1991).

4. Parasetamol

Derivat-asetanilida ini adalah metabolit dari fenasetin, yang dahulu banyak dipakai sebagai analgetikum, tetapi pada tahun 1978 fenasetin telah ditarik dari peredaran karena efek sampingnya (nefrotoksisitas dan karsinogen). Parasetamol berkhasiat sebagai analgetik dan antipiretik tetapi tidak antiradang. Dewasa ini pada umumnya dianggap sebagai zat antinyeri yang paling aman juga untuk swamedikasi (pengobatan mandiri). Efek Derivat-asetanilida ini adalah metabolit dari fenasetin, yang dahulu banyak dipakai sebagai analgetikum, tetapi pada tahun 1978 fenasetin telah ditarik dari peredaran karena efek sampingnya (nefrotoksisitas dan karsinogen). Parasetamol berkhasiat sebagai analgetik dan antipiretik tetapi tidak antiradang. Dewasa ini pada umumnya dianggap sebagai zat antinyeri yang paling aman juga untuk swamedikasi (pengobatan mandiri). Efek

Efek analgesik parasetamol yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang seperti nyeri kepala, mialgia, dan keadaan lain. Sebagai analgesik, sebaiknya parasetamol tidak diberikan terlalu lama karena dapat menimbulkan nefropati analgesik (Wilmana, 2001).

Parasetamol diabsorbsi dari saluran pencernaan dengan cepat dan lengkap. Dosis terapi dimetabolisme dalam hati melalui konjugasi dengan glukoronin (60%) dan sulfat (35%). Sebagian kecil (4%) di metabolisme melalui sistem oksidase sitokrom P 450 atau monooksidase P 450 menjadi metabolit antara yang reaktif, yaitu N-asetyl-p-benzoquinone imine (NAPQI), yang kemudian didetoksikasi oleh glutathione menjadi metabolit sistein dan metabolit merkapturat (Parod dan Dolgin, 1992).

Pada pemberian parasetamol, selama glutathione tersedia untuk konjugasi parasetamol, hepatotoksisitas tidak akan terjadi. Namun bila penggunaan parasetamol berlebihan, glutathione yang terpakai akan lebih cepat dari regenerasinya dan dengan berjalannya waktu, akhirnya akan terjadi pengosongan glutathione dan terjadi penimbunan NAPQI. Metabolit ini terbentuk karena reaksi hidroksilasi oleh sitokrom P 450 yang Pada pemberian parasetamol, selama glutathione tersedia untuk konjugasi parasetamol, hepatotoksisitas tidak akan terjadi. Namun bila penggunaan parasetamol berlebihan, glutathione yang terpakai akan lebih cepat dari regenerasinya dan dengan berjalannya waktu, akhirnya akan terjadi pengosongan glutathione dan terjadi penimbunan NAPQI. Metabolit ini terbentuk karena reaksi hidroksilasi oleh sitokrom P 450 yang

Reaksi antara NAPQI dengan makromolekul memacu terbentuknya Radical Oxygen Species (ROS). Selain itu, NAPQI dapat menimbulkan stres oksidatif, yang berarti bahwa NAPQI dapat menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid (Rubin et al., 2005).

ROS yang terbentuk oleh NAPQI dapat berupa : radikal bebas oksigen (O 2 - ), hydrogen peroxide (H 2 O 2 ) dan radikal hidroksil (OH - ). O 2 - yang terdapat dalam NAPQI merupakan oksidan bagi sel. O 2 - ini dapat dinetralisir oleh Superoxide Dismutase (SOD) dan Cu 2+ menjadi hydrogen peroxide (H 2 O 2 ). H 2 O 2 merupakan oksidan yang kuat karena dapat bereaksi dengan berbagai senyawa. Sedangkan radikal hidroksil (OH - ) sangat reaktif dan toksik terhadap sel tubuh karena merusak senyawa-senyawa penting tubuh

yaitu asam lemak tak jenuh, DNA, dan protein (Tjokroprawiro, 1993).

