Analisis Fluktuasi Kurs Rupiah Terhadap Dollar Amerika Periode Januari 2005 – Juni 2010.

DOLLAR AMERIKA PERIODE JANUARI 2005 – JUNI 2010

Skripsi Dimaksudkan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun oleh : CHARISMA NANDA F0105008 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

Bahwa Meskipun Takut Kita Jalan Terus, dan Berani Melompati Pagar Batas Ketakutan Tadi, Mungkin Disitu Harga Kita Ditetapkan

(GusDur)

Lebih Baik Bertempur dan Kalah Daripada Tidak Pernah Bertempur Sama Sekali (Arthur Hugh)

Tidak Ada Orang Yang Lebih Mengenal Tentang Keberhasilan, Kecuali Orang Yang Memulai

(Saelany Machfudz)

1. Allah SW T yang telah memberikan semua nikmatNya.

2. Bapak dan Ibu, terima kasih atas doa dan pengorbanannya.

3. Semua Keluargaku terimakasih atas segalanya.

4. Semua teman-teman EP 2005 dan semuanya, terimakasih banyak.

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala karuniaNya sehinggapenulis selalu diberikan petunjuk, kesabaran dan ketekunan dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul ANALISIS FLUKTUASI KURS RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA PERIODE JANUARI 2005 – JUNI 2010.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan skripsi ini dapat selesai berkat bantuan dari banyak pihak, maka pada kesempatan ini dengan rendah hatipenulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Izza Mafruhah, SE, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan ilmu dan bimbingan dengan sabar kepada penulis.

2. Bapak Drs. Wisnu Untoro, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

3. Bapak Drs.Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

4. Bapak dan Ibu dosen serta para staf Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan bimbingan dan ilmu selama

penulis menuntut ilmu di Un iversitas Sebelas Maret.

berupa semangat dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Universitas Sebelas Maret.

6. Untuk kedua kakak dan seorang adik yang tak henti-hentinya memberikan semangat.

7. Buat semua temen-temen EP 2005 yang telah memberikan persahabatan dan bantuan selama penulis menjalankan studi di

Fakultas Ekonomi.

8. Teman-teman kos Anur dan Morogebug yang memberikan kesan indah selama penulis menjalankan studi di Fakultas Ekonomi.

9. Para sahabat seperjuangan yang selalu ada dalam suka dan duka, Dimas, Rangga, Primanda, Syafik, Hafied, Hafis, Heru, Danang, Didi.

10. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis ”TERIMA KASIH”.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, maka penulis mengharapkan kritik dan saran demi kebaikan dan

kesempurnaan dalam skripsi ini. Akhir kata penulis mohon maaf atas semua kesalahan baik disengaja maupun tidak dan semoga karya sederhana ini dapat

bermanfaat. Surakarta, Desember 2012

Penulis

Tabel Halaman

4.1 Perkembangan Suku Bunga SBI Tahun 2005 - 2010.................................. 62

4.2 Perkembangan Kurs Rupiah Tahun 2005 - 2010 ........................................ 64

4.3 Perkembangan JUB Tahun 2005 - 2010 ..................................................... 66

4.4 Perkembangan Inflasi Tahun 2005 - 2010 .................................................. 68

4.5 Perkembangan Impor Tahun 2005 - 2010 .................................................. 70

4.6 Hasil Uji MWD Linier ................................................................................ 72

4.7 Hasil Uji MWD Log-Linier ........................................................................ 73

4.8 Hasil Regresi Persamaan OLS .................................................................... 74

4.9 Hasil Uji Multikolinieritas .......................................................................... 76

4.10 Uji Heteroskedastisitas ............................................................................... 77

Gambar Halaman

2.1 Mekanisme Transmisi Nilai Tukar ke Inflasi ............................................. 14

2.2 Hubungan Antara Uang Inti, Uang Kartal, Uang Giral, Cadangan Bank, dan JUB ............................................................................................................. 36

2.3 Kerangka Pem ikiran ................................................................................... 46

1.1 Daerah Kritis Uji t ...................................................................................... 54

1.2 Daerah Kritis Uji f ...................................................................................... 56

4.1 Grafik Suku Bunga SBI Tahun 2005 -2010 ............................................... 63

4.2 Grafik Perkembangan Kurs Tahun 2005 – 2010 ........................................ 66

4.3 Grafik Perkembangan JUB Tahun 2005 – 2010 ......................................... 68

4.4 Grafik Perkembangan Inflasi Tahun 2005 – 2010 ...................................... 69

4.5 Grafik Perkembangan Impor Tahun 2005 – 2010 ...................................... 71

Charisma Nanda F0105008 ANALISIS FLUKTUASI KURS RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA PERIODE JANUARI 2005 – JUNI 2010.

Dampak melemahnya kurs rupiah menyebabkan perekonomian Indonesia menjadi goyah dan dilanda krisis ekonomi dan kepercayaan terhadap mata uang dalam negeri. Mengingat besarnya dampak dari fluktuasi kurs terhadap perekonomian ini maka jelas diperlukan suatu manajemen kurs yang baik sehingga kurs menjadi

stabil dan fluktuasinya dapat diprediksi. Kegagalan pada manajemen kurs akan berakibat gangguan terhadap ketidakstabilan perekonomian yang akan berdampak luas pada proses pembangunan ekonomi secara keseluruhan.

Dilatar belakangi kondisi tersebut penulis mengadakan penelitian yang bertujuan untuk megetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi fluktuasi kurs rupiah terhadap dollar Amerika. Variabel-variabel yang diteliti diantaranya jumlah uang yang beredar, suku bunga SBI, inflasi serta impor dan seberapa besar pengaruh variabel tersebut terhadap kurs rupiah.

Untuk ketepatan analisis selanjutnya dilakukan uji MWD, uji asumsi klasik, dan uji statistik. Data-data yang dimaksudkan adalah data nilai tukar rupiah terhadap dollar (kurs) sebagai variabel dependen, sedangkan untuk variabel independennya adalah suku bunga SBI, jumlah uang beredar, inflasi, dan impor.

Dalam analisis terjadi multiko linearitas antara variabel inflasi dan suku bunga SBI karena mempunyai korelasi lebih besar dari 0,800, maka salah satu harus dihilangkan, dan yang dihilangkan adalah suku bunga SBI, sehingga suku bunga SBI tidak masuk dalam variabel independen yang akan diteliti lagi. Dari hasil analisis dapat disimpulkan terjadi pengaruh yang cukup signifikan antara jumlah uang yang beredar, inflasi, dan impor terhadap kurs rupiah terhadap dollar Amerika.

Kata Kunci : Kurs rupiah, Jumlah uang beredar, Suku bunga SBI, Inflasi, Impor, Uji MWD.

Charisma Nanda F0105008 THE ANALYSIS OF THE FLUCTUATION OF RUPIAH EXCHANGE RATE TO U.S . DOLLAR ON JANUARY 2005 – JUNE 2010 PERIOD

As rupiah exchange rate weakened, the impacts are for instances Indonesian economy becomes unsteady, and Indonesia is stricken by economic crisis and trust crisis of domestic currency. Based on the big effect of fluctuation of the exchange, a good exchange management is badly needed in order to make the exchange stable and the fluctuation predictable. Unsuccessful exchange management will make national economy unsteady because of which will effect whole economical developments.

Hence, the writer conducted a research to know certain factors result in the fluctuation of rupiah exchange rate to U.S. dollar. The variables being observed are the amount of money circulating, interest rate (BI rate), inflation, and import. The writer observed on how much the variables effect rupiah exchange rate.

For making sure that his analysis is precise, the writer conducted WMD test, classic assumption test, and statistical test. The data which is tested are the rupiah exchange to U.S. dollar as dependent variable, and the amount of money circulating, interest rate (BI rate), inflation, and import as independent variables.

In analysis, the writer finds that there is multicollinearity between inflation variable and BI rate because the correlation is bigger than 0,800. Because of that, there must be one variable of the two has to be excluded from the observation. The writer exclude BI rate, so it is out of the observed independent variables in this research. From the analysis, it can be concluded that there is significant influence of the amount of money circulating, inflation and import to the rupiah exchange rate to U.S. dollar.

Keywords: Rupiah Exchange, Circulating Money, BI Rate, Import, WMD test.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Globalisasi dalam bidang ekonomi menyebabkan berkembangnya sistem perekonomian ke arah yang lebih terbuka antar negara. Perekonomian terbuka inilah yang membawa suatu dampak ekonomis yaitu terjadinya perdagangan internasional antar negara-negara di dunia. Dengan adanya perdagangan internasional inilah maka akan dijumpai masalah baru yakni perbedaan mata uang yang digunakan oleh negara-negara yang bersangkutan. Akibat adanya perbedaan mata uang yang digunakan dbaik di negara yang menjadi pengimpor maupun pengekspor maka menimbulkan suatu perbedaan nilai tukar mata uang (kurs), oleh karena itu diperlukan pertukaran mata uang antar negara. Perbadaan nilai tukar mata uang suatu negara (kurs) pada prinsipnya ditentukan oleh besarnya permintaan dan penawaran mata uang tersebut (Levi, 1996:129). Kurs merupakan salah satu harga yang lebih penting dalam perekonomian terbuka, mengingat pengaruhnya yang besar bagi neraca transaksi berjalan maupun maupun bagi variabel-variabel makro ekonomi lainya. Kurs dapat dijadikan alat untuk mengukur kondisi perekonomian suatu negara. Pertumbuhan nilai mata uang yang stabil menunjukan bahwa negara tersebut memiliki kondisi ekonomi yang relatif baik dan stabil (Sakvator, 1997:10). Krisis sektor keuangan (sektor finansial) di Indonesia yang dimulai pada bulan agustus 1997 lalu dimana krisis ini ditandai dengan terjadinya

yang kongkrit bagaimana krisis pada sektor finansial dapat menjadi pemicu krisis ekonomi secara keseluruhan. Setelah krisis terjadi, nilai rupiah mengalami penurunan yang sangat drastis yang menyebabkan kondisi ekonomi Indonesia melemah. Nilai tukar rupiah secara simultan mendapat tekanan yang cukup berat karena besarnya capital out flow akibat hilangnya kepercayaan investor asing terhadap prospek perekonomian Indonesia. Fluktuasi nilai tukar ini bagi sebagian orang dianggap sebagai salah satu penyebab terjadi krisis ekonomi di Indonesia. Ketidakstabilan nilai tukar ini mempengaruhi arus modal atau investasi dan perdagangan internasional.

Indonesia sebagai negara yang banyak mengimpor bahan baku industri mengalami dampak dari ketidakstabilan kurs ini, yang dapat dilihat dari melonjaknya biaya produksi sehingga menyebabkan harga barang-barang milik Indonesia mengalami peningkatan. Dengan melemahnya kurs rupiah menyebabkan kurs rupiah menyebabkan perekonomian Indonesia menjadi goyah dan dilanda krisis ekonomi dan kepercayaan terhadap mata uang dalam negeri. Mengingat besarnya dampak dari fluktuasi kurs terhadap perekonomian ini maka jelas diperlukan suatu manajemen kurs yang baik sehingga kurs menjadi stabil dan fluktuasinya dapat diprediksi, sehingga pasar maupun otoritas moneter mampu melakukan langkah-langkah anti positif meredam dampak negatif berfluktuasinya kurs terhadap perekonomian sehingga perekonomian dapat tetap berjalan dengan stabil, sehingga jika terjadi kegagalan pada manajemen kurs maka hal tersebut merupakan

pada proses pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Salah satu dampak terhebat krisis moneter adalah terjadinya tekanan laju inflasi yang mengganggu kestabilan perekonomian negara yang terkena krisis tersebut. Demikian pada halnya dengan krisis moneter yang terjadi di Asia pada tahun 1997 yang lalu. Indonesia, Korea, Malaysia, Philipina, dan Thailand, lima negara di kawasan Asia yang terkena imbas paling parah dari krisis moneter, telah mengalam i peningkatan harga-harga umum dalam negeri yang cukup tajam. Pada puncak krisis ditahun 1998, tingkat inflasi d i negara- negara tersebut menigkat setidaknya 4-5 persen lebih tinggi dari tingkat rata- ratanya ditahun 1996, kecuali di Indonesia dan Philipina yang lebih tinggi dari angka tersebut.