Peroksidasi lipid merupakan bagian dari proses atau rantai reaksi terbentuknya radikal bebas (Rubin et al., 2005). Lipid peroxide merupakan hasil peroksidasi radikal hidroksil yang berikatan dengan asam lemak tak jenuh (komponen glikolipid, fosfolipid dan kolesterol) yang merupakan penyusun membran sel. Malondialdehid (MDA) merupakan hasil pemecahan lipid peroxide yang sangat toksik dan merusak, dengan akibat kematian sel (Mayes, 1995).

kerja yang lama atau keduanya (Katzung, 1998). Efek samping paling serius pada kelebihan dosis akut dari parasetamol tergantung kepada dosis, dapat menyebabkan nekrosis hati yang fatal. Nekrosis tubulus renalis dan hipoglikemia dapat juga terjadi setelah menelan dosis tunggal 10-15 gram (150-250 mg/kg) (Goodman dan Gilman, 2001). Mengkonsumsi 15 gram (250 mg /kg BB) sangat berbahaya karena dapat menyebabkan hepatotoksisitas dengan kerusakan yang timbul berupa nekrosis sentrolobularis dan dapat pula menyebabkan nekrosis tubulus renal akut (Katzung, 1998).

Sediaan obat untuk dewasa 300 mg – 1 gram perkali dengan dosis maksimum 4 gram perhari, untuk anak 6-12 tahun 150-300 mg/kali dengan dosis maksimum 1,2 gram perhari, untuk anak 1-6 tahun 60-120 mg/kali, bayi di bawah 1 tahun 60 mg/kali, untuk anak maksimum diberikan 6 kali sehari (Zubaidin, 1980).

5. Kerusakan Ginjal Akibat Toksisitas Parasetamol

Kematian sel dan kematian jaringan pada tubuh yang hidup disebut nekrosis. Nekrosis juga dapat diartikan sebagai proses perubahan morfologi sebagai akibat tindakan degenerasi progresif oleh enzim-enzim pada sel yang terjejas letal (Robbins & kumar, 1995). Nekrosis tampak nyata pada inti sel. Perubahan-perubahan yang terjadi pada inti akibat nekrosis di antaranya adalah :

a. Hilangnya gambaran kromatin.

c. Inti tampak lebih padat, warnanya gelap hitam (piknosis).

d. Inti terbagi atas fragmen-fragmen, robek (karyoreksis).

e. Inti tidak lagi mengambil warna banyak karena itu pucat dan tidak nyata (karyolisis) (Saleh, 1979). Nekrosis pada ginjal merupakan kerusakan yang sering terjadi sebagai

akibat dari pemberian parasetamol dengan dosis toksik (Goodman dan Gilman, 2001). Pemberian parasetamol dosis toksik dapat menyebabkan nekrosis pada tubulus-tubulus di ginjal terutama pada tubulus proksimal. Hal ini dapat terjadi karena pada tubulus proksimal terjadi absorpsi dan sekresi aktif serta kadar sitokrom P 450 lebih tinggi untuk mendetoksifikasi atau mengaktifkan toksikan sehingga lebih mudah untuk mengalami kerusakan (Robbins dan Kumar, 1995).

Secara histologis nekrosis tubuler akut nefrotoksik ditandai dengan sel-sel epitel tubulus yang semakin menipis dan datar, brush border menghilang, lumen tubulus melebar dan terisi oleh jaringan nekrotik (Dische, 1995). Sel epitel tubulus ginjal peka terhadap anoksia dan mudah rusak karena keracunan saat kontak dengan zat-zat yang diekskresi oleh ginjal. Dengan berjalannya waktu, inti pada sel yang nekrosis akan menghilang. Sitoplasma akan menjadi masa asidofil suram bergranula. Regenerasi epitel akan tampak sebagai bentuk aktivitas mitosis pada sel epitel tubulus proksimal ginjal yang masih ada, apabila penderita dapat bertahan selama satu minggu (Robbins dan Kumar, 1995).

Ginjal Akibat Paparan Parasetamol

Parasetamol diabsorbsi dari saluran pencernaan dengan cepat dan lengkap, di metabolisme melalui sistem oksidase sitokrom P 450 atau monooksidase P 450 menjadi metabolit antara yang reaktif, yaitu N-asetyl-p- benzoquinone imine (NAPQI), kemudian didetoksikasi glutathione menjadi metabolit sistein dan metabolit merkapturat (Parod dan Dolgin, 1992). Pada penggunaan parasetamol berlebih, glutathione terpakai lebih cepat dari regenerasinya, dan dengan berjalannya waktu menyebabkan pengosongan glutathione dan terjadi penimbunan NAPQI. Metabolit ini terbentuk karena reaksi hidroksilasi oleh sitokrom P 450 yang menyebabkan pengikatan kovalen dengan gugusan nukleofilik yang terdapat pada makromolekul sel seperti protein, DNA, dan mitokondria sehingga menyebabkan hepatotoksisitas (Hodgson dan Levi, 2000).