Besarnya peningkatan tingkat inflasi di Indonesia adalah yang paling tajam diantara negara-negara di Asia Tenggara yang terkena krisis moneter. Rata- rata tahunan tingkat inflasi di Indonesia adalah 58% pada tahun 1998, puncaknya mencapai level 79%. Setelah jatuh pada tingkat yang relatif rendah di awal tahun 2000, tingkat inflasi mulai naik di akh ir tahun 2000 dan berada pada kisaran 12-15% di akhir tahun 2001. Jika d ibandingkan dengan tingkat inflasi akut yang terjadi pada beberapa negara di kawasan Amerika Latin pada waktu yang sama, tingkat inflasi d i Indonesia masih tergolong relatif sedang. Akan tetapi untuk sebuah negara yang notabene telah sukses memelihara tingkat inflasi tahunan pada level single digit, peningkatan harga umum di

tahun terakhir. Secara umum inflasi menyebabkan timbulnya sejumlah biaya sosial yang harus ditanggung oleh masyarakat. Pertama, inflasi menimbulkan dampak negatif pada distribusi pendapatan. Masyarakat golongan bawah dan berpendapatan tetap akan menanggung beban inflasi dengan turunya daya beli mereka. Sebaliknya, masyarakat menengah dan atas yang memiliki aset-aset finansial seperti tabungan atau deposito dapat melindungi kekayaannya dari inflasi, sehingga daya beli mereka relatif tetap. Kedua, inflasi yang tinggi berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Tingkat inflasi yang tinggi sering diikuti oleh tingkat inflasi yang berfluktuasi, yang dalam jangka panjangh memberikan dampak negatif terhadap laju pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat terjadi karena ketidakpastian tingkat inflasi yang menyebabkan investor cenderung untuk melakuan investasi finansial jangka pendek yang bersifat spekulatif daripada melakukan investasi proyek riil yang bersifat produktif.

Berdasarkan uraian diatas penulis ingin menganalisa lebih jauh mengenai fluktuasi kurs rupiah terhadap dolar Amerika, sehingga penelitian ini berjudul

“Analisis Fluktuasi Rupiah Terhadap Dollar Amerika Periode Januari

2005 – Juni 2010”.

Berdasarkan latar belakang dan untuk memberikan arah penelitian yang jelas maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh Jumlah Uang Beredar (JUB) terhadap kurs

Rupiah terhadap mata uang Dollar AS?

2. Bagaimana pengaruh suku bunga SBI terhadap kurs Rupiah terhadap

mata uang Dollar AS?

3. Bagaimana pengaruh Inflasi terhadap kurs Rupiah terhadap mata uang

Dollar AS?

4. Bagaimana pengaruih nilai Impor terhadap kurs Rupiah terhadap mata

uang Dollar AS?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh Jumlah Uang Beredar (JUB) terhadap kurs Rupiah terhadap mata uang Dollar AS?

2. Untuk mengetahui pengaruh suku bunga SBI terhadap kurs Rupiah terhadap mata uang Dollar AS?

3. Untuk mengetahui pengaruh inflasi terhadap kurs Rupiah terhadap mata uang Dollar AS?

4. Untuk mengetahui pengaruh nilai Impor terhadap kurs Rupiah terhadap mata uang Dollar AS?

Hasil dari penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi :

1. Bank Indonesia maupun lembaga lainya sebagai referensi dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan yang mampu meningkatkan kestabilan perekonomian Indonesia.

2. Untuk digunakan sebagai salah satu referensi yang berguna meningkatkan kualitas penelitian selanjutnya.

3. Untuk menambah pembendaharaan riset tentang kebijakan moneter di Indonesia terutama di Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta.

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional terjadi karena adanya perbedaan selera atau pola konsumsi antar negara, dan timbulnya perdagangan internasional

terutama sekali karena suatu negara bisa menghasilkan barang tertentu secara lebih efisien dari pada negara lain (Boediono, 1993:19). Ekspor adalah upaya

melakukan penjualan komoditi yang kita miliki kepada bangsa lain atau negara lain, dengan mengharapkan pembayaran dalam valuta asing. Sebaliknya kegiatan impor adalah melakukan pembelian komoditi yang lebih berdaya guna dari negara lain, dengan bersedia membayar harganya dalam valuta asing juga (Amir, Ms,2004:1)

Persiapan utama yang harus dimiliki untuk memasuki kegiatan ekspor impor adalah mental atau keberanian dan kemampuan dalam mengambil keputusan untuk mengekspor, atau mengimpor. Tanpa keberanian pengambilan keputusan, maka bagaimanapun besarnya perusahaan, tingginya daya saing yang dihasilkan, serta besarnya fasilitas yang diberikan pemerintah, dapat dipastikan kita tidak akan menjadi eksportir maupun importir (Amin MS,2004:1). Dengan demikian keberanian seseorang ataupun suatu negara merupakan persiapan utama dalam mengambil keputusan untuk menentukan arah ke perdagangan internasional.

Teori perdagangan internasional dapat dikelompokan menjadi dua kelompok, yaitu teori klasik dan teori modern. Teori klasik dimotori oleh dua tokoh besar yaitu Adam smith yang terkenal dengan teori keunggulan absolut dan David Ricardo yang terkenal dengan teori keunggulan komparatifnya. Sedangkan teori modern disebut juga sebagai teori proporsi yang dikemukakan oleh Heckscher dan Ohlin.

1. Teori Klasik

a. Teori keunggulan Absolut /Absolut Adventage

Menurut teori ini suatu negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional (gain from trade) jika negara tersebut melakukan spesialisasi produksi, mengekspor produk yang mempunyai keunggulan mutlak dan mengimpor barang jika negara tersebut memiliki ketidakunggulan mutlak. Jadi menurut Adam Smith suatu negara akan mendapat gain from trade jika negara tersebut mengekspor barang-barang dimana barang tersebut dapat diproduksi lebih efektif dan efisien atau lebih murah dibandingkan dengan memproduksi barang lain.

b. Teori Keunggulan Komperatif / Comperatif Adventage

Teori keunggulan komperatif yang dikemukakan oleh David Ricardo merupakan kritik dari teori keunggulan absolute yang disampaikan oleh Adam Smith. Menurut teori ini meskipun negara tidak memiliki keunggu lan absolut dalam memproduksi suatu jenis

perdagangan internasional masih bisa dilakukan. Teori yang dicetuskan oleh David Ricardo didasarkan pada efisiensi tenaga kerja dalam menghasilkan suatu barang yang menyatakan bahwa nilai atau barang harga produk ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang dibutuhkan untuk memproduksinya. Suatu negara akan memperoleh keuntungan dari perdagangan internasional jika negara tersebut mengekspor produk yang mempunyai keunggulan komperatif dimanan barang tersebut diproduksi relatif lebih efisien.

2. Teori Modern

Teori modern dalam perdagangan internasional pertama kali dikemukakan oleh Eli Hecksher dan Bertil Oh lin dalam bukunya Interregional and International Trade . Karena teori ini menekankan pada saling keterkaitan antara perbedaan proporsi faktor-faktor produksi antar negara dan perbedaan proporsi penggunaan dalam memproduksi barang- barang, teori ini juga dinamakan teori proporsi faktor.

Menurut Ohlin, masing-masing negara memiliki faktor-faktor produksi neoklasik (tanah, tenaga kerja, modal) dalam perbandingan yang berbeda-beda, sedang untuk menghasilkan suatu barang tertentu dibutuhkan kombinasi faktor-faktor produksi yang tertentu pula. Walaupun demikian tidaklah berarti bahwa kombinasi faktor-faktor produksi itu adalah tetap. Jadi untuk menghasilkan sesuatu semacam barang tertentu Menurut Ohlin, masing-masing negara memiliki faktor-faktor produksi neoklasik (tanah, tenaga kerja, modal) dalam perbandingan yang berbeda-beda, sedang untuk menghasilkan suatu barang tertentu dibutuhkan kombinasi faktor-faktor produksi yang tertentu pula. Walaupun demikian tidaklah berarti bahwa kombinasi faktor-faktor produksi itu adalah tetap. Jadi untuk menghasilkan sesuatu semacam barang tertentu

Dari teori yang dikemukakan oleh H-O maka, dapat disimpulkan bahwa harga biaya produksi suatu barang ditentukan oleh jumlah kombinasi dari faktor produksi yang dimiliki oleh masing-masing negara, comperative advantage dari masing-masing produk yang dihasilkan oleh masing-masing negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi dari masing-masing faktor produksi yang dimiliki serta masing-masing negara yang cenderung melakukan spesialisasi produk yang relatif leb ih banyak dan murah (Hamdy Hady,2004:42).

C. Faktor-faktor Pendorong Terjadinya Perdagangan Internasional

Menurut Krugman dan Obstfield (1992), menyatakan bahwa perdagangan internasional terjadi karena dua alasan utama. Pertama, negara berdagang karena adanya perbedaan antara satu negara dengan negara lain. Perbedaan ini menyebabkan masing-masing negara berusaha untuk bersosialisasi terhadap barang yang diproduksi untuk memperoleh keuntungan dari bersosialisasi tersebut. Kedua, negara-negara melakukan perdagangan untuk mencapai skala ekonomis dalam produksi, maksudnya, jika setiap negara hanya memproduksi barang tertentu, akan menghasilkan barang-barang tersebut dalam skala lebih

memproduksi segala jenis barang. Perdagangan internasional merupakan suatu kegiatan serta kebutuhan setiap negara di dunia, tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri negara tersebut, karena kebutuhan akan suatu produk yang diinginkan tidak dapat dipenuhi dengan produk-produk yang dihasilkan dalam negeri. Perdagangan internasional antar negara dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perdagangan internasional antara lain.

1. Teori Permintaan dan Penawaran

Terjadinya perdagangan internasional antar dua negara adalah karena adanya perbedaan tingkat permintaan dan penawaran. Permintaan adalah barabg dan jasa yang diminta dipasar dengan berbagai tingkat harga dan disertai kekuatan untuk membayar. Misalnya di Indonesia permintaan akan mebel sedikit, sedangkan di Eropa permintaan akan mebel tinggi, maka Indonesia akan menjual mebel tersebut ke Eropa setelah dikurangi dengan permintaan dalam negeri. Sedangkan penawaran adalah sejumlah barang yang ditawarkan pada berbagai tingkat harga tertentu. Misalnya Indonesia menjual barang-barang mebel ke negara Eropa karena di Indonesia terjadi surplus produksi.

2. Vent For Surplus

Vent for surplus adalah penyaluran surplus atau pelepasan surplus khususnya komoditi pertanian dan bahan-bahan mentah dari negara-negara Vent for surplus adalah penyaluran surplus atau pelepasan surplus khususnya komoditi pertanian dan bahan-bahan mentah dari negara-negara

3. Siklus Produk (product cycle)

Dasar pemikiran ini adalah mengikuti perubahan waktu setiap produk atau industri akan melalui proses dari tahap pengembangan (inovasi) hingga tahap kejenuhan (meturity) dan tahap penurunan produksi (decreasing)