NAPQI dapat menimbulkan stres oksidatif, NAPQI dapat menyebabkan peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid merupakan bagian dari proses atau rantai reaksi terbentuknya radikal bebas (Rubin et al., 2005). Lipid peroxide merupakan hasil peroksidasi radikal hidroksil yang berikatan dengan asam lemak tak jenuh (komponen glikolipid, fosfolipid dan kolesterol) yang merupakan penyusun membran sel. Malondialdehid (MDA) merupakan hasil pemecahan lipid peroxide yang sangat toksik dan merusak, dengan akibat kematian sel (Mayes, 1995).

parasetamol. Sebagai antioksidan, Stroberi mengandung: anthosianin, asam elagik dan vitamin C (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

Suatu penelitian menunjukkan bahwa antosianin mempunyai antioksidan terkuat dalam kelompok polifenol, bila warna berry lebih gelap semakin besar kekuatan antioksidan. Antosianin juga memiliki sifat antiinflamasi (Wolfe et al., 2008). Antosianidin yang merupakan inti aglikon dari antosianin menyebabkan terbentuknya warna merah, biru, dan kuning pada sayuran dan buah-buahan. Antosianidin dengan struktur ortodihidroksifenil pada cincin beta dapat menginduksi apoptosis (kematian sel) (Astawan dan Leomitro, 2008). Stroberi mengandung antioksidan yang mampu mencegah dan menghambat efek toksik parasetamol. Kandungan antioksidan Stroberi berupa anthosianin yang dapat menghancurkan radikal bebas dalam proses inflamasi. Sehingga mengeliminasi oksigen reaktif sebagai radikal bebas (Sterling, 2011).

Asam elagik ampuh terhadap anion oksida dan hidroksil anion in vitro , serta efek perlindungan terhadap peroksidasi lipid. Dalam studi pemberian asam elagik pada hewan, asam elagik memiliki efek perlindungan terhadap stres oksidatif. Selain itu asam elagik juga lebih efektif dalam mengurangi peroksidasi lipid dan meningkatkan glutation (Ozkaya et al., 2010). Pada penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kandungan asam elagik pada Stroberi mampu menurunkan kadar sitokrom P 450 yang menjadi mediator terbentuknya metabolit reaktif (Ahn et al., Asam elagik ampuh terhadap anion oksida dan hidroksil anion in vitro , serta efek perlindungan terhadap peroksidasi lipid. Dalam studi pemberian asam elagik pada hewan, asam elagik memiliki efek perlindungan terhadap stres oksidatif. Selain itu asam elagik juga lebih efektif dalam mengurangi peroksidasi lipid dan meningkatkan glutation (Ozkaya et al., 2010). Pada penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kandungan asam elagik pada Stroberi mampu menurunkan kadar sitokrom P 450 yang menjadi mediator terbentuknya metabolit reaktif (Ahn et al.,

Vitamin C dikenal sebagai senyawa utama tubuh yang dibutuhkan dalam berbagai proses penting, mulai dari pembuatan kolagen (protein berserat yang membentuk jaringan ikat pada tulang), pengangkut lemak, pengangkut elektron dari berbagai reaksi enzimatik, pemacu gusi yang sehat, pengatur tingkat kolestrol, serta pemacu imunitas. Selain itu, vitamin

C sangat diperlukan tubuh untuk menyembuhkan luka dan meningkatkan fungsi otak agar dapat bekerja maksimal (Astawan dan Leomitro, 2008). Vitamin C merupakan bahan yang kuat kemampuan reduksinya dan bertindak sebagai antioksidan dalam reaksi-reaksi hidroksilasi (Almatsier, 2009). Vitamin C dapat membantu tubuh memproduksi glutation. Vitamin C juga merupakan antioksidan yang sangat efektif yang dapat menetralkan radikal bebas berbahaya dalam proses stres oksidatif. Bahkan dalam jumlah kecil, melindungi lipid tubuh (lemak), protein, asam nukleat (RNA dan DNA), dan karbohidrat dari kerusakan oleh radikal bebas dan kerusakan oksidatif (Stonehaven, 2008).

Gambar 2.2. Skema Kerangka Pemikiran

Keterangan:

: memacu : menghambat

Nekrosis sel ginjal

Lipid peroxidase

Kerusakan makromolekul

Parasetamol dosis toksis

Metabolisme oleh P 450 meningkat

Peningkatan NAPQI

Pengosongan glutathione

Radikal bebas

Ikatan kovalen NAPQI Stres oksidatif

dengan makromolekul

Sari buah Stroberi

Kandungan antioksidan meningkat

Anthosianin Asam elagik

Vitamin C

Hipotesis penelitian ini adalah:

1. Pemberian sari buah Stroberi dapat mencegah kerusakan histologis sel

ginjal mencit (Mus musculus) akibat paparan parasetamol.

2. Peningkatan dosis sari buah Stroberi dapat meningkatkan efek pencegahan terhadap kerusakan histologis sel ginjal mencit (Mus musculus) akibat paparan parasetamol.

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan Randomized Controlled Trial (RCT) (Murti, 2006). Peneliti mengadakan perlakuan terhadap sampel yang telah ditentukan yaitu berupa hewan coba di laboratorium.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

C. Subyek Penelitian

Subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit (Mus musculus ) jantan dengan galur Swiss Webster berusia 2-3 bulan dengan berat badan ± 20 gram. Teknik sampling yang dipakai adalah incidental sampling (Murti, 2006). Menurut Purwawisastra (2001), jumlah sampel yang digunakan berdasarkan rumus Federer yaitu :

(k-1)(n-1) > 15 (4-1)(n-1) > 15

3 ( n-1) > 15 3n > 15+3

Keterangan : k

: Jumlah kelompok

: Jumlah sampel dalam tiap kelompok Pada penelitian ini jumlah sampel yang digunakan dalam tiap kelompok ditentukan sebanyak 7 ekor mencit (n > 6), dan jumlah kelompok mencit yang ada 4 sehingga penelitian ini membutuhkan sebanyak 28 ekor mencit.

D. Desain Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Randomized Controlled Trial (RCT) (Murti, 2006).

KK : (-) O0 KPI: (X1) O1

Random KPII: (X2) O2

KPIII: (X3) O3

Gambar 3.1. Skema Desain Penelitian Keterangan : KK :

Kelompok kontrol tanpa diberi sari buah Stroberi maupun parasetamol.

KP I : Kelompok perlakuan I yang diberi parasetamol tanpa diberi sari buah Stroberi.

KP II : Kelompok perlakuan II yang diberi parastamol dan sari buah Stroberi dosis I.

Sampel mencit

28 ekor

Bandingkan dengan uji statistik

Stroberi dosis II.

(-) : Pemberian akuades peroral sebanyak 0,3 ml/20 g BB mencit setiap hari selama 14 hari berturut-turut.

X1 : Pemberian akuades peroral sebanyak 0,3 ml/20 g BB mencit setiap hari selama 14 hari berturut-turut dan pada hari ke-12,

13, dan 14 diberi parasetamol peroral 5 mg/20 g BB mencit perhari.

X2 : Pemberian sari buah Stroberi peroral dosis I (416 mg/20 g BB mencit) setiap hari selama 14 hari berturut-turut dan pada hari ke-12, 13, dan 14 diberikan juga parasetamol peroral dosis 5 mg/20 g BB mencit perhari 2 jam setelah pemberian sari buah Stroberi.

X3 : Pemberian sari buah Stroberi peroral dosis II (832 mg/20 g BB mencit) setiap hari selama 14 hari berturut-turut dan pada hari ke-12, 13, dan 14 diberikan juga parasetamol peroral dosis 5 mg/20 g BB mencit perhari 2 jam setelah pemberian sari buah Stroberi.

Pengamatan jumlah inti sel epitel tubulus proksimal ginjal piknosis, karioreksis, dan kariolisis dari 50 sel di pars konvulata korteks ginjal Kelompok Kontrol (KK).

piknosis, karioreksis, dan kariolisis dari 50 sel di pars konvulata korteks ginjal KP I.

Pengamatan jumlah inti sel epitel tubulus proksimal ginjal piknosis, karioreksis, dan kariolisis dari 50 sel di pars konvulata korteks ginjal KP II.