D. Nilai Tukar (Kurs)

Nilai tukar mata uang atau yang sering disebut dengan kurs adalah harga satu unit mata uang asing dalam bentuk mata uang domestik atau dapat juga dikatakan harga mata uang domestik terhadap mata uang asing (Simorangkir dan Suseno, 2004: 4). “Nilai tukar atau kurs atau Exchange Rate (ER) didefinisikan sebagai harga mata uang domestik” (Salvator, 1997 : 49). Menurut (Krugman & Obsfeld, 1994: 40) “Nilai tukar atau kurs adalahharga suatu mata uang terhadap mata uang lain”. Nilai tukar yang kita kenal dalam pengertian sehari-hari adalah dalam pengertian nominal (nilai tukar nominal). Dalam menganalisis nilai tukar, kita juga mengenal nilai tukar riil. Nilai tukar riil adalah nilai tukar nominal yang sudah dikoreksi dengan harga relatif, yaitu harga-harga di dalam negeri disbanding dengan harga-harga di luar negeri. Nilai tukar riil tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus sederhana sebagai berikut (Khalwaty, 2000) : Nilai tukar mata uang atau yang sering disebut dengan kurs adalah harga satu unit mata uang asing dalam bentuk mata uang domestik atau dapat juga dikatakan harga mata uang domestik terhadap mata uang asing (Simorangkir dan Suseno, 2004: 4). “Nilai tukar atau kurs atau Exchange Rate (ER) didefinisikan sebagai harga mata uang domestik” (Salvator, 1997 : 49). Menurut (Krugman & Obsfeld, 1994: 40) “Nilai tukar atau kurs adalahharga suatu mata uang terhadap mata uang lain”. Nilai tukar yang kita kenal dalam pengertian sehari-hari adalah dalam pengertian nominal (nilai tukar nominal). Dalam menganalisis nilai tukar, kita juga mengenal nilai tukar riil. Nilai tukar riil adalah nilai tukar nominal yang sudah dikoreksi dengan harga relatif, yaitu harga-harga di dalam negeri disbanding dengan harga-harga di luar negeri. Nilai tukar riil tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus sederhana sebagai berikut (Khalwaty, 2000) :

Hubungan nilai tukar dengan inflasi dapat dijelaskan dengan the law of one price atau hukum satu harga. Dalam perekonomian tertutup hukum tersebut mengemukakan bahwa harga barang-barang yang sama jika dijual di dua tempat yang berbeda akan sama harganya. Hukum ini memang banyak diperdebatkan karena untuk mengangkut suatu barang dari suatu tempat ke tempat lain diperlukan biaya transportasi. Selain itu, kebijakan suatu daerah akan berbeda dengan daerah lain. Dalam perkembangannya terjadi modifikasi dari hukum ini, dan pada akhirnya hukum the law of one price lebih menitikberatkan pada pergerakan yang sama dari satu barang yang sejenis di dua tempat.

Dalam perekonomian terbuka, atau negara yang melakukan transaksi ekonomi dengan pihak luar negeri, the law of one price diartikan tingkat harga-harga umum barang-barang yang sejenis akan sama di setiap negara apabila dikonversikan dalam mata uang lokal dari masing-masing negara. Pengertian ini sering disebut dengan konsep absolute purchasing power parity (PPP), yang dapat diformulasikan sebagai berikut (Khalwaty, 2000):

di mana P adalah tingkat harga di dalam negeri, S adalah nilai tukar mata uang asing terhadap mata uang lokal, dan P * adalah tingkat harga d i luar negeri.

nilai tukar dan inflasi pada suatu negara (Gambar 2.1). Harga barang-barang impor dipengaruhi oleh harga di luar negeri dan nilai tukar. Apabila harga di luar negeri meningkat, maka harga barang di dalam negeri yang berasal dari impor juga meningkat. Dalam kaitannya dengan nilai tukar, apabila terjadi penurunan nilai tukar lokal terhadap mata uang asing atau depresiasi maka harga barang-barang yang diimpor juga meningkat.

Gambar 2.1. Mekanisme Transmisi Nilai Tukar ke Inflasi Sumber : Simorangkir dan Suseno, 2004: 29

Penjelasan di atas leb ih menitikberatkan hubungan langsung antara nilai tukar dengan harga. Selain hubungan langsung, dikenal juga hubungan tidak langsung antara nilai tukar dengan harga (Gambar 2.1). Hubungan tidak langsung nilai tukar dengan harga ditransmisikan melalu i permintaan

Domestic

demand

Nilai Tukar

Tidak Langsung

Domestic Inflationary pressure

Total demand

Net external

demand

transmisi permintaan domestik dapat terjadi melalui perubahan harga relatif antara harga barang domestik dengan harga barang impor. Kenaikan harga barang impor relatif terhadap harga barang di dalam negeri akibat depresiasi mengakibatkan kecenderungan masyarakat untuk membeli lebih banyak barang di dalam negeri. Kenaikan tersebut dapat mendorong peningkatan harga barang-barang di dalam negeri. Sementara itu, transmisi tidak langsung melalui perm intaan eksternal bersih terjadi melalui mekanisme perubahan harga barang-barang impor dan ekspor. Devaluasi nilai tukar mengakibatkan harga barang impor lebih mahal dan harga barang ekspor lebih murah. Kenaikan harga barang impor dapat mendorong penurunan jumlah barang impor, sementara penurunan harga barang ekspor dapat meningkatkan ekspor. Secara keseluruhan kedua faktor ini akan meningkatkan permintaan eksternal bersih dan pada lanjutannya meningkatkan total permintaan agregat dan pada akhirnya meningkatkan laju inflasi.

Efektivitas kebijakan moneter dalam perekonomian terbuka sangat dipengaruhi oleh sistem nilai tukar yang digunakan. Dalam perekonomian terbuka dengan tingkat mobilitas modal yang tinggi, kebijakan moneter dalam sistem nilai tukar mengambang akan lebih efektif jika dibandingkan dengan sistem nilai tukar tetap.

1. Sistem Nilai Tukar atau Kurs

Sistem kurs valuta asing sangat tergantung dari sifat pasar, apabila transaksi jual beli valuta asing dapat dilakukan secara bebas pasar maka

Macam-macam kurs valuta asing adalah (Nopirin, 1995: 147-56):

a. Sistem Kurs Berubah-ubah

Dalam pasar bebas perubahan kurs tergantung pada beberapa faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan. Faktor valuta asing merupakan debit dalam neraca pembayaran internasional. Faktor-faktor yang berasal baik dalam negeri maupun luar negeri termasuk pendapatan, impor periode lalu, tingkat bunga dan harga (harga barang dalam negeri dan suku bunga dalam penelitian ini tidak dibahas) akan mempengaruhi penawaran dan permintaan kurs valuta asing. Makin tinggi tingkat pertumbuhan pendapatan (relatif terhadap negara lain) makin besar pula perm intaan valuta asing. Kurs valuta asing cenderung naik (harga mata uang sendiri turun). Inflasi akan menyebabkan kurs valuta asing naik, kenaikan tingkat bunga dalam negeri cenderung naik, kenaikan tingkat bunga dalam negeri cenderung menarik modal masuk luar negeri. Kurs valuta asing akan turun (mata uang sendiri nilainya naik relatif terhadap valuta asing). Semua kegiatan ekonomi dan kebijakan pemerintah (fiskal dan moneter) yang mempengaruhi pendapatan, harga dan tingkat bunga, juga akan berpengaruh terhadap kurs valuta asing.

Kebijakan pemerintah (kenaikan pengeluaran misalnya) akan menaikkan pendapatan dan harga, kenaikan pendapatan dan harga in i akan menyebabkan impor naik dan berarti akan meningkatkan Kebijakan pemerintah (kenaikan pengeluaran misalnya) akan menaikkan pendapatan dan harga, kenaikan pendapatan dan harga in i akan menyebabkan impor naik dan berarti akan meningkatkan

b. Sistem Kurs Bebas Sistem kurs bebas sering menimbulkan adanya tindakan spekulasi

sebagai akibat ketidaktentuan didalam kurs valuta asing karena itu banyak negara yang kemudian menjalankan politik untuk menstabilkan kurs.

c. Pengawasan Devisa Dalam sistem ini pemerintah memonopoli seluruh transaksi valuta

asing, kurs valuta asing sudah tidak dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran. Tujuan untuk mencegah adanya aliran modal keluar dan menghindari pengaruh depresiasi dari negara lain, terutama dalam menghadapi keterbatasan cadangan valuta asing dibanding dengan permintaannya sehingga pemerintah perlu mengadakan alokasi di dalam penggunaannya yaitu, untuk tujuan yang sesuai dengan program pemerintah. Alokasi biasanya dilakukan dengan menggunakan lisensi impor.

d. Keseimbangan Kurs Valuta Asing Pada umumnya kurs valuta asing ditentukan oleh perpotongan

kurva perm intaan pasar dan kurva penawaran pasar dari mata uang kurva perm intaan pasar dan kurva penawaran pasar dari mata uang

Suatu mata uang akan cenderung mengalami spesialisasi di pasar valuta asing jika terjadi pergeseran kurva permintaan ke kanan atau kurva penawaran kekiri atas mata uang ini. Pergeseran kearah sebaliknya akan cenderung mendepresiasi mata uang ini. Pergeseran demikian disebabkan oleh beberapa hal seperti harga, impor, dan ekspor, laju inflasi di berbagai negara, perp indahan modal, perubahan struktural, perkiraan masa depan tentang kecenderungan pendapatan nilai tukar serta kepercayaan terhadap mata uang.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukat (kurs)

Dalam sistem nilai tukar tetap, mata uang lokal ditetapkan secara tetap terhadap mata uang asing. Sementara dalam sistem nilai tukar mengambang, nilai tukar atau kurs dapat berubah-ubah setiap saat, tergantung pada jumlah penawaran dan permintaan valuta asing relatif terhadap mata uang domestik. Setiap perubahan dalam permintaan dan penawaran dari suatu mata uang akan mempengaruhi nilai-nilai mata uang yang bersangkutan. Dalam hal in i permintaan terhadap valuta asing relatif terhadap mata uang domestik meningkat. Maka mata uang domestik akan menurun. Sebaliknya jika permintaan terhadap valuta asing menurun, Dalam sistem nilai tukar tetap, mata uang lokal ditetapkan secara tetap terhadap mata uang asing. Sementara dalam sistem nilai tukar mengambang, nilai tukar atau kurs dapat berubah-ubah setiap saat, tergantung pada jumlah penawaran dan permintaan valuta asing relatif terhadap mata uang domestik. Setiap perubahan dalam permintaan dan penawaran dari suatu mata uang akan mempengaruhi nilai-nilai mata uang yang bersangkutan. Dalam hal in i permintaan terhadap valuta asing relatif terhadap mata uang domestik meningkat. Maka mata uang domestik akan menurun. Sebaliknya jika permintaan terhadap valuta asing menurun,

Dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi, terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi permintaan valuta asing, yaitu:

a. Faktor pembayaran impor

Semakin tinggi impor barang dan jasa, maka semakin besar permintaan terhadap valuta asing sehingga nilai tukar mata uang akan cenderung melemah. Sebaliknya, jika impor menurun, maka permintaan valuta asing menurun sehingga mendorong menguatnya nilai tukar.

b. Faktor aliran modal keluar (Capital outflow)

Semakin besar modal keluar, maka semakin besar permintaan valuta asing dan pada selanjutnya akan memperlemah nilai tukar. Aliran modal keluar meliputi pembayaran hutang penduduk Indonesia (baik swasta dan pemerintah) kepada pihak dan penempatan dana penduduk Indonesia ke luar negeri.

c. Kegiatan spekulasi

Semakin banyak kegiatan spekulasi valuta asing yang dilakukan oleh spekulan maka semakin besar permintaan terhadap valuta asing sehingga memperlemah nilai tukar mata uang lokal terhadap mata uang asing.

Tujuan utama kebijakan nilai tukar di Indonesia adalah menunjang efektifitas moneter dalam rangka memelihara kestabilan harga. Stabilitas nilai tukar dapat mendorong stabilitas harga khusunya stabilitas harga barang-barang yang berasal dari impor. Depresiasi nilai tukar yang terlalu besar dapat mengakibatkan harga barang impor menjadi lebih mahal dan secara laju inflasi dapat menjadi lebih mahal dan secara keseluruhan laju inflasi dapat meningkat. Selanjutnya, inflasi yang terlalu tinggi dapat menurunkan daya beli masyarakat dan menurunkan kegiatan ekonomi.

Tujuan kebijaksanaan nilai tukar lainya adalah mendukung kesinambungan pelaksanaan pembangunan khususnya yang terkait dengan neraca perdagangan. Menjaga kesinambungan nilai tukar dalam rangka mendukung neraca perdagangan perlu dipelihara karena nilai tukar yang over valued dapat mengakibatkan neraca perdagangan menjadi memburuk dan merugikan perekonomian nasional.

Sebelum diberlakukan Undang-Undang No 23 tahun 1999 dan diperbarui dengan Undang-Undang No 3 tahun 2004 tentang “Bank Indonesia”, tujuan kebijakan nilai tukar lebih ditekankan pada menunjang efektifitas kebijakan moneter berupa inflasi yang stabil dan rendah, maka secara tidak langsung akan mendukung keseimbangan neraca pembayaran dan perekonomian nasional.

1. Inflasi

a. Pengertian Inflasi

Boediono

161) mendefinisikan inflasi sebagai kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi, kecuali jika kenaikan tersebut mengakibatkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lain. Kenaikan harga-harga yang disebabkan, seperti musiman, menjelang hari raya, atau yang terjadi sekali saja dan tidak berdampak terhadap kenaikan sebagian besar harga barang-barang lain tidak d isebut inflasi.

Kenaikan harga-harga yang terjadi tersebut akan diukur dengan menggunakan indeks harga. Beberapa indeks harga yang sering digunakan untuk mengukur inflasi antara lain (Muana Nanga. 2001: 224):

1) Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index)

Adalah suatu indeks harga yang mengukur biaya sekolompok barang-barang dan jasa-jasa di pasar, yang dibeli untuk menunjang kebutuhan sehari-hari.

2) Indeks Harga Produsen (Producer Price I ndex)

Adalah suatu indeks dari harga bahan-bahan baku (raw materials ), produk antara (intermediate products) dan peralatan modal serta mesin yang dibeli oleh sektor bisnis atau perusahaan.

Adalah suatu indeks yang merupakan perbandingan atau rasio antara GNP nominal dan GNP riil dikalikan dengan 100 (Muana Nanga. 2001: 224). Jadi, GNP deflator merupakan suatu ukuran tentang tingkat harga, dan indeks ini merupakan indeks harga yang secara luas digunakan sebagai basis untuk mengukur inflasi.

b. Jenis-Jenis Inflasi

Laju inflasi dapat berbeda dari negara satu dengan negara lain atau dalam satu negara dengan waktu yang berbeda. Sehubungan dengan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap inflasi, maka dapat dilakukan pengelompokan jenis-jenis inflasi berdasarkan sudut pandang sebagai berikut:

1) Inflasi berdasarkan intensitasnya

Apabila d itinjau dari intensitasnya, inflasi dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu (Nopirin, 2000: 27):

a) Inflasi Merayap (Creeping Inflation)

Ditandai dengan laju inflasi yang rendah (kurang dari 10 persen per tahun). Kenaikan harga berjalan lambat, dengan persentase yang kecil serta dalam jangka yang relatif lama. Yang digolongkan kepada inflasi ini adalah kenaikan harga- harga yang tingkatnya tidak melebihi dua atau tiga persen.

b) Inflasi Menengah (Galloping Inflation) b) Inflasi Menengah (Galloping Inflation)

c) Inflasi Tinggi (HiperI nflation)

Adalah proses kenaikan harga-harga yang sangat cepat, yang menyebabkan tingkat harga menjadi dua atau beberapa kali lipat dalam masa yang singkat. Jenis inflasi ini memiliki akibat paling parah (laju inflasinya di atas 100 persen). Nilai uang merosot dengan tajam sehingga ingin ditukarkan dengan barang. Perputaran uang makin cepat dan harga naik secara akselerasi. Atau dengan kata lain, inflasi ini timbul sebagai akibat adanya kenaikan harga-harga umum yang berlangsung sangat cepat.

2) Inflasi berdasarkan sebabnya

Adapun jenis-jenis inflasi menurut sebabnya adalah (Nopirin, 2000: 28):

a) Inflasi Tarikan Permintaan (Demand-Pull Inflation) Merupakan inflasi yang disebabkan karena tarikan permintaan. Sedangkan menurut Boediono (1994: 162) masalah a) Inflasi Tarikan Permintaan (Demand-Pull Inflation) Merupakan inflasi yang disebabkan karena tarikan permintaan. Sedangkan menurut Boediono (1994: 162) masalah

Inflasi ini bermula dari adanya permintaan total (agregat demand ), sedangkan produksi telah berada pada keadaan kesempatan kerja penuh atau hampir mendekati kesempatan kerja penuh. Dalam keadaan seperti ini, kenaikan permintaan total disamping menaikkan harga dapat juga menaikkan hasil produksi atau output. Apabila kesempatan kerja penuh (full employment ) telah tercapai, maka penambahan permintaan hanya akan menaikkan harga saja. Apabila kenaikan permintaan ini menyebabkan keseimbangan GNP pada kesempatan kerja penuh maka akan terdapat “inflationary gap” yang akhirnya akan dapat menimbulkan masalah inflasi.

b) Inflasi Dorongan Biaya (Cost-Push Inflation)

Adalah inflasi yang terjadi akibat kenaikan biaya produksi yang mengakibatkan adanya penurunan penawaran. Kenaikan biaya produksi ini ditimbulkan oleh beberapa faktor diantaranya:

1. Persatuan serikat buruh dalam menuntut kenaikan upah.

2. Industri yang bersifat monopolistis, sehingga dapat menggunakan kekuasaannya di pasar untuk menentukan harga yang lebih tinggi.

c) Inflasi Struktural (Structural Inflation)

Adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat dari adanya berbagai kekuatan struktural yang menyebabkan penawaran di dalam perekonomian menjadi kurang atau tidak responsif terhadap permintaan yang meningkat.

d) Inflasi Sebagai Akibat Kebijakan (Policy Induced Inflation) Adalah inflasi yang disebabkan oleh kebijakan ekspansi moneter yang juga dapat merefleksikan defisit anggaran yang berlebihan dan cara pembiayaan.

e) Inflasi Dasar (core Inflation) atau Inertial Inflation Adalah inflasi yang cenderung untuk berlanjut pada tingkat yang sama sampai kejadian ekonomi yang mengakibatkan berubah. Jika inflasi terus bertahan dan tingkat inflasi ini diantisipasi dalam bentuk kontrak finansial dan upah, kenaikan inflasi akan terus berlanjut.

3) Inflasi berdasarkan asal terjadinya

Sementara itu,. jenis inflasi dapat digolongkan lagi berdasarkan asal dari inflasi tersebut antara lain (Tajul Khalwaty, 2000: 31):

a) Domestic Inflation

Domestic Inflation adalah inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestik). Kenaikan harga disebabkan karena adanya Domestic Inflation adalah inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestik). Kenaikan harga disebabkan karena adanya

b) Imported Inflation

Inflasi yang terjadi di dalam negeri sebagai akibat karena kenaikan harga-harga di luar negeri atau di negara-negara yang menjadi langganan berdagang. Kenaikan harga d i dalam negeri terutama terjadi pada barang-barang impor atau bahan baku industri yang masih belum bisa diproduksi di dalam negeri. Kenaikan harga barang-barang impor ini akan berakibat (Boediono, 1994: 164):

1. Secara langsung akan terjadi kenaikan indeks biaya hidup.

2. Secara tidak langsung akan terjadi kenaikan indeks harga melalui kenaikan biaya produksi dari berbagai barang yang menggunakan bahan mentah atau mesin-mesin yang harus diimpor.

3. Secara tidak langsung akan menimbulkan kenaikan harga di dalam negeri karena kemungkinan kenaikan harga barang- barang impor mengakibatkan kenaikan pengeluaran pemerintah atau swasta yang berusaha mengimbangi kenaikan harga impor tersebut.

Inflasi jika ditinjau dari sudut bobotnya, dapat dibedakan menjadi 4 (empat) macam, yaitu (Tajul Khalwaty, 2000: 34):

a) Inflasi Ringan

Inflasi ringan (creeping inflation) adalah inflasi dengan laju pertumbuhan yang berlangsung secara perlahan dan berada pada posisi satu digit atau di bawah 10 persen per tahun.

b) Inflasi Sedang

Inflasi sedang (moderat) adalah inflasi dengan tingkat laju pertumbuhan berada diantara 10–30 persen per tahun atau melebihi dua digit dan sangat mengancam kestabilan ekonomi suatu negara.

c) Inflasi Berat

Inflasi berat merupakan inflasi dengan laju pertumbuhan berada diantara 30–100 persen per tahun. Pada kondisi demikian, sektor-sektor produksi hampir lumpuh total kecuali yang dikuasai oleh negara.

d) Inflasi Sangat Berat

Inflasi sangat berat atau hyper inflation adalah inflasi dengan laju pertumbuhan melampaui 100 persen per tahun, sebagaimana yang terjadi di masa Perang Dunia II (1939-1945). Untuk keperluan perang terpaksa harus dibiayai dengan cara mencetak uang secara berlebihan.

Secara garis besar ada tiga kelompok teori inflasi yang masing- masing membicarakan aspek-aspek tertentu dari proses inflasi antara lain (Boediono, 1994: 167):

1) Teori Kuantitas

Teori ini menyoroti peranan dalam proses inflasi dari jumlah uang beredar dan psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga (expectations). Inti dari teori ini adalah inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang yang beredar, baik uang kartal maupun uang giral. Selain itu laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang yang beredar dan harapan masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di masa yang akan datang.

2) Teori Keynes

Menurut Keynes, inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya, sehingga permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang- barang yang tersedia. Penyebab terjadinya kenaikan permintaan ini, menurut Keynes adalah akibat dari kenaikan ekspansi jumlah uang beredar, peningkatan pengeluaran konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, atau ekspor netto.

3) Teori Strukturalis 3) Teori Strukturalis

a) Ketidakelastisan dari penerimaan ekspor, artinya laju pertumbuhan nilai ekspor lebih lamban dibanding dengan laju pertumbuhan sektor-sektor lainnya. Kelambanan tersebut disebabkan oleh dua faktor yaitu: Pertama, harga dari barang- barang ekspor di pasaran dunia makin tidak menguntungkan. Kedua, supply atau produksi barang-barang ekspor yang tidak responsif terhadap kenaikan harga (supply barang-barang ekspor yang tidak elastis).

b) Ketidakelastisan dari supply atau produksi bahan makanan di dalam negeri, artinya laju pertumbuhan produksi bahan makanan di dalam negeri lebih lamban dibandingkan dengan laju pertumbuhan jumlah penduduk dan pendapatan per kapita, sehingga harga bahan makanan di dalam negeri cenderung meningkat meleb ihi kenaikan harga barang-barang lain.

d. Dampak Inflasi

Dampak inflasi sangat luas dan beranekaragam, namun yang pasti dampak yang ditimbulkan adalah dampak yang negatif dan Dampak inflasi sangat luas dan beranekaragam, namun yang pasti dampak yang ditimbulkan adalah dampak yang negatif dan

Menurut Sadono Sukirno (2006: 339), inflasi akan menimbulkan dampak-dampak kepada individu dan masyarakat sebagai berikut:

1) Inflasi dapat menurunkan pendapatan riil bagi masyarakat yang berpendapatan tetap. Karena pada umumya kenaikan upah tidaklah secepat kenaikan harga-harga.

2) Inflasi dapat mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang. Sebagian kekayaan masyarakat disimpan dalam bentuk uang, simpanan di bank, simpanan tunai, dan simpanan dalam institusi- istitusi keuangan lain yang merupakan simpanan keuangan. Akibatnya nilai riilnya akan menurun apabila inflasi berlaku.

3) Inflasi dapat memperburuk pembagian kekayaan. Akibatnya menyebabkan

pembagian

pendapatan diantara golongan berpendapatan tetap dengan pemilik-pemilik harta tetap dan penjual atau pedagang akan menjadi semakin tidak merata.

Sementara itu menurut Tajul Khalwaty (2000: 52-57), inflasi yang terus berlanjut dan melampaui dua digit dapat berpengaruh pada distribusi pendapatan dan alokasi faktor produksi nasional. Dampak terhadap distribusi pendapatan disebut equity effect, sedangkan dampak Sementara itu menurut Tajul Khalwaty (2000: 52-57), inflasi yang terus berlanjut dan melampaui dua digit dapat berpengaruh pada distribusi pendapatan dan alokasi faktor produksi nasional. Dampak terhadap distribusi pendapatan disebut equity effect, sedangkan dampak