Pengamatan jumlah inti sel epitel tubulus proksimal ginjal piknosis, karioreksis, dan kariolisis dari 50 sel di pars konvulata korteks ginjal KP III.

Pengamatan jumlah inti sel epitel tubulus proksimal ginjal yang mengalami piknosis, karioreksis dan kariolisis dilakukan pada hari ke-15 setelah perlakuan pertama diberikan.

E. Identifikasi Variabel

1. Variabel bebas Pemberian sari buah Stroberi.

2. Variabel terikat Kerusakan histologis sel ginjal mencit.

3. Variabel perancu Variasi genetik, jenis kelamin, umur, berat badan, suhu ruangan, jenis makanan, kondisi psikologis, keadan awal ginjal, dan reaksi hipersensitivitas mencit semuanya diseragamkan.

1. Variabel bebas dalam penelitian ini Variabel bebas pada penelitian ini adalah pemberian sari buah Stroberi dengan jenis Fragaria x annanassa var Duchesne yang sudah matang. Pengambilan sari buah Stroberi dengan menggunakan juice extractor. Sari buah Stroberi diberikan secara per oral dengan sonde lambung dengan dua dosis, selama 14 hari berturut-turut.

Dosis I : 416 mg/20 g BB mencit/hari, dibeikan pada KP II. Dosis II

: 832 mg/20 g BB mencit/hari, diberikan pada KP III. Pada dosis II, dua kali dari dosis I untuk melihat adanya perbedaan pengaruh dosis bertingkat sari buah Stroberi dalam mengurangi kerusakan ginjal terhadap paparan parasetamol. Skala pengukuran variabel ini adalah kategorial.

2. Variabel terikat dalam penelitian ini Kerusakan histologis sel ginjal mencit. Kerusakan histologis sel ginjal adalah gambaran mikroskopis sel epitel tubulus proksimal ginjal mencit yang mengalami kerusakan setelah pemberian parasetamol kemudian diberi sari buah Stroberi. Kerusakan histologis dinilai dari banyaknya sel yang mengalami kerusakan dari tiap 50 sel epitel tubulus proksimal di suatu daerah tertentu pada pars konvulata korteks ginjal.

Tanda-tanda kerusakan sel dinilai dari adanya inti sel yang mengalami piknosis, karyoreksis, dan karyolisis. Sel yang mengalami piknosis intinya kisut dan bertambah basofil, berwarna gelap batasnya tidak teratur. Sel yang Tanda-tanda kerusakan sel dinilai dari adanya inti sel yang mengalami piknosis, karyoreksis, dan karyolisis. Sel yang mengalami piknosis intinya kisut dan bertambah basofil, berwarna gelap batasnya tidak teratur. Sel yang

Jadi, jika dari 50 sel epitel tubulus proksimal tersebut terdapat 10 sel epitel tubulus proksimal dengan inti piknosis, 5 sel dengan inti karioreksis, dan 3 sel dengan inti kariolisis, maka jumlah sel epitel yang mengalami kerusakan adalah: 10 + 5 + 3 = 18.

Semakin banyak jumlah sel yang mengalami kerusakan maka semakin berat kerusakan ginjal. Skala ukuran variabel ini adalah skala kontinyu.

G. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat Alat yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Kandang mencit 4 buah masing-masing untuk 7 ekor mencit.

b. Timbangan hewan.

c. Sonde lambung.

d. Alat bedah hewan percobaan (skalpel, pinset, gunting, jarum, meja lilin).

e. Alat untuk pembuatan preparat histologi.

f. Mikroskop cahaya medan terang.

g. Gelas ukur dan pengaduk.

2. Bahan Bahan yang akan digunakan adalah sebagai berikut :

a. Makanan hewan percobaan (pelet dan air PAM).

b. Parasetamol.

c. Sari buah Stroberi

d. Bahan untuk pembuatan preparat histologi dengan pengecatan HE.

H. Cara Kerja

1. Persiapan mencit Mencit diadaptasikan selama tujuh hari di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta dan dilakukan pengelompokan secara random menjadi 4 kelompok. Tiap kelompok terdiri atas 7 ekor mencit. Sesudah adaptasi, keesokan harinya dilakukan penimbangan untuk menentukan dosis dan dilakukan perlakuan